Anda di halaman 1dari 3

Nama: Auva Nurul Falah

NIM : 8111418233
1. .
2. Analogi adalah proses penalaran berdasarkan pengamatan terhadap gejala khusus dengan
membandingkan atau mengumpakan suatu objek yang sudah teridentifikasi secara jelas
terhadap objek yang dianalogikan sampai dengan kesimpulan yang berlaku umum.

● Penafsiran autentik
Penafsiran autentik atau penafsiran resmi yaitu suatu penafsiran hukum yang
secara resmi terhadap maksud dari ketentuan suatu peraturan hukum dimuat dalam
peraturan hukum itu sendiri karena penafsiran tersebut secara asli berasal dari pembentuk
hukum itu sendiri.
Contoh penafsiran autentik adalah :
Penafsiran kata “malam” yang dalam Pasal 98 KUHP ditegaskan sebagai “masa
di antara matahari terbenam dan matahari terbit”.
● Penafsiran gramatikal
Penafsiran gramatikal yaitu suatu penafsiran hukum yang didasarkan pada
maksud pengertian perkataan-perkataan yang tersusun dalam ketentuan suatu peraturan
hukum, dengan catatan bahwa pengertian maksud perkataan yang lazim bagi umum
dipakai sebagai jawabannya.
Contoh penafsiran gramatikal adalah:
Dalam Pasal 1 Penetapan Presiden No. 2 Tahun 1964 yang mengatur tentang tata
cara pelaksanaan hukuman mati di Indonesia hanya menegaskan bahwa pelaksanaan
hukuman mati dengan cara ditembak. Tetapi meskipun demikian, secara gramatikal
tentunya dapat ditafsirkan bahwa penembakan itu bukanlah asal sembarang tembak,
melainkan penembakan yang menyebabkan kematian terpidana, atau dengan kata lain
terpidana ditembak sampai mati.
● Penafsiran analogis
Penafsiran analogis adalah penafsiran hukum yang menganggap suatu hal yang
belum diatur dalam suatu hukum sebagai hal atau disamakan sebagai hal yang sudah
diatur dalam hukum tersebut, karena hal ini memang bisa dan perlu dilakukan.
Contoh penafsiran analogis adalah
Tenaga listrik atau aliran listrik yang sebenarnya bukan berwujud barang
dianggap sama dengan barang atau ditafsirkan sama, sehingga pencurian tenaga listrik
atau aliran listrik dapat dihukum, meskipun dalam undang-undang masalah pencurian
listrik tersebut belum diatur.
● Penafsiran sistematis
Penafsiran sistematis yaitu penafsiran hukum yang didasarkan atas sistematika
pengaturan hukum dalam hubungannya antar pasal atau ayat dari peraturan hukum itu
sendiri dalam mengatur masalahnya masing-masing.
Contoh penafsiran sistematis adalah
Pengertian tentang “makar” yang diatur dalam Pasal 87 KUHP secara sistematis
dapat ditafsirkan sebagai dasar bagi pasal-pasal 104-108 KUHP, Pasal 130 KUHP, dan
Pasal 140 KUHP yang mengatur tentang aneka macam makar beserta sanksi hukumnya
masing-masing bagi para pelakunya.
● Penafasiran sosiologis
Penafsiran sosiologis adalah penafsiran hukum yang didasarkan atas situasi dan
kondisi yang dihadapi dengan tujuan untuk sedapat mungkin berusaha untuk
menyelaraskan peraturan-peraturan hukum yang sudah ada dengan bidang pengaturannya
berikut segala masalah dan persoalan yang berkaitan di dalamnya, yang pada dasarnya
merupakan masalah baru bagi penerapan peraturan hukum yang bersangkutan.
3.
4. Tindak Pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh aturan hukum dimana larangan
tersebut disertai dengan ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu bagi yang
melanggar aturan tersebut.
Unsur-unsur tindak pidana :
● Unsur Objektif
Unsur objektif merupakan unsur yang terdapat di luar si pelaku.Unsur-unsur yang ada
hubungannya dengan keadaan di mana tindakan-tindakan si pelaku itu harus dilakukan
terdiri dari:
✔ Sifat melanggar Hukum.
✔ Kualitas dari pelaku.
✔ Kausalitas : hubungan antara sebuah tindakan sebagai penyebab dengan sebuah
fakta sebagai akibatnya.
● Unsur Subjektif

Unsur subjektif merupakan unsur yang ada atau melekat didalam diri pelaku atau
yang dikaitkan dengan diri pelaku termasuk didalamnya semua yang berada didalam
hatinya. Di dalam Unsur subjektif ini dapat terdiri dari :

✔ Kesengajaan atau ketidaksengajaan (dolus atau culpa).


✔ Tujuan dari sebuah percobaan, seperti ditentukan dalam Pasal 53 ayat 1 KUHP.
✔ Beberapa tujauan seperti terdapat dalam kejahatan, pencurian, penipuan,
pemerasan, dan sebagainya.
✔ Melakukan perencanaan terlebih dulu seperti yang tercantum dalam pasal 340
KUHP, yaitu pembunuhan yang direncanakan terlebih dahulu.
✔ Memiliki perasaan takut seperti terdapat di dalam Pasal 308 KUHP.

Jenis-jenis pidana

● Kesengajaan dan kealpaan


● Perbuatan yang melanggar Undang-undang
● Kejahatan dan pelanggaran
● Delik formil (menitik beratkan pada perbuatan)
● Unsur delik tunggal (hanya dilakukan sekali dalam perbuatan)
● Delik biasa (penuntutan bisa dilakukan tanpa adanya aduan)

5. Pandangan Monitis “Pandangan monitis adalah suatu pandangan yang melihat keseluruhan syarat
untuk adanya pidana itu kesemuanya merupakan sifat dan perbuatan”. Dalam pandangan monitis
ini memberikan prinsip-prinsip pemahaman, bahwa di dalam pengertian dari perbuatan/tindak
pidana didalamnya sudah tercakup perbuatan yang dilarang (criminal act) dan
pertanggungjawaban pidana/kesalahan (criminal responbility).
Pandangan dualistis ini berpendapat bahwa yang termasuk tindak pidana hanya berupa
perbuatannya saja, sedangkan pertanggungjawaban dan kesalahannya tidak termasuk pada tindak
pidana. Dalam pandangan dualistis ini memisahkan antara perbuatan pidana dan
pertanggungjawaban pidana. Jika pandangan monistis ini melihat keseluruhan dari syarat adanya
pidana telah melekat pada perbuatan pidana, berbeda pula dengan pandangan dualistis.

Anda mungkin juga menyukai