Dosen
Disusun oleh :
Jl. Rungkut Madya No. 1, Gn Anyar, Kec. Gn. Anyar, Kota SBY, Jawa Timur 60294,
Istilah atau terminologi sistem ketatanegaraan, terdiri atas dua kata yaitu sistem dan
ketatanegaraan. Sistem adalah sekelompok bagian - bagian yang bekerja bersama-sama
untuk melakukan suatu maksud. Apabila salah satu bagian rusak atau tidak dapat
menjalankan tugasnya maka maksud yang hendak dicapai tidak akan terpenuhi atau setidak -
tidaknya sistem yang sudah terwujud akan mendapat gangguan (Kencana dan Azhary,2005;4).
Sistem adalah satu kesatuan komponen yang satu sama lain saling berkaitan dan saling
berinteraksi untuk mencapai suatu hasil yang diharapkan secara optimal sesuai dengan tujuan
yang telah ditetapkan (Sanjaya,2010).
Selain pengertian sistem menurut pendapat di atas, maka dapatlah dikatakan bahwa sistem
adalah sekelompok bagian - bagian ( alat dan sebagainya), yang bekerja Bersama - sama untuk
melakukan sesuatu maksud. Sedangkan, Kaelan memberikan pengertian sistem yaitu suatu
kesatuan bagian-bagian yang saling berhubungan, saling bekerja sama untuk suatu tujuan
tertentu dan secara keseluruhan merupakan suatu kesatuan yang utuh. Dengan demikian
dapatlah dikatakan bahwa ciri-ciri dari sebuah sistem adalah sebagai berikut
Oleh karena itu, untuk mengenal dan memahami suatu sistem perlu dikenali dan dipahami
semua komponen yang terkandung di dalamnya (Hamalik,2010;135). Tidak lain dikarenakan
bahwa masing-masing komponen tersebut saling terkait dan saling mempengaruhi satu sama
lain (Rusman,2012;1). Lebih lanjut menurutnya bahwa untuk mengetahui apakah sesuatu itu
dapat dikatakan sistem, maka harus mencakup lima unsur utama, yaitu.
Mahkama Konstitusi. Mahkamah konstitusi adalah sebuah lembaga Negara yang ada setelah
adanya amandemen UUD 1945. Perubahan ketiga Undang-Undang Dasar 1945 mengadopsi
pembentukan Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga yang berdiri sendiri di samping
Mahkamah Agung dengan kewenangangannya yang diuraikan dalam pasal 24 C ayat (1) dan
ayat (2) UUD 1945.
❖ Kewenangan Mahkamah Konstitusi sesuai dengan ketentuan Pasal 24C ayat (1) dan (2)
antara lain :
1. Untuk mengadili pada tingkat pertama dan terakhir untuk menguji UU terhadap
UUD,
2. Memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan
UUD,
3. Memutus pembubaran partai politik, dan
4. Memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum. Disamping itu, MK juga
wajib memberikan putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran oleh
Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut UUD.
Dengan kewenangan tersebut, jelas bahwa MK memiliki hubungan tata kerja dengan
semua lembaga negara yaitu apabila terdapat sengketa antar lembaga negara atau
apabila terjadi proses judicial review yang diajukan oleh lembaga negara pada MK.
Badan Pemeriksa Keuangan BPK merupakan lembaga yang bebas dan mandiri untuk
memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara dan hasil
pemeriksaan tersebut diserahkan kepada DPR, DPD, dan DPRD .
Dengan pengaturan BPK dalam UUD, terdapat perkembangan yaitu menyangkut
perubahan bentuk organisasinya secara struktural dan perluasan jangkauan tugas
pemeriksaan secara fungsional. Karena saat ini pemeriksaan BPK juga terhadap
pelaksanaan APBN di daerah-daerah dan harus menyerahkan hasilnya itu selain pada
DPR juga pada DPD dan DPRD. Selain dalam kerangka pemeriksaan APBN, hubungan
BPK dengan DPR dan DPD adalah dalam hal proses pemilihan anggota BPK.
❖ Wewenang Antara Lain :
1. Anggota BPK dipilih DPR dengan memperhatikan pertimbangan DPD.
2. Berwenang mengawasi dan memeriksa pengelolaan keuangan negara (APBN) dan
daerah (APBD) serta menyampaikan hasil pemeriksaan kepada DPR dan DPD dan
ditindaklanjuti oleh aparat penegak hukum.
3. Berkedudukan di ibukota negara dan memiliki perwakilan di setiap provinsi.
4. Mengintegrasi peran BPKP sebagai instansi pengawas internal departemen yang
bersangkutan ke dalam BPK.
Komisi Yudisial Pasal 24A ayat (3) dan Pasal 24B ayat (1) menegaskan bahwa calon hakim
agung diusulkan Komisi Yudisial kepada DPR untuk mendapat persetujuan. Keberadaan Komisi
Yudisial tidak bisa dipisahkan dari kekuasaan kehakiman. Dari ketentuan ini bahwa jabatan
hakim merupakan jabatan kehormatan yang harus dihormati, dijaga, dan ditegakkan
kehormatannya oleh suatu lembaga yang juga bersifat mandiri. Dalam hubungannya dengan
MA, tugas KY hanya dikaitkan dengan fungsi pengusulan pengangkatan Hakim Agung,
sedangkan pengusulan pengangkatan hakim lainnya, seperti hakim MK tidak dikaitkan dengan
KY. Demikian beberapa catatan mengenai tugas, fungsi serta hubungan antar lembaga.
LEMBAGA - LEMBAGA DALAM SISTEM KETATANEGARAAN UUD 1945 BPK Presiden / Wakil
Presiden DPR MPR DPD MA MK KY Kementerian Negara badan-badan lain yang fungsinya
berkaitan dengan kekuasaan kehakiman KPU Bank Sentral pertimbangan dewan TNI/POLRI
PUSAT Lingkungan Peradilan PERWAKILAN BPK PROVINSI PEMDA PROVINSI DAERAH Umum
KPD DPRD Agama Militer PEMDA KAB/KOTA TUN KPD DPRD LEMBAGA - LEMBAGA DALAM
SISTEM KETATANEGARAAN menurut UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). 28 lembaga negara
yang disebut secara eksplisit maupun secara tidak langsung disebut dalam UUD 1945 tetapi
kewenangannya menyelesaikannya akan diatur lebih lanjut, atau lembaga negara yang diatur
secara jelas kewenangannya dalam UUD 1945 maupun yang sekadar disebut saja, yaitu
Majelis Permusyawaratan Rakyat.(MPR) . Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Dewan Perwakilan
Daerah (DPD). Presiden. Wakil Presiden. Dewan Pertimbangan Presiden. Kementerian Negara.
Duta. Konsul. Pemerintahan Daerah Propinsi, yang mencakup Pemerintahan Daerah
Kabupaten, yang mencakup Jabatan Bupati Lanjutan Jabatan Gubernur.
DPRD Propinsi Pemerintahan Daerah Kabupaten, yang mencakup Jabatan Bupati DPRD
Kabupaten Pemerintahan Daerah Kota, yang mencakup Jabatan Walikota DPRD Kota. Komisi
Pemilihan Umum (KPU), yang akan diatur lebih lanjut dalam undang-undang. Bank Sentral,
yang akan diatur lebih lanjut dalam undang-undang.
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Mahkamah Agung (MA) lanjutan Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK). Mahkamah Agung (MA) Mahkamah Konstitusi (MK). Komisi Yudisial. (KY)
Tentara Nasional Indonesia (TNI). Kepolisian Negara Republik Indonesia. Pemerintah Daerah
Khusus atau istimewa. Kesatuan Masyarakat hukum adat (Jimly Asshidiqie SH, Sengketa
Kewenangan Konstitusional Lembaga Negara, Konstitusi Press & PT Syaamil Cipta Media, 2006
hal 15.)
Putusan Mahkamah Konstitusi yang kemudian diadopsi sebagai syarat legal standing dalam
pasal 3 Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 08/PMK/2006, menetapkan tiga syarat untuk
legal standing tersebut yaitu :
Pasal 2 PMK Nomor 08/PMK/ 2006 menentukan : Lembaga Negara yang dapat menjadi
pemohon atau termohon dalam gugatan gugatan hak konstitusional lembaga negara adalah :
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Majelis Permusyawaratan
Rakyat (MPR). Presiden Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Pemerintahan Daerah (Pemda);
atau Lembaga negara lain yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945.
Pasal 17 ayat (3) UUD 1945 “Setiap Menteri membidangi urusan tertentu dalam
pemerintahan” Menteri Kehutanan adalah lembaga Negara, yang menjadi pembantu Presiden
Pasal 18 ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) UUD 1945, mengatur
sebagai berikut:
Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah
provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota yang masing-masing provinsi, kabupaten
dan kota itu memiliki pemerintahan daerah yang diatur dengan undang-undang
Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten dan kota mengatur dan mengurus
sendiri urusan pemerintahan sesuai otonomi dan tugas pembantuan Pemerintahan
daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya kecuali urusan pemerintahan yang oleh
undang-undang ditentukan sebagai urusan pusat pemerintahan. Pemerintahan daerah
berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain untuk
melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan
OTONOMI DAERAH Pasal 1.5 UU 32/2004: “Otonomi daerah adalah hak, wewenang dan
kewajiban otonom daerah untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan
kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan”. Pasal 1.6
UU 32/2004 : “Daerah otonom, selanjutnya disebut daerah, adalah kesatuan masyarakat
hokum yang mempunyai batas-batas wilayah yang mengatur mengatur dan mengurus urusan
pemerintahan dan kepentingan setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi
masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia ”.
Sengketa merupakan perbedaan kepentingan antar individu atau lembaga pada objek yang
sama yang dimanifestasikan dalam hubungan-hubungan di antara mereka. Jika dikaitkan
dengan hubungan antar lembaga negara, sengketa kewenangan lembaga negara dapat terjadi
apabila terdapat perselisihan yang berkaitan dengan pelaksanaan kewenangan antara dua
atau lebih lembaga negara. Apabila terjadi sengketa kewenangan lembaga negara, maka
diperlukan suatu lembaga negara yang memiliki kewenangan untuk menyelesaikan
permasalahan terkait sengketa kewenangan lembaga negara.
Mahkamah Konstitusi merupakan suatu lemboga negara yang dibentuk berdasarkan Undang-
Undang Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi Dasar kewenangan Mahkamah
Konstitusi terdapat dalam Pasal 24C ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disebut UUD 1945). Berdasarkan ketentuan posol tersebut
salah satu kewenangan Mahkamah Konstitusi adalah memutus sengketa kewenangan
lembaga negara. Sebelum dibentuknya Mahkamah Konstitusi, hukum ketatanegaraan
Indonesia belum mengatur mengenai mekatisme penyelesaian sengketa kewenangan
lembaga negara. Oleh karena itu, Mahkamah Konstitusi dibentuk dengan tujuan untuk
Įmemutus sengketa kewenangan lembaga negara.
✓ MAHKAMAH KONSTITUSI MEMILIKI KRITERIA TERKAIT LEMBAGA NEGARA YANG DAPAT
PERSENGKETA DI MAHKAMAH KONSTITUSI
• Syarat pertama I
Lembaga negara yang menjadi pemohon berus disebutkan baik secara aksplisit maupun
implis delem UUD 1945
• Syarat ke dua(objectum litis)
kewenangan lembaga negara yang menjad pemahan harus merupakan kawenangen yang
diberiken alah UUD 1945
Berdasarkon putusan tersebut, dapat diketahui bahwa selain terdapat Lembaga Negara yang
diberikan oleh UUD 1945, terdapat juga Lembaga Negara yang kewenangannya bukan UUD
1945. JIMLY ASSHIDDIQIE, Menjelaskan bahwa kewenangan lambaga negara yang disur dalam
Pasal 24C wyal (1) UUD 1945 mei 2 (dual unsur yetu adany krwenangan konstitusional veng
tentukan dalam UUD 1945 den timbuinge sangkate dolem pelaksanaan kewenangan
konstitusionel tersebut sebagai akibat perbedaan penafsiran tentang kewenangan yang
terdepel pede kadue lambege negere yang terkait Penjelasan tersebut mengeratkan bahwe
lambage regere veng bersangkale hers rbukti memiliki kewenangan yeng deur dalam UUD
1945. Suatu lembaga negara dalam menjalankan kewenangannya dapat bersengketa dengan
lembaga negara lainnya Apabila terjadi sengketa kewenangan lembaga nagara mereka yang
berhak memutus sengketa tersebut adalah Mahkamah Konstitusi berdasarkan ketentuan
Pasal 24c ayat 1 UUD 1945 Meskipun demikian, tidak semua lembaga negera dapet
mengajukan permohonan sengketa kewenangan lembaga negara ke Mahkamah Konstitusi
Lembaga Negera yang dapat mengajukan permohonen sengketa kewenangen lembaga
negara Mahkamah Konstitusi hanyalah lembaga negara yang namanya disebutken di dalam
UUD 1945 dan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945.
Check : Pengawasan (control) To Check = menguji Checks and Balances. Periksa : Pengawasan
(kontrol) Untuk Memeriksa = menguji Untuk Memeriksa = menjebak, menghambat,
mengerem Kekuasaan cenderung menyebabkan orang baik menjadi buruk atau jahat
sehingga diperlukan “rem” untuk menghambat terjadinya keputusan yang melawan HAM dan
kebebasan warga yang melindungi konstitusi perdamaian dengan isolasi komplit,
menyebabkan cabang kekuasaan tidak terkoordinasi dan tidak terhubungkan satu dengan
yang lain, sehingga tidak dapat mencapai tujuan bersama Checks and balance hrs yang
menyertai pemisahan kekuasaan untuk mencegah bahaya kekuasaan di satu tangan dan
menggerakkan kekuasaan tidak terkordinasi sehingga tidak efektif.
Carl Schmitt : Konsekwensi Pemisahan Kekuasaan yang kaku (strict,complete) Eksekutif tidak
memiliki hak inisiatif UU Tidak dikenal persetujuan bersama dalam pembentukan undang-
undang. Tidak mengenal menangani kewenangan dalam legislasi kepada eksekutif. Eksekutif
tidak mempunyai hak veto atas pembentukan UU sebagai legitimasi legislasi. Legislatif tidak
mempunyai hak memberhentikan (impeachment) /kepala negara. Judikatif tidak berwenang
judicial review yang menjadi undang-undang hukum. Oleh karena itu tidak dilakukan
penataan listrik secara kaku, melainkan cabang listrik terhubungkan dan terkoordinasi.
o Putusan Hakim Oleh karena sifatnya yang menyelesaikan tuntutan, maka putusan
demikian disebut juga sebagai putusan akhir. MP Stein yang mengatakan : een
vonnis dient men te verstaan de door de Rechters als bevoegd overheids orgaan
verrichte rechtshandeling, strekkend tot beslissing van het aan hen voorgelegde
geschill tussen partijen.(Compendium Van Het Burgerlijke Processrecht,4e druk,
Kluwer, 1977 hal 119- 123).
o Putusan Hakim Oleh karena sifatnya yang menyelesaikan tuntutan, maka putusan
demikian disebut juga sebagai putusan akhir. MP Stein yang mengatakan : een
vonnis dient men te verstaan de door de Rechters als bevoegd overheids orgaan
verrichte rechtshandeling, strekkend tot beslissing van het aan hen voorgelegde
geschill tussen partijen..(Compendium Van Het Burgerlijke Processrecht,4e druk,
Kluwer, 1977 hal 119- 123).
selain itu Sengketa merupakan perbedaan kepentingan antar individu atau lembaga pada
objek yang sama yang dimanifestasikan dalam hubungan - hubungan di antara mereka. Jika
dikaitkan dengan hubungan antar lembaga negara, sengketa kewenangan lembaga negara
dapat terjadi apabila terdapat perselisihan yang berkaitan dengan pelaksanaan kewenangan
antara dua atau lebih lembaga negara.
Apabila terjadi sengketa kewenangan lembaga negara, maka diperlukan suatu lembaga
negara yang memiliki kewenangan untuk menyelesaikan permasalahan terkait sengketa
kewenangan lembaga negara.
“Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang
putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar,
memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh
Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan
tentang hasil pemilihan umum.”
Berdasarkan ketentuan pasal tersebut, salah satu kewenangan Mahkamah Konstitusi adalah
memutus sengketa kewenangan lembaga negara. Sebelum dibentuknya Mahkamah
Konstitusi, hukum ketatanegaraan Indonesia belum mengatur mengenai mekanisme
penyelesaian sengketa kewenangan lembaga negara. Oleh karena itu, Mahkamah Konstitusi
dibentuk dengan tujuan untuk memutus sengketa kewenangan lembaga negara.
Pakar Hukum Tata Negara, Jimly Asshiddiqie, menjelaskan bahwa sengketa kewenangan
lembaga negara yang diatur dalam Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 memiliki 2 (dua) unsur, yaitu
adanya kewenangan konstitusional yang ditentukan dalam UUD 1945 dan timbulnya sengketa
dalam pelaksanaan kewenangan konstitusional tersebut sebagai akibat perbedaan penafsiran
tentang kewenangan yang terdapat pada kedua lembaga negara yang terkait. Penjelasan
tersebut mensyaratkan bahwa lembaga negara yang bersengketa harus terbukti memiliki
kewenangan yang diatur dalam UUD 1945.
Menurut Ni’matul Huda yang merupakan Pakar Hukum Tata Negara, perbedaan penafsiran
yang dimaksud Jimly Asshiddiqie dapat terjadi karena adanya tumpang tindih kewenangan
antara lembaga negara, adanya kewenangan satu lembaga negara yang diabaikan oleh
lembaga negara lainnya, dan adanya kewenangan satu lembaga negara yang dijalankan oleh
lembaga negara lainnya.
Mahkamah Konstitusi memiliki kriteria terkait lembaga negara yang dapat bersengketa di
Mahkamah Konstitusi. Berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 004/SKLN-IV/2006,
lembaga negara yang dapat bersengketa di Mahkamah Konstitusi harus memenuhi 2 (dua)
syarat. Syarat pertama yaitu mengenai subjectum litis, yaitu lembaga negara yang menjadi
pemohon harus disebutkan, baik secara eksplisit maupun implisit dalam UUD 1945. Syarat
kedua adalah mengenai objectum litis, yaitu kewenangan lembaga negara yang menjadi
pemohon harus merupakan kewenangan yang diberikan oleh UUD 1945. Berdasarkan
putusan tersebut, dapat diketahui bahwa selain terdapat lembaga negara yang
kewenangannya diberikan oleh UUD 1945, terdapat juga lembaga negara yang
kewenangannya bukan dari UUD 1945. Berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor
005/PUU-I/2003 perihal Pengujian Undang-undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran,
Mahkamah Konstitusi telah mengakui keberadaan lembaga negara yang kewenangannya
bukan diberikan oleh Undang-Undang Dasar melainkan oleh peraturan perundang-undangan
lainnya, dalam hal ini Komisi Penyiaran Indonesia. Berdasarkan ketentuan Pasal 2 ayat (1)
Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 08/PMK/2006, lembaga negara yang dapat menjadi
pemohon atau termohon di Mahkamah Konstitusi adalahDewan Perwakilan Rakyat (DPR),
Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Presiden, Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK), Pemerintah Daerah, atau lembaga negara lainnya yang
kewenangannya diberikan oleh UUD 1945.
Dasar Hukum :
KESIMPULAN
1. Sengketa kewenangan sebagai objectum litis MK, masih berkembang dinamis, dan
pandangan yang baku tentang kewenangan nasional harus secara rinci dan jelas diatur
dalam UUD 45, bisa jadi berkembang secara dinamis karena kebutuhan forum untuk
penyelesaian sengketa sebagai solusi;
2. Pihak Pemohon(subjectum litis) yang hanya disebut dalam UUD dan kewenangannya
kemudian dirumuskan lebih rinci dalam undang-undang, di masa depan sangat
dimungkinkan, meski hanya Termohon yang memperoleh kewenangan dari UUD 1945;
dipersoalkan penggunaan kewenangannya yang merugikan Termohon
3. Dengan karakter kewenangan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang ada,
mengajukan gugatan kewenangan antara Pemerintahan daerah dengan Pemerintah
Pusat menjadi sesuatu yang wajib, yg menjadi kewenangan MK; .
4. Hanya Aturan ttg SKLN yang mengatur secara tegas adanya kewenangan menjatuhkan
Putusan sela. 5. Terdapat titik tunggal antara kewenangan MK dengan Peradilan TUN,
karena kewenangan yang dipersengketakan, menghasilkan keputusan TUN, sehingga
terdapat pilihan forum (Choice of forum), bagi satu sengketa yang memiliki dua
karakter.