Anda di halaman 1dari 10

BAB III

SISTEM PENGENDALIAN PROYEK

3.1. Umum
Dalam pelaksanaan proyek terutama proyek konstruksi terjadi rangkaian kegiatan
atau pekerjaan yang kompleks. Semakin besar suatu proyek, yang berarti makin kompleks
mekanismenya tentu semakin banyak pula masalah yang harus dihadapi. Selain itu sifat
pekerjaannya sangat terurai, terbagi-bagi dan terpisah-pisah sesuai karakteristik dan
profesi pekerjanya. Sehingga untuk mewujudkan keterpaduan dan integritas keseluruhan
kegiatan serta pekerjaan hingga menghasilkan suatu bangunan mutlak diperlukan upaya-
upaya koordinasi dan pengendalian melalui cara-cara yang sistematis.
Sistem pengendalian proyek (Project Controlled System) merupakan suatu sistem
yang digunakan untuk mengendalikan keseluruhan pekerjaan yang terjadi di lapangan agar
mencapai suatu hasil yang optimal, efisien serta sesuai dengan yang direncanakan dalam
suatu pelaksanaan proyek. Pengendalian merupakan salah satu fungsi manajemen
sebagai kelanjutan dari fungsi perencanaan. Pengendalian dimaksudkan untuk
terlaksananya suatu pekerjaan yang sesuai dengan rencana dan syarat-syarat yang telah
ditetapkan dalam mencapai hasil yang memuaskan. Sistem pengendalian terdiri dari :
a. Pengendalian Waktu
b. Pengendalian Material
c. Pengendalian Tenaga Kerja
d. Pengendalian Peralatan
e. Pengendalian Biaya atau Upah
Sistem pengendalian proyek yang baik mampu mencegah penyimpangan-
penyimpangan dari rencana dan ketentuan yang telah disepakati serta dapat
memperlancar kegiatan atau pekerjaan yang dilaksanakan, dapat melakukan
penyempurnaan atau evaluasi agar tercapai proyek yang tepat waktu, hemat biaya dan
mencapai mutu yang diharapkan.
Proses pengendalian tersebut dilakukan oleh Pemilik proyek (owner) dan Konsultan
Manajemen Konstruksi. Owner yang diwakili oleh pengawas melakukan pengendalian
terhadap waktu dan kualitas pekerjaan serta pengendalian pelaksanaan di lapangan.
Acuan pengendalian adalah sesuai pada gambar rencana dan Rencana Kerja dan syarat-
syarat (RKS), berupa pengawasan atau pengujian terhadap semua pekerjaan yang
meliputi bahan dan kualitas pekerjaannya. Hasilnya digunakan sebagai bahan koreksi dan
penilaian tahap-tahap pekerjaan untuk digunakan sebagai petunjuk pelaksanaan pekerjaan
pada tahap selanjutnya.

III-1
3.2. Pengendalian Waktu
Pengendalian waktu ini bertujuan untuk memanfaatkan waktu proyek secara efisien
dan efektif dalam mengelola sumberdaya guna memperlancar pelaksanaan proyek.
Kontraktor bertanggung jawab untuk menyiapkan jadwal pelaksanaan pekerjaan atau time
schedule. Jadwal pekerjaan harus menunjukkan kelayakan metode pelaksanaan terutama
berkaitan dengan sumber daya yang digunakan selama masa pelaksanaan fisik konstruksi.
Waktu kerja pada pelaksanaan proyek pembangunan ini dimulai dari pukul 08.00
s/d 12.00 dan pukul 13.00 s/d 17.00. Waktu istirahat adalah satu (1) jam antara pukul 12.00
s/d 13.00 setiap harinya (senin–sabtu), jadi total waktu kerja per-hari adalah delapan (8)
jam. Ini adalah waktu yang dialokasikan oleh kontraktor setiap harinya. Selain waktu di
atas, terdapat waktu tambahan pekerjaan atau waktu lembur. Waktu tersebut berupa
tambahan hari kerja pada hari Minggu dan dapat juga berupa tambahan jam kerja setelah
selesai waktu kerja.
Dalam pelaksanaan rencana kerja ini dilengkapi dengan kurva S yang antara lain
menunjukkan bobot kumulatif pekerjaan yang akan dicapai dalam persentase (%) terhadap
waktu. Ada beberapa kemungkinan yang dapat terjadi antar letak kurva S rencana dan
kurva S aktual, yaitu:
a. Kurva S akfual terletak di atas kurva S rencana, hal ini berarti kemajuan dilapangan
lebih cepat dibandingkan dengan rencana semula.
b. Kurva S aktual berhimpitan dengan kurva S rencana” hal ini berarti kemajuan
dilapangan sesuai dengan rencana
c. Kurva S aktual berada dibawah kurva S rencana” ini berarti kemajuan yang dicapai
dilapangan lebih lambat dari rencana semula.
Dalam pelaksanaannya, jika terjadi keterlambatan waktu penyelesaian proyek dari
rencana semula, maka perlu kiranya diambil tindakan untuk mempercepat waktu
pelaksanaan pada sisa pekedaan. Waktu penyelesaian tersebut perlu dipercepat karena
jangka waktu pelaksanaan dalam kontrak ditentukan lebih kecil dari hasil perkiraan atau
hitungan, terdapat kegiatan-kegiatan kritis yang mengalami keterlambatan, yang
menyebabkan terjadi perpanjangan waktu pelaksanaan tidak diinginkan. Ada faktor-faktor
dari luar yang memaksa karena berkaitan dengan proyek seperti tidak disiplin dengan
waktu kerja, kelelahan, cuaca, dan lain-lain..
Untuk mempercepat waktu penyelesaian suatu proyek dengan penambahan
sumber daya, yang berarti akan menambah besarnya biaya proyek. Percepatan waktu
pelaksanaan suatu proyek dapat dilakukan dengan memperpendek waktu pelaksanaan
(duration). Namun kiranya dipilih secara tepat kegiatan yang akan diperpendek waktunya
karena akan menyangkut besarnya biaya pelaksanaan.

III-2
Pada proyek ini, langkah-langkah untuk mempercepat waktu penyelesaian
pekerjaan di lakukan dengan cara:
a. Melakukan kerja lembur.
b. Mempercepat persediaan bahan bangunan.
c. Mempercepat pembongkaran bekisting, balok pelat dan kolom yang tentunya
dengan izin pengawas lapangan.
d. Menambah tenaga kerja pada pekerjaan yang merupakan lintasan kritis.

3.3. Pengendalian Material


Pada pembangunan gedung kampus STAKN semua penyediaan material
merupakan tugas kontraktor. Diperlukan pengawasan untuk tetap menjaga kualitas dari
material yang akan digunakan agar dapat terpeliharanya fungsi dari bangunan dan sangat
berpengaruh pada umur bangunan serta yang paling penting adalah agar struktur yang
dibangun kuat dan aman.
Material yang digunakan terdiri dari material lokal dan material non-lokal. Material
lokal merupakan material yang diambil dari daerah sekitar lokasi proyek sedangkan
material non-lokal harus didatangkan dari luar daerah yang paling banyak merupakan
produksi pabrik. Setiap material lokal dan non-lokal didatangkan sesuai dengan kebutuhan
pekerjaan. Bahan-bahan lokal yang digunakan dalam proyek ini yakni pasir dari Takari.
Pasir ini merupakan pasir yang paling sering digunakan karena kandungan lumpur dalam
pasir Takari lebih sedikit dibanding beberapa tempat penyedia pasir. Dan beberapa
material lokal yang diperoleh dari toko-toko bangunan seperti kerikil, batu pecah, kayu,
usuk, papan, tripleks, dan semen kupang. Material non lokal terdiri dari semen plester
sikka dan bata ringan yang di kirim langsung dari surabaya.
Pengendalian material mencakup 3 hal dasar, yaitu :
a. Pengadaan Material; dilakukan secara bertahap karena ruang pada lokasi proyek
tersedia kurang luas.

Gambar 3.1. Pengadaan Material


Sumber: Survei Lapangan

III-3
b. Penyimpanan
Pada umumnya bahan-bahan seperti pasir, kerikil, kayu, dan batu karang ditempatkan
secara terpisah pada tempat yang terbuka pada lokasi proyek, sehingga memudahkan
pekerjaan. Material didatangkan sebelum pekerjaan dilakukan.

Gambar 3.2. Penyimpanan Material


Sumber: Survei Lapangan

c. Penggunaan Material
Sebelum digunakan dalam pekerjaan proyek, material terlebih dahulu dilakukan
pengujian kelayakan penggunaannya. Penggunaan material ini didasarkan pada
pengalaman-pengalaman penggunaan material tersebut. Apabila diketahui bahwa
kualitas material tersebut tidak memenuhi syarat yang ditentukan dalam pengujian,
maka material tersebut akan direvisi sampai kualitasnya benar-benar telah memenuhi
syarat.

Gambar 3.3. Penyimpanan Material


Sumber: Survei Lapangan

Penggunaan material didasarkan pada jenis pekerjaan. Pada item pekerjaan mulai
dari pondasi, kolom, balok dan pelat menggunakan jenis bahan yang sama. Pekerjaan
terpenting untuk konstruksi bangunan adalah pencampuran adukan beton dan pembesian

III-4
sehingga untuk pengendalian kualitas material tersebut harus mendapat persetujuan dari
pengawasan proyek.
Adukan beton yang digunakan adalah Ready Mix dengan kapasitas 6 M³ dan 7 M³.
Ready Mix menggunakan Semen Kupang dengan mutu beton K-300. Pengujian material
beton yang dilakukan secara bertahap mulai dari pengambilan sampel di lapangan untuk
Slump Test sampai pada tes kubus atau uji kuat tekan beton berumur 7 hari dan 28 hari
yang dilakukan dalam laboratorium PU. Sedangkan untuk pembesian dilakukan uji kuat
tarik yang dilaksanakan di laboratorium Surabaya. Hal ini dilakukan guna untuk mencapai
standar spesifikasi yang berlaku.

Gambar 3.4. Slump Test dan tes kubus untuk uji kuat tekan beton
Sumber: Survei Lapangan

Keseluruhan material yang digunakan dalam proyek pembangunan gedung kampus


STAKN Kupang merupakan milik dari pelaksana atau kontraktor. Ketersediaan material
yang didatangkan sangat berpengaruh pada kelancaran pelaksanaan proyek ini. Pada
proyek ini tidak mengalami gangguan pada ketersediaan materialnya, namun seringkali
adanya pekerjaan yang tertunda akibat keterlambatan waktu dalam menyediakan material
dan akibat adanya perubahan desain atau gambar rencana yang dibuat untuk menjaga
kestabilan dan keamanan gedung. Selain itu, ada staf logistik yang bertanggungjawab atas
penggunaan dan ketersediaan material di lapangan serta mempertimbangkan volume
material mampu mencukupi pekerjaan yang dilaksanakan pada hari tersebut sehingga
dalam setiap pelaksanaan pekerjaan telah ditetapkan targetnya untuk hari tersebut.

3.4. Pengendalian Peralatan


Menentukan jenis peralatan dan jumlah yang diperlukan serta bagaimana cara
pengadaannya harus dengan perencanaan sesuai dengan kebutuhan dan pertimbangan
serta perhitungan yang matang, baik faktor teknis maupun non teknis. Pertimbangan faktor
teknis adalah apakah suatu pekerjaan masih layak pantas dan sanggup dikerjakan oleh
tenaga manusia. Sedangkan faktor non teknis adalah apabila terjadi kekurangan peralatan

III-5
di lapangan, karena dapat mengakibatkan keterlambatan pelaksanaan pekerjaan di
lapangan dan sebaliknya apabila terjadi kelebihan sehingga mengakibatkan pemborosan
atau tidak ekonomis. Adapun alat-alat yang dimaksudkan adalah :
a. Alat Transportasi/Pengangkut ; yaitu alat angkut material ke lokasi proyek atau
pemindahan material dari tempat asal menuju ke lokasi proyek. Jenis alat angkut
material (pasir, batu karang, kerikil, dan batu pecah) dari sumber bahan (Quarry) dan
material lain (Tripleks, perancah, besi beton, kayu, dan sebagainya) dari toko
bangunan ke lokasi proyek adalah Dump Truck yang berasal dari tempat pemesanan
material maupun milik proyek itu sendiri.

Gambar 3.5. Dumb truck dan Excavator


Sumber: Survei Lapangan

b. Excavator ; Alat yang digunakan untuk mempermudah pekerjaan galian pondasi dan
pemindahan material urugan yang dipakai kembali. Selain itu, fungsi lainnya adalah
menghancurkan material batu pecah yang dipakai untuk pekerjaan pondasi taloop
yang dipakai sebagai pondasi penahan.

Gambar 3.6. Stamper dan Concrete Fibrator


Sumber: Survei Lapangan

III-6
c. Stamper ; alat yang dipakai untuk memadatkan tanah yang diurug kembali.
d. Concrete Fibrator ; alat pemadatan beton pada saat berlangsungnya pengecoran
untuk pondasi, kolom pedestal, sloof, kolom, pelat lantai dan balok pada gedung
kampus STAKN.

Gambar 3.7. Concrete Mixer


Sumber: Survei Lapangan

e. Concrete Mixer ; alat pengaduk campuran yang dipakai untuk pasangan batu dan
pasangan spesi. Dan ada kendaraan Concrete Mixer milik PT. Sinar Bangunan Mandiri
dengan kapasitas 6 m3 sampai 7 m3 untuk adukan beton Ready-Mix.
f. Alat untuk membengkokkan besi mulai dari tulangan utama dan begel dilakukan
secara manual karena belum ada jaringan listrik yang masuk di area kampus STAKN.
g. Alat pemotong besi yang digunakan untuk memotong besi polos dan ulir baik pada
tulangan utama maupun begel. Alat ini lebih mudah digunakan daripada menggunakan
gergaji besi walaupun masih dilakukan secara manual dalam menentukan panjang
posisi pembengkokkan.

Gambar 3.8. Gergaji berlengan dan Alat bantu lainnya


Sumber: Survei Lapangan

h. Gergaji berlengan ; yaitu alat berupa meja gergaji untuk memotong tripleks dan kayu
yang digunakan untuk bekisting.
i. Waterpass dan mistar ukur yang digunakan untuk mengukur elevasi muka lantai agar
menjadi sama rata.

III-7
j. Schafoolding yakni profil rangka besi yang digunakan untuk membantu tenaga kerja
dalam melaksanakan pekerjaan kolom lantai satu sampai dengan atap.
k. Alat bantu seperti Rollmeter, palu, sekop, sendok campuran, tang kakatua, ember, tali
dan lain-lain.
Peralatan tersebut dapat bermanfaat secara penuh apabila didukung oleh suatu
sistem pengendalian yang baik, di antaranya adalah sistem pengadaan peralatan
konstruksi, penyimpanan, dan perawatan peralatan dikendalikan langsung oleh staf
logistik. Jenis dan jumlah peralatan yang siap digunakan harus mampu menunjang jenis
pekerjaan yang akan dikerjakan. Diperlukan juga alternatif berupa reparasi ataupun
mengganti alat apabila terdapat alat yang rusak sehingga mampu menghindari
keterlambatan waktu penyelesaian pekerjaan agar pekerjaan tersebut dapat selesai sesuai
target rencana.

3.5. Pengendalian Tenaga Kerja


Tenaga kerja merupakan salah satu faktor penting yang mendukung penyelesaian
suatu proyek. Pemakaian tenaga kerja dalam suatu pekerjaan harus disesuaikan dengan
volume pekerjaan yang sedang dilaksanakan sehingga dapat dicapai kondisi yang optimal
antara jumlah tenaga kerja yang ada dengan volume pekerjaan. Hal ini dimaksudkan untuk
menghindari adanya pemborosan terhadap jumlah tenaga kerja yang digunakan serta upah
yang harus dikeluarkan.
Dalam proyek ini, kebutuhan tenaga tukang didatangkan dari Surabaya dan tukang
lokal. Untuk mampu mengendalikan tenaga kerja bersangkutan maka harus ada
pengawasan sehingga tidak terjadi penyimpangan dari prosedur kerja yang sudah
ditetapkan. Penempatan tenaga kerja juga harus memperhatikan keterampilan dan
keahlian yang dimilikinya agar item pekerjaan yang dilakukan dapat sesuai dengan mutu
dan waktu yang diharapkan. Tenaga kerja terpilih dan telah berpengalaman dalam
menangani proyek-proyek besar dan pekerjaan sejenis, akan ditempatkan sebagai tenaga
inti. Cara lainnya adalah dengan membagi anggotanya ke dalam beberapa kelompok yang
ditugaskan untuk mengerjakan item pekerjaan lain dalam waktu yang bersamaan atau
dengan menggabungkan tukang lokal bersama tukang non-lokal. Adanya komunikasi yang
lancar baik antara pihak pengawas dan pelaksana maupun antara pelaksana dan tukang
serta sebaliknya.

III-8
3.6. Pengendalian Biaya atau Upah
Upah merupakan imbalan bagi tiap pekerja yang telah bekerja dengan memberikan
jasanya kepada pemberi tugas (owner) yang harus dibayarkan sesuai dengan kesepakatan
bersama antara pemberi tugas dengan pihak pelaksana. Sistem pembayaran upah
biasanya dilakukan dalam berbagai cara, yakni :
a) Pembayaran Upah dengan Cara Harian
Dalam proyek ini, sistem upah harian dilakukan bagi tenaga kerja yang tidak tetap
(umumnya unskill labour). Dalam upah harian ini, tenaga kerja biasanya dibayar 2 (dua)
kali sebulan atau 1 (satu) kali dalam 2 (dua) minggu yaitu pada pertengahan bulan dan
akhir bulan. Besarnya upah yang diterima disesuaikan dengan waktu kerja dalam
sehari dan keahlian dari masing-masing tenaga kerja sesuai dengan kesepakatan yang
telah disetujui bersama antara tenaga kerja dengan pihak kontraktor/pelaksana
lapangan. Jika terjadi kerja lembur atau over time tenaga kerja dibayar dua kali upah
sehari. Keuntungan dalam sistem pembayaran harian, pemilik proyek bisa membayar
upah sesuai Upah Minimum Regional (UMR), dimana pemilik proyek lebih bebas
menentukan besar upah potensial yang menguntungkan atau berdasarkan evaluasi
kerja harian. Dan juga pemilik proyek bebas menambah atau mengurangi jumlah
tenaga kerja sesuai kebutuhan. Sedangkan kerugian dalam sistem ini dapat berupa
tenaga kerja cenderung mengulur-ulur waktu penyelesaian sehingga biaya dari pemilik
proyek semakin bertambah, tenaga kerja bebas meninggalkan pekerjaannya dan tidak
merasa bertanggung jawab atas pekerjaannya.
b) Pembayaran Upah Bulanan
Dalam proyek ini, upah bulanan ini digunakan bagi para pekerja yang terdapat dalam
struktur organisasi proyek dan biasanya merupakan pekerja tetap dalam suatu proyek.
Besarnya upah tergantung kesepakatan antara pekerja dengan pelaksana. Keuntungan
dalam sistem pembayaran bulanan berupa adanya keterikatan antara owner dan
tenaga kerja karena upah akan dibayar setelah satu bulan kerja sehingga keuangan
lebih diatur dengan baik dan tenaga kerja akan bekerja dengan penuh tanggung jawab.
Kerugiannya berupa owner tetap memberikan upah sesuai kesepakatan walaupun
tidak sesuai dengan waktu pekerjaan dan tenaga kerja cenderung memanipulasi waktu
kerja jika tidak diawasi dengan baik sehingga upah tenaga kerja menjadi lebih besar.
c) Pembayaran Upah dengan cara Borongan
Sistem pembayaran ini dilakukan untuk memperlancar dan mengoptimalkan waktu
pekerjaan sehingga dapat mencapai target yang telah direncanakan. Biasanya
kontraktor akan membayar upah apabila volume dari suatu item pekerjaan yang
diselesaikan sesuai dengan perjanjian. Keuntungannya adalah waktu penyelesaian
menjadi cepat sehingga tenaga kerja lebih bertanggungjawab dalam melaksanakan

III-9
pekerjaannya dan target tercapai dengan optimal. Sedangkan kerugiannya dapat
berupa pengawasan yang kurang baik dan tenaga kerja lebih cenderung
memperhatikan waktu penyelesaian daripada mutu pekerjaan.
Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, proyek pembangunan gedung kampus
STAKN Kupang menggunakan sistem pembayaran upah harian dan dengan cara
borongan.

III-10

Anda mungkin juga menyukai