Anda di halaman 1dari 30

NAMA : DWI WAHYU FAJARWATI

LK 0.1: Lembar Kerja Belajar Mandiri


Judul Modul Keperawatan Medikal Bedah dan
Kegawatdaruratan
Judul Kegiatan Belajar (KB) 1. Keperawatan Medikal
2. Keperawatan Bedah
3. Kegawatdaruratan Trauma
4. Kegawatdaruratan Non
Trauma
No Butir Refleksi Respon/Jawaban
1 Garis besar materi yang KB. 1 KEPERAWATAN MEDIKAL
dipelajari
1. HIV-AIDS merupakan kumpulan gejala
yang ditandai dengan melemahnya
kekebalan sel secara progresif, AIDS
meningkatkan kerentanan terhadap
infeksi oportunistik dan kanker yang
tidak biasa
2. Sindrom retroviral akut dengan gejala
kelelahan ekstreme, sakit kepala,
demam, limfadenopati (pembesaran
kelenjar getah bening di dua tempat
selain nodul inguinalis), diare, atau sakit
tenggorokan
3. AIDS disebabkan oleh infeksi HIV,
dimana retrovirus ini berada di cairan
tubuh, seperti darah dan sperma
4. Faktor resiko AIDS
a. Kontak seksual dengan seseorang
yang menderita AIDS atau yang
berisiko menderita
b. Penyalahgunaan I.V. baik saat ini
maupun sebelumnya.
c. Transfusi darah atau produk darah.
d. paparan AIDS baik secara prenatal
dan perinatal meningkatkan risiko
AIDS pada bayi, seperti halnya
menyusui jika ibu menderita AIDS
atau beresiko menderita AIDS
(Maartens et al., 2014; Wang et al.,
2016).

5. Fase-fase HIV dibagi menjadi beberapa


tahap
a. Fase klinik 1 Tanpa gejala,
limfadenopati (gangguan kelenjar
/pembulu limfe) menetap dan
menyeluruh
b. Fase klinik 2 Penurunan BB (<10%)
tanpa sebab. Infeksi saluran
pernapasan atas (sinusitis, tonsilitis,
otitis media, pharyngitis) herpes
zoster, infeksi sudut bibir, ulkus
mulut berulang
c. Penurunan BB (10%) tanpa sebab.
kronik tanpa sebab sampai >1 bulan.
Demam menetap (intermiten atau
tetap >1 bulan), kandidiasis oral
menetap, TB pulmonal (baru), plak
putih pada mulut, infeksi bakteri
berat
d. Fase klinik 46 Penderita menjadi
kurus (HIV wasting syndrome),
pneumocytis pneunomia (pneunomia
karena pneumokitis karinil),
pneunomia bakteri berulang, infeksi
harpes simplex kronik (orolabial,
genetalia anorektal >1 bulan),
oesophageal kandidiasis, TBC
ekstrapulmonal, citomegalovirus,
toksoplasma di system saraf pusat,
HIV encephalopati, meningitis, infeksi
progesif multi fokal, limpoma, cervical
carsinoma, leukoncephalopathy.
6. Tanda gejala infeksi HIV pasien dapat
menunjukkan tanda gejala sesak napas,
demam, penurunan berat badan,
kelelahan, malam keringat, diare yang
persisten, ulkus kandidiasis oral atau
vagina, kulit kering, lesi kulit, neuropati
perifer, herpes zoster (reaktifasi varisela
virus zoster), kejang, atau demensia.
Pada tahap akhir infeksi HIV, AIDS
didiagnosis ketika jumlah CD4 + T-
limfosit di bawah 200 atau infeksi dan
penyakit oportunistik, dimana terjadi
tanda dan gejala spesifik(Maartens et al.,
2014; Riza et al., 2014)
7. Diagnosa dan intervensi Keperawatan
HIV AIDS:
1) Ketidakefektifan proteksi diri
berhubungan dengan gangguan
imunitas, ketidakadekuatan status
nutrisi, terapi IV dan prosedur
invasive.
Berikut intervensi keperawatan:
a. Identifikasi faktor risiko pasien,
seperti kondisi kulit, hasil
laboratorium, pintu masuk infeksi,
dan keberadaan apa saja infeksi
b. Perawat harus menggunakan
tindakan pencegahan standar dan
teknik aseptik yang ketat untuk
semua pasien dan prosedur
c. Instruksikan pengunjung tentang
teknik untuk menghindari
penularan infeksi, seperti
kebersihan tangan dan
tidakmengunjungi ketika mereka
memiliki infeksi.
d. Promosikan integritas kulit dengan
sering memutar, mobilisasi optimal,
penggunaan kasur pelindung dan
bantalan kursi, pengaplikasian
emolien ke area kering, dan
perawatan yang cepat dari cedera.
e. Ajarkan strategi untuk perawatan
kulit dan menghindari infeksi
kepada pasien.

8. Tuberkulosis (TB) adalah penyakit


menular yang disebabkan oleh bakteri
Mycobacterium tuberculosis
9. Tanda dan gejala TBC aktif ditandai
dengan batuk produktif kronis, dahak
bercampur darah, dan keluar keringat di
malamhari tanpa aktivitas
10. Komplikasi TBC yang mungkin muncul
dapat terjadi apabila penyebaran basil
tuberkulosis terjadi ke seluruh tubuh
dan mengakibatkan radang selaput dada,
perikarditis, peritonitis, meningitis,
tulang dan infeksi sendi, infeksi
genitourinarius atau gastrointestinal,
atau infeksi di organ lainnya (Smeltzer et
al., 2015)
11. Asuhan keperawatan pada pengkajian
TBC yaitu identitas pasien, keluhan
utama, riwayat penyakit sekarang dan
pemeriksaan fisik keadaan umum, TTV,
B1-B6
12. Diagnosa dan intervensi keperawatan
TBC yang mungkin muncul:
1) Gangguan pertukaran gas
berhubungan dengan penurunan
ventilasi atau perfusi
Berikut intervensi keperawatannya:
a. Kaji suara paru-paru, pernapasan
tingkat dan upaya, penggunaan
otot accecorius
b. Amati kulit dan selaput lender
sianosis.
c. Kaji derajat dispnea
d. Pantau munculnya tanda-tanda
kebingungan atau perubahan
status mental.
e. Pantau nilai gas darah arteri dan
oksimetri seperti yang
diperintahkan.
f. Tinggikan kepala tempat tidur atau
bantu pasien bersandar di meja
ranjang.
g. Ajarkan latihan relaksasi pasien.
h. Untuk penyakit kronis, ajar pasien
diafragma
i. Dorong pasien untuk berhenti
merokok
j. Untuk dispnea berat, tanyakan
kepada dokter tentang perlunya
diberikan morfin sulfat melalui
intravena

13. Gejala utama penyakit jantung iskemik


adalah nyeri dada, dan riwayat harus
mencirikan keparahannya, lokasi,
radiasi, durasi, dan kualitas.
14. Perawatan acute coronaria
syndrome/ACS bersifat individual,
berdasarkan durasi dan persistensi
gejala, riwayat jantung, dan temuan pada
pemeriksaan fisik dan EKG awal. Secara
umum, pasien dengan gejala persisten
dan STEMI harus menerima reperfusi
dengan intervensi koroner perkutan
(percutaneous coronary intervention/PCI)
atau terapi fibrinolitik. Pengobatan
dengan agen antiplatelet, antitrombin,
antagonis, dan nitrat direkomendasikan
untuk kebanyakan pasien STEMI
15. Syok kardiogenik adalah keadaan akut
penurunan curah jantung yang
mengakibatkan perfusi jaringan tidak
memadai meskipun volume sirkulasi
yang adekuat atau berlebihan.
16. Syok kardiogenik ditandai dengan
hipoperfusi dan sering, tetapi tidak
selalu, disertai dengan hipotensi.
Hipoperfusi serebral dapat menyebabkan
perubahan status mental, dan output
urin mungkin menurun. TD sistolik
biasanya <90 mm Hg, meskipun bisa
lebih tinggi dengan hipertensi yang
sudah ada sebelumnya.
17. Asuhan keperawatan IMA pada
pengkajianny yaitu identitas pasien,
keluahan utama IMA, riwayat kesehatan
sekarang, riwayat kesehatan dahulu,
riwayat kesehatan keluarga, keadaan
umum, pemeriksaan fisik B1-B2.
18. Diagnosa dan intervensi keperawatan
IMA yang mungkin muncul:
1) Nyeri (akut) berhubungan dengan
iskhemia otot jantung sekunder
terhadap sumbatan arteri coroner.
Berikut intervensinya:
a. Monitor lokasi, durasi, intensitas,
dan radiasi rasa sakit; gunakan
skala 0 hingga 10
b. Pantau tekanan darah, denyut
nadi, dan pernapasan.
c. Kolaborasikan pemeriksaan EKG
seperti yang diperintahkan.
d. Berikan oksigen sesuai dengan
indikasi
e. Instruksikan pasien untuk
beristirahat saat nyeri muncul.
f. Tetap bersama pasien sampai
nyeri dada menghilang.
g. Kolaborasikan pemberian obat
sesuai dengan instruksi dokter
2) Penurunan curah jantung
berhubungan dengan perubahan
inotropik (iskemia miokard
transien/memanjang, efek obat)
Berikut intervensinya:
a. Pantau tekanan darah, nadi, dan
haluaran urin.
b. Auskultasi suara paru-paru.
c. Pantau sirkulasi perifer, pulsa,
CRT, edema, warna, dan suhu.
d. Pantau EKG.
e. Berikan obat sesuai dengan
instruksi dokter, seperti
vasodilator, beta blockers, calcium
channel blockers dan cardiac
glycoside.
f. Motivasi dan berikan istirahat
yang cukup, lingkungan yang
tenang, posisikan semi-Fowler.
g. Amati nyeri atipikal seperti itu
sebagai nyeri rahang atau tidak
h. nyeri dengan dispnea atau
kelelahan.
i. Amati pasien dengan cermat efek
samping dari obat
19. Diabetes mellitus (DM) adalah
sekelompok penyakit metabolik yang
dikarakteristikan oleh hiperglikemia
akibat defek pada sekresi insulin, aksi
insulin, atau keduanya.
20. Ada beberapa jenis diabetes mellitus;
mereka mungkin berbeda dalam
penyebab, perjalanan klinis, dan
perawatan. Klasifikasi utama diabetes
adalah:
a. Diabetes tipe 1 (sebelumnya disebut
sebagai ketergantungan insulin diabetes
mellitus)
b. Diabetes tipe 2 (sebelumnya disebut
sebagai diabetes yang tidak tergantung
mellitus)
c. Diabetes mellitus gestasional (diabetes
saat kehamilan)
21. Etiologi diabetes mellitus diantaranya
yaitu kegemukan, obesitas, aktivitas
fisik, resistensi insulin, gen riwayat
keluarga,
22. Gejala klasik diabetes mellitus termasuk
polydipsia (haus berlebihan), poliuria
(buang air kecil berlebihan), dan polifagia
(kelaparan berlebihan). Glukosa tidak
mampu untuk memasuki sel, sehingga
menyebabkan sel-sel menjadi kelaparan.
23. Komplikasi diabetes mellitus:
a. Hiperglikmeia (glukosa darah tinggi)
b. Hipoglikemia (glukosa darah rendah)
24. Manajemen keperawatan pasien dengan
diabetes dapat melibatkan pengobatan
berbagai gangguan fisiologis, tergantung
pada status kesehatan pasien dan
apakah
pasien baru didiagnosis atau mencari
perawatan untuk masalah kesehatan
yang tidak terkait. Diabetes mellitus
adalah penyakit kronis yang
membutuhkan seumur hidup perilaku
manajemen diri khusus. Karena diet,
fisik aktivitas, dan stres fisik dan
emosional mempengaruhi kontrol
diabetes, pasien harus belajar
menyeimbangkan banyak faktor.
25. Asuhan Keperawatan diabetes mellitus
pada pengkajian yaitu identitas, riwayat
kesehatan sekarang, riwayat kesehatan
dahulu, riwayat kesehatan keluarga,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan
penunjang, fungsional gordon.
26. Diagnosa dan intervensi keperawatan DM
yang mungkin muncul:
1) Ketidakseimbangan nutrisi: kurang
dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidakmampuan untuk
mengabsorbsi nutrisi
a. Mengkaji adanya pasien alergi
terhadap makanan
b. 2. Berkolaborasi dengan ahli gizi
untuk menentukan jumlah kalori
dan jenis gizi yang dibutuhkan
untuk memenuhi kebutuhan gizi
pasien
c. Mengatur pola makan dan gaya
hidup pasien
d. Mengajarkan pasien bagaimana
pola makan sehari- hari yang
sesuai dengan kebutuhan
e. Memantau dan mencatat masukan
kalori dan nutrisi
f. Timbang berat badan pasien
dengan interval yang sesuai
g. Memberikan informasi yang tepat
tentang kebutuhan nutrisi dan
bagaimana cara memenuhinya
h. Membantu pasien untuk menerima
program gizi yang dibutuhkan
2) Resiko ketidakstabilan kadar glukosa
darah berhubungan dengan asupan
makanan, ketidakadekuatan monitor
glukosa darah, kurangan ketaatan
dalam manajemen diabetes
Berikut intervensinya:
a. Memantau peningkatan gula darah
b. Memantau gejala hiperglikemia,
poliuria, polidipsi, poliphagi, dan
kelelahan.
c. Memantau urin keton
d. Memberikan insulin yang sesuai
e. Memantau status cairan
f. Antisipasi situasi dalam
persyaratan pemberian insulin
g. Membatasi gerakan ketika gula
darah
3) Risiko untuk pemeliharaan kesehatan
yang tidak efektif terkait dengan defisit
pengetahuan pada pasien dengan
diabetes mellitus yang baru
didiagnosis.
Berikut intervensinya:
a. Memantau peningkatan gula darah
b. Memantau gejala hiperglikemia,
poliuria, polidipsi, poliphagi, dan
kelelahan.
c. Memantau urin keton
d. Memberikan insulin yang sesuai
e. Memantau status cairan
f. Antisipasi situasi dalam
persyaratan pemberian insulin
g. Membatasi gerakan ketika gula
darah diatas 250 mg/dl, terutama
apabila terdapat urin keton
h. Mendorong pasien untuk
memantau gula darah

KB. 2 KEPERAWATAN BEDAH

1. Kanker adalah penyakit genetik — yaitu,


itu disebabkan oleh perubahan gen yang
mengendalikan cara sel kita berfungsi,
terutama bagaimana mereka tumbuh
dan membelah.
2. Karsinoma adalah jenis kanker yang
paling umum. Mereka dibentuk oleh sel-
sel epitel, yang merupakan sel-sel yang
menutupi permukaan dalam dan luar
tubuh. Ada banyak sekali jenis sel epitel,
yang sering memiliki bentuk seperti
kolom bila dilihat di bawah mikroskop.
Karsinoma yang dimulai pada berbagai
jenis sel epitel memiliki nama yang
spesifik:
a. Adenokarsinoma: kanker yang
terbentuk di sel epitel yang
menghasilkan cairan atau lendir.
Jaringan dengan jenis sel epitel ini
kadang-kadang disebut jaringan
kelenjar. Sebagian besar kanker
payudara, usus besar, dan prostat
adalah adenokarsinoma
b. Karsinoma sel basal adalah kanker
yang dimulai pada lapisan epidermis
bawah atau basal, yang merupakan
lapisan luar kulit seseorang
c. Karsinoma sel skuamosa adalah
kanker yang terbentuk dalam sel
skuamosa, yang merupakan sel epitel
yang terletak tepat di bawah
permukaan luar kulit. Sel skuamosa
juga melapisi banyak organ lain,
termasuk lambung, usus, paru-paru,
kandung kemih, dan ginjal.
d. Karsinoma sel transisional adalah
kanker yang terbentuk dalam jenis
jaringan epitel yang disebut epitel
transisional, atau urothelium.
Jaringan ini, yang terdiri dari banyak
lapisan sel epitel yang bisa menjadi
lebih besar dan lebih kecil, ditemukan
di lapisan kandung kemih, ureter,
dan bagian dari ginjal (pelvis ginjal),
dan beberapa organ lainnya.
Beberapa kanker kandung kemih,
ureter, dan ginjal adalah karsinoma
sel transisional(Basavanthappa &
Basavanthappa, 2011; Smeltzer et al.,
2015
3. Sarkoma adalah kanker yang terbentuk
di tulang dan jaringan lunak, termasuk
otot, lemak, pembuluh darah, pembuluh
getah bening, dan jaringan fibrosa
(seperti tendon dan ligamen).
4. Leukemia : kanker yang bermula di
jaringan pembentuk darah sumsum
tulang disebut leukemia. Kanker ini
tidak membentuk tumor padat.
Sebaliknya, sejumlah besar sel darah
putih abnormal (sel leukemia dan sel
leukemia) menumpuk di dalam darah
dan sumsum tulang, memadatkan sel-
sel darah normal.
5. Limfoma adalah kanker yang dimulai
pada limfosit (sel T atau sel B). Ini
adalah sel darah putih yang melawan
penyakit yang merupakan bagian dari
sistem kekebalan tubuh. Pada limfoma,
limfosit abnormal menumpuk di kelenjar
getah bening dan pembuluh getah
bening, serta di organ tubuh lainnya.
Ada dua jenis utama limfoma:
a. Limfoma Hodgkin - Orang dengan
penyakit ini memiliki limfosit
abnormal yang disebut sel Reed-
Sternberg. Sel-sel ini biasanya
terbentuk dari sel B.
b. Limfoma non-Hodgkin - Ini adalah
sekelompok besar kanker yang
dimulai pada limfosit. Kanker dapat
tumbuh dengan cepat atau lambat
dan dapat terbentuk dari sel B atau
sel T
6. Faktor risiko kanker termasuk paparan
bahan kimia atau zat lain, serta perilaku
tertentu. Mereka juga memasukkan hal-
hal yang tidak dapat dikontrol orang,
seperti usia dan sejarah keluarga.
Riwayat keluarga dengan kanker
tertentu dapat menjadi tanda
kemungkinan sindrom kanker yang
diturunkan

7. Beberapa gejala yang dapat ditimbulkan


kanker meliputi:
a. Perubahan payudara: Rasa benjolan
atau kencang di payudara atau di
bawah lengan Anda, perubahan atau
pelepasan putting, kulit yang gatal,
merah, bersisik, berlesung pipit, atau
mengerut.
b. Perubahan kandung kemih: Kesulitan
buang air kecil, nyeri saat buang air
kecil, ada darah dalam urin.
c. Pendarahan atau memar, tanpa
alasan yang diketahui
d. Perubahan usus: Darah pada feses,
perubahan kebiasaan buang air besar
e. Batuk atau suara serak yang tidak
kunjung hilang
f. Masalah nutrisi: nyeri setelah makan
(mulas atau gangguan pencernaan
yang tidak hilang), kesulitan menelan,
sakit perut, mual dan muntah,
perubahan nafsu makan.
g. Kelelahan yang parah dan
berlangsung lama
h. Demam atau malam berkeringat
tanpa alasan yang diketahui
i. Perubahan pada mulut: bercak putih
atau merah di lidah atau di mulut
Anda, pendarahan, nyeri, atau mati
rasa di bibir atau mulut
j. Masalah neurologis: Sakit kepala,
kejang, perubahan fungsi
penglihatan, perubahan fungsi
pendengaran
k. Perubahan kulit: Terdapat benjolan
berwarna daging yang berdarah atau
berubah bersisik, munculnya tahi
lalat baru atau perubahan tahi lalat
yang ada, sakit yang tidak sembuh,
penyakit kuning (kulit menguning dan
bagian putih mata)
l. Pembengkakan atau benjolan di mana
saja seperti di leher, ketiak, perut
m. dan selangkangan
n. Pertambahan berat atau penurunan
berat badan tanpa alasan yang
diketahui.
8. Pada stadium kanker paling banyak
digunakan adalah dengan sistem TNM.
Yang di deskripsikan sebagai berikut:
a. T mengacu pada ukuran dan luas
tumor utama. Tumor utama biasanya
disebut tumor primer.
b. N mengacu pada jumlah kelenjar
getah bening di sekitarnya yang
memiliki kanker.
c. M mengacu pada apakah kanker telah
menyebar. Ini berarti bahwa kanker
telah menyebar dari tumor primer ke
bagian lain dari tubuh
9. Deskripsi stadium tumor sebagai
berikut:
a. Stadium 0: Sel-sel abnormal ada,
tetapi belum menyebar ke jaringan
terdekat. Kondisi ini disebut juga
karsinoma in situ, dimana ini bukan
kanker, tetapi bisa menjadi kanker
b. Stadium I, II, III: Kanker positif.
Semakin tinggi angkanya, semakin
besar tumor kanker dan semakin
menyebar ke jaringan terdekat.
c. Stadium IV: Kanker telah menyebar
ke bagian tubuh yang jauh.
10. Penatalkasaan tumor dapat dengan
pembedahan, radiasi dan kemoterapi.
11. Asuhan kepwrawatan neoplasma/tumor
pada pengkajian yaitu identitas, keluhan
utama, konsep diri, pemeriksaan klinis,
inpseksi, palpasi.
12. Diagnosa dan intervensi pada penyakit
kanker/neoplasma yaitu:
1) Nyeri berhubungan dengan adanya
penekanan massa tumor
Berikut intervensinya:
a. Kaji karakteristik nyeri pasien
meliputi onset, lokasi, durasi,
karakter dan faktor pencetus dan
pemberat
b. Minta pasien untuk menilai skala
nyerinya
c. Monitor penggunaan obat
penghilang nyeri tiap 2-4 jam
d. Berikan obat-obatan analgesik
sesuai resep dokter
e. Monitor status respirasi
f. Jelaskan dan motivasi penggunaan
tehnik relaksasi
g. Gunakan tehnik non farmakologi
setelah nyeri terkontrol dengan
pemberian obat-obatan
2) Resiko ketidakefektifan koping
berhubungan dengan diagnosis dan
perawatan kanker
Berikut intervensinya:
a. Kaji mekanisme koping yang
digunakan di masa lalu dan saat ini
pada pasien
b. Gunakan kemampuan mendengar
aktifuntuk memotivasi pasien untuk
mengutarakan perasaannya
c. Kaji arti kualitas hidup pada
pasienKaji adanya kemungkinan
resiko bunuh diri
3) Resiko infeksi berhubungan dengan
menurunnya status imunitas akibat
efek samping radiasi dan kemoterapi.
Berikut intervensinya:
a. Monitor suhu tubuh setiap 4 jam
sekali
b. Monitor sel darah putih tiap hari
c. Kaji tanda-tanda inflamasi atau
drainase pada area yang diduga
mengalami infeksi
d. Monitor tanda-tanda infeksi
pernapasan, seperti nyeri
tenggorokan, batuk, sesak napas,
produksi sputum
e. Monitor tanda-tanda infeksi
urinarius seperti rasa terbakar,
nyeri, urgensi dan adanya darah di
urine
f. Selalu gunakan tehnik mencuci
tangan sebelum interaksi dengan
pasien
g. Batasi jumlah pengunjung
13. Apendisitis adalah peradangan atau
inflamasi yang terjadi di apendiks.
Karena ukuran apendiks yang kecil,
obstruksi mungkin terjadi terjadi,
membuatnya rentan terhadap infeksi.
Itu mengakibatkan proses inflamasi
menyebabkan peningkatantekanan
intraluminal (Dabadie & Petit, 2017;
Wray, Kao, Millas, Tsao, & Ko, 2013)
14. Tanda dan gejala apendisitis termasuk
demam, meningkat sel darah putih, dan
nyeri menyeluruh di bagian atas perut.
Dalam beberapa jam setelah onset, nyeri
biasanya menjadi terlokalisir pada
kuadran kanan bawah pada titik
McBurney,bagian tengah antara
umbilikus dan krista iliaka kanan.
15. Penanganan Apendisitis pasien akan
dipuasakan dan pembedahan harus
dilakukan secepatnya kecuali ada tanda-
tanda perforasi atau peritonitis. Kompres
dingin pada area yang nyeri dan
mempertahankan posisi semi-Fowler
mungkin dapat mengurangi nyeri
sementara menunggu diagnosis
ditegakkan. Bila apendiks pecah, maka
pemberian terapi cairan intravena dan
antibiotik dimulai dan prosedur
pembedahan mungkin akan ditunda
sementara waktu paling tidak 8 jam atau
lebih.
16. Asuhan keperawatan apendisitis pada
proses pengkajian yaitu, identitas
pasien, keluhan, riwayat kesehatan,
jalan nafas, sirkulasi, kontrol suhu,
keseimbangan cairan elektrolit, fungsi
neurologi, integritas kulit, fungsi
perkemihan, fungsi gastrointestinal,
kenyamanan.
17. Diagnosa dan intervensi keperawatan
apendisitis sebagai berikut:
1) Nyeri akut berhubungan dengan
proses inflamasi
a. Lakukan pengkajian nyeri secara
komprehensif termasuk lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi,
kualitas dan faktor presipitasi
b. Observasi reaksi non verbal dari
ketidaknyamanan
c. Bantu pasien dan keluarga untuk
mencari dan menemukan dukungan
d. Kontrol lingkungan yang dapat
mempengaruhi nyeri seperti suhu
ruangan, pencahayaan dan
kebisingan
e. Kurangi faktor presipitasi nyeri
f. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk
menentukan intervensi
g. Ajarkan tentang teknik non
farmakologi: napas dalam, relaksasi,
distraksi, kompres hangat/ dingin
h. Tingkatkan istirahat
i. Berikan informasi tentang nyeri
seperti penyebab nyeri, berapa lama
nyeri akan berkurang dan antisipasi
ketidaknyamanan dari prosedur
j. Monitor vital sign sebelum dan
sesudah pemberian analgesik
pertama kali
2) Resiko infeksi berhubungan dengan
penyakit kronis, penekanan sistem
imun, pertahanan primer tidak
adekuat.
Berikut intervensinya:
a. Pertahankan teknik aseptif
b. Batasi pengunjung bila perlu
c. Cuci tangan setiap sebelum dan
sesudah tindakan keperawatan
d. Gunakan baju, sarung tangan
sebagai alat pelindung
e. Ganti letak IV perifer dan dressing
sesuai dengan petunjuk umum
f. Gunakan kateter intermiten untuk
menurunkan infeksi kandung
kencing
g. Tingkatkan intake nutrisi
h. Monitor tanda dan gejala infeksi
sistemik dan lokal
i. Pertahankan teknik isolasi
j. Inspeksi kulit dan membran
mukosa terhadap kemerahan,
panas, drainase
k. Monitor adanya luka
l. Dorong masukan cairan
m. Dorong istirahat
n. Ajarkan pasien dan keluarga tanda
dan gejala infeksi
18. Hernia merupakan tonjolan organ atau
struktur yang abnormal melalui
kelemahan atau robekan pada dinding
rongga abdomen. Hernia dapat
disebabkan oleh kelemahan pada
dinding perut yang terjadi seiring dengan
peningkatan tekanan intra abdomen,
seperti tekanan akibat dari batuk,
mengejan, dan mengangkat benda berat.
19. Gejala yang muncul terkait dengan
hernia yaitu Adanya tonjolan yang
abnormal dapat dilihat di daerah perut
yang terkena, terutama saat mengejan
atau batuk. Tonjolan ini mungkin hilang
ketika pasien berbaring (Smeltzer et al.,
2015)
20. Hernia dapat didiagnosis dengan
melakukan pemeriksaan fisik.
Pengobatan yang bisa dilakukan
meliputi: observasi hernia, dan
menggunakan alat pendukung jangka
pendek atau pembedahan untuk
menyembuhkan hernia.
21. Diagnosa dan intervensi keparawatan
pada hernia yaitu:
1) Nyeri akut berhubungan dengan
spasme bladder, obstruksi atau proses
pembedahan.
a. Monitor nyeri tiap 2 sampai 4 jam
pada 48 jam pertama dan selama 30
menit setelah pemberian intervensi
b. Monitor tanda-tanda nyeri yang
berhubungan dengan spasme
bladder, obstruksi, atau proses
pembedahan seperti wajah meringis,
cairan irigasi yang tidak mengalir ke
dalam bladder, munculnya bekuan
darah.
c. Berikan medikasi (analgesik,
antispasmodik) dan monitor respon
pasien
d. Irigasi kateter sesuai dengan
perintah
e. Edukasi pasien dan dukung
penggunaan metode non-
farmakologi untuk mengkontrol
nyeri seperti tehnik relaksasi dan
tehnik nafas dalam.
2) Kerusakan mobilitas fisik
berhubungan dengan nyeri dan
ketidaknyamanan
a. Berikan tindakan pengaman sesuai
indikasi dengan situasi yang
spesifik.
b. Catat respons-respons
emosi/perilaku paada imobilisasi.
Berikan aktivitas yang disesuaikan
dengan pasien.
c. Ikuti aktivtass/prosedur dengan
periode istirahat. Anjurkan pasien
untuk tetap ikut berperan serta
dalam aktivitas sehari-hari dalam
keterbatasan individu.
d. Berikan/bantu pasien untuk
melakukan latihan rentang gerak
pasif/aktif.
e. Bantu pasien dalam melakukan
aktivitas ambulasi progresif.
f. Demonstrasikan penggunaan alat
penolong, seperti alat bantu jalan,
tongkat.
g. Berikan obat untuk menghilangkan
nyeri kira-kira 30 menit sebelum
memindahkan/melakukan
ambulasi pasien
22. Benign Prostatic Hyperplasia (BPH)
merupakan Pembesaran kelenjar prostat
merupakan proses yang normal terjadi
pada pria lanjut usia. Pembesaran
kelenjar prostat ini dimulai pada sekitar
usia 50 dan terjadi pada 75% dari pria
diatas 70 tahun. Benign prostatic
hyperplasia (BPH)dapat dikatakan
sebagai pertumbuhan prostat yang tidak
ganas yang secara bertahap
menyebabkan obstruksi kemih.
23. Gejala BPH biasanya dapat diketahui
melalui dua cara yaitu diantaranya;
masalah yang berkaitan dengan
obstruksi atau masalah yang berkaitan
dengan iritasi. Gejala yang terkait
dengan obstruksi meliputi penurunan
ukuran atau aliran urine, kesulitan
memulai BAK, menetes setelah urinasi,
retensi urine dan adanya perasaan
bahwa kandung kemih masih terisi.
Gejala yang berkaitan dengan iritasi
meliputi nokturia, dysuria, dan urgensi
(Basavanthappa & Basavanthappa,
2011; Langan, 2019; Smeltzer et al.,
2015)
24. Komplikasi BPH yaitu urine yang ada di
dalam kandung kemih yang terlalu lama
bisa kembali ke ginjal dan menyebabkan
hidronefrosis, kerusakan ginjal, atau
urosepsis; ini juga bisa merusak dinding
kandung kemih, menyebabkan disfungsi
kandung kemih, ISK berulang, dan
pembentukan batu (Vuichoud &
Loughlin, 2015)
25. Penatalaksanaan Reseksi transurethral
dari prostat (Transurethral Resection of
the Prostate/ TURP) telah menjadi
pilihan perawatan bedah yang paling
banyak digunakan dan sering dipilih
untuk meringankan obstruksi yang
disebabkan oleh pembesaran prostat.
26. Asuhan keperawatan pada pasien BPH
post TURP pada pengkajian yaitu
sirkulasi, eliminasi, makanan/cairan,
nyeri, demam, seksualitas, pengetahuan
27. Dignosa keperawatan dan intervensi
pada pasien BPH post TURP yaitu:
1) Resiko injuri (perdarahan)
berhubungan dengan intervensi
pembedahan
a. Pantau haluaran urin mengenai
jumlah, warna, dan adanya bekuan
darah setidaknya setiap jam untuk
24 hingga 48 pertama jam pasca
operasi.
b. Jelaskan kepada pasien bahwa
urine yang ada darahnya adalah
normal setelah prosedur TURP
c. Dorong pasien untuk minum hingga
2500 mL per hari (kecuali
dikontraindikasikan oleh kondisi
medis yang lain), minuman non-
kafein, minuman non-alkohol.
d. Ajari pasien untuk mencegah
terjadinya konstipasi dan
mengangkat benda berat
e. Anjurkan pasien untuk berbaring
apabila urine menjadi berwarna
merah terang atau terdapat bekuan
darah yang besar
f. Ajari pasien untuk tidak
mengkonsumsi aspirin atau NSAID
2) Nyeri akut berhubungan dengan
spasme bladder, obstruksi atau proses
pembedahan
Berikut intervensinya:
a. Monitor nyeri tiap 2 sampai 4 jam
pada 48 jam pertama dan selama 30
menit setelah pemberian intervensi
b. Monitor tanda-tanda nyeri yang
berhubungan dengan spasme
bladder, obstruksi, atau proses
pembedahan seperti wajah meringis,
cairan irigasi yang tidak mengalir ke
dalam bladder, munculnya bekuan
darah
c. Berikan medikasi (analgesik,
antispasmodik) dan monitor respon
pasien
d. Irigasi kateter sesuai dengan
perintah
28. Edukasi pasien dan dukung penggunaan
metode non-farmakologi untuk
mengkontrol nyeri seperti tehnik
relaksasi dan tehnik nafas dalam

KB. 3 KEGAWAT DARURATAN TRAUMA

1. Fraktur dapat terjadi terbuka, yaitu


pada saat ujung tulang yang patah
keluar menembus kulit atau mungkin
tertutup.
2. Fraktur tertutup bisa sama bahayanya
dengan fraktur terbuka karena jaringan
lunak yang terluka sering mengeluarkan
banyak darah.
3. Tanda gejala fraktur diantanya yaitu
nyeri, deformitas (perubahan bentuk),
pemendekan anggota gerak, suara
gemeretak, (crepitation), memar
(ecchymosis), bengkak dan luka.
4. Asuhan keperawatan fraktur pada
proses pengkajian yaitu: identitas,
riwayat penyakit sekarang, riwayat
penyakit dahulu, riwayat penyakit
keluarga, pola kesehatan fungsional.
5. Diagnosa dan intervensi keperawatan
pada fraktur:
1) Nyeri akut berhubungan dengan
terputusnya jaringan tulang, gerakan
fragmen tulang, edema dan cedera
pada jaringan, alat traksi/
immobilisasi, stress, ansietas.
Berikut intervensinya yaitu:
a. Berikan analgesik dan anti inflamasi
sesuai dengan instruksi dokter
b. Pastikan posisi ekstremitas yang
patah di posisi yang sesuai
c. Kaji adanya tanda sindroma
kompartemen terutama pada pasien
yang terpasang gips
d. Berikan kompres es sesuai dengan
instruksi
e. Ajari metode penatalaksanaan nyeri
2) Hambatan mobilitas fisik berhubungan
dengan nyeri / ketidak nyamanan,
kerusakan musculoskeletal, terapi
pembatasan aktifitas, penurunan
kekuatan / tahanan.
Berikut intervensinya:
a. Mengidentifikasi masalah,
memudahkan intervensi
b. Mempengaruhi penilaian terhadap
kemampuan aktifitas apakah karena
ketidakmampuan atau
ketidakmauan.
c. Menilai batasan kemampuan
aktivitas optimal
d. Agar pasien mampu mengikuti
latihan dan bisa bergerak secara
perlahan Sebagai suatu sumber
untuk mengembangkan
perencanaan dan mempertahankan
atau meningkatkan mobilitas
pasien
3) Resiko disfungsi neurovascular perifer
berhubungan dengan peningkatan
volume jaringan
Berikut intervensinya:
a. Kaji dan monitor secara berkala
tanda tanda sindrom kompartemen
b. Kaji adanya pembengkakan pada
area injuri, terutama pada pasien
yang dipasang gips
c. Jaga ekstremitas tetap elevasi
diatas jantung
d. Berikan obat anti inflamasi sesuai
order
e. Monitor adanya nyeri yang semakin
berat meskipun sudah diberikan
analgesik
6. Hemothoraks adalah kumpulan darah di
dalam ruang antara dinding dada dan
paru-paru (rongga pleura).
7. Penyebab paling umum dari
hemothoraks adalah trauma dada.
Dapat juga terjadi pada pasien yang
memiliki: trauma tumpul dada,
kematian jaringan paruparu, kanker
paru-paru atau pleura, trauma penetrasi
pada thoraks, operasi jantung, dan
tuberkulosis (Ludwig & Koryllos, 2017)
8. Tujuan pengobatan adalah untuk
menstabilkan pasien, menghentikan
perdarahan, dan menghilangkan darah
dan udara dalam rongga pleura (Calder
& Boyd, 2014; Smeltzer et al., 2015)
9. Penanganan pada hemothoraks adalah:
a.Resusitasi Cairan. Terapi awal
hemothoraks adalah dengan penggantin
volume darah yang dilakukan
bersamaan dengan dekompresi rongga
pleura. Dimulai dengan infus cairan
kristaloid secara cepat dengan jarum
besar dan pemberian darah dengan
golongan spesifik secepatnya.
b. Pemasangan chest tube/selang dada
(water seal drainage/WSD) ukuran besar
agar darah pada thoraks tersebut dapat
cepat keluar sehingga tidak membeku
didalam pleura
10. Kondisi hemothorak apabila tidak segera
di lakukan maka akan terjadi akumulasi
darah di rongga thoraks yang nantinya
dapat menyebabkan paru menjadi
kolaps sehingga dapat gagal nafas dan
meninggal, fibrosis atau jaringan parut
pada membrane pleura, atelektasis,
shock, pneumothoraks, pneumonia dan
septisemia (Smeltzer et al., 2015)
11. Asuhan keperawatan hemothorak pada
proses pengkajian yaitu airway,
breathing, circulation
12. Diagnosa dan intervensi keperawatan
yang mungkin muncul pada hemothorak
yaitu:
1) Ketidakefektifan pola nafas
berhubungan dengan ekpansi paru
yang tidak maksimal karena trauma,
hipoventilasi.
Berikut intervensinya:
a. Jaga posisi leher tetap in line
b. Berikan oksigen sesuai dengan
indikasi
c. Pasang alat bantu oksigen misalnya
endotracheal tube bila diindikasikan
d. Pasang selang dada (WSD) sesuai
indikasi dan monitor haluarannya
e. Rawat luka disekitar pemasangan
selang dada
2) Gangguan perfusi jaringan
berhubungan dengan hipoksia, tidak
adekuatnya pengangkutan oksigen ke
jaringan.
Berikut intervensinya:
a. Kaji faktor penyebab dari
situasi/keadaan individu/penyebab
penurunan perfusi jaringan.
b. Monitor GCS dan mencatatnya
c. Monitor tanda tanda vital dan
saturasi oksigen secara berkala
3) Resiko terjadinya syok hipovolemia
berhubungan dengan perdarahan yang
berlebihan, pindahnya cairan
intravaskuler ke ekstravaskuler
Berikut intervensinya:
a. Monitor keadaan umum pasien,
untuk memonitor kondisi pasien
selama perawatan terutama saat
terjadi perdarahan. Perawat segera
mengetahui tanda-tanda pre syok /
syok
b. Observasi vital sign setiap 3 jam
atau lebih
c. Jelaskan pada pasien dan keluarga
tanda perdarahan, dan segera
laporkan jika terjadi perdarahan
d. Kolaborasi : Pemberian cairan
intravena
Kolaborasi : pemeriksaan : HB, PCV,
trombosit

13. Trauma kepala adalah kerusakan pada


kulit kepala, tengkorak atau otak yang
disebabkan oleh cedera
a. Cedera tertutup, terjadi kerusakan
yang tidak merusak tengkorak kepala
ataupun menembus jaringan otak.
Meskipun tengkorak tidak patah, jenis
cedera ini masih dapat menyebabkan
kerusakan otak dalam bentuk
pembengkakan atau memar
b. cedera terbuka mengacu pada
kerusakan yang menembus tulang
tengkorak yang menyebabkan
masalah seperti pendarahan di otak,
patah tulang tengkorak atau menekan
tulang terhadap struktur di otak
14. Diagnosa dan intervensi keperawatan
trauma kepala diantaranya yang
mungkin muncul yaitu:
1) Ketidakefektifan pola nafas
berhubungan dengan depresi pada
pusat napas di otak
Intervensinya sebagai berikut:
a. Hitung pernapasan pasien dalam
satu menit. Pernapasan yang cepat
dari pasien dapat menimbulkan
alkalosis respiratori dan
pernapasan lambat meningkatkan
tekanan Pa Co2 dan menyebabkan
asidosis respiratorik.
b. Cek pemasangan tube, untuk
memberikan ventilasi yang adekuat
dalam pemberian tidal volume.
c. Observasi ratio inspirasi dan
ekspirasi pada fase ekspirasi
biasanya 2 x lebih panjang dari
inspirasi, tapi dapat lebih panjang
sebagai kompensasi
terperangkapnya udara terhadap
gangguan pertukaran gas.
d. Perhatikan kelembaban dan suhu
pasien keadaan dehidrasi dapat
mengeringkan sekresi / cairan paru
sehingga menjadi kental dan
meningkatkan resiko infeksi.
e. Cek selang ventilator setiap waktu
(15 menit), adanya obstruksi
dapatmenimbulkan tidak
adekuatnya pengaliran volume dan
menimbulkan penyebaran udara
yang tidak adekuat.
f. Siapkan BVM tetap berada di dekat
pasien, membantu membarikan
ventilasi yang adekuat bila ada
gangguan pada ventilator
2) Tidak efektifnya kebersihan jalan
napas sehubungan dengan
penumpukan sputum.
Intervensinya sebagai berikut:
a. Kaji dengan ketat (tiap 15 menit)
kelancaran jalan napas. Obstruksi
dapat disebabkan pengumpulan
sputum, perdarahan,
bronchospasme atau masalah
terhadap tube.
b. Evaluasi pergerakan dada dan
auskultasi dada (tiap 1 jam).
Pergerakan yang simetris dan suara
napas yang bersih indikasi
pemasangan tube yang tepat dan
tidak adanya penumpukan sputum
c. Lakukan pengisapan lendir dengan
waktu kurang dari 15 detik bila
sputum banyak. Pengisapan lendir
tidak selalu rutin dan waktu harus
dibatasi untuk mencegah hipoksia.
d. Lakukan fisioterapi dada setiap 2
jam. Meningkatkan ventilasi untuk
semua bagian paru dan
memberikan kelancaran aliran
serta pelepasan sputum
3) Gangguan perfusi jaringan otak
sehubungan dengan edema otak
Intervensinya sebagai berikut:
a. Monitor dan catat status neurologis
dengan menggunakan metode GCS
b. Monitor tanda-tanda vital tiap 30
menit.
Pertahankan posisi kepala yang sejajar
dan tidak menekan. Perubahan kepala
pada satu sisi dapat menimbulkan
penekanan pada vena jugularis dan
menghambat aliran darah otak, untuk
itu dapat meningkatkan tekanan
intrakranial
15. Luka bakar adalah luka yang
disebabkan oleh transfer energi dari
sumber panas ke tubuh menyebabkan
kerusakan pada jaringan
16. Ukuran luka bakar diperkirakan
berdasarkan bagian tubuh yang terkena.
Metode yang umum digunakan adalah
Rule of Nines. Metode ini dilakukan
dengan cara membagi tubuh menjadi
segmen-segmen yang areanya baik 9%
atau kelipatan 9% dari total permukaan
tubuh, dengan area perineum dihitung
sebagai 1%.
17. Diagnosa dan intervensi keperawatan
pada luka bakar yang mungkin muncul
yaitu:
1) Gangguan pertukaran gas
berhubungan dengan edema jalan
nafas bagian atas, edema di membrane
kapiler alveoli
Intervensinya sebagai berikut:
a. Kaji status pernapasan; auskultasi
suara nafas tiap 15 menit sekali;
monitor kemampuan ekspansi paru
b. Monitor gas darah arteri dan kadar
CO
c. Monitor adanya suara nafas
tambahan
d. Berikan oksigen melalui non
rebreathing mask dengan
konsentrasi 100%
e. Elevasikan bagian kepala tempat
tidur
f. Berikan perawatan paru; misalkan
batuk efektif, tehnik nafas dalam 2-
4 jam
g. Ambil kultur sputum
h. Berikan bronkodilator dan antibiotik
2) Kerusakan integritas kulit
berhubungan dengan injuri thermal
Intervensinya sebagai berikut:
a. Kaji proses injuri; bila masih teraba
panas, dinginkan dengan air
mengalir atau air steril
b. Kaji area luka bakar untuk menilai
prosentase luka bakar dan
kedalaman luka bakar
c. Lepas pakaian dan perhiasan
d. Jangan berikan es secara langsung
pada area luka bakar
e. Tutup area tubuh pasien dengan
kain bersih
f. Bersihkan luka bakar dengan
selang air mengalir
g. Berikan/oleskan salep topical
h. Balut area dari distal ke proksimal

3) Deficit volume cairan berhubungan


dengan area luka bakar yang luas,
cairan kapiler yang merembes keluar,
dan penurunan intake cairan
Intervensinya sebagai berikut:
a. Dapatkan data BB sebelum dan
sesudah
b. Catat intake dan output cairan
c. Kaji tanda dan gejala hypovolemia
(hipotensi, takhikardia, takipneu,
rasa haus yang berlebih,
kelemahan, disorientasi)Monitor
elektrolit
d. Berikan cairan IV
e. Pasang kateter urine
f. Berikan agen diuretic osmosis
sesuai dengan instruksi
g. Kaji fungsi gastrointestinal
4) Ketidakefektifan perfusi jaringan
perifer berhubungan dengan
kehilangan darah dan penurunan
cardiac output
Intervensinya sebagai berikut:
a. Elevasikan area yang injuri diatas
jantung
b. Kaji nadi pada ekstremitas yang
injuri tiap 15 menit sekali
c. Kaji adanya kesemutan, dan
peningkatan rasa nyeri di area yang
injuri
d. Berikan perban atau kassa di area
injuri

KB. 4 KEGAWATDARURATAN NON


TRAUMA

1. Hipoglikemia (kadar glukosa


darahrendah)terjadi ketika glukosa
darah turun menjadi kurang dari 50
hingga 60 mg / dL. Keadaan ini
disebabkan oleh terlalu banyak insulin
atau agen hipoglikemik oral, terlalu
sedikit makanan, atau aktivitas fisik
yang berlebihan
2. Pada hipoglikemia ringan, ketika kadar
glukosa darah menurun, akan
menyebabkan gejala seperti berkeringat,
tremor, takikardia, palpitasi,
kegelisahan, dan rasa lapar. Tanda-
tanda gangguan fungsi system saraf
pusat/SSP mungkin termasuk
didalamnya adalah adanya
ketidakmampuan untuk berkonsentrasi,
sakit kepala, pusing, kebingungan,
gangguan memori, mati rasa pada bibir
dan lidah, bicara cadel, gangguan
koordinasi, perubahan emosional,
perilaku irasional atau agresif,
penglihatan ganda, dan mengantuk.
3. Pada hipoglikemia berat, timbul gejala
perilaku yaitu tidak fokus, kejang, sulit
bangun dari tidur, atau kehilangan
kesadaran (Basavanthappa &
Basavanthappa, 2011; Hao et al., 2018)
4. Perawatan segera harus diberikan
ketika hipoglikemia terjadi. Pada kasus
hipoglikemia dimana penderita tidak
sadar, maka harus segera dibawa ke
rumah sakit. Sementara pada penderita
yang masih sadar, maka penderita bisa
diminta untuk minum air gula hangat
(Basavanthappa & Basavanthappa,
2011; Cryer, 2013; Smeltzer et al., 2015)
5. Diagnosa dan intervensi keperawatan
pada pasien hipoglikemia yang mungkin
muncul yaitu:
1) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidakmampuan
mengabsorpsi nutrien
Intervensinya sebagai berikut:
a. Monitor asupan makanan kalori
harian
b. Monitor berat badan klien secara
rutin
c. Kaji GDS klien sebelum dan
sesudah 1 jam pemberian makan
d. Timbang pasien pada jam yang
sama setiap hari
e. Kaji makanan kesukaan pasien,
baik itu kesukaan pribadi atau yang
dianjurkan budaya dan agamanya
f. Bantu pasien untuk makan atau
suapi pasien
g. Ciptakan lingkungan yang
menyenangkan dan menenangkan
h. Sajikan makanan dengan menarik
i. Beri penjelasan kepada
klien/keluarga klien dalam
mengonsumsi obat anti diabetes
sesuai dosis yang dianjurkan
j. Kolaborasi dengan tim dokter
dalam menentukan dosis obat
antidiabetes pada klien
k. Kolaborasi dengan ahli gizi dalam
menentukan asupan kalori harian
yang diperlukan untuk
mempertahankan berat badan yang
sudah ditentukan
2) Ketidakefektifan perfusi jaringan
berhubungan dengan disfungsi sistem
saraf pusat akibat hipoglikemia
Intervensinya sebagai berikut:
a. Kaji tingkat kesadaran klien (GCS)
b. Kaji TTV klien
c. Kaji kadar GDS sebelum dan 1 jam
sesudah pemberian terapi
d. Pertahankan keefektifan jalan nafas
klien
e. Berikan posisi supinasi
f. Pada klien berikan informasi pada
keluarga klien tentang penyakit dan
penanganannya
g. Ajarkan klien senam diabetes
h. Kolaborasi dengan tim dokter dalam
pemberian obat vitamin neurotropik
3) Keletihan berhubungan dengan
kelesuan fisiologis : hipoglikemia
a. Kaji status fisiologis pasien yang
menyebabkan kelelahan sesuai
dengan konteks usia dan
perkembangan
b. Kaji TTV klien
c. Batasi aktivitas secara adekuat
d. Anjurkan klien untuk beraktivitas
ringan terlebih dahulu
e. Beri edukasi kepada klien/keluarga
klien dengan menjelaskan
hubungan antara keletihan dan
proses/kondisi penyakit
f. Kolaborasi dengan ahli gizi dalam
pemberian asupan makanan yang
berenergi tinggi
6. Kejang adalah episode fungsi neurologis
abnormal yang disebabkan oleh
pelepasan neuron otak yang tidak tepat
7. Kejang umum disebabkan oleh aktivasi
hampir bersamaan seluruh korteks
serebral, mungkin disebabkan oleh
keluarnya listrik yang berasal jauh di
dalam otak dan menyebar ke luar.
Serangan dimulai dengan kehilangan
kesadaran tiba-tiba
a. Kejang tonik-klonik umum (grand
mal) adalah yang paling dramatis dari
kejang umum. Pasien mulai
kehilangan kesadaran secara tiba-
tiba. Pasien tiba-tiba menjadi kaku,
batang tubuh dan ekstremitas
mengalami ekstensi, dan pasien jatuh
ke tanah
8. Kejang fokal parsial sederhana, kejang
tetap terlokalisasi, dan kesadaran dan
mental tidak terpengaruh
9. Kejang parsial kompleks adalah kejang
fokal di mana kesadaran atau gangguan
dipengaruhi. Kejang ini sering
disebabkan oleh gangguan fokal yang
berasal dari lobus temporal dan kadang-
kadang disebut sebagai kejang lobus
temporal
10. Diagnosa dan intervensi keperawatan
pada pasien kejang yang mungkin
muncul yaitu
1) Resiko cedera berhubungan dengan
aktivitas kejang yang tidak terkontrol
(gangguan keseimbangan).
Intervensinya sebagai berikut:
a. Jauhkan benda- benda yang dapat
b. mengakibatkan terjadinya cedera
pada pasien saat terjadi kejang
c. Pasang penghalang tempat tidur
pasien
d. Letakkan pasien di tempat yang
rendah dan datar
e. Tinggal bersama pasien dalam
waktu beberapa lama setelah kejang
f. Menyiapkan kain lunak untuk
mencegah terjadinya tergigitnya
lidah saat terjadi kejang
g. Tanyakan pasien bila ada perasaan
yang tidak biasa yang dialami
beberapa saat sebelum kejang
h. Berikan obat anti konvulsan sesuai
advice dokter
2) Ketidakefektifan bersihan jalan nafas
berhubungan dengan sumbatan lidah
di endotrakea, peningkatan sekresi
saliva
Intervensinya sebagai berikut:
a. Anjurkan klien untuk
mengosongkan mulut dari benda /
zat tertentu / gigi palsu atau alat
yang lain jika fase aura terjadi dan
untuk menghindari rahang
mengatup jika kejang terjadi tanpa
ditandai gejala awal.
b. Letakkan pasien dalam posisi
miring, permukaan datar
c. Tanggalkan pakaian pada daerah
leher / dada dan abdomen
d. Melakukan suction sesuai indikasi
e. Berikan oksigen sesuai program
terapi
3) Isolasi sosial berhubungan dengan
rendah diri terhadap keadaan
penyakit dan stigma buruk penyakit
epilepsy
4) dalam masyarakat
Intervensinya sebagai berikut:
a. Memberikan dukungan psikologis
dan motivasi pada pasien
b. Anjurkan keluarga untuk memberi
motivasi kepada pasien
c. Memberi informasi pada keluarga
dan teman dekat pasien bahwa
penyakit epilepsi tidak menular
d. Rujuk pasien/ orang terdekat pada
kelompok penyokong, seperti
yayasan epilepsi dan sebagainya.
e. Kolaborasi dengan tim psikiate
11. Racun adalah zat apa pun yang, jika
dicerna, dihirup, diserap, menempel
pada kulit, atau diproduksi di dalam
tubuh dalam jumlah yang relatif kecil,
namun melukai tubuh dengan aksi
kimianya.
12. Perawatan kegawatdaruratan dimulai
dengan tujuan sebagai berikut:
1. Untuk menghilangkan atau
menonaktifkan racun sebelum diserap
2. Untuk memberikan perawatan suportif
dalam mempertahankan sistem organ
yang vital
3. Untuk memberikan obat penawar
khusus untuk menetralisir racun
tertentu
4. Untuk memberikan pengobatan yang
mengurangi konsentrasi racun yang
disera
13. Racun yang ditelan dapat bersifat
korosif. Racun korosif termasuk agen
alkali dan asam yang dapat
menyebabkan kerusakan jaringan
setelah bersentuhan dengan membran
mukosa
14. Keracunan karbon monoksida dapat
terjadi sebagai akibat dari insiden
kecelakaan kerja pada industri atau
rumah tangga atau percobaan bunuh
diri Karbon monoksida mempunyai efek
toksik dengan mengikat sirkulasi
hemoglobin dan dengan demikian akan
mengurangi kapasitas pembawa oksigen
darah
15. Keracunan makanan adalah penyakit
mendadak yang terjadi setelah
konsumsi makanan atau minuman yang
terkontaminasi
16. Botulism adalah bentuk keracunan
makanan yang serius yang
membutuhkan pengawasan terus-
menerus
17. Alkohol adalah obat psikotropika yang
memengaruhi suasana hati, penilaian,
perilaku, konsentrasi, dan kesadaran.
Banyak peminum berat adalah orang
dewasa muda atau orang yang lebih tua
dari 60 tahun. Bila alcohol dikonsumsi
secara berlebihan, itu juga bisa
menyebabkan pingsan, koma, dan
kematian
18. Diagnosa dan intervensi keperawatan
dengan keracunan yang mungkin
muncul yaitu
1) Tidak efektifnya pola nafas
berhubungan dengan penurunan
ekspansi paru
Intervensinya sebagai berikut:
a. Pantau tingkat atau kedalaman dan
pola pernafasan
b. Auskultasi bunyi nafas
c. Pertahankan posisi tidur yang
nyaman, biasanya dengan
peninggian kepala tempat tidur
d. Berikan tambahan oksigen
2) Penurunan kesadaran berhubungan
dengan depresi system saraf pusat
Intervensinya sebagai berikut:
a. Monitor vital sign tiap 15 menit
b. Catat tingkat kesadaran pasien
c. Kaji adanya tanda-tanda distress
pernapasan,nadi cepat,sianosis dan
kolapsnya pembuluh darah
d. Monitor adanya perubahan tingkat
kesadaran
e. Kolaborasi dengan tim medis dalam
pemberian anti dotum
3) Ketidakefektifan perfusi jaringan otak
berhubungan dengan depresi system
saraf pusat
Intervensinya sebagai berikut:
a. Kaji adanya perubahan tanda-tanda
vital.
b. Kaji daerah ekstremitas dingin,
lembab, dan sianosis
c. Berikan kenyamanan dan istirahat
Kolaborasi dengan dokter dalam
pemberian terapi antidotum

2 Daftar materi yang sulit KEGIATAN BELAJAR 1


dipahami di modul ini KEPERAWATAN MEDIKAL
1. Asuhan keperawatan pada pasien dengan
kasus Human Immunodeficiency Virus
Acquired Immuno Deficiency Syndrome
(HIV-AIDS).
2. Asuhan keperawatan pada pasien dengan
kasus Infark Miokard Akut (IMA) dan
syok kardiogenik.

KEGIATAN BELAJAR 2
KEPERAWATAN BEDAH
1. Asuhan keperawatan pada pasien dengan
kasus Neoplasma.
2. Asuhan keperawatan pada pasien dengan
Benign Prostatic Hiperplasia (BPH).

KEGIATAN BELAJAR 3
KEGAWATDARURATAN TRAUMA
1. Penatalaksanaan Kedaruratan fraktur
2. Asuhan keperawatan pada pasien dengan
Hemothoraks.
3. Manajemen jalan nafas dan ventilasi

KEGIATAN BELAJAR 4
KEGAWATDARURATAN NON TRAUMA
1. Asuhan keperawatan pada pasien dengan
kasus Hipoglikemi.

3 Daftar materi yang sering KEGIATAN BELAJAR 1


mengalami miskonsepsi KEPERAWATAN MEDIKAL
1. Faktor resiko untuk AIDS
2. Fase-fase HIV
3. Etiologi Tuberkulosis

KEGIATAN BELAJAR 2
KEPERAWATAN BEDAH
1. Stadium kanker
2. Komplikasi BPH

KEGIATAN BELAJAR 3
KEGAWATDARURATAN TRAUMA
1. Etiologi hemothoraks
2. Komplikasi luka bakar

KEGIATAN BELAJAR 4
KEGAWATDARURATAN NON TRAUMA
1. Pengobatan kejang tanpa komplikasi

Anda mungkin juga menyukai