Anda di halaman 1dari 4

TUGAS TUTORIAL 1

Nama : Indriana Rahmawati Pratiwi


Nim : 857162496
Kelas /Semester : A / II
Nama mata kuliah : Pembelajaran Matematika SD
Program Study : PGSD

1. Dalam teori Jerome Bruner terdapat tiga tingkatan dalam mengakomodasikan keadaan peserta
didik, aplikasikan dalam sebuah pembelajaran matematika dalam konsep mengenal bilangan
untuk siswa kelas 1 SD!
Jawaban :
a. Tahap Enactif (manipulasi objek -objek secara langsung )
Pengajaran atetamtika dilakukan melalui tindakan langsung terlihat dala memanipulasi
objek, yang diajarkan secara aktif menngunakakan benda-benda kongkrit atau situasi yang
nyata. Seperti: pemanyaataan batu krikil, kelereng, manik-manik, potongan kertas,
bola,kotas, karet dan sebagainya.
Contohnya : dalam mengajarkan konsep mengenal bolangan untuk kelas satu, anak bisa
ditugaskan untuk membawa manik-manaik atau biji kacang. Kemudian anak-anak
menghitung sendiri jumlah angka menggunakan biji jagung.
b. Tahap Iconic (manipulasi objek tidak langsung )
Pada tahap ini kegoatan pemeblajaran dilakukan melalui representasi visual atau gambar
yang merupakan gambaran dari objel-objek yang dimanipulasinya. Contohnya dalam
pembelajran mengenal binatang guru dapat menggambar gambar-gambar yang sederhana
seperti bunga, buah-buahan, kelereng, bola, buku, pulpen atau benda-beda yang sering
dijumpai dalam sehari-hari, kemudian siswa dapat mengidentifikasi jumlah pada gambar
dengan konsep bilangan yang sedang dipelajari.
membuat
c. Tahap simbolis
Pada tahap pembelajran dilakukan denganm enggunakan symbol-simbol yang bersifat
abstrak sebagai wujud dari bahasa matematika. Anak tidak lagi terikat dengan objek-objek
seperti pada tahap sebelumnya. Anak pada tahap ini sudah mampu menggunakan notasi
tanpa ketergantungan terhadap objek rii Contoh : Pada saat pembelajaran pengenalan
angka di tahap simbolis ini siswa sudah paham akan symbol-syimbol atau bentuk bentuk
asli dari angka itu sediri, musalnya angka satu = 1. Dua= 2, Tiga =3 dan seterusnya.

2. Salah satu strategi pembelajaran matematika konstruktivistik adalah contextual learning,


jelaskan keuntungan dan kerugian menggunakan strategi contextual learning dalam
pembelajaran matematika di SD!
Keuntungan :
a. Pemahaman siswa terhadap konsep pembelajaran yang sedang di pelajari lenih meningkat
karena siswa mendapatkan pembelajaran yang bermakna, dimana dari diri siswa sendiri
telah mengatkan materi pembelajaran dengan kehidupan sehari-hari
b. Siswa akan lebih kretif, karena dalam pembelajaran ini siswa didorong untuk selau terlibat
dalam proses pembelajaran , seperti aktif bertanya maupun menjawab pertanyaan dengan
baik. Selain itu siswa juga dilatih untuk berfikri memecahkan masalah atau menemuan
cara dalam menyelesaikan masalahnya.
c. siswa dapat merasakan langsung permasalahan dengan pengalaman yang nyata, sehingga
dapat meningkatkan motivasi kesenangan atau kesukaran siswa terhadap pembelajaran
matematika
d. siswa menjadi lebih mandiri
e. pencapaian ketuntasan belajr siswa dapat diharapkan.

Kerugian
a. Keterbatasan waktu, karena siswa di latih untuk menemukan masalah sehingga akan
dibutuhkan waktu yang lebih lama.
b. Tidak semua komponen pembelajaran contextual learning dapat diterapkan pada materi
pemeblajaran
c. Guru lebih bekerja keras untuk meminimalkan kelemahan-kelemahan yang terjadi selama
proses pembelajaran, karena guru memiliki paradigma: guru adalah fasilitator, guru
sebagai pengajar, dan guru sebagai pendidik

3. Ubahlah bilangan desimal di bawah ini menjadi pecahan!

b. 0,27272727…
a. a. d. 3,8595959….
c. b.
= 0x 99 = 0 = 38 x 99 = 3.762
= 0x99+ 27 = 27 (pembilang ) = 3.672+ 59 = 3.821
27 99 x 10 = 990
Hasilnya = 99
3821
Hasilnya : = 990

4. Operasikan penjumlahan dan pengurangan di bawah menggunakan konsep secara konkret


menggunakan manik-manik (media manipulatif)!
a. -5 – (-4) = -1 negative positif

Diambil 4

Sisa =

b. -2 + 3 = 1

=
5. Jelaskan ragam permasalahan pembelajaran bilangan bulat di SD!

Jawaban :
a. Penggunaan garis bilangan yang prinsipnya tidak konsisten.
Tidak memperhatikan dengan benar prinsip-prinsip kerja dari garis bilangan.
Peragaan yang ada di buku-buku SD/MI, selalu berorientasi pada hasil yang
ditunjukkan oleh ujung anak panah. Padahal tidal selalu demikian, pangkal anak
panahpun bisa berfungsi sebagai penunjuk hasil dari operasi hitung. Penyampaian
yang dilakukan seperti prinsip di atas memang tidak selalu salah, tetapi jika selalu
berorientasi pada hasil yang ditunjukkan oleh ujung anak panah, maka akan ditemui
kesulitan ketika akan memperagakan bentuk operasi hitung seperti: 5 – (-6); (-3)–
(-7); (-4) – 8, dsb. Akhirnya, banyak guru yang menghindari pemberian contoh
bentuk pengurangan a – b jika b < 0 (b bilangan negatif) dengan menggunakan alat
peraga garis bilangan.
b. Masih banyak guru yang salah dalam menafsirkan bentuk a + (-b) sebagai a-b atau
bentuk a-(-b) sebagai bentuk a+b.
Dalam buku pelajaran matematika SD banyak dijumpai bentuk-bentuk operasi
hitung seperti 8 +(-5) atau 6 – (-7) yang oleh para guru penulisan + ( - ....) ditafsirkan
dan disampaikan ke siswa sebagai bentuk perkalian antara positif dan negatif.
Sedangkan bentuk – ( - ....) ditafsirkan sebagai bentuk perkalian antara negatif
dengan negatif. Padahal penafsiran seperti itu tidaklah pada tempatnya dan
menjadikan adanya miskonsepsi, karena di SD/MI bentuk atau konsep perkalian
pada bilangan bulat belum diajarkan. Jadi, bentuk-bentuk operasi hitung seperti di
atas dalam penyampaiannya atau dalam menjelaskan proses penyelesaiannya perlu
diarahkan berdasarkan konsep ‘a + b =a + (-b)’ atau ‘a – (-b) = a + b’ yang dibaca
bahwa setuju melakukan pengurangan pada bilangan bulat sama halnya dengan
menambahkan dengan lawannya. Sehingga bentuk-bentuk operasi seperti 8 + (-5)
dan 6 – (-7) sebelum dikerjakan dapat ditulis sebagai 8 – 5 dan 6 + 7. Dari bentuk
terakhir, secara abstrak siswa akan lebih mudah menyelesaikannya.
c. Tidak dapat membedakan tanda – atau + sebagai operasi hitung dengan tanda – atau
+ sebagai jenis suatu bilangan .
Umumnya, guru atau siswa belum paham ketika menempatkan tanda – atau +
sebagai bentuk operasi hitung dengan tanda – atau + sebagai jenis suatu bilangan.
Misalnya bentuk ‘8 + (-5)’, masih banyak kalangan guru maupun siswa yang
membaca sebagai ‘delapan ditambah min lima. Sedangkan bentuk (-5) – (-7) dibaca
sebagai “min lima min min tujuh”. Padahal, bentuk seperti ‘8 + (-5)’ harus dibaca
dengan “ delapan ditambah negatif lima” atau “delapan plus negatif lima”,
sedangkan bentuk (-5) – (-7) dibaca sebagai “ negatif lima dikurangi negatif tujuh”
atau “negatif lima minus negatif tujuh”. Jadi, jika tanda – atau + berfungsi sebagai
operasi hitung, harus dibaca “minus atau min atau kurang untuk tanda – dan plus
atau tambah untuk tanda +”. Sedangkan jika tanda – atau + ditempatkan sebagai
jenis bilangan, maka harus dibaca “negatif untuk tanda – dan positif untuk tanda +”
d. Kurang tepatnya memberikan pengertian bilangan bulat.
Banyak yang tidak memperhatikan bagaimana memberikan penjeladan atau
pengertian adanya bilangan buklat secara tepat. Padahal untuk menjelaskan
pengertian bilangan bulat (khususnya yang menyangkut bilangan negatif) harus
dikaitkan denagn jenis atau bentuk operasi. Setelah pengertian diberikan barulah
dalam penjabaran berikutnya dikaitkan dengan fakta-fakta yang ada dalam
kehidupan sehari-jari untuk menambah pemahaman anak terhadap bilangan bulat.
e. Sulitnya memberikan penjelasan bagaimana melakukan operasi hitung pada
bilangan bulat secara konkret maupun secara abstrak (tanpa menggunakan alat
bantu)
Guru harus mempunyai keinginan untuk mencoba menggunakan alat peraga dengan
prinsip yang benar, serta harus banyak berbuat agar pembelajran matematika
menjadi pelajaran yang menarik dan tidak kering. Kemudian kaitkan setiap soal
yang guru sampaikan dengan persoalan kehidupan sehari-hari walaupun tidak
semuanya dapat dilakukan.

Anda mungkin juga menyukai