Anda di halaman 1dari 16

Deret Ukur dan Deret Hitung

A. Deret Hitung
1. Pengertian Deret Hitung

Deret hitung ialah deret yang perubahan suku-sukunya berdasarkan penjumlahan terhadap
sebuah bilangan tertentu. Bilangan yang membedakan suku-suku dari deret hitung ini
dinamakan pembeda. Pembeda dapat ditentukan dari selisih 2 suku yang berurutan.

Contoh :

a. 4,7,10,13,16,19 (pembeda = 3)
b. 45,40,35,30,25 (pembeda = -5)
2. Suku ke-n dari Deret Hitung

Besarnya nilai suku tertentu (ke-n) dari sebuah derert hitung dapat dihitung melaluhi
rumus.

4 7 10 13 16 19

S1 S2 S3 S4 S5 S6

S1 = 4   = a Sn = a + (n – 1)b


S2 = 7 = a + (2 – 1)b
Dimana :
S3 = 10 = a + (3 – 1)b
Maka didapat a : suku pertama atau S1
S4 = 13 = a + (4 – 1)b rumus:
b : pembeda
S5 = 16 = a + (5 – 1)b
n : indeks suku
S6 = 19 = a + (6 – 1)b

Berdasarkan rumus diatas, dengan mudah dan cepat kita dapat menghitung nilai-nilai
suku tertentu. Sebagai contoh, nilai suku ke-25 dari deret hitung diatas masing-masing
adalah:

S25 = a + (n – 1)b = 4 + (25 - 1) 3 = 4 + 72    = 76

S25 = a + (n – 1)b = 45 + (25 – 1) -5 = 45 + (-120) = - 75


3. Jumlah suku ke-n

Jumlah sebuah deret hitung sampai dengan suku tertentu tak lain adalah jumlah nilai
suku-sukunya, sejak suku pertama (S 1 atau a) sampai dengan suku ke-n (S n) yang
bersangkutan.
n
J n=∑ S i=¿ S1 +S 2 +…+ Sn ¿
i=1

4
J 4 =∑ Si=¿ S1 + S2 + S3 + S 4 ¿
i=1

4
J 4 =∑ Si=¿ S1 + S2 + S3 + S 4 +S 5 ¿
i=1

Berdasarkan rumus Sn = a + (n-1) b, maka masing-masing S dapat diuraikan:

J4 = a + (a+b) + (a+2b) + (a+3b) = 4a + 6b

J5 = a + (a+b) + (a+2b) + (a+3b) + (a+4b)= 5a + 10b

Kemudian masing-masing J dapat ditulis ulang dalam bentuk :

4
J 4 =4 a+6 b=4 a+ ( 4−1 ) b
2

5
J 5=5 a+10 b=5 a+ ( 5−1 ) b
2

n
J n=na+ ( n−1 ) b
2

n
J n= { 2 a+( n−1)b }
2

n
J n=
2
{a+ S n }

B. Deret Ukur
1. Pengertian Deret Ukur

Deret ukur adalah deret yang perubahan suku-sukunya berdasarkan perkalian terhadap
sebuah bilangan tertentu. Bilangan yang membeda-bedakan suku –suku sebuah deret ukur
dinamakan pengganda , yaitu merupakan hasil bagi nilai suatu suku terhadap nilai suku di
depannya.

Contoh :

a) 3,9,27,81 (pengganda  p= 3)

2. Suku ke-n deret ukur

S1 =3 =a

S2 =9 = ap = ap2-1

S3 = 27 = app = ap2 = ap3-1


Sn = apn-1
S4 = 81 = appp = ap3 = ap4-1
Dimana :

a : suku pertama atau S1


Maka didapat rumus
b : pembeda

n : indeks suku

Berdasarkan rumus di atas, dapat di hitung nilai suku ke-8 dari deret ukur dalam contoh
a dan b di atas.

a) S8 = (3)(3)8-1 = (3)(2187)= 6561

3. Jumlah n Suku

Jumlah sebuah deret ukur sampai suku tertentu adalah jumlah nilai sukunya sejak suku
pertama sampai suku ke-n yang bersangkutan.
n
J n=∑ S i=¿ S1 +S 2 +…+ Sn ¿
i=1

Berdasarkan rumus Sn = apn-1, maka masing-masing S dapat diuraikan:

J n=a+ap+ ap2 +ap 3+ …+ap n−2+ apn−1 (pers. 1)

2 3 4 n −1 n
pJ n =ap+ ap +ap + ap + …+ap +ap (pers. 2)

Maka selisih dari kedua persamaan diatas adalah

n
J n− p J n =a−ap
n
J n (1−p)=a(1−p )

a (1− pn ) a ( p n−1)
J n= jika |p| < 1 dan J n= jika |p| > 1
1− p p−1

C. Pengaplikasian Deret Hitung dan Deret Ukur dalam Ekonomi


Dalam masalah ekonomi, tak jarang ditemukan suatu permasalahan yang
berhubungan matematika. Masalah tersebut lah yang nantinya akan diselesaikan dengan
pengaplikasian ilmu matematika dalam ekonomi, atau yang sering disebut “Matematika
Ekonomi”.
Salah satu ilmu yang ada pada matematika ekonomi ialah deret hitung dan deret ukur.
Bagaimana pengaplikasiannya? Perhatikan contoh dibawah ini!

1. PT. YULAN TEXTIL menghasilkan 200 baju pada bulan pertama produksinya. Dengan
penambahan tenaga kerja dan peneingkatan produktivitasnya, PT. YULAN TEXTIL mampu
menambah produksinya sebanyak 30 buah setiap bulan. Jika perkembangan produksinya
konstan, berapa banyak baju yang dihasilkan pada bulan ketujuh? Dan berapa banyak baju
yang dihasilkan sampai dengan bulan tersebut?

Jawab:

Diketahui: a= 200

b = 30

n= 7

S7 = 200 + ( 7 – 1) 30 = 380

J7 = 7/2 ( 200 + 380) = 2030

Jadi jumlah produksi baju pada bulan ketujuh 380 baju dan jumlah keseluruhan yang dihasilkan
sampai bulan tersebut adalah 2030 baju.

Model Bunga Majemuk

Model Bunga majemuk merupakan penerapan deret ukur dalam kasus Investasi.
Dengan model ini bisa dihitung pengembalian kredit dimasa akan datang berdasarkan tingkat
bunganya.
Modal Pokok sebesar P dibungakan secara majemuk dengan suku bunga per tahun
setingkat i, maka jumlah akumulatif modal tersebut di masa datang setelah n tahun (Fn) dapat
di hitung sebagai berikut:

Setelah 1 tahun : F1 = P + P.i = P (1+i)

Setelah 2 tahun : F2 = P (1+i) + P (1+i) = P (1 + i )2

Setelah 3 tahun : F3 = P (1 + i )2 + P (1+i)2 i = P (1 + i )3

Dengan demikian, jumlah masa datang dari jumlah sekarang adalah:

Fn= P (1 + i )n

P = Jumlah sekarang

I = tingkat bunga per tahun

n = jumlah tahun

Contoh soal:

1. Nadhia meminjam uang di BCA sebanyak Rp. 5 juta untuk jangka waktu 3 tahun,
dengan tingkat bunga 2% per tahun. Berapa jumlah uang yang dikembalikan pada saat
pelunasan? ? Seandainya perhitungan pembayar bunga bukan tiap tahun, melainkan
tiap semester, Berapa jumlah yang harus dikembalikan Nadhia?

Jawab:

P = 5.000.000

N=3

i = 2 % = 0,02

Fn= P (1 + i )n

F3 = 5.000.000 P (1 + 0,02 )3

= 5.000.000 (1,061208)

= 5.306.040

Jadi pada saat pelunasan, setelah 3 tahun Nadhia harus membayar Rp. 5.306.040
Jika bunga di perhitungkan tiap semester, m = 2 maka:

Fn = (1 + i/m) mn

F3 = 5.000.000 (1 + 0,01)(2)(3)

= 5.000.000 (1.0615)

= 5.307.500

Jadi jumlah yang harus dibayar lebih besar yaitu Rp. 5.307.500

Deret dipakai untuk kasus perkembangan dan pertumbuhan.1

1
Materi pertemuan ke 3

DERET dan TERAPANNYA DALAM EKONOMI

A. Pengertian
Deret ialah rangkaian bilangan yang tersusun secara teratur dan memenuhi kaidah-
kaidah tertentu. Bilangan-bilangan yang merupakan unsur dan pembentuk sebuah
deret dinamakan suku.
Dilihat dari jumlah suku yang membentuknya, deret digolongkan atas deret berhingga
dan deret takberhingga. Deret terhingga adalah deret yang jumlah suku-sukunya tidak
terbatas. Sedangkan deret takterhingga adalah deret yang jumlah pada suku-sukunya
tidak terbatas. Dilihat dari segi pola perubahan bilangan pada suku-sukunya, deret
bisa dibeda-bedakan menjadi deret hitung, deret ukur dan deret harmoni.
1 Deret Hitung
Deret hitung ialah deret yang perubahan suku-sukunya berdasar penjumlahan
terhadap sebuah bilangan tertentu. Bilangan yang membedakan suku-suku dari deret
hitung ini dinamakan pembeda, yang tak lain merupakan selisih antara nilai-nilai dua
suku yang berurutan.
Contoh :
1) 7,12,17,22,27,32 (pembeda = 5)
2) 93,83,73,63,53,43 (pembeda = -10)

Dua hal penting untuk diketahui atau dihitung setiap persoalan deret, baik deret
hitung maupun deret ukur, adalah besar nilai pada suatu suku tertentu dan jumlah
nilai deret tersebut sampai dengan suku yang bersangkutan.

1.1 Suku ke-n dari DH

Besar nilai suku tertentu (ke-n) dari sebuah deret hitung dapat dihitung melalui
sebuah rumus.

Contoh :

a. Nilai suku pertamanya adalah 7


b. Pembedanya adalah 5
7, 12, 17, 22, 27, 32
S1, S2 S3 S4 S5 S6

S1 = 7 = a
S2 = 12 = a+b = a+(2-1)b
S3 = 17 = a+2b = a+(3-1)b
S4 = 22 = a+3b = a+(4-1)b Sn=¿ a + ( n – 1 )b
S5 = 27 = a+4b = a+(5-1)b
S6 = 32 = a+5b = a+(6-1)b

Ket : a : suku pertama atau S1


b : pembeda
c : indeks suku
Berdasarkan rumus di atas, dengan mudah dan cepat kita dapat menghitung nilai-
nilai suku tertentu. Contoh, nilai suku ke-10 dan ke-23 dari deret hitung ini
masing-masing adalah :
S10 =a+ ( n−1 ) b=7+ ( 10−1 ) 5=7+ 45=52
S23 =a+ ( n−1 ) b=7+ ( 23−1 ) 5=7+110=117

1.2 Jumlah n suku


Jumlah sebuah deret hitung sampai dengan suku tertentu tak lain adalah
jumlah nilai suku-sukunya, sejak pertama ( S1 atau a ) sampai dengan suku ke-n (
Sn ) yang bersangkutan
n
J n=∑ S i=S1 + S2 +… … …+ S n
i=1

4
J 4 =∑ Si=S 1+ S 2+ S3 + S 4
i=!

5
J 5=∑ S i=¿ S 1 +S 2 +S 3 +S 4 + S5 ¿
i=!
6
J 6=∑ S i=¿ S1 +S 2 +S 3 +S 4 + S5 + S 6 ¿
i=1

Berdasarkan rumus Sn=a+ ( n−1 ) b sebelumnya, maka masing-masing Si dapat


diuraikan. Dengan menguraikan setiap Si maka J 4 , J 5 dan J 5 dalam ilustrasi di atas akan
menjadi masing-masing sebagai berikut :

J 4 =a+ ( a+b ) + ( a+2 b ) + ( a+3 b )

J 5=a+ ( a+ b ) + ( a+2 b )+ ( a+3 b ) + ( a+ 4 b )

J 6=a+ ( a+ b ) + ( a+2 b )+ ( a+3 b ) + ( a+ 4 b ) +(a+5 b)

Masing-masing J iini dapat pula ditulis-ulang dalam bentuk sebagai berikut :

4
J 4 =4 a+6 b=4 a+ ( 4−1 ) b
2

5 n
J 5=5 a+10 b=5 a+ ( 5−1 ) b J n=na+ ( n−1 ) b
2 2

6 n
J 6=6 a+15 b=6 a+ ( 6−1 ) b atau J n= {2 a+ ( n−1 ) b }
2 2

n
Rumus J n= { 2 a+ ( n−1 ) b } ini masih bisa disederhanakan lagi menjadi :
2

n
J n= { 2 a+ ( n−1 ) b }
2

n
= { a+a+ ( n−1 ) b }
2

n
= (a+ Sn )
2

Dengan demikian, untuk menghitung jumlah sebuah deret hitung sampai


dengan suku tertentu n , terdapat empat bentuk rumus yang bisa digunakan :

n
n
J n=∑ S 1 J n = {2a + (n-1)b}
i=1 2
n n
J n= (a+ S n) J n=¿ na + (n – 1) b
2 2

Untuk kasus deret hitung dalam contoh yang pertama di atas tadi, jumlahnya sampai dengan
suku ke-10 adalah :

10
J 10= (7+ S10) = 5 ( 7+52 ) = 295
2

Untuk kasus deret hitung dalam contoh kedua, jumlahnya sampai dengan suku ke-10 adalah :

10
J 10=( 10 ) ( 93 ) + ( 10-1 )(-10) = 930 + 5(9) (-10) = 480
2

2. Deret Ukur

Deret ukur ialah deret yang perubahan suku-sukunya berdasarkan perkalian


terhadap sebuah bilangan tertentu. Bilangan yang membedakan suku-suku sebuah deret ukur
dinamakan pengganda, yakni merupakan hasil bagi nilai suatu suku terhadap nilai suku di
depannya

Contoh :

1. 5, 10, 20, 40, 80, 160 (pengganda = 2)


2. 512, 256, 128, 64, 32, 16 (pengganda = 0,5)

2.1. Suku ke-n dari DU

Untuk dapat membentuk rumus penghitungan suku tertentu dari sebuah deret
ukur, perhatikan contoh diatas

S1=5=a
2−1
S2=10=ap=ap

S3=20=app=ap 2=ap 3−1


3 4−1
S4 =40=appp=ap =ap
4 5−1
S5=80=apppp=ap =ap
5 6−1
S6 =160=appppp=ap =ap
n−1
Sn=ap
a : suku pertama

p : pengganda

n : indeks suku

Berdasarkan rumus di atas, nilai suku ke-10 dari deret ukur dalam contoh
diatas adalah

1) S10=( 5 ) ¿
2) S10=( 512 ) ¿

2.2. Jumlah n suku

Seperti halnya dalam eret hitung, sebuah deret ukur sampai dengan suku
tertentu adalah jumlah nilai suku-sukunya sejak suku pertama sampai dengan
suku ke-n yang bersangkutan

n
J n=∑ S 1=S1 +S 2 +S 3 +S 4 +. … … …+ S n
i=1

Berdasarkan Sn=apn−1 ,maka masingt-masing Si dapat dijabarkan sehingga :

J n=a+ap+ ap2 +ap 3+ . … … …+ap n−2+ apn−1

Jika persamaan (1) ini kita kalikan dengan bilangan pengganda p, maka :

2 3 4 n−1 n
pJ n =ap+ ap +ap + ap … … …+ ap +ap

Dengan mengurangkan persamaan (2) dari persamaan (1), diperoleh selisih antara kedua
persamaan ini yaitu :

J n− pJ n=a−ap n

a ( 1−p n ) a ( pn−1 )
J n= atau J n=
1− p p−1

Dalam hal | p | < 1, penggunaan rumus yang di sebelah kiri akan lebih
mempermudah perhitungan. Di lain pihak jika | p | > 1, perhitungan akan menjadi lebih
mudah dengan menggunakan rumus yang di sebelah kanan.
Untuk kasus deret ukur dalam contoh diatas, di mana a=5 dan p=2,
jumlahnya sampai dengan suku ke-10 adalah :

5 ( 210−1 ) 5 ( 1023 )
J 10= = =5115
2−1 1

Sedangkan untuk kasus dalam contoh yang kedua, dalam hal ini a=512 dan
p=0,5 jumlah dari sepuluh suku pertamanya adalah :

10
512(1−0,5 ) 512(1023 /1024 )
J 10 = = =1023
2−1 0,5

Sebagaimana akan dapat dijumpai dalam bagian atau bab-bab selanjutnya dalam buku ini,
prinsip-prinsip deret banyak diterapkan untuk menelaah perilaku bisnis dan ekonomi, baik
secara langsung maupun secara tidak langsung. Prinsip deret hitung banyak deterapkan dalam
menganalisis perilaku perkembangan. Sedangkan prinsip deret ukur, bersama-sama dengan
konsep logaritma, sering digunakan untuk menganalisis perilaku pertumbuhan.

1.3. PENERAPAN EKONOMI

Dalam bidang ekonomi,teori atau prinsip-prinsip deret sering diterapkan dalam kasus-
kasus yang menyangkaut perkembangan dan pertumbuhan.

1.3.1. Model Perkembangan Usaha

Jika perkembangan variabel – variabel tertentu dalam kegiatan usaha misalnya


produksi, biaya, pendapatan,penggunaan tenaga kerja atau penanaman modal berpola seperti
deret hitung, maka prinsip-prinsip deret hitung dapat digunakan untuk menganaliss
perkembangan variabel tersebut. Berpola seperti deret hitung maksudnya ialah bahwa
variabel yng bersangkutan bertambah secara konstan dari satu period eke periode berikutnya.

Contoh Kasus 1

Perusahaan genteng “Sokajaya” menghasilkan 3.000 buah genteng pada bulan pertama
produksinya. Dengan penambahan tenaga kerja dan peningkatan produktivitasnya,
perusahaan mampu menambah produksinya sebanyak 500 buh setiap bulan. Jika
perkembangan produksinya konstan, berapa buah genteng yang dihasilkanya pada bulan ke
lima? Berapa buah yang telah dihasilkan sampai dengan bulan tersebut?

ᵅ = 3.000 s5=3.000+( 5−1 ) 500=5.


B= 500 J 5
6=
2

n= 5

Jumlah produksi pada bulan kelima adalah 5.000 buah, sedangkan jumlah seluruh genteng
yang dihasilkan sampai dengan bulan tersebut 20.000 buah.

Contoh Kasus 2

Besarnya penerimaan PT. “Cemerlang” dari hasil penjualan barangnya 720 juta rupiah dan
980 juta rupiah pada tahun ketujuh. Apabila perkembangan penerimaan per tahun? Berapa
besarnya penerimaan pada tahun pertama dan pada tahun keberapa penerimaanya sebesar 460
juta rupiah?

Dalam jutaan : s7=980 a+6 b =980

s5=720 a+4 b=720

2b = 260 b=130
Prkembangan penerimaan per tahun seesarr 130 juta rupiah.

a+ 4 b=720 a=720−4 b=720−4 ( 130 )=200

Penerimaan pada tahun pertama sebesar 200 juta rupiah.

sn=a +(n−1) b 460=200+(n−1)130

460 =200 + 130n – 130

390 = 130n n= 3

Penerimaan sebesar 460 juta rupiah diterima pada tahun ketiga.

1.3.2. Model Bunga Majemuk

Model bunga majemuk merupakan penerapan deret ukur dalam kasus simpan-pinjam
dan kasus investasi. Dengan model ini dapat dihitung, misalnya besarnya pengembalian
kredit dimasa mendatang berdasarkan tingkat bunganya. Atau sebaliknya, untuk mengukur
nilai sekarang dari suatu jumlah hasil investasi yang akan diterima dimasa datang.

Jika misalnya modal pokok sebesar P Dibungakan secara majemuk dengan suku
bunga per tahun setingkat I, maka jumlah akumulatif modal tersebut dimasa datang setelah n
tahun ( F n ¿ dapat dihitung sebagai berikut:

Setelah 1 tahun : F 1= P+ P. I = P(1+i)


2
Setelah 2 tahun : F 2=P (1+i ) + P ( 1+ i ) i=P(1+i)
Setelah 3 tahun : F 3= P P(1+i )2 + P(1+i )2I = P(1+i )3

Setelah n tahu : F n= (…)+(…) i = P(1+i)n

Dengan demikian, jumlah dimasa datang dari suatu jumlah sekarang adalah :

Fn = P(1+i)n P : jumlah sekarang

i: tingkat bunga per tahun

n : jumlah tahun

Rumus di atas mengandung anggapan tersirat bahwa bunga diperhitungakn dibayarkan satu
kali dalam setahun. Apabila bunga diperhitungkan dibayarkan lebih dari satu kali (misalnnya
m kali, masing-masing i/m pertermin) dalam setahun, maka jumlah dimasa datang menjadi :
mn
i
Fn = P(1+ ) m= frekuensi pembayaran bunga dalam setahun
m

Dari rumus diatas, dengan sedikit manipulasi matematis, dapat pula dihitung besarnya nilai
sekarang apabila yang diktahui jumlahnya dimasa datang. Nilai sekarang (present value) dari
suatu jumlah uang tertentu dimasa datang adalah:

1 1
P= (1+i) . F ATAU P= mn
.F
(1+i / m)

Suku 1/(1+i )n dan 1(1+i /m)mn dinamakan “factor diskonto”(discount factor), yaitu suatu
bilangan lebih kecil dari 1 yang dapat dipakai untuk menghitung nilai sekarang dari suatu
jumlah dimasa datang.

Contoh Kasus 3

Seorang nasabah meminjam uang di bank sebanyak 5 juta rupiah untuk jangka waktu
3 tahun, dengan tingkat bunga 2% per tahun . berapa jumlah seluruh uang yang harus
dikembalikanya pada saat pelunasan? Seandainya perhitungan pembayaran bunga bukan tiap
tahun, melainkan tiap semester berapa jumlah yang harus ia kembalikan?

P = 5.000.000 Fn = P (1+ I )n
3
n= 3 F 3=5.000 .000(1+0,02)

i= 2% = 0,02 = 5.000.000 (1,061208) = 5.306.040

Jadi pada saat pelunasan, setelah tiga tahun, nasabah tadi secara keluruhan harus
menggembalikan sebanyak Rp. 5.306.040,00. Seandainya bunga diperhitungkan dibayar tiap
semester,m = 2, maka :

Fn = P(1 + i/m)mn F3 = 5.000.000 (1+0,01)6


= 5.000.000 (1,06152) = 5.307.600

Jumlah yang harus dikembalikan menjadi lebih besar Rp 5.307.000,00

Contoh Kasus 4

Tabungan mahasiswa akan menjadi sebesar Rp 532.400,00 tiga tahun yang akan
datang. Jika tingkat bunga bank yang berlaku 10% per tahun, berapa tabungan mahasiswa
tersebut pada saat sekarang ini?

1
F = 532.400 P = n
.F
(1+i)

1
n=3 =
¿¿
i = 10% = 0,1

1.3.3 Model Pertumbuhan Penduduk

Penarapn deret ukur yg paling konvensional di bidang ekonomi adalah dalam hal
penaksiran jumlah penduduk. Sebagaimana pernah dinyatakan oleh Malthus, penduduk dunia
tumbuh mengikuti pola deret ukur. Secara matematik, hal ini dapat dirumuskan sebagai:

P1= P1 R t−1

Dimana R= 1+r P1 : Jumlah pada tahun pertama ( basis )

Pt : Jumlah pada tahun ke – t

r : presentase pertumbuhan per tahun

t : Indeks waktu (tahun)

Contoh Kasus 5

Penduduk suatu kota berjumlah 1 juta jiwa pada tahun 1991, tingkat pertumbuhanya 4
persen per tahun. Hitunglah jumlah penduduk kota tersebut pada tahun 2006 pertumbuhanya
menurun menjadi 2,5% berapa jumlahnya 11 tahun kemudian?

P1 = 1 juta P tahun 2006/ P16=1 juta

r = 0,04 = 1 juta (1,800943)

R = 1,04 = 1.800.943

P1 = 1.800.943 P11 tahun kemudian / P11

r = 0,025 P11 = 1.800.943(1,025)10=¿2.305.359 jiwa


R = 1,025

Atau dengan memanfaatkan kaidah logaritma :

P11= 1.800.943 (1,025)10

log P11 =¿log 1.800.943 (1,025)10

log P11 =¿log 1.800.943 + 10 log 1,025

log P11= 6,255499 + 0,107239

log P11= 6,362738 P11 = 2.305.359

DAFTAR PUSTAKA
http://blog.uin-malang.ac.id/syahirulalim/2013/02/28/materi-deret-hitung-deret-ukur/ diakses
pada 18 September 2014 pukul 07.05

http://wartailmu.blogspot.com/2013/02/deret-hitung-dan-ukur.html diakses pada 18


September pukul 08.16

Supangat, Andi, Matematika untuk Ekonomi dan Bisnis, Jakarta : Kencana, 2006

Andi Supangat, Matematika untuk Ekonomi dan Bisnis, (Jakarta : Kencana, 2006) Cet I,
hal 189

Anda mungkin juga menyukai