NIM : 12216038 KELAS : 1A { AKUNTANSI SYARIAH } MAKUL : ULUMUL QURAN DOSEN PENGAMPU : AINUN NAJIB,M.Ag.
TEMA IX: ETIKA KHATMIL QUR’AN
Khataman bagi pembaca Al Qur’an sendirian, disunatkan dilakukan di dalam salat. Bagi yang mengkhatamkannya di luar salat, misalnya sekumpulan orang mengkhatamkan Al Qur’an secara bersama-sama disunatkan dilakukan pada permulaan malam hari atau permulaan siang hari. Disunatkan puasa di hari pengkhataman, kecuali jika bertepatan dengan hari yang dilarang oleh syariat melakukan puasa. Sebuah riwayat yang sahih bersumber dari Thalhah ibnu Musharraf, Al Musayyab ibnu Rafi’, dan Hubaib ibnu Abu Tsabit, semuanya adalah para tabi’in dari Kufah, menyatakan bahwa mereka berpuasa di diang hari khataman Al Qur’an nya. Disunatkan pula menghadiri majelis khataman bagi orang yang dapat membacanya dan bagi orang yang tidak pandai membacanya. Mengkhatamkan Al-Qur’an merupakan sebuah prestasi yang sangat mulia dan hanya mampu dilakukan oleh mereka yang memiliki kesungguhan dalam berinteraksi dengan Al- Qur’an. Pada masa terdahulu, banyak dijumpai orang-orang saleh yang istiqamah mengkhatamkan Al-Qur’an setiap bulan bahkan setiap minggu. Seperti Sahabat Utsman bin Affan, Abdullah bin Mas’ud, Said bin Jubair, Imam Syafi’i, Imam Hamzah, dll.Menghatamkan Al-Qur’an atau khatmil qur’an adalah kegiatan yang sering dilaksanakan di Indonesia, khususnya ketika ada acara peringatan haul, selamatan, dan sebagainya. Ada yang dilakukan dengan membaca mushaf (bin nadhar), ada pula dengan hafalan (bil ghaib). Khotmil Quran adalah membaca Al-quran sampai khatam dalam jangka waktu tertentu, bisa berkelompok atau perorangan. Khatam maknanya adalah tuntas, menyelesaikan dengan tuntas. Mengkhatamkan Al-Quran berarti menyelesaikan bacaan Al-Qurannya tanpa terkecuali. Mau pindah rumah baru, mengadakan khotmil quran. Mau melangsungkan akad nikah, mengadakan khotmil quran, dan sebagainya. Selain membaca dan mendengar dari guru al-qur’an atau murid al-qur’an juga sama-sama di ikat dengan aturan akhlak, disini kita juga di atur dengan etika Ketika kita sedang melaksanakan khatmil qur’an. Apa akhlak atau etika Ketika kita melaksanakan khatmil qur’an, yaitu: Pertama, pemilihan waktu. Adapun waktu yang baik untuk mengkhatamkan Al- Qur’an adalah ketika shalat. Bila seseorang hendak mengkhatamkan Al-Qur’an di pagi hari maka sebaiknya dilakukan ketika shalat sunnah fajar, dan bila hendak mengkhatamkan Al- Qur’an pada malam hari maka sebaiknya dilakukan ketika shalat sunnah bakdiyah Maghrib. Namun, sebagian ulama menegaskan bahwa mengkhatamkan Al-Qur’an ketika shalat sunnah fajar adalah lebih baik. Sementara itu, apabila ingin mengkhatamkan Al-Qur’an di luar waktu shalat atau apabila khataman dilaksanakan secara berjamaah, maka sebaiknya dilakukan pada awal hari atau di awal malam. Imam Sa’ad bin Abi Waqqash mengatakan bahwa apabila seseorang mengkhatamkan Al-Qur’an tepat pada awal malam, maka para Malaikat mendoakannya sampai pagi, pun demikian bila seorang mengkhatamkan Al-Qur’an tepat pada awal hari, maka para Malaikat mendoakannya sampai sore. Menurut Imam Ghazali, yang dimaksud dengan awal hari adalah waktu dilaksanakannya dua rakaat shalat sunnah fajar, dan yang dimaksud dengan awal malam adalah ketika pelaksanaan shalat sunnah bakdiyah Mahgrib. Imam al-Ghazali (w. 505 H) dalam kitab Ihya’ Ulumiddin juz 1, halaman 187 mengatakan bahwa dianjurkan untuk mengkhatamkan Al-Qur’an pada hari atau malam hari Jumat, jika dilakukan pada siang hari maka sebaiknya dilakukan pada saat shalat sunnah fajar dan jika dilakukan pada malam hari, maka sebaiknya dilakukan pada saat sunnah bakdiyah Mahgrib atau diantara adzan dan iqamah. Karena mengkhatamkan pada hari atau malam Jumat memiliki keutamaan yang besar. Lebih lanjut Imam Ghazali dalam karyanya di atas (1/276) mengatakan bahwa yang paling utama adalah khataman Al-Qur’an itu dilakukan bergilir; di suatu waktu dilakukan pada siang hari dan suatu waktu dilakukan di malam hari. Jika khataman Al-Qur’an itu dilakukan pada siang hari, maka sebaiknya dilakukan saat shalat sunnah fajar atau setelahnya pada hari senin. Namun jika khataman itu dilakukan pada malam hari, maka sebaiknya dilakukan pada saat shalat sunnah bakdiyah maghrib malam Jumat. Kedua, berpuasa saat hari khataman kecuali jika berbenturan dengan hari yang dilarang berpuasa, maka tidak dianjurkan berpuasa. Tradisi puasa ini merupakan “lelampah” para ulama tabi’in, seperti Thalhah bin Mushrif, Habib bin Abi Tsabit dan al-Musayyib bin Rafi’. Mereka semua berpuasa di hari khataman Al-Qur’an. Ketiga, disunnahkan menghadiri majelis khataman Al-Qur’an. Hal ini merupakan tradisi yang dilakukan oleh para sahabat dan tabi’in. Diceritakan bahwa ketika sahabat Anas akan mengkhatamkan Al-Qur’an, beliau mengajak keluarganya untuk berdoa bersama, sebab doa yang dipanjatkan setelah khataman Al-Qur’an termasuk doa yang mustajab. Demikian pula Ibnu Abbas, beliau mempunyai antusias yang besar untuk menghadiri majelis khataman Al-Qur’an. Diceritakan bahwa Ibnu Abbas (w. 68 H) mengutus seorang laki-laki untuk menjadi “mata-mata” yang bertugas mengintai kegiatan masyarakat yang berkaitan dengan khataman Al-Qur’an, apabila terdapat seseorang yang akan mengkhatamkan Al-Qur’an, maka laki-laki tersebut mengabarkan kepada Ibnu Abbas sehingga beliau ikut serta menghadiri khataman tersebut. Keempat, sangat dianjurkan berdoa kepada Allah dengan tulus dan penuh kekhusyukan setelah mengkhatamkan Al-Qur’an. Imam Humaid al-A’raj berkata: “Barang siapa yang membaca (mengkhatamkan) Al-Qur’an kemudian dia berdoa, maka empat puluh ribu Malaikat ikut mengamini doanya”. Dalam hal ini dianjurkan berdoa untuk perkara- perkara yang penting dan menyelipkan doa untuk kebaikan kaum muslimim, kebaikan kepala Negara dan pemerintahan. Seperti yang dicontohkan Ibnu al-Mubarak (w. 181 H) saat mengkhatamkan Al- Qur’an, dalam doanya, beliau banyak memohon kepada Allah untuk kebaikan kaum Muslimin. Kelima, dianjurkan langsung melanjutkan/mengulang kembali membaca dari awal surat Al-Qur’an setelah khatam. Artinya apabila seseorang telah mengkhatamkan Al-Qur’an, maka pada waktu itu juga dianjurkan untuk langsung membaca surat al-Fatihah dan sebagian dari surat al-Baqarah. Pada saat ada khataman al-qur’an dating, dan poin kelima dan ke enam memang sudah banyak dan sering di laksanakan, dan yang kedua Ketika khataman selesai doa Bersama, karena di beakang jus 30 itu biasanya sudah ada doa khatmil qur’an , sudah kita laksanakan poin lima dan enam itu, tapi tidak pada poin satu, dua, tiga, dan empat itu kurang. Berdoa sendiri sangat dianjurkan dalam islam di setiap kesempatan, salah satunya adalah sebelum dan setelah melakukan sesuatu apapun itu bentuknya asalkan berupa kebaikan. Saat membaca Al Qur'an pun kita dianjurkan membaca doa sebelumnya dan setelahnya. Juga dianjurkan membaca doa khatam Quran tepat sesudah selesai mengaji sebanyak 30 juz penuh atau khatam Al Quran. Ada beberapa versi doa yang bisa dibaca, salah satunya adalah doa khotmil quran karya Imam Ali Zainal Abidin Assajad yang ada dalam kitab mukhul ibadah. Doanya sangat bagus dan panjang, juga merupakan doa yang sering dibaca para salafunasholeh. Khataman Al-Qur’an sering dilaksanakan di berbagai kegiatan di Indonesia, seperti haul para pendiri pesantren, orang tua, atau lainnya. Ada yang dilakukan dengan membaca mushaf (bin nadhar), ada pula dengan hafalan (bil ghaib). Yang terakhir ini selain untuk keperluan kirim hadiah pahala, biasanya juga untuk menguatkan ingatan bagi penghafal Qur’an. Sebagaimana tawassul dan beberapa bacaan lainnya di awal, yang hampir tak mungkin lepas dari khataman ini adalah doa penutup. Bahkan, hukum membaca doa setelah mengkhatamkan Al-Qur’an adalah sunnah muakkad (sangat dianjurkan). Membaca doa khotmil qur’an merupakan bentuk syukur setelah membaca Alquran secara runtut, tertib, dan tartil. Doa khotmil qur’an terdiri dari dua macam versi, ada yang panjang dan ada yang pendek. Nabi bersabda: “Sebaik-baik perbuatan adalah memulai membaca Al-Qur’an dan mengkhatamkan. Artinya, seorang yang telah selesai mengkhatamkan Al-Qur’an, dia membaca kembali dari awal. Melanjutkan/mengulang kembali membaca Al-Qur’an dari awal setelah khatam merupakan tradisi yang telah dilakukan oleh Nabi Muhammad. Hal ini diperkuat oleh pernyataan yang disampaikan oleh Imam Jalaluddin al-Suyuthi (w. 911 H). Imam Jalaluddin al-Suyuthi dalam karyanya, Al-Itqan fi Ulum Al-Qur’an, mengatakan bahwa Ubay bin Ka’ab menjelaskan bahwa Nabi Muhammad, ketika sampai pada surat terakhir (an Nas) beliau langsung melanjutkan membaca surat al-Fatihah dan lima ayat surah al-baqarah.