Anda di halaman 1dari 383

LAPORAN

PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER


DI RSUD KABUPATEN SIDOARJO
JL. MAJAPAHIT NO 667 SIDOARJO
01 Maret– 30 April 2018

PERIODE L

DISUSUN OLEH:
Damay Kartika Sari, S.Farm 2448717017
Indah Christiana, S.Farm 2448717038
Mey Tri kanti, S.Farm 2448717059
Nancy Grace Silalahi, S.Farm 2448717061
Pandu Wijaya, S.Farm 2448717069
Puspita Budi Anggraeni, S.Farm 2448717070
Putri Anggraini K., S.Farm 2448717071
Rien Esti Pambudi, S.Farm 2448717074
Rotua Martaulina R., S.Farm 2448717078
Susi Afriyanti, S.Farm 2448717085

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA SURABAYA
2018
Scanned by CamScanner
LEMNAR THNGtr;SAI{AN
LAP$*AN I'RAKTEK KER.'A I'IIOTCSI AITSTEKIR rKpA]
Ill ftUMAII SAI(IT IJMUIH IlnEnAIl HitTIUPATEFI $rDflnILrO
JI.. MOJ$TAIIIT Ht).66?, $t$$A!l,I(}
fit nilAlrET-30 AI!ililL 3{iltr

DI$USUF{ OLE}Ir
Ilenuy Hsrtikarnri t{{87t70t?
lnduh Christixna 2448?r?0t8
Mcy "l.ri iinnti 14{S7r7(}5$
Naney Smte Litanis $ilulehi 24{S?I706r
Pundu t*tiinyn 2ct48?l?{}Sg
I'uspita Budi Anggrneui S 2.*dt$7I7(}70
Putri Anggraini 2{,18?t?0?l
Itica Esti Srmbudi 2.44*7t7074
Rotun ltlrr{aulinr R 2448?I?tl?S
Suri Afriynnti 244S?r7{}fi5

MAIIA$IS}YA I}ROSRAM $TUI}I PROTESI APOTtrKtrR


IruRlotlg t
FAKUI,TA.$ FAR]TI$.SI
T}NIVDRSITAS KATOLIK WI T}YA MA}II}AI,A
SURAI}AYA

I}I$ATUJUI OLEII :

Pemhimbing $akrlfasn KusffIin*for PKPA ftSIJI) K*b. $id*arjo,

ffrur
Dvah Avu Febivsnti,. S.Farm., AoL
NtK" 24r l2ff?34 NIP.t98502l6 ?r}l t0t 2 006
No. SI(A. :$0. I 398/IP.IA[QUT:0 I 6 No. SK.A.; 16.SS.8441

Ks.Instsl*si Frrmryi RSUI) Kab. Si$orrjo

*. Nihrd$*rvsui.. Aot.
NtP. l963r0r ilr94ff5 2 0fi7

Mengel*hui,
Sub. Bagiag Pendidkan Pmelitian

_NJr,196e*4?7 19S203 r *03


Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas kasih dan berkat yang diberikan
sehingga penyusun dapat menyelesaikan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Rumah
Sakit Umum Daerah Sidoarjo periode 1 Maret s/d 30 April 2018. Laporan PKPA ini dibuat
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker di Program Studi Profesi
Apoteker dan dokumentasi dari praktek kerja yang dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah
Sidoarjo. PKPA di Rumah Sakit Umum Daerah Sidoarjo yang sudah dilaksanakan oleh
penyusun telah memberikan banyak pengetahuan, pengalaman serta ketrampilan mengenai
fungsi dan tugas apoteker di rumah sakit dalam mendukung medik. Penyusun memperoleh
berbagai ilmu, pengalaman, pengetahuan, motivasi, suka dan duka untuk bekal menjadi
apoteker yang profesional di rumah sakit. Dalam pelaksanaan PKPA dan penyusunan laporan
ini tentunya tidak lepas dari bantuan dan campur tangan dari berbagai pihak. Oleh karena itu,
penyusun mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dyah Ayu Febiyanti, S.Farm, Apt. selaku Koordinator Diklit dan Pelatihan di RSUD
Kabupaten Sidoarjo sekaligus Pembimbing I yang telah dengan sabar memberikan
waktu, arahan, pembelajaran dan berbagi pengalaman kepada penulis.
2. Dra. Siti Surdijati, MS, Apt. selaku pembimbing II, yang telah membimbing Praktek
Kerja Profesi Apoteker ini serta memberikan pembekalan, pembelajaran dan dorongan
untuk melaksanakannya sebaik mungkin.
3. Dr. Atok Irawan, Sp.P, selaku Direktur RSUD Sidoarjo yang telah memberikan izin dan
kesempatan kepada penulis untuk bisa belajar serta memperoleh pengalaman selama
menjalankan Praktek Kerja Profesi Apoteker di RSUD Kabupaten Sidoarjo.
4. Agus Santosa, S.Kp., M.Kes, selaku Kepala Sub Bagian Pendidikan dan Penelitian
RSUD Kabupaten Sidoarjo yang telah memberikan waktu untuk melakukan penerimaan
mahasiswa PKPA Unika Widya Mandala Surabaya dan telah membimbing selama
kegiatan PKPA.
5. Ibu Dra. Niken Suryani., Apt., selaku Kepala Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum
Daerah Sidoarjo yang telah memberikan kesempatan untuk melaksanakan PKPA di
Rumah Sakit Umum Daerah Sidoarjo, dan meluangkan waktu memberikan bimbingan
selama PKPA sampai terselesaikannya laporan PKPA ini.
6. Sumi Wijaya, S.Si., Ph.D., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Katolik
Widya Mandala Surabaya

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 i


Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

7. Elisabeth Kasih M. Farm. Klin., Apt,. dan Restry Sinansari, M.Farm., Apt., selaku
Ketua dan Sekretaris Program Studi Profesi Apoteker Universitas Katolik Widya
Mandala Surabaya yang telah mengupayakan terselenggaranya Praktek Kerja Profesi
Apoteker ini.
8. Dra. Siti Surdijati, MS, Apt. selaku koordinator PKPA Rumah Sakit yang selalu
memberikan bimbingan, semangat dan dukungan selama pelaksanaan Praktek Kerja
Profesi Apoteker sampai terselesaikanya laporan ini.
9. Seluruh apoteker Rumah Sakit Umum Daerah Sidoarjo yang telah meluangkan waktu
untuk memberikan pengetahuan, pengalaman, saran, motivasi, dan bimbingan kepada
penyusun selama PKPA.
10. Seluruh karyawan dan karyawati Rumah Sakit Umum Daerah Sidoarjo, terutama yang
berada di Instalasi Farmasi atas kerjasama, pengalaman, saran, dan dukungan selama
pelaksanaan PKPA periode 1 Maret s/d 30 April 2018.
11. Orang tua tercinta dan segenap keluarga yang selalu memberikan dukungan kepada
penulis baik secara moril maupun materiil serta semangat dan doa yang tak kunjung
henti selama menjalani PKPA hingga dapat menyelesaikan laporan ini.
12. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, atas bantuan dan dukungan yang
diberikan sehingga pelaksanaan PKPA dapat berjalan dengan lancar dan baik.
Penyusun menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dalam penyusunan laporan ini.
Oleh karena itu penyusun mengharapkan kritik dan saran dari berbagai pihak yang
membangun demi kemajuan di masa yang akan datang. Semoga laporan PKPA ini dapat
bermanfaat bagi Rumah Sakit Umum Daerah Sidoarjo, almamater, serta mahasiswa Praktek
Kerja Profesi Apoteker dan semoga kerja sama yang telah terbangun dapat saling
mengembangkan satu sama lain.
Sidoarjo, 29 Juni 2018

Tim Penyusun

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 ii


Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR .................................................................................................... i
DAFTAR ISI .................................................................................................................. iii
DAFTAR TABEL .......................................................................................................... viii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................................. xi
DAFTAR SINGKATAN ................................................................................................ xii
BAB I. PENDAHULUAN ............................................................................................. 1
1.1. Latar Belakang Praktek Kerja Profesi Apoteker ......................................... 1
1.2. Tujuan Kegiatan Praktek Kerja Profesi Apoteker ....................................... 3
1.3. Manfaat Praktek Kerja Profesi Apoteker ..................................................... 3
BAB II. TINJAUAN UMUM......................................................................................... 4
2.1. Rumah Sakit................................................................................................. 4
2.1.1. Definisi Rumah Sakit ......................................................................... 4

2.1.2. Pengertian Visi dan Misi Rumah Sakit.............................................. 4

2.1.3. Tugas Pokok dan Fungsi Rumah Sakit .............................................. 4

2.1.4. Klasifikasi Rumah Sakit .................................................................... 5

2.1.5. Badan Layanan Umum (BLU)........................................................... 8

2.1.6. Struktur Organisasi Rumah Sakit ...................................................... 8

2.1.7. Akreditasi Rumah Sakit ..................................................................... 10


2.2. Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS.......................................................... 12
2.2.1. Definisi IFRS ..................................................................................... 12

2.2.2. Tugas IFRS ........................................................................................ 12

2.3. Rumah Sakit Umum Daerah Sidoarjo (RSUD) ........................................... 13

2.3.1. Sejarah RSUD Kabupaten Sidoarjo ................................................... 13

2.3.2. Struktur Organisasi RSUD Kabupaten Sidoarjo................................ 14

2.3.3. Visi Misi RSUD Sidoarjo .................................................................. 17

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 iii
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

Halaman
2.3.4. Akreditasi RSUD Sidoarjo ................................................................ 18

2.4. Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah Sidoarjo................................ 18

2.4.1. Tugas dan Fungsi Instalasi Farmasi Rumah Sakit RSUD Sidoarjo ... 20

2.5. Komite Farmasi dan Terapi (KFT) ................................................................ 22

2.5.1. Devinisi Komite Farmasi dan Terapi ................................................. 22

2.5.2. Tujuan dan Fungsi Komite Farmasi dan Terapi ................................ 23

2.5.3. Tugas dan Tanggungjawab Komite Farmasi dan Terapi ................... 23

2.5.4. Struktur dan Organisai Komite Farmasi dan Terapi .......................... 24

2.6. Daftar Obat Rumah Sakit RSUD Sidoarjo .................................................. 24


2.7. Pengelolaan Perbekalan Farmasi di Rumah Sakit Umum Sidoarjo............. 26
2.8. Pelayanan Farmasi Klinik ............................................................................ 27
BAB III. HASIL KEGIATAN ....................................................................................... 30
3.1. Rumah Sakit Umum Kabupaten Sidoarjo.................................................... 30
3.1.1. Sejarah Rumah Sakit Umum Kabupaten Sidoarjo ............................. 30

3.1.2. Visi dan Misi ..................................................................................... 31

3.1.3. Tugas dan Fungsi ............................................................................... 31

3.1.4. Klasifikasi .......................................................................................... 31

3.1.5. Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) ........................................... 32

3.1.6. Struktur Organisasi ............................................................................ 33

3.1.7. Akreditasi ........................................................................................... 34


3.2. Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah Sidoarjo ............................. 34
3.2.1. Definisi IFRS ..................................................................................... 34

3.2.2. Tugas IFRS ........................................................................................ 34

3.2.3. Struktur Organisasi IFRS ................................................................... 35

3.3. Komite Farmasi dan Terapi (KFT) di RSUD Kabupaten Sidoarjo ............. 38
3.4. Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis
Pakai ............................................................................................................ 38
3.4.1. Pemilihan .......................................................................................... 38

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 iv


Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

Halaman
3.4.2. Perencanaan ....................................................................................... 39

3.4.3. Pengadaan .......................................................................................... 39

3.4.4. Penerimaan ........................................................................................ 41

3.4.5. Penyimpanan...................................................................................... 41

3.4.6. Pendistribusian................................................................................... 42

3.4.7. Pemusnahan ....................................................................................... 42


3.4.8. Pelaporan dan Evaluasi ...................................................................... 43
3.5. Pelayanan Farmasi Klinik ............................................................................. 43
3 5.1. Pengkajian dan Pelayanan Resep ....................................................... 43
3.5.2. Penelusuran Riwayat Penggunaan Obat ............................................. 47
3.5.3. Rekonsilisiasi Obat ............................................................................. 47
3.5.4. Konseling ............................................................................................ 47
3.5.5. Visite ................................................................................................... 49
3.5.6. Pemantauan Terapi Obat .................................................................... 50
3 5.7. Monitoring Efek Samping Obat (MESO) .......................................... 50
3.5.8. Evaluasi Penggunaan Obat (EPO) ...................................................... 50
3.5.9. Dispensing Sediaan Steril ................................................................... 50
3.5.10. Pemantauan Kadar Obat Dalam Darah (PKOD) .............................. 51
3.5.11. Pelayanan Informasi Obat (PIO) ...................................................... 51
3.5.12. Sistem Distribusi Obat ...................................................................... 52
3.6. Central Sterille Suply Department (CSSD) .................................................. 55
3 6.1. Definisi CSSD ..................................................................................... 55
3.6.2. Fungsi CSSD ....................................................................................... 55
3.6.3. Tujuan CSSD ...................................................................................... 55
3.6.4. Tanggungjawab CSSD ........................................................................ 55
3.6.5. Prinsip Dasar Operasional .................................................................. 56
3.6.6. Tujuan Praktek Kerja Profesi (PKPA) di Instalasi CSSD................... 56
3.7. Unit Pelayanan RSUD Sidoarjo ................................................................... 56
3 7.1. Fungsi Unit Produksi RSUD Sidoarjo ................................................ 56
3.7.2. Kegiatan di Unit Produksi .................................................................. 56
3.8. High Alert Medication dan LASA (Look Alike Sound Alike) ....................... 60

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 v


Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

Halaman
3.9. Obat Darurat (Emergency Kit) ..................................................................... 61
3.10. Pelayanan Sediaan Farmasi di RSUD Sidoarjo ........................................... 61
3.11. Poli Mawar Merah ....................................................................................... 63
3.11.1. Pengertian HIV dan AIDS ................................................................ 63
3.11.2. Gejala HIV&AIDS ........................................................................... 63
3.11.3. Pencegahan HIV& AIDS .................................................................. 64
3.11.4. Macam-macam Obat Anti Retroviral ............................................... 64
3.11.5. Pengelolaan Obat Anti Retroviral di RSUD Sidoarjo ...................... 64
3.11.6. Peran Farmasis di Poli Mawar Merah .............................................. 65
BAB IV. PEMBAHASAN ............................................................................................. 66
4.1. Analisa Kepuasan Pasien di Unit Pelayanan Farmasi ................................. 66
4.1.1. Analisa Kepuasan di Unit Pelayanan Farmasi ................................... 66
4.2. Respon Time ................................................................................................ 82
4.3. Analisa TRES (Terima, Racik, Etiket, Serah) ............................................. 88
4.4. Pembahasan Konseling ................................................................................ 92
4 4.1. Konseling 1 ......................................................................................... 92
4.4.2. Konseling 2 ......................................................................................... 101
4.4.3. Konseling 3 ......................................................................................... 111
4.4.4. Konseling 4 ......................................................................................... 122
4.4.5. Konseling 5 ......................................................................................... 131
4.4.6. Konseling 6 ......................................................................................... 139
4.4.7. Konseling 7 ......................................................................................... 149
4 4.8. Konseling 8 ......................................................................................... 157
4.4.9. Konseling 9 ......................................................................................... 164
4.4.10. Konseling 10 ..................................................................................... 172
4.5. Pembahasan Kasus Terpilih .......................................................................... 178
4 5.1. Kasus Stroke Iskemik atau CerebroVascular Accident (CVA)
Infark Emboli ............................................................................................... 178
4.5.2. Kasus Pre-Eklampsia Berat (PEB) dan Hemolysis, Elevated Liver
Enzymes and Low Platelets (HELLP Syndrome) ........................................ 210
4.5.3. Sirosis Hati ......................................................................................... 249

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 vi


Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

Halaman
4.5.4. Kasus Chronic Kidney Disease (CKD), Hipertensi dan Diabetes
Mellitus ......................................................................................................... 276
4.5.5. Kasus Pneumonia, Tuberkulosis Paru dan Diabetes Mellitus .......... 309
BAB V SIMPULAN .................................................................................................. 346
BAB VI SARAN ......................................................................................................... 347
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 348
LAMPIRAN ................................................................................................................... 351

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 vii
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman
2.1. Unit farmasi RSUD Sidoarjo ................................................................................ 19
3.1. Jumlah Jenis Ruangan dan Tempat Tidur RSUD Kabupaten Sidoarjo ................ 32
3.2. Unit pelayanan farmasi RSUD Kabupaten Sidoarjo ............................................. 37
4.1. Tingkat kepuasan pasien terhadap pelayanan farmasi 1 ....................................... 66
4.2. Identitas Responden kepuasan pelanggan di Unit Farmasi 1 ................................ 67
4.3. Persentase (%) distribusi responden terkait dengan sikap dan perilaku petugas
dalam melayani resep di unit farmasi 1................................................................. 68
4.4. Persentase (%) distribusi responden terkait dengan waktu pelayanan di unit
farmasi 1 ................................................................................................................ 68
4.5. Persentase (%) distribusi responden terkait dengan informasi tentang obat yang
diberikan oleh petugas di unit farmasi 1 ............................................................... 69
4.6. Persentase (%) distribusi responden terkait dengan Kelengkapan Obat di unit
farmasi 1 ................................................................................................................ 69
4.7. Persentase (%) distribusi responden terkait dengan Penampilan di unit farmasi
1 ............................................................................................................................. 70
4.8. Persentase (%) distribusi responden terkait dengan Ruang Tunggu Unit
Pelayanan Farmasi di unit farmasi 1 ..................................................................... 70
4.9. Persentase (%) distribusi responden terkait dengan Pelayanan Obat di RSUD
Sidoarjo secara Keseluruhan di unit farmasi 1 ...................................................... 71
4.10. Tingkat Kepuasan Pasien Terhadap Pelayanan di Farmasi 5................................ 72
4.11. Identitas Responden kepuasan pelanggan di Unit Farmasi 5 ................................ 72
4.12. Persentase (%) distribusi responden terkait dengan sikap dan perilaku petugas
dalam melayani resep di unit Farmasi 5 ................................................................ 73
4.13. Persentase (%) distribusi responden terkait dengan waktu pelayanan di unit
farmasi 5 ................................................................................................................ 74
4.14. Persentase (%) distribusi responden terkait dengan informasi tentang obat yang
diberikan oleh petugas di unit farmasi 5 ............................................................... 74
4.15. Persentase (%) distribusi responden terkait dengan Kelengkapan Obat di unit
farmasi 5 ................................................................................................................ 75

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 viii
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

Halaman
4.16. Persentase (%) distribusi responden terkait dengan Penampilan di unit farmasi
5 ............................................................................................................................. 75
4.17. Persentase (%) distribusi responden terkait dengan Ruang Tunggu Unit
Pelayanan Farmasi di unit farmasi 5 ..................................................................... 76
4.18. Persentase (%) distribusi responden terkait dengan Pelayanan Obat di RSUD
Sidoarjo secara Keseluruhan di unit farmasi 5 ...................................................... 77
4.19. Tingkat Kepuasan Pasien Terhadap Pelayanan di Farmasi 11.............................. 77
4.20. Identitas Responden kepuasan pelanggan di Unit Farmasi 11 .............................. 78
4.21. Persentase (%) distribusi responden terkait dengan sikap dan perilaku petugas
dalam melayani resep di unit farmasi 11............................................................... 79
4.22. Persentase (%) distribusi responden terkait dengan waktu pelayanan di unit
farmasi 11 .............................................................................................................. 79
4.23. Persentase (%) distribusi responden terkait dengan informasi tentang obat yang
diberikan oleh petugas di unit farmasi 11 ............................................................. 80
4.24. Persentase (%) distribusi responden terkait dengan Kelengkapan Obat di unit
farmasi 11 .............................................................................................................. 80
4.25. Persentase (%) distribusi responden terkait dengan Penampilan di unit farmasi
11 ........................................................................................................................... 81
4.26. Persentase (%) distribusi responden terkait dengan Ruang Tunggu Unit
Pelayanan Farmasi di unit farmasi 11 ................................................................... 81
4.27. Persentase (%) distribusi responden terkait dengan Pelayanan Obat di RSUD
Sidoarjo secara Keseluruhan di unit farmasi 11 .................................................... 81
4.28. Hasil Respon Time Jumlah Resep yang dilayani Farmasi 1 ................................ 82
4.29. Hasil Respon Time Jumlah Resep yang dilayani Farmasi 5 ................................. 83
4.30. Hasil Respon Time Jumlah Resep yang dilayani Farmasi 11 .............................. 84
4.31. Presentase TRES di Unit Farmasi 1 ...................................................................... 89
4.32. Presentase TRES di Unit Farmasi 5 ...................................................................... 89

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 ix


Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman
2.1. Struktur Organisasi RSUD Kabupaten Sidoarjo ................................................... 15
2.2. Struktur Organisasi Instalasi Farmasi RSUD Sidoarjo ......................................... 16
3.1. Struktur Organisasi RSUD Kabupaten Sidoarjo ................................................... 34
3.2. Struktur Organisasi Instalasi Farmasi RSUD Sidoarjo ......................................... 36
3.3. Alur Pengadaan Barang......................................................................................... 40
3.4. Alur Pelayanan Resep Umum Rawat Jalan........................................................... 45
3.5. Alur Pelayanan Pasien BPJS/KSO ........................................................................ 45
3.6. Alur Pelayanan Resep Rawat Inap Sistem UDD .................................................. 46
3.7. Alur Proses Produksi Non Steril ........................................................................... 58
3.8. Alur Distribusi Produksi ....................................................................................... 59
3.9. Alur Pelayanan Obat ARV .................................................................................... 65
4.1. Grafik Tingkat Kepuasan Pasien Terhadap Pelayanan di Unit Farmasi 1 ............ 67
4.2. Grafik Tingkat Kepuasan Pasien Terhadap Pelayanan di Unit Farmasi 5 ............ 72
4.3. Grafik Tingkat Kepuasan Pasien Terhadap Pelayanan di Unit Farmasi 11 .......... 78
4.4. Hasil pengamatan TRES yang dilakukan di Farmasi 1 ......................................... 89
4.5. Hasil pengamatan TRES yang dilakukan di Farmasi 5 ......................................... 90
4.6. Mekanisme Asma .................................................................................................. 133
4.7. Cara Pakai MDI..................................................................................................... 139

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 x


Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman
1. Etiket Obat RSUD Sidoarjo .................................................................................. 351
2. Daftar Obat Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor di RSUD Sidoarjo .............. 352
3. Resep Rawat Inap .................................................................................................. 353
4. Tabel Skrining Resep ............................................................................................ 354
5. Daftar Obat High Alert .......................................................................................... 355
6. Penataan Obat Bpjs Di Gudang Farmasi Sesuai Alphabets .................................. 356
7. Penataan Obat Umum atau Reguler ...................................................................... 357
8. Penyimpanan B3 Diberi MSDS ............................................................................ 358
9. Lemari Pendingin Penyimpanan Obat & Alat Pengukur Suhu Ruang Dan
Kelembaban Di Gudang Farmasi .......................................................................... 359
10. Penyimpanan Insulin di Lemari ES....................................................................... 360
11. Tabel Pemantauan Suhu Ruang ............................................................................ 361
12. Penyimpanan Obat Berdasarkan Bentuk Sediaan Krim, Injeksi,Sirup, Sirup
Kering Dan Alat Kesehatan .................................................................................. 362
13. Emergency Kit ...................................................................................................... 364
14. Copy Resep Rawat Jalan ....................................................................................... 365
15. Penataan dan Pelabelan Sediaan High Alert ......................................................... 366
16. Penataan dan Pelabelan Sediaan Lasa (Look Alike Sound Alike) .......................... 366

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 xi


Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

DAFTAR SINGKATAN

AIDS : Acquired Immunodeficiency Syndrome


ARV : Anti Retroviral Virus
APD : Alat Pelindung Diri
BBK : Bukti Barang Keluar
BLU : Badan Layanan Umum
BLUD : BadanLayananUmum Daerah
BPOM : Badan Pengawas Obat dan Makanan
BPJS :Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
CSSD : Central Sterile Supply Departement
CoA : Certificate of Analysis
DORS : Daftar Obat Rumah Sakit
DPPKA : Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan dan Aset
DPRD : Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
ED : Expired Date
EPO : Evaluasi PenggunaanObat
FEFO : First Expired First Out
FIFO : First In First Out
GFK : Gudang Farmasi
GDH : Graha Delta Husada
HCU : High Care Unit
HIV : Human immunodeficiency Virus
ICCU : Intensiv Coroner Care Unit
ICU : Intensiv Care Unit
IGD : Instalasi Gawat Darurat
IFRS : InstalasiFarmasiRumahSakit
IPIT : InstalasiPelayananIntensivTerpadu
IPAL :Instalasi Pengelolaan Air Limbah
KARS : Komisi Akreditasi Rumah Sakit
KIE : Komunikasi, Informasi, dan Edukasi.
KSO : Kerjasama Operasional
KFT : Komite Farmasi danTerapi

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 xii
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

LASA : Look Alike Sound Alike


MESO : Monitoring Efek Samping Obat
MSDS : Material Safety Data Sheet
NICU : Neonatus Intensiv Care Unit
ODDD : One Daily Dose Dispensing
OPRS : Operasional Pemeliharaan Rumah Sakit
PBF : Pabrik Besar Farmasi
PPK : Panitia Pembuat Keputusan
PKOD : Pemantauan Kadar Obat Dalam Darah
PMR :Patient Medical Record
PERBUP : Peraturan Bupati
PERDA : Peraturan Daerah
PERISTI : Perinatologi ResikoTinggi
PICU : Pediatrik Intensiv Care Unit
PIO : Pelayanan Informasi Obat
PKRS : Penyuluhan Kesehatan Rumah Sakit
PNS : Pegawai Negeri Sipil
POKJA : Kelompok Kerja
PPHP : Panitia Penerima Hasil Pekerjaan
PTO : Pemantauan Terapi Obat
PK : Patologi Klinik
PKPA : Praktek Kerja Profesi Apoteker
PBF : Pedagang Besar Farmasi
PMR : Patient Medication Report
RM : Rekam Medis
ROTD : Reaksi Obat Tidak Dikehendaki
RSU : Rumah Sakit Umum
RSUD : Rumah Sakit Umum Daerah
SDM : Sumber Daya Manusia
SIP : Surat Izin Praktek
SMF : Staf Medik Fungsional
SOP : Standar Operasional Prosedur
SOAP : Subjektif, Obyektif, Assasment, Planing

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 xiii
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

SP : Surat Pesanan
SPPH : Surat Permintaan Penawaran Harga
SPK : Surat Perintah Kerja
SPB : Surat Penyerahan Barang
TBC : Tuberkolusis
TTK : Tenaga Teknik Kefarmasian
TFT : Tim Farmasi dan Terapi
TRES : Terima, Racik, Etiket, Serah
UDD : Unit Dose Dispensing
UGD : Unit Gawat Darurat
UPF : Unit Pelayanan Farmasi
ULP : Unit Layanan Pengadaan
VK : Verlos Kamer
VVIP : Very Very Important Person
VIP : Very Important Person

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 xiv
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Praktek Kerja Profesi Apoteker


Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan merupakan salah satu unsur kesejahteraan
yang harus diwujudkan. Menurut WHO, kesehatan adalah kondisi dinamis meliputi kesehatan
jasmani, rohani, sosial dan tidak hanya terbebas dari penyakit, cacat dan kelemahan. Sehat
secara fisik dapat dicapai apabila orang tersebut tidak memiliki gangguan apapun secara
klinis.
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia no. 36 Tahun 2009, kesehatan adalah
suatu keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan
setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Salah satu sarana untuk
meningkatkan pelayanan kesehatan masyarakat tersebut adalah rumah sakit. Berdasarkan
Peraturan Menteri Kesehatan no. 72 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di
Rumah Sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan
pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap,
rawat jalan, dan gawat darurat. Pelayanan kesehatan secara paripurna meliputi promotif,
preventif, kuratif dan rehabilitatif. Pelayanan kesehatan promotif merupakan kegiatan
pelayanan kesehatan yang bersifat promosi kesehatan. Pelayanan preventif merupakan
kegiatan pencegahan terhadap suatu masalah kesehatan. Pelayanan kuratif merupakan
kegiatan pelayanan yang ditujukan untuk penyembuhan penyakit, pengurangan penderitaan
akibat penyakit, pengendalian penyakit atau pengendalian kecacatan agar kualitas penderita
dapat terjaga sebaik mungkin. Pelayanan rehabilitatif merupakan kegiatan untuk
mengembalikan bekas penderita ke dalam masyarakat sehingga dapat berfungsi lagi sebagai
anggota masyarakat yang berguna bagi dirinya sendiri dan masyarakat. Penyelenggaraan
rumah sakit bertujuan untuk (1) mempermudah akses masyarakat untuk mendapatkan
pelayanan kesehatan, (2) memberikan perlindungan terhadap keselamatan pasien, masyarakat,
lingkungan rumah sakit dan sumber daya manusia di Rumah Sakit, (3) meningkatkan mutu
dan mempertahankan standar pelayanan rumah sakit, dan (4) memberikan kepastian hukum
kepada pasien, masyarakat, dan sumber daya manusia rumah sakit.
Pelayanan kefarmasian di rumah sakit meliputi dua kegiatan, yaitu kegiatan yang
bersifat manajerial berupa pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis
pakai dan kegiatan pelayanan farmasi klinik. Kegiatan tersebut harus didukung oleh sumber

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 1


Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

daya manusia, sarana, dan peralatan. Pada pelayanan kefarmasian dalam penggunaan obat dan
alat kesehatan sangat diperlukan peran profesionalisme apoteker sebagai salah satu pelaksana
pelayanan kesehatan (Depkes RI, 2016). Pelayanan kefarmasian adalah suatu pelayanan
langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi
dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien. Hal
ini diperjelas dengan Permenkes RI No. 72 Tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian di Rumah Sakit, merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pelayanan
kesehatan rumah sakit yang berorientasi kepada pelayanan pasien, penyediaan sediaan
farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang bermutu dan terjangkau bagi
semua lapisan masyarakat termasuk pelayanan farmasi klinik. Standar pelayanan kefarmasian
adalah tolak ukur yang dipergunakan sebagai pedoman bagi tenaga kefarmasian dalam
menyelenggarakan pelayanan kefarmasian.
Apoteker sebagai tenaga kesehatan juga dituntut untuk memiliki pengetahuan,
ketrampilan, dan wawasan di bidang kefarmasian dan kesehatan, pengelolaan rumah sakit
dengan sistem manajemen yang baik, serta perilakunya dalam melaksanakan komunikasi,
pemberian informasi, edukasi sehingga mendukung tercapainya penggunaan obat yang benar,
aman, dan rasional. Selain itu apoteker juga dituntut untuk selalu meningkatkan pengetahuan
dan ketrampilannya agar mampu berkomunikasi dengan tenaga kesehatan lain secara aktif,
berinteraksi langsung dengan pasien di samping menerapkan keilmuannya di bidang farmasi.
Bentuk interaksi tersebut antara lain adalah melaksanakan komunikasi, informasi, dan edukasi
(KIE) mengenai indikasi, dosis, aturan pakai, efek samping, cara penyimpanan obat, dan
monitoring penggunaan obat untuk mengetahui tujuan akhirnya sesuai harapan, serta hal-hal
lain untuk mendukung penggunaan obat yang benar dan rasional sehingga kejadian kesalahan
pengobatan (medication error) dapat dihindari.
Menyadari pentingnya peran dan tanggung jawab dari seorang apoteker, maka sebagai
seorang apoteker harus memiliki bekal ilmu pengetahuan, dan keterampilan yang cukup di
bidang kefarmasian baik dalam teori maupun prakteknya. Melalui Praktek Kerja Profesi
Apoteker di Rumah Sakit inilah gambaran nyata pembekalan, dan pengalaman dapat
diperoleh bagi para calon apoteker. Dengan berbekal pengetahuan, keterampilan, dan
pengalaman pelaksanaan pengelolaan Rumah Sakit maka seorang calon apoteker kelak dapat
berperan aktif dan peran aktifnya dapat dirasakan oleh masyarakat sebagai seorang apoteker
yang berhubungan langsung dengan masyarakat. Dapat disimpulkan bahwa apoteker memiliki
peran yang sangat besar dalam pelayanan di Rumah Sakit. Mengingat semakin luas dan

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 2


Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

kompleksnya peran farmasi di rumah sakit, maka mahasiswa pendidikan Program Kerja
Profesi Apoteker (PKPA) sebagai calon apoteker harus memiliki pengalaman sebagai bekal
untuk terjun langsung dalam menjalankan praktek keprofesian. Salah satu rangkaian kegiatan
pendidikan Program Studi Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Katolik Widya
Mandala Surabaya ini adalah dengan mengikuti PKPA yang dilaksanakan pada tanggal 01
Maret – 30 April 2018 di RSUD Kabupaten Sidoarjo. Mahasiswa diharapkan dapat
memperoleh pengalaman dan memperdalam pengetahuannya selama proses PKPA yang
berlangsung di RSUD Kabupaten Sidoarjo.

1.2. Tujuan Kegiatan Praktek Kerja Profesi Apoteker


Tujuan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di rumah sakit yaitu:
1. Meningkatkan pemahaman calon apoteker tentang peran, fungsi, posisi dan
tanggung jawab apoteker dalam pelayanan kefarmasian di rumah sakit;
2. Membekali calon apoteker agar memiliki wawasan, pengetahuan, ketrampilan, dan
pengalaman praktis untuk melakukan pekerjaan kefarmasian di rumah sakit;
3. Memberi kesempatan kepada calon apoteker untuk melihat dan mempelajari strategi
dan kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan dalam rangka pengembangan praktek
farmasi komunitas di rumah sakit;
4. Mempersiapkan calon apoteker dalam memasuki dunia kerja sebagai tenaga farmasi
yang profesional.

1.3. Manfaat Kegiatan Praktek Kerja Profesi Apoteker


Manfaat Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di rumah sakit yaitu:
1. Mengetahui, memahami tugas dan tanggung jawab apoteker dalam menjalankan
pekerjaan kefarmasian di rumah sakit;
2. Mendapatkan pengalaman praktis mengenai pekerjaan kefarmasian di rumah sakit;
3. Mendapatkan pengetahuan manajemen praktis di rumah sakit;
4. Meningkatkan rasa percaya diri untuk menjadi apoteker yang profesional.

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 3


Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Rumah Sakit


2.1.1. Definisi Rumah Sakit
Berdasarkan Permenkes Nomor 72 Tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian di Rumah Sakit, Rumah Sakit didefinisikan institusi pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan
pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Rumah Sakit merupakan institusi
pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara
paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.

2.1.2. Pengertian Visi dan Misi Rumah Sakit


Visi dan Misi didefinisikan sebagai statement yang merupakan sarana untuk
mengkomunikasikan suatu sikap, etos, dan budaya kerja yang nantinya diterapkan oleh setiap
personalia dengan harapan dapat mencapai tujuan organisasi yang diharapkan.
Mengembangkan suatu visi dan misi merupakan sebuah langkah awal dalam perencanaan
stratejik yang terkait dengan pencapaian tujuan organisasi dimasa yang akan datang (Darbi,
2012).
Menurut David (2011), sebuah visi dijelaskan secara singkat mengenai gambaran
sistem yang ditujunya, dikarenakan perubahan ilmu serta situasi yang tidak dapat diprediksi
selama masa yang panjang tersebut, visi adalah proses awal dalam pengembangan sebuah
misi rumah sakit dengan kata lain visi adalah suatu harapan yang ingin dicapai suatu rumah
sakit atau kedepannya. Misi merupakan suatu statement tentang apa yang dapat dilakukan
mengenai tugas yang diemban untuk mencapai visi.

2.1.3. Tugas Pokok dan Fungsi Rumah Sakit


Rumah Sakit mempunyai misi memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu dan
terjangkau oleh masyarakat dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Tugas
rumah sakit adalah memberikan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna.
Berdasarkan Undang-Undang No. 44 Tahun 2009 pasal 4 Tentang Rumah Sakit, untuk
menjalankan tugas Rumas Sakit mempunyai fungsi antara lain :

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 4


Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

a. penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai dengan


standar pelayanan rumah sakit;
b. pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan kesehatan
yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis;
c. penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam rangka
peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan; dan
d. penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi bidang
kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan memperhatikan
etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan.

2.1.4. Klasifikasi Rumah Sakit


Berdasarkan Permenkes RI No. 56 tahun 2014 tentang, klasifikasi rumah sakit adalah
pengelompokkan kelas rumah sakit didasarkan pada pelayanan, sumber daya manusia,
peralatan, bangunan, dan prasarana. Bangunan dan prasarana rumah sakit yang dimaksud
harus memenuhi persyaratan tata bangunan dan lingkungan serta persyaratan keadaan
bangunan dan prasarana rumah sakit. Setiap rumah sakit wajib mendapatkan penetapan kelas
dari Menteri, serta rumah sakit dapat ditingkatkan kelasnya setelah lulus tahapan pelayanan
akreditasi kelas di bawahnya. Berdasarkan jenis pelayanannya, klasifikasi rumah sakit terdiri
dari rumah sakit umum dan rumah sakit khusus sedangkan berdasarkan pengelolaannya
klasifikasi rumah sakit dapat dibagi menjadi rumah sakit publik dan rumah sakit privat.
Pernyataan tersebut juga didukung oleh UU RI No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit.
1. Klasifikasi Rumah Sakit Umum;
a. Rumah sakit umum kelas A
Rumah sakit ini harus memiliki fasilitas dan kemampuan pelayanan paling sedikit
terdiri dari pelayanan medik, kefarmasian, keperawatan dan kebidanan, penunjang klinik,
penunjang nonklinik, dan pelayanan rawat inap. Pelayanan medik yang dimaksud paling
sedikit terdiri dari pelayanan gawat darurat, pelayanan medik spesialis dasar, pelayanan medik
spesialis penunjang, pelayanan medik spesialis lain, pelayanan medik subspesialis, dan
pelayanan medik spesialis gigi dan mulut. Sumber daya manusia Rumah Sakit Umum kelas A
terdiri dari Tenaga medis; Tenaga kefarmasian; Tenaga keperawatan; Tenaga kesehatan
lain;Tenaga non-kesehatan. Selain itu, peralatan Rumah Sakit Umum Kelas A harus
memenuhi standar sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yakni paling

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 5


Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

sedikit terdiri dari peralatan medis untuk instalasi gawat darurat, rawat jalan, rawat inap,
rawat intensif, rawat operasi, persalinan, radiologi, laboratorium klinik, pelayanan darah,
rehabilitasi medik, farmasi, instalasi gizi, dan kamar jenazah.
b. Rumah sakit umum kelas B
Rumah sakit ini harus mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan paling sedikit
meliputi pelayanan medik, kefarmasian, keperawatan dan kebidanan, penunjang klinik,
penunjang nonklinik, dan pelayanan rawat inap. Pelayanan medik yang dimaksud paling
sedikit terdiri dari pelayanan gawat darurat, pelayanan medik spesialis dasar, pelayanan medik
spesialis penunjang, pelayanan medik spesialis lain, pelayanan medik subspesialis, dan
pelayanan medik spesialis gigi dan mulut. Sumber daya manusia Rumah Sakit Umum kelas B
terdiri dari Tenaga medis; Tenaga kefarmasian; Tenaga keperawatan; Tenaga kesehatan lain;
Tenaga nonkesehatan. Peralatan Rumah Sakit Umum kelas B paling sedikit terdiri dari
peralatan medis untuk instalasi gawat darurat, rawat jalan, rawat inap, rawat intensif, rawat
operasi, persalinan, radiologi, laboratorium klinik, pelayanan darah, rehabilitasi medik,
farmasi, instalasi gizi, dan kamar jenazah.
c. Rumah sakit umum kelas C
Rumah sakit ini harus mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan paling sedikit
pelayanan medik, kefarmasian, keperawatan dan kebidanan, penunjang klinik, penunjang non
klinik, dan pelayanan rawat inap. Sedangkan pelayanan medik yang dimaksud paling sedikit
terdiri dari pelayanan gawat darurat, pelayanan medik umum, spesialis dasar, pelayanan
medik spesialis penunjang, pelayanan medik spesialis lain, pelayanan medik subspesialis, dan
pelayanan medik spesialis gigi dan mulut. Sumber daya manusia Rumah Sakit Umum kelas C
terdiri dari Tenaga medis; Tenaga kefarmasian; Tenaga keperawatan; Tenaga kesehatan lain;
Tenaga nonkesehatan.
d. Rumah sakit umum kelas D
Rumah sakit ini harus mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan paling sedikit
pelayanan medik, kefarmasian, keperawatan dan kebidanan, penunjang klinik, penunjang
nonklinik, dan pelayanan rawat inap. Pelayanan medik yang dimaksud paling sedikit terdiri
dari pelayanan gawat darurat, pelayanan medik umum, pelayanan medik spesialis dasar, dan
pelayanan medik spesialis penunjang. Sumber daya manusia Rumah Sakit Umum kelas D
terdiri dari Tenaga medis; Tenaga kefarmasian; Tenaga keperawatan; Tenaga kesehatan lain;
Tenaga nonkesehatan.

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 6


Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

e. Rumah sakit umum kelas D Pratama


Rumah sakit ini didirikan dan diselenggarakan untuk menjamin ketersediaan dan
meningkatkan aksesibilitas masyarakat terhadap pelayanan kesehatan tingkat kedua. Rumah
Sakit ini hanya dapat didirikan dan diselenggarakan di daerah tertinggal, perbatasan, atau
kepulauan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
2. Rumah Sakit Khusus
Rumah sakit khusus bertujuan untuk memberikan pelayanan utama pada satu bidang atau
satu jenis penyakit tertentu berdasarkan disiplin ilmu, golongan umur, organ, jenis penyakit
atau kekhususan lainnya. Rumah Sakit Khusus hanya dapat menyelenggarakan pelayanan
kesehatan sesuai bidang kekhususannya dan bidang lain yang menunjang kekhususan tersebut
yang meliputi rumah sakit khusus Ibu dan anak, Mata, Otak, Gigi dan mulut, Kanker, Jantung
dan pembuluh darah, Jiwa, Infeksi, Paru, Telinga-hidung tenggorokan, bedah, Ketergantungan
obat; dan, Ginjal.
3. Rumah Sakit Privat dan Rumah Sakit Publik
Rumah sakit privat dikelola oleh badan hukum dengan tujuan profit yang berbentuk
Perseroan Terbatas atau Persero. Sedangkan, rumah sakit publik dikelola oleh pemerintah,
pemerintah daerah, dan badan hukum yang bersifat nirlaba. Selain itu, ada rumah sakit
pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan dan penelitian secara terpadu dalam bidang
pendidikan profesi kedokteran, pendidikan kedokteran berkelanjutan, dan pendidikan tenaga
kesehatan lainnya. Berdasarkan kepemilikannya, menurut Siregar dan Amalia (2004), rumah
sakit dapat dibedakan menjadi rumah sakit pemerintah dan rumah sakit swasta. Contoh dari
rumah sakit pemerintah adalah RSU Pusat, RSU Daerah, RS Kepolisian, RS Angkatan Darat,
RS Angkatan Laut, RS Udara, dan RS Pertamina. Selain itu, berdasarkan fasilitas yang
dimiliki, rumah sakit swasta dapat dibedakan menjadi rumah sakit swasta tipe utama, rumah
sakit swasta tipe madya dan rumah sakit swasta tipe pratama. Rumah sakit swasta tipe utama,
memiliki fasilitas pelayanan umum, spesialis dan subspesialis yang setara dengan RSU tipe B,
dimungkinkan menjadi rumah sakit pendidikan tertentu berdasarkan Memorandum of
Understanding (MoU) dengan rumah sakit pemerintah atau rumah sakit luar negeri. Rumah
sakit swasta tipe madya hanya memiliki fasilitas pelayanan umum, 4 spesialis dasar yang
setara dengan RSU tipe B. Rumah sakit swasta tipe pratama memiliki fasilitas pelayanan
umum yang setara dengan RSU tipe C.

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 7


Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

2.1.5. Badan Layanan Umum (BLU)


Menurut Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan
Badan Layanan Umum yang dimaksud dengan Badan Layanan Umum (BLU) adalah instansi
di lingkungan pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat
berupa penyediaan barang dan atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan
dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas. BLU
bertujuan untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan
kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa dengan memberikan fleksibilitas
dalam pengelolaan keuangan berdasarkan prinsip ekonomi dan produktivitas, dan penerapan
praktek bisnis yang sehat.

2.1.6. Struktur Organisasi Rumah Sakit


Struktur organisasi paling sedikit terdiri atas Kepala Rumah Sakit atau Direktur
Rumah Sakit, unsur pelayanan medis, unsur keperawatan, unsur penunjang medis, komite
medis, satuan pemeriksaan internal, serta administrasi umum dan keuangan (Menkes RI,
2010). Struktur organisasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1045 tahun 2006
tentang Pedoman Organisasi Rumah Sakit di Lingkungan Departemen Kesehatan berbeda-
beda untuk setiap kelas rumah sakit, yaitu :
a. RSU Kelas A : dipimpin oleh seorang Direktur Utama yang membawahi paling banyak 4
direktorat. Setiap direktorat terdiri dari paling banyak 3 bidang yang masing-masing
terdiri dari paling banyak 3 seksi atau bila yang dibawahi Direktorat adalah bagian maka
di bawahnya lagi adalah subbagian;
b. RSU Kelas B Pendidikan : dipimpin seorang direktur utama yang membawahi paling
banyak 3 direktorat. Tiap direktorat membawahi paling banyak 3 bidang/bagian. Masing–
masing bidang terdiri dari paling banyak 3 seksi dan masing-masing bagian terdiri dari
paling banyak 3 subbagian;
c. RSU Kelas B Non-pendidikan : dikepalai oleh seorang direktur utama yang membawahi
paling banyak 2 direktorat. Setiap direktorat memiliki paling banyak 3 bidang/bagian.
Tiap bidang terdiri dari paling banyak 3 seksi atau tiap bagian terdiri dari paling banyak 3
subbagian;

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 8


Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

d. RSU Kelas C : dipimpin seorang direktur yang membawahi paling banyak 2 bidang dan 1
bagian. Setiap bidang terdiri dari paling banyak 3 seksi dan setiap bagian terdiri dari
paling banyak 3 subbagian;
e. RSU Kelas D : dipimpin oleh seorang direktur yang membawahi 2 seksi dan 3 subbagian;
f. RS Khusus Kelas A : dipimpin oleh seorang direktur utama yang membawahi paling
banyak 4 direktorat. Setiap direktorat terdiri dari paling banyak 3 bidang/bagian. Masing-
masing bidang terdiri dari 3 seksi atau masing-masing bagian terdiri dari 3 sub bagian;
g. RS Khusus Kelas B : dipimpin seorang direktur utama yang membawahi 2 direktorat.
Setiap direktorat membawahi 2 bagian/bidang. Tiap bidang terdiri dari paling banyak 3
Seksi atau tiap bagian terdiri dari paling banyak 3 subbagian;
h. RS Khusus Kelas C : dipimpin seorang direktur yang membawahi 2 seksi dan 3
subbagian (Menkes RI, 2006).
Unit-unit non struktural terdiri dari satuan pengawas intern, komite dan instalasi.
Satuan pengawas intern adalah satuan kerja fungsional yang bertugas melaksanakan
pengawasan intern rumah sakit. Komite adalah wadah non struktural yang terdiri dari tenaga
ahli atau profesi dibentuk untuk memberikan pertimbangan strategis kepada pimpinan rumah
sakit dalam rangka peningkatan dan pengembangan pelayanan rumah sakit. Pembentukannya
juga ditetapkan oleh pimpinan rumah sakit sesuai kebutuhan rumah sakit, sekurang-kurangnya
terdiri dari komite medik dan komite etik dan hukum. Satuan pengawas intern dan komite
sama-sama berada di bawah dan bertanggung jawab langsung terhadap pimpinan rumah sakit.
Komite dipimpin seorang ketua yang diangkat dan diberhentikan oleh pemimpin rumah sakit
setelah mendapat persetujuan Direktur Jenderal Bina Pelayanan Medik (Menkes RI, 2006).
Instalasi Farmasi adalah unit pelaksana fungsional yang menyelenggarakan seluruh
kegiatan pelayanan kefarmasian di Rumah Sakit. Pembentukannya ditetapkan oleh pimpinan
rumah sakit sesuai kebutuhan rumah sakit di mana instalasi dipimpin seorang kepala yang
diangkat dan diberhentikan oleh pimpinan rumah sakit. Kepala instalasi dalam melaksanakan
tugasnya dibantu oleh tenaga-tenaga fungsional medis dan atau non medis. Pembentukan dan
perubahan jumlah dan jenis instalasi dilaporkan secara tertulis kepada Direktur Jenderal Bina
Pelayanan Medik (Menkes RI, 2016).

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 9


Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

2.1.7. Akreditasi Rumah Sakit


Menurut Permenkes No. 012 tahun 2012 tentang Akreditasi Rumah Sakit, Akreditasi
Rumah Sakit, selanjutnya disebut Akreditasi, adalah pengakuan terhadap Rumah Sakit yang
diberikan oleh lembaga independen penyelenggara Akreditasi yang ditetapkan oleh Menteri,
setelah dinilai bahwa Rumah Sakit itu memenuhi Standar Pelayanan Rumah Sakit yang
berlaku untuk meningkatkan mutu pelayanan Rumah Sakit secara berkesinambungan. Standar
Pelayanan Rumah Sakit adalah semua standar pelayanan yang berlaku di Rumah Sakit antara
lain standar prosedur operasional, standar pelayanan medis, dan standar asuhan keperawatan.
Akreditasi bertujuan untuk :
1. Meningkatkan mutu pelayanan Rumah Sakit
2. Meningkatkan keselamatan pasien Rumah Sakit
3. Meningkatkan perlindungan bagi pasien, masyarakat, sumber daya manusia Rumah Sakit
dan Rumah Sakit sebagai institusi
4. Mendukung program Pemerintah di bidang kesehatan
Dalam upaya peningkatan mutu pelayanan Rumah Sakit, dilakukan Akreditasi. Akreditasi
terdiri dari Akreditasi nasional dan Akreditasi internasional. Dalam upaya meningkatkan daya
saing, Rumah Sakit dapat mengikuti Akreditasi internasional sesuai kemampuan. Rumah
Sakit yang akan mengikuti Akreditasi internasional harus sudah mendapatkan status
Akreditasi nasional. Bagi Rumah Sakit yang telah mendapatkan status Akreditasi nasional
maupun Akreditasi internasional, harus sudah mendapatkan status Akreditasi yang baru
sebelum masa berlaku status Akreditasi sebelumnya berakhir. Setiap Rumah Sakit baru yang
telah memperoleh izin operasional dan beroperasi sekurang kurangnya 2 tahun wajib
mengajukan permohonan Akreditasi. Penyelenggaraan Akreditasi nasional meliputi persiapan
Akreditasi, bimbingan Akreditasi, pelaksanaan Akreditasi dan kegiatan pasca Akreditasi.
1. Persiapan Akreditasi
Persiapan Akreditasi antara lain meliputi pemenuhan standar dan penilaian mandiri (self
assessment). Penilaian mandiri (self assesment) merupakan proses penilaian penerapan
Standar Pelayanan Rumah Sakit dengan menggunakan Instrumen Akreditasi. Penilaian
mandiri (self assesment) bertujuan untuk mengukur kesiapan dan kemampuan Rumah Sakit
dalam rangka survei Akreditasi. Penilaian mandiri (self assesment) dilakukan oleh Rumah
Sakit yang akan menjalani proses Akreditasi.

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 10


Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

2. Bimbingan Akreditasi
Merupakan proses pembinaan Rumah Sakit dalam rangka meningkatkan kinerja dalam
mempersiapkan survei Akreditasi. Bimbingan Akreditasi dilakukan oleh pembimbing
Akreditasi dari lembaga independen pelaksana Akreditasi yang akan melakukan Akreditasi.
Pembimbing Akreditasi merupakan tenaga kesehatan yang memiliki kompetensi dan
kewenangan dalam membimbing Rumah Sakit untuk mempersiapkan Akreditasi.
3. Pelaksanaan Akreditasi
Meliputi survei Akreditasi dan penetapan status Akreditasi.
 Survei Akreditasi merupakan penilaian untuk mengukur pencapaian dan cara
penerapan Standar Pelayanan Rumah Sakit. Survei dilakukan oleh tim survei
Akreditasi dari lembaga independen pelaksana Akreditasi. Tim survei (surveior)
Akreditasi merupakan tenaga kesehatan yang memiliki kompetensi dan kewenangan
dalam bidang Akreditasi untuk melaksanakan survey Akreditasi.
 Penetapan status Akreditasi nasional dilakukan oleh lembaga independen pelaksana
Akreditasi berdasarkan rekomendasi dari surveior Akreditasi. Selain memberikan
rekomendasi penetapan status Akreditasi nasional, surveior Akreditasi harus
memberikan rekomendasi perbaikan-perbaikan yang harus dilakukan oleh Rumah
Sakit untuk pemenuhan Standar Pelayanan Rumah Sakit. Rumah Sakit yang telah
mendapatkan status Akreditasi nasional diwajibkan membuat perencanaan perbaikan
strategis sesuai dengan rekomendasi surveior untuk memenuhi Standar Pelayanan
Rumah Sakit yang belum tercapai.
Lembaga independen pelaksana Akreditasi dan Rumah Sakit wajib menginformasikan
status Akreditasi nasional kepada publik. Rumah Sakit yang telah mendapatkan status
Akreditasi nasional dapat mencantumkan kata “terakreditasi nasional” di bawah atau
dibelakang nama Rumah Sakitnya dengan huruf lebih kecil dan mencantumkan nama lembaga
independen penyelenggara akreditasi yang mengakreditasi, masa berlaku status Akreditasinya
serta mencantumkan lingkup/tingkatan Akreditasinya.
4. Kegiatan pasca Akreditasi dilakukan dalam bentuk survei verifikasi.
Survei verifikasi hanya dapat dilakukan oleh lembaga independen pelaksana Akreditasi
yang melakukan penetapan status Akreditasi terhadap Rumah Sakit. Survei verifikasi
bertujuan untuk mempertahankan dan/atau meningkatkan mutu pelayanan Rumah Sakit sesuai
dengan rekomendasi dari surveior. Pelaksanaan kegiatan pasca akreditasi diatur oleh lembaga

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 11


Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

independen pelaksana Akreditasi. Rumah sakit yang telah mendapatkan status Akreditasi
internasional wajib melaporkan status Akreditasinya kepada Menteri.
Akreditasi internasional hanya dapat dilakukan oleh lembaga independen
penyelenggara akreditasi yang sudah terakreditasi oleh International Society for Quality in
Health Care (ISQua). Rumah Sakit yang telah mendapatkan status akreditasi internasional
dapat mencantumkan kata “terakreditasi internasional” di bawah atau di belakang nama
Rumah Sakitnya dengan huruf lebih kecil dan mencantumkan nama lembaga independen
penyelenggara akreditasi yang mengakreditasinya, masa berlaku status akreditasinya serta
mencantumkan lingkup/tingkatan akreditasinya.

2.2. Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS)


2.2.1. Definisi IFRS
IFRS di rumah sakit yang dipimpin oleh seorang apoteker dan dibantu oleh beberapa
orang apoteker dan Tenaga Teknik Kefarmasian (TTK) yang memenuhi persyaratan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. IFRS merupakan tempat atau fasilitas penyelenggaraan
yang bertanggung jawab atas seluruh pekerjaan serta pelayanan kefarmasian yang terdiri atas
pelayanan paripurna, mencakup perencanaan, pengadaan, produksi, penyimpanan perbekalan
kesehatan, dispensing obat, pengendalian mutu dan pengendalian distribusi dan penggunaan
seluruh perbekalan kesehatan di rumah sakit serta pelayanan farmasi klinik (Menkes RI,
2016).

2.2.2. Tugas IFRS


Menurut Permenkes Nomor 72 tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di
Rumah Sakit, tugas unit pelayanan farmasi yaitu:
a. menyelenggarakan, mengkoordinasikan, mengatur dan mengawasi seluruh kegiatan
pelayanan farmasi klinis yang optimal dan profesional serta sesuai prosedur dan etik
profesi;
b. melaksanakan pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis
pakai yang efektif, aman, bermutu dan efisien;
c. melaksanakan pengkajian dan pemantauan penggunaan sediaan farmasi, alat
kesehatan, dan bahan medis habis pakai guna memaksimalkan efek terapi dan
keamanan serta meminimalkan risiko;

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 12


Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

d. melaksanakan Komunikasi, Edukasi dan Informasi (KIE) serta memberikan


rekomendasi kepada dokter, perawat dan pasien;
e. berperan aktif dalam Tim Farmasi dan Terapi;
f. melaksanakan pendidikan dan pelatihan serta pengembangan pelayanan farmasi klinis;
g. memfasilitasi dan mendorong tersusunnya standar pengobatan dan formularium rumah
sakit.

2.3. Rumah Sakit Umum Daerah Sidooarjo (RSUD)


2.3.1.Sejarah RSUD Kabupaten Sidoarjo
RSUD Kabupaten Sidoarjo adalah Rumah Sakit Pemerintah Daerah Sidoarjo Tipe B
Pendidikan yang dibentuk dengan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
478/Menkes/SK/1997 dan Peraturan Daerah Nomor 11/1998. Sejarah berdirinya RSUD
Kabupaten Sidoarjo pada tahun 1956 yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah oleh DPRD
Swantantra TK II Sidoarjo tentang pemakaian Rumah Sakit, lalu pada tahun 1959, ditetapkan
dengan Peraturan Daerah oleh DPRD Swantantra TK II Sidoarjo tentang Pemakaian Rumah
Sakit Umum Daerah. RSUD Kabupaten Sidoarjo pada tahun 1972 pindah ke Jalan Majapahit
No. 667, Sidoarjo hingga sampai saat ini dan terus berkembang. Pada tahun 1979 diakui oleh
Menteri Kesehatan sebagai Rumah Sakit kelas D UPT Dinas Kesehatan dan Tahap I
pembangunan ruang Paviliun dengan kapasitas 39 tempat tidur. Tahun 1983 dengan Perda
No. 20/1983 menjadi RSUD kelas C sebagai unit pelaksana Daerah. Dalam perkembangannya
RSUD Kabupaten Sidoarjo mengalami pembenahan pembangunan fisik, peningkatan kelas
dan pelayanan.
Pada tahun 1998, Rumah Sakit Umum Daerah menjadi Rumah Sakit Umum Daerah
tipe B non pendidikan dengan Surat Keputusan Menteri Kesehatan No. 478/Menkes/SK/1997
dan Peraturan Daerah No. 11/1998, pada tahun yang sama RSUD menjalankan proses uji coba
menjadi unit Swadana yang kemudian menjadi Unit Swadana Daerah pada tahun 1999.
RSUD Kabupaten Sidoarjo menjadi Rumah Sakit Umum Daerah B Pendidikan pada tahun
2013 dengan Surat Keputusan Menteri Kesehatan No.HK.02.03/I/1889/2013 yang merupakan
milik Pemerintah Daerah Kabupaten Sidoarjo, Teknis Fungsional di bawah Dinas Kesehatan
dan Teknis Operasional di bawah Bupati. Pada tahun 2002, pembangunan paviliun kelas
utama Anggrek sebanyak 18 kamar dan tahun 2003 pembangunan gedung poli spesialis

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 13


Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

(laboratorium klinik dan farmasi), serta tahun 2004 dilaksanakan pembangunan gedung IGD
dan VK bersalin dan dilanjutkan pembangunan gedung CSSD dan hemodialisis.
Banyaknya tuntutan pelayanan maka pembangunan terus dilaksanakan yaitu pada
tahun 2006 dilaksanakan pembangunan instalasi gizi dan dilanjutkan dengan pembangunan
ruang perawatan kelas III, IPAL, gedung IPS dan kamar jenazah. Dilaksanakan pembangunan
gedung rawat jalan, radiologi dan peristi pada tahun 2007, pembangunan gedung ruang rawat
inap kelas 2 dengan gedung laundry pada tahun 2008, pembangunan gedung ruang perawatan
kelas I, II dan gedung Instalasi Pelayanan Intensif Terpadu (IPIT) pada tahun 2009,
pembangunan poli eksekutif pada tahun 2011, dan pembangunan gedung Graha Delta Husada
yang merupakan gedung rawat inap eksekutif pada tahun 2014 dan diresmikan pada tahun
2016.

2.3.2. Struktur Organisasi RSUD Kabupaten Sidoarjo


Berdasarkan Surat Keputusan Bupati Sidoarjo Nomor 188/1229/404.1.1.2/2008 tanggal 8
September tentang Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Sidoarjo

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 14


Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

DIREKTUR

SATUAN PENGAWAS KOMITE MEDIK


INTERN

WADIR PELAYANAN WADIR UMUM & WADIR PERENCANAAN


KEUANGAN PENDIDIKAN

KABID KABID KABID KABAG KABAG KABAG KABAG SDM


PELAYA PENUNJA PELAYAN UMUM KEUANG PERENC DAN
NAN NG MEDIS AN AN ANAAN & PENDIDIKA
MEDIS DAN NON KEPERAW PEMASA N
MEDIS ATAN RAN PELATIHAN

KASI KASI KASI KASUB KASUBAG KASUBA KASUBAG


PELAYA PENUNJA PELAYAN AG TU ANGGAR G Adm SDM
NAN RI NG MEDIS AN & RT AN & PERENC
KEPERAW BELANJA ANAAN
ATAN RI .

KASI KASI KASI KASUB KASUBAG KASUBA KASUBAG


PELAYA PENUNJA PELAYAN AG PENDAPA G Pengembanga
NAN RI NG NON AN PERLE TAN EVALUA n SDM
& MEDIS KEPERAW NGKAP SI &
KHUSUS ATAN PJ & AN PELAPO
KHUSUS RAN

KASUB KASUBAG KASUBA KASUBAG


AG AKUTANS G Pendidikan
HUKUM I& PEMASA PENELITIAN
& VERIFIKA RAN
HUMAS SI

Gambar 2.1. Struktur Organisasi RSUD Kabupaten Sidoarjo

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 15


Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

STRUKTUR ORGANISASI INSTALASI FARMASI


DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN SIDOARJO
Berdasarkan Keputusan Direktur RSUD Kabupaten Sidoarjo
No: 188/154/404.6.8/2017
Tanggal 15 Juli 2015
Direktur

Wakil Direktur
Pelayanan

Komite Farmasi Kepala


& Terapi Instalasi
farmasi
Administras
i

Koordinator Koordinator Koordinator Koordinator Koordinator Koordinator


Gudang Produksi Pelayanan Pelayanan Mutu Farmasi
Farmasi Farmasi Farmasi Farmasi Farmasi Klinik
Rawat Inap Rawat Jalan
Penerimaa Produksi dan Bedah dan Khusus Mutu Ward
n Steril Terpadu Pelayanan Farklin
Farmasi
Yanfar Yanfar
Penyimpa Produksi Konseling
Rawat Rawat
nan Non Steril Mutu
Inap Jalan
SDM
Farmasi Yanfar Farmasi
Distribu Bedah IGD
PIO
si Mutu
Terpadu
Fasilitas
Farmasi Floorstock Farmasi
CathLab dan
Hemodiali
sa
Gambar 2.2 Struktur Organisasi Instalasi Farmasi RSUD Sidoarjo
Keterangan:
a. Kepala instalasi bertanggung jawab untuk mengorganisir dan mengarahkan seluruh
kegiatan dan bertanggung jawab kepada Kepala Bidang Penunjang Medik dan Non
Medik terhadap kelancaran tugas Instalasi Farmasi

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 16


Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

b. Koordinator Gudang Farmasi bertanggung jawab untuk mengarahkan seluruh kegiatan


pemilihan, perencanaan, penerimaan, penyimpanan dan pendistribusian perbekalan
farmasi ke unit-unit yang membutuhkan di RSUD Sidoarjo berdasarkan aturan-aturan
yang berlaku dan etika profesi, serta bertanggung jawab kepada Kepala IFRS terhadap
kelancaran tugas pada bagian Sub Unit Perlengkapan/Logistik Farmasi.
c. Koordinator Pelayanan Farmasi Rawat Jalan dan Khusus mengorganisir dan
mengarahkan seluruh kegiatan Distribusi Perbekalan Farmasi baik dengan peresepan
untuk pelayanan pasien rawat jalan, rawat inap, IGD serta non peresepan (floor stock) di
RSUD berdasarkan aturan-aturan yang berlaku dan etika profesi dan bertanggung jawab
kepada Kepala Instalasi Farmasi terhadap kelancaran tugas pada bagian Pelayanan
Distribusi Perbekalan Farmasi
d. Koordinator Farmasi Klinik bertanggung jawab untuk mengelola dan mengarahkan
seluruh kegiatan asuhan kefarmasian (pharmaceutical care) kepada pasien rawat jalan
dan rawat inap, memantau terapi pasien rawat inap, melakukan pelayanan informasi obat
(PIO), konsultasi obat dan bertanggung jawab kepada Kepala Instalasi Farmasi terhadap
kelancaran tugas bagian Farmasi Klinik
e. Koordinator Mutu Farmasi bertanggung jawab untuk mengorganisir dan mengarahkan
seluruh kegiatan/pelaksanaan dan peningkatan mutu pelayanan farmasi serta seluruh
kegiatan/pelaksanaan pendidikan, pelatihan dan penelitian dibidang Farmasi, baik bagi
petugas farmasi maupun siswa wajib latih dari institusi pendidikan yang bekerja sama
dengan pihak Rumah Sakit dan bertanggung jawab kepada Kepala Instalasi Farmasi
f. Koordinator Produksi Farmasi bertanggung jawab, mengorganisir dan mengarahkan
pembuatan sediaan farmasi baik steril maupun non-steril dan pengemasan ulang
(repacking).

2.3.3. Visi Misi RSUD Sidoarjo


Visi
Menjadi Rumah Sakit yang terakreditasi internasional dalam Pelayanan, Pendidikan dan
Penelitian.
Misi
1. Mewujudkan pelayanan yang berkualitas dan terakreditasi dengan mengutamakan
keselamatan pasien serta kepuasan pelanggan

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 17


Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

2. Menyelenggarakan pendidikan pelatihan dan penelitian kesehatan yang bermutu dan


beretika untuk menunjang pelayanan
3. Mewujudkan tata kelola rumah sakit yang profesional, integritas dan beretika.

2.3.4 Akreditasi RSUD Sidoarjo


Akreditasi Rumah sakit diselenggarakan oleh KARS (Komisi Akreditasi Rumah
Sakit) merupakan lembaga resmi yang ditunjuk dan berwenang untuk melakukan survei
verifikasi dan survei akreditasi, untuk selanjutnya memutuskan predikat akreditasi yang tepat
untuk suatu Rumah Sakit. Sebagai lembaga independen pelaksana akreditasi rumah sakit yang
bersifat fungsional dan nonstruktural, KARS bertanggung jawab kepada Menteri Kesehatan
RI. Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kabupaten Sidoarjo, memperoleh sertifikat sebagai
rumah sakit dengan predikat terbaik dari Komite Akreditasi Rumah Sakit (KARS) pada
tanggal 10 Februari 2015 dan pada tahun 2017. RSUD Sidoarjo juga dinobatkan sebagai salah
satu rumah sakit terbaik di Jawa Timur (Jatim) setelah lolos dari beberapa kategori penilaian.
RSUD Sidoarjo telah lolos dengan nilai excellent atau paripurna. RSUD Sidoarjo merupakan
salah satu rumah sakit terbaik diantara 15 rumah sakit yang lolos akreditasi.

2.4. Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah Sidoarjo


Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 72 tahun 2016
tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit, Instalasi Farmasi Rumah Sakit
(IFRS) adalah unit pelaksana fungsional yang menyelenggarakan seluruh kegiatan pelayanan
kefarmasian di rumah sakit. Instalasi Farmasi RSUD Sidoarjo memiliki visi “Terwujudnya
Instalasi Farmasi Rumah Sakit Mandiri dengan Pelayanan Prima dan Terjangkau”, sedangkan
misi dari IFRS yaitu:
1. menyelenggarakan pelayanan farmasi yang prima, aman, informatif, efektif, efiseien dan
manusiawi dengan memperhatikan aspek sosial;
2. menyelenggarakan pelayanan farmasi rujukan di wilayahnya yang berfungsi sebagai
pusat rujukan tertinggi dengan menggunakan teknologi modern;
3. membangun Sumber Daya Manusia (SDM) farmasi yang profesional, akuntabel,
berorentasi pada pelanggan serta punya integritas tinggi dalam memberi pelayanan;
4. melaksanakan proses pendidikan yang menunjang pelayanan farmasi performa
berdasarkan standar nasional dan internasional;

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 18


Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

5. melaksanakan penelitian yang mengarah pada pengembangan ilmu dan teknologi bidang
farmasi dan pelayanan farmasi;
6. mengembangkan teknologi informatika dan manajemen keuangan farmasi.
Tujuan umum dari Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) adalah melakukan pengelolaan
perbekalan farmasi secara optimal dan memberikan pelayanan kefarmasian profesional yang
berorientasi pada kepuasan pasien, sedangkan tujuan khusus yaitu:
1. terselenggaranya pengelolaan perbekalan farmasi melalui satu pintu;
2. terselenggaranya pelayanan sesuai dengan standar;
3. meningkatnya cakupan pelayanan resep di instalasi farmasi;
4. menurunkan keluhan dari pelanggan;
5. meningkatnya kepuasaan dari pelanggan.
Unit farmasi RSUD Sidoarjo terletak di dalam Rumah Sakit. RSUD Sidoarjo memiliki 8
unit farmasi, produksi, gudang farmasi dan floor stock yang terbagi atas beberapa tempat,
dapat dilihat pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1. Unit Farmasi RSUD Sidoarjo
Unit
Letak
Farmasi
Terletak di gedung Poli Spesialis dekat laboratorium PK
Farmasi 1 melayani resep rawat jalan umum dan Kerja Sama
Operasional (KSO).
Terletak dekat Unit Peristi melayani resep rawat inap
VK bersalin, Mawar Merah Putih, Instalasi Perawatan
Farmasi 2
Intensif Terpadu (IPIT), hemodialisis, bedah sentral, dan
ruang isolasi bayi.
Farmasi 3 Terletak di UGD.
Terletak di gedung Poli Spesialis melayani resep rawat
Farmasi 5&8
jalan asuransi.
Terletak di rawat inap kelas III (Mawar Kuning) dan
Farmasi 6
kelas II (Teratai).
Terletak di Paviliun melayani resep rawat
Farmasi 7
inap (VIP Bougenvile) dan rawat inap kelas I (Tulip).

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 19


Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

Terletak di Poli Eksekutif melayani resep rawat jalan


Farmasi 11
dan rawat inap (VVIP Anggrek dan GDH).
Unit
Terletak di ruang produksi.
Produksi
Gudang Terletak di gedung belakang bersebelahan
Farmasi dengan gudang umum dan gudang genset.
Unit Floor Terletak di belakang rawat inap kelas I
Stock (Tulip).

2.4.1. Tugas dan Fungsi Instalasi Farmasi Rumah Sakit RSUD Sidoarjo
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 72 tahun 2016 tentang
Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit, tugas IFRS adalah:
1. Menyelenggarakan, mengkoordinasikan, mengatur dan mengawasi seluruh kegiatan
pelayanan kefarmasian yang optimal dan profesional serta sesuai prosedur dan etik
profesi;
2. Melaksanakan pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis
pakai yang efektif, aman, bermutu dan efisien;
3. Melaksanakan pengkajian dan pemantauan penggunaan sediaan farmasi, alat
kesehatan, dan bahan medis habis pakai guna memaksimalkan efek terapi dan
keamanan serta meminimalkan risiko;
4. Melaksanakan komunikasi, edukasi, dan informasi (kie) serta memberikan
rekomendasi kepada dokter, perawat dan pasien;
5. Berperan aktif dalam komite/tim farmasi dan terapi (kft);
6. Melaksanakan pendidikan dan pelatihan serta pengembangan pelayanan kefarmasian;
7. Memfasilitasi dan mendorong tersusunnya standar pengobatan dan formularium
rumah sakit.
Sedangkan fungsi IFRS, meliputi:
1. pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai;
a. Memilih sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai sesuai
kebutuhan pelayanan rumah sakit;
b. Merencanakan kebutuhan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis
pakai secara efektif, efisien dan optimal;

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 20


Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

c. Mengadakan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai
berpedoman pada perencanaan yang telah dibuat sesuai ketentuan yang berlaku;
d. Memproduksi sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai untuk
memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan di rumah sakit;
e. Menerima sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai sesuai
dengan spesifikasi dan ketentuan yang berlaku;
f. Menyimpan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai sesuai
dengan spesifikasi dan persyaratan kefarmasian;
g. Mendistribusikan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai ke
unit-unit pelayanan di rumah sakit;
h. Melaksanakan pelayanan farmasi satu pintu;
i. Melaksanakan pelayanan obat dosis sehari/unit dose;
j. Melaksanakan komputerisasi pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan
bahan medis habis pakai (apabila sudah memungkinkan);
k. Mengidentifikasi, mencegah dan mengatasi masalah yang terkait dengan sediaan
farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai;
l. Melakukan pemusnahan dan penarikan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan
medis habis pakai yang sudah tidak dapat digunakan;
m. Mengendalikan persediaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis
pakai;
n. Melakukan administrasi pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan
medis habis pakai.
2. Pelayanan Farmasi Klinik
a. Mengkaji dan melaksanakan pelayanan resep atau permintaan obat;
b. Melaksanakan penelusuran riwayat penggunaan obat;
c. Melaksanakan rekonsiliasi obat;
d. Memberikan informasi dan edukasi penggunaan obat baik berdasarkan resep
maupun obat non resep kepada pasien/keluarga pasien;
e. Mengidentifikasi, mencegah dan mengatasi masalah yang terkait dengan sediaan
farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai;
f. Melaksanakan visite mandiri maupun bersama tenaga kesehatan lain;
g. Memberikan konseling pada pasien dan/atau keluarganya;

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 21


Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

h. Melaksanakan Pemantauan Terapi Obat (pto)


 Pemantauan efek terapi obat;
 Pemantauan efek samping obat;
 Pemantauan kadar obat dalam darah (pkod).
i. Melaksanakan evaluasi penggunaan obat (epo);
j. Melaksanakan dispensing sediaan steril
 Melakukan pencampuran obat suntik
 Menyiapkan nutrisi parenteral;
 Melaksanakan penanganan sediaan sitotoksik;
 Melaksanakan pengemasan ulang sediaan steril yang tidak stabil.
k. Melaksanakan pelayanan informasi obat (pio) kepada tenaga kesehatan lain,
pasien/keluarga, masyarakat dan institusi di luar rumah sakit;
l. Melaksanakan penyuluhan kesehatan rumah sakit (pkrs).

2.5. Komite Farmasi dan Terapi (KFT)


2.5.1. Definisi Komite Farmasi dan Terapi
Dalam pengorganisasian Rumah Sakit dibentuk Komite Farmasi dan Terapi (KFT)
yang merupakan unit kerja dalam memberikan rekomendasi kepada pimpinan rumah sakit
mengenai kebijakan penggunaan obat di rumah sakit yang anggotanya terdiri dari dokter yang
mewakili semua spesialisasi yang ada di rumah sakit, apoteker instalasi farmasi, serta tenaga
kesehatan lainnya apabila diperlukan. KFT harus dapat membina hubungan kerja dengan
komite lain di dalam rumah sakit yang berhubungan/berkaitan dengan penggunaan obat
(Menkes RI, 2014).
Komite Farmasi dan Terapi adalah organisasi yang mewakili hubungan komunikasi
antara para staf medis dengan staf farmasi. Anggotanya terdiri dari dokter yang mewakili tiap
spesialisasi dan Apoteker wakil dari Farmasi rumah sakit, serta tenaga kesehatan lainnya
(Green et al., 2003). Komite Farmasi dan Terapi perlu dibentuk karena banyaknya masalah
yang terjadi dalam hal penggunaan obat. Permasalahan yang terjadi dalam ketidakefisiensian
penggunaan obat, antara lain: buruknya seleksi obat, kurang efisien dalam pengadaan,
peresepan yang tidak sesuai standar yang ditetapkan, buruknya proses dispensing, pasien tidak
patuh pada aturan pakai yang dianjurkan.

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 22


Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

2.5.2. Tujuan dan Fungsi Komite Farmasi dan Terapi


Tujuan dari Komite Farmasi dan Terapi adalah untuk memastikan bahwa pasien
mendapatkan pelayanan dengan kualitas terbaik dengan harga yang terjangkau dan menjamin
keamanan obat lewat monitoring, evaluasi, serta pencegahan terhadap Adverse Drug Reaction
(ADR) dengan cara membangun dan mengimplementasikan sistim formularium yang efektif,
baik dan terjangkau, serta intervensi yang terkait dalam hal peningkatan peresepan oleh dokter
(Green et al., 2003). Terdapat beberapa fungsi dari KFT dan harus dipilih salah satu untuk
dijadikan prioritas utama. Berikut beberapa fungsi dari KFT:
a. Sebagai penasihat bagi staf medis, administrasi dan farmasi
b. Mengembangkan kebijakan
c. Mengevaluasi dan menyeleksi obat dalam formularium
d. Mengembangkan standar guideline terapi
e. Mengidentifikasi permasalahn penggunaan obat
f. Melakukan intervensi yang efektif untuk meningkatkan penggunaan obat
g. Menangani efek samping obat
h. Menangani Medication Error
i. Memberikan informasi secara menyeluruh (Green et al., 2003).

2.5.3. Tugas dan Tanggung jawab Komite Farmasi dan Terapi


Berdasarkan Permenkes RI No. 72 tahun 2016 tentang Standart Pelayanan di Rumah
Sakit, Tim Farmasi dan Terapi (TFT) atau juga disebut sebagai Komite Farmasi dan Terapi
(KFT) merupakan unit kerja dalam memberikan rekomendasi kepada pimpinan Rumah Sakit
mengenai kebijakan penggunaan Obat di Rumah Sakit yang anggotanya terdiri dari dokter
yang mewakili semua spesialisasi yang ada di Rumah Sakit, Apoteker Instalasi Farmasi, serta
tenaga kesehatan lainnya apabila diperlukan. Adapun tugas dari Komite Farmasi dan Terapi,
sebagai berikut:
a. mengembangkan kebijakan tentang penggunaan Obat di Rumah Sakit;
b. melakukan seleksi dan evaluasi Obat yang akan masuk dalam formularium Rumah
Sakit;
c. mengembangkan standar terapi;
d. mengidentifikasi permasalahan dalam penggunaan Obat;
e. melakukan intervensi dalam meningkatkan penggunaan Obat yang rasional;

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 23


Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

f. mengkoordinir penatalaksanaan Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki (ROTD);


g. mengkoordinir penatalaksanaan medication error;
h. menyebarluaskan informasi terkait kebijakan penggunaan Obat di Rumah Sakit.

2.5.4. Struktur dan Organisasi Komite Farmasi dan Terapi


Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 72 tahun 2016 tentang
Standar Pelayanan Farmasi di Rumah sakit, keanggotaan organisasi dan kegiatan KFT,
meliputi:
a. Ketua KFT dapat diketuai oleh seorang dokter atau seorang Apoteker, apabila diketuai
oleh dokter maka sekretarisnya adalah Apoteker, namun apabila diketuai oleh
Apoteker, maka sekretarisnya adalah dokter.
b. KFT harus mengadakan rapat secara teratur, sedikitnya 2 (dua) bulan sekali dan untuk
rumah sakit besar rapat diadakan sekali dalam satu bulan.
c. Rapat KFT dapat mengundang pakar dari dalam maupun dari luar rumah sakit yang
dapat memberikan masukan bagi pengelolaan KFT, memiliki pengetahuan khusus,
keahlian-keahlian atau pendapat tertentu yang bermanfaat bagi KFT (Menkes, 2014).
Menurut PMK no. 755 tentang Komite Medik, komite medik atau KFT dibentuk oleh
kepala/ direktur rumah sakit. Susunan organisasi komite medik sekurang-kurangnya terdiri
dari ketua; sekretaris; dan sub komite. Dalam keadaan keterbatasan sumber daya, susunan
organisasi komite medik sekurang-kurangnya dapat terdiri dari ketua dan sekretaris tanpa sub
komite; atau ketua dan sekretaris merangkap ketua dan anggota sub komite.

2.6. Daftar Obat Rumah Sakit RSUD Sidoarjo


Menurut PerMenKes RI No. 72 tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di
Rumah Sakit, Formularium adalah himpunan obat yang diterima/disetujui oleh Panitia
Farmasi dan Terapi untuk digunakan di rumah sakit dan dapat direvisi pada setiap batas waktu
yang ditentukan. Sistem yang dipakai adalah suatu sistem di mana prosesnya tetap berjalan
terus, dalam arti kata bahwa sementara Formularium itu digunakan oleh staf medis, di lain
pihak Komite Farmasi dan Terapi mengadakan evaluasi dan menentukan pilihan terhadap
produk obat yang ada di pasaran, dengan lebih mempertimbangkan kesejahteraan pasien.
a. Komposisi Daftar Obat RSUD Sidoarjo
1. Halaman judul

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 24


Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

2. Daftar nama anggota Komite Farmasi dan Terapi


3. Daftar Isi
4. Informasi mengenai kebijakan dan prosedur di bidang obat
5. Produk obat yang diterima untuk digunakan
6. Lampiran
b. Pedoman Penggunaan Formularium Rumah Sakit
Pedoman penggunaan yang digunakan akan memberikan petunjuk kepada dokter,
apoteker, perawat serta petugas administrasi di rumah sakit dalam menerapkan sistem
FORMULARIUM RUMAH SAKIT meliputi :
1. Membuat kesepakatan antara staf medis dari berbagai disiplin ilmu dengan Komite
Farmasi dan Terapi dalam menentukan kerangka mengenai tujuan, organisasi, fungsi
dan ruang lingkup. Staf medis harus mendukung sistim Formularium yang diusulkan
oleh Komite Farmasi dan Terapi
2. Staf medis harus dapat menyesuaikan sistim yang berlaku dengan kebutuhan tiap-tiap
institusi.
3. Staf medis harus menerima kebijakan-kebijakan dan prosedur yang ditulis oleh
Komite Farmasi dan Terapi untuk menguasai sistem Formularium yang dikembangkan
oleh Komite Farmasi dan terapi.
4. Nama obat yang tercantum dalam Formularium adalah nama generik.
5. Membatasi jumlah produk obat yang secara rutin harus tersedia di Instalasi Farmasi.
6. Membuat prosedur yang mengatur pendistribusian obat generik yang efek terapinya
sama, seperti:
- Apoteker bertanggung jawab untuk menentukan jenis obat generik yang sama
untukdisalurkan kepada dokter sesuai produk asli yang diminta.
- Dokter yang mempunyai pilihan terhadap obat paten tertentu harus didasarkan
pada pertimbangan farmakologi dan terapi.
- Apoteker bertanggung jawab terhadap kualitas, kuantitas, dan sumber obat dari
sediaan kimia, biologi dan sediaan farmasi yang digunakan oleh dokter untuk
mendiagnosis dan mengobati pasien.

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 25


Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

2.7. Pengelolaan Perbekalan Farmasi di Rumah Sakit Umum Sidoarjo


Pengeloaan perbekalan farmasi merupakan suatu siklus kegiatan dimulai dari pemilihan,
perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pengendalian,
administrasi, dan pelaporan serta evaluasi diperlukan bagi kegiatan pelayanan.
a. Pemilihan
Merupakan proses kegiatan dimulai dari meninjau masalah kesehatan yang terjadi di
rumah sakit, identifikasi pemilihan terapi, bentuk dan dosis, menentukan kriteria
pemilihan dengan memprioritaskan obat essensial, standarisasi hingga menjaga dan
memperbaharui standar obat. Penentuan seleksi obat merupakan peran aktif apoteker dalam
Panitia Farmasi dan Terapi untuk menetapkan kualitas dan efektifitas, serta jaminan transaksi
pembelian.
b. Perencanaan
Merupakan proses kegiatan dalam pemilihan jenis, jumlah, dan harga perbekalan farmasi
yang sesuai dengan kebutuhan dan anggaran, untuk menghindari kekosongan obat dengan
menggunakan metode yang dapat dipertanggung jawabkan dan dasar-dasar perencanaan yang
telah ditentukan antara lain: konsumsi, epidemiologi, kombinasi metode konsumsi dan
epidemiologi disesuaikan dengan anggaran yang tersedia. Pedoman perencanaan berdasarkan:
1. FORMULARIUM RUMAH SAKIT , Standar Terapi Rumah Sakit, ketentuan
setempat yang berlaku;
2. data catatan medik;
3. anggaran yang tersedia;
4. penetapan prioritas;
5. siklus penyakit;
6. sisa persediaan;
7. data pemakaian periode yang lalu;
8. perencanaan pengembangan
c. Pengadaan
Merupakan kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan yang telah direncanakan dan
disetujui melalui:
1. Pembelian:
- Secara tender (oleh Panitia Pembelian Barang Farmasi)
- Secara langsung dari pabrik/distributor/pedagang besar farmasi/ rekanan

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 26


Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

2. Produksi/pembuatan sediaan farmasi:


- Produksi steril
- Produksi non steril
3. Sumbangan/droping/hibah
d. Produksi
Merupakan kegiatan membuat, merubah bentuk, dan mengemas kembali sediaan farmasi
steril atau nonsteril untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan di rumah sakit.
e. Penerimaan
Merupakan kegiatan untuk menerima perbekalan farmasi yang telah diadakan sesuai
dengan aturan kefarmasian, melalui pembelian langsung, tender, konsinyasi atau sumbangan.
f. Penyimpanan
Merupakan kegiatan pengaturan penyimpanan perbekalan farmasi menurut persyaratan
yang ditetapkan berdasarkan bentuk sediaan dan jenis, suhu dan kestabilan, mudah tidaknya
meledak/terbakar, dan tahan/tidaknya terhadap cahaya, disertai dengan sistem informasi yang
selalu menjamin ketersediaan perbekalan farmasi sesuai kebutuhan.
g. Pendistribusian
Merupakan kegiatan mendistribusikan perbekalan farmasi di rumah sakit untuk pelayanan
individu dalam proses terapi bagi pasien rawat inap dan rawat jalan serta untuk menunjang
pelayanan medis (Depkes RI, 2004).

2.8. Pelayanan Farmasi Klinik


Pelayanan farmasi klinis menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.72
Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit adalah pelayanan
langsung yang diberikan apoteker kepada pasien dalam rangka meningkatkan outcome terapi
dan meminimalkan risiko terjadinya efek samping obat, untuk tujuan keselamatan pasien
(patient safety) sehingga kualitas hidup pasien (quality of life) terjamin. Pelayanan farmasi
klinis antara lain meliputi:
a. Pengkajian dan pelayanan resep
Pengkajian dan pelayanan resep dimulai dari penerimaan, pemeriksaan ketersediaan,
pengkajian resep, penyiapan perbekalan farmasi termasuk peracikan obat, pemeriksaan,
penyerahan disertai pemberian informasi. Pada setiap tahap alur pelayanan resep, dilakukan
upaya pencegahan terjadinya kesalahan pemberian obat (medication error).

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 27


Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

b. Penelusuran riwayat penggunaan obat


Penelurusan riwayat penggunaan obat merupakan proses untuk mendapatkan informasi
mengenai seluruh obat/sediaan farmasi lain yang pernah dan sedang digunakan, riwayat
pengobatan dapat diperoleh dari wawancara atau data rekam medik/pencatatan penggunaan
obat pasien.
c. Rekonsiliasi obat
Rekonsiliasi obat merupakan proses membandingkan instruksi pengobatan dengan obat
yang telah didapat pasien. Bertujuan untuk mencegah terjadinya kesalahan obat seperti obat
tidak diberikan, duplikasi, kesalahan dosis, atau interaksi obat.
d. Pelayanan informasi obat (PIO)
PIO adalah kegiatan penyediaan dan pemberian informasi, rekomendasi obat yang
independen, akurat, terkini dan komprehensif yang dilakukan oleh apoteker kepada dokter,
apoteker, perawat, profesi kesehatan lainnya serta pasien dan pihak lain di luar rumah sakit.
e. Konseling obat
Konseling obat merupakan suatu proses diskusi antara apoteker dengan pasien/keluarga
pasien yang dilakukan secara sistematis untuk memberikan kesempatan kepada
pasien/keluarga pasien mengeksplorasikan diri dan membantu meningkatkan pengetahuan,
pemahaman, dan kesadaran sehingga pasien/keluarga pasien memperoleh keyakinan akan
kemampuannya dalam penggunaan obat yang benar termasuk swamedikasi. Tujuan umum
konseling adalah meningkatkan keberhasilan terapi, memaksimalkan efek terapi,
meminimalkan risiko efek samping, meningkatkan cost effectiveness dan menghormati pilihan
pasien dalam menjalankan terapi.
f. Visite
Visite merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap yang dilakukan apoteker
secara mandiri atau bersama dengan tim tenaga kesehatan untuk mengamati kondisi klinis
pasien secara langsung, dan mengkaji masalah terkait obat, memantau terapi obat dan reaksi
obat yang tidak dikehendaki, meningkatkan terapi obat yang rasional, dan menyajikan
informasi obat kepada dokter, pasien serta profesional kesehatan lainnya.
g. Pemantauan terapi obat (PTO)
PTO merupakan suatu proses yang mencakup kegiatan untuk memastikan terapi obat
yang aman, efektif dan rasional bagi pasien. Bertujuan untuk meningkatkan efektivitas terapi
dan meminimalkan risiko Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki (ROTD).

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 28


Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

h. Monitoring Efek Samping Obat (MESO)


MESO merupakan kegiatan pemantauan setiap respon terhadap obat yang tidak
dikehendaki yang terjadi pada dosis lazim yang digunakan pada manusia untuk tujuan
profilaksis, diagnosis, dan terapi.
i. Evaluasi Penggunaan Obat (EPO)
EPO merupakan program evaluasi penggunaan obat yang terstruktur dan
berkesinambungan secara kualitatif dan kuantitatif.
j. Dispensing Sediaan Steril
Dispensing harus dilakukan di Instalasi Farmasi Rumah Sakit dengan teknik aseptik
untuk menjamin sterilitas, stabilitas produk, dan melindungi petugas dari paparan zat
berbahaya, serta menghindari terjadinya kesalahan pemberian obat.
k. Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD)
Pemantauan kadar obat dalam darah merupakan interpretasi hasil pemeriksaan kadar obat
tertentu atas permintaan dari dokter yang merawat karena indeks terapi yang sempit atau atas
usulan dari apoteker kepada dokter.

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 29


Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

BAB III
PEMBAHASAN

3.1. Rumah Sakit Umum Kabupaten Sidoarjo


3.1.1. Sejarah Rumah Sakit Umum Kabupaten Sidoarjo
Sejarah berdirinya RSUD Kabupaten Sidoarjo dimulai tahun 1956 yang ditetapkan
dengan Perda oleh DPRD Swantantra TK II Sidoarjo tentang pemakaian rumah sakit, lalu
tahun 1959, ditetapkan dengan Perda oleh DPRD TK II Sidoarjo tentang pemakaian rumah
sakit umum daerah. Tahun 1972 RSUD pindah ke Jalan Mojopahit No. 667 Sidoarjo hingga
saat ini terus berkembang.
Pada tahun 1979 RSUD Kabupaten Sidoarjo diakui oleh Menteri Kesehatan Republik
Indonesia sebagai rumah sakit kelas D UPT Dinas Kesehatan. Tahun 1979 dilakukan tahap 1
pembangunan ruang paviliun dengan kapasitas 39 tempat tidur. Tahun 1983 dengan Perda No.
20/1983 RSUD Kabupaten Sidoarjo menjadi RSUD Kelas C sebagai unit pelaksana daerah.
Dalam perkembangannya RSUD Kabupaten Sidoarjo mengalami pembenahan pembangunan
fisik, peningkatan kelas, dan pelayanan. Pada tahun 1998, RSUD Kabupaten Sidoarjo menjadi
rumah sakit umun daerah tipe B non pendidikan dengan SK Menteri Kesehatan RI No.
478/Menkes/SK/1997 dan Perda Kabupaten Sidoarjo No. 11/1998. Selain itu pada tahun yang
sama, RSUD menjalankan proses uji coba menjadi unit swadana yang kemudian tahun 1999
menjadi Unit Swadana Daerah. Pada tahun 2013 RSUD Kabupaten Sidoarjo menjadi rumah
sakit umum daerah tipe B Pendidikan dengan SK Menteri Kesehatan RI nomor HK.
02.03./I/1889/2013. RSUD Kabupaten Sidoarjo merupakan milik Pemerintah Daerah
Kabupaten Sidoarjo, dimana teknis fungsional di bawah Dinas Kesehatan dan teknis
operasional di bawah Bupati.
Pada tahun 2002 dilakukan pembangunan paviliun kelas utama anggrek sebanyak 18
kamar dan pada tahun 2003 dilakukan pembangunan gedung poli spesialis (laboratorium
klinik dan farmasi) serta tahun 2004 dilaksanakan pembangunan gedung IGD dan VK
bersalin dilanjutkan dengan pembangunan gedung CSSD dan hemodialisis. Seiring dengan
tuntutan pelayanan maka pembangunan terus dilaksanakan. Pada tahun 2006 dilakukan
pembangunan instalasi gizi dilanjutkan dengan pembangunan ruang perawatan kelas III,
IPAL, dan kamar jenazah. Pada tahun 2007 dilaksanakan pembangunan gedung rawat jalan,
radiologi, dan PERISTI serta tahun 2008 dilaksanakan pembangunan gedung perawatan kelas
I, II, dan gedung Instalasi Pelayanan Intensif Terpadu (IPIT). Pada tahun 2011 dilaksanakan

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 30


Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

pembangunan poli eksekutif dan pada tahun 2014 dilaksanakan pembangunan gedung Graha
Delta Husada yang merupakan gedung rawat inap eksekutif dan telah diresmikan pada tahun
2016. Pada tahun 2017 RSUD Kabupaten Sidoarjo juga meresmikan gedung IGD baru
sebagai pintu utama pasien yang masuk rumah sakit.

3.1.2. Visi dan Misi


Visi RSUD Kabupaten Sidoarjo adalah menjadi rumah sakit yang terakreditasi dalam
pelayanan, pendidikan, dan penelitian. Sedangkan misi RSUD Kabupaten Sidoarjo adalah:
1. mewujudkan kualitas pelayanan yang terakreditasi dengan mengutamakan
keselamatan pasien dan kepuasan pelanggan;
2. menyelenggarakan pendidikan, pelatihan dan penelitian kesehatan yang bermutu dan
beretika untuk menunjang pelayanan;
3. mewujudkan tata kelola rumah sakit yang profesional, integritas, dan beretika.

3.1.3. Tugas dan Fungsi


Tugas RSUD Kabupaten Sidoarjo adalah melakukan pelaksanaan pelayanan kesehatan
yang paripurna, dengan mengutamakan upaya penyembuhan dan pemeliharaan kesehatan
perorangan, yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu dengan upaya peningkatan
pencegahan, serta melaksanakan upaya rujukan. Sedangkan fungsi RSUD Kabupaten Sidoarjo
adalah sebagai berikut:
1. penyelenggaraan pelayanan medis;
2. penyelenggaraan pelayanan penunjang medis;
3. penyelenggaraan pelayanan penunjang non medis;
4. penyelenggaraan pelayanan asuhan keperawatan;
5. penyelenggaraan pelayanan rujukan;
6. penyelenggaraan pelayanan pendidikan, pelatihan, penelitian dan pengembangan;
7. penyelenggaraan administrasi umum dan keuangan;
8. pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Bupati sesuai dengan tugas dan fungsinya.

3.1.4. Klasifikasi
RSUD Kabupaten Sidoarjo adalah rumah sakit pemerintah daerah Kabupaten Sidoarjo
dengan tipe B pendidikan dengan 614 tempat tidur dengan penjabaran 505 tempat tidur kelas
3,2,1 ; 6 tempat tidur Very Very Important Person (VVIP) ; 86 tempat tidur Very Important

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 31


Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

Person (VIP) ; 60 tempat tidur Instalasi Pelayanan Intensif Terpadu (IPIT) ; 84 tempat tidur
Verlos Kamer (VK).
Tabel 3.1 Jumlah Jenis Ruangan dan Tempat Tidur RSUD Kabupaten Sidoarjo.
No. Jenis Ruangan Jumlah Tempat
Tidur
1. VVIP 6
2. VIP 86
3. KELAS I 157
4. KELAS II 122
5. KELAS III 226
6. ICU 12
7. PICU 10
8. NICU 10
9. HCU 20
10. ICCU 8
11. Ruang OK 7
12. Tempat Tidur Bayi 40
Baru Lahir

3.1.5. Badan Layanan Umum Daerah (BLUD)


RSUD Kabupaten Sidoarjo merupakan bagian dari Badan Layanan Umum Daerah
(BLUD) Kabupaten Sidoarjo yang bertanggungjawab terhadap Bupati. BLUD ini beroperasi
sebagai perangkat kerja pemerintah daerah untuk tujuan pemberian layanan umum secara
efektif dan efisien sejalan dengan praktik bisnis yang sehat, yang pengelolaannya dilakukan
berdasarkan kewenangan yang didelegasikan oleh kepala daerah. Fleksibilitas BLUD di
RSUD Kabupaten Sidoarjo, antara lain:
- pengelolaan pendapatan dan biaya;
- pengelolaan kas;
- pengelolaan utang (Perbup 37/2010) dan piutang (Perbup 38/2010);
- pengangkatan pegawai non PNS (Perbup 71/2008);
- penetapan tarif (Perbup 13/2009) kelas III dengan perda, kelas I, II, paviliun dengan
perbup;
- pengadaan barang dan jasa (Perpres 54/2010 dan perdir 188/02/404.6.8/2009);

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 32


Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

- investasi (Perbup 32/2010); remunerasi (total kompetensi yang diterima oleh pegawai
sebagai imbalan dari jasa yang telah dikerjakan;
- pengelolaan surplus/defisit;
- kerjasama dengan Astek, Askes, dll (Perbup 21/2010);
- dewas (Perdir 188/924/404.1.3.2/2010);
- pengelolaan dana secara langsung;
- penyusunan akutansi/pelaporan dan pertanggungjawaban (Perbup 73/2008).

3.1.6. Struktur Organisasi


Struktur organisasi dari RSUD Kabupaten Sidoarjo yaitu dipimpin oleh seorang
direktur dengan dibantu 3 wakil direktur pada bagian umum dan keuangan, pelayanan,
perencanaan dan pendidikan. Wakil direktur keuangan membawahi kepala bagian umum, dan
keuangan, wakil direktur pelayanan membawahi kepala bidang layanan medis, kepala bidang
pelayanan penunjang medis dan non medis, sedangkan wakil direktur perancanaan dan
pendidikan membawahi kepala bidang perencanaan dan pemasaran sekaligus kepala bidang
sumber daya manusia dan pendidikan. Berikut adalah struktur organisasi RSUD Kabupaten
Sidoarjo. Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Sidoarjo Nomor 11 tahun 2012 tanggal
16 mei 2012 tentang Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Sidoarjo.

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 33


Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

DIREKTUR

SATUAN PENGAWAS KOMITE MEDIK


INTERN

WADIR PELAYANAN WADIR UMUM & WADIR PERENCANAAN


KEUANGAN PENDIDIKAN

KABID KABID KABID KABAG KABAG KABAG KABAG SDM


PELAYA PENUNJA PELAYAN UMUM KEUANG PERENC DAN
NAN NG MEDIS AN AN ANAAN & PENDIDIKA
MEDIS DAN NON KEPERAW PEMASA N
MEDIS ATAN RAN PELATIHAN

KASI KASI KASI KASUB KASUBAG KASUBA KASUBAG


PELAYA PENUNJA PELAYAN AG TU ANGGAR G Adm SDM
NAN RI NG MEDIS AN & RT AN & PERENC
KEPERAW BELANJA ANAAN
ATAN RI .

KASI KASI KASI KASUB KASUBAG KASUBA KASUBAG


PELAYA PENUNJA PELAYAN AG PENDAPA G Pengembanga
NAN RI NG NON AN PERLE TAN EVALUA n SDM
& MEDIS KEPERAW NGKAP SI &
KHUSUS ATAN PJ & AN PELAPO
KHUSUS RAN

KASUB KASUBAG KASUBA KASUBAG


AG AKUTANS G Pendidikan
HUKUM I& PEMASA PENELITIAN
& VERIFIKA RAN
HUMAS SI

Gambar 3.1 Struktur Organisasi RSUD Kabupaten Sidoarjo.


3.1.7. Akreditasi
RSUD Kabupaten Sidoarjo sebagai rumah sakit kelas B Pendidikan telah ditetapkan
sebagai pusat rujukan dan telah lulus Paripurna akreditasi Komisi Akreditasi Rumah Sakit
(KARS) versi 2012. Dengan adanya akreditasi rumah sakit (KARS) maka akan lebih
memastikan bahwa rumah sakit akan lebih meningkatkan pelayanan kesehatannya sehingga
dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat, serta akan meningkatkan kualitas dan
keselamatan seluruh pasien.

3.2. Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) RSUD Kabupaten Sidoarjo


3.2.1. Definisi IFRS
Instalasi Farmasi RSUD Kabupaten Sidoarjo merupakan unit pelaksana fungsional
yang menyelenggarakan seluruh kegiatan pelayanan kefarmasian di RSUD Kabupaten

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 34


Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

Sidoarjo. IFRS membawahi beberapa unit pelayanan farmasi antara lain gudang farmasi,
produksi, distribusi, mutu farmasi, dan farmasi klinik.

3.2.2. Tugas IFRS


Tugas dari Instalasi Farmasi RSUD Kabupaten Sidoarjo antara lain:
- melakukan pengelolaan perbekalan farmasi secara optimal dan memberikan pelayanan
kefarmasian profesional yang berorientasi pada kepuasan pasien;
- menyelenggarakan pengelolaan perbekalan farmasi melalui satu pintu;
- menyelenggarakan pelayanan sesuai dengan standar;
- meningkatnya cakupan pelayanan resep di instalasi farmasi;
- menurunkan keluhan dan meningkatkan kepuasan dari pelanggan.

3.2.3. Struktur Organisasi IFRS


Struktur organisasi IFRS RSUD Kabupaten Sidoarjo merupakan sub unit penunjang
medik, secara struktural berada di bawah bidang Penunjang Medik dan Non Medik yang
terbagi menjadi sub unit distribusi, sub unit farmasi klinik, produksi. Sedangkan secara
fungsional mempunyai garis koordinasi dengan Komite Farmasi dan Terapi (KFT) yang
dalam struktur organisasi berada dibawah KFT.

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 35


Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

Direktur

Wakil Direktur
Pelayanan

Komite Kepala
Farmasi & Instalasi
Terapi farmasi
Administrasi

Koordinator Koordinator Koordinator Koordinator Koordinator Koordinator


Gudang Produksi Pelayanan Pelayanan Mutu Farmasi
Farmasi Farmasi Farmasi Farmasi Farmasi Klinik
Rawat Inap Rawat Jalan
Penerimaa Produksi dan Bedah dan Khusus Mutu Ward
n Steril Terpadu Pelayanan Farklin
Farmasi
Yanfar Yanfar
Penyimpan Produksi Konseling
Rawat Inap Rawat
an Non Steril Mutu SDM
Jalan
Farmasi
Farmasi Yanfar
Distribus Bedah IGD
PIO
i Mutu
Terpadu
Fasilitas
Farmasi Floorstock Farmasi
CathLab dan
Hemodiali
sa
Gambar 3.2 Struktur Organisasi Instalasi Farmasi RSUD Kabupaten Sidoarjo Menurut SK
Perdir No. 188/154/404.6.8/2017

Unit Farmasi RSUD Kabupaten Sidoarjo terletak di dalam rumah sakit. RSUD
Kabupaten Sidoarjo memiliki 8 unit farmasi, unit produksi, unit gudang farmasi dan unit floor
stock yang terbagi atas beberapa tempat layanan dan jenis layanan yang berbeda, yaitu:

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 36


Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

Tabel 3.2 Unit Pelayanan Farmasi RSUD Kabupaten Sidoarjo.

Farmasi 1 Terletak di gedung poli spesialis dekat


laboratorium PK melayani resep rawat
jalan umum dan Kerja Sama Operasional
(KSO).
Farmasi 2 Terletak dekat unit PERISTI melayani
resep rawat inap VK bersalin, mawar
merah putih, IPIT, hemodialisa, bedah
sentral, dan ruang isolasi bayi.
Farmasi 3 Terletak di unit gawat darurat.
Farmasi 5 Terletak di gedung poli spesialis
dan 8 melayani resep rawat jalan asuransi.
Farmasi 6 Terletak di lantai bawah rawat inap kelas
III (Mawar Kuning) yang melayani resep
dari rawat inap mawar kuning atas dan
bawah serta dan rawat inap kelas II
(Teratai).
Farmasi 7 Terletak di paviliun melayani resep rawat
inap (VIP Bougenvile) dan rawat inap
kelas I (Tulip).
Farmasi Terletak di poli eksekutif melayani resep
11 rawat jalan dan rawat inap VVIP
Anggrek dan GDH.
Unit Terletak di ruang produksi.
Produksi
Unit Terletak di gedung belakang
Gudang bersebelahan dengan gudang umum dan
Farmasi gudang genzet.
Unit Floor Terletak di belakang rawat inap kelas I
Stock (Tulip).

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 37


Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

3.3 Komite Farmasi dan Terapi (KFT) di RSUD Kabupaten Sidoarjo


Seleksi pemilihan obat di RSUD Kabupaten Sidoarjo dilakukan oleh Komite Farmasi
dan Terapi (KFT), yang terdiri dari dokter sebagai ketua, apoteker sebagai sekretaris, dan
beranggota SMF (Staf Medik Fungsional) dan akan mengadakan rapat setiap 2 bulan sekali.
Kriteria pemilihan obat yang diacuh oleh panitia KFT yang dimasukkan dalam formularium
RSUD Kabupaten Sidoarjo berdasarkan:
1. Formularium Nasional, Formularium Rumah Sakit, dan e-catalog;
2. Standar pelayanan medis yang telah ditetapkan oleh Direktur utama Rumah sakit.
3. Kualitas dan keamanan obat;
4. Efektifitas dan risiko efek samping obat;
5. Efektivitas manfaat obat ;
6. Harga obat;
7. Serapan obat.

3.4 Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai
Pengeloaan perbekalan farmasi merupakan suatu siklus kegiatan dimulai dari
pemilihan, perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian,
pengendalian, administrasi, dan pelaporan serta evaluasi diperlukan bagi kegiatan
pelayanan.

3.4.1 Pemilihan
Pemilihan perbekalan sediaan farmasi RSUD Kabupaten Sidoarjo dilakukan setiap 1
(satu) tahun sekali. Dalam proses pemilihan, yang harus dilakukan yaitu meninjau masalah
kesehatan yang sering terjadi dirumah sakit, identifikasi pemilihan terapi, bentuk sediaan dan
dosis, menentukan kriteria pemilihan dengan lebih memprioritaskan obat esensial, standarisasi
sampai menjaga dan memperbarui standar obat. Penentuan seleksi obat merupakan peran aktif
apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo dalam KFT untuk menetapkan kualitas dan efektivitas
obat. Pemilihan standarisasi obat:
- reguler (umum) : formularium rumah sakit yang diperbarui setiap tahun, yang dibuat
dengan mempertimbangkan usulan SMF;
- BPJS : fornas atau e-catalog.

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 38


Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

3.4.2 Perencanaan
Perencanaan barang farmasi di RSUD Kabupaten Sidoarjo dilakukan dengan
menyusun jenis dan jumlah kebutuhan perbekalan farmasi sesuai kebutuhan setiap bulan.
Metode yang digunakan adalah metode kombinasi (kombinasi metode konsumsi dan
epidemiologi). Untuk memenuhi kebutuhan barang farmasi di rumah sakit, IFRS
melaksanakan kegiatan perencanaan barang farmasi sesuai kepemilikan yaitu reguler (obat
umum) dan bpjs (obat, bahan medis habis pakai). Pertimbangan dalam metode kombinasi
antara lain:
- data pelaporan pemakaian perbekalan farmasi seluruh unit selama 1 bulan;
- data stok akhir bulan;
- jumlah pasien yang menggunakan obat (untuk obat ARV);
- rejimen obat yang digunakan;
- data laporan obat yang tidak terlayani diseluruh unit (obat kosong);
- lead time (jarak waktu sejak barang diorder sampai barang diterima di gudang);
- buffer stock (stok aman);
- anggaran yang tersedia.
Alur perencanaan di RSUD Sidoarjo:
- permintaan barang dari tiap unit farmasi direkap oleh bagian gudang farmasi;
- permintaan obat dikoreksi dan disetujui oleh Komite Farmasi dan Terapi (KFT);
- dikoreksi dan disetujui oleh Kepala Instalasi Farmasi;
- selanjutnya nota dinas diajukan ke Direktur untuk ditindaklanjuti oleh Tim pengadaan
sedangkan untuk obat ARV perencanaan obat diajukan ke Dinas Kesehatan
Kabupaten.

3.4.3 Pengadaan
Pengadaan yang ada di RSUD Kabupaten Sidoarjo dilakukan melalui pengadaan
langsung setiap satu bulan sekali. Cara untuk menjamin ketersediaan barang yaitu:
- produksi (bentuk sediaan non steril);
- hibah/droping adalah obat-obat program pemerintah seperti obat TBC, ARV dan
Vaksin;
- pembelian dilakukan oleh Instalasi Layanan Pengadaan (ILP). ILP merupakan unit
yang berfungsi melakukan pengadaan barang dan jasa. Tahapan pembelian:
1. perencanaan dipilah berdasarkan jenis penyedia:

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 39


Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

- distributor;
- rekanan / pihak ketiga (generik dan alkes);
2. Instalasi layanan pengadaan (ILP) mengeluarkan Surat Permintaan Penawaran
Harga (SPPH);
3. distributor mengirimkan penawaran harga;
4. pokja ULP mengeluarkan surat pesanan (SP) kepada distributor. Khusus narkotika
1 surat pesanan untuk 1 obat.
Pertimbangan yang digunakan yaitu:
1. harga dan diskon;
2. jaminan waktu pengiriman;
3. masa kadaluarsa (minimal 1 tahun, kecuali produk tertentu);
4. material safety data sheet (MSDS) untuk bahan berbahaya;
5. certificate of analysis (CoA).

Alur pengadaan barang di RSUD Sidoarjo adalah sebagai berikut:


Pengadaan dilakukan berdasarkan perencanaan yang telah dibuat oleh Apoteker

Pengadaan dilakukan oleh ILP ( Instalasi Layanan Pengadaan)

ILP membuat SPPH (Surat Permintaan Penawaran Harga)


Surat dibalas oleh distributor

ILP membuat surat penawaran harga

Setelah terjadi kesepakatan harga dibuatlah SP

Setelah SP diterima oleh distributor, barang datang.


Gambar 3.3 Alur Pengadaan Barang.

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 40


Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

3.4.4 Penerimaan
Penerimaan dilakukan dengan berkoordinasi dengan Panitia Penerima Hasil Pekerjaan
(PPHP) Perbekalan farmasi RSUD Sidoarjo, tujuan dari pemeriksaan:
- kesesuaian dengan surat pesanan yang dibuat oleh ILP (item, jumlah, harga, diskon);
- kesesuaian dengan faktur (item, jumlah, no.batch, expired date);
- kondisi fisik;
- dilakukan entry data penerimaan pada aplikasi modul SIM farmasi (kartu stok online).

3.4.5 Penyimpanan
Setelah barang diterima di Instalasi Farmasi RSUD Kabupaten Sidoarjo perlu
dilakukan penyimpanan sebelum dilakukan pendistribusian. Tujuan penyimpanan yang
dilakukan yaitu:
- menjamin mutu sediaan;
- menjaga ketersediaan;
- memudahkan pencarian dan pengawasan;
Metode penyimpanan:
1. berdasarkan jenis sediaan : oral, topikal, injeksi;
2. berdasarkan bentuk sediaan : tablet, sirup, salep;
3. berdasarkan suhu penyimpanan;
4. berdasarkan kepemilikan : BPJS, regular, tindakan;
5. berdasarkan urutan alfabetis;
6. penyimpanan khusus : narkotika dan psikotropika;
Lemari narkotika :
- lemari narkotika dibuat seluruhnya dari kayu atau bahan lain yang kuat dan
memiliki 2 pintu;
- lemari tidak mudah dipindahkan dan mempunyai dua kunci yang berbeda;
- diletakkan diruang khusus disudut gudang atau ditempat aman dan tidak terlihat
umum;
- kunci dikuasai oleh apoteker yang ditunjuk dan pegawai lain yang dikuasakan.
7. sistem penataan : FEFO dan FIFO;
8. memisahkan obat LASA;
9. memisahkan obat high alert, penyimpanan obat high alert :
- lemari terpisah dari yang lain;

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 41


Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

- diberi tanda merah disekeliling tempat penyimpanan;


- setiap kemasan obat diberi label.
10. Memisahkan kotak emergency dengan persediaan obat lainnya.

3.4.6 Pendistribusian
RSUD Kabupaten Sidoarjo dalam mendistribusikan perbekalan farmasi di RS
menerapkan sistem kombinasi yaitu sistem pelayanan (resep) individu, UDD maupun floor
stock. Gudang farmasi mendistribusikan sediaan farmasi ke seluruh unit farmasi (UPF,
produksi, dan floor stock). Unit produksi mendistribusikan ke UPF dan floor stock. Floor
stock mendistribusikan ke ruangan. UPF mendistribusikan ke pasien sesuai resep, berdasarkan
permintaan dari unit farmasi, berdasarkan kepemilikan dan ketersediaan barang.
Prosedur pendistribusian:
1. Unit farmasi membuat permintaan ke gudang melalui SIM (Sistem Informasi
Manajemen) Farmasi;
2. Print-out diserahkan ke gudang maksimal jam 8;
3. Petugas gudang mengambilkan sediaan farmasi sesuai permintaan unit farmasi, dicatat
pada kartu stok;
4. Sediaan farmasi yang siap dikirim dicatat pada Bukti Barang Keluar (BBK);
5. Entry barang keluar pada sim farmasi;
6. Sediaan farmasi dikirim ke unit farmasi beserta print-out bukti pengeluaran obat.

3.4.7 Pemusnahan
Pemusnahan di RSUD Kabupaten Sidoarjo dilakukan untuk sediaan farmasi yang
rusak atau telah melewati masa kadaluarsa. Pengajuan untuk penghapusan data dari stok
dilakukan setiap bulan. Pengajuan untuk pemusnahan barang dilakukan setahun sekali.
Adapun prosedur pemusnahan adalah sebagai berikut:
- Pembuatan nota dinas ke Bupati Kabupaten Sidoarjo;
- Pemeriksaan oleh Dinas Kesehatan, Inspektorat dan Dinas Pendapatan dan
Pengelolaan Keuangan dan Aset (DPPKA);
- Persetujuan dari sekretariat daerah;
- Pemusnahan di RSUD Kabupaten Sidoarjo (terakhir pemusnahan Mei 2017).
Upaya yang dilakukan untuk meminimalkan jumlah sediaan farmasi yang dimusnahkan:
- Tim kontrol ed mendata sediaan farmasi yang mendekati masa kadaluarsa;

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 42


Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

- Dilaporkan ke komite farmasi dan terapi (kft);


- Dilaporkan ke dokter pengusul;
- Dimanfaatkan untuk unit farmasi yang lain;
- Retur ke pabrik besar farmasi (PBF) syarat dan ketentuan yang berlaku.

3.4.8 Pelaporan & Evaluasi


Pelaporan obat-obatan yang biasa dilaporkan diantaranya pelaporan untuk obat-obat
narkotika dan psikotropika, laporan stok obat dan evaluasi moving, laporan pengadaan dan
penerimaan obat, evaluasi, realisasi perencanaan, evaluasi vendor dan kendala penerimaan,
laporan kekosongan obat, laporan obat kadaluarsa dan retur obat.

3.5. Pelayanan Farmasi Klinik


3.5.1 Pengkajian dan Pelayanan Resep
Pengkajian dan pelayanan resep di Instalasi Farmasi RSUD Kabupaten Sidoarjo
dilakukan di semua unit pelayanan farmasi (UPF). UPF yang ada di RSUD Kabupaten
Sidoarjo tersedia 8 Unit yang melayani pasien umum maupun pasien BPJS atau pasien dari
institusi yang bekerja sama dengan rumah sakit yang disebut dengan Kerja Sama Operasional
(KSO), baik pasien rawat inap maupun rawat jalan.
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No. 72 tahun 2016 tentang Standar Pelayanan
Farmasi di Rumah Sakit dinyatakan bahwa pelayanan farmasi rumah sakit merupakan salah
satu kegiatan di rumah sakit yang menunjang pelayanan kesehatan yang bermutu. Pelayanan
farmasi klinik merupakan pelayanan langsung yang diberikan Apoteker kepada pasien dalam
rangka meningkatkan outcome terapi dan meminimalkan risiko terjadinya efek samping
karena obat, untuk tujuan keselamatan pasien (patient safety) sehingga kualitas hidup pasien
(quality of life) terjamin. Pelayanan farmasi klinik meliputi, pengkajian dan pelayanan resep,
penelusuran riwayat penggunaan obat, rekonsiliasi obat, Pelayanan Informasi Obat (PIO),
konseling, visite, Pemantauan Terapi Obat (PTO), Monitoring Efek Samping Obat (MESO),
Evaluasi Penggunaan Obat (EPO), dispensing sediaan steril (dilakukan di CSDR), dan
Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD). Hal ini diperjelas dalam Keputusan Menteri
Kesehatan Nomor 1333/Menkes/SK/XII/1999 tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit, yang
menyebutkan bahwa pelayanan farmasi rumah sakit adalah bagian yang tidak terpisahkan dari
sistem pelayanan kesehatan rumah sakit yang berorientasi kepada pelayanan pasien,
penyediaan obat yang bermutu, termasuk pelayanan farmasi klinik yang terjangkau bagi

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 43


Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

semua lapisan masyarakat. Tuntutan pasien dan masyarakat akan mutu pelayanan farmasi,
mengharuskan adanya perubahan pelayanan dari paradigma lama (drug oriented) ke
paradigma baru (patient oriented) dengan filosofi Pelayanan Kefarmasian (pharmaceutical
care).
Sebelum dilakukan pelayanan farmasi, pengkajian resep rawat jalan dan rawat inap
dilakukan pada resep yang datang yaitu dilakukan skrining meliputi skrining administrasi,
skrining farmasetis, dan skrining klinis. Skrining administrasi tidak dilakukan dengan detail
hanya memperhatikan nama pasien dan nomor rekam medik pasien karena RSUD Sidoarjo
tidak melayani resep yang berasal dari luar rumah sakit sehingga nama dan nomor SIP dokter
tidak terlalu diperhatikan karena data SIP dan nama dokter sudah legal. Skrining farmasetis
dilakukan dengan melihat nama dan jumlah obat, adanya dosis dan cara pemakaian.
Sedangkan untuk skrining klinis rincian yang perlu diperhatikan telah tercetak di bagian
belakang resep yaitu ketepatan dosis, rute pemberian, dan waktu pemakaian, juga ada atau
tidaknya alergi dan duplikasi obat.
UPF rawat jalan berada di farmasi 1, 5, 8, dan 11. Farmasi 1 melayani pasien umum
rawat jalan, farmasi 5 dan 8 melayani pasien BPJS/ KSO rawat jalan, farmasi 11 yang terletak
di poli eksekutif melayani pasien umum rawat jalan maupun pasien rawat inap paviliun.
Selain dilakukan pengkajian administrasi, farmasetis dan klinis, pada pelayanan farmasi rawat
jalan juga dilakukan sistem double check, yaitu pelayanan resep yang dilakukan dua kali oleh
petugas yang berbeda dengan tujuan menjamin keselamatan pasien memperoleh obat yang
tepat dan rasional yang disebut Terima, Racik, Etiket, dan Serah (TRES) di mana pada lembar
resep terdapat kolom TRES tersebut yang harus ditanda tangani oleh petugas di masing-
masing kolom tergantung pada tugasnya.

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 44


Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

- Alur pelayanan farmasi rawat jalan :


a. Pasien Umum

Pasien datang Skrining resep Cek stok obat


membawa resep (administrasi, (komputer dan
farmasetis, klinis) fisik)

Ada Tidak Ada Konfirmasi


dokter

Pemberian Penggantian obat dengan merk


harga lain (komposisi dan dosis sama)

Pasien setuju Pasien tidak setuju

Pasien melakukan Pasien menebus


pembayaran resep di luar

Peracikan/ Penyerahan obat


Pengambilan obat disertai KIE oleh
Apoteker

Gambar 3.4 Alur Pelayanan Resep Umum Rawat Jalan.

b. Pasien BPJS/KSO

Pasien datang Petugas memeriksa kelengkapan Skrining resep Cek stok


membawa resep administrasi (rujukan, fotokopi (administrasi obat
kartu peserta, lembar catatan farmasetik dan klinis) (komputer
obat, fotokopi kartu Indonesia dan fisik)
sehat)

Penyerahan obat disertai Peracikan pengambilan obat


KIE dengan meminta Petugas melakukan (penggantian obat jika obat yang
data pasien dengan double check etiket diminta kosong tanpa
menunjukkan KTP persetujuan pasien

Gambar 3.5 Alur Pelayanan Resep BPJS/KSO Rawat Jalan.


Pelayanan farmasi rawat inap dilakukan di farmasi 2, 6 dan 7. UPF tersebut melayani pasien
dengan sistem Unit Dose Dispensing (UDD) dan ODDD (One Daily Dose Dispensing). One
Daily Dose Dispensing merupakan salah satu sistem distribusi obat dan alat kesehatan kepada
pasien rawat inap untuk pemakaian satu hari sedangkan Unit Dose Dispensing merupakan
sistem distribusi obat untuk satu kali pakai. Etiket UDD dibagi dalam empat warna yaitu:

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 45


Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

warna pink (pagi pukul 6, 7, 8 pagi), kuning (siang pukul 13, 14, 15), hijau (malam pukul 20,
21, 22), putih (penggunaan di luar jam yang telah ditentukan). Distribusi obat secara UDD
telah diterapkan pada hampir di seluruh ruangan rawat inap RSUD Kabupaten Sidoarjo,
kecuali pada ruang VK dan IPIT. Kedua ruangan tersebut masih menggunakan sistem ODDD
karena sifat pelayanan obat pada ruangan tersebut yang emergency atau dapat berubah
sewaktu – waktu sesuai kebutuhan.

Resep ditulis oleh dokter dan


dikumpulkan oleh perawat

Apoteker mereview resep terkait


adanya masalah

Ada masalah Tidak ada masalah

Apoteker berkoordinasi Apoteker mencatat terapi


dengan dokter dan di pasien di lembar farmasi
dokumentasikan di
lembar monitoring
pasien
Pasien Pasien
umum asuransi

Resep diberikan kepada Resep dikolektif oleh


keluarga pasien dan ditebus Apoteker dan ditebus
di unit farmasi di unit farmasi

Obat diserahkan ke
perawat disertai paraf di
catatan pemberian obat

Perawat memberikan obat kepada


pasien sesuai dengan dosis dan
aturan pakai, dicatat dan diparaf

Gambar 3.6 Alur Pelayanan Resep Rawat Inap Sistem UDD.

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 46


Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

3.5.2 Penelusuran Riwayat Penggunaan Obat


RSUD Kabupaten Sidoarjo belum melakukan penelusuran riwayat penggunaan obat,
karena jumlah apoteker di RSUD Kabupaten Sidoarjo masih terbatas.

3.5.3 Rekonsiliasi Obat


Rekonsiliasi obat di RSUD Kabupaten Sidoarjo dilakukan pada pasien baru rawat inap
untuk mengetahui pengobatan apa saja yang sudah dilakukan pasien selama di rumah dan
obat-obat apa saja yang dikonsumsi di rumah beserta dosis dan dibandingkan dengan
penggunaan obat yang diberikan pada saat di rumah sakit agar tidak terjadi medication error
pada pasien seperti dosis tidak sesuai, obat tidak tepat, adanya duplikasi atau interaksi obat.
Rekonsiliasi pasien juga bertujuan untuk mengetahui pasien yang alergi terhadap obat-obat
tertentu sehingga dokter dapat meresepkan obat yang tepat untuk pasien. Kegiatan mahasiswa
PKPA di ruangan:
- Pagi hari mahasiswa melakukan rekonsiliasi obat pada pasien rawat inap baru dengan
melakukan wawancara terhadap pasien maupun keluarganya;
- Mahasiswa menanyakan riwayat penyakit pasien terdahulu apakah berhubungan
dengan penyakit yang diderita saat masuk rumah sakit atau tidak, pengobatan apa saja
yang sudah dilakukan, lifestyle, juga menanyakan alergi obat pada pasien;
- Setelah melakukan visite bersama dengan dokter dan tenaga kesehatan lain, pasien
mengedukasi pasien tentang obat-obat apa saja yang sudah diterima oleh pasien
selama di rumah sakit serta menjelaskan cara pemakaian obat-obat dengan sediaan
khusus atau aturan pakai pada penggunaan obat oral.
Tahapan yang dilakukan mahasiswa saat melakukan rekonsiliasi pasien antara lain:
- Menanyakan nama dan usia pasien untuk memastikan bahwa pasien yang
direkonsiliasi adalah benar pasien yang dimaksud;
- Mengumpulkan data pasien dengan mencatat riwayat alergi pasien, riwayat penyakit,
dan juga riwayat pengobatan pasien sebelum masuk rumah sakit dan pada saat masuk
rumah sakit;
- Mengedukasi pasien tentang cara penggunaan obat yang diterima pasien.

3.5.4 Konseling
Kegiatan PKPA di Unit Pelayanan Konseling di RSUD Sidoarjo meliputi kegiatan
diskusi dan praktek konseling obat. Pada tahap awal mahasiswa melakukan diskusi dengan

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 47


Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

pembimbing untuk mendapatkan penjelasan mengenai persiapan pelaksanaan konseling yang


meliputi teknis pelaksanaan konseling dan hal-hal umum yang perlu diperhatikan selama
konseling. Selanjutnya Mahasiswa PKP mendapatkan kesempatan untuk melakukan
konseling di unit pelayanan konseling.
Konseling dilakukan di poli eksekutif farmasi 11 (melayani pasien umum) farmasi 8
dan 4 untuk pasien baru dan poli mawar merah atas (khusus pasien HIV/AIDS), dan
didampingingi oleh apoteker. Sebelum melakukan konseling, apoteker sebelumnya memberi
contoh kepada 2 pasien pertama yang menebus obat di UPF, kemudian pasien selanjutnya
akan dikonseling langsung oleh mahasiswa PKP. Berikut tahapan konseling yang dilakukan:
1. Pembukaan
Pembukaan bertujuan untuk melakukan pendekatan dan membangun kepercayaan. Hal
ini dilakukan dengan cara memperkenalkan diri, menjelaskan tujuan konseling, alasan
diberikan konseling dan berapa lama konseling akan diberikan.
2. Penilaian awal / identifikasi
Penilaian awal bertujuan untuk menilai pasien dan kebutuhan informasi. Hal yang
perlu diperhatikan adalah apakah pasien tersebut pasien baru atau lama dan bagaimana
peresepan untuk pasien baru atau lama.
3. Pemberian informasi
Pemberian informasi yang berisi informasi pokok tentang nama obat dan bentuk
sediaannya, cara penggunaannya, dan cara penyimpanan, serta menggunakan poster, leaflet
4. Verifikasi
Verifikasi bertujuan untuk memastikan apakah pasien memahami informasi yang
sudah disampaikan.
5. Tindak lanjut
Tindak lanjut bertujuan untuk mengikuti perkembangan pasien dan memonitoring
keberhasilan pengobatan dengan teknik membuat patient medication record (PMR) atau
komunikasi melalui telepon.
Materi yang disampaikan oleh mahasiswa pada saat melakukan konseling kepada
pasien meliputi :
a. Nama obat;
b. Tujuan pengobatan ;
c. Jadwal / aturan pengobatan meliputi dosis, waktu, dan frekuensi penggunaan;
d. Cara / rute penggunaan;

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 48


Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

e. Lama penggunaan ;
f. Efek samping obat yang umum terjadi;
g. Interaksi dengan obat lain;
h. Interaksi dengan makanan dan minuman;
i. Pengaruh terhadap gaya hidup;
j. Cara penyimpanan dan pembuangan sisa obat atau obat rusak;
k. Interpretasi hasil laboratorium;
Terdapat beberapa kriteria pasien yang perlu diberi konseling oleh apoteker RSUD
Kabupaten Sidoarjo yaitu:
- Pasien dengan penyakit kronis;
- Pasien yang menerima obat tertentu, misalnya obat dengan indeks terapi sempit, obat
dengan cara pakai khusus;
- Pasien yang mendapat obat dengan resep polifarmasi;
- Pasien pediatrik;
- Pasien geriatrik;
- Pasien yang mendapat pengobatan ARV.

3.5.5 Visite
Visite yang dilakukan di RSUD Kabupaten Sidoarjo yaitu melakukan kegiatan
kunjungan ke pasien rawat inap yang rutin dilakukan Apoteker secara mandiri atau bersama
tim tenaga kesehatan yaitu dokter penanggung jawab, perawat dan ahli gizi, untuk mengamati
kondisi klinis pasien secara langsung, dan mengkaji masalah terkait obat, memantau terapi
obat dan reaksi obat yang tidak dikehendaki, meningkatkan terapi obat yang rasional, dan
menyajikan informasi obat kepada dokter, pasien serta profesional kesehatan lainnya. Visite
juga dapat dilaksanakan secara mandiri oleh apoteker untuk menjelaskan kembali informasi
yang disampaikan dokter dan terapi apa saja yang didapat pasien selama di rumah sakit.
Pasien yang keluar rumah sakit juga dapat meminta untuk di -home care oleh apoteker untuk
mengetahui perkembangan penyakitnya dan ketepatan obat yang dikonsumsi setelah keluar
dari rumah sakit. Kegiatan mahasiswa PKPA di ruangan:
- visite bersama tim tenaga kesehatan (dokter, perawat, gizi) untuk melakukan
pelayanan kesehatan secara terintegrasi kepada pasien sehingga pasien mendapatkan
perawatan yang maksimal selama di rumah sakit;

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 49


Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

- visite secara mandiri kepada pasien untuk menanyakan perkembangan kesehatan


pasien dilihat dari kondisi fisik dan psikis pasien, juga mahasiswa PKPA memberikan
konseling secara pribadi kepada pasien terkait pengobatan pasien dan pola makan
pasien.

3.5.6 Pemantauan Terapi Obat (PTO)


Pemantauan terapi obat di RSUD Kabupaten Sidoarjo dilakukan dengan
mengumpulkan data pasien dan melakukan identifikasi mengenai masalah yang terkait
penggunaan obat, lalu jika telah diidentifikasi, maka apoteker dapat memberikan rekomendasi
penyelesaian masalah dengan memberikan bukti yang kuat terkait penggunaan obat dan juga
obat yang direkomendasikan kepada dokter yang bertanggung jawab terhadap pasien yang
bersangkutan, lalu apoteker melakukan pemantauan terhadap obat yang telah digunakan
pasien dengan melihat catatan medikasi pasien pada rekam medis pasien tersebut.

3.5.7 Monitoring Efek Samping Obat (MESO)


Monitoring Efek Samping Obat (MESO) di RSUD Kabupaten Sidoarjo dilakukan
dengan memantau setiap respon terhadap obat yang tidak dikehendaki, yang terjadi pada dosis
lazim yang digunakan pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosa dan terapi. Pada
pasien rawat inap maupun rawat jalan yang mengalami efek samping karena obat dan
diketahui oleh apoteker, segera dilakukan rekonsiliasi obat dengan menanyakan obat-obat apa
saja yang telah dikonsumsi sebelum terjadi efek samping obat, kemudian ditelaah manakah
obat yang menimbulkan efek samping pada pasien kemudian dilakukan konseling terhadap
pasien mengenai efek samping dari obat tersebut sehingga pasien dapat menghindari obat
tersebut agar tidak terjadi reaksi yang tidak diinginkan kembali.

3.5.8 Evaluasi Penggunaan Obat (EPO)


RSUD Kabupaten Sidoarjo belum optimal dilakukan evaluasi penggunaan obat karena
keterbatasan jumlah apoteker karena selama ini hanya sebatas untuk obat baru yang masuk
formularium rumah sakit.

3.5.9 Dispensing Sediaan Steril


RSUD Kabupaten Sidoarjo belum melakukan dispensing sediaan steril karena
keterbatasan fasilitas dan hanya dilakukan rekonstitusi obat secara teknik aseptis.

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 50


Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

3.5.10 Pemantauan Kadar Obat Dalam Darah (PKOD)


RSUD Kabupaten Sidoarjo belum melakukan kadar obat dalam darah karena
keterbatasan fasilitas.

3.5.11 Pelayanan Informasi Obat (PIO)


RSUD Kabupaten Sidoarjo memiliki unit Pelayanan Informasi Obat (PIO) yang
berada di bawah instalasi farmasi. PIO RSUD Kabupaten Sidoarjo melakukan kegiatan
penyediaan dan pemberian informasi yang berhubungan dengan obat, rekomendasi obat yang
independen, akurat, komprehensif dan terkini oleh apoteker kepada pasien, sejawat apoteker
dan tenaga kesehatan lain baik dari dalam maupun luar RSUD Kabupaten Sidoarjo. PIO yang
dilakukan oleh apoteker bertujuan untuk mendukung terlaksananya penggunaan obat yang
rasional.
Ruang lingkup PIO di RSUD Kabupaten Sidoarjo meliputi penyediaan, pengolahan,
penyajian dan pengawasan mutu data atau informasi obat dan keputusan profesional, serta
pemberian informasi baik secara aktif maupun pasif. Informasi secara aktif diberikan dalam
bentuk seperti leaflet, penyuluhan, maupun buletin yang memuat tentang informasi obat, yang
di letakkan di setiap unit instalasi farmasi di RSUD Kabupaten Sidoarjo, sedangkan informasi
secara pasif yang dilakukan apoteker yaitu memberikan jawaban atas setiap pertanyaan yang
diajukan kepada apoteker, pada saat di ruang rawat inap ataupun di ruang lingkup RSUD
Kabupaten Sidoarjo. Kegiatan PIO yang dilakukan di RSUD Kabupaten Sidoarjo antara lain:
1. Menjawab pertanyaan;
2. Menerbitkan buletin, leaflet, dan poster;
3. Menyediakan informasi bagi kft sehubungan dengan penyusunan formularium rumah
sakit;
4. Bersama dengan tim penyuluhan kesehatan rumah sakit (pkrs) atau apoteker
melakukan kegiatan penyuluhan bagi pasien rawat jalan di farmasi 5;
5. Melakukan pendidikan berkelanjutan bagi tenaga kefarmasian dan tenaga kesehatan
lainnya;
6. Melakukan penelitian.
Kegiatan mahasiswa Praktek Kerja Profesi Apoteker di PIO antara lain:
1. Diskusi tentang PIO.
2. Membuat leaflet.
3. Melakukan penyuluhan kepada pasien dan keluarga pasien tentang penggunaan obat.

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 51


Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

3.5.12 Sistem Distribusi Obat


Pelayanan farmasi di ruang rawat inap pasien yaitu berupa adanya apoteker
penanggung jawab pada setiap bangsal untuk memberi layanan informasi terkait obat dan
permasalahannya dan bekerjasama dengan tenaga kesehatan lain (dokter, perawat, petugas
gizi dll). Untuk mendukung kegiatan farmasi klinik di RSUD Sidoarjo perlu dilakukan
program distribusi obat yang efektif dan efisien yaitu dengan sistem UDD (Unit Dose
Dispensing). Unit Dose Dispensing merupakan sistem distribusi obat untuk satu kali pakai
sedangkan One Daily Dose Dispensing merupakan salah satu sistem distribusi obat dan alat
kesehatan kepada pasien rawat inap untuk pemakaian satu hari. Distribusi obat secara UDD
telah diterapkan pada hampir di seluruh ruangan rawat inap RSUD Sidoarjo, mulai dari
Mawar Merah, Mawar Putih, Mawar Kuning, Teratai, Tulip, terkecuali pada ruang VK
(bersalin) dan IPIT (Instalasi Pelayanan Intensif Terpadu). Untuk IPIT masih menggunakan
sistem ODD dan pada ruang VK obat diberikan secara keseluruhan. karena sifat pelayanan
obat pada ruangan tersebut yang emergency atau dapat berubah sewaktu-waktu sesuai
kebutuhan. Pengecekan obat ODD di ruang VK dan IPIT dilakukan setiap hari untuk
memastiakan jumlah obat yang diperlukan selalu tersedia ketika obat-obat tersebut
diperlukan. Terdapat 4 warna etiket untuk membedakan jam pemberian obat, yaitu: warna
pink (pagi pukul 6, 7, 8 pagi), kuning (siang pukul 13, 14, 15), hijau (malam pukul 20, 21,
22), putih (penggunaan di luar jam yang telah ditentukan).
Kelebihan dan Kekurangan UDD (Unit Dose Dispensing) :
Kelebihan UDD :
a) Meminimalkan medication error karena obat disiapkan oleh tenaga farmasi melalui
kontrol yang bertahap dan diserahkan langsung kepada pasiennya sehingga edukasi
dan pemberian informasi kepada pasien benar benar dapat dilakukan
b) Interaksi antara farmasis dengan perawat dan dokter menjadi lebih intensif.
c) Resep dapat dikaji oleh farmasis.
d) Farmasis dapat melakukan monitoring penggunaan obat pada pasien
e) Farmasis mendapat profil pengobatan pasien secara lengkap
f) Efisiensi ruang perawatan untuk penyimpanan obat
g) Mengurangi beban perawat dalam penyiapan obat sehingga perawat dapat focus
merawat pasien
h) Meniadakan obat yang berlebihan dan menghindari kerusakan obat
i) Pasien hanya membayar obat yang telah dipakai

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 52


Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

j) Mengurangi kehilangan obat


Kekurangan UDD:
a) Membutuhkan banyak tenaga farmasi
b) Membutuhkan skill/ pelatihan
c) Administrasi akan lebih rumit dan banyak
Prosedur UDD (Unit Dose Dispensing) :
1. Dokter
a) Meresepkan obat injeksi dan oral untuk 1 hari.
b) Menulis terapi pasien di catatan medis pasien dan menulis resep atau memeriksa
tulisan R/
c) Bila pemakaian obat dihentikan, dokter yang merawat menuliskan:
- Tanggal dan jam penghentian pemakaian
- Nama obat pengganti
- Memberi paraf
2. Perawat
a) Menginformasikan kepada dokter yang visite terkait sisa obat pasien saat dokter
menuliskan resep
b) Mengumpulkan resep pasien dan menyerahkan ke farmasis ruangan
c) Saat menerima obat pasien dari petugas apotek, melakukan kroscek/pengecekan
dengan catatan obat perawat dan memberi paraf di serah terima
d) Perawat mengkoordinir sisa obat dan alkes pasien yang KRS (mengisi blangko
retur)
3. Farmasis Ruangan
a) Bersama dokter dan perawat visite ke pasien di bangsal
b) Mengecek ketepatan jumlah kebutuhan obat yang diresepkan untuk pasien (terkait
dengan aspek ekonomi pasien dan sisa obat yang ada)
c) Mereview resep dokter, apakah ada masalah atau tidak terkait obat (ada indikasi
tapi belum diobati, dosis obat, kepatuhan pasien, ada obat tapi tidak ada indikasi,
ketersediaan obat/ standar, dll)
d) Menerima resep dari perawat
e) Mereview resep berdasar rekam medis pasien untuk mengkaji permasalahan terkait
obat dan melakukan diskusi dengan dokter/ perawat
f) Mencatat terapi pasien di lembar terapi pasien

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 53


Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

g) Melakukan kroscek dengan perawat terkait pemakaian obat yang benar


h) Memberi layanan konseling terkait obat kepada pasien dan keluarganya
i) Menyerahkan resep yang sudah di review kepada Asisten Apoteker untuk
disiapkan
4. Asisten apoteker
a) Menerima R/ yang sudah direview farmasis ruangan
b) Mengkoordinir kelengkapan administrasi pasien
c) Menginformasikan harga obat untuk pasien umum
d) Menyiapkan obat pasien : obat injeksi dan obat oral untuk setiap kali pakai
disiapkan sesuai nama obat, dosis, ruangan, umur dan aturan pakai yang jelas pada
waktu penggunaan pagi (etiket merah muda), siang (etiket kuning), sore (etiket
putih) dan malam (etiket hijau)
e) Melakukan serah terima obat kepada perawat disertai paraf penerima
f) Meneliti kembali obat dan alkes yang telah disiapkan, kemudian dimasukan
kedalam wadah
g) Mencatat nama pasien dan ruangan pasien di buku ekspedisi pengiriman obat.
h) Obat/alkes yang sudah disiapkan dimasukan ke dalam kereta obat, kemudian
diserahkan kepada perawat ruangan
i) Melakukan serah terima obat kepada perawat disertai paraf penerima.
j) Menginformasikan kepada perawat terkait penggantian obat
k) Resep dikumpulkaen untuk setiap pasien, kemudian dibuat laporan terkait biaya
obat/alkes yang diperlukan selama rawat inap
l) Mengkoordinir sisa obat/alkes yang tidak terpakai untuk dikembalikan ke Unit
Pelayanan Farmasi
m) Mencatat dan melaporkan obat yang tidak terlayani, diganti sesuai permintaan
(konfirmasi) dari dokter

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 54


Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

3.6 Central Sterille Supply Department (CSSD)


Kegiatan PKPA di Instalasi CSSD di RSUD Kabupaten Sidoarjo meliputi pemberian
materi tentang CSSD di RSUD Sidoarjo.

3.6.1. Definisi CSSD


Central Sterile Supply Department (CSSD atau Instalasi Pusat Sterilisasi adalah suatu
unit kerja di rumah sakit yang memberikan pelayanan steriliasi secara sentralisasi. Sentral
tersebut mecerminkan kegiatan yang dilakukan tersentralisasi, dalam satu atap manajemen
agar kualitas yang dicapai dapat terstandarisasi, tidak ada duplikasi pelayanan sterilisasi
sehingga terjadi efisiensi cost bagi rumah sakit. Berdasarkan SK Dirut no.
9456/TU.K/XII/208, Instalasi Pusat Steriliasi merupakan salah satu unit kerja non structural,
instalasi medic yang dibawah dan bertanggungjawab kepad Direktorat Umum dan
Operasional. Instalasi Pusat Sterilisasi dipimping oleh seorang pejabat pengelola yang disebut
Kepala Instalasi.

3.6.2. Fungsi CSSD


CSSD berfungsi untuk menerima, memproses, mensterilkan, menyimpan dan
mendistribusikan peralatan medis ke berbagai ruangan di rumah sakit untuk kepentingan
perawatan pasien.

3.6.3. Tujuan CSSD


CSSD bertujuan untuk mengetahui dasar pembentukkan CSSD di instansi kesehatan
teruatama di rumah sakit beserta kegiatan di dalamnya serta perannya di rumah sakit.

3.6.4. Tanggung Jawab CSSD


Tanggung jawab CSSD meliputi :
1. Menyiapkan peralaan medis untuk perawatan pasien;
2. Melakukan proses steriliasi alat/ bahan;
3. Mendistribusikan alat-alat yang dibutuhkan oleh ruang perawatan, kamar operasi, dan
ruangan lainnya;
4. Berpartisipasi dalam pemilihan peralatan dan bahan yang aman, efektif, dan bermutu;
5. Mempertahankan stock inventory yang memadai untuk kepenuhan perawatan pasien;
6. Mempertahankan standar yang telah ditetapkan;

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 55


Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

7. Mendokumentasikan setiap aktivitas pembersihan, disinfeksi, sterilisasi, dan distribusi


sebagai bagian dari program upaya pengendalian mutu;
8. Melakukan penelitian terhadap hasil sterilisasi dalam rangka pencegahan dan
pengendalian infeksi bersama dengan panitia pengendalian infeksi nosocomial;
9. Memberikan penyuluhan tentang hal-hal yang berkaitan dengan masalah steriliasasi;
10. Menyelenggarakan pendidikan dan pengembanga staf instalasi pusat sterilisasi baik
yang bersifat intern maupun ekstern;
11. Mengevaluasi hasil sterilisasi.

3.6.5. Prinsip Dasar Operasional


Prinsip dasar operasional dari CSSD adalah :
1. Setiap rumah sakit harus memiliki pusat sterilisasi yang mampu memberikan
pelayanan sterilisasi di rumah sakit dengan baik.
2. Memberikan pelayanan bahan/ alat medik steril untuk kebutuhan unit-unit di rumah
sakit selama 24 jam.

3.6.6. Tujuan Praktek Kerja Profesi (PKPA) di Instalasi CSSD


Mahasiswa program profesi apoteker diharapkan dapat memahami gambaran kegiatan
pelayanan sterilisasi di Instalasi CSSD di RSUD Sidoarjo.

3.7. Unit Pelayanan RSUD Sidoarjo


3.7.1. Fungsi Unit Produksi RSUD Sidoarjo
Unit produksi melakukan kegiatan membuat, merubah bentuk dan me-ngemas kembali
sediaan farmasi untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan di rumah sakit guna untuk
membantu dan menunjang fungsi Instalasi Farmasi dalam hal penyiapan dan pengadaan
perbekalan farmasi (obat).
3.7.2. Kegiatan di Unit Produksi
Unit produksi farmasi dibagi menjadi 2 yaitu unit produksi non steril dan unit produksi
steril. Unit produksi melakukan kegiatan berupa pengadaan bahan baku dan kemasan dengan
cara membuat surat permintaan ke bagian gudang, kemudian diproses oleh pihak gudang
dengan menyediakan bahan yang telah dipesan oleh unit produksi.

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 56


Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

1. Unit produksi steril


Unit produksi steril bertujuan untuk mendapatkan sediaan dengan sterilitas terjamin,
mendapatkan sediaan dengan mutu terjamin (kompatibel dengan pelarut, obat lain,
material kontainer serta stabilitas terjamin), mengurangi medication errors (kesalahan
dalam pemberian obat) dan meningkatkan efisiensi dengan mengurangi terbuangnya
kelebihan obat. Produksi steril dilakukan dengan teknik aseptis yaitu melaksanakan
suatu prosedur dibawah kondisi yang terkontrol untuk meminimalkan terjadinya
kontaminasi mikroorganisme atau partikel kontaminan (mempertahankan sterilitas
sediaan). Faktor-faktor yang mempengaruhi kontaminasi yaitu lingkungan, petugas/
personil, APD (Alat Pelindung Diri) dan peralatan/ bahan. Unit produksi steril
mencakup beberapa ruang lingkup diantaranya:
- IV Admixture yaitu menyiapkan obat suntik secara aseptis meliputi dilution
(pengenceran), reconstitution (melarutkan) dan compounding (meracik);
- Total Parenteral Nutrition (TPN) yaitu menyediakan sediaan nutrisi parenteral secara
aseptis.
Beyond Use Date (BUD) adalah tanggal yang ditetapkan pada produk yang telah
dibuka dimana kondisi produk tersebut masih dalam rentang stabil dan dapat diberikan
kepada pasien. BUD sediaan steril dipengaruhi oleh:
- stabilitas fisika kimia obat;
- tingkat risiko kontaminasi penyiapan
a. segera digunakan (emergency use, BUD <1 jam suhu kamar)
b. risiko rendah (di dalam LAF, tahapan pencampuran sedikit, BUD 48 jam suhu
kamar)
c. risiko rendah BUD <12 jam
d. risiko sedang (di dalam LAF, tahapan pencampuran banyak, BUD 30 jam suhu
kamar)
e. risiko tinggi (tidak didalam LAF, BUD 24 jam suhu kamar)
2. Unit produksi non steril
Unit produksi non steril berfungsi membuat sediaan non steril sesuai kebutuhan dokter
di Rumah Sakit dan didistribusikan melalui unit-unit distribusi farmasi. Kriteria
produksi sediaan non steril meliputi:
- obat yang dikehendaki dalam konsentrasi tertentu;
- obat yang dikehendaki dalam formula khusus;

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 57


Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

- obat yang dikehendaki dalam jumlah banyak untuk permintaan rutin dan dapat
diproduksi dengan harga yang murah;
- obat yang tidak stabil dalam penyimpanan dan perlu dalam bentuk baru (recente
paratus).
Sediaan yang diproduksi di unit produksi non steril antara lain antiseptik, disinfektan,
obat jerawat, obat kumur, obat biang keringat, salep antipruritus dan krim kecantikan.
Bahan baku obat/ Obat

Penimbangan

Persiapan pembuatan
(persiapan alat dan petugas)

Pembuatan

Pewadahan/ Labeling
(pengawasan mutu)

Pengarsipan

Distribusi atau penyaluran
Gambar 3.7 Alur proses produksi non steril
BUD sediaan non steril, diantaranya:
- sediaan repacking
a. bentuk sediaan padat
Jika ED < 1 th, BUD = ED pabrik
Jika ED > 1 th, BUD max = 1 th
b. bentuk sediaan cair
Obat rekonstitusi
BUD sesuai informasi kemasan
Obat Non Rekonstitusi
Jika ED < 1 th, BUD = ED pabrik
Jika ED > 1 th, BUD max = 1 th

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 58


Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

c. bentuk sediaan semi padat


Jika ED < 1 th, BUD = ED pabrik
Jika ED > 1 th, BUD max = 1 th
- sediaan racikan
a. bentuk sediaan padat
Cek ED masing-masing obat
ED <6 bulan, BUD Max = ED
ED >6 bulan, hitung 25% sisa waktu sebelum ED
jika hasilnya >6 bln, BUD max 6 bln
jika hasilnya <6 bln, BUD=hasil hitungan
b. bentuk sediaan cair
Mengandung air: BUD max = 14 hari
Tidak mengandung air : idem perhitungan 25%
c. bentuk sediaan semi padat
BUD max = 30 hari
Pendistribusian ke unit farmasi dilakukan dengan menggunakan surat permintaan yang
ditujuakan kepada unit produksi dan selanjutnya diperiksa oleh unit produksi jenis sedian
yang diminta serta jumlahnya.

SUB UNIT
FLOOR STOCK
(melalui ruangan/ poli)
SUB UNIT
PRODUKSI
SUB UNIT
DISTRIBUSI
(melalui armasi 1 – 11)

Gambar 3.8 Alur distribusi produksi

Cara pembuatan H2O2 7% 20 liter


1. Ukur volume H2O2 50% sebanyak 2800 mL.
2. Tambahkan aquadet sebnyak 17,2 liter.
3. Aduk hingga homogen, simpan dalam wadah tertutup rapat dan beri etiket biru.
4. H2O2 7% digunakan untuk pencucian tabung mesin hemodialisa.

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 59


Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

Cara pembuatan formalin 10% 2 liter


1. Formalin 37% diukur sebayak 540 cc.
2. Alcohol 96% diukur sebanyak 1400 cc.
3. Tambahkan aquadest sebnyak 60 cc ke dalam formalin 37%, kemudian diaduk hingga
homogen.
4. Ditambahkan alcohol 96% ke dalam campuran formalin dan aquadets, kemudian di
aduk hinggga homogen.
5. Larutan dimasukan ke dalam botol berukuran 200 cc sebanyak 10 botol.

Cara pembuatan alcohol 70% 20 liter


1. Alcohol 96% diukur sebanyak 14 liter.
2. Aquadest diukur sebanyak 6 liter.
3. Kedua bahan dicampur dan diaduk sampai homogen.

3.8 High Alert Medication dan LASA (Look Alike Sound Alike)
Menurut Permenkes RI No 1691/MENKES/PER/VIII/2011 Tentang keselamatan
pasien Rumah sakit, obat-obatan yang perlu diwaspadai (high-alert medications) adalah obat
yang sering menyebabkan terjadi kesalahan/kesalahan serius (sentinel event), obat yang
berisiko tinggi menyebabkan dampak yang tidak diinginkan (adverse outcome) seperti obat-
obat yang terlihat mirip dan kedengarannya mirip (Nama Obat, Rupa dan Ucapan
Mirip/NORUM, atau Look Alike Sound Alike/LASA). Contohnya: injeksi atropin sulfat,
injeksi dopamine dan injeksi lidocain.
Penataan obat High allert di RSUD Sidoarjo dipisahkan dan diisolir (bisa
menggunakan isolasi warna merah) dengan obat lain untuk mencegah terjadinya kesalahan
dalam pengambilan obat. Pada obat high allert ditempelkan stiker merah yang bertuliskan
‘High allert’ pada setiap kemasan obat high allert. Obat high allert jenis larutan pekat selain
ditempel stiker warna merah bertuliskan ‘High Allert’, pada setiap kemasan juga ditempelkan
stiker bertuliskan ‘Elektrolit Pekat Harus Diencerkan Sebelum Digunakan’.
Setiap penggunaan atau pengambilan obat yang termasuk dalam high alert harus disertai
dengan ‘Double Check’ dalam setiap penggunaanya.Double check harus dilakukan oleh 2
orang yang berbeda.
LASA (Look Alike Sound Alike) adalah obat- obat yang memiliki kemiripan dalam
bentuk, nama, kemasan, ucapan, etiket ataupun labeling (WHO, 2007). Penataan obat katagori

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 60


Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

LASA di RSUD Sidoarjo diberikan penanda dengan stiker berwarna hijau bertuliskan
‘LASA’ pada tempat penyimpanan obat dan untuk obat- obat yang namanya mirip dibuat
dengan cara Tall Man Letter sehingga dapat mengurangi risiko terjadinya kesalahan
pengambilan obat, dan letak penataan untuk obat LASA diberi jarak dan dipisahkan satu sama
lain.

3.9 Obat Darurat (Emergency Kit)


Obat gawat darurat (emergeny kit) merupakan sebagian dari obat-obatan yang harus
ada dalam persediaan ruangan, obat ini mutlak harus selalu tersedia di setiap ruangan untuk
mengatasi keadaan gawat darurat yang membutuhkan obat-obatan secara cepat/ emergency.
Obat gawat darurat bersifat life saving yang diperlukan pada keadaan gawat darurat untuk
menyelamatkan jiwa atau mencegah terjadinya kematian dan kecacatan seumur hidup
(Hadiani, 2011). Menurut Permenkes 72 tahun 2016, pengelolaan obat gawat darurat harus
menjamin:
a) Jumlah dan jenis obat sesuai dengan daftar obat emergensi yang telah ditetapkan;
b) Tidak boleh bercampur dengan persediaan obat untuk kebutuhan lain;
c) Bila dipakai untuk keperluan emergensi harus segera diganti;
d) Dicek secara berkala apakah ada yang kadaluwarsa;
e) Dilarang untuk dipinjam untuk kebutuhan lain.

3.10 Pelayanan Sediaan Farmasi di RSUD Sidoarjo


Pelayanan Sediaan Farmasi di RSUD Sidoarjo yang masih diberikan dalam pelayanan
resep, antara lain:
1) Tablet kunyah
Tablet yang dapat dikunyah dan tidak meninggalkan rasa tidak enak setelah dikunyah.
Umumnya digunakan dalam formulasi tablet untuk anak, vitamin, antasida dan antibiotik
tertentu
2) Tablet hisap
Tablet dangan kandungan bahan beraroma dan rasa manis yang dapat membuat tablet
perlahan hancur atau larut di dalam mulut. Tablet hisap yang dibuat dengan cara tuang dapat
disebut pastiles, sedangkan yang dibuat dengan cara dikempa disebut troches.

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 61


Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

3) Suppositoria
Menurut Farmakope Indonesia edisi V suppositoria adalah sediaan padat dalam
berbagai bobot bentuk, yang diberikan melalui rektal, vagina atau uretra. Umumnya meleleh,
melunak atau melarut pada suhu tubuh (Farmakope Indonesia, 2014). Macam-macam sediaan
suppositoria, yaitu : Suppositoria rektal, Suppositoria vaginal, Suppositoria urethral
4) Insulin
Insulin berfungsi untuk membantu proses masuknya glukosa dari makanan atau
sumber nutrisi lain ke dalam sel, untuk kemudian di dalam sel glukosa itu dimetabolisme
menjadi tenaga. Apabila tidak terdapat insulin di dalam darah, maka glukosa akan tetap
berada dalam pembuluh darah yang menyebabkan glukosa dalam darah meningkat. Dalam
keadaan seperti ini badan akan lemah karena tidak ada sumber energi didalam sel (Gilman,
2007).
Untuk tujuan terapeutik, dosis dan konsentrasi insulin dinyatakan dalam unit. Satuan
tersebut digunakan ketika sediaan hormon belum murni dan perlu untuk menstandarisasi
sediaan ini melalui uji hayati. Satu unit insulin setara dengan jumlah yang dibutuhkan untuk
menurunkan konsentrasi glukosa darah pada kelinci yang berpuasa menjadi 45 mg/dl. Sediaan
homogen insulin manusia mengandung antara 25-30 U/mg (Gilman, 2007).
5) Inhaler
Terapi inhalasi adalah pemberian obat secara langsung ke dalam saluran napas melalui
penghisapan. Terapi pemberian ini, saat ini makin berkembang luas dan banyak dipakai pada
pengobatan penyakit-penyakit saluran napas. Berbagai macam obat seperti antibiotik,
mukolitik, anti inflamasi dan bronkodilator sering digunakan pada terapi inhalasi. Obat asma
inhalasi yang memungkinkan penghantaran obat langsung ke paru-paru, dimana saja dan
kapan saja akan memudahkan pasien mengatasi keluhan sesak napas.
6) Tetes Mata
Tetes mata adalah sediaan steril berupa larutan atau suspensi digunakan pada mata
dengan cara meneteskan obat pada selaput lendir mata disekitar kelopak mata atau bola mata.
Tetes mata digunakan untuk menghasilkan efek diagnostik dan terapeutik lokal dan yang lain
untuk merealisasikan kerja farmakologis yang terjadi setelah berlangsungnya penetrasi bahan
obat, dalam jaringan yang umumnya terdapat disekitar mata (Voight,1994).

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 62


Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

7) Salep Mata
Salep mata adalah salep yang digunakan padamata. Pada pembuatan salep mata harus
diberikan perhatian khusus. Sediaan dibuat daribahan yang sudah disterilkan dengan
perlakuan aseptik yang ketat serta memenuhi syarat uji sterilitas.
3.11 Poli Mawar Merah
Poli mawar merah merupakan poli rawat jalan khusus untuk penanganan pasien HIV
dan AIDS di wilayah kabupaten Sidoarjo. Pelayanan poli mawar merah dilakukan oleh
apoteker. Setiap hari selasa dan kamis pkl 08.00 sampai 12.00 dilaksanakan konseling dan
pemberian obat bagi pasien HIV/AIDS. Sedangkan hari senin, rabu, jumat dan sabtu hanya
melayani pengambilan obat.
3.11.1 Pengertian HIV dan AIDS
Merupakan kumpulan gejala penyakit yg disebabkan oleh Human Immunodeficiency
Virus (HIV). HIV berada dlm darah, cairan sperma, cairan vagina dan ASI. Virus HIV
merusak kekebalan tubuh manusia, mengakibatkan turun/hilang daya tahan tubuh sehingga
mudah terjangkit penyakit infeksi. Cara penularan yang lazim adalah hubungan seks yang
tidak aman (tidak menggunakan kondom) dengan mitra seksual terinfeksi HIV, kontak
dengan darah yang terinfeksi (tusukan jarum suntik, pemakaian jarum suntik secara
bersamaan, dan produk darah yang terkontaminasi), dan penularan dari ibu ke bayi (selama
kehamilan, persalinan, dan sewaktu menyusui). Cara lain yang lebih jarang seperti, tato,
transplantasi organ dan jaringan, inseminasi buatan, tindakan medis semi infasif. Resiko
penularan tersebut di pengaruhi oleh banyak faktor misalnya ulkus genital atau Infeksi
Menular Seksual (IMS). Tidak ada risiko penularan pada hubungan sosial, kontak non
seksual, seperti berciuman, pemakaian bersamaan alat makan (gelas, tubuh bersentuhan, atau
penggunaan toilet umum). HIV tidak disebarkan oleh nyamuk atau serangga lainnya.
3.11.2 Gejala HIV/AIDS
1. Berat badan menurun >10% dalam 1 bulan
2. Diare kronis lebih dari 1 bulan
3. Demam berkepanjang lebih dari 1 bulan
4. Penurunan kesadaran dan gangguan neurologis
5. Demensia/HIV Ensefalopati
6. Batuk menetap lebih dari 1 bulan
7. Dermatitis generalisata
8. Herpes Zoster multisegmen dan Herpes Zoster berulang

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 63


Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

9. Kandidiasis orofaringeal
10. Herpes simpleks kronis progresif
11. Infeksi jamur berulang pada alat kelamin wanita.

3.11.3 Pencegahan HIV/AIDS


1. Menghindari farktor risiko seperti melakukan seks bebas, tidak menggunakan narkoba,
melakukan hubungan sesama jenis.
2. Menggunakan kondom/pengaman lainnya pada saat melakukan hubungan seks.
3. Menggunakan jarum suntik yang baru dan steril saat akan melakukan transfusi darah.
4. Menggunakan obat Anti Retro Viral (ARV) sebagai pencegahan penularan HIV.

3.11.4 Macam-Macam Obat Anti Retro Viral


1. DUVIRAL (Zidovudin- Lamivudin)
2. NEVIRAL (Nevirapin)
3. TENOFOVIR (Tenofovir)
4. STAVIRAL (Stavudin)
5. EFAVIRENZ (Efavirenz)
6. ALUVIA (Lopinavir/ritonavir)
7. REVIRAL (Zidovudin)
8. HIVIRAL (Lamivudin)

3.11.5 Pengelolaan Obat Anti Retro Viral di RSUD Sidorjo


1. Perencanaan
Perencanaan dan pengadaan obat anti retro viral dilakukan setiap 1 bulan sekali
dengan mempertimbangkan :
a. Sisa stok obat ARV
b. Jumlah pasien yang menggunakan obat ARV
c. Regimen obat yang digunakan
d. Mencukupi kebutuhan ARV untuk 3 bulan ke depan
2. Permintaan
Permintaan obat ARV langsung dilakukan kepada Dinas Kesehatan Propinsi Jawa
Timur tembusan kepada Dirjen P2PL DEPKES Dinas Kesehatan Kabupaten Sidoarjo. Dinkes

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 64


Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

propinsi Jatim menilai jika sudah benar Dinkes propinsi Jatim melakukan pengiriman obat
ARV ke Rumah Sakit.

3. Pelayanan Obat ARV

Mengkaji resep dokter/terapi ARV untuk pasien

Menyiapkan obat ARV

Konseling kesiapan pasien

SIAP TIDAK SIAP


Konseling pemberian obat dan Pemberian ARV ditunda dan
memberikan kartu pengambilan memberikan konseling mengenai
penyakit HIV serta motivasi diri
kepada pasien mengenai
pentingnya pengobatan demi
Pencatatan di form registrasi kelangsungan hidup pasien
pemberian obat ARV

Pencatatan di kartu stok obat ARV

Gambar 3.9 Alur Pelayanan Obat ARV.

3.11.6 Peran Farmasis Di Poli Mawar Merah


1. Melakukan pengelolaan obat ARV diantaranya perencanaan, pengadaan, penerimaan,
pemeriksaan, pencatatan, dan pelaporan.
2. Melakukan koordinasi dengan dokter untuk menentukan regimen terapi dan
pemberian ARV kepada pasien.
3. Memberi konseling pengobatan ARV.
4. Monitoring kepatuhan minum obat ARV.

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 65


Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

BAB IV
PEMBAHASAN

4.1. Unit Pelayanan Farmasi


4.1.1. Analisa Kepuasan di Unit Pelayanan Farmasi
Analisa kepuaan adalah suatu upaya yang dilaksanakan secara berkesinambungan,
sistematis dan objektif dalam memantau dan menilai barang, jasa, maupun pelayanan yang
dihasilkan perusahaan atau institusi dan dibandingkan dengan standar yang telah ditetapkan
serta menyelesaikan masalah yang ditemukan dengan tujuan untuk memperbaiki mutu.
Upaya pengendalian kepuasan di Instalasi Farmasi RSUD Sidoarjo dilakukan di unit
rawat jalan dengan menggunakan metode kuisioner yang dibagikan kepada pasien atau
keluarga pasien. Kuesioner dibagikan kepada pasien unit rawat jalan farmasi 1, farmasi 11
dan farmasi 5 dengan jumlah kuesioner antara 50 – 100 lembar, pasien di unit farmasi 1dan 11
merupakan pasien umum dan pasien pada unit farmasi 5 merupakan pasien BPJS. Pembagian
kuesioner dilakukan mulai pasien datang ke ruang tunggu unit farmasi rawat jalan RSUD
Sidoarjo hingga pukul 15.00.

A. Unit Pelayanan Farmasi 1


Unit Pelayanan Farmasi 1 merupakan unit pelayanan farmasi melayani resep pasien
umum rawat jalan. Berikut adalah data hasil kuesioner yang dilakukan di unit farmasi 1
RSUD Sidoarjo.
Tabel 4.1 Tingkat Kepuasan Pasien Terhadap Pelayanan di Farmasi 1

No. Pertanyaan Kurang Baik


1. Sikap dan perilaku petugas dalam memberikan 5 287
pelayanan
2. Waktu tunggu pelayanan obat 146 146
3. Informasi tentang obat yang diberikan petugas 65 227
4. Kelengkapan obat di Unit Pelayanan Farmasi/Apotek 53 239
RS
5. Penampilan Unit Layanan Farmasi 8 284
6. Ruang tunggu Unit Pelayanan Farmasi 96 196
7. Pelayanan obat di RSUD Sidoarjo secara keseluruhan 61 231

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 66


Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

Tabel 4.2 Identitas Responden kepuasan pelanggan di Unit Farmasi 1.

Identitas Jumlah Persentase (%)


Jenis Perempuan 177 60,6
Kelamin Laki-laki 115 39,4
Status Pasien 194 66,4
Keluarga pasien 98 33,6

Gambar 4.1. Grafik Tingkat Kepuasan Pasien Terhadap Pelayanan di Unit Farmasi 1

Berdasarkan hasil grafik untuk pelayanan yang masih perlu perbaikan adalah waktu
tunggu pelayanan obat. Pasien menyatakan bahwa pelayanan obat difarmasi 1 masih lama
maka dari itu respon time pelayanan perlu diperbaiki dan perlu penambahan tenaga TTK agar
pelayanan tidak terlalu lama.
a. Distribusi jawaban responden terkait dengan sikap dan perilaku dalam melayani resep di
unit farmasi 1
Rumus perhitungan : A
 100%
B

Keterangan : A= Jumlah jawaban


B= Jumlah Responden

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 67


Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

Tabel 4.3 Persentase (%) distribusi responden terkait dengan sikap dan perilaku petugas
dalam melayani resep di unit farmasi 1

Jawaban Jumlah Persentase (%)


Jawaban
Baik 287 98,3
Kurang 5 1,7
Total 100

Dari hasil distribusi kuesioner untuk sikap dan perilaku petugas dalam melayani resep
di unit farmasi 1, pasien menilai sikap dan perilaku petugas sudah baik dengan perolehan
respon baik sejumlah 287 pasien dengan persentase 98,3%. Sedangkan, untuk hasil respon
Kurang sejumlah 5 pasien dengan persentase 1,7%. Hal ini menunjukkan bahwa pasien
merasa telah terlayani dengan baik.
b. Distribusi jawaban responden terkait dengan waktu pelayanan obat
Rumus perhitungan : A
 100%
B

Keterangan : A= Jumlah jawaban


B= Jumlah Responden
Tabel 4.4 Persentase (%) distribusi responden terkait dengan waktu pelayanan
di unit farmasi 1
Jawaban Jumlah Persentase (%)
Jawaban
Baik 146 50
Kurang 146 50
Total 100

Hasil kuesioner terkait waktu pelayanan obat di unit farmasi 1, pasien menilai waktu
pelayanan obat oleh petugas dengan respon Baik sebanyak 50%, sedangkan untuk respon
Kurang sebanyak 50%. Hal ini menujukkan bahwa waktu tunggu untuk pengambilan obat
oleh pasien dinilai lama untuk sebagian pasien, sehingga perlu ada peningkatan kecepatan
pelayanan dalam unit farmasi 1 agar pasien tidak menunggu terlalu lama.
c. Distribusi jawaban responden terkait dengan informasi tentang obat yang diberikan oleh
petugas di unit farmasi 1.

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 68


Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

Rumus perhitungan : A
 100%
B

Keterangan : A= Jumlah jawaban


B= Jumlah Responden
Tabel 4.5 Persentase (%) distribusi responden terkait dengan informasi tentang obat yang
diberikan oleh petugas di unit farmasi 1

Jawaban Jumlah Persentase (%)


Jawaban
Baik 227 77,7
Kurang 65 22,3
Total 100

Dari hasil kuesioner untuk informasi tentang obat yang diberikan oleh petugas kepada
pasien, pasien memberikan respon yang baik sejumlah 77,7%, sedangkan nilai kurang
sebanyak 22,3%. Hal ini menunjukkan bahwa pasien merasa mendapat informasi yang cukup
dari petugas farmasi seputar cara penggunaan dan indikasi obat sehingga pasien merasa aman
dalam menggunakan obat yang di dapatkan.
d. Distribusi jawaban responden terkait dengan Kelengkapan Obat di unit farmasi 1.
Rumus perhitungan : A
 100%
B

Keterangan : A= Jumlah jawaban


B= Jumlah Responden
Tabel 4.6 Persentase (%) distribusi responden terkait dengan Kelengkapan Obat
di unit farmasi 1
Jawaban Jumlah Persentase (%)
Jawaban
Baik 239 81,8
Kurang 53 18,2
Total 100

Hasil respondensi terkait kelengkapan obat di unit farmasi 1, didapatkan hasil baik
sejumlah 81,8%, sedangkan kurang 18,2%. Pasien menilai bahwa banyak jenis obat yang di

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 69


Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

resepkan oleh dokter sesuai dengan obat yang tersedia di unit farmasi. Hasil ini menunjukkan
bahwa kelengkapan obat di unit farmasi 1 masih terbilang lengkap.
e. Distribusi jawaban responden terkait dengan Penampilan di unit farmasi 1.
Rumus perhitungan : A
 100%
B

Keterangan : A= Jumlah jawaban


B= Jumlah Responden
Tabel 4.7 Persentase (%) distribusi responden terkait dengan Penampilan di unit farmasi 1

Jawaban Jumlah Persentase (%)


Jawaban
Baik 284 97,3
Kurang 8 2,7
Total 100

Hasil yang didapat terkait penampilan di unit farmasi 1 didapatkan hasil nilai baik
sejumlah 97,3%, sedangkan nilai kurang sejumlah 2,2%. Hasil ini menunjukkan bahwa pasien
merasa penampilan unit pelayanan farmasi 1 sudah sangat baik dengan melihat alur pelayanan
dan proses pelayanan yang dilakukan pada unit pelayanan farmasi 1.
f. Distribusi jawaban responden terkait dengan Ruang Tunggu Unit Pelayanan Farmasi di
unit farmasi 1.
Rumus perhitungan : A
 100%
B

Keterangan : A= Jumlah jawaban


B= Jumlah Responden

Tabel 4.8 Persentase (%) distribusi responden terkait dengan Ruang Tunggu Unit Pelayanan
Farmasi di unit farmasi 1

Jawaban Jumlah Persentase (%)


Jawaban
Baik 196 67,1
Kurang 96 32,9
Total 100

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 70


Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

Dari hasil yang didapat terkait ruang tunggu UPF 1 dinilai pasien baik 67,1% dan nilai
kurang sejumlah 32,9%. Hasil ini menunjukkan bahwa sebagian besar pasien merasa kurang
nyaman dengan fasilitas ruang tunggu yang disediakan di unit pelayanan farmasi 1, hal ini
terkait dengan tempat duduk yang kadang masih kurang, letak ruang tunggu yang terbuka dan
panas, berbeda dengan ruang tunggu pada farmasi 5, selain itu juga meskipun terdapat televisi
tetapi tidak pernah dinyalakan sehingga pasien merasa bosan saat menunggu.
g. Distribusi jawaban responden terkait dengan Pelayanan Obat di RSUD Sidoarjo secara
Keseluruhan di unit farmasi 1.
Rumus perhitungan : A
 100%
B

Keterangan : A= Jumlah jawaban


B= Jumlah Responden

Tabel 4.9 Persentase (%) distribusi responden terkait dengan Pelayanan Obat di RSUD
Sidoarjo secara Keseluruhan di unit farmasi 1

Jawaban Jumlah Persentase (%)


Jawaban
Baik 231 79,1
Kurang 61 20,9
Total 100

Untuk pelayanan obat di RSUD Sidoarjo secara keseluruhan didapatkan nilai baik
sejumlah 79,1%, sedangkan nilai kurang sejumlah 20,9%. Hal ini menunjukkan bahwa
mayoritas pasien yang mendapat pelayanan kesehatan di RSUD Sidoarjo merasa telah
dilayani dengan baik sesuai standar, sehingga dapat meningkatkan kepercayaan pasien pada
pelayanan kesehatan di RSUD Sidoarjo.

B. Unit Pelayanan Farmasi 5


Unit Pelayanan Farmasi 5 , merupakan unit pelayanan RSUD Sidoarjo yang melayani
resep pasien BPJS . Unit pelayanan ini menerima resep dalam sehari mencapai 400-600 resep.
Berikut adalah data hasil kuisioner yang dilakukan di unit farmasi 5 RSUD Sidoarjo.

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 71


Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

Tabel 4.10 Tingkat Kepuasan Pasien Terhadap Pelayanan di Farmasi 5

No. Pertanyaan Kurang Baik


1. Sikap dan perilaku petugas dalam memberikan 45 692
pelayanan
2. Waktu tunggu pelayanan obat 413 324
3. Informasi tentang obat yang diberikan petugas 129 608
4. Kelengkapan obat di Unit Pelayanan Farmasi/Apotek 83 654
RS
5. Penampilan Unit Layanan Farmasi 29 708
6. Ruang tunggu Unit Pelayanan Farmasi 66 671
7. Pelayanan obat di RSUD Sidoarjo secara keseluruhan 108 629

Tabel 4.11 Identitas Responden kepuasan pelanggan


di Unit Farmasi 5
Identitas Jumlah Persentase (%)
Perempuan 327 44,4
Jenis Kelamin
Laki 410 55,6

Status Pasien 515 69,9


Keluarga pasien 222 30,1

Gambar 4.2. Grafik Tingkat Kepuasan Pasien Terhadap Pelayanan di Unit Farmasi 5

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 72


Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

Berdasarkan hasil grafik untuk pelayanan yang masih perlu perbaikan adalah waktu
tunggu pelayanan obat. Pasien menyatakan bahwa pelayanan obat difarmasi 1 masih lama
maka dari itu respon time pelayanan perlu diperbaiki dan perlu penambahan tenaga TTK agar
pelayanan tidak terlalu lama.
a. Distribusi jawaban responden terkait dengan sikap dan perilaku dalam melayani resep di
unit farmasi 5
Rumus perhitungan : A
 100%
B

Keterangan : A= Jumlah jawaban


B= Jumlah Responden

Tabel 4.12 Persentase (%) distribusi responden terkait dengan sikap dan perilaku petugas
dalam melayani resep di unit farmasi 5

Jawaban Jumlah Persentase (%)


Jawaban
Baik 692 93,9
Kurang 45 6,1
Total 100

Untuk pelayanan obat di RSUD Sidoarjo secara keseluruhan didapatkan nilai baik
sejumlah 93,3%, sedangkan nilai kurang sejumlah 6,1%. Hal ini menunjukkan bahwa
mayoritas pasien yang mendapat pelayanan kesehatan di RSUD Sidoarjo merasa telah
dilayani dengan baik sesuai standar, sehingga dapat meningkatkan kepercayaan pasien pada
pelayanan kesehatan di RSUD Sidoarjo.
b. Distribusi jawaban responden terkait dengan waktu pelayanan obat di unit farmasi 5
Rumus perhitungan : A
 100%
B

Keterangan : A= Jumlah jawaban


B= Jumlah Responden

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 73


Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

Tabel 4.13 Persentase (%) distribusi responden terkait dengan waktu pelayanan
di unit farmasi 5

Jawaban Jumlah Persentase (%)


Jawaban
Baik 413 56
Kurang 324 44
Total 100

Hasil kuesioner terkait waktu pelayanan obat di unit farmasi 8, pasien menilai waktu
pelayanan obat oleh petugas dengan jawaban kurang sebanyak 44%, sedangkan untuk respon
baik sebanyak 56%. Hal ini menujukkan bahwa waktu tunggu untuk pengambilan obat oleh
pasien dinilai sangat lama, pengerjaan yang cukup lama sehingga perlu ada peningkatan
kecepatan pelayanan dalam unit farmasi 5 agar pasien tidak menunggu terlalu lama.
c. Distribusi jawaban responden terkait dengan informasi tentang obat yang diberikan oleh
petugas di unit farmasi 5.
Rumus perhitungan : A
 100%
B

Keterangan :A= Jumlah jawaban


B= Jumlah Responden

Tabel 4.14 Persentase (%) distribusi responden terkait dengan informasi tentang obat yang
diberikan oleh petugas di unit farmasi 5

Jawaban Jumlah Persentase (%)


Jawaban
Baik 608 82,5
Kurang 129 17,5
Total 100

Dari hasil kuesioner untuk informasi tentang obat yang diberikan oleh petugas kepada
pasien, pasien memberikan tanggapan yang baik sejumlah 82,5%, sedangkan nilai kurang
sebanyak 17,5%. Hal ini menunjukkan bahwa pasien merasa mendapat informasi yang cukup

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 74


Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

dari petugas farmasi seputar cara penggunaan dan indikasi obat sehingga pasien merasa aman
dalam menggunakan obat yang di dapatkan.
d. Distribusi jawaban responden terkait dengan Kelengkapan Obat di unit farmasi 5.
Rumus perhitungan : A
 100%
B

Keterangan : A= Jumlah jawaban


B= Jumlah Responden

Tabel 4.15 Persentase (%) distribusi responden terkait dengan Kelengkapan Obat
di unit farmasi 5

Jawaban Jumlah Persentase (%)


Jawaban
Baik 654 88,7
Kurang 83 11,3
Total 100

Hasil respondensi terkait kelengkapan obat di unit farmasi 8, didapatkan hasil baik
sejumlah 88,7%, sedangkan kurang 11,3%. Pasien menilai banyak jenis obat yang di resepkan
oleh dokter sesuai dengan obat yang tersedia di unit farmasi. Hasil ini menunjukkan bahwa
kelengkapan obat di unit farmasi 5 masih terbilang lengkap.
e. Distribusi jawaban responden terkait dengan Penampilan di unit farmasi 5.
Rumus perhitungan : A
 100%
B

Keterangan :A= Jumlah jawaban


B= Jumlah Responden

Tabel 4.16 Persentase (%) distribusi responden terkait dengan Penampilan di unit farmasi 5

Jawaban Jumlah Persentase (%)


Jawaban
Baik 708 96,1
Kurang 29 3,9
Total 100

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 75


Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

Hasil yang didapat terkait penampilan di unit farmasi 5 didapatkan hasil nilai baik
sejumlah 96,1%, sedangkan nilai kurang sejumlah 3,9%. Hasil ini menunjukkan bahwa pasien
merasa penampilan unit pelayanan farmasi 5 sudah cukup baik dengan melihat alur pelayanan
dan proses pelayanan yang dilakukan pada unit pelayanan farmasi 5 yang di lengkapi dengan
layar televisi untuk melihat no antrian.
f. Distribusi jawaban responden terkait dengan Ruang Tunggu Unit Pelayanan Farmasi di
unit farmasi 5.
Rumus perhitungan : A
 100%
B

Keterangan :A= Jumlah jawaban


B= Jumlah Responden

Tabel 4.17 Persentase (%) distribusi responden terkait dengan Ruang Tunggu Unit Pelayanan
Farmasi di unit farmasi 5

Jawaban Jumlah Persentase (%)


Jawaban
Baik 671 91
Kurang 66 9
Total 100

Dari hasil yang didapat terkait ruang tunggu UPF 5 dinilai pasien baik 91% dan nilai
kurang sejumlah 9%. Pasien merasa sangat nyaman dengan ruang tunggu di unit pelayanan
farmasi 5, ditambah dengan adanya fasilitas toilet, pendingin ruangan dan televisi sehingga
pasien tidak merasa bosan.
g. Distribusi jawaban responden terkait dengan Pelayanan Obat di RSUD Sidoarjo secara
Keseluruhan di unit farmasi 5.
Rumus perhitungan : A
 100%
B

Keterangan :A= Jumlah jawaban


B= Jumlah Responden

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 76


Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

Tabel 4.18 Persentase (%) distribusi responden terkait dengan Pelayanan Obat di RSUD
Sidoarjo secara Keseluruhan di unit farmasi 5

Jawaban Jumlah Persentase (%)


Jawaban
Baik 629 85,3
Kurang 108 14,7
Total 100

Untuk pelayanan obat di RSUD Sidoarjo secara keseluruhan didapatkan nilai baik
sejumlah 85,3%, sedangkan nilai kurang sejumlah 14,7%. Hal ini menunjukkan bahwa
mayoritas pasien yang mendapat pelayanan kesehatan di RSUD Sidoarjo merasa telah
dilayani dengan baik sesuai standar, sehingga dapat meningkatkan kepercayaan pasien pada
pelayanan kesehatan di RSUD Sidoarjo.

C. Unit Pelayanan Farmasi 11


Unit Pelayanan Farmasi 11 , merupakan unit pelayanan RSUD Sidoarjo yang
melayani resep pasien UMUM . Unit pelayanan ini menerima resep dalam sehari mencapai
50-100 resep. Berikut adalah data hasil kuisioner yang dilakukan di unit farmasi 11 RSUD
Sidoarjo.
Tabel 4.19 Tingkat Kepuasan Pasien Terhadap Pelayanan di Farmasi 11

No. Pertanyaan Kurang Baik


1. Sikap dan perilaku petugas dalam memberikan pelayanan 19 167
2. Waktu tunggu pelayanan obat 72 114
3. Informasi tentang obat yang diberikan petugas 9 177
4. Kelengkapan obat di Unit Pelayanan Farmasi/Apotek RS 45 141
5. Penampilan Unit Layanan Farmasi 26 160
6. Ruang tunggu Unit Pelayanan Farmasi 9 177
7. Pelayanan obat di RSUD Sidoarjo secara keseluruhan 15 171

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 77


Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

Tabel 4.20 Identitas Responden kepuasan pelanggan di Unit Farmasi 11.


Identitas Jumlah Persentase (%)
Perempuan 111 59,7
Jenis Kelamin
Laki 75 40,3
Pasien 100 53,8
Status
Keluarga pasien 86 46,2

Gambar 4.3. Grafik Tingkat Kepuasan Pasien Terhadap Pelayanan di Unit Farmasi 11

Berdasarkan hasil grafik untuk pelayanan yang masih perlu perbaikan adalah waktu
tunggu pelayanan dan kelengkapan obat. Pasien menyatakan bahwa pelayanan obat difarmasi
1 masih lama maka dari itu respon time pelayanan perlu diperbaiki dan perlu penambahan
tenaga TTK agar pelayanan tidak terlalu lama.
a. Distribusi jawaban responden terkait dengan sikap dan perilaku dalam melayani resep di
unit farmasi 11
Rumus perhitungan : A
 100%
B

Keterangan :A= Jumlah jawaban


B= Jumlah Responden

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 78


Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

Tabel 4.21 Persentase (%) distribusi responden terkait dengan sikap dan perilaku petugas
dalam melayani resep di unit farmasi 11.

Jawaban Jumlah Persentase (%)


Jawaban
Baik 167 89,8
Kurang 19 10,2
Total 100

Dari hasil distribusi kuesioner untuk sikap dan perilaku petugas dalam melayani resep
di unit farmasi 11, pasien menilai sikap dan perilaku petugas sudah baik dengan perolehan
respon Baik sejumlah 167 pasien dengan persentase 89,8%. Sedangkan, untuk hasil respon
Kurang sejumlah 19 pasien dengan persentase 10,2%. Hal ini menunjukkan bahwa pasien
merasa telah terlayani dengan baik.
b. Distribusi jawaban responden terkait dengan waktu pelayanan obat di unit farmasi 11
Rumus perhitungan : A
 100%
B

Keterangan :A= Jumlah jawaban


B= Jumlah Responden
Tabel 4.22 Persentase (%) distribusi responden terkait dengan waktu pelayanan di unit
farmasi 11 .

Jawaban Jumlah Persentase (%)


Jawaban
Baik 114 61,3
Kurang 72 38,7
Total 100

Hasil kuesioner terkait waktu pelayanan obat di unit farmasi 11, pasien menilai waktu
pelayanan obat oleh petugas dengan respon baik sebanyak 61,3%, sedangkan untuk respon
kurang sebanyak 38,7%. Hal ini menujukkan bahwa waktu tunggu untuk pengambilan obat
oleh pasien dinilai lama untuk sebagian pasien, sehingga perlu ada peningkatan kecepatan
pelayanan dalam unit farmasi 11 agar pasien tidak menunggu terlalu lama.

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 79


Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

c. Distribusi jawaban responden terkait dengan informasi tentang obat yang diberikan oleh
petugas di unit farmasi 11.
Rumus perhitungan : A
 100%
B

Keterangan :A= Jumlah jawaban


B= Jumlah Responden

Tabel 4.23 Persentase (%) distribusi responden terkait dengan informasi tentang obat yang
diberikan oleh petugas di unit farmasi 11

Jawaban Jumlah Persentase (%)


Jawaban
Baik 177 95,2
Kurang 9 4,8
Total 100

Dari hasil kuesioner untuk informasi tentang obat yang diberikan oleh petugas kepada
pasien, pasien memberikan respon yang Baik sejumlah 95,2%, sedangkan nilai Kurang
sebanyak 4,8%. Hal ini menunjukkan bahwa pasien merasa mendapat informasi yang cukup
dari petugas farmasi seputar cara penggunaan dan indikasi obat sehingga pasien merasa aman
dalam menggunakan obat yang di dapatkan.
d. Distribusi jawaban responden terkait dengan Kelengkapan Obat di unit farmasi 11.
Rumus perhitungan : A
 100%
B

Keterangan :A= Jumlah jawaban


B= Jumlah Responden

Tabel 4.24 Persentase (%) distribusi responden terkait dengan Kelengkapan Obat
di unit farmasi 11

Jawaban Jumlah Jawaban Persentase (%)


Baik 141 75,8
Kurang 45 24,2
Total 100

Hasil respondensi terkait kelengkapan obat di unit farmasi 11, didapatkan hasil baik
sejumlah 75,8%, sedangkan kurang 24,2%. Pasien menilai bahwa banyak jenis obat yang di

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 80


Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

resepkan oleh dokter masih kurang lengkap dengan obat yang tersedia di unit farmasi. Hasil
ini menunjukkan bahwa kelengkapan obat di unit farmasi 11 masih perlu dilengkapi.
e. Distribusi jawaban responden terkait dengan Penampilan di unit farmasi 11.
Rumus perhitungan : A
 100%
B

Keterangan :A= Jumlah jawaban


B= Jumlah Responden

Tabel 4.25 Persentase (%) distribusi responden terkait dengan Penampilan di unit farmasi 11

Jawaban Jumlah Persentase (%)


Jawaban
Baik 160 86
Kurang 26 14
Total 100

Hasil yang didapat terkait penampilan di unit farmasi 1 didapatkan hasil nilai baik
sejumlah 86%, sedangkan nilai kurang sejumlah 14%. Hasil ini menunjukkan bahwa pasien
merasa penampilan unit pelayanan farmasi 11 sudah cukup baik dengan melihat alur
pelayanan dan proses pelayanan yang dilakukan pada unit pelayanan farmasi 11.
f. Distribusi jawaban responden terkait dengan Ruang Tunggu Unit Pelayanan Farmasi di
unit farmasi 11
Rumus perhitungan : A
 100%
B

Keterangan :A= Jumlah jawaban


B= Jumlah Responden

Tabel 4.26 Persentase (%) distribusi responden terkait dengan Ruang Tunggu Unit Pelayanan
Farmasi di unit farmasi 11

Jawaban Jumlah Persentase (%)


Jawaban
Baik 177 95,2
Kurang 9 4,8
Total 100

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 81


Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

Dari hasil yang didapat terkait ruang tunggu UPF 11 dinilai pasien Baik 95,2% dan nilai
Kurang sejumlah 4,8%. Hasil ini menunjukkan bahwa sebagian besar pasien nyaman dengan
fasilitas ruang tunggu yang disediakan di unit pelayanan farmasi 11.
g. Distribusi jawaban responden terkait dengan Pelayanan Obat di RSUD Sidoarjo secara
Keseluruhan di unit farmasi 11.
Rumus perhitungan : A
 100%
B

Keterangan :A= Jumlah jawaban


B= Jumlah Responden

Tabel 4.27 Persentase (%) distribusi responden terkait dengan Pelayanan Obat di RSUD
Sidoarjo secara Keseluruhan di unit farmasi 11

Jawaban Jumlah Persentase (%)


Jawaban
Baik 171 91,9
Kurang 15 8,1
Total 100

Untuk pelayanan obat di RSUD Sidoarjo secara keseluruhan didapatkan nilai baik
sejumlah 91,9%, sedangkan nilai kurang sejumlah 8,11%. Hal ini menunjukkan bahwa
mayoritas pasien yang mendapat pelayanan kesehatan di RSUD Sidoarjo merasa telah
dilayani dengan baik sesuai standar, sehingga dapat meningkatkan kepercayaan pasien pada
pelayanan kesehatan di RSUD Sidoarjo.

4.2 Respon Time


Kegiatan mahasiswa PKPA di RSUD Sidoarjo pada Unit Perbekalan Farmasi (UPF)
rawat jalan yaitu melakukan analisa respon time. Analisa respon time merupakan kegiatan
untuk melihat seberapa cepat pelayanan di UPF rawat baik dalam pelayanan resep umum
maupun resep BPJS atau KSO. Analisa respon time merupakan salah satu indikator kepuasan
pasien dan merupakan hal penting dalam pelayanan masyarakat karena menentukan adanya
perbaikan pelayanan atau tidak. Analisa respon time dilakukan di UPF 1 untuk melayani
pasien umum dan UPF 5 untuk melayani pasien BPJS dan KSO. Pengamatan dilakukan pada
tanggal 19 Maret 2018 sampai 23 Maret 2018 dan dimulai ketika resep pertama masuk sampai
resep terakhir setiap harinya.
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 82
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

A. Respon Time di Farmasi 1


Unit Pelayanan Farmasi 1, merupakan unit pelayanan RSUD Sidoarjo yang melayani
resep pasien umum rawat jalan. Di farmasi 1, resep yang diterima rata-rata 40-100 Resep
dalam satu hari mulai pukul 08:00 sampai pukul 14:00. Berikut adalah hasil pengamatan
waktu tunggu pasien pada farmasi 1 dimulai pada tanggal 19 – 23 Maret 2018.

Tabel 4.28 Hasil Respon Time Jumlah Resep yang dilayani Farmasi 1
Rata-rata
Waktu
Jumlah Racikan Non Racikan
Tanggal Pelayanan
Kunjungan
(Jam)
R NR MS % TMS % MS % TMS %
93
Senin,
(R=15; 0:36 0:30 14 93,3 1 6,7 49 62,8 29 37,2
19/3/2018
NR=78)
75
Selasa,
(R=13; 0:40 0:25 12 92,3 1 7,7 50 80,6 12 19,4
20/3/2018
NR=62)
44
Rabu,
(R=7; 0:35 0:17 7 100 0 0 37 100 0 0
21/3/2018
NR=37)
59
Kamis,
(R=10; 0:41 0:29 8 80 2 20 36 73,5 13 26,5
22/3/2018
NR=49)
44
Jumat,
(R=5; 0:45 0:40 4 80 1 20 14 35,9 25 64,1
23/3/2018
NR=39)
Rata-rata 63 0:39 0:28 9 89 1 11 37 71 16 29

Keterangan:

TMS = Tidak Memenuhi Syarat; MS = Memenuhi Syarat; R = Racikan; NR = Non Racikan


Waktu standar pelayanan farmasi di RSUD Kabupaten Sidoarjo:
- Racikan : 60 menit
- Non Racikan : 30 menit
Menurut permenkes 129/MenKes/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal
Rumah Sakit, pelayanan obat racikan adalah ≤60 menit dan obat non racikan adalah ≤30
menit. Dapat dilihat pada tabel 4.28 yaitu persentase rata-rata resep racikan keseluruhan di
farmasi 1 dengan waktu yang tidak memenuhi syarat pada periode 19 maret 2018 sampai 23
maret 2018 sebanyak 11%. Sedangkan pada rata-rata resep non racikan yag tidak memenuhi
syarat sebesar 29%. Waktu rata-rata resep racikan adalah 39 menit dan resep non racikan
adalah 28 menit sehingga dapat disimpulkan bahwa memenuhi standar pelayanan yang
berlaku. Waktu rata-rata terlama resep racikan adalah 29 menit dan resep non racikan adalah
58 menit.

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 83


Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

B. Respon Time di Farmasi 5


Unit Pelayanan Farmasi 5 dan Farmasi 8, merupakan unit pelayanan RSUD Sidoarjo
yang melayani resep pasien bpjs rawat jalan. Di farmasi 5, resep yang diterima rata-rata 350-
700 Resep dalam satu hari mulai pukul 08:00 sampai pukul 14:00. Berikut adalah hasil
pengamatan waktu tunggu pasien pada farmasi 5 dimulai pada tanggal 20 – 26 Maret 2018.

Tabel 4.29 Hasil Respon Time Jumlah Resep yang dilayani Farmasi 5

Rata-rata
Waktu
Jumlah Racikan Non Racikan
Tanggal Pelayanan
Kunjungan
(Jam)
R NR MS % TMS % MS % TMS %
657
Selasa,
(R=34; 1:26 0:58 13 38,2 21 61,8 131 21 492 79
20/3/2018
NR=623)
790
Rabu,
(R=22; 1:15 0:44 7 31,8 15 68,2 44 5,7 724 94,3
21/3/2018
NR=768)
350
Jumat,
(R=30; 1:16 1:23 6 20 24 80 14 4,4 306 95,6
23/3/2018
NR=320)
417
Sabtu,
(R=51; 1:33 1:32 8 15,7 43 84,3 15 4,1 351 95,9
24/3/2018
NR=366)
420
Senin,
(R=77; 1:21 1:05 4 5,2 73 94,8 15 4,3 328 95,7
26/3/2018
NR=343)
Rata-rata 527 1:22 0:51 8 22 35 78 44 8 440 92
Keterangan:

TMS = Tidak Memenuhi Syarat; MS = Memenuhi Syarat; R = Racikan; NR = Non Racikan


Waktu standar pelayanan farmasi di RSUD Kabupaten Sidoarjo:
- Racikan : 60 menit
- Non Racikan : 30 menit
Menurut permenkes 129/MenKes/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal
Rumah Sakit, pelayanan obat racikan adalah ≤60 menit dan obat non racikan adalah ≤30
menit. Dapat dilihat pada tabel 4.29 yaitu persentase rata-rata resep racikan keseluruhan di
farmasi 5 dengan waktu yang tidak memenuhi syarat pada periode 20 maret 2018 sampai 26
maret 2018 sebanyak 78%. Sedangkan pada rata-rata resep non racikan yag tidak memenuhi
syarat sebesar 92%. Waktu rata-rata resep racikan adalah 1 jam 22 menit dan resep non
racikan adalah 51 menit sehingga dapat disimpulkan bahwa belum memenuhi standar
pelayanan yang berlaku. Waktu rata-rata terlama resep racikan adalah 1 jam 31 menit dan
resep non racikan adalah 53 menit. Hal tersebut dikarenakan resep racikan yang masuk terlalu
banyak sedangkan jumlah tenaga kerja yang ada terbatas sehingga menyebabkan arus

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 84


Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

penyerahan obat tidak lancar. Semakin banyak resep racikan yang masuk dan diiringi dengan
jumlah tenaga kerja yang terbatas maka akan semakin lama waktu yang dibutuhkan untuk
menyiapkan obat baik resep racikan maupun resep non racikan. Karena meskipun selisih
waktu resep datang antara resep racikan dan non racikan tidak berbeda jauh, tetapi resep
racikan terlebih dahulu masuk maka otomatis resep racikan tersebut lebih dahulu dikerjakan.
Seperti kita tahu resep racikan memerlukan waktu yang lama untuk dikerjakan. Sehingga hal
tersebut berimbas pada resep selanjutnya.
Menurut PerMenKes RI No. 56 tahun 2014 tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah
Sakit, setiap unit pelayanan farmasi yang melayani resep rawat jalan setidaknya memiliki 4
Apoteker dan dibantu minimal 8 TTK. Di farmasi 5 memiliki 1 Apoteker dan dibantu 14 TTK
yang setiap harinya mendapatkan 350-700 resep sehingga dapat disimpulkan bahwa belum
memenuhi standar pelayanan yang berlaku.

C. Respon Time di Farmasi 11


Unit Pelayanan Farmasi 11, merupakan unit pelayanan RSUD Sidoarjo yang melayani
resep pasien umum rawat jalan di poli eksekutif. Di farmasi 11, resep yang diterima rata-rata
35-70 Resep dalam satu hari mulai pukul 08:00 sampai pukul 14:00. Berikut adalah hasil
pengamatan waktu tunggu pasien pada farmasi 11 dimulai pada tanggal 19 – 23 Maret 2018.

Tabel 4.30 Hasil Respon Time Jumlah Resep yang dilayani Farmasi 11

Rata-rata
Waktu
Jumlah Racikan Non Racikan
Tanggal Pelayanan
Kunjungan
(Jam)
R NR MS % TMS % MS % TMS %
49
Senin,
(R=8; 0:44 0:32 7 87,5 1 12,5 27 65,9 14 34,1
19/3/2018
NR=41)
66
Selasa,
(R=16; 0:19 0:22 16 100 0 0 39 78 11 22
20/3/2018
NR=50)
42
Rabu,
(R=13; 0:51 0:38 8 61,5 5 38,5 14 48,3 15 51,7
21/3/2018
NR29)
48
Kamis,
(R=11; 0:40 0:25 11 100 0 0 23 62,2 14 37,8
22/3/2018
NR=37)
35
Jumat,
(R=8; 0:49 0:19 6 75 2 25 20 74,1 7 25,9
23/3/2018
NR=27)
Rata-rata 48 0:40 0:27 10 85 2 15 25 66 12 34
Keterangan:
TMS = Tidak Memenuhi Syarat; MS = Memenuhi Syarat; R = Racikan; NR = Non Racikan

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 85


Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

Waktu standar pelayanan farmasi di RSUD Kabupaten Sidoarjo:


- Racikan : 60 menit
- Non Racikan : 30 menit
Menurut permenkes 129/MenKes/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal
Rumah Sakit, pelayanan obat racikan adalah ≤60 menit dan obat non racikan adalah ≤30
menit. Dapat dilihat pada tabel 4.30 yaitu persentase rata-rata resep racikan keseluruhan di
farmasi 11 dengan waktu yang tidak memenuhi syarat pada periode 19 maret 2018 sampai 23
maret 2018 sebanyak 15%. Sedangkan pada rata-rata resep non racikan yag tidak memenuhi
syarat sebesar 34%. Waktu rata-rata resep racikan adalah 40 menit dan resep non racikan
adalah 27 menit sehingga dapat disimpulkan bahwa memenuhi standar pelayanan yang
berlaku. Waktu rata-rata terlama resep racikan adalah 51 menit dan resep non racikan adalah
28 menit.

Kesimpulan
Kesimpulan Pelayanan UPF Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan No. 129
tahun 2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit, pada unit farmasi indikator
waktu tunggu pelayanan obat non racik ≤30 menit dan waktu tunggu pelayanan obat racik
≤60 menit, serta standar nilai kepuasan pelanggan ≥80%. Hasil respon time yang didapatkan
pada tanggal 19 Maret 2018 sampai 23 Maret 2018 di unit pelayanan farmasi 1 dan 11
menunjukkan bahwa memenuhi standar pelayanan yang sudah ditentukan. Hasil respon time
yang didapatkan pada tanggal 20 Maret 2018 sampai 26 Maret 2018 di unit pelayanan
farmasi 5 menunjukkan bahwa bahwa pelayanan di farmasi 5 masih kurang efektif dengan
banyaknya persentase waktu tunggu yang tidak memenuhi persyaratan. Unit pelayanan resep
pasien bpjs rawat jalan dibagi menjadi 2 yaitu farmasi 5 dan farmasi 8 (pasien khusus poli
penyakit paru). Hal ini dapat disebabkan karena banyaknya jumlah pasien yang datang perhari
ke unit pelayanan farmasi 8, sehingga menyebabkan penumpukan resep di bagian penerimaan
resep, menyebabkan proses dispensing menjadi lebih lama dan jumlah tenaga teknis
kefarmasian yang tidak seimbang dengan jumlah resep yang harus dilayani setiap harinya.
Berdasarkan Permenkes No. 56 tahun 2014 tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah
Sakit, rumah sakit dibedakan menjadi 4 kelas dimana masing-masing kelas memiliki jumlah
Apoteker minimal diantaranya:
- Kelas A (>500 bed) = 15 Apoteker
- Kelas B (200-500 bed) = 13 Apoteker

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 86


Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

- Kelas C (100-200 bed) = 8 Apoteker


- Kelas D (50-100 bed) = 3 Apoteker
RSUD Sidoarjo merupakan rumah sakit pemerintah tipe B dengan >600 tempat tidur. Standar
jumlah tenaga kesehatan pada unit rawat jalan adalah minimal 4 orang Apoteker dibantu
dengan minimal 8 tenaga teknis kefarmasian. Berdasarkan Permenkes No. 72 tahun 2016
tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit, rasio standar Apoteker di rawat inap
adalah 1 Apoteker untuk 30 pasien sedangkan di rawat jalan adalah 1 Apoteker untuk 50
pasien. Banyaknya jumlah pasien yang datang bersamaan pada UPF rawat jalan disebabkan
karena jam praktek dokter di poli yang hampir bersamaan, dan banyak pasien baru atau pasien
yang kontrol setelah menjalani rawat inap.

Saran
Alur pelayanan di unit farmasi 1 dan 5 sebenarnya sudah baik, namun karena jumlah
pasien yang terlalu banyak dan datang bersamaan menyebabkan pelayanan menjadi
terhambat, ditambah lagi dengan tidak seimbangnya jumlah petugas dan pasien yang datang.
Berdasarkan perhitungan analisa beban kerja, seharusnya terdapat 18 orang petugas untuk
melayani 700 resep dalam sehari agar waktu pengerjaan resep sesuai dengan standar yang
telah ditetapkan. Perhitungan kebutuhan petugas, menurut Permenkes No. 56 tahun 2014
tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit:
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎h 𝑝𝑒𝑡𝑢𝑔𝑎𝑠 𝑑𝑖𝑏𝑢𝑡𝑢h𝑘𝑎𝑛 =

= 18 orang tenaga teknis kefarmasian


Standar kemampuan rata-rata setiap 1 orang tenaga teknis kefarmasian dapat
mengerjakan 40 resep. Obat yang telah disiapkan tidak langsung diserahkan ke pasien
melainkan menunggu sepuluh sampai dua puluh resep lainnya selesai dikerjakan, hal ini
menjadi salah satu penyebab waktu tunggu obat meningkat, maka setidaknya lima resep yang
telah dikerjakan dan diperiksa kembali harus segera diserahkan ke pasien agar waktu tunggu
tidak semakin lama.
Penataan obat di ruang unit pelayanan farmasi perlu diatur kembali untuk lebih
memudahkan dalam penyiapan obat misalnya dengan menata obat-obat fast moving (sering
diresepkan oleh dokter) kedalam satu rak obat, sehingga letaknya tidak berjauhan dan
sebelum poli buka harus selalu memeriksa stok obat yang tersedia di unit pelayanan farmasi

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 87


Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

sehingga apabila stok obat kosong dapat segera diisi sehingga tidak menghambat saat
penyiapan obat.

4.3 Analisa TRES (Terima, Racik, Etiket, Serah)


TRES merupakan bagian dari pengkajian resep yang terdiri atas Terima, Racik, Etiket,
Serahkan. Terima (T) dalam resep dimaksudkan pada saat menerima resep petugas melakukan
harus skrining administratif resep yang meliputi tempat dan tanggal resep, poli/ruang, nama
dokter, nama pasien, usia pasien, berat badan (anak-anak), alamat pasien dan kejelasan tulisan
dokter. Racik (R) dalam resep ialah petugas menyiapkan obat sesuai dengan resep yang ditulis
oleh dokter dan memeriksa kembali kesesuaian nama obat, dosis obat dan jumlah obat. Etiket
(E) dalam resep dimaksudkan petugas wajib memeriksa kembali obat yang telah diasiapkan
dan menulis etiket sesuai dengan nama obat, aturan pakai obat, dan nama pasien sesuai yang
tertera dalam resep. Serah (S) dalam resep dimaksudkan sebelum menyerahkan obat yang
telah disiapkan dan telah diberi etiket, petugas harus memeriksa dan mencocokkan kembali
nama pasien, poli/ruang, nama obat, dosis obat, jumlah dan aturan pakai obat.
Telah dilakukan pengamatan TRES pada Farmasi 5 yang melayani resep rawat jalan
pasien BPJS. TRES dinyakatan terlaksana apabila terdapat tanda tangan atau paraf dari
penelaah resep saat terima, racik, etiket dan serah obat pada pasien. Mulai dari menerima
resep hingga proses menyiapkan sampai menyerahkan obat minimal dilakukan oleh 2 orang
yang berbeda misalnya yang menerima resep tidak boleh sama dengan yang menyiapkan obat
atau menyerahkan obat. Total resep yang dapat diterima oleh unit farmasi 5 dapat mencapai
700 – 800 resep dalam 1 hari mulai dari pukul 08:00 sampai pukul 14:00.

A. TRES di Farmasi 1 dan 5 (BPJS dan UMUM)


Pada instalasi farmasi di RSUD Sidoarjo di Farmasi 1 dan 5 kami melakukan
pemeriksaan TRES (Teriman Racik, Etiket, Serah) dari TRES tersebut kita melakukan
pemeriksaan pada kelengkapan resep apakah resep dari TRES tersebut dilakukan atau tidak
dilakukan, data TRES Farmasi 1 dan 5 sebagai berikut :

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 88


Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

Tabel 4.31 Presentase TRES di Unit Farmasi 1


Pengecekan ganda
Tanggal
Dilakukan Tidak Dilakukan
19-Mar-18 45 15
20-Mar-18 84 25
21-Mar-18 89 13
22-Mar-18 34 21
23-Mar-18 29 14

Gambar 4.4 Hasil pengamatan TRES yang dilakukan di Farmasi 1

Tabel 4.32 Presentase TRES di Unit Farmasi 5


Pengecekan ganda
Tanggal
Dilakukan Tidak Dilakukan
20-Mar-18 57 43
21-Mar-18 95 215
22-Mar-18 177 30
23-Mar-18 185 255

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 89


Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

Gambar 4.5 Hasil pengamatan TRES yang dilakukan di Farmasi 5


Pembahasan
Telah dilakukan pengamatan Terima, Racik, Etiket dan Serahkan (TRES) pada tanggal
19-23 Maret 2018 di Unit Pelayanan Farmasi 1 yang melayani pasien umum dan pada tanggal
20-23 Maret 2018 di Unit Pelayanan Farmasi 5 yang melayani pasien BPJS. Tujuan
dilakukannya TRES adalah untuk mengantisipasi terjadinya ketidaktepatan dalam pengerjaan
resep, seperti salah dalam membaca tulisan dokter, salah dalam mengambil obat, dan salah
memberi etiket. TRES pada farmasi rawat jalan dilakukan dengan pemberian paraf atau tanda
tangan pada kolom Terima, Racik, Etiket dan Serahkan oleh petugas yang megerjakan resep,
minimal 2 orang yang berbeda untuk mengerjakan 1 resep mulai dari menerima sampai
menyerahkan obat ke pasien. Jika terjadi kesalahan dalam penyerahan obat pada pasien maka
dengan melihat paraf yang tertera pada kolom TRES dapat diketahui siapa petugas yang
mengerjakan resep tersebut.
Hasil yang didapatkan pada kegiatan pencatatan TRES pada tanggal 20 Maret sampai
23 Maret 2018 di Unit Pelayanan Farmasi 1 dan 5 masih banyaknya petugas yang tidak
mengisi kolom TRES. Pada tanggal 20 Maret 2018 di Unit Pelayanan Farmasi 5 diketahui
bahwa jumlah resep yang tidak dilakukan TRES sebanyak 43 dan jumlah resep yang
dilakukan TRES sebanyak 57. Pada tanggal 21 Maret 2018 di Unit Pelayanan Farmasi 5
diketahui bahwa jumlah resep yang tidak dilakukan TRES sebanyak 215 dan jumlah resep
yang dilakukan TRES sebanyak 95. Pada tanggal 22 Maret 2018 di Unit Pelayanan Farmasi 5
diketahui bahwa jumlah resep yang tidak dilakukan TRES sebanyak 30 dan jumlah resep yang
dilakukan TRES sebanyak 177. Pada tanggal 23 Maret 2018 di Unit Pelayanan Farmasi 5
diketahui bahwa jumlah resep yang tidak dilakukan TRES sebanyak 255 dan jumlah resep
yang dilakukan TRES sebanyak 185.

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 90


Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

Pada tanggal 19 Maret 2018 di di Unit Pelayanan Farmasi 1 diketahui bahwa jumlah
resep yang tidak dilakukan TRES sebanyak 15 dan jumlah resep yang dilakukan TRES
sebanyak 45. Pada tanggal 20 Maret 2018 di Unit Pelayanan Farmasi 1 diketahui bahwa
jumlah resep yang tidak dilakukan TRES sebanyak 25 dan jumlah resep yang dilakukan
TRES sebanyak 84. Pada tanggal 21 Maret 2018 di Unit Pelayanan Farmasi 1 diketahui
bahwa jumlah resep yang tidak dilakukan TRES sebanyak 13 dan jumlah resep yang
dilakukan TRES sebanyak 89. Pada tanggal 22 Maret 2018 di Unit Pelayanan Farmasi 1
diketahui bahwa jumlah resep yang tidak dilakukan TRES sebanyak 21 dan jumlah resep yang
dilakukan TRES sebanyak 34. Pada tanggal 23 Maret 2018 di Unit Pelayanan Farmasi 1
diketahui bahwa jumlah resep yang tidak dilakukan TRES sebanyak 14 dan jumlah resep yang
dilakukan TRES sebanyak 29.
Berdasarkan data di atas masih banyak petugas yang tidak mengisi kolom TRES. Hal
ini dikarenakan banyaknya jumlah pasien yang datang sehingga terjadi penumpukan resep.
Resep yang tidak dicantumkan paraf TRES, petugas menyatakan bawa sudah melakukan
Terima, Racik, Etiket, Serah namun lupa tidak mengisi kolom tersebut karena banyaknya
resep yang masuk sehingga petugas harus melakukan dispensing dan pengecekan dengan
cepat.
Pada diagram hasil analisa TRES di atas terlihat bahwa persentase pelayanan resep
tidak dilakukan lebih banyak dibandingkan yang jumlah resep yang dilakukan TRES, hal ini
yang menyebabkan hasil TRES lebih banyak tidak dilakukan di Farmasi 5 ialah karena
petugas yang menerima resep sama dengan petugas yang menyerahkan obat pada pasien yang
seharusnya dilakukan oleh 2 orang yang berbeda, berdasarkan pengamatan jumlah petugas
yang melayani resep di Farmasi 5 jumlahnya kurang sehingga petugas yang menerima resep
merangkap untuk menyerahkan obat ke pasien karena petugas lain lebih banyak melayani
resep BPJS maka sebaikmya dilakukan penambahan jumlah petugas di Farmasi 5 atau
dilakukan perubahan dalam pembagian tugas sehingga petugas yang menerima resep dan
menyerahkan obat berbeda, misalnya menerima resep dan menyiapkan obat dilakukan oleh
petugas A kemudian menulis etiket dan menyerahkan obat dilakukan oleh petugas B, selain
itu peraturan untuk mengisi kolom TRES harus lebih dipertegas karena hal ini tidak lain untuk
menghindari terjadinya kesalahan dalam pelayanan dan untuk keselamatan pasien.

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 91


Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

4.4. Pembahasan Konseling


4.4.1 Konseling 1

Skrining Administratif
Komponen Ada Tidak Komponen Ada Tidak
Nama Dokter √ Paraf/ TTD √
Alamat, No. Telp √ Nama Pasien √
SIP Dokter √ No. RM √
Tempat, Tanggal √ Usia/ BB Pasien √
Ruang/ Poli √ Alamat √

Skrining Farmasetik
Nama Obat Dosis Resep Dosis Pustaka Keterangan
Valvir Sekali pakai: 2 x Terapi herpes zoster: 1000mg Dosis sesuai
Valacyclovir 500mg = 1g diberikan 3x sehari selama 7 hari.
500mg Sehari: 1g x 3 = 3g Terapi herpes simpleks: 500mg
diberikan 2x sehari. Untuk episode
rekuren diberikan selama 5 hari.
Untuk episode awal yang lebih

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 92


Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

berat terapi dapat diperpanjang


hingga 10 hari (MIMS, 2018).
Claneksi Sekali pakai: Amox Dewasa dan anak >12 tahun: 1g Dosis sesuai
Amoxicilin 500mg; As. setiap 6-8 jam (MIMS, 2018).
500mg; Asam klavulanat 125mg
klavulanat Sehari: Amox 1g;
125mg As. klavulanat
250mg
Bactoderm Sekali pakai: 20mg Dewasa dan anak: Oleskan 3x Dosis sesuai
Mupirocin Sehari: 2 x 20mg = sehari selama 10 hari (MIMS,
20mg/g 40mg 2018).
Ponstan Sekali pakai: Dewasa: 500mg sebagai dosis awal, Dosis sesuai
Asam 500mg dilanjutkan 250mg setiap 6 jam bila
mefenamat Sehari: 3 x 500mg perlu (MIMS, 2018).
500mg = 1,5g 3 x 500mg sebaiknya setelah
makan, tidak lebih dari 7 hari
(PIONas, 2018).

A. Patofisiologi
Penyakit herpes disebabkan oleh virus herpers yang disebut dengan human herpes virus
(HHV). Infeksi herpes simplek ditandai dengan episode berulang dari lepuhan-lepuhan kecil
di kulit atau selaput lendir yang berisi cairan dan terasa nyeri. Herpes simplek menyebabkan
timbulnya erupsi pada kulit atau selaput lendir. Erupsi ini akan menghilang meskipun
virusnya tetap ada dalam keadaan tidak aktif di dalam ganglia (badan sel saraf) yang
mempersarafi rasa pada daerah yang terinfeksi. Secara periodik, virus ini akan kembali aktif
dan mulai berkembangbiak, seringkali menyebabkan erupsi kulit berupa lepuhan pada lokasi
yang sama dengan infeksi sebelumnya. Virus juga bisa ditemukan di dalam kulit tanpa
menyebabkan lepuhan yang nyata dalam keadaan ini virus merupakan sumber infeksi bagi
orang lain. Dari perjalanan klinisnya, infeksi HSV dapat dibagi menjadi infeksi primer dan
rekuren. Infeksi primer umumnya disertai dengan tanda sistemik, gejala lebih berat, dan
tingkat komplikasi lebih tinggi. Episode rekuren biasanya lebih ringan dan lebih singkat
(Azwa & Barton, 2009).

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 93


Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

1. Gingivostomatitis Herpetik Akut


Merupakan manifestasi utama infeksi HSV-1 pada anak usia 6 bulan–5 tahun. Pada orang
dewasa bisa terjadi, umumnya ringan. Onsetnya mendadak, disertai suhu tinggi (39-40C),
anoreksia, dan rasa lesu. Gusi membengkak dan kemerahan. Lesi vesikuler timbul di mukosa
mulut, lidah dan bibir kemudian akan pecah dan menyatu, meninggalkan plak ulserasi. Terjadi
juga limfdenopati regional yang nyeri tekan. Kulit sekitar mulut juga bisa ikut terkena akibat
kontaminasi dari saliva yang terinfeksi (Arduino & Porter, 2006).
2. Faringotonsilitis Herpetik Akut
Merupakan manifestasi utama infeksi HSV-1 pada orang dewasa. Gambaran klinisnya
berupa demam, malaise, nyeri kepala dan nyeri tenggorokan. Vesikel yang pecah akan
membentuk lesi ulseratif dengan eksudat keabu-abuan di tonsil dan faring posterior. Lesi oral
dan labial terjadi pada kurang dari 10% pasien. Infeksi HSV-2 gejalanya mirip, timbul akibat
kontak orogenital atau terjadi bersamaan dengan herpes genitalis.
3. Herpes Labialis
Merupakan menifestasi tersering infeksi HSV-1 rekuren. Nyeri prodromal, rasa terbakar,
dan kesemutan sering terjadi, diikuti timbulnya papul eritematosa yang berkembang cepat
menjadi vesikel intraepidermal kecil berdinding tipis yang akhirnya menjadi postular dan
berulserasi. Umumnya, rekurensi terjadi kurang dari 2 kali setahun tetpai bisa terjadi sebulan
sekali.
4. Herpes Genitalis
Tingkat keparahan, frekuensi penyakit dan rekurensi tergantung berbagai faktor yakni
jenis virus, imunitas sebelumnya terhadap virus autolog atau heterolog, jenis kelamin serta
imun pejamu (Azwa & Barton, 2009).

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 94


Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

B. Terapi Farmakologi
Nama Obat Dosis Waktu Pemberian Monitoring
Pagi, siang, malam
setelah makan

Tiga kali sehari dua Tidak boleh diminum


Valvir
tablet bersama dengan
susu, teh, kopi dan
minuman
berkarbonasi
Pagi dan sore setelah
makan

Dapat diberikan
bersama makan agar
dapat diabsorpsi
lebih baik dan
mengurangi rasa
Dua kali sehari satu tidak nyaman pada
Claneksi
tablet GI atau tanpa
makanan (MIMS,
2018).

Tidak boleh diminum


bersama dengan
susu, teh, kopi dan
minuman
berkarbonasi
Pagi dan sore setelah
Dua kali sehari
Bactoderm mandi
dioleskan tipis-tipis

Tiga kali sehari satu Pagi, siang dan


Ponstan
tablet malam setelah makan

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 95


Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

Berikan segera
sesudah makan
(MIMS, 2018).
Tidak boleh diminum
bersama dengan
susu, teh, kopi dan
minuman
berkarbonasi

C. Terapi Non-Farmakologi
- menjaga kebersihan untuk mengurangi resiko superinfeksi bakteri;
- menggunakan pakaian longgar untuk meningkatkan kenyamanan.

D. Tinjauan Obat
Valvir
Komposisi sediaan
Valacyclovir 500mg
Indikasi
Pengobatan infeksi herpes simplek pada pasien immune compromised, profilaksis infeksi
herpes simplek, pengobatan herpes genital parah pada pasien immune compromised parah,
pengobatan infeksi varicella zoster primer dan kambuhan pada pasien immune compromised,
infeksi herpes simplek encephalitis pada neonatus (diatas 6 bulan) (PIONas, 2018).
Kontraindikasi
Hipersensitif terhadap acyclovir dan valacyclovir (MIMS, 2018).
Efek Samping
Sakit kepala, mual, insufisiensi ginjal, anemia hemolitik mikroangiopati dan trombositopenia
(MIMS, 2018).
Farmakodinamika
Obat ini bekerja dengan cara dikonversi dulu menjadi acyclovir, lalu berkompetisi dengan
deoksiguanosin trifosfat dari DNA polymerase virus untuk menghambat sintesis DNA dan
replikasinya (Salvaggio et al., 2018).

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 96


Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

Farmakokinetik
Absorpsi
Bioavailabilitas
Valacyclovir mudah diserap setelah pemberian oral dan hampir sepenuhnya diubah menjadi
acyclovir dan L-valine oleh metabolisme hepatik. Bioavailabilitas absolute dari acyclovir
sekitar 54% setelah pemberian oral valacyclovir, konsentrasi plasma acyclovir tertinggi
dicapai dalam 1,7 jam. Pemberian valacyclovir dengan makanan tidak mengubah
bioavailabilitas acyclovir.
Distribusi
Acyclovir didistribusikan melewati plasenta. Setelah pemberian valacyclovir oral kepada ibu
menyusui, acyclovir akan didistribusikan ke dalam air susu. Pengingkatan protein plasma:
13,5-17,9% terikat pada protein plasma.
Metabolisme
Valacyclovir dengan cepat diubah menjadi acyclovir dan L-valine oleh metabolisme usus dan
atau hati. Acyclovir diubah menjadi acyclovir monofosfat, difosfat dan trifosfat dalam sel
yang terinfeksi virus herpes. Valacyclovir dan acyclovir di metabolisme oleh enzim CYP.
Ekskresi
Rute eliminasi valacyclovir pada dasarnya menghilangkan acyclovir, 47% dari dosis
dihilangkan dalam urin dan feses. Waktu paruh plasma acyclovir setelah pemberian oral
valacyclovir rata-rata 2,5-3 jam. Farmakokinetika pada pasien geriatri bervariasi tergantung
pada fungsi ginjal (McEvoy et al., 2011).

Dosis
Terapi herpes zoster: 1000mg diberikan 3x sehari selama 7 hari.
Terapi herpes simpleks: 500mg diberikan 2x sehari. Untuk episode rekuren diberikan selama
5 hari. Untuk episode awal yang lebih berat terapi dapat diperpanjang hingga 10 hari (MIMS,
2018).

Claneksi
Komposisi sediaan
Co-Amoxiclav (Amoxicilin 500mg, Asam Clavulanat 125mg)

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 97


Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

Indikasi
Infeksi saluran nafas atas & bawah, infeksi saluran urogenital, infeksi kulit & jaringan lunak,
infeksi tulang & sendi (MIMS, 2018).
Kontraindikasi
Hipersensitif terhadap golongan penisilin. Co-amoxiclav harus diberikan dengan hati-hati
pada bayi yang lahir dari ibu yang hipersensitif terhadap penisilin (MIMS, 2018).
Efek Samping
Diare, mual, ruam kulit, urtikaria (PIONas, 2018).
Farmakodinamika
Asam klavulanat merupakan suatu beta laktamase yang struktur kimianya mirip dengan
golongan penisilin, mempunyai kemampuan untuk menghambat aktivitas berbagai enzim beta
laktamase yang sering ditemukan pada berbagai mikroorganisme yang resisten terhadap
golongan penisilin dan sefalosporin (Salvaggio et al., 2018).
Farmakokinetik
Absorpsi
Bioavailabilitas
Amoxicilin dan asam klavulanat diserap dengan baik setelah pemberian oral. Konsentrasi
plasma amoxicilin dengan preparasi kombinasi dari amoxicilin dan asam klavulanat serupa
yang dicapai dengan dosis yang setara dari amoxicilin. Satu tablet kunyah yang mengandung
250mg amoxicilin dan 62,5mg asam klavulanat adalah bioekuivalen dengan 5ml suspensi oral
yang mengandung 250mg amoxicilin/ 5ml. Makanan memiliki efek minimal atau tidak ada
pada bioavailabilitas amoxicilin oral. Bioavailabilitas asam klavulanat dapat ditingkatkan bila
diambil dengan makanan.
Penyerapan optimal dari amoxicilin dan asam klavulanat terjadi ketika tablet SR yang
mengandung 1g amoxicilin menurun dalam keadaan berpuasa dan absorpsi asam klavulanat
menurun ketika diminum dengan makanan tinggi lemak.
Distribusi
Amoxicillin didistribusikan ke sebagian besar jaringan dan cairan setelah pemberian oral
termasuk pada paru-paru, sekresi bronkus, sekret sinus maksilaris, empedu, cairan pleura,
cairan peritoneal, dahak, dan cairan telinga tengah. Asam klavulanat didistribusikan dengan
baik ke dalam jaringan tubuh pada hewan penelitian. Konsentrasi amoxicilin yang diperoleh
dalam CSF adalah rendah. Amoxicilin dan asam klavulanat melintasi plasenta dan

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 98


Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

didistribusikan ke dalam air susu. Peningkatan protein plasma amoxicillin 17-20% dan asam
klavulanat 22-30%.
Metabolisme
Amoxicilin dimetabolisme sampai batas tertentu di hati dan asam klavulanat dimetabolisme
secara ekstensif. Amoxicilin di eliminasi terutama dalam urin oleh filtrasi glomerular dan
sekresi tubular, asam klavulanat di eliminasi pada ginjal dan bukan ginjal. Sekitar 50-80%
amoxicilin dan 25-50% dari asam klavulanat diekskresikan tidak berubah dalam urin.
Ekskresi
Waktu paruh amoxicilin 1-1,4jam, asam klavulanat 0,78-1,2jam (McEvoy et al., 2011).
Dosis
Dewasa dan anak >12 tahun: 1g setiap 6-8 jam (MIMS, 2018).

Bactoderm
Komposisi sediaan
Mupirocin
Indikasi
Infeksi kulit primer akut misalnya impetigo, folikulitis, furunkulosis (MIMS, 2018).
Kontraindikasi
Sensitif terhadap mupirocin atau polietilenglikol (PEG) (PIONas, 2018).
Efek Samping
Rasa panas terbakar, gatal, kemerahan (MIMS, 2018).
Farmakodinamika
Mupirocin adalah antibiotika baru yang dihasilkan melalui fermentasi Pseudomonas
flourecens. Mupirocin menghambat isoleusit t-RNA sintesis sehingga dapat menekan sintesis
protein bakteri. Mupirocin bersifat bakteriostatik pada konsentrasi rendah atau hambat
minimum dan bersifat bakterisida pada konsentrasi yang lebih tinggi (Katzung, 2010).
Farmakokinetik
Mupirocin diberikan secara sistemik dimetabolisme menjadi metabolit inaktif yaitu asam
monik dan cepat diekskresikan. Mupirocin cepat dieliminasi dari tubuh dengan hasil
metabolisme berupa metabolit inaktif asam monik yang cepat diekskresikan oleh ginjal
(Katzung, 2010).

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 99


Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

Dosis
Dewasa & anak: Oleskan 3x sehari selama 10 hari (MIMS, 2018). Tidak direkomendasikan
untuk bayi di bawah satu tahun (PIONas, 2018).

Ponstan
Komposisi sediaan
Asam mefenamat 500mg
Indikasi
Meredakan nyeri ringan hingga sedang seperti sakit kepala, sakit gigi, dismenore primer,
termasuk nyeri yang disebabkan oleh trauma, nyeri otot, dan nyeri pasca operasi (MIMS,
2018).
Kontraindikasi
Pengobatan nyeri perioperatif pada operasi CABG, peradangan usus besar (PIONas, 2018).
Efek Samping
Pengobatan harus dihentikan bila terjadi diare dan ruam. Efek lain yang dilaporkan meliputi
rasa kantuk, efek pada darah seperti trombositopenia seperti anemia hemolitik dan jarang pada
anemia aplastik. Kejang-kejang mungkin terjadi pada overdosis (Sweetman, 2009).
Farmakodinamika
Asam mefenamat merupakan satu-satunya fenamat yang menunjukkan kerja pusat dan juga
kerja perifer. Mekanisme kerja asam mefenamat adalah dengan menghambat kerja enzim
sikloogsigenase (Goodman, 2007).
Farmakokinetik
Asam mefenamat diserap dari sistem gastrointestinal. Konsentrasi plasma puncak terjadi
sekitar 2 sampai 4 jam setelah mengkonsumsi obat. Waktu paruh plasma dilaporkan sekitar 2
sampai 4 jam. Lebih dari 90% terikat pada protein plasma. Di distribusikan ke dalam ASI. Di
metabolisme oleh sitokrom P450 isoenzim CYP2C9 sampai 3-hidroksimetil asam mefenamat,
kemudian dioksidasi untuk asam 3-carboxymefatusic. Lebih dari 50% dapat ditemukan
kembali dalam urin sebagai obat yang tidak berubah terutama sebagai konjugasi asam
mefenamat dan metabolism asam amino (Sweetman, 2009).
Dosis
3 x 500mg sebaiknya setelah makan, tidak lebih dari 7 hari (PIONas, 2018).

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 100
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

E. Adherence Outcome
Pasien memahami patofisiologi penyakit yang dialami, terapi non farmakologi, efek
farmakologi, cara minum, dosis dan efek samping obat yang digunakan.

4.4.2 Konseling 2

Skrining Administratif
Komponen Ada Tidak Komponen Ada Tidak
Nama Dokter √ Paraf/ TTD √
Alamat, No. Telp √ Nama Pasien √
SIP Dokter √ No. RM √
Tempat, Tanggal √ Usia/ BB Pasien √
Ruang/ Poli √ Alamat √
Skrining Farmasetik
Nama Obat Dosis Resep Dosis Pustaka Keterangan
Atorvastatin Sekali: 40 mg 1 x sehari, maks 80 Dosis sesuai
Sehari: 1x40 mg mg (Lacy et al.,
2009)
Allopurinol Sekali 100 mg Dosis pemeliharaan rata- Dosis sesuai

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 101
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

100 mg Sehari 1x100 mg rata 300 mg/hari dan dosis


minimum efektif 100-200
mg/hari (McEvoy, 2011).
Furosemide Sekali 40 mg 20-80 mg/hari (Sweetman, Dosis sesuai
Sehari 2x40 mg= 80 mg 2009).
Spironolaktone Sekali 100 mg Edema: Dosis sesuai
Sehari 1x100 mg terapi awal 100 mg per
hari. Rentang: 25-200 mg
setiap hari (McEvoy,
2011)
Ketoprofen Sekali 100 mg 100 sampai 200 mg dalam Dosis sesuai
Sehari 2x 100 mg= 200 2 sampai 4 dosis terbagi
mg (Sweetman, 2009).

A. Patofisiologi
Patofisiologi CKD pada awalnya dilihat dari penyakit yang mendasari, namun
perkembangan proses selanjutnya kurang lebih sama. Penyakit ini menyebabkan
berkurangnya massa ginjal. Sebagai upaya kompensasi, terjadilah hipertrofi struktural dan
fungsional nefron yang masih tersisa yang diperantarai oleh molekul vasoaktif seperti sitokin
dan growth factor. Akibatnya, terjadi hiperfiltrasi yang diikuti peningkatan tekanan kapiler
dan aliran darah glomerulus. Proses adaptasi ini berlangsung singkat, hingga pada akhirnya
terjadi suatu proses maladaptasi berupa sklerosis nefron yang masih tersisa. Sklerosis nefron
ini diikuti dengan penurunan fungsi nefron progresif, walaupun penyakit yang mendasarinya
sudah tidak aktif lagi (Suwitra, 2009).

B. Terapi Farmakologi
Nama Obat Dosis Waktu Pemberian Monitoring
Atorvastatin Satu kali sehari satu siang hari setelah
tablet makan
Allopurinol Satu kali sehari satu Malam hari setelah
tablet makan
Furosemide Dua kali sehari satu Pagi dan siang hari
tablet setelah mandi

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 102
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

Spironolakton Satu kali sehari satu siang hari setelah


tablet makan
Ketoprofen Dua kali sehari satu Pagi dan sore hari
tablet setelah makan
C. Terapi Non-Farmakologi
Apoteker menyarankan kontrol jumlah air yang dikonsumsi (takar urin yang didapat
selama 24 jam dan diukur menggunakan botol air mineral, angka yang didapat +500cc, maka
hasil tersebut adalah angka jumlah air yang boleh dikonsumsi oleh pasien dan angka tersebut
sudah termasuk air yang terkandung dalam makanan yang dikonsumsi). Karena pasien
mengalami asam urat maka hindari kacang-kacangan agar tidak memperburuk kadar asam
uratnya.

D. Tinjauan Obat
Atorvastatin
Bentuk Sediaan Tablet
Komposisi
Tiap tablet mengandung Atorvastatin 20mg
Indikasi
Pengobatan dislipidemia atau pencegahan primer penyakit kardiovaskular (atherosclerotic)
(Lacy et al., 2008).
Kontraindikasi
Hipersensitivitas terhadap Atorvastatin atau komponen lain dalam formulasi, penyakit hati
aktif (Lacy et al., 2008).
Farmakodinamik
Inhibitor 3-hydroxy-3-methylglutaryl koenzim A (HMG-CoA) reduktase mengurangi
produksi asam mevalonat dari HMG-CoA, hal ini kemudian menghasilkan peningkatan
kompensasi dalam ekspresi reseptor LDL pada membran hepatosit dan stimulasi katabolisme
LDL (Lacy et al., 2008).
Farmakokinetik
Atorvastatin cepat diserap dari saluran pencernaan. Atorvastatin memiliki bioavailabilitas
absolut rendah, yakni sekitar 12%. Atorvastatin dimetabolisme oleh sitokrom P450 isoenzim
CYP3A4 ke sejumlah metabolit aktif. Atorvastatin terikat pada protein plasma sebanyak 98%.
Rata-rata eliminasi paruh plasma dari Atorvastatin adalah sekitar 14 jam meskipun paruh

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 103
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

aktivitas penghambatan untuk HMG-CoA reduktase adalah sekitar 20 sampai 30 jam karena
kontribusi dari metabolit aktif. Atorvastatin diekskresikan sebagai metabolit, terutama dalam
empedu (Sweetman, 2009).
Dosis
Dosis awal pengobatan untuk hiperkolesterolemia dan hiperlipidemia : 10-20 mg sekali
sehari, pasien yang membutuhkan > 45% penurunan LDL-C dapat dimulai pada 40 mg sekali
sehari, Rentang dosis: 10-80 mg sekali sehari (Lacy et al., 2008).
Interaksi obat:
Spironolakton + atoravastatin
spironolakton akan meningkatkan tingkat atau efek atorvastatin oleh transporter eflux P-
glikoprotein (MDR1). Beri jeda minum kedua obat ini. Minum spironolakton terlebih dahulu
kemudian setelah 1 jam, minum atorvastatin
Cara minum:
Diminum satu kali sehari satu tablet saat malam hari
Efek samping:
insomnia, angio udema, anoreksia, asthenia, neuropati perifer, alopesia, pruritus, ruam,
impoten, sakit dada, hipoglikemik dan hiperglikemik, trombositopenia jarang dilaporkan
(Lacy et al., 2008).

Allopurinol
Komposisi
Sediaan Tiap tablet mengandung Allopurinol 300 mg
Indikasi
Digunakan untuk pencegahan serangan arthritis, gout dan nefropati, pengobatan hiperurisemia
sekunder selama pengobatan tumor atau leukemia (Lacy et al., 2009; British Medical
Association, 2011).
Kontraindikasi
ACE inhibitor meningkatkan resiko leukopenia dan hipersensitivitas ketika diberikan pada
pasien dengan gangguan ginjal. Amoksisilin dan ampisilin meningkatkan resiko rash.
Allopurinol meningkatkan toksisitas dari azatioprin dan merkaptopurin. Allopurinol
meningkatkan konsentrasi plasma dari siklosporin, teofilin, dan didanosin. Allopurinol
meningkatkan resiko hipersensitivitas bila digunakan bersama tiazid (British Medical
Association, 2011).

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 104
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

Farmakodinamik
Mengurangi sintesis asam urat dengan cara menghambat enzim xantin oksidase yang
bertanggung jawab untuk perubahan senyawasenyawa purin (hipoxantin menjadi xantin dan
selanjutnya menjadi asam urat, berdasarkan persaingan substrat, dimana Allopurinol
mempunyai struktur kimia mirip xantin). Akibatnya kadar asam urat dalam plasma dan air
seni menurun
dan eksresi xantin oleh ginjal dipertinggi (Tatro, 2003).
Farmakokinetik
Sekitar 80-90% dari dosis oral. Allopurinol diabsorbsi di saluran pencernaan. Konsentrasi
plasma puncak tercapai dalam 1,5 jam. Waktu paruh adalah sekitar 1 sampai 3 jam. Secara
serempak terdistribusi dalam cairan jaringan total, kecuali di otak; juga terdistribusi di ASI.
Metabolit utama Allopurinol adalah oxipurinol (alloxanthin), yang juga merupakan inhibitor
xanthine oxidase dengan waktu paruh sekitar 18-30 jam atau lebih pada pasien dengan fungsi
ginjal yang normal, dan waktu paruh semakin panjang pada pasien penderita kerusakan ginjal.
Allopurinol dan oxipurinol tidak terikat pada protein plasma. Allopurinol dan oxipurinol juga
ditemukan dalam ASI. Ekskresi terutama melalui ginjal, tetapilambat karena oxipurinol
mengalami reabsorpsi tubular. Sekitar 70% dari dosis harian dapat diekskresikan dalam urin
sebagai oxipurinol dan sampai 10% sebagai Allopurinol (Sweetman, 2009; McEvoy et al.,
2011)
Dosis
Dosis Awal 100 mg/ hari, dapat ditingkatkan 100 mg tiap minggunya hingga kadar asam urat
turun < 6 mg/ dL atau hingga maksimal dosis 800 mg per hari tercapai. Dosis lazim adalah
200-300 mg per hari untuk pasien dengan gout sedang dan 400-600 mg per hari untuk pasien
dengan gout parah. Setelah kadar urat terkendalikan, pengurangan dosis dapat dilakukan,
dosis pemeliharaan rata-rata adalah 300 mg per hari dan dosis minimum efektif adalah 100-
200 mg per hari (McEvoy et al., 2011).
Efek Samping
Mengantuk, sakit kepala, neuritis, parestesia, neuropati perifer, vaskulitis alergi, ruam kulit,
epistaksis, miopati, gangguan rasa, nyeri perut, diare, dispepsia, gastritis, mual, muntah, gagal
ginjal, uremia, eosinofilia, leukositosis, leukopenia, trombositopenia, ikterus kolestatik,
peningkatan enzim hati, nekrosis hati, hepatitis, hepatomegali reversibel, serangan gout akut,
arthralgia, demam, miopati (Tatro, 2003).

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 105
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

Cara minum:
Diminum dua kali sehari satu tablet setelah makan
Peringatan dan Perhatian
Berikan NSAID profilaksis atau kolkisin hingga 1 bulan setelah perbaikan hiperurisemia
untuk mencegah serangan akut; pastikan masukan cairan yang adekuat (2-3 liter/ hari); untuk
hiperurisemia dengan asosiasi penyakit kanker, terapi Allopurinol harus diberikan sebelum
terapi kanker (British Medical Association, 2011).

Furosemide
Komposisi sediaan:
Tiap tablet mengandung Furosemide 40 mg (MIMS, 2015).
Indikasi :
Pengobatan edema yang berhubungan dengan gagal jantung kongestif dan penyakit hati atau
ginjal; sendiri atau dikombinasikan dengan antihipertensi dalam pengobatan hipertensi (Lacy
et al., 2009).
Farmakodinamik:
Menghambat reabsorpsi natrium dan klorida dalam lengkung Henle dan tubulus distal ginjal,
mengganggu sistem cotransport yang mengikat klorida, sehingga menyebabkan peningkatan
ekskresi air, natrium, klorida, magnesium, dan kalsium (Lacy et al., 2009).
Farmakokinetik:
Absorbsi Bioavailabilitas oral dari tablet furosemid adalah 64% dan 60% . Setelah pemberian
oral, onset diuresis terjadi dalam 30 menit sampai 1 jam; efek maksimal setelah 1-2 jam. Efek
hipotensi maksimum mungkin tidak terlihat sampai beberapa hari terapi. Efek diuretik
bertahan 6-8 jam setelah pemberian oral . Makanan tampaknya tidak mempengaruhi efek
diuretik. Pada pasien dengan fungsi ginjal yang parah terganggu, respons diuretik mungkin
akan berlangsung lama (McEvoy et al., 2011) Distribusi Melewati plasenta dan
didistribusikan ke dalam susu. Sekitar 95% terikat pada protein plasma (terutama albumin)
pada pasien normal dan azotemik (McEvoy et al., 2011) Metabolisme Dimetabolisme di hati
menjadi turunan defurfurylated, asam 4-kloro-5-sulfamoilantranilik (McEvoy et al., 2011)
Eliminasi Cepat diekskresikan dalam urin melalui filtrasi glomerulus dan sekresi di tubulus
proksimal. Sekitar 50% dosis oral diekskresikan dalam urin dalam waktu 24 jam; 69-97% dari
jumlah ini diekskresikan dalam 4 jam pertama. Sisa obat dieliminasi oleh beberapa
mekanisme nonrenal termasuk Henle dan tubulus distal ginjal, mengganggu sistem

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 106
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

cotransport yang mengikat klorida, sehingga menyebabkan peningkatan ekskresi air, natrium,
klorida, magnesium, dan kalsium (Lacy et al., 2009).
Farmakokinetik:
Absorbsi Bioavailabilitas oral dari tablet furosemid adalah 64% dan 60% . Setelah pemberian
oral, onset diuresis terjadi dalam 30 menit sampai 1 jam; efek maksimal setelah 1-2 jam. Efek
hipotensi maksimum mungkin tidak terlihat sampai beberapa hari terapi. Efek diuretik
bertahan 6-8 jam setelah pemberian oral . Makanan tampaknya tidak mempengaruhi efek
diuretik. Pada pasien dengan fungsi ginjal yang parah terganggu, respons diuretik mungkin
akan berlangsung lama (McEvoy et al., 2011) Distribusi Melewati plasenta dan
didistribusikan ke dalam susu. Sekitar 95% terikat pada protein plasma (terutama albumin)
pada pasien normal dan azotemik (McEvoy et al., 2011) Metabolisme Dimetabolisme di hati
menjadi turunan defurfurylated, asam 4-kloro-5-sulfamoilantranilik (McEvoy et al., 2011)
Eliminasi Cepat diekskresikan dalam urin melalui filtrasi glomerulus dan sekresi di tubulus
proksimal. Sekitar 50% dosis oral diekskresikan dalam urin dalam waktu 24 jam; 69-97% dari
jumlah ini diekskresikan dalam 4 jam pertama. Sisa obat dieliminasi oleh beberapa
mekanisme nonrenal termasuK degradasi di hati dan ekskresi obat (dalam bentuk tidak
berubah) pada feses. Waktu paruh eliminasi tergolong bifasik; waktu paruh terminal kira-kira
2 jam. Gangguan hati atau ginjal memperpanjang masa paruh eliminasi obat. Pada pasien
dengan kerusakan ginjal tanpa adanya penyakit hati, pembersihan nonrenal meningkat sampai
98% obat dalam waktu 24 jam. Tidak dikeluarkan melalui hemodialisis (McEvoy et al.,
2011).
Dosis:
Untuk edema dan hipertensi, oral: Dosis awal 20-80 mg dan ditingkatkan dengan penambahan
dosis 20-40 mg setiap 6-8 jam; Interval dosis pemeliharaan adalah dua kali sehari atau setiap
hari. Kisaran dosis untuk hipertensi (JNC 7): 20-80 mg/hari dalam 2 dosis terbagi (Lacy et al.,
2009).
Cara minum:
Diminum dua kali sehari satu tablet pada pagi dan siang hari sesudah makan
Efek samping:
Hiponatremia, hipotensi, hipovolemia dan hipokalemia. Penggunaan diuretik loop (dosis
tinggi, pemberian intravena) bisa menyebabkan tuli, yang ireversibel (Neal, 2012). -
Kontraindikasi: Anuria dan hipersensitivitas terhadap furosemid/bahan tambahan dalam obat
tersebut (McEvoy et al., 2011).

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 107
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

Interaksi obat:
- spironolactone + furosemide
spironolakton meningkat dan furosemid menurunkan serum potassium.
- ketoprofen + furosemide
ketoprofen meningkat dan furosemid menurunkan serum potassium.
Beri jeda waktu untuk meminum obat. diminum furocemide terlebih dahulu kemudian setelah
satu jam, beri Spironolactone dan ketoprofen
Peringatan dan perhatian:
Terkait efek samping: Kehilangan cairan/elektrolit: Memantau status elektrolit pasien dan
lakukan penyesuaian dosis. Diuretik loop adalah diuretik kuat; jumlah berlebih dapat
menyebabkan diuresis berat dengan kehilangan cairan dan elektrolit. Hiperurisemia
(asimtomatik). Nefrotoksisitas: Memantau status cairan dan fungsi ginjal dalam upaya
mencegah terjadinya oliguria, azotemia, dan peningkatan reversibel pada BUN dan kreatinin.
Alergi Sulfa: Terdapat kemiripan struktur kimia di antara sulfonamida, sulfonilurea,
penghambat anhidrase karbonat, tiazida, dan diuretik loop (kecuali asam etakrilat).
Penggunaan pada pasien dengan alergi sulfonilurea dikontraindikasikan. Terkait penyakit:
Sirosis: Pada sirosis, hindari ketidakseimbangan elektrolit dan asam/basa yang bisa
menyebabkan ensefalopati hati . Pasien geriatri: Diuretik loop merupakan diuretik kuat yang
dapat menyebabkan diuresis berat dengan kehilangan cairan dan elektrolit; Pengawasan medis
yang ketat dan penyesuaian dosis diperlukan. Kehilangan natrium dan/atau peningkatan BUN
yang parah dapat menyebabkan kebingungan. Ibu hamil dan menyusui: Faktor Risiko
Kehamilan: CFurosemide melewati plasenta. (Lacy et al., 2009)

Spironolaktone
Komposisi:
tiap tablet mengandung spironolacton 100 mg
Indikasi:
Terapi jangka pendek pre-operatif pada hiperaldosteronisme primer. Terapi jangka panjang
pemeliharaan untuk hiperaldosteronsime primer. Terapi kondisi edematosus pada pasien gagal
ginjal kronis, sirosis liver dan sindrom nefrotik, terapi hipertensi esensial dan terapi
hipokalemia (Lacy et al., 2009; Tatro et al., 2003).

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 108
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

Kontraindikasi:
Hipersensitifitas pada spironolakton, anuria, insufisiensi renal akut, perbaikan fungsi
ekskretori ginjal, hiperkalemia, kehamilan (Lacy et al., 2009; Tatro et al., 2003).

Farmakokinetik dan Farmakodinamik:


Spironolakton diabsorbsi baik pada saluran pencernaan dengan bioavailabilitas sebesar 90%.
90 % spironolakton terikat dengan plasma protein. Spironolacton dimetabolisme ekstensif
menjadi sejumlah metabolit seperti canrenone dan 7-α-thiometh-ylspirolactone Spironolakton
atau metabolit dapat melewati barier plasenta, dan canrenone di distribusikan sampai ke air
susu (Sweetman et al., 2009).
Dosis:
Edema: terapi awal 100 mg per hari. Rentang: 25-200 mg setiap hari Hipertensi : terapi awal:
50-100 mg setiap hari sebagai dosis tunggal atau dalam dosis terbagi (McEvoy, 2011)
Cara minum:
Satu kali sehari satu tablet pada siang hari setelah makan
Efek samping:
Gangguan gastrointestinal (29%) seperti mual, muntah, ulserasi, pendarahan gastritis (Lacy et
al., 2009)
Interaksi Obat:
- Spironolakton + atoravastatin
spironolakton akan meningkatkan tingkat atau efek atorvastatin oleh transporter eflux
P-glikoprotein (MDR1).
- spironolactone + furosemide
spironolakton meningkat dan furosemid menurunkan serum potassium.
Beri jeda waktu untuk minum ketiga obat ini. Minum atorvastatin dan furocemide terlebih
dahulu kemudian setelah 1 jam beri spironolactone

Ketoprofen
Komposisi
sediaan Tiap tablet mengandung Ketoprofen 100 mg.
Indikasi
Pengobatan rheumatoid arthritis, osteoarthritis, nyeri ringan sampai sedang, dismenore primer
(Tatro, 2003).

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 109
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

Hipersensitifitas terhadap Ketprofen dan komponen lainnya dalam formula (McEvoy, 2011).
Farmakodinamik
Mengurangi peradangan, nyeri dan demam, mungkin melalui penghambatan aktivitas
siklooksigenase dan sintesis prostaglandin (Tatro, 2003).
Farmakokinetik
Ketoprofen mudah diserap dari saluran gastrointestinal, konsentrasi plasma puncak terjadi
sekitar 0,5 sampai 2 jam setelah dosis oral. Ketoprofen terserap dengan baik dari rute
intramuskular dan dubur; hanya kecil jumlah penyerapan perkutan terjadi setelah aplikasi
topikal. Ketoprofen 99% terikat pada protein plasma dan konsentrasi obat yang substansial
ditemukan pada cairan sinovial. Waktu paruh eliminasi dalam plasma sekitar 1,5 sampai 4
jam. Ketoprofen dimetabolisme terutama oleh konjugasi dengan asam glukuronat, dan
diekskresikan terutama dalam urin (Sweetman, 2009).
Dosis
100 sampai 200 mg dalam 2 sampai 4 dosis terbagi (Sweetman, 2009).
Cara minum:
Diminum dua kali sehari satu tablet sesudah makan
Efek samping:
bisa timbul rasa sakit pada tempat penyuntikan (kadang terjadi kerusakan jaringan);
supositoria dapat menyebabkan iritasi rectum (Tatro, 2003).
Interaksi obat
- ketoprofen + furosemide
ketoprofen meningkat dan furosemid menurunkan serum potassium. Beri jeda waktu
untuk meminum obat. Berikan furocemide terlebiih dahulu kemudian setelah satu jam
beri ketoprofen

E. Adherence Outcome
Pasien memahami patofisiologi penyakit yang dialami, terapi non farmakologi, efek
farmakologi, cara minum, dosis dan efek samping obat yang digunakan

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 110
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

4.4.3 Konseling 3

Skrining Administratif

Komponen Ada Tidak Komponen Ada Tidak


Nama Dokter √ Jumlah Obat √
Alamat & no telp √ Aturan pakai √
Surat Ijin Prakter √ Paraf/ tanda tangan √
Tempat dan tanggal √ Nama pasien √
Nama Obat √ Umur dan Berat badan √
pasien

Skrining Farmasetik
Nama Obat Dosis Resep Dosis Pustaka Keterangan
Norvask Sekali pakai: 10 mg Rentang dosis (JNC Dosis sesuai
Amlodipin 10 mg Sehari: 1 x 10 mg = 7): 2,5-10 mg sekali
10 mg sehari (Lacy et al.,
2008).
Hidroklortiazid Sekali pakai: 12, 5 Untuk pengobatan Dosis sesuai
Hidrklortiazid 12,5 mg hipertensi 12,5- 25
mg Sehari: 1- ½ - 1 x mg, dosis maksimal

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 111
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

12,5 mg = 31,25 mg 50 mg / hari (AHFS,


2013).
Valsartan Sekali pakai: 80mg Bagi penderita Dosis sesuai
Valsartan 80 mg Sehari: 1 x 80mg = hipertensi dosis dari
80mg valsartan mulai dari
80 mg sehari dan
dapat ditingkatkan
hingga 160 mg
sehari. Dosis
maksimal untuk
valsartan adalah 320
mg sehari
(Sweetman, 2009).
Nitrokaf Sekali pakai: 2,5mg Dosis dewasa 2,5-9 Dosis sesuai
Gliseryl Trinitrate Sehari: 3 x 5mg = 7,5 mg diberikan secara
2,5mg mg oral setiap 8 atau 12
jam (AHFS, 2013).
Diazepam Sekali pakai: 2 mg 2-10 mg, 3-4 kali Dosis sesuai
Diazepam 2 mg Sehari : 1 x 2 mg = 2 sehari (Tatro, 2003).
mg

A. Patofisiologi
Hipertensi
Hipertensi atau penyakit darah tinggi merupakan kondisi ketika seseorang mengalami
kenaikan tekanan darah secara lambat ataupun mendadak (akut). Diagnosa hipertensi
ditegakan jika tekanan darah sistolik seseorang menetap pada 140 mmHg atau lebih, dan
tekanan darah diastol menetap pada 90 mmHg atau lebih (Agoes, 2008).
Patofisiologi terjadinya hipertensi yaitu: Angiotensin Converting Enzyme (ACE),
memegang peran fisiologi penting dalam mengatur tekanan darah. Darah mengandung
angiotensinogen yang diproduksi di hati selanjutnya oleh hormon, rennin akan diubah
menjadi angiotensin 1, oleh ACE yang terdapat di paru-paru angiotensin 1 diubah menjadi
angiotensin II, peranan kunci dalam menaikkan tekanan darah melalui dua aksi utama, yaitu
Meningkatkan sekresi hormon antidiuretik (ADH) dan rasa haus (Astawan, 2005). ADH

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 112
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

diproduksi di hipotalamus dan bekerja pada ginjal untuk mengatur osmolalitas dan volume
urin.
Dengan meningkatnya ADH sangat sedikit urin yang dieksresikan keluar tubuh sehingga
menjadi pekat dan tinggi osmolalitasnya untuk mengencerkanya volume cairan ekstraseluler
akan ditingkatkan dengan cara menarik cairan di bagian intra seluler akibatnya volume darah
meningkat yang pada akhirnya akan meningkatkan tekanan darah (Astawan, 2005).
Menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal, aldosteron merupakan hormone steroid
yang memiliki peranan penting pada ginjal untuk mengatur volume cairan ekstraseluler,
aldosteron akan mengurangi eksresi NaCl dengan cara mengabsorbsinya dari tubulus ginjal.
Naiknya kosentrasi NaCl akan diencerkan kembali dengan cara meningkatkan volume cairan
ekstra seluler yang pada giliranya akan meningkatkan volume dan tekanan darah (Astawan,
2005).

Angina
Serangan nyeri substernal, retrosternal yang biasa berlangsung beberapa menit setelah
gerak badan dan menjalar ke bagian lain dari badan dan hilang setelah istirahat. Etiologinya:
a. Arterosklerosis. b. Aorta insufisiensi c. Spasmus arteri koroner d. Anemi berat.
Patofisiologi Angina pectoris merupakan sindrom klinis yang disebabkan oleh aliran
darah ke arteri miokard berkurang sehingga ketidakseimbangan terjadi antara suplay O2 ke
miokardium yang dapat menimbulkan iskemia, yang dapat menimbulkan nyeri yang
kemungkinan akibat dari perubahan metabolisme aerobik menjadi anaerob yang
menghasilkan asam laktat yang merangsang timbulnya nyeri.
Macam- macam angina pectoris:
1. Angina pectoris stabil
- Sakit dada timbul setelah melakukan aktivitas.
- Lamanya serangan biasanya kurang dari 10 menit.
- Bersifat stabil tidak ada perubahan serangan dalam angina selama 30 hari.
- Pada phisical assessment tidak selalu membantu dalam menegakkan diagnosa.
2. Angina pektoris tidak stabil
- Angina yang baru pertama kali atau angina stabil dengan karakteristik frekuensi berat
dan lamanya meningkat.
- Timbul waktu istirahat/kerja ringan.
- Fisical assessment tidak membantu.

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 113
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

- EKG: Deviasi segment ST depresi atau elevasi.


B. Terapi Farmakologi
Nama Obat Dosis Waktu Pemberian Monitoring
Norvask 1 kali sehari 1 tablet Malam hari 1 tablet
Amlodipin setalah makan
10mg
Hidroklortiazid 3 kali sehari denagn Pagi 1 tablet, siang ½
Hidrklortiazid 12,5 mg aturan 1 – ½ - 1 tablet dan malam 1
tablet, dikonsumsi
setelah makan.
Valsartan 1 kali sehari 1 tablet Pagi hari 1 tablet
Valsartan 80 mg setelah makan.
Nitrokaf 3 kali sehari 1 kapsul Pagi 1 tablet, siang 1
Gliseryl Trinitrate tablet, malam 1 tablet,
2,5mg dikonsumsi setelah
makan.
Diazepam 1 kali sehari 1 tablet Malam 1 tablet
Diazepam 2 mg sebelum tidur.

C. Terapi Non-farmakologi

D. Tinjauan tentang Obat


Norvask
Komposisi sediaan
Tiap mL mengandung Amlodipin 10 mg (MIMS, 2016).

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 114
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

Indikasi
Obat ini digunakan untuk pengobatan hipertensi; pengobatan simtomatik angina stabil kronis,
vasospastik angina; pencegahan rawat inap karena angina dengan CAD didokumentasikan
(terbatas pada pasien tanpa gagal jantung atau fraksi ejeksi <40%) (Lacy et al., 2008).
Kontraindikasi
Hipersensitivitas terhadap amlodipine atau komponen dari formulasi (Lacy et al., 2008).
Farmakodinamik
Menghambat masuknya ion kalsium atau mempengaruhi tegangan sensitif daerah otot
pembuluh darah halus dan miokardium selama depolarisasi, menghasilkan relaksasi koroner
otot polos pembuluh darah dan vasodilatasi koroner; meningkatkan pengiriman oksigen
miokard pada pasien dengan angina vasospastik (Lacy et al., 2008).
Farmakokinetik
Amlodipine baik diserap setelah dosis oral dengan konsentrasi darahpuncak terjadi setelah 6
sampai 12 jam. Bioavailabilitas bervariasi tetapi biasanya sekitar 60 sampai 65%. Amlodipine
dilaporkan menjadi sekitar 97,5% terikat pada protein plasma. Memiliki terminal paruh
eliminasi lama 35 sampai 50 jam dan kondisi mapan konsentrasi plasma tidak tercapai sampai
setelah 7-8 hari penggunaan. Amlodipine secara ekstensif dimetabolisme di hati; metabolit
sebagian besar diekskresikan dalam urin bersama-sama dengan kurang dari 10% dari dosis
sebagai obat tidak berubah. Amlodipine tidak dihapus oleh dialisis. (Sweetman, 2009).
Dosis
Untuk pengobatan pada dewasa:
- Hipertensi: Oral: Dosis awal: 5 mg sekali sehari; Dosis maksimum:10 mg sekali sehari.
Secara umum, dinaikan bertahap 2,5 mg selama7-14 hari. Rentang dosis (JNC 7): 2,5-10
mg sekali sehari (Lacy etal., 2008).
- Angina: Oral: dosis biasa: 5-10 mg; dosis yang lebih rendah yangdisarankan untuk orang
tua atau yang memiliki kelainan pada hati kebanyakan pasien membutuhkan 10 mg untuk
efek yang memadai(Lacy et al., 2008).
Efek Samping
Efek samping yang paling banyak terjadi pada kardiovaskular adalahedema perifer,
sedangkan jarang menyebabkan flushing danpalpitasi. Amlodipine dapat menyebabkan efek
samping kecil padabeberapa bagian diantaranya:
- Sistem saraf pusat: Sakit kepala, pusing, kelelahan, mengantuk.
- Dermatologic: Ruam, pruritus

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 115
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

- Endokrin dan metabolik: disfungsi seksual laki-laki


- Gastrointestinal: Mual, nyeri perut, dyspepsia, hyperplasia gingiva
- Neuromuskular & skeletal: Kram otot, kelemahan
- Pernapasan: Dispnea, edema paru (Lacy et al., 2008).
Interaksi Obat
Beberapa dibawah ini yang dapat berinteraksi dengan amlodipine (Lacy et al., 2008) :
- Alpha1-Blockers: dapat meningkatkan efek hipotensi dari Kalsium Channel Blocker.
- Agen antijamur (azole Derivatif, sistemik): dapat menurunkan metabolisme kalsium
Channel Blocker.
- Barbiturat: Dapat meningkatkan metabolisme kalsium Channel Blocker.
- Kalsium Channel Blocker (Non dihydropyridine): dapat meningkatkan efek hipotensi
dari kalsium Channel Blocker (Dihydropyridine).
- Carbamazepine: Dapat meningkatkan metabolisme kalsium Channel Blocker
(Dihydropyridine)
- Clopidogrel: Kalsium Channel Blocker dapat mengurangi efek terapi clopidogrel.
Peringatan dan Perhatian
Perhatian terkait dengan efek samping (Lacy et al., 2008) :
- Angina / MI: Peningkatan angina dan / atau MI telah terjadi dengan inisiasi atau dosis
titrasi calcium channel blockers.
- Hipotensi / syncope: hipotensi simtomatik dengan atau tanpa sinkop jarang dapat terjadi;
Tekanan darah harus diturunkan pada sesuai tingkat untuk kondisi klinis pasien
- Edema perifer: Efek samping yang paling umum adalah edema perifer; terjadi dalam
waktu 2-3 minggu dari mulai terapi.
- Reflex takikardia: Dapat terjadi dengan penggunaan.
- Perhatian terkait dengan penyakit yang berhubungan (Lacy et al.,2008)
- Stenosis aorta: Gunakan dengan hati-hati pada pasien denganstenosis aorta berat.
- Kerusakan Hati: Gunakan dengan hati-hati pada pasien dengan gangguan hati; mungkin
memerlukan dosis awal yang lebih rendah.
- Idiopathic hypertrophic subaorta stenosis (IHSS): Gunakan dengan hati-hati pada pasien
dengan IHSS.

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 116
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

Hidroklortiazid
Komposisi sediaan
Tiap tablet mengandung Hidroklortiazid 12,5 mg (MIMS, 2016).
Indikasi
Digunakan untuk pengobatan hipertensi berat yang tidak terkontrol (AHFS, 2011).
Farmakodinamik
Hidroklortiazid merupakan suatu diuretik tiazide dengan mekanisme kerja dengan
mengurangi reabsorbsi dari elektrolit pada tubuli renal, meningkatkan eksresi ion natrium dan
klorida yang diikuti oleh air. Meknisme kerjanya sebagian besar dimulai pada daerah tubulus
distal (AHFS, 2011).
Farmakokinetik
Hidroklortiazid diabsorbsi secara cepat dari saluran pencernaan. Dilaporkan bahwa
bioavaibilitasnya berkisar 65-70%. Waktu paruhnya berkisar 5-15 jam dan dapat terikat
dengan sel darah merah. Hidroklortiazid dieksresikan dalam bentuk tidak berubah di dalam
urine. Hydroklortiazid dapat melewati barier plasenta dan terdistribusi ke ASI. (Sweetman,
2009).
Kontraindikasi
Pasien dengan hipersensitif terhadap hidroklorotiazid dan turunan sulfonamid, pasien dengan
kehamilan atau sedang menyusui, pasien dengan gangguan ginjal berat, penyakit hati berat,
dan gout. (AHFS, 2011).
Dosis
Untuk pengobatan hipertensi 12,5- 25 mg, dosis maksimal 50 mg / hari. Untuk dosis
maintanance 12,5 mg sekali sehari 1 tablet (AHFS, 2011).(AHFS, 2011).
Efek samping
Pusing, sakit kepala, orthostatic hypotension, gangguan saluran pernafasan, nyeri punggung,
kelelahan, neutropenia, hyperurisemia, hyponatremia, hypokalemia, annorexia, gangguan
gastrointestinal track , mual, muntah, konstipasi (AHFS, 2011).
Interaksi Obat:
- Hidroklortiazid dapat meningkatkan efek dari ACE inhibitor, alopurinol, amifostine,
kalsitrol, garam kalsium, dofetilide, lithium.
- Terjadi peningkatan efek hidroklortiazid karena kortikosteroid, analog prostasiklin.

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 117
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

- Terjadi penurunan efek hidroklorthiazid karena asam empedu dan NSAID. - kandesartan
dapat meningkatkan efek dari ACE inhibitor, amifostine, litium, diuretik hemat kalium
(AHFS, 2011).
Peringatan dan Perhatian:
- Hentikan penggunaan bila ditemukan kehamilan pada pasien.
- Hati-hati pada pasien dengan gejala kerusakan ginjal dan hati. Perlu adanya penyesuaian
dosis.
- Hindari penggunaan suplemen yang mengandung kalium. Dapat menyebabkan
hyperkalemia.
- Gunakan dengan hati-hati pada pasien yang punya riwayat penyakit gout. Dapat
mennyebabkan penimbunan gout.
- Gunakan dengan hati-hati pada pasien dengan riwayat gagal jantung.
- Gunakan dengan hati-hati pada pasien dengan riwayat diabetes. Dapat menyebabkan
kenaikan gula darah (AHFS, 2011).

Valsartan
Komposisi Sediaan
Tiap kapsul mengandung valsartan 80 mg (MIMS, 2016)
Indikasi
Valsartan adalah golongan antagonis reseptor angiotensin II yang digunakan dalam
pengobatan hipertensi, pasien dengan infark miokard dan disfungsi ventrikel, dan pengobatan
gagal jantung.
Kontraindikasi
Obat ini kontra indikasi bagi ibu hamil dan pasien-pasien yang mengalami gangguan pada
fungsi hati (Sweetman, 2009).
Farmakodinamik
Valsartan bekerja dengan menghambat reseptor angiotensin II sehingga terjadi penurunan
aldosteron yang menyebabkan terjadinya penurunan retensi natrium dan air. Hal inilah yang
dapat menurunkan tekanan darah (Harvey and Champe, 2013).
Farmakokinetik
Valsartan cepat diserap setelah pemberian oral dengan bioavailabiltas sekitar 23%. Kadar
plasma puncak tercapai 2 – 4 jam setelah pemberian. Obat terikat dengan protein sebesar 94 –

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 118
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

97%. Obat terikat dalam dimetabolisme dan dieksresi terutama melalui empedu dalam bentuk
tidak berubah (Sweetman, 2009).
Dosis
Bagi penderita hipertensi dosis dari valsartan mulai dari 80 mg sehari dan dapat ditingkatkan
hingga 160 mg sehari. Dosis maksimal untuk valsartan adalah 320 mg sehari (Sweetman,
2009).
Efek Samping
Efek samping losartan tergolong ringan dan bersifat sementara diantaranya pusing, sakit
kepala. Efek samping lainnya yang dapat terjadi diantaranya adalah gangguan saluran
pernafasan, nyeri abdominal, gangguan pencernaan (Sweetman, 2009).
Interaksi Obat
Pemberian suplemen kalium, diuretik hemat kalium dan valsartan hendaknya tidak diberikan
secara bersama-sama karena dapat meningkatkan efek hiperkalemia (Sweetman, 2009).

Nitrokaf
Komposisi sediaan
Tiap tablet menagndung Glyceryl Trinitrate 2,5 mg.
Indikasi
Nitrogliserin digunakan untuk menghilangkan ngina pectoris akut karena memiliki onset
cepat, penatalaksanaan pada pasien AMI digunakan untuk mengurangi rasa sakit akibat
iskemia, mengatasi hipertensi dan kongesti paru.
Kontraindikasi
Nitrogliserin tidak boleh digunakan pada pasien dengan hipotensi berat, hypovolemia,
anemia, gagal jantung obstruktif, trauma kepala atau perdarahan serebral. Nitrogliserin harus
digunakan hati-hati pada pasien dengan kerusakan ginjal yang parah, hipotiroidisme,
malnutrisi, hipotermia.
Farmakodinamik
Nitroglycerin atau Glyceryl Trinitrate adalah sebuah vasodilator yang mudah menguap, yang
mengurangi angina pectoris dengan cara merangsang guanylate cyclase danmerendahkan
kalsium sitosolik.
Farmakokinetik
- Absropsi : ketersediaan hayati kurang dari 100% setelah penggunaan oral
karenadimetabolisme dihati.

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 119
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

- Distribusi : nitroglycerin atau glyceryl trinitrate didistribusikan secara luas denganvolume


distribusi yang besar.
- Metabolisme : mengalami hidrolisis dalam plasma dan cepat dimetabolisme dihati.
- Eliminasi: diekskresikan melalui urin (Sweetman, 2009).
Dosis
Dosis dewasa 2,5-9 mg diberikan secara oral setiap 8 atau 12 jam (AHFS, 2013).
Interaksi Obat
Penggunaan bersama Aspirin dapat meningkatkan kadar gliseril trinitrate serum yang
diberikan secara sublingual dengan cara menekan efek vasodilator gliseril trinitrate dengan
menghambat pelepasan prostaglandin, menghasilkan peningkatan efek samping seperti
hipotensi dan sakit kepala. Aspirin juga mengurangi aliran darah melalui hati,sehingga
metabolism gliseril trinitrate berukurang menyebabkan peningkatan kadar (Stockley, 2010)

Diazepam
Komposisi sediaan
Tiap tablet mengandung Diazepam 2 mg.
Indikasi
Pemakaian jangka pendek pada ansietas atau insomnia, tambahan pada putus alkohol akut,
status epileptikus, kejang demam, spasme otot.
Kontraindikasi
Hipersensitifitas terhadap Mecobalamin dan komponen lainnya dalam formulasi (McEvoy,
2011).
Farmakodinamik
Inhibitor neurotransmitter, yang mengakibatkan meningkatnya penghambatan saraf dan
depresi SSP, terutama pada sistem limbik dan pembentukan reticular (Tatro, 2003).
Farmakokinetik
Diazepam dengan mudah terserap dari saluran pencernaan, konsentrasi plasma puncak terjadi
dalam waktu sekitar 30 sampai 90 menit dosis oral. Diazepam sangat larut dalam lemak dan
melintasi sawar darah otak. Diazepam bekerjacepat di otak, dan efek awalnya menurun
dengan cepat karena didistribusikan ke dalamdepot lemak dan jaringan (Sweetman, 2009).
Dosis
2-10 mg, 3-4 kali sehari (Tatro, 2003)

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 120
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

Efek samping
Diazepam dapat menimbulkan Brakikardia, takikardia, hipertensi, palpitasi, edema, hipotensi,
ataksia, pusing, kehilangan suara, koma, euphoria, konstipasi, diare, mulut kering, mual,
anemia, disfungsi hepar (Tatro, 2013).
Interaksi Obat
- Penggunaan bersamaan dengan simetidin, kontrasepsi oral dan disulfiram akan
meningkatkan efek diazepam dengan peningkatan efek sedatif berlebihan dan
berkurangnya fungsi psikomotor.
- Penggunaan bersamaan dengan digoksin akan meningkatkan konsentrasi serum digoksin.
- Penggunaan bersamaan dengan omeprazole akan meningkatkan kadar diazepam dan
meningkatkan efek diazepam.
- Penggunaan bersamaan dengan teofilin akan menyebabkan antagonis efek sedatif (Tatro,
2013).

E. Adherence Outcome
Pasien memahami patofisiologi penyakit yang dialami, terapi non farmakologi, efek
farmakologi, cara minum obat, dosis dan efek samping obat yang digunakan.

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 121
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

4.4.4 Konseling 4
UMUM / BPJS / KSO
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SIDOARJO
KABUPATEN SIDOARJO
Jl. Mojopahit 667 Telp. 8961449 Sidoarjo

Ruang/ Poli : Penyakit Dalam


Dokter : dr. N. D. A., Sp.PD
Tanggal : 03/04/2018
Alergi : TIDAK/YA

R/ Ramipril No. XXX


S 1 dd 1
R/ Concor 2,5mg No. XXX
S 1 dd 1
R/ Furosemide No. XXX
S1–0–0
R/ Spironolaktone No. XXX
S1–0–0
R/ Alprazolam No. XXX
S0–0–1
R/ Omeprazole No. XV
S 1 dd 1

Nama/ No. RM : Tn. S. T


Umur/ Tgl. Lahir/ BB : - R
Alamat :
E

Skrining Administratif
Komponen Ada Tidak Komponen Ada Tidak
Nama Dokter √ Paraf/ TTD √
Alamat, No. Telp √ Nama Pasien √
SIP Dokter √ No. RM √
Tempat, Tanggal √ Usia/ BB Pasien √
Ruang/ Poli √ Alamat √

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 122
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

Skrining Farmasetis
Nama Obat Dosis Resep Dosis Pustaka Keterangan
Dosis dewasa ; 40
Furosemide 40 mg 1 x 1 = 40 mg sampai 80 mg Tepat Dosis
(Sweetman, 2009).
2,5 – 5 mg sekali
sehari, dosis
Concor 2,5 mg 1 x 1 = 2,5 mg maksimal 20 mg/ hari Tepat Dosis
(McEvoy et al.,
2011).
2,5-5 mg/ hari
sebagai singgle dose,
Ramipril 1 x 1 = 2,5 mg Tepat Dosis
sampai 10 mg/ hari
(MIMS,2018)
Edema: terapi awal
100 mg per hari. (25-
Spinorolaton 25 mg 1 x 1 = 25 mg Tepat Dosis
200 mg)/hari
(McEvoy, 2011).
0,25 - 0,5 mg,
tingatkatkan dosis
Alprazolam 0,5 mg 0-0-1 = 0,5 mg setiap 3/4 hari Tepat Dosis
dengan total 3/4 mg/
hari (MIMS,2018).

20–40 mg/ hari


Omeprazole 20 mg 1 x 1 = 20 mg Tepat Dosis
(MIMS,2018).

A. Patofisiologi
Penyakit Jantung Koroner
Penyakit jantung koroner adalah istilah umum untuk penumpukan plak di arteri jantung
yang dapat menyebabkan serangan jantung (American Heart Association,
2013).Aterosklerosis atau pengerasan arteri adalah kondisi pada arteri besar dan kecil yang
ditandai penimbunan endapan lemak, trombosit, neutrofil, monosit dan makrofag di seluruh
kedalaman tunika intima (lapisan sel endotel), dan akhirnya ke tunika media (lapisan otot
polos). Arteri yang paling sering terkena adalah arteri koroner, aorta dan arteri-arteri sereberal.

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 123
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

Langkah pertama dalam pembentukan aterosklerosis dimulai dengan disfungsi lapisan endotel
lumen arteri, kondisi ini dapat terjadi setelah cedera pada sel endotel atau dari stimulus lain,
cedera pada sel endotel meningkatkan permeabelitas terhadap berbagai komponen plasma,
termasuk asam lemak dan triglesirida, sehingga zat ini dapat masuk kedalam arteri, oksidasi
asam lemak menghasilkan oksigen radikal bebas yang selanjutnya dapat merusak pembuluh
darah. Cedera pada sel endotel dapat mencetuskan reaksi inflamasi dan imun, termasuk
menarik sel darah putih, terutama neutrofil dan monosit, serta trombosit ke area cedera, sel
darah putih melepaskan sitokin proinflamatori poten yang kemudian memperburuk situasi,
menarik lebih banyak sel darah putih dan trombosit ke area lesi, menstimulasi proses
pembekuan, mengaktifitas sel T dan B, dan melepaskan senyawa kimia yang berperan sebagai
chemoattractant (penarik kimia) yang mengaktifkan siklus inflamasi, pembekuan dan fibrosis.
Pada saat ditarik ke area cedera, sal darah putih akan menempel disana oleh aktivasi faktor
adhesif endotelial yang bekerja seperti velcro sehingga endotel lengket terutama terhadap sel
darah putih, pada saat menempel di lapisan endotelial, monosit dan neutrofil mulai berimigrasi
di antara sel-sel endotel keruang interstisial. Di ruang interstisial, monosit yang matang
menjadi makrofag dan bersama neutrofil tetap melepaskan sitokin, yang meneruskan siklus
inflamasi. Sitokin proinflamatori juga merangsan ploriferasi sel otot polos yang
mengakibatkan sel otot polos tumbuh di tunika intima. Selain itu kolesterol dan lemak plasma
mendapat akses ke tunika intima karena permeabilitas lapisan endotel meningkat, pada tahap
indikasi dini kerusakan teradapat lapisan lemak diarteri. Apabila cedera dan inflamasi terus
berlanjut, agregasi trombosit meningkat dan mulai terbentuk bekuan darah (tombus), sebagian
dinding pembuluh diganti dengan jaringan parut sehingga mengubah struktur dinding
pembuluh darah, hasil akhir adalah penimbunan kolesterol dan lemak, pembentukan deposit
jaringan parut, pembentukan bekuan yang berasal dari trombosit dan proliferasi sel otot polos
sehingga pembuluh mengalami kekakuan dan menyempit. Apabila kekakuan ini dialami oleh
arteri-arteri koroner akibat aterosklerosis dan tidak dapat berdilatasi sebagai respon terhadap
peningkatan kebutuhan oksigen,dan kemudian terjadi iskemia (kekurangan suplai darah)
miokardium dan sel-sel miokardium sehingga menggunakan glikolisis anerob untuk
memenuhi kebutuhan energinya. Proses pembentukan energi ini sangat tidak efisien dan
menyebabkan terbentuknya asam laktat sehinga menurunkan pH miokardium dan
menyebabkan nyeri yang berkaitan dengan angina pectoris (Corwin, 2009).

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 124
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

Hipertensi
Hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah >140/90 mmHg dalam 2 waktu
pengukuran yang terpisah. Beberapa faktor dapat mempengaruhi konstriksi dan relakasi
pembuluh darah yang berhubungan dengan tekanan darah. Bila seseorang emosi, maka sebagai
respon korteks adrenal mengekskresikan epinefrin yang menyebabkan vasokonstriksi. Selain
itu, korteks adrenal mengekskresi kortisol dan steroid lainnya yang bersifat memperkuat
respon vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi menyebabkan penurunan aliran darah
ke ginjal sehingga terjadi pelepasan renin. Renin merangsang pembentukan angiotensin I yang
kemudian diubah oleh enzim ACE (Angiotensin Converting Enzyme) menjadi angiotensin II,
suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks
adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan
peningkatan volume intravaskuler. Semua faktor tersebut cenderung mencetuskan keadaan
hipertensi (Rohaendi, 2008).

B. Terapi Farmakologi
Waktu
Nama Obat Dosis Monitoring
Pemberian
Satu kali satu sehari Efektivitas :
Furosemide 40 mg Pagi hari
satu tablet - Tekanan darah
Satu kali satu sehari <120/90 mmHg
Concor 2,5 mg Siang hari
satu tablet
Satu kali satu sehari Efek samping :
Ramipril Malam hari
satu tablet Hipotensi,
Satu kali satu sehari Hiperkalemia dan
Spinorolaton 25 mg Pagi hari
satu tablet dapat meningkatan
Satu kali satu sehari kadar potasium
Alprazolam 0,5 mg Malam hari
satu tablet
Pagi hari, 30
Satu kali satu sehari
Omeprazole 20 mg menit sebelum
satu tablet
makan

C. Terapi Non Farmakologi


- Menurunkan berat badan bila status gizi berlebih dan kurangi konsumsi makanan

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 125
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

belemak. (BMI <30 dapat dihitung dengan rumus BMI = BB (kg) / TB2 (m).
- Meningkatkan aktifitas fisik. Orang yang aktivitasnya rendah berisiko terkena
hipertensi 30-50% daripada yang aktif. Oleh karena itu, aktivitas fisik antara 30-45
menit sebanyak >3x/hari penting sebagai pencegahan primer dari hipertensi.
- Mengurangi asupan natrium. Konsumsi NaCl yang disarankan <6g/hari.
- Menurunkan konsumsi kafein dan alkohol. Kafein dapat memacu jantung bekerja lebih
cepat, sehingga mengalirkan lebih banyak cairan pada setiap detiknya.

D. Tinjauan Pustaka
Furosemid
Komposisi sediaan
Tiap tablet mengandung Furosemide 40 mg.
Indikasi
Pengobatan edema yang terkait dengan CHF, sirosis hati, dan penyakit ginjal; hipertensi
(Tatro, 2003).
Kontraindikasi
Anuria, hipersensitivitas terhadap Furosemid atau komponen lainnya dalam formulasi
(McEvoy, 2011).
Farmakodinamik
Menghambat reabsorpsi natrium dan klorida dalam tubulus proksimal dan distal dan
lingkaran Henle (Tatro, 2003).
Farmakokinetik
Furosemide cukup cepat diserap dari saluran gastrointestinal, bioavaibilitas sekitar 60
sampai 70% namun penyerapannya bervariasi dan tidak menentu. Waktu paruh Furosemid
adalah sekitar 2 jam meskipun berkepanjangan pada neonatus dan pada pasien dengan
gangguan ginjal dan hati. Furosemide 99% terikat pada albumin plasma dan terutama
diekskresikan dalam urin. Pembersihan furosemid tidak meningkat dengan adanya
hemodialisis (Sweetman, 2009).
Dosis
Dalam pengobatan hipertensi, Furosemid diberikan dalam dosis oral 40 sampai 80 mg setiap
hari, baik sendiri, atau dengan antihipertensi lainnya (Sweetman, 2009).

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 126
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

Interaksi Obat
Furosemide dapat meningkatkan efek Digoksin melalui sinergisme farmakodinamik.
Hipokalemia dan hipomagnesemia akibat Furosemide dapat menjadi predisposisi aritmia
(Stockley, 2010).
Farmakodinamik
Menghambat reabsorpsi natrium dan klorida dalam tubulus proksimal dan distal dan
lingkaran Henle (Tatro, 2003).
Farmakokinetik
Furosemide cukup cepat diserap dari saluran gastrointestinal, bioavaibilitas sekitar 60
sampai 70% namun penyerapannya bervariasi dan tidak menentu. Waktu paruh Furosemid
adalah sekitar 2 jam meskipun berkepanjangan pada neonatus dan pada pasien dengan
gangguan ginjal dan hati. Furosemide 99% terikat pada albumin plasma dan terutama
diekskresikan dalam urin. Pembersihan furosemid tidak meningkat dengan adanya
hemodialisis (Sweetman, 2009).
Dosis
Dalam pengobatan hipertensi, Furosemid diberikan dalam dosis oral 40 sampai 80 mg setiap
hari, baik sendiri, atau dengan antihipertensi lainnya (Sweetman, 2009).

Spironolakton
Komposisi sediaan
Tiap tablet mengandung Spironolakton 2,5 mg.
Indikasi
Terapi edema yang berkaitan sirosis hepatik dan sindrom nefrotik, selain itu juga untuk
terapi gagal jantung kongestif, hipertensi, dan hipokalemia (McEvoy, 2011).
Kontraindikasi
Hiperkalemia dan hipersensitivitas yang diketahui pada spironolakton atau bahan dalam
formulasi (McEvoy, 2011).
Farmakodinamik
Secara kompetitif menghambat aldosteron dalam tubulus distal, menghasilkan peningkatan
ekskresi natrium dan air dan penurunan ekskresi kalium (Tato, 2003).
Farmakokinetik
Absorbsi : Diserap dengan baik setelah pemberian oral. Konsentrasi spironolakton serum
puncak biasanya dicapai dalam 1-2 jam; Konsentrasi serum puncak metabolit utama

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 127
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

biasanya dicapai dalam 2-4 jam


Distribusi : Spironolakton dan metabolitnya melintasi plasenta. Canrenone, metabolit aktif
utama, didistribusikan ke dalam susu. Terikat protein plasma sebesar 90% Metabolisme :
berlangsung cepat dan secara ekstensif. Metabolit aktif utamanya adalah Canrenone dan /
atau 7α-thiomethyl spironolactone.
Eliminasi : Ekskresi terutama dalam urin sebagai metabolit dan pada tingkat yang lebih rendah
pada empedu (McEvoy, 2011).
Dosis
Edema: terapi awal 100 mg per hari. Rentang: 25-200 mg setiap hari
Hipertensi : terapi awal: 50-100 mg setiap hari sebagai dosis tunggal atau dalam dosis terbagi
(McEvoy, 2011).

Concor 2,5 mg
Komposisi sediaan
Tiap tablet mengandung Bisoprolol fumarate 2,5 mg.
Indikasi
Manajemen gagal jantung ringan sampai parah (NYHA kelas II atau III) gagal jantung iskemik
atau kardiomiopati, dalam penambahan terhadap ACE inhibitor, diuretik, dan glikosida
jantung; manajemen hipertensi sebagai monoterapi atau kombinasi dengan kelas-kelas lain
dari obat antihipertensi; angina pectoris (McEvoy et al., 2011).
Kontraindikasi
Pasien dengan sinus bradikardia, heart block, syok kardiogenik, gagal jantung terbuka,
hipersensitivitas terhadap bisoprolol fumarate atau sulfonamide (McEvoy et al, 2011).
Farmakodinamik
Bisoprolol merupakan beta blocker kardioselektif. Bekerja dengan memblokir stimulasi beta
adrenergik, kardioselektif untuk beta 1 pada dosis rendah dengan sedikit atau tidak
berpengaruh pada reseptor beta 2 pada dosis ≤ 20 mg (Sweetman, 2009).
Farmakokinetik
Absorpsi : bioavailbilitas sekitar 80%. Distribusi : ikatan obat dengan protein 30%.
Metabolisme : tidak dimetabolisme oleh CYP2D6.
Eliminasi : ekskresi melaui urin (50%) (McEvoy et al, 2011).
Dosis
Pustaka: 2,5 – 5 mg sekali sehari, dosis maksimal 20 mg/ hari (McEvoy et al., 2011).

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 128
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

Alprazolam 0,5 mg
Komposisi sediaan
Tiap tablet mengandung Alprazolam 0,5 mg.
Efek Farmakologi
Golongan benzodiazepin untuk mengatasi gangguan kecemasan atau serangan panik dengan
cara mengurangi rangsangan aneh yang ada di otak
Dosis
0,25-0,5 mg sekali minum , dosis dapat ditingkatkan setiap 3/4 hari dengan dosis maksimal 3-
4 mg/ hari.
Efek samping
Penurunan nafsu makan, konstipasi, penurunan berat badan, depresi, kelelahan.
Pemberian obat
Dapat diminum bersama atau tanpa makanan
Kontra indikasi
Hipersensitif terhadap golongan benzodiazepin, psikis, accute narrow-angle glacuoma
Perhatian
Pada kehamilan, gangguan ginjal dan ganggunag hepar
Interkasi
Alkohol dan CNS depresan lainnya: Produce additive CNS depressant effects. Cimetidine,
kontrasepsi oral, disulfiram: dapat meningkatkan efek alprazolam, producing excessive
sedation and impaired psychomotor function. Digoxin: Konsentrasi serum digoxin dapat.
Meningkat. Omeprazole: dapat meningkatkan level serum dari alprazolam dan enhance
alprazolam's effects. Theophyllines: May antagonize sedative effects of alprazolam.

Omeprazole
Kandungan
Tiap tablet mengandung Omeprazole 20 mg
Efek Farmakologi
Proton Pump Inhibitor
Dosis
20–40 mg/ hari

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 129
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

Efek samping
Angina, takikardia, bradikardia, jantung berdebar, sakit kepala, pusing, ruam, diare, sakit
perut, mual, muntah, sembelit, perut kembung, batuk, infeksi saluran pernapasan atas,
asthenia dan nyeri punggung
Pemberian obat
Diminum 30 menit sebelum makan (perut dalam keadaan kosong)
Kontra indikasi
Hipersensitivitas terhadap omeprazole atau komponen lainnya atau esomeprazole atau
substituen Benzimidazole lainnya misalnya, lansoprazole, pantoprazole dan rabeprazole
Perhatian
Kehamilan, ibu menyusui, penggunaan jangka panjang omperazole dapat menyebabkan
atrophic gastritis.

E. Adherence Outcome
Pasien memahami patofisiologi penyakit yang dialami, terapi non farmakologi, efek
farmakologi, cara minum, dosis dan efek samping obat yang digunakan.

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 130
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

4.4.5 Konseling 5
UMUM / BPJS / KSO
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH
SIDOARJO
KABUPATEN SIDOARJO
Jl. Mojopahit 667 Telp. 8961449 Sidoarjo

Ruang/ Poli : Paru


Dokter : dr. X., Sp.P
Tanggal : 07/03/2018
Alergi : TIDAK/YA

R/ Berotec No. I
S 2 dd 1 (sesak)
R/ Seretide MDI No. I
S 2 dd 2
R/ Retaphyl SR No. XXX
S 1 dd 1
R/ Asetilsistein No. XC
S 3 dd 1

Nama/ No. RM : Tn. B. T


Umur/ Tgl. Lahir/ BB : 62 tahun R
Alamat : Jl. Pxxx E
S

Skrining Administratif
Komponen Ada Tidak Komponen Ada Tidak
Nama Dokter √ Paraf/ TTD √
Alamat, No. Telp √ Nama Pasien √
SIP Dokter √ No. RM √
Tempat, Tanggal √ Usia/ BB Pasien √
Ruang/ Poli √ Alamat √

Skrining Farmasetik
Nama Obat Dosis Resep Dosis Pustaka Keterangan

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 131
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

Dewasa (MDI)
Inhalasi : 0,5-1 mg (maksimum 2,5
mg)
Berotec MDI Sekali pakai : 100 mcg Pengobatan akut : awalnya 1 puff,
Fenoterol HBr Sehari : 2 x 100 mcg = dapat diulang dalam 5 menit. Dosis sesuai
100 mcg 0,2 mg Pengobatan intermiten/jangka
panjang : 1-2 puff 3-4 kali/hari
(maksimum 8 puff/24 jam) (DIH,
2009).
Sekali pakai : Salmeterol
: 2 x 25 mcg = 0,05 mg
Seretide MDI
Fluticasone propionate : Seretide inhaler :
Salmeterol 25
2 x 125 mcg = 0,25 mg Dewasa dan remaja ≥ 12 tahun : 2
mcg
Sehari : hirupan dari 25 mcg Salmeterol dan Dosis sesuai
Fluticasone
Salmeterol : 2 x 0,05 mg 125 mcg Fluticasone propionate,
propionate 125
= 0,1 mg dihirup 2 kali sehari (MIMS, 2018).
mcg
Fluticasone propionate :
2 x 0,25 mg = 0,5 mg
Retaphyl SR Sekali pakai : 300 mg
Dewasa : 300-1000 mg dalam dosis
Teofilin 300 Sehari : 1 x 300 mg = Dosis sesuai
terbagi 6-8 jam (MIMS, 2018).
mg 300 mg
Dewasa (mukolitik) : 600 mg setiap
Asetilsistein Sekali pakai : 200 mg
hari sebagai dosis tunggal atau 3
Asetilsistein Sehari : 3 x 200 mg = Dosis sesuai
dosis terbagi (MIMS, 2018).
200 mg 600 mg

A. Patofisiologi
Asma
Asma merupakan inflamasi kronik saluran napas. Berbagai sel inflamasi berperan,
terutama sel mast, eosinofil, sel limfosit T, makrofag, netrofil dan sel epitel. Faktor
lingkungan dan berbagai faktor lain berperan sebagai penyebab atau pencetus inflamasi
saluran napas pada pasien asma (PDPI, 2003). Inflamasi saluran napas pada pasien asma
merupakan hal yang mendasari gangguan fungsi yaitu terdapatnya obstruksi saluran napas
yang menyebabkan hambatan aliran udara yang dapat kembali secara spontan atau setelah

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 132
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

pengobatan (Sundaru, 2009). Obstruksi pada pasien asma dapat disebabkan oleh kontraksi
otot-otot yang mengelilingi bronkus yang menyempitkan jalan napas, pembengkakan
membran yang melapisi bronkus dan pengisian bronkus dengan mukus yang kental (Smeltzer
& Bare, 2002).

Gambar 4.6 Mekanisme Asma.

Batuk
Batuk adalah bentuk refleks pertahanan tubuh yang penting untuk meningkatkan
pengeluaran sekresi mukus dan partikel lain dari jalan pernafasan serta melindungi terjadinya
aspirasi terhadap masuknya benda asing. Setiap batuk terjadi melalui stimulasi refleks arkus
yang kompleks. Hal ini diprakarsai oleh reseptor batuk yang berada pada trakea, carina, titik
percabangan saluran udara besar, dan saluran udara yang lebih kecil di bagian distal, serta
dalam faring. Laring dan reseptor tracheobronchial memiliki respon yang baik terhadap
rangsangan mekanis dan kimia. Reseptor kimia yang peka terhadap panas, asam dan senyawa
capsaicin akan memicu refleks batuk melalui aktivasi reseptor tipe 1 vanilloid (capsaicin).
Impuls dari reseptor batuk yang telah dirangsang akan melintasi jalur aferen melalui saraf
vagus ke “pusat batuk‟ di medula. Pusat batuk akan menghasilkan sinyal eferen yang
bergerak menuruni vugus, saraf frenikus dan saraf motorik tulang belakang untuk
mengaktifkan otot-otot ekspirasi yang berguna membantu batuk.
Mekanisme batuk dapat dibagi menjadi tiga tahap yaitu:
1. Fase inspirasi : fase inhalasi yang menghasilkan volume yang diperlukan untuk batuk
efektif.
2. Fase kompresi : penutupan laring dikombinasikan dengan kontraksi otot-otot dinding dada,
diagframa sehingga menghasilkan dinding perut menegang akibat tekanan intratoraks.
3. Fase ekspirasi : glotis akan terbuka, mengakibatkan aliran udara ekspirasi yang tinggi dan
mengeluarkan suara batuk (Yahya, 2007).
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 133
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

B. Terapi Farmakologi
Nama Obat Dosis Waktu Pemberian Monitoring
Pagi dan sore bila
Dua kali sehari satu
Berotec MDI sesak, kocok dahulu
semprot
sebelum digunakan.
Pagi dan sore bila
Dua kali sehari dua
Seretide MDI sesak, kocok dahulu
semprot
sebelum digunakan.
Satu kali sehari satu Pagi setelah makan
Retaphyl SR
tablet dan bila sesak.
Pagi, siang dan
Tiga kali sehari satu
Asetilsistein malam setelah makan
tablet
dan bila batuk.

C. Terapi Non Farmakologi


- Hindari pemicu alergi, misal : asap/debu.
- Hindari tempat yang dingin.
- Berhenti merokok.
- Olahraga ringan secara teratur.
- Rajin membersihkan lingkungan sekitar, misal : tempat tidur

D. Tinjauan Obat
Berotec MDI
Komposisi Sediaan
Fenoterol HBr 100 mcg (MIMS, 2018).
Indikasi
Pengobatan dan pencegahan gejala penyakit paru-paru obstruktif (termasuk asma dan
bronkospasme akut) (DIH, 2009).
Kontraindikasi
Hipersentivitas terhadap fenoterol atau komponen lain dalam formulasi, takiaritmia dan
kardiomiopati hipertrofik (DIH, 2009).

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 134
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

Efek Samping
Dalam pengobatan bronkospasme akut, gejala sakit kepala (hingga 12%), tremor (32%) dan
takikardia (hingga 21%) (DIH, 2009).
>10% : Serum glukosa meningkat, serum kalium menurun.
1-10% : Palpitasi, takikardia, sakit kepala, pusing, gugup, tremor, iritasi faring dan batuk.
<1% : Agitasi, reaksi alergi, aritmia, bronkospasme (paradoks), hiperglikemia, hipertensi,
mual, muntah, pruritus, ruam, gelisah, gangguan tidur, takikardia dan urtikaria (DIH, 2009).
Farmakodinamik
Fenoterol adalah direct acting sympathomimetic agent dengan menstimulasi predominan β-
adrenoreseptor yang sebagian besar selektif untuk reseptor β2 (MIMS, 2018).
Farmakokinetik
Onset : 5 menit.
Efek puncak : 30-60 menit.
Durasi : 3-4 jam (hingga 6-8 jam) (DIH, 2009).
Absorpsi : Diabsorpsi sepenuhnya dari saluran pencernaan.
Distribusi : Didistribusi kedalam ASI.
Metabolisme : Dimetabolisme melalui konjugasi sulfat.
Eksresi : Dieksresi melalui urin dan empedu (MIMS, 2018).
Dosis
Dewasa (MDI)
Inhalasi : 0,5-1 mg (maksimum 2,5 mg). Pengobatan akut : awalnya 1 puff, dapat diulang
dalam 5 menit. Pengobatan intermiten/jangka panjang : 1-2 puff 3-4 kali/hari (maksimum 8
puff/24 jam (DIH, 2009).

Seretide MDI
Komposisi Sediaan
Salmeterol 25 mcg dan Fluticasone propionate 125 mcg (MIMS, 2018).
Indikasi
Pengobatan asma dan COPD (DIH, 2009).
Kontraindikasi
Hipersentivitas terhadap salmeterol, fluticasone atau komponen lain dalam formulasi, status
asmaticus, asma akut atau COPD (DIH, 2009).

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 135
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

Efek Samping
>10% : Sakit kepala, infeksi saluran penrnapasan atas, faringitis.
>3-10% : Pusing, mual, muntah, kandidiasis oral, infeksi gastrointestinal, iritasi tenggorokan,
infeksi saluran pernapasan atas dan bawah dan batuk.
1-3% : Aritmia, palpitasi, gangguan tidur, migrain, tremor, konstipasi, retensi cairan,
takikardia, gatal-gatal, urtikaria (DIH, 2009).
Farmakodinamika
Salmeterol adalah long acting β2 agonist yang bertindak secara lokal di paru-paru untuk
bronkodilatasi. Fluticasone adalah kortikosteroid dengan aktivitas glukokortikoid,
mengurangi gejala dan eksaserbasi asma (MIMS, 2018).
Farmakokinetika
Onset : Bronkodilatasi : 10-20 menit.
Durasi : Bronkodilatasi : 12 jam
Absorpsi
Salmeterol : Daya absorpsi muncul setelah dihirup.
Fluticasone : Kurang diabsorpsi dari saluran pencernaan, bioavailabilitas oral <1%,
bioavailabilitas absolut dari fluticasone inhalasi : 5-11% (tergantung pada alat yang
digunakan).
Distribusi
Salmeterol : Mengikat protein 96%.
Fluticasone : Dimetabolisme oleh sitokrom CYP3A4.
Ekskresi
Salmeterol : Diekskresi melalui urin dan feses.
Fluticasone : Diekskresi melalui feses, <5% dieksresi melalui urin (MIMS, 2018).
Dosis
Dewasa : Kombinasi yang mengandung salmeterol 50 mcg dan fluticasone propionate
100/250/500 mcg/dosis inhalasi : 1 penghirupan. Kombinasi yang mengandung salmeterol 25
mcg dan fluticasone propionate 50/125/250 mcg/dosis inhalasi : 2 penghirupan (MIMS,
2018).

Retaphyl SR
Komposisi Sediaan
Teofilin 300 mg (MIMS, 2018).

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 136
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

Indikasi
Pengobatan simtomatik atau pencegahan asma dan bronkospasme terkait dengan COPD
(AHFS, 2011).
Kontraindikasi
Hipersensitivitas terhadap teofilin atau komponen lain dalam formulasi (AHFS, 2011).
Efek Samping
Mual, muntah, nyeri epigastrium, kram perut, anoreksia, diare, hematemesis, sakit kepala,
iritabilitas, gelisah, gugup, insomnia, pusing, hipereksitabilitas refleks, kejang, palpitasi, sinus
takikardia, peningkatan denyut nadi. Berpotensi fatal : konvulsi, aritmia jantung, hipotensi
berat atau gagal jantung (MIMS, 2018).
Farmakodinamika
Teofilin secara kompetitif menghambat fosfodiesterase yang meningkatkan konsentrasi
jaringan siklik adenin monofosfat (cAMP) sehingga menyebabkan bronkodilatasi, diuresis,
CNS, stimulasi jantung dan sekresi asam lambung (MIMS, 2018).
Farmakokinetika
Absorpsi : Cepat dan sepenuhnya diserap dari saluran pencernaan. Waktu untuk mencapai
puncak konsentrasi plasma : 1-2 jam (liquid, tablet, kapsul), 4 jam (modified release), 30
menit (IV).
Distribusi : Didistribusi dengan cepat di seluruh cairan ekstraseluler dan jaringan tubuh.
Melewati plasenta, sebagian menembus eritrosit dan masuk ke ASI. Volume distribusi : 0,3-
0,7 L/kg. Mengikat protein plasma : Sekitar 40-60%.
Metabolisme : Dimetabolisme di hati melalui demetilasi menjadi 3-metilxantin, dikatalisis
oleh isoenzim CYP1A2, hidroksilasi menjadi 1,3 dimethyluric acid, dikatalis oleh isoenzim
CYP2E1 dan CYP3A3.
Ekskresi : Diekskresi melalui urin (sekitar 10%) dan dalam jumlah kecil diekskresi melalui
feses. Waktu paruh serum : 7-9 jam (MIMS, 2018).
Dosis
Dewasa : 300-1000 mg dalam dosis terbagi 6-8 jam. Modified release : 175-500 mg dalam 12
jam (MIMS, 2018).

Asetilsistein
Komposisi Sediaan
Asetilsistein 200 mg (MIMS, 2018).

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 137
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

Indikasi
Terapi mukolitik tambahan pada pasien dengan sekresi mukosa abnormal atau kental pada
penyakit bronkopulmonal akut dan kronis, komplikasi paru dan antidot toksisitas parasetamol
(DIH, 2009).
Kontraindikasi
Hipersensitifitas terhadap asetilsistein atau komponen lain dalam formulasi (DIH, 2009).
Efek Samping
Bronkospasme, angioedema, ruam, pruritus, hipotensi, hipertensi, kemerahan, mual, muntah,
demam, sinkop, berkeringat, artralgia, penglihatan kabur, gangguan fungsi hati, asidosis,
kejang, serangan jantung atau pernapasan, gatal, kemerahan dan iritasi (MIMS, 2018).
Farmakodinamika
Asetilsistein memberikan aksi mukolitik melalui gugus bebas sullfhidril yang membuka
ikatan disulfida dalam mukoprotein sehingga menurunkan viskosits mukosanya. Pada
toksisitas parasetamol, asetilsistein bertindak sebagai agen hepatoprotektif dengan
mengembalikan glutation di hati, berfungsi sebagai pengganti glutation dan meningkatkan
konjugasi sulfat nontoksik parasetamol (MIMS, 2018).
Farmakokinetika
Onset : Inhalasi : 5-10 menit.
Durasi : Inhalasi : > 1 jam.
Absorpsi : Cepat diserap dari saluran pencernaan. Bioavailabilitas : 4-10% (oral). Waktu
mencapai puncak konsentrasi plasma : sekitar 0,5-1 jam (oral).
Distribusi : Volume distribusi : 0,47 L/kg. Mengikat protein plasma : 83%.
Metabolisme : Dimetabolisme di hati dan usus.
Ekskresi : Diekskresi melalui urin (sekitar 30%). Waktu paruh : 6,25 jam untuk total
asetilsistein (oral), 1,95 jam untuk pengurangan dan 5,58 jam untuk total asetilsistein (IV)
(MIMS, 2018).
Dosis
Dewasa : 600 mg setiap hari sebagai dosis tunggal atau 3 dosis terbagi (MIMS, 2018).

E. Adherence Outcome
Pasien memahami patofisiologi penyakit yang dialami, terapi farmakologi, terapi non
farmakologi, cara pakai obat, dosis obat dan efek samping obat yang digunakan.

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 138
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

F. Cara Pakai Metered Dose Inhaler (MDI

Gambar 4.7 Cara Pakai MDI

4.4.6 Konseling 6
UMUM / BPJS / KSO
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH
SIDOARJO
KABUPATEN SIDOARJO
Jl. Mojopahit 667 Telp. 8961449 Sidoarjo

Ruang/ Poli : Jantung


Dokter : dr. U., Sp.JP
Tanggal : 07/03/2018
Alergi : TIDAK/YA

R/ Furosemide No. XV
S½–0–0
R/ Spironolaktone 25mg No. XXX
S1–0–0
R/ Atorvastatin No. XXX
S0–0–1
R/ Digoxin No. XV
S½–0–0
R/ Concor 2,5 No. XXX
S 1 dd 1

Nama/ No. RM : Tn. T. T


Umur/ Tgl. Lahir/ BB : 65 tahun
Alamat :- R
E
S

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 139
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

Skrinning Administratif
Komponen Ada Tidak Komponen Ada Tidak
Nama dokter  Paraf/ TTD 
Alamat, No tlp  Nama pasien 
SIP dokter  No. RM 
Tempat, tanggal  Usia/ BB pasien 
Ruang/ Poli  Alamat 

Skrining farmasetik
Nama obat Dosis resep Dosis pustaka Keterangan
Furosemide 1 x p = ½ tab x 40 Dosis dewasa : 10 mg Tepat Dosis
mg – 40 mg/hari
1 x p = 20 mg (McEvoy, 2011)
1 x h = 20 mg
Spironolacton 25mg 1xp = 25 mg Terapi awal 100 mg Tepat Dosis
1xh = 25 mg per hari. Rentang 25-
200 mg setiap
hari(McEvoy, 2011)
Atorvastatin 1xp = 20 mg Dosis dewasa : 10 Tepat Dosis
1xh = 20 mg mg- 20 mg satu kali
sehari (McEvoy,
2011.
Digoxin 1 x p = ½ tab x 0,25 Dosis dewasa : 0,125 Tepat Dosis
mg mg - 0,5 mg satu kali
= 0,125 mg sehari (McEvoy,
1 x h = 0,125 mg 2011)
Concor 2,5 mg 1xp = 2,5 mg Sehari 2,5 mg – 5 mg Tepat Dosis
1xh = 2,5 mg (McEvoy, 2011).

Skrining Terapeutik/ Klinis


DRP Nama obat Keterangan
Interaksi Furosemide dan digoxin Furosemide dapat meningkatkan efek Digoksin
obat melalui sinergisme farmakodinamik.

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 140
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

Hipokalemia dan hipomagnesemia akibat


Furosemide dapat menjadi predisposisi aritmia
(Stockley, 2010).

A. Patofisiologi
Jantung Koroner
Penyakit jantung koroner adalah istilah umum untuk penumpukan plak di arteri jantung
yang dapat menyebabkan serangan jantung (American Heart Association,
2013).Aterosklerosis atau pengerasan arteri adalah kondisi pada arteri besar dan kecil yang
ditandai penimbunan endapan lemak, trombosit, neutrofil, monosit dan makrofag di seluruh
kedalaman tunika intima (lapisan sel endotel), dan akhirnya ke tunika media (lapisan otot
polos).Arteri yang paling sering terkena adalah arteri koroner, aorta dan arteri-arteri sereberal.
Langkah pertama dalam pembentukan aterosklerosis dimulai dengan disfungsi lapisan endotel
lumen arteri, kondisi ini dapat terjadi setelah cedera pada sel endotel atau dari stimulus lain,
cedera pada sel endotel meningkatkan permeabelitas terhadap berbagai komponen plasma,
termasuk asam lemak dan triglesirida, sehingga zat ini dapat masuk kedalam arteri, oksidasi
asam lemak menghasilkan oksigen radikal bebas yang selanjutnya dapat merusak pembuluh
darah. Cedera pada sel endotel dapat mencetuskan reaksi inflamasi dan imun, termasuk
menarik sel darah putih, terutama neutrofil dan monosit, serta trombosit ke area cedera, sel
darah putih melepaskan sitokin proinflamatori poten yang kemudian memperburuk situasi,
menarik lebih banyak sel darah putih dan trombosit ke area lesi, menstimulasi proses
pembekuan, mengaktifitas sel T dan B, dan melepaskan senyawa kimia yang berperan sebagai
chemoattractant (penarik kimia) yang mengaktifkan siklus inflamasi, pembekuan dan fibrosis.
Pada saat ditarik ke area cedera, sal darah putih akan menempel disana oleh aktivasi faktor
adhesif endotelial yang bekerja seperti velcro sehingga endotel lengket terutama terhadap sel
darah putih, pada saat menempel di lapisan endotelial, monosit dan neutrofil mulai
berimigrasi di antara sel-sel endotel keruang interstisial. Di ruang interstisial, monosit yang
matang menjadi makrofag dan bersama neutrofil tetap melepaskan sitokin, yang meneruskan
siklus inflamasi.Sitokin proinflamatori juga merangsan ploriferasi sel otot polos yang
mengakibatkan sel otot polos tumbuh di tunika intima.Selain itu kolesterol dan lemak plasma
mendapat akses ke tunika intima karena permeabilitas lapisan endotel meningkat, pada tahap
indikasi dini kerusakan teradapat lapisan lemak diarteri.Apabila cedera dan inflamasi terus
berlanjut, agregasi trombosit meningkat dan mulai terbentuk bekuan darah (tombus), sebagian

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 141
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

dinding pembuluh diganti dengan jaringan parut sehingga mengubah struktur dinding
pembuluh darah, hasil akhir adalah penimbunan kolesterol dan lemak, pembentukan deposit
jaringan parut, pembentukan bekuan yang berasal dari trombosit dan proliferasi sel otot polos
sehingga pembuluh mengalami kekakuan dan menyempit. Apabila kekakuan ini dialami oleh
arteri-arteri koroner akibat aterosklerosis dan tidak dapat berdilatasi sebagai respon terhadap
peningkatan kebutuhan oksigen,dan kemudian terjadi iskemia (kekurangan suplai darah)
miokardium dan sel-sel miokardium sehingga menggunakan glikolisis anerob untuk
memenuhi kebutuhan energinya. Proses pembentukan energi ini sangat tidak efisien dan
menyebabkan terbentuknya asam laktat sehinga menurunkan pH miokardium dan
menyebabkan nyeri yang berkaitan dengan angina pectoris (Corwin, 2009).

Hipertensi
Hipertensi merupakan keadaan ketika seseorang mengalami peningkatan tekanan darah di
atas normal atau kronis dalam waktu yang lama (Saraswati,2009). Mekanisme terjadinya
hipertensi adalah melalui terbentuknya angiotensin II dari angiotensin I oleh angiotensin I
converting enzyme (ACE). ACE memegang peran fisiologis penting dalam mengatur tekanan
darah. Darah mengandung angiotensinogen yang diproduksi di hati. Selanjutnya oleh hormon,
renin (diproduksi oleh ginjal) akan diubah menjadi angiotensin I. Oleh ACE yang terdapat di
paru-paru, angiotensin I diubah menjadi angiotensin II. Angiotensin II inilah yang memiliki
peranan kunci dalam menaikkan tekanan darah (Saraswati,2009).
B. Terapi Farmakologi
Nama obat Dosis Waktu pemberian Monitoring
Furosemide Satu kali sehari satu Obat diminum pagi Efektivitas :
tablet hari - Tekanan darah
Spironolacton Satu kali sehari satu Obat diminum pagi <120/90 mmHg
tablet hari - Kadar kolesterol
Atorvastatin Satu kali sehari satu Obat diminum malam <200 mg/dl
tablet hari
Digoxin Satu kali sehari satu Obat diminum pagi Efek samping :
tablet hari, 2 jam setelah Hipotensi
Furosemide
Concor 2,5 mg Satu kali sehari satu Obat diminum siang
tablet hari sesudah makan

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 142
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

C. Terapi non farmakologi


- Menurunkan berat badan bila status gizi berlebih dan kurangi konsumsi makanan
belemak. (BMI <30 dapat dihitung dengan rumus BMI = BB (kg) / TB2 (m).
- Meningkatkan aktifitas fisik. Orang yang aktivitasnya rendah berisiko terkena hipertensi
30-50% daripada yang aktif. Oleh karena itu, aktivitas fisik antara 30 – 45 menit
sebanyak >3x/hari penting sebagai pencegahan primer dari hipertensi.
- Mengurangi asupan natrium. Konsumsi NaCl yang disarankan <6g/hari.
- Menurunkan konsumsi kafein dan alkohol. Kafein dapat memacu jantung bekerja lebih
cepat, sehingga mengalirkan lebih banyak cairan pada setiap detiknya.

D. Terapi Farmakologi
Furosemide
Komposisi sediaan
Tiap tablet mengandung Furosemide 40 mg.
Indikasi
Pengobatan edema yang terkait dengan CHF, sirosis hati, dan penyakit ginjal; hipertensi
(Tatro, 2003).
Farmakokinetik
Furosemide cukup cepat diserap dari saluran gastrointestinal, bioavaibilitas sekitar 60 sampai
70% namun penyerapannya bervariasi dan tidak menentu. Waktu paruh Furosemid adalah
sekitar 2 jam meskipun berkepanjangan pada neonatus dan pada pasien dengan gangguan
ginjal dan hati. Furosemide 99% terikat pada albumin plasma dan terutama diekskresikan
dalam urin.Pembersihan furosemid tidak meningkat dengan adanya hemodialisis (Sweetman,
2009).
Kontraindikasi
Anuria, hipersensitivitas terhadap Furosemid atau komponen lainnya dalam formulasi
(McEvoy, 2011).
Farmakodinamik
Menghambat reabsorpsi natrium dan klorida dalam tubulus proksimal dan distal dan lingkaran
Henle (Tatro, 2003).
Dosis dan cara minum
Edema : Oral: 20-80 mg diberikan sebagai dosis tunggal, sebaiknya di minum pagi hari. Bila
diperlukan, ulangi dosis yang sama 6-8 jam kemudian menaikkan dosis 20 sampai 40 mg dan

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 143
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

berikan tidak lebih cepat dari 6-8 Jam. Dosis maksimal sampai 600 mg setiap hari pada kasus
yang parah (McEvoy et al., 2011). Diminum 1 kali sehari ½ tablet , Pada saat pagi saja. Dapat
diberikan sebelum makan atau sesudah makan.
Interaksi Obat
Furosemide dapat meningkatkan efek Digoksin melalui sinergisme
farmakodinamik.Hipokalemia dan hipomagnesemia akibat Furosemide dapat menjadi
predisposisi aritmia (Stockley, 2010).

Spironolacton
Komposisi sediaan
Tiap tablet mengandung Spironolakton 25 mg.
Indikasi
Terapi edema yang berkaitan sirosis hepatik dan sindrom nefrotik, selain itu juga untuk terapi
gagal jantung kongestif, hipertensi, dan hipokalemia (McEvoy, 2011).
Kontraindikasi
Hiperkalemia dan hipersensitivitas yang diketahui pada spironolakton atau bahan dalam
formulasi (McEvoy, 2011).
Farmakodinamik
Secara kompetitif menghambat aldosteron dalam tubulus distal, menghasilkan peningkatan
ekskresi natrium dan air dan penurunan ekskresi kalium (Tato, 2003).
Farmakokinetik
Absorbsi :
Diserap dengan baik setelah pemberian oral. Konsentrasi spironolakton serum puncak
biasanya dicapai dalam 1-2 jam; Konsentrasi serum puncak metabolit utama biasanya dicapai
dalam 2-4 jam
Distribusi :
Spironolakton dan metabolitnya melintasi plasenta. Canrenone, metabolit aktif utama,
didistribusikan ke dalam susu. Terikat protein plasma sebesar 90%
Metabolisme :
berlangsung cepat dan secara ekstensif. Metabolit aktif utamanya adalah Canrenone dan / atau
7α-thiomethyl spironolactone.

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 144
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

Eliminasi :
Ekskresi terutama dalam urin sebagai metabolit dan pada tingkat yang lebih rendah pada
empedu (McEvoy, 2011).
Dosis dan cara minum
Edema: Dewasa PO 25 sampai 200 mg / hari dengan dosis tunggal atau dosis terbagi. Anak:
PO 3,3 mg / kg / hari dalam dosis tunggal atau dosis terbagi (Tatro,2003). Diminum 1 kali
sehari 1 tablet , Pada saat pagi saja. Diberikan sesudah makan
Efek Samping
Sakit kepala, mual, muntah, urtikaria dan diare (Tatro,2003).

Atorvastatin
Komposisi sediaan
Tiap tablet mengandung Atorvastatin 20 mg.
Indikasi
Pengobatan dislipidemia atau pencegahan primer penyakit kardiovaskular (atherosclerotic)
(Lacy et al., 2008).
Kontraindikasi
Hipersensitivitas terhadap Atorvastatin atau komponen lain dalam formulasi, penyakit hati
aktif (Lacy et al., 2008).
Farmakodinamik
Inhibitor 3-hydroxy-3-methylglutaryl koenzim A (HMG-CoA) reduktase mengurangi
produksi asam mevalonat dari HMG-CoA, hal ini kemudian menghasilkan peningkatan
kompensasi dalam ekspresi reseptor LDL pada membran hepatosit dan stimulasi katabolisme
LDL (Lacy et al., 2008).
Farmakokinetik
Atorvastatin cepat diserap dari saluran pencernaan.Atorvastatin memiliki bioavailabilitas
absolut rendah, yakni sekitar 12%.Atorvastatin dimetabolisme oleh sitokrom P450 isoenzim
CYP3A4 ke sejumlah metabolit aktif.Atorvastatin terikat pada protein plasma sebanyak
98%.Rata-rata eliminasi paruh plasma dari Atorvastatin adalah sekitar 14 jam meskipun paruh
aktivitas penghambatan untuk HMG-CoA reduktase adalah sekitar 20 sampai 30 jam karena
kontribusi dari metabolit aktif.Atorvastatin diekskresikan sebagai metabolit, terutama dalam
empedu (Sweetman, 2009).

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 145
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

Dosis dan cara minum


Dewasa: Dosis awal: PO 16 mg / hari. Dosis harian berkisar antara 8 - 32 mg dalam 1 atau 2
dosis (Tatro,2003). Diminum 1 kali sehari 1 tablet , Pada saat malam hari. Diberikan sesudah
makan
Efek Samping
Sakit kepala, pusing, pharynigitis, mual; sakit, diare, muntah, bronchitis dan batuk
(Tatro,2003).

Digoxin
Komposisi sediaan
Tiap tablet mengandung Digoxin 0,25 mg
Indikasi
Digoxin adalah glikosida jantung yang digunakan dalam pengelolaan aritmia
supraventrikular, terutama atrial fibrillation dan gagal jantung (Sweetman, 2009).
Kontraindikasi
Pasien dengan fibrilasi ventrikel dan hipersensitivitas terhadap Digoxin atau komponen
lainnya dalam formulasi (McEvoy, 2011).
Farmakodinamik
Digoxin meningkatkan kekuatan dan kecepatan kontraksi sistolik miokard, memperlambat
denyut jantung, dan menurunkan konduksi melalui nodus atrioventrikular (Tatro, 2003).
Farmakokinetik
Absorbsi :
Penyerapan digoksin pada pemberian per oral bervariasi dan sangat ditentukan oleh jenis
sediaan yang digunakan, adanya makan, serta waktu pengosongan lambung.Kadar puncak
digoksin dalam plasma 2-3 jam setelah pemberian per oral dengan efek maksimal 4-6 jam.
Bila digoksin tidak diberikan dalam loading dose, diperlukan waktu sampai 1 minggu untuk
mencapai kadar steady state dalam plasma, karena waktu paruh dalam obat antara 1 sampai 2
hari.
Distribusi :
Distribusi glikosida dalam tubuh berlangsung lambat, sebagian karena volume distribusinya
yang besar (sekitar 6 L/kg).Kira-kira 25% digoksin terikat pada protein plasma.Digitalis
disebarkan hampir ke semua jaringan, termasuk ke eritrosit, otot skelet dan jantung. Pada
keadaan seimbang, kadar dalam jaringan jantung 15-30 kali lebih tinggi daripada kadar

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 146
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

plama, sementara kadar dalam otot skelet setengah kadar jantung. Ikatan glikosida jantung
menurun apabila kadar K+ ekstrasel meningkat. Efek maksimal baru timbul 1 jam atau lebih
setelah kadar maksimal jantung tercapai.
Metabolisme :
Umumnya hanya sedikit digoksin yang akan mengalami metabolisme, namun tingkat
metabolisme ini dapat bervariasi dan berakibat fatal pada beberapa pasien. Sebagian kecil
metabolisme terjadi dihati.
Ekskresi :
Pembersihan digoxin dari plasma lebih banyak dilakukan oleh ginjal.Sekitar 35% obat ini,
dieksresikan tiap hari oleh ginjal.Pada pasien yang mengalami disfungsi ginjal, waktu paruh
eliminasi digoxin dapat mengalami penurunan yang sesuai dengan proporsi penurunan
pembersihan (clearance) creatinine.Digoksin terutama diekskresikan tidak berubah dalam urin
dengan filtrasi glomerulus dan sekresi tubular.Digoxin tidak terhapuskan oleh dialisis
(Sweetman, 2009).
Dosis dan cara minum
Digitalisasi cepat dengan loading dose : IV 0,4 sampai 0,6 mg atau tablet PO 0,5 sampai 0,75
mg, dosis tambahan dapat diberikan dengan hati-hati pada interval 6 sampai 8 jam (IV 0,1
sampai 0,3 mg atau tablet PO 0,125 sampai 0,375 mg) sampai respons klinis tercapai, setelah
itu sesuaikan dosis berdasarkan kadar (kisaran biasa 0,125 sampai 0,5 mg / hari sebagai dosis
harian tunggal) (McEvoy, 2011). Diminum 1 kali sehari ½ tablet pagi hari, 2 jam setelah
Furosemide
Efek samping
Gangguan mental, pusing, diare, mual muntah, ruam kulit, dan anoreksia.

Concor
Komposisi sediaan
Tiap tablet mengandung Bisoprolol fumarate 2,5 mg.
Indikasi
Manajemen gagal jantung ringan sampai parah (NYHA kelas II atau III) gagal jantung
iskemik atau kardiomiopati, dalam penambahan terhadap ACE inhibitor, diuretik, dan
glikosida jantung; manajemen hipertensi sebagai monoterapi atau kombinasi dengan kelas-
kelas lain dari obat antihipertensi; angina pectoris (McEvoy, 2011).
Kontraindikasi

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 147
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

Pasien dengan sinus bradikardia, heart block, syok kardiogenik, gagal jantung terbuka,
hipersensitivitas terhadap bisoprolol fumarate atau sulfonamide (McEvoy, 2011).
Farmakodinamik
Bisoprolol merupakan beta blocker kardioselektif. Bekerja dengan memblokir stimulasi beta
adrenergik, kardioselektif untuk beta 1 pada dosis rendah dengan sedikit atau tidak
berpengaruh pada reseptor beta 2 pada dosis ≤ 20 mg (Sweetman, 2009).
Farmakokinetik
Absorpsi : bioavailbilitas sekitar 80%. Distribusi : ikatan obat dengan protein 30%.
Metabolisme : tidak dimetabolisme oleh CYP2D6 . Eliminasi : ekskresi melaui urin (50%).
Dosis dan cara minum
2,5 – 5 mg sekali sehari, dosis maksimal 20 mg/ hari (McEvoy, 2011). Diminum 1 kali sehari
1 tablet setelah makan, selama 30 hari. Telan utuh jangan dikunyah atau dihancurkan.
Efek samping
Pusing (10%) dan insomia (80-10%) (Lacy et al, 2009).
E. Adherence Outcome
Pasien memahami patofisiologi penyakit yang dialami, terapi non farmakologi, efek
farmakologi, cara minum, dosis dan efek samping obat yang digunakan.

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 148
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

4.4.7 Konseling 7
UMUM / BPJS / KSO
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SIDOARJO
KABUPATEN SIDOARJO
Jl. Mojopahit 667 Telp. 8961449 Sidoarjo

Ruang/ Poli : Penyakit Dalam


Dokter : dr. X., Sp.PD
Tanggal : 07/03/2018
Alergi : TIDAK/YA

R/ Sporetik 100mg No. X


S 1 dd 1
R/ Sistenol No. X
S 3 dd 1

Nama/ No. RM : Ny. K T


Umur/ Tgl. Lahir/ BB : 47 tahun R
Alamat :- E
S

Skrining Administratif
Komponen Ada Tidak Komponen Ada Tidak
Nama Dokter √ Paraf/ TTD √
Alamat, No. Telp √ Nama Pasien √
SIP Dokter √ No. RM √
Tempat, Tanggal √ Usia/ BB Pasien √
Ruang/ Poli √ Alamat √

Skrining Farmasetik
Nama Obat Dosis Resep Dosis Pustaka Keterangan
Sekali pakai: 100 mg Infeksi yang rentan
Sporetik
Sehari: 1 x 100 mg = Dewasa: 200-400 mg Dosis kurang sesuai
Cefixime 100mg
100 mg setiap hari sebagai

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 149
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

satu atau dua dosis


terbagi (MIMS,
2018).
Mengurangi batuk
produktif dan
mengurangi demam
Sekali pakai: PCT akibat influenza.
Sistenol 500 mg; Asetilsistein Dosis Dewasa dan
Paracetamol 500 mg; 200 mg Anak-anak> 11
Dosis sesuai
N-acetylsistein 200 Sehari 3x: Amox 1,5 tahun: 1 kaplet, 6-11
mg g; Asetilsistein 600 tahun: ½-1 kaplet, 1-
mg 5 tahun: ¼-½ kaplet.
Harus diminum 3
kali sehari. (MIMS,
2018).

A. Patofisiologi
Infeksi saluran kemih terjadi ketika bakteri (kuman) masuk ke dalam saluran kemih dan
berkembang biak. Saluran kemih terdiri dari kandung kemih, uretra dan dua ureter dan ginjal
(Purnomo, 2014). Kuman ini biasanya memasuki saluran kemih melalui uretra, kateter,
perjalanan sampai ke kandung kemih dan dapat bergerak naik ke ginjal dan menyebabkan
infeksi yang disebut pielonefritis (National Kidney Foundation, 2012).
ISK terjadi karena gangguan keseimbangan antara mikroorganisme penyebab infeksi
(uropatogen) sebagai agent dan epitel saluran kemih sebagai host. Mikroorganisme penyebab
ISK umumnya berasal dari flora usus dan hidup secara komensal dalam introitus vagina,
preposium, penis, kulit perinium, dan sekitar anus. Kuman yang berasal dari feses atau dubur,
masuk ke dalam saluran kemih bagian bawah atau uretra, kemudian naik ke kandung kemih
dan dapat sampai ke ginjal (Fitriani, 2013).
Mikroorganisme tersebut dapat memasuki saluran kemih melalui 3 cara yaitu ascending,
hematogen seperti penularan M.tuberculosis atau S.aureus , limfogen dan langsung dari organ
sekitarnya yang sebelumnya telah mengalami infeksi (Purnomo,2014). Sebagian besar pasien
ISK mengalami penyakit komplikasi. ISK komplikasi adalah ISK yang diperburuk dengan
adanya penyakit lainya seperti lesi, obstruksi saluran kemih, pembentukan batu, pemasangan
kateter, kerusakan dan gangguan neurologi serta menurunya sistem imun yang dapat

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 150
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

mengganggu aliran yang normal dan perlindungan saluran urin. Hal tersebut mengakibatkan
ISK komplikasi membutuhkan terapi yang lebih lama (Aristanti, 2015).
Jenis Infeksi Saluran Kemih:
1. Infeksi Saluran Kemih (ISK) Bawah
Presentasi klinis ISK bawah tergantung dari gender. Pada perempuan, terdapat dua jenis
ISK bawah pada perempuan yaitu sistitis dan sindrom uretra akut. Sistitis adalah presentasi
klinis infeksi kandung kemih disertai bakteriuria bermakna. Sindrom Uretra Akut (SUA)
adalah presentasi klinis sistitis tanpa ditemukan mikroorganisme (steril), sering dinamakan
sistitis bakterialis. Penelitian terkini SUA disebabkan mikroorganisme anaerob. Pada pria,
presentasi klinis ISK bawah mungkin sistitis, prostatitis, epidimidis, dan urethritis (Aristanti,
2015).
2. Infeksi Saluran Kemih (ISK) Atas
- Pielonefritis akut (PNA). Pielonefritis akut adalah proses inflamasi parenkim ginjal yang
disebabkan infeksi bakteri (Aristanti, 2015).
- Pielonefritis kronik (PNK). Pielonefritis kronik mungkin akibat lanjut dari infeksi bakteri
berkepanjangan atau infeksi sejak masa kecil. Obstruksi saluran kemih dan refluks
vesikoureter dengan atau tanpa bakteriuria kronik sering diikuti pembentukan jaringan
ikat parenkim ginjal yang ditandai pielonefritis kronik yang spesifik. Bakteriuria
asimtomatik kronik pada orang dewasa tanpa faktor predisposisi tidak pernah
menyebabkan pembentukan jaringan ikat parenkim ginjal (Aristanti, 2015).

B. Terapi Farmakologi
Nama Obat Dosis Waktu Pemberian Monitoring
Sporetik Pagi dan sore setelah
Satu kali sehari 2 kapsul
Cefixime 100mg makan
Sistenol
Paracetamol 500 mg; Tiga kali sehari satu Pagi, siang, dan malam
N-acetylsistein 200 kaplet setelah makan
mg

C. Terapi Non-Farmakologi
- Perbanyak minum air putih;
- Jangan sering menahan untuk buang air kecil

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 151
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

D. Tinjauan Obat
Sporetik
Komposisi sediaan
Cefixime 100mg (MIMS, 2018).
Indikasi
Untuk digunakan dalam pengobatan infeksi berikut ketika disebabkan oleh strain rentan
mikroorganisme yang ditentukan: (1) Infeksi saluran kemih tanpa komplikasi yang
disebabkan oleh Escherichia coli dan Proteus mirabilis, (2) otitis media yang disebabkan oleh
Haemophilus influenzae (beta-laktamase positif dan negatif strain), Moraxella catarrhalis
(sebagian besar adalah beta-laktamase positif), dan S. pyogenes, (3) faringitis dan tonsilitis
yang disebabkan oleh S. pyogenes, (4) bronkitis akut dan eksaserbasi akut bronkitis kronis
yang disebabkan oleh Streptococcus pneumoniae dan Haemophilus influenzae (strain positif
dan negatif beta-laktamase), dan (5) gonorrhea tanpa komplikasi (cervical / urethral) yang
disebabkan oleh Neisseria gonorrhoeae (penicillinase dan non-penicillinase-menghasilkan
strain). (PIONas, 2018).
Kontraindikasi
Hipersensitif terhadap cefixime dan golongan sefalosporin lainnya (MIMS, 2018).
Efek Samping
Diare, mual, muntah, sakit perut, dispepsia, perut kembung, anoreksia, mulut kering; sakit
kepala, pusing, insomnia, (MIMS, 2018).
Farmakodinamika
Cefixime, antibiotik, adalah sefalosporin generasi ketiga seperti ceftriaxone dan cefotaxime.
Cefixime sangat stabil dengan adanya enzim beta-laktamase. Akibatnya, banyak organisme
yang resisten terhadap penisilin dan beberapa cephalosporin karena adanya beta-laktamase,
mungkin rentan terhadap cefixime. Efek antibakteri cefixime dihasilkan dari penghambatan
sintesis mukopeptida di dinding sel bakteri (Salvaggio et al., 2018).
Farmakokinetik
Absorpsi
Cefixime tablet yang diberikan secara oral, sekitar 40% sampai 50% diserap baik diberikan
dengan atau tanpa makanan namun, waktu untuk penyerapan maksimal meningkat sekitar 0,8
jam saat diberikan bersama makanan. Tablet cefixime tunggal menghasilkan konsentrasi
serum puncak rata-rata sekitar 2 mcg / mL (kisaran 1 sampai 4 mcg / mL). Dosis oral
menghasilkan konsentrasi puncak rata-rata 3 mcg / mL (kisaran 1 sampai 4,5 mcg / mL) dan

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 152
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

4,6 mcg / mL saat diuji pada dewasa normal. Namun, makanan mengurangi penyerapan
setelah pemberian kapsul sekitar 15%. Konsentrasi serum puncak terjadi antara 2 dan 6 jam
setelah pemberian oral tunggal.
Distribusi
Didistribusikan secara luas ke seluruh tubuh dan mencapai konsentrasi terapeutik pada
kebanyakan jaringan dan cairan tubuh, termasuk sinovial, perikardial, pleura, peritoneal,
empedu, dahak, urin, tulang, miokardium, kantong empedu, kulit, dan jaringan lunak. Protein
terikat: 65%.
Metabolisme & Eksresi
Cefixime terutama diekskresikan melalui urin (20%) dan feses (10%). Jumlah ekskresi urin
(sampai 12 jam) setelah pemberian oral 50, 100, atau 200 mg (potensi) pada orang dewasa
sehat dalam keadaan puasa kurang lebih 20-25% dari dosis yang diberikan. Kadar puncak
pada urin masing-masing adalah 42,9; 62,2 dan 82,7 μg/ml dicapai dalam 4-6 jam setelah
pemberian. Jumlah ekskresi urin 12 jam pertama setelah pemberian oral 1,5; 3,0; atau 6,0 mg
(potensi)/kg berat badan pada pediatrik dengan fungsi ginjal normal kurang lebih 13-20%.
Pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal sedang (20 sampai 40 mL / min klirens kreatinin)
rata-rata waktu paruh serum cefixime memanjang menjadi 6,4 jam. Pada gangguan ginjal
berat (5 sampai 20 mL / min klirens kreatinin), waktu paruh meningkat menjadi rata-rata 11,5
jam. Obat ini tidak dieksresikan secara signifikan dari darah dengan hemodialisis atau dialisis
peritoneal. Namun, sebuah penelitian menunjukkan bahwa dengan dosis 400 mg pasien yang
menjalani hemodialisis memiliki profil darah yang serupa dengan pasien dengan klirens
kreatinin 21 sampai 60 mL / menit. (McEvoy et al., 2011).
Dosis
Infeksi yang rentan dewasa: 200-400 mg setiap hari sebagai satu atau dua dosis terbagi
(MIMS, 2018).
Cara minum
- Sporetik diminum sehari 1 kali dan obat harus dihabiskan. Sebaiknya sporetik
diminum dalam keadaan perut kosong karena akan meningkatkan absorbsi obat.
Efek samping
- Sporetik: diare, demam, sakit tenggorokan, kesemutan, tangan dan kaki membengkak,
sesak

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 153
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

Sistenol
Komposisi sediaan
Paracetamol 500 mg; N-acetylsistein 200 mg (MIMS, 2018).
Indikasi
Meringankan batuk berdahak & menurunkan demam pada flu. Sakit kepala dan nyeri.
(MIMS, 2018).
Kontraindikasi
Hipersensitif terhadap Paracetamol dan N-acetylsistein. Pasien dengan gangguan hepar
(MIMS, 2018).
Efek Samping
Reaksi alergi, neutropenia, trombositopenia, muntah, gangguan saluran cerna (PIONas, 2018).
Farmakodinamika
Parasetamol adalah obat analgesik dan antipiretik yang banyak digunakan yang digunakan
untuk menghilangkan demam, sakit kepala, dan rasa sakit dan nyeri ringan lainnya. Ini adalah
bahan utama dalam berbagai obat flu dan flu dan banyak analgesik resep. Ini sangat aman
dalam dosis standar, tetapi karena ketersediaannya yang luas, overdosis yang disengaja atau
tidak disengaja bukanlah hal yang tidak biasa. Acetaminophen, tidak seperti analgesik umum
lainnya seperti aspirin dan ibuprofen, tidak memiliki sifat anti-inflamasi atau efek pada fungsi
platelet, dan itu bukan anggota kelas obat yang dikenal sebagai obat anti-inflamasi non-steroid
atau NSAID. Pada dosis terapeutik acetaminophen tidak mengiritasi lapisan lambung atau
mempengaruhi koagulasi darah, fungsi ginjal, atau duktus arteriosus janin (seperti NSAIDs).
Seperti NSAID dan tidak seperti analgesik opioid, acetaminophen tidak menyebabkan euforia
atau mengubah suasana hati dengan cara apa pun. Asetaminofen dan NSAID memiliki
manfaat sepenuhnya bebas dari masalah dengan ketergantungan, ketergantungan, toleransi,
dan penarikan. Acetaminophen digunakan sendiri atau dalam kombinasi dengan
pseudoephedrine, dextromethorphan, chlorpheniramine, diphenhydramine, doxylamine,
codeine, hydrocodone, atau oxycodone. (Salvaggio et al., 2018).
Asetilsistein telah terbukti mengurangi tingkat kerusakan hati setelah overdosis
acetaminophen. Ini paling efektif bila diberikan lebih awal, dengan manfaat yang terlihat
terutama pada pasien yang diobati dalam 8-10 jam overdosis. Asetilsistein cenderung
melindungi hati dengan mempertahankan atau memulihkan tingkat glutathione, atau dengan
bertindak sebagai substrat pengganti untuk konjugasi dengan, dan dengan demikian
detoksifikasi, metabolit reaktif.

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 154
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

Farmakokinetik
Absorpsi
Bioavailabilitas
Paracetamol diserap dengan baik setelah pemberian oral, dengan konsentrasi puncak plasma
dicapai dalam waktu 10-60 menit atau 60-120 menit (formula tablet lepas lambat).
Penyerapan yang buruk atau variabel setelah pemberian rektal; variasi dalam konsentrasi
plasma puncak dicapai; waktu untuk mencapai konsentrasi plasma puncak jauh lebih lama
dari setelah administrasi. Makanan dapat menunda penyerapan.
Asetilsistein diabsorbsi dengan cepat melalui saluran pencernaan. Bioavaibilitas Asetilsistein
secara oral: 4-10%. Waktu yang diperlukan untuk mencapai konsentrasi puncak pada plasma
pada penggunaan Asetilsistein secara oral: 0,5 – 1 jam.
Distribusi
Paracetamol cepat didistribusikan ke sebagian besar jaringan tubuh. Melewati plasenta dan
didistribusikan ke dalam ASI. Protein Plasma Binding sekitar 25%.
Volume distribusi (Vdss): 0,47 L/kgBB. Pengikatan obat Asetilsistein dengan protein plasma
(protein binding plasma): 83%.
Metabolisme & Eksresi
Paracetamol dimetabolisme terutama oleh sulfat dan glukuronida konjugasi; 226 jumlah kecil
(5-10%) dioksidasi oleh CYP tergantung jalur (terutama CYP2E1 dan CYP3A4) ke metabolit
toksik, N-asetil-p-benzoquinoneimine (NAPQI). NAPQI didetoksifikasi oleh glutathione dan
dihilangkan; dapat mengikat setiap metabolit toksik yang tersisa untuk hepatosit dan
menyebabkan necrosis. Rute Eliminasi terutama diekskresikan dalam urin sebagai konjugat.
Half-life sekitar 1,25-3 Jam. Populasi khusus pada pasien dengan dosis toksik atau pasien
dengan kerusakan Hati terjadi perpanjangan waktu paruh asetaminofen dan pada pasien
gangguan ginjal moderat (sedang) sampai berat, konjugat acetaminophen mungkin
terakumulasi (McEvoy et al., 2011).
Obat Asetilsistein dimetabolisme di hati dan dinding saluran cerna. Asetilsistein dapat
dimetabolisasi menjadi sistein, disulfida dan konjugat (N, N-diasetilsistein, N-asetilsistein, N-
asetilsistein-glutation, N-asetilsistein-protein, dll). Obat Asetilsistein diekskresi melalui urin.
Waktu paruh obat Asetilsistein yang dikonsumsi secara oral adalah 6,25 jam. Sedangkan
waktu paruh obat Asetilsistein yang digunakan secara intravena adalah 5,58 jam. Waktu
pengeluaran rata-rata (mean clearance/CR) Asetilsistein 0,11 liter/kgBB/jam (McEvoy et al.,
2011).

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 155
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

Dosis
Dosis Dewasa dan Anak-anak> 11 tahun: 1 kaplet, 6-11 tahun: ½-1 kaplet, 1-5 tahun: ¼-½
kaplet. Harus diminum 3 kali sehari (MIMS, 2018).
Cara minum
Sistenol diminum sehari 3 kali setelah makan. Sebaiknya hindari makanan atau minuman
pencetus batuk agar batuk segera sembuh.
Efek samping
Sistenol: reaksi alergi, neutropenia, trombositopenia, purpura, nausea, muntah, gangguan
saluran cerna, dan apabila pemakaian jangka panjang menyebabkan kerusakan hati
E. Adherence Outcome
Pasien memahami patofisiologi penyakit yang dialami, terapi non farmakologi, efek
farmakologi, cara minum, dosis dan efek samping obat yang digunakan.

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 156
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

4.4.8 Konseling 8
UMUM / BPJS / KSO
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SIDOARJO
KABUPATEN SIDOARJO
Jl. Mojopahit 667 Telp. 8961449 Sidoarjo

Ruang/ Poli : Anak


Dokter : dr. X., Sp.A
Tanggal : 07/03/2018
Alergi : TIDAK/YA

R/ Narfoz syr No. I


S 3 dd 1,5cc
R/ Toplexil syr No. I
S 3 dd 2cc
R/ Tremenza 1/5 tab
Celestamin 1/4 tab
m.f.pulv dtd No.X
S 3 dd 1
R/ Sporetik syr No. I
S 3 dd 2,5cc

Nama/ No. RM : An. M.A. T


Umur/ Tgl. Lahir/ BB : 3 tahun/ R
16,8kg E
Alamat :-
S

Skrining Administratif
Komponen Ada Tidak Komponen Ada Tidak
Nama Dokter √ Paraf/ TTD √
Alamat, No. Telp √ Nama Pasien √
SIP Dokter √ No. RM √
Tempat, Tanggal √ Usia/ BB Pasien √
Ruang/ Poli √ Alamat √

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 157
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

Skrining Farmasetik
Nama Obat Dosis Resep Dosis Pustaka Keterangan
Narfoz syr Sekali pakai: 1,5 ml anak ≦40 kg = 0,1 Dosis sesuai
Ondansetron mengandung 1,2 mg mg/KgBB (Lacy et al.,
4mg/5ml ondansetron 2009).
Dosis untuk An. M A → 0,1
mg/KgBB × 16,8 Kg = 1,68
mg
Toplexil syr Sekali pakai: 2 ml Dosis Guaifenesin : 2-5 Dosis tidak
Oxomemazine 1,65 mengandung 13,32 tahun = 50-100 mg setiap 4 sesuai
mg dan mg Guaifenesin jam, tidak lebih dari
Guaifenesin 33, 3 600mg/hari (Lacy et al.,
mg per 5 ml 2009).
Tremenza Sekali pakai: 1/5 tab Dosis Pseudoephedrin 2-5 Dosis sesuai
Pseudoephedrin Tremenza tahun = 15 mg setiap 4-6
HCl 60 mg dan mengandung 12 mg jam, maksimal 60mg/hari
Tripolidine HCl 2,5 Pseudoephedrin (Lacy et al., 2009).
mg
Celestamine Sekali pakai: 1/4 tab Dosis : Betamethasone Dosis sesuai
Betamethasone Celestamin untuk ≦ 12 tahun = 0,0175-
0.25 mg dan mengandung 0,0625 0,25 mg/KgBB dalam dosis
dexchlorphenirami mg betamethason dan terbagi 6-8 jam (Lacy et al.,
ne maleate 2 mg. 0,5 mg 2009). Dosis untuk An. M A
Dexchlorpheniramine → 0,0175 mg/KgBB × 16,8
Kg = 0,294 mg
Dexchlorpheniramine
maleat 2-5 tahun = 0,5 mg
setiap 4-6 jam (Lacy et al.,
2009).
Sporetik sehari 3 × 2,5 ml ≦ 30 Kg = sehari 2 kali 1,5 Dosis tidak
Cefixime 100 mg (mengandung 50 mg mg-3mg/KgBB, maksimal sesuai
per 5 ml Cefixime) = 150 mg sehari 2-5 mg/KgBB (Lacy
et al., 2009).Dosis untuk

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 158
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

An. M A → 5 mg/KgBB ×
16,8 Kg = 84 mg

Skrining Terapeutik/ Klinis


Nama Obat Dosis Waktu Pemberian Monitoring
Narfoz syr Tiga kali sehari 1,5 ml Pagi, siang, malam sebelum Efektivitas :
makan Frekuensi
Toplexil syr Tiga kali sehari 2 ml Pagi, siang, malam setelah makan batuk dan
Tremenza Tiga kali sehari 1/5 Pagi, siang dan malam setelah mual
tablet makan berkurang
Celestamine Tiga kali sehari 1/4 Pagi, siang dan malam setelah
tablet makan Efek

Sporetik syr Tiga kali sehari 2,5 ml Pagi, siang, malam setelah makan samping
Mengantuk

Pada resep untuk An M.A terdapat DRP yaitu interaksi obat serta duplikasi obat.
Interaksi obat terjadi antara dexchlorpheniramine dengan tripolidin, efek yang terjadi adalah
meningkatnya efek samping seperti mengantuk, penglihatan kabur, mulut kering, intoleransi
panas, flushing, penurunan keringat, kesulitan buang air kecil, kram perut, sembelit, detak
jantung tidak teratur, kebingungan dan masalah ingatan. Untuk mengatasi interaksi tersebut
perlu di monitor penggunaannya terkait efek samping yang akan terjadi seperti mengurangi
aktifitas setelah penggunaan obat. Duplikasi obat yang terjadi adalah penggunaan lebih dari
satu antihistamin. Antihistamin yang digunakan dalam resep adalah dexchlorpheniramine,
tripolidin dan oxomemazine. Pemilihan antihistamin cukup satu saja sehingga untuk
mengatasi DRP ini menyarankan kepada dokter untuk memilih salah satu antihistamin.
A. Patofisiologi
Batuk Pilek
Batuk adalah bagian dari mekanisme pertahanan tubuh di paru-paru. Batuk terjadi jika
ujung serabut saraf (reseptor batuk) di saluran napas teriritasi oleh mediator peradangan yang
diproduksi sebagai respons terhadap infeksi atau akibat adanya lendir. Sebagian besar reseptor
batuk terletak di laring dan trakhea. Semakin ke bawah, jumlah reseptor semakin berkurang.
Di saluran napas kecil (bronkhiolus) maupun alveoli tidak ada reseptor batuk. Material dari
saluran napas bawah dan alveoli dipindahkan oleh silia ke saluran napas besar yang
selanjutnya merangsang terjadinya batuk. Refleks batuk ini menyebabkan dikeluarkannya
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 159
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

material tersebut ke orofaring. Batuk pilek (Common cold) adalah penyakit virus dengan
gejala dominan meler, mampet, bersin, nyeri tenggorokan, dan batuk yang disebabkan oleh
virus dan yang tersering adalah rhinovirus (Pujiarto, 2014).
Rhinovirus mengikat molekul intraseluler 1 reseptors yang melekat pada sel-sel ephitelial
pernapasan di hidung dan nasofaring sehingga dapat bereplikasi dan menyebar. Sel yang
terinfeksi melepaskan chemokine “sinyal bahaya” dan sitokin yang mengaktifkan mediator
inflamasi dan refleks neurogenik, sehingga ada tambahan mediator inflamasi, vasodilatasi,
transudasi plasma, sekresi kelenjar, stimulasi saraf nyeri, refleks bersin dan batuk. Rhinovirus
berada dalam nasofaring selama 16 sampai 18 hari setelah infeksi awal. Infeksi virus berakhir
dengan antibodi penetral (sekretori imunoglobulin A atau serum imunoglobulin G) masuk ke
dalam mukosa sampai akhir replikasi virus (Berardi, 2004).

Mual Muntah
Mual (nausea) adalah sensasi atau perasaan yang tidak menyenangkan dan sering
merupakan gejala awal dari muntah. Keringat dingin, pucat, hipersalivasi, hilang tonus gaster,
kontraksi duodenum dan refluk isi intestinal ke dalam gaster sering menyertai mual meskipun
tidak selalu disertai muntah (Loadsman, 2005). Muntah adalah keluarnya isi lambung secara
aktif karena kontraksi otot saluran cerna atau gastrointestinal (Thaib, 1989). Muntah
(vomiting) adalah kejadian yang terkoordinasi namun tidak dibawah kontrol dari aktivitas
gastrointestinal dan gerakan respiratori ( inspirasi dalam). Peningkatan dari tekanan
intraabdominal, penutupan glotis dan palatum akan naik, terjadi kontraksi dari pylorus dan
relaksasi fundus, sfingter cardia dan esofagus sehingga terjadi ekspulsi yang kuat dari isi
lambung (Loadsman, 2005).
B. Terapi Farmakologi
Nama Obat Dosis Waktu Pemberian Monitoring
Narfoz syr Tiga kali sehari 1,5 ml Pagi, siang, malam setelah makan Efektivitas :
Toplexil syr Tiga kali sehari 2 ml Pagi, siang, malam setelah makan Frekuensi
Tremenza Tiga kali sehari 1/5 Pagi, siang dan malam setelah batuk
tablet makan berkurang
Celestamine Tiga kali sehari 1/4 Pagi, siang dan malam setelah
tablet makan Efek
Sporetik syr Tiga kali sehari 2,5 ml Pagi, siang, malam setelah makan samping
Mengantuk

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 160
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

C. Terapi non farmakologi


- Memperbanyak minum air putih untuk membantu mengencerkan dahak, mengurangi
iritasi dan rasa gatal.
- Menghindari paparan debu, minuman atau makanan yang merangsang tenggorokan
seperti makanan yang berminyak dan minuman dingin.
- Menghindari paparan udara dingin.
- Hirup uap air panas (dari semangkuk air panas) untuk mencairkan sekresi hidung yang
kental supaya mudah dikeluarkan. Dapat juga ditambahkan sesendok teh balsam/minyak
atsiri untuk membuka sumbatan saluran pernapasan.
- Terapi nonfarmakologi yang digunakan untuk menanggulangi mual muntah misalnya diet
(untuk mual muntah ringan karena pengaruh intake makanan), intervensi behavioral
seperti relaksasi dan hipnotis (DiPiro dan Taylor, 2005).

D. Tinjauan Obat
Narfoz syr
Kandungan : Ondansetron 4mg/5ml
Indikasi : Mecegah dan mengobati mual dan muntah akibat kemoterapi, radioterapi dan
pascaoperasi (McEvoy, 2011).
Efek samping : Sakit kepala, diare, pusing, sembelit, demam, mengantuk, menggigil,
kelelahan dan demam (McEvoy, 2011).
Mekanisme kerja : Ondansetron termasuk kelompok obat Antagonis serotonin 5-HT, yang
bekerja dengan menghambat secara selektif serotonin 5-hydroxytriptamine (5HT3)3 berikatan
pada reseptornya yang ada di CTZ (chemoreseceptor trigger zone) dan di saluran cerna
(McEvoy, 2011).
Farmakokinetik : Pada pemberian oral, obat ini diabsorbsi secara cepat. Ondansetron di
eliminasi dengan cepat dari tubuh. Metabolisme obat ini terutama secara hidroksilasi dan
konjugasi dengan glukoronida atau sulfat di hati (Sulistia et al., 2007).
Dosis : anak ≦40 kg = 0,1 mg/KgBB (Lacy et al., 2009).

Toplexil syr
Kandungan : Oxomemazine 1,65 mg dan Guaifenesin 33, 3 mg per 5 ml
Indikasi : Meredakan batuk berdahak yang disertai alergi
Efek samping : nyeri perut, mual, muntah, diare

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 161
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

Mekanisme kerja : Guaifenesin meningkatkan hidrasi saluran pernapasan, sehingga


meningkatkan volume dan mengurangi viskositas sekresi bronkus (MIMS, 2018).
Oxomemazine merupakan turunan dari fenotiazin yang bekerja dengan cara meningkatkan
ikatan reseptor histamin (H1), mengakibatkan penghambatan efek farmakologis dari
antihistamin.
Dosis : Guaifenesin 2-5 tahun = 50-100 mg setiap 4 jam, tidak lebih dari 600mg/hari (Lacy et
al., 2009).

Tremenza
Kandungan : Pseudoephedrin HCl 60 mg dan Tripolidine HCl 2,5 mg
Indikasi : Flu karena alergi pada saluran napas atas
Efek samping : Mulut, hidung dan tenggorokan kering. Sedasi, pusing, ganguan koordinasi,
tremor, insomnia, halusinasi, tinitus.
Mekanisme kerja : Triprolidine hydrochloride adalah antagonis reseptor histamin H1
antagonis yang kuat dengan sifat antimuskarinik dan sedasi ringan. Pseudoephedrine, agonis
reseptor α- dan β-adrenergik, memediasi vasokonstriksi melalui stimulasi langsung reseptor
α-adrenergik dari mukosa pernapasan.
Farmakokinetik :
Absorpsi: Pseudoephedrine mudah diserap di saluran pencernaan.
Distribusi: Triprolidin dan Pseudoephedrine Masuk ke dalam ASI.
Ekskresi: Triprolidin waktu paruh 3-5 jam. Pseudoephedrine: Diekskresikan dalam urin
terutama sebagai obat tidak berubah dan beberapa sebagai metabolit hepatik, waktu paruh 5,5
jam (pada pH urin antara 5,0-7,0), menurun jika urin bersifat asam dan meningkat jika urin
bersifat basa.
Dosis : Pseudoephedrin 2-5 tahun = 15 mg setiap 4-6 jam, maksimal 60mg/hari (Lacy et al.,
2009).

Celestamine
Kandungan : Betamethasone 0.25 mg dan dexchlorpheniramine maleate 2 mg.
Indikasi : untuk mengatasi gejala-gejala alergi dan peradangan seperti rhinitis alergi,
dermatitis (eksim) atopik, dermatitis kontak, alergi obat, asma, dan lain-lain.
Efek samping : Sedasi dan mengantuk, gangguan cairan dan elektrolit dalam tubuh, tukak
lambung, sakit perut, mual, muntah, vertigo, sakit kepala.

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 162
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

Mekanisme kerja : Betametason adalah kortikosteroid dengan aktivitas glukokortikoid.


Menginduksi lipase penghambatan fosfolipase A2 (lipokortin) dan secara berurutan
menghambat pelepasan asam arakidonat, sehingga menekan pembentukan, pelepasan, dan
aktivitas prostaglandin, leukotrien, dan mediator inflamasi lainnya. Dexchlorpheniramine
adalah isomer dextrorotatorik dari chlorpheniramine dan memiliki sekitar dua kali
aktivitasnya dengan berat.
Dosis : Betamethasone untuk ≦ 12 tahun = 0,0175-0,25 mg/KgBB dalam dosis terbagi 6-8
jam (Lacy et al., 2009).
Dexchlorpheniramine maleat 2-5 tahun = 0,5 mg setiap 4-6 jam (Lacy et al., 2009).

Sporetik
Kandungan : Cefixime 100 mg per 5 ml
Indikasi : Indikasi Pengobatan infeksi saluran kemih, otitis media, infeksi pernafasan karena
organisme yang rentan termasuk S.pneumoniae dan S. pyogenes, H. influenzae, dan banyak
Enterobacteriaceae; gonorea serviks / uretra yang tidak terkomplikasi karena N. gonorrhoeae
Efek samping : Diare, nyeri abdomen, mual, muntah, sembelit, urtikaria.
Mekanisme kerja : Cefixime termasuk golongan sefalosporin dengan mekanisme kerjanya
menghambat sintesis dinding sel bakteri dengan mengikat satu atau lebih Penicillin Binding
Proteins (PBPs) sehingga dapat menghambat proses transpeptidasi akhir dari sintesis dinding
sel bakteri dan menghambat biosintesis dari sel bakteri. Pada akhirnya bakteri mengalami lisis
akibat aktivitas enzim autolitik dari sel bakteri sehingga tidak terjadi pembentukan dinding
sel.
Farmakokinetik :
Absorpsi: Terserap di saluran pencernaan (40-50%). Tingkat penyerapan dapat dikurangi jika
diminum dengan makanan. Waktu untuk mencapai puncak konsentrasi plasma: 2-6 jam (tab,
susp); 3-8 jam (cap).
Distribusi: Melintasi plasenta; konsentrasi tinggi mungkin terdapat dalam empedu dan urin.
Volume distribusi: 0,1 L / kg. Ikatan protein plasma : Sekitar 65% (terutama albumin).
Ekskresi: Melalui urin (sekitar 20% sebagai obat tidak berubah); feses (10%). waktu paruh
plasma: Sekitar 3-4 jam.
Dosis : ≦ 30 Kg = sehari 2 kali 1,5 mg-3mg/KgBB, maksimal sehari 2-5 mg/KgBB (Lacy et
al., 2009).

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 163
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

E. Adherence Outcome
Pasien memahami patofisiologi penyakit yang dialami, terapi non farmakologi, efek
farmakologi, cara minum, dosis dan efek samping obat yang digunakan.

4.4.9 Konseling 9
UMUM / BPJS / KSO
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SIDOARJO
KABUPATEN SIDOARJO
Jl. Mojopahit 667 Telp. 8961449 Sidoarjo

Ruang/ Poli : Penyakit Dalam


Dokter : dr. X., Sp.J
Tanggal : 07/03/2018
Alergi : TIDAK/YA

R/ Episan syr No. I


S 3 cth 1
R/ Hp Pro No. XX
S 1 dd 1
R/ Domperidone 2/3 tab
Strocain 1 tab
Braxidin 1 tab
m.f.la.dtd.in.caps No.XX
S 3 dd 1

Nama/ No. RM : Ny. N. T


Umur/ Tgl. Lahir/ BB :-
Alamat :- R
E
S

Skrining Administratif
Komponen Ada Tidak Komponen Ada Tidak
Nama Dokter √ Paraf/ TTD √
Alamat, No. Telp √ Nama Pasien √
SIP Dokter √ No. RM √
Tempat, Tanggal √ Usia/ BB Pasien √
Ruang/ Poli √ Alamat √

Skrining Farmasetik
Nama Obat Dosis Resep Dosis Pustaka Keterangan
Domperidone Sekali pakai: 2/3 x 10 Dosis dewasa : Dosis sesuai

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 164
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

Domperidone 2/3 tab mg = 6,67 mg 10 mg hingga tiga


Sehari: 6,67 mg x 3 = kali sehari
20,01 mg (MIMS, 2018).

Sekali pakai: 400 mg Dewasa : 1-2 tab 3-4


Strocain
Sehari: 400 mg x 3 = kali sehari. Dosis sesuai
Polymigel 400 mg
1200 mg (MIMS, 2018).
Sekali pakai:
Chlordiazepoxide 5
Braxidin mg, clidinium Br 2.5
Dewasa : 3-4 tab
Chlordiazepoxide 5 mg
sehari Dosis sesuai
mg, clidinium Br 2.5 Sehari:
(MIMS, 2018).
mg Chlordiazepoxide 15
mg, clidinium Br 7,5
mg
Sekali pakai: 5 ml Dewasa: 10 mL 4
Episan Syr
Sehari: 5 ml x 3 = 15 kali sehari Dosis sesuai
Sucralfate
ml (MIMS, 2018).
Hp Pro
fructus schizandrae
(ekstrak siccum) 200 Dewasa : maksimal 3
Sekali pakai = 1 tab
mg, salviae kali sehari 1 tablet. Dosis sesuai
Sehari pakai = 1 tab
miltiorrhizae radix
(ekstrak siccum) 50
mg

Patofisiologi
Gastritis kondisi dimana asam lambung mengiritasi mukosa lambung. Gastritis adalah
suatu kondisi dimana mukosa lambung mengalami inflamasi. Ketika permukaan lambung
mengalami inflamasi, maka akan memproduksi sedikit asam dan enzim juga akan mengalami
penurunan produksi mukus dan zat lain yang secara normal melindungi permukaan lambung
dari asam lambung. Gastritis akut adalah terjadi tiba-tiba dan berlangsung sebentar. Gastritis
akut dibagi menjadi 2 yaitu gastritis akut erosif dan gastritis akut hemoragik. Gastritis kronik

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 165
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

adalah suatu peradangan bagian permukaan mukosa lambung yang menahun yang disebabkan
oleh ulkus benigna/maligna dari lambung atau oleh bakteri helicobacter pylori yang
menyerang permukaan gaster (Hirlan, 2009).
Penyebab gastritis bisa disebabkan karena terinfeksi oleh bakter H.Pylori yang hidup di
bagian dalam mukosa lambung. Pemakaian obat penghilang nyeri secara terus-menerus
(NSAID) juga menjadi penyebab gastritis. NSAID dapat mengiritasi mukosa lambung dengan
2 mekanisme yaitu secara langsung mengiritasi epitel lambung dan secara sistemik dapat
menghambat sintesis prostaglandin di mukosa lambung dengan cara menghambat enzim
cyclooxygenase. NSAID non selektif akan menghambat baik COX 1 maupun COX 2
sehingga dapat menyebabkan efek samping iritasi pada lambung. Gastritis biasanya ditandai
dengan gejala nyeri epigastrik, rasa kembung, perut terasa penuh mual dan muntah Price dan
Wilson, 2005; Wibowo, 2007)

A. Terapi Farmakologi
Nama Obat Dosis Waktu Pemberian Monitoring
Capsul:
Domperidone Tiga kali sehari 1 Pagi, siang, malam sebelum
Strocain kapsul makan
Braxidin
Tiga kali sehari satu Pagi, siang, malam sebelum
Episan syrup
sendok teh makan
Hp Pro Satu kali sehari Pagi setelah makan

B. Terapi Non-Farmakologi
Pasien yang mengalami gastritis mengurangi stres dan penggunaan obat NSAID, selain
itu mengurangi makanan-makanan yang memicu peningkatan produksi asam lambung.
C. Tinjauan Obat
Domperidone
Komposisi sediaan
Domperidone 10 mg
Indikasi
Pengobatan mual dan muntah serta gangguan gastrointestinal (MIMS, 2018).

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 166
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

Kontraindikasi
Tumor hipofisis yang melepaskan prolaktin, perpanjangan QT, gangguan elektrolit, penyakit
jantung (misalnya CHF), perdarahan GI, obstruksi mekanik atau perforasi. Gangguan hati
sedang sampai berat. Penggunaan bersamaan dengan obat-obat QT-memperpanjang dan
penghambat CYP3A4 yang kuat (MIMS, 2018).
Efek Samping
- Jarang terjadi : efek sedasi, reaksi ekstrapiramidal distonik, parkinson, tardive dyskinesia,
pada pasien dewasa dan usia lanjut dapat diatasi dengan obat antiparkinson.
- Mulut kering, sakit kepala, diare, ruam kulit, rasa haus, cemas dan gatal (Lacy et al.,
2009).
Farmakodinamika
Domperidon merupakan antagonis dopamin, yang memblok reseptor D1 dan D2. Dopamin
memfasilitasi aktivitas otot halus gastrointestinal dengan menghambat dopamin pada reseptor
D1 dan menghambat pelepasan asetilkolin netral dengan memblok reseptor D2. Domperidon
merangsang motilitas saluran cerna bagian atas tanpa mempengaruhi sekresi gastrik, empedu
dan pankreas. Peristaltik lambung meningkat sehingga dapat mempercepat pengosongan
lambung (Lacy et al., 2009).
Farmakokinetik
Absorpsi
Per oral : Bioavailabilitas 13-17%. Rendahnya bioavailabitas sistemik ini disebabkan oleh
metabolisme lintas pertama di hati dan metabolisme pada dinding usus. Pengaruh
metabolisme pada dinding usus jelas terlihat pada adanya peningkatan bioavailabilitas dari
13% ke 23% jika Domperidon tablet diberikan 90 menit sebelum makan dibandingkan jika
diberikan dalam keadaan perut kosong. Konsentrasi puncak dicapai dalam waktu 30-110
menit. Waktu untuk mencapai konsentrasi puncak lebih lama jika obat diminum sesudah
makan. Per rektal : Bioavailabilitas 12%. Konsentrasi puncak dicapai dalam waktu 1 jam
Distribusi
91-93% terikat pada protein plasma. Volume distribusi : 5,71 L/kg
Metabolisme
Hati (metabolisme lintas pertama)
Eliminasi
Waktu paruh eliminasi : 7-9 jam. Sekitar 30% dari dosis oral diekskresi lewat urine dalam
waktu 24 jam. Hampir seluruhnya diekskresi sebagai metabolit.

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 167
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

Sisanya diekskresi dalam feses dalam beberapa hari, sekitar 10% sebagai bentuk yang tidak
berubah (McEvoy et al., 2011).
Dosis
- Mual dan muntah
Dewasa: 10 mg tid. Max: 30 mg setiap hari.
- Gangguan motilitas gastrointestinal
Dewasa: 10 mg tid. Max: 30 mg setiap hari (MIMS, 2018).
Interaksi Obat
- Tidak ditemukan interaksi obat yang berarti secara klinik pada resep tersebut.
- Bioavaibilitas dapat bertambah dari 13% menjadi 23% bila diminum 1,5 jam setelah
makan (Lacy et al., 2009).

Strocain
Komposisi sediaan
Polymigel 400 mg (MIMS, 2018).
Indikasi
Mengurangi gejala yang berhubungan dengan kelebihan asam lambung, tukak lambung,
gastritis, tukak usus 12 jari dengan gejala-gejala seperti mual, nyeri lambung, nyeri ulu hati,
perasaan penuh pada lambung (MIMS, 2018).
Kontraindikasi
Penderita dengan hipo/hipertiroidisme, pasien dalam dialisis (untuk pengobatan jangka
panjang dapat menyebabkan ensepalopati akibat aluminium atau penyakit tulang yang
berhubungan dengan aluminium) (MIMS, 2018).
Efek Samping
Sembelit, diare, mual, muntah yang akan hilang bila pemakaian obat dihentikan (MIMS,
2018).
Dosis
Dewasa : sehari 3 – 4 kali sebanyak 1 – 2 tablet Diminum 30 menit – 1 jam sebelum makan.
Dosis dapat disesuaikan tergantung umur & gejala penyakitnya (MIMS, 2018).
Interaksi Obat
Pemberian secara bersamaan dengan simetidine & tetrasiklin dapat mengurangi absorbsi obat
(MIMS, 2018).

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 168
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

Braxidin
Komposisi sediaan
Chlordiazepoxide 5 mg, clidinium Br 2.5 mg (MIMS, 2018).
Indikasi
Pengobatan manifestasi gejala otonom dan somatik yang disebabkan oleh rasa cemas.
Pengobatan gejala tukak lambung dan usus 12 jari, hiperekskresi dan hipermotilitas saluran
pencernaan, peptic ulcer, sindrom iritasi usus besar, kolitis, dismenore (Lacy et al., 2009).
Kontraindikasi
- Penderita dengan glaukoma dan hipertrofi prostat.
- Hipersensitivitas terhadap komponen obat ini.
- Pada wanita hamil (Lacy et al., 2009).
Efek Samping
- Rasa mengantuk, ataksia dan bingung.
- Efek samping yang lain adalah efek yang khas untuk obat antikolinergik seperti mulut
kering, mata kabur, gangguan pada saluran kemih dan konstipasi (Lacy et al., 2009).
Farmakodinamika
Braxidin merupakan gabungan antara Klordiazepoksida yang mempunyai daya antikonvulsan
dan Klidinium Bromida yang mempunyai efek antikolinergik/ spasmolitik. Sebagai
antikonvulsan, Klordiazepoksida merupakan golongan Benzodiazepin yang bekerja dengan
memodulasi efek GABA melalui ikatan dengan tempat yang berafinitas tinggi dan spesifik
pada lokasi pertemuan antara subunit α dan γ2, Benzodiazepin akan meningkatkan frekuensi
pembentukan kanal oleh GABA. Aliran masuk ion klorida menyebabkan sedikit
hiperpolarisasi yang menurunkan potensi pasca sinaps dari ambang letup sehingga
meniadakan pembentukan potensial aksi. Klidinium Bromida sebagai anti-kolinergik
mempunyai efek mengurangi gejala kram dan sakit perut dengan mengurangi asam lambung
dan memperlambat di daerah usus (Champe and Harvey, 2013).
Farmakokinetik
Absorbsi
Braxidin seluruhnya diabsorpsi di saluran pencernaan. Waktu puncak dalam plasma tercapai
dalam waktu 2 jam.
Distribusi
90-98% terikat protein plasma. Volume distribusi sebesar 3,3 L/ kg, melintasi plasenta, dan
didistribusi masuk ASI.

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 169
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

Metabolisme
Braxidin secara luas dimetabolisme pada hati menjadi Desmethyldiazepam (aktif dan long-
acting)
Eliminasi
Waktu paruh eliminasi 6,6-25 jam, pada pasien dengan penyakit ginjal stadium akhir 5-30
jam, pasien dengan sirosis 30-63 jam. Diekskresi melalui urin (Lacy et al., 2009).
Dosis
- Dosis dewasa dianjurkan satu tablet sebanyak 3 sampai 4 kali penggunaan dalam sehari
yang diminum pada saat sebelum makan dan pada saat menjelang tidur.
- Dosis orang tua dianjurkan satu tablet sebanyak 1 sampai 2 kali penggunaan dalam sehari
(MIMS, 2018).
Interaksi Obat
- Tidak ditemukan interaksi obat yang berarti secara klinik pada resep tersebut.
- Penggunaan Braxidin dengan Proton Pump Inhibitor dapat meningkatkan konsentrasi
serum Benzodiazepin (dimetabolisme oleh oksidasi). Pengecualian terhadap
Lansoprazole, Pantoprazole, dan Rabeprazole (Lacy et al., 2009).

Episan Syrup
Komposisi Sediaan
Tiap 5 ml mengandung Sucralfat 500 mg (MIMS, 2018)
Indikasi
Digunakan sebagai obat antiulcer, merupakan anionik sulfat disakarida. Sebagai pengobatan
duodenal ulcer, mengatasi penyembuhan luka pada duodenal ulcer. Pengobatan gastric ulcer
(jangka pendek). Pengobatan atau pencegahan pada efek kemoterapi yaitu mucositis atau
peradangan pada mukosa mulut dan nyeri pada mulut (McEvoy, 2011).
Kontraindikasi
Kontraindikasi pada penderita sensitivitas terhadap sukralfat dan komponen dalam formulasi
(McEvoy, 2011).
Farmakodinamik
Membentuk kompleks yang berikatan dengan protein sehingga membentuk substansi
adhesive. Melapisi lambung dari peptic acid, pepsin, dan garam empedu. Menginhibisi
enzyme cyclooxygenase I dan II (COX I dan COX II), yang akan menurunkan pembentukkan

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 170
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

precursor prostaglandin sehingga memberikan efek antipiretik, analgesic, antiinflamasi (Lacy


et al., 2009).
Farmakokinetik
Absorbsi
Diabsorbsi secara sedikit jika diberikan melalui rute oral. Durasi obat lebih dari 6 jam.
Distribusi
Terdistribusi dalam jumlah kecil ke dalam jaringan.
Metabolisme
Bereaksi dengan HCL di dalam rongga perut membentuk sukrosa sulfat.
Ekskresi
Terekskresi secara umum di feses sebanyak 90% dan di urine sebanyak 3-5% dalam bentuk
sukrosa sulfate dalam waktu 48 jam (McEvoy, 2011).
Dosis
- Pengobatan Duodenal ulcer
Dosis dewasa : 4 x 1 gram / hari (selama 4-8 minggu)
Dosis maintenance : 2 x 1 gram/ hari (Sweetman, 2009)
- Pengobatan Gastric ulcer
Dosis dewasa , 4 x 1 gram/ hari (Sweetman, 2009).
Efek Samping
Konstipasi (McEvoy, 2011).
Interaksi Obat
Tidak ada interaksi terhadap obat-obat dalam resep ini

Hp Pro
Komposisi sediaan
Fructus schizandrae (ekstrak siccum) 200 mg, salviae miltiorrhizae radix (ekstrak siccum) 50
mg (MIMS, 2018).
Efek farmakologi
Efektif menghentikan nekroinflamasi hati (hancurnya sel-sel hati) dan mencegah proses
fibrosis hati (penumpukan jaringan parut akibat dari aktifitas berlebihan hepatic stellata cells )
(MIMS, 2018).
Dosis
Diminum 1 kapsul 3 x sehari diminum secara teratur.

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 171
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

D. Adherence Outcome
Pasien memahami patofisiologi penyakit yang dialami, terapi non farmakologi, efek
farmakologi, cara minum, dosis dan efek samping obat yang digunakan.

4.4.10 Konseling 10
UMUM / BPJS / KSO
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SIDOARJO
KABUPATEN SIDOARJO
Jl. Mojopahit 667 Telp. 8961449 Sidoarjo

Ruang/ Poli : Paru


Dokter : dr. X., Sp.P
Tanggal : 09/03/2018
Alergi : TIDAK/YA

R/ OAT (HRZE)
S 2 dd 2 (Senin, Rabu, Jum’at)

Nama/ No. RM : Tn.A T


Umur/ Tgl. Lahir/ BB : - R
Alamat :- E
S

Skrining Administratif
Komponen Ada Tidak Komponen Ada Tidak
Nama Dokter √ Aturan Pakai obat √
SIP Dokter √ Paraf/TTD Dokter √
Alamat, No. Telp Dokter. √ Nama Pasien √
Tempat, Tgl Resep √ Umur Pasien √
Nama Obat √ BB pasien
Jumlah Obat √ Alamat Pasien

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 172
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

Skrining Farmasetik
No. Skrining Farmasetik Obat 1
1 Nama Obat OAT (hrze)
2 Kandungan Rifampicin 150 mg
INH 75 mg
Pyrazinamide 400 mg
Ethambuthol 275 mg

3 Potensi Rifampicin 150 mg


INH 75 mg
Pyrazinamide 400 mg
Ethambuthol 275 mg

5 Frekuensi Pemberian Seminggu 3x (Senin, Rabu, Jumat)


2xsehari 2 tablet
6 Cara Pemberian Per oral
7 Bentuk Sediaan Tablet

Skrining Farmasetis
Nama Obat Dosis Resep Dosis Pustaka Keterangan
Rifampicin 150 mg 600 mg per hari Sesuai
INH 75 mg 300mg per hari Sesuai
Pyrazinamide 400 mg 2 gr per hari Sesuai
Ethambuthol 275 mg 1,25 gr per hari Sesuai

A. Patofisiologi
Tuberkulosis (TB) yang juga dikenal dengan singkatan TBC, adalah penyakit menular
paru-paru yang disebabkan oleh basil Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini ditularkan
dari penderita TB aktif yang batuk dan mengeluarkan titik-titik kecil air liur dan terinhalasi
oleh orang sehat yang tidak memiliki kekebalan tubuh terhadap penyakit ini (Goodman &
Gillman, 2006).

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 173
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

B. Terapi Farmakologi
Nama Obat Dosis Waktu Pemberian Monitoring
Rifampicin 2 kali seminggu 2 Obat diminum Edukasi Efek
tablet malam sesudah Samping Rifampicin
makan
INH 2 kali seminggu 2 Obat diminum
tablet malam sesudah
makan
Pyrazinamide 2 kali seminggu 2 Obat diminum
tablet malam sesudah
makan
Ethambutol 2 kali seminggu 2 Obat diminum
tablet malam sesudah
makan

C. Terapi Non Farmakologi


- Olahraga
- Pindah ke lingkungan bersih
- Makan makanan bergizi dan bersih

D. Tinjauan Pustaka
OAT (HRZE)
Tiap tablet mengandung :
- Rifampicin 150 mg
- INH 75 mg
- Pyrazinamide 400 mg
- Ethambuthol 275 mg
Rifampicin
Indikasi : Rifampicin atau rifampin adalah obat antibiotik yang digunakan untuk mengobati
beberapa infeksi akibat bakteri. Obat ini bekerja dengan cara menghentikan pertumbuhan dan
perkembangbiakan bakteri. Sejumlah infeksi yang dapat ditangani oleh rifampicin, di
antaranya adalah tuberkulosis (TBC) dan kusta. Selain itu, obat ini juga dapat digunakan

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 174
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

untuk mencegah meningitis akibat bakteri N. meningitidis dan infeksi bakteri H. influenza tipe
B (Hib)(Sweetman, 2009).
Kontraindikasi :
- penderita gangguan hati dan ginjal, serta porfiriadan kecanduan alkohol.
- penggunaan obat ini bersama dengan obat antivirus ritonavir dan darunavir karena dapat
meningkatkan risiko gangguan hati atau menurunkan efektivitas antivirus.
Farmakodinamik :
Berdasarkan perintangan spesifik dari suatu enzim bakteri RNA-polymerase, sehingga sintesa
RNA terganggu(Sweetman, 2009).
Famakokinetik : Pemberian rifampisin per oral menghasilkan kadar puncak dalam plasma 2-
4 jam; dosis tunggal sebesar 600 mg menghasilkan kadar sekitar 7 µg/ml.• T ½ : 1,5 – 5 jam•
Ekskresi : empedu(Sweetman, 2009).
Dosis : tidak lebihndari 600 mg per hari (MIMS, 2017).
Efek samping :
Penyakit kuning (icterus), terutamabiladikombinasikandengan INH yang juga agak toksis bagi
hati. Rifampisin juga dapat menyebabkan gangguan saluran cerna seperti mual, muntah, sakit
ulu hati, kejang perut dan diare, begitu pula gejala gangguan SSP dan reaksi hipersensitasi
(Sweetman, 2009).
INH
Indikasi : Isoniazid bersifat bakterisid terhadap basil yang sedang tumbuh pesat, aktif
terhadap kuman yang berada intraseluler dalam makrofag maupun diluar sel (ekstraseluler)
(Sweetman, 2009).
Kontraindikasi : penyakit hati yang akut; hipersensitivitas terhadap isoniazid; epilepsi;
gangguan fungsi ginjal dan gangguan psikis(Sweetman, 2009).
Farmakodinamik : Dengan menghambat biosintesis asam mikolat (micolic acid) yang
merupakan unsur penting dingding sel mikrobakterium(Sweetman, 2009).
Farmakokinetik :
Dari usus sangat cepat difusinya kedalam jaringan dan cairan tubuh, di dalam hati, INH
diasetilasi oleh enzim asetiltransferase menjadi metabolit inaktif. PP-nyaringansekali,
plasma-t ½ nya antara 1 dan 4 jam tergantung pada kecepatan asetilasi. Eksresinya terutama
melalui ginjal dan sebagian besar sebagai asetilisoniazid (Sweetman, 2009).
Dosis : tidak Lebih dari 300 mg per hari (MIMS, 2017).

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 175
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

Efek samping :
Mengakibatkan gatal-gatal dan ikterus juga polyneuritis, yakni radang saraf dengan gejala
kejang dan gangguan penglihatan, perasaan tidak sehat, letih dan lemah serta
anoreksia(Sweetman, 2009).
Pyrazinamide
Indikasi : nalogon pirazin dari nikotinamida ini (1952) bekerja bakterisid pada suasana asam
atau bakteriostatik, tergantung pada pH dan kadarnya di dalam darah. Spektrum kerjanya
sangat sempit dan hanya meliputi M.tuberculosis(Sweetman, 2009).
Kontraindikasi :
gangguan fungsi hati berat, porfiria, hipersensitivitas terhadap pirazinamid, gout, wanita
hamil dan menyusui (Sweetman, 2009).
Farmakodinamik :
Berdasarkan pengubahannya menjadi asampirazinat oleh enzim pyrazinamidase yang berasal
dari basil TBC. Begitu pH dalam makrofag di turunkan, maka kuman yang berada di “sarang”
infeksi yang menjadi asam akan mati(Sweetman, 2009).
Farmakokinetik :
Reabsorpsinya cepat & sempurna, kadar maksimal dalam plasma dicapai dalam waktu 1-2
jam . Distribusinya kejaringan dan cairan serebrospinal baik. Kurang lebih 70% pirazinamida
diekskresikan lewat urin(Sweetman, 2009).
Dosis : tidak lebih dari 2 gram per hari (MIMS, 2017).
Efek samping :
Kerusakan hati dengan ikterus (hepatotoksis) terutama pada dosis diatas 2g sehari. Dapat pula
menimbulkan serangan encok (gout) juga gangguan pada lambung-usus, fotosensibilisasi,
artralgia, demam, malaise dan anemia, juga menurunkan kadar gula darah(Sweetman, 2009).
Ethambutol
Indikasi : Etambutol bersifat bakteriostatik. Obat ini tetap menekan pertumbuhan kuman
tuberculosis yang telah resisten terhadap isoniazid dan streptomisin (Sweetman, 2009).
Kontraindikasi : hipersensitivitas terhadap zat aktif atau zat rambahan obat, neuritis optik,
gangguan visual; ANAK di bawah 6 tahun (Sweetman, 2009).
Farmakodinamik :
Etambutol bekerjanya menghambat sintesis metabolit sel sehingga metabolisme sel terhambat
dan sel mati (Sweetman, 2009).

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 176
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

Farmakokinetik : Pada pemberian oral sekitar 75-80% etambutol di serap dari saluran cerna.
Kadar puncak dari plasma di capai dalam waktu 2-4 jam setelah pemberian. Dosis tunggal 15
mg/kg BB menghasilkan kadar plasma sekitar 5 ml pada 2-4 jam (Sweetman, 2009).
Dosis : tidak lebih dari 1,25 gr per hari (MIMS, 2017).
Efek samping : Etambutol jarang menimbulkan efek samping. Dosis harian sebesar 15 mg/kg
BB menimbulkan efek toksis yang minimal. Pada dosis ini kurang 2% pasien akan mengalami
efek samping yaitu penurunan ketajaman penglihatan, ruam kulit dan demam(Sweetman,
2009).

E. Adherence Outcome
Pasien memahami patofisiologi penyakit yang dialami, terapi non farmakologi, efek
farmakologi, cara minum, dosis dan efek samping obat yang digunakan.

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 177
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

 Kasus Stroke Iskemik atau CerebroVascular Accident (CVA) Infark Emboli


1. Definisi
Stroke iskemik ialah stroke yang disebabkan oleh sumbatan pada pembuluh darah
servikokranial atau hipoperfusi jaringan otak oleh berbagai faktor seperti aterotrombosis,
emboli, atau ketidakstabilan hemodinamik yang menimbulkan gejala serebral fokal,
terjadi mendadak, dan tidak menghilang dalam waktu 24 jam atau lebih (Price, 2006 ;
Mardjono, 1988).

2. Etiologi
Pada level makroskopik, stroke iskemik paling sering disebabkan oleh emboli dari
ekstrakranial atau trombosis di intrakranial, tetapi dapat juga disebabkan oleh
berkurangnya aliran darah otak. Pada level seluler, setiap proses yang mengganggu aliran
darah ke otak dapat mencetuskan suatu kaskade iskemik, yang akan mengakibatkan
kematian sel-sel otak dan infark otak (Rahmawati, 2009). Sumber emboli dapat terletak
di arteri karotis maupun vertebralis akan tetapi dapat juga di jantung dan sistem vaskular
sistemik (Mardjono, 1988).
a. Embolus yang dilepaskan oleh arteri karotis atau vertebralis, dapat berasal dari
“plaque atherosclerotique” yang berulserasi atau thrombus yang melekat pada
intima arteri akibat trauma tumpul pada daerah leher.
b. Embolisasi kardiogenik dapat terjadi pada: Penyakit jantung dengan “shunt” yang
menghubungkan bagian kanan dengan bagian kiri atrium atau ventrikel.
c. Embolisasi akibat gangguan sistemik dapat terjadi sebagai emboli septik, misalnya
dari abses paru atau bronkiektasis, dapat juga akibat metaplasia neoplasma yang
sudah ada di paru.

3. Patofisiologi
Stroke iskemik terjadi apabila terjadi oklusi atau penyempitan aliran darah ke otak
dimana otak membutuhkan oksigen dan glukosa sebagai suber energi agar fungsinya
tetap baik. Aliran drah otak atau Cerebral Blood Flow (CBF) dijaga pada kecepatan
konstan antara 50-150 mmHg (Price, 2006). Aliran darah ke otak dipengaruhi oleh:
a. Keadaan pembuluh darah Bila menyempit akibat stenosis atau ateroma atau
tersumbat oleh trombus atau embolus maka aliran darah ke otak terganggu.

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 178
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

b. Keadaan darah Viskositas darah meningkat, polisitemia menyebabkan aliran darah


ke otak lebih lambat, anemia yang berat dapat menyebabkan oksigenasi otak
menurun.
c. Tekanan darah sistemik Autoregulasi serebral merupakan kemampuan intrinsik
otak untuk mempertahankan aliran darah ke otak tetap konstan walaupun ada
perubahan tekanan perfusi otak.

Kelainan jantung Kelainan jantung berupa atrial fibrilasi, blok jantung menyebabkan
menurunnya curah jantung. Selain itu lepasnya embolus juga menimbulkan iskemia di otak
akibat okulsi lumen pembuluh darah. Jika CBF tersumbat secara parsial, maka daerah yang
bersangkutan langsung menderita karena kekurangan oksigen. Daerah tersebut dinamakan
daerah iskemik. Infark otak, kematian neuron, glia, dan vaskular disebabkan oleh tidak
adanya oksigen dan nutrien atau terganggunya metabolisme (Robbins, 2007).

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 179
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018
KASUS 1

INSTALASI FARMASI RSUD SIDOARJO DOKUMEN FARMASI PASIEN LEMBAR KE : 1

NO DMK :142xxxx DIAGNOSA : TGL. MRS :10/03/18 (20.00) (IGD)


10/03/18 : CVA Infark Emboli
NAMA : Tn. ACK 11/03/18 : DOC + CVA Infark Emboli + AF RVR 11/03/18 (ECU)
12/03/18 : DOC + CVA Infark Emboli + AF RVR + HHF
UMUR/ BB : 60th/ 63 kg 13/03/18 : CVA Infark Emboli + AF RVR + HHF RUANGAN : ECU (2)
14/03/18 : CVA Infark Emboli + AF RVR + HHF
ALAMAT:Jl. Sxxxxx / No. xx ALASAN MRS : PINDAH RUANGAN : 14/03/18 → Tulip
Badan sebelah kiri secara tiba-tiba lemas ketika sedang
STATUS : BPJS beraktivitas, bicara pelo, px tiba di IGD tidak sadar Lt 3
RIWAYAT PENYAKIT : -
RIWAYAT OBAT: - NAMA DOKTER : -
ALERGI :-
NAMA FARMASIS :REP. S.Farm,Apt.

Nama Obat Dosis 10/03/18 11/03/18 12/03/18 13/03/18 14/03/18


IGD ECU ECU ECU ECU
P Si So M P Si So M P Si So M P Si So M P Si So M P Si So M P Si So M P Si So M
O2 Masker 6-8 lpm √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Inf RL 14 tpm √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Inf PZ 7 tpm √ √ √ √ √ √
Inj Antrain 3 x1 √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
(Metamizole Na)
Inj Citicolin 3 x 500 √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Inj Mecobalamin 2x1 √ √ √ √ √ √ √ √
Inj Alinamin 2 x1 √ √ √ √ √ √ √ √
(Fursultiamine)
Inj Ranitidin 2 x1 √ √ √ √ √ √ √ √
Inj Lasix 2 x1 √ √ √ √ √ √ √
(Furosemid)
Fargoxin ½ √
diencerkan di D5
cc
Xarelto 1x1 √ √ √ √

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 180
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018
(Rivaroxaban)
(PO) 20 mg
Candesartan (PO) 1x8 √ √ √ √
Digoxin (PO) 1 x1 √ √ √ √

No Data Nilai Normal IGD ECU ECU ECU ECU


. Klinik 10-03-2018 11-03-2018 12-03-2018 13-03-2018 14-03-2018

P Si So M P Si So M P Si So M P Si So M P Si So M
1. Tekanan 140/90 mmHg 130/ 129/ 125/ 126/ 125/ 109/ 125/ 130/ 132/ 135/ 158/ 177/
Darah 93 99 92 93 92 75 92 80 85 80 113 99
2. Nadi 80 – 100 kali 137 124 122 127 131 129 128 110 108 100 116 112
3. SpO2 90 – 100 % 98 98 99 98
4. Suhu 36,5 – 37,2 36,6 36,5 36,6 36,7 36,9 36,5 37,1 36,9 37 37 36 37,2 37,1
5. RR 12 – 20 kali/menit 20 18 20 20
6. GCS 4-5-6 225 345 445 445 456

No. Data Nilai Normal IGD ECU ECU ECU ECU


Laboratorium 10-03-2018 11-03-2018 12-03-2018 13-03-2018 14-03-2018

P Si So M P Si So M P Si So M P Si So M P Si So M
1. WBC 4,5 - 11,5 10,48 10,48 10,21
2. RBC 4,2 – 6,1 6,7 6,5
(23:00)
3. HGB 12,1 – 17,6 18,8 18,7
4. HCT 37 – 52 54,3
5. PLT 152 – 396 220
6. GDA <140 387 388 389
(06:00)
7. BUN 6,0 -23,0 13,0
8. Kreatinin Pria : 0,6 -1,2 ml/dl 0,8
9. HDL <40 29
10. LDL <100 133
(07:43)
11. Kalium 0,7 – 1,2 mg/dL 0,8
12. Natrium 137 – 145 mg/dL 136
13. SGOT <40 u/l 12
14. SGPT <41 u/l 10

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 181
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

Analisa SOAP Apoteker


No Problem S/O terapi Analisis Drug related
medic problem (DRP)
1 CVA Infark (S) Badan sebelah kiri secara tiba- Inj Citicolin, Menurut Therapeutic P1.2 Efek obat
Emboli tiba lemas Inj mecobalain, applications of citicoline and tidak optimal
Bicara pelo Inj, Alinamin, piracetam as fixed dose
Tangan kanan – kiri tidak bisa Inj Antrain combination. Journal of C1.1 Pemilihan
digerakkan Pharma and Bio Science obat tidak tepat
menyatakan bahwa
(O)
Citikolin dan pirasetam
11/03/18 : GCS = 225 (P)
merupakan salah satu
12/03/18 : GCS = 345 (P)
kombinasi obat yang telah
GCS = 445 (Si)
terbukti efek farmakologi,
13/03/18 : GCS = 445 (P)
biokimia dan kompatibel
secara fisik. Kombinasi ini
memiliki efek terapi yang
ditujukan pada gangguan
stroke dan trauma
craniocerebral. Penggunaan
kombinasi citikolin dan
pirasetam memiliki manfaat
yang lebih baik dilihat dari
mekanisme kerja dan profil
farmakokinetika masing-
masing obat. Citikolin
terbukti menjadi obat
neuroprotektan dengan

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 182
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018
beberapa efek yang
menguntungkan pada
keadaan CVA infark dengan
profil keamanan yang sangat
baik. Sedangkan pirasetam
merupakan obat
neuroprotektan yang berperan
dalam memperbaiki saraf dan
pembuluh darah yang
berhubungan dengan
pemulihan pada gangguan
aphasia.

Apoteker merekomendasikan
untuk melanjutkan terapi
citicolin dosis 1 gram/hari
Apoteker merekomendasikan
untuk melanjutkan
penambahan terapi pirasetam
dosis 800 mg selama 12 jam
Apoteker merekomendasikan
untuk melanjutkan terapi
antrain, alinamin dan
mecobalamin sebagai vitamin
pada fungsi saraf dan otak.
2 AF RVR (S) – Xarelto Pemberian xarelto P1.2 Efek obat
(Atrial Fargoxin → Digoxin (rivaroxaban) memberikan tidak optimal
Fibrilasi (O) efek terapi yang tepat pada
dengan Nadi :
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 183
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018
respon 11/03/18 : P (137), Si (124), So pasien stroke dengan atrial C1.1 Pemilihan
ventrikel) (122), M (127) fibrilasi dengan respon obat tidak tepat
12/03/18 : P (131), Si (129), M ventrikel. Hal tersebut
(128) dikarenakan xarelto
13/03/18 : S (110), M (108) (rivaroxaban) merupakan
14/03/18 : Si (116). So ( 112) primary endpoint dimana
merupakan obat pilihan
pertama pada pasien AF RVR
(Durham, NC., 2010)

Menurut Acute Management


Of Atrial Fibrillation
pemberian Beta blocker dan
calcium channel blockers
adalah obat pilihan untuk
pasien AF. Namun
penggunaan Beta blocker
seperti propranolol (Inderal)
dan esmolol (Brevibloc)
mungkin lebih
baikdibandingkan calcium
channel blockers.

Apoteker menyarankan untuk


melanjutkan terapi xarelto 20
mg PO
Apoteker menyarankan untuk
menghentikan penggunaan

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 184
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018
digoxin dan mengganti
pemberian beta blocker yaitu
propanolol atau esmolol.

3 HHF (S) Sesak Candesartan Berdasarkan Neuroprotective No. DRP


(Hipertensi Effects of Angiotensin
Heart (O) Receptor Blockers
TD : 14/03/18 : P (158/113)
Failure) penggunaan ARB untuk
So (177/99)
pengobatan gangguan otak
dengan tingkat keamanan
yang sangat baik.
Mekanismenya yaitu
menormalkan tekanan darah
dengan cara remodeling
serebrovaskular,
meningkatkan
serebrovaskular
autoregulasi pada pasien
stroke.

Golongan ARB yang terpilih


yaitu candesartan yang
digunakan pada rentang dosis
4 mg – 8 mg sehari.
4 Diabetes (S) – - Berdasarkan jurnal Insulin P1.4 : Ada gejala
Melitus therapy in critically ill tidak ada terapi
(O) patients dari American
GDA : 11/03/18 : 387 Diabetes Association and
C1.5 Ada indikasi
American Association of
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 185
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018
13/03/18 : 388 Clinical Endocrinologists tetapi obat tidak
14/03/18 : 389 menyatakan insulin yang diresepkan
digunakan yaitu insulin kerja
panjang seperti insulin
glargine atau detemir
merupakan pilihan terbaik.

Insulin glargine (Lantus),


yang berlangsung sampai 24
jam dan insulin detemir
(Levemir) bekerja selama 18-
23 jam. Oleh karena itu,
insulin terbaik yang
digunakan pada pasien
dengan penyakit kritis yaitu
insulin glargine (Lantus)
dikarenakan insulin tersebut
bekerja selama 24 jam
sehingga dapat mengontrol
selam 24 jam.

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 186
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

Pembahasan :
Pasien bernama Tn. ACK usia 60 tahun datang ke UGD pada tanggal 10 Maret 2018 pkl
20:00 dengan keluhan badan sebelah kiri secara tiba-tiba lemas ketika sedang beraktivitas,
bicara pelo dan pasien tidak sadarkan diri. Dokter mendiagnosa Tn. ACK mengalami CVA
Infark emboli. Pada saat di IGD pasien mendapatkan terapi O2 masker, Infus Ringer Laktat,
Inj. Antrain, Inj. Citicolin, Inj. Mecobalamin, Inj. Alinamin dan Inj. Ranitidin.

 CVA Infark Emboli


Stroke kardioemboli adalah suatu gangguan neurologis akut yang disebabkan oleh
gangguan pembuluh darah, dimana secara mendadak atau cepat timbul gejala dan tanda yang
sesuai dengan daerah, fokal diotak, akibat suatu emboli yang berasal dari jantung. Stroke
emboli terjadi karena berkurangnya aliran darah ke otak atau bagian otak sehingga terjadi
kekurangan oksigen dan glukosa serta zat-zat lain yang penting dan diperlukan untuk
kehidupan sel-sel, otak dan pembuangan CO2 dan asam laktat dimana keadaan pembuluh
darah dapat menyempit akibat aterosklerosis atau tersumbat oleh thrombus atau embolus.
Pasien mengalami badan sebelah kiri secara tiba-tiba lemas, bicara pelo dan tangan
kanan – kiri tidak bisa digerakkan serta pasien sampai di IGD tidak sadarkan diri. Pasien
mendapatkan terapi Inj Citicolin, Inj mecobalain, Inj, Alinamin, Inj Antrain sebagai terapi
neuroprotektan. Penatalaksanaan terapi neuroprotektan pada CVA Infark Emboli yaitu:
1. Penggunaan citicolin tunggal

(José Álvarez-Sabín 1 and Gustavo C. Román, 2013,

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 187
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

“The Role of Citicoline in Neuroprotection and Neurorepair in Ischemic Stroke‖)


Berdasarkan jurnal diatas menyatakan bahwa penggunaan citicolin tunggal
memiliki efek terapeutik pada beberapa tahap yaitu:
1. Menstabilkan membran sel dengan meningkatkan fosfatidilkolin dan sphingomyelin
dengan menghambat pelepasan asam lemak bebas dengan melindungi membran.
2. Menghambat pelepasan glutamat.
3. Mengurangi pelepasan aktivasi sel yang merusak dan menghambat apoptosis.
4. Membantu sintesis asam nukleat, protein, asetilkolin dan neurotransmiter yang akan
menurunkan pembentukan radikal bebas oleh karena itu menghambat kerusakan otak.
5. Meningkatkan pertumbuhan sinaptik dengan penurunan defisit neurologis dan
peningkatan kinerja perilaku serta memperbaiki daya ingat.

2. Penggunaan piracetam tunggal

(Alizadeh M., et all, 2017, ―The Effect of Pharmacotherapy Combined with Speech Therapy on
Functional Recovery from Aphasia”)

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 188
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

Berdasarkan jurnal diatas menyatakan bahwa terapi piracetam tunggal memberikan efek:
1. Efek kolinergik langsung melalui pelepasan acetylcholine dan efek farmakologisnya
berbeda.
2. Piracetam meningkatkan fleksibilitas membran sel saraf untuk memperbaiki saraf
transmisi yang meningkatkan metabolisme sel, melindungi sel-sel dari hipoksia.
3. Efek multilateralnya pada mikrosirkulasi meningkatkan aktivitas saraf.
4. Meningkatkan aliran darah serebral yang menunjukkan perbaikan dalam kinerja
bahasa.
Pada awalnya, piracetam diresepkan selama tiga minggu dan pasien menerima piracetam
dosis 800 mg setiap 12 jam.

3. Penggunaan kombinasi citicolin dan piracetam

Berdasarkan dua jurnal diatas, pola penggunaan neuroprotektan kombinasi memiliki


keberhasilan terapi terhadap perbaikan kondisi klinis pasien dapat dilihat dari tingkat
kesadaran pasien (GCS) dan perbaikan gejala yang dialami pasien yang dipantau melalui
perbaikan fungsi motorik serta berbicara pasien. Citikolin terbukti menjadi obat
neuroprotektan dengan beberapa efek yang menguntungkan pada keadaan CVA infark dengan
profil keamanan yang sangat baik. Sedangkan pirasetam merupakan obat neuroprotektan yang
berperan dalam memperbaiki saraf dan pembuluh darah yang berhubungan dengan
pemulihan.

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 189
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

Struktur citicolin dan piracetam dalam mekanisme neuroprotektan:

(Doijad, R.C., Pathan, A.B., Pawar, N.B., Baraskar, S.S., Maske, V.D. dan Gaikwad, S.L.,
2012. Therapeutic applications of citicoline and piracetam as fixed dose combination.
Journal of Pharma and Bio Science)

Citikoline memiliki bioavalabilitas yang baik yaitu hampir 90% dan merupakan
senyawa yang mudah larut dalam air. Hal tersebut terlihat pada struktur sitikolin yang terdiri
dari gugus kolin dan cytidin yang dihubungkan oleh jembatan difosfat serta memiliki berat
molekul 420,27 Da. Meskipun bersifat water soluble, sitikolin mudah menembus blood brain
barrier dikarenakan memiliki 2 pasangan elektron bebas pada atom oksigen dan 1 pasang
elektron bebas pada atom nitrogen. Citikolin menunjukkan kadar puncak biphasic pada studi
farmakokinetika yang berarti memiliki dua kadar puncak. Hal tersebut dikarenakan sitikolin
terhidrolisis di dinding usus menjadi kolin dan cytidin. Kemudian setelah diabsorpsi kedua zat
tersebut digunakan untuk berbagai jalur biosintesis, melewati sawar darah otak yang
kemudian di resintesis kembali menjadi citikolin melalui cytidin triphosphat atau
monophosphat oleh enzim cytidin triphosphat phosphocolin transferase.
Peran citikolin sebagai neuroprotektan pada level neuronal adalah memperbaiki
membran sel dengan cara menambah sintesis phosphatidylcholine yang merupakan komponen
utama membran sel terutama otak. Meningkatnya sintesis phosphatidylcholine akan
berpengaruh pada perbaikan fungsi membran sel yang mengarah pada perbaikan sel. Selain
itu, kolin dalam citikolin merupakan prekursor asetilkolin yaitu neurotransmitter yang penting
untuk fungsi kognitif. Citikolin berperan dalam menurunkan aktifitas enzim fosfolipase
sehingga mengurangi produksi asam arakhidonat dan meningkatkan sintesis kardiolipin yang

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 190
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

merupakan komponen membran mitokondria. Citikolin juga meningkatkan produksi


glutatione yang merupakan antioksidan endogen otak terhadap radikal bebas. Pada level
vaskuler, citikolin berperan dalam meningkatkan aliran darah otak, meningkatkan konsumsi
oksigen, dan menurunkan resistensi vaskuler.

(Doijad, R.C., Pathan, A.B., Pawar, N.B., Baraskar, S.S., Maske, V.D. dan Gaikwad, S.L.,
2012. Therapeutic applications of citicoline and piracetam as fixed dose combination.
Journal of Pharma and Bio Science)

Pirasetam memiliki profil farmakokinetika yang baik terlihat dari bioavailabilitas hampir
100% dan bersifat mudah larut dalam air. Kadar puncak terlihat setelah 1,5 jam dengan waktu
paruh 5-6 jam. Pirasetam terdiri dari gugus asetamida dan inti pirolidin yang bersifat basa.
Meskipun bersifat water soluble, pirasetam mudah menembus blood brain barrier dikarenakan
BM (berat molekul) pirasetam yang kecil yaitu 142,16 Da mengakibatkan pirasetam mudah
melewati sawar darah otak. Penyerapan pirasetam dalam tubuh tidak terganggu dengan
adanya makanan dan tidak dimetabolisme oleh hati atau terikat albumin plasma.
Pirasetam berperan dalam memperbaiki fluiditas membran sel. Membran sel terdiri dari
molekul lipid bilayer diselingi dengan molekul protein. Membran fluiditas diyakini penting
untuk sejumlah kegiatan termasuk transportasi membran, kegiatan enzim, sekresi hormon, dan
mengikat reseptor dan stimulasi. Interaksi pirasetam dengan membran sel berdasarkan
pengamatan menggunakan resonansi magnetic studi spektroskopi melibatkan membran
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 191
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

buatan, yang menunjukkan molekul pirasetam mengelilingi gugus kepala polar fosfolipid.
Membentuk Kompleks obat lipid yang diperkirakan mendorong reorganisasi lipid, yang dapat
mempengaruhi fungsi dan fluiditas membran. Pirasetam meningkatkan deformabilitas eritrosit
yang merupakan elastisitas dan kemampuan sel darah merah melewati mikrovaskuler tanpa
mengalami perubahan bentuk dan fungsi. Dengan meningkatnya deformabilitas eritrosit maka
akan mempermudah aliran darah melewati pembuluh darah otak yang kecil sehingga
memperbaiki keadaan iskemia.
Citikolin dan pirasetam merupakan salah satu kombinasi obat yang telah terbukti efek
farmakologi, biokimia dan kompatibel secara fisik. Kombinasi ini memiliki efek terapi yang
ditujukan pada gangguan stroke dan trauma craniocerebral (Doijad dkk., 2012). Penggunaan
kombinasi sitikolin dan pirasetam memiliki manfaat yang lebih baik dilihat dari mekanisme
kerja dan profil farmakokinetika masing-masing obat. Citikolin terbukti menjadi obat
neuroprotektan dengan beberapa efek yang menguntungkan pada keadaan CVA infark dengan
profil keamanan yang sangat baik. Sedangkan pirasetam merupakan obat neuroprotektan yang
berperan dalam memperbaiki saraf dan pembuluh darah yang berhubungan dengan pemulihan
pada gangguan aphasia.

 AF RVR (Atrial Fibrilasi dengan respon ventrikel)


Atrial fibrilasi yaitu irama jantung yang abnormal. Aktivitas listrik jantung yang cepat
dan tidak beraturan mengakibatkan atrium bekerja terus menerus menghantarkan implus ke
nodus AV sehingga respon ventrikel menjadi ireguler. Ditandai dengan ketidakteraturan irama
dan peningkatan frekuensi atrium sebesar 350-650 x/menit sehingga atrium menghantarkan
implus terus menerus ke nodus AV. Tekanan nadi pasien mengalami ketidakteraturan irama.
Pada AF aktivitas sitolik pada atrium kiri tidak teratur, terjadi penurunan atrial flow velocities
yang menyebabkan statis pada atrium kiri dan memudahkan terbentuknya trombus. Pasien
diberikan terapi xarelto.

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 192
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

(Aminoff, M.J., Greenberg, D. dan Simon, R.R, 2010. ‖Clinical neurology”, sixth edition.
USA: McGraw Hill)

Atrial fibrilasi meningkatkan risiko stroke 2-7 kali lipat dan ketika terdapat penyakit katup
jantung juga maka meningkat menjadi 17 kali lipat. Faktor risiko tambahan termasuk usia >75
tahun, hipertensi atau diabetes, dan gagal jantung. Atrial fibrilasi merupakan predisposisi
stroke embolik. Pengobatannya yaitu dengan antikoagulan oral (lihat nanti).

(Demosthenes G Katritsis, 1 Bernard J Gersh2 and A John Camm3., Anticoagulation in Atrial


Fibrillation – Current Concepts)

Rivaroxaban bekerja dengan target terapi yaitu inhibitor faktor Xa. Penggunaan
Rivaroxaban lebih aman dibandingkan warfarin, dabigatran, apixaban dan edoxaban untuk
pencegahan stroke embolisme pada pasien dengan Fibrilasi Atrial. Monitoring INR antara
rivaroxaban lebih rendah daripada warfarin (INR 2–3), hal tersebut berarti tingkat perdarahan
intrakranial lebih rendah. Waktu paruh rivaroxaban adalah 7–11 jam, hal tersebut berarti

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 193
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

faktor Xa dihambat untuk naik hingga 24 jam, memungkinkan dosis sekali sehari.
Bioavailabilitasnya meningkat dengan konsumsi makanan. Obat ini dimetabolisme di hati
melalui P450.

Perbandingan antikoagulan PO dan IV:

Pemberian antikoagulan secara oral sebagai contoh yaitu heparin dan fondaparinux.
Heparin tidak memiliki aktivitas fibrinolitik dan tidak akan melisis trombi yang ada.
Sedangkan fondaparinux adalah analog sintetis dari pentasaccharide alami yang ditemukan di
heparin. Sehingga kerja dari antikoagulan tersebut bersifat lambat.

(Durham, NC., 2010., “Rivaroxaban—Once daily, oral, direct factor Xa inhibition Compared
with vitamin K antagonism for prevention of stroke and Embolism Trial in Atrial Fibrillation:
Rationale and Design of the ROCKET AF study”)

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 194
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

Pada penelitian ROCKET AF, didapatkan sebuah hasil bahwa penggunaan rivaroxarban
lebih aman dibandingkan warfarin untuk pencegahan tromboemboli pada pasien dengan risiko
tinggi dengan AF

(Perhimpunan dokter spesialis kardiovaskular indonesia., 2014., Pedoman Tata Laksana


Fibrilasi Atrium)

Berdasarkan jurnal dan pedoman tata laksana fibrilasi atrium diatas, kesimpulannya
yaitu pasien dengan AF yang terkait dengan riwayat serangan iskemik transien atau stroke
direkomendasikan untuk pemberian antikoagulan. Pemberian xarelto (rivaroxaban)
memberikan efek terapi yang tepat pada pasien stroke dengan atrial fibrilasi dengan respon
ventrikel. Hal tersebut dikarenakan xarelto (rivaroxaban) merupakan primary endpoint
dimana merupakan obat pilihan pertama pada pasien AF RVR.

Pada pasien selain diberikan terapi xarelto, maka diberikan terapi digoxin untuk
memperbaiki irama jantung. Pada jurnal dibawah ini dapat dilihat pembahasan terapi digoxin:

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 195
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

(ElMaghawry, Mohamed., 2015, ―ROCKET AF adds more concerns about Digoxin safety in
patients with atrial fibrillation‖)
Pasien dengan AF, digoxin harus menjadi agen lini terakhir dan harus digunakan secara
hati-hati ketika tidak ada pilihan lain yang tersedia.

(Zeng, Wu-Tao, et all., 2016, ―Digoxin Use and Adverse Outcomes in Patients With Atrial
Fibrillation‖)

Hasil dari meta-analisis ini menunjukkan bahwa pada pasien dengan AF, pengobatan
dengan digoxin dapat meningkatan risiko kematian karena dapat meningkatkan risiko aritmia.

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 196
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

 Perubahan terapi digoxin ke beta blocker

Beta blocker dan calcium channel blockers adalah obat pilihan untuk pasien AF.
Namun penggunaan Beta blocker seperti propranolol (Inderal) dan esmolol (Brevibloc)
mungkin lebih baikdibandingkan calcium channel blockers. Apoteker menyarankan untuk
menghentikan penggunaan digoxin dan mengganti pemberian beta blocker yaitu propanolol
atau esmolol

 HHF (Hipertensi Heart Failure)


Hipertensi Heart Failure adalah penyakit jantung yang terjadi akibat komplikasi
jantung pada pasien hipertensi dapat disebabkan secara langsung oleh derajat tingginya
tekanan darah dan proses arterosklerosis yang dipercepat. Penyakit jantung hipertensif
ditegakkan bila dapat dideteksi hipertrofi ventrikel kiri sebagai akibat langsung dari
peningkatan bertahap tahanan pembuluh perifer dan beban akhir ventrikel kiri.
I. Penatalaksanaan terapi









Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 197
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

 Target BP pada HHF

(Rosendorff., Clive, 2015, “Treatment of Hypertension in Patients With Coronary Artery


DiseaseA Scientific Statement From the American Heart Association, American College
of Cardiology, and American Society of Hypertension)

Berdasarkan ACC/AHA Treatment of Hypertension in Patients With Coronary Artery


DiseaseA Scientific Statement From the American Heart Association, American College of
Cardiology, and American Society of Hypertension yaitu target tekanan darah pada HHF
adalah <130/80 mmHg.

 Pemilihan Golongan Terapi


Perbandingan golongan ACEI dan ARB

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 198
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 199
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

(ACC/AHA/HFSA., 2017., Guideline for the Management of Heart Failure: A Report of the
American College of Cardiology/American Heart Association Task Force on Clinical
Practice Guidelines and the Heart Failure Society of America)

Berdasarkan guideline diatas golongan terapi ACE-I atau ARB mempunyai level of
evidence A artinya golongan obat terapi tersebut merupakan rekomendasi utama pada
penyakit HF. Namun untuk pemilihan golongan antara ACE-I atau ARB yaitu:
 ACE-I merupakan first line therapy pada HF.
Efek samping : batuk kering.
 ARB direkomendasikan untuk pasien yang tidak toleran ACE inhibitor karena batuk
atau angioedema

Berdasarkan jurnal dibawah ini yaitu guideline for the prevention , detection, evaluation
and management of high blood pressure in adults a report of the american college
ofcardiology /american heart association task force on clinical practice guidelines
menyatakan bahwa golongan ACEI kurang efektif dalam mencegah stroke dibandingkan
dengan golongan ARB dapat ditoleransi lebih baik.

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 200
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

 Golongan terpilih yaitu ARB

(Sonia Villapol and Juan M. Saavedra, 2014, ―Neuroprotective Effects of Angiotensin


Receptor Blockers‖, American Journal of Hypertension Advance)

Berdasarkan jurnal diatas penggunaan ARB untuk pengobatan gangguan otak dengan
tingkat keamanan yang sangat baik. Mekanismenya yaitu menormalkan tekanan darah dengan
cara remodeling serebrovaskular, meningkatkan serebrovaskular
autoregulasi pada pasien stroke.

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 201
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

(Sonia Villapol and Juan M. Saavedra, 2014, ―Neuroprotective Effects of Angiotensin


Receptor Blockers‖, American Journal of Hypertension Advance)

Mekanisme ARB dapat memberikan efek pada otak:


- Efek sentral:
1. Efek sirkulasi sartan
Langsung dari sirkulasi:
 Pengaturan aliran darah serebral
 Efek pada organ circumventricular
 Pengaturan sawar darah-otak
Efek langsung neuron parenkim dan gila:
 Setelah transportasi melintasi blood-brain barrier
 Setelah transportasi melintasi epitel penciuman
 Efek regulasi ganda: stres, peradangan, perilaku, sensorik dan kontrol motorik
2. Sirkulasi ARB
 Pengaturan produksi dan pelepasan hormon hipofisis
 Respons terhadap stres
 Aktivitas saraf sympathic perifer
 Kontrol aktivitas vagal dan transportasi
 Pengaturan persepsi nyeri

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 202
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

 ARB → Candesartan

(Sonia Villapol and Juan M. Saavedra, 2014, ―Neuroprotective Effects of Angiotensin


Receptor Blockers‖, American Journal of Hypertension Advance)

Golongan ARB yang berfungsi sebagai neuroproteksi pada otak yaitu candesartan
dan telmisartan.

Berdasarkan Medicines Management Programme Preferred Drugs Angiotensin-II receptor


blockers (ARBs):

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 203
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

 Candesartan dilisensikan untuk pengobatan hipertensi dengan dosis satu kali sehari
 Candesartan secara signifikan mengurangi kematian karena kardiovaskular
 Candesartan direkomendasikan sebagai golongan ARB yang digunakan untuk
perawatan hipertensi berdasarkan pedoman internasional klinis.
Berdasarkan jurnal diatas pemberian candesartan yaitu dengan dosis rentang 4 mg – 8 mg
sehari dan maksimal tidak melebihi dosis maksimal 32 mg sehari.

Golongan ARB yang berfungsi sebagai neuroproteksi pada otak yaitu candesartan dan
telmisartan. Namun yang terpilih yaitu candesartan. Candesartan yang digunakan yaitu
rentang dosis 4 mg – 8 mg sehari.

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 204
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

 Diabetes Melitus
Diabetes melitus adalah suatu gangguan metabolik yang ditandai dengan peningkatan
kadar glukosa darah (hiperglikemia) akibat kerusakan pada sekresi insulin dan kerja insulin
(Smeltzer et al, 2013; Kowalak, 2011). Diabetes melitus merupakan suatu penyakit yang
ditandai dengan kadar glukosa di dalam darah tinggi karena tubuh tidak dapat melepaskan
atau menggunakan insulin secara adekuat. Kadar glukosa darah setiap hari bervariasi, kadar
gula darah akan meningkat setelah makan dan kembali normal dalam waktu 2 jam. Kadar
glukosa darah normal pada pagi hari sebelum makan atau berpuasa adalah 70-110 mg/dL
darah. Kadar gula darah normal biasanya kurang dari 120-140 mg/dL pada 2 jam setelah
makan atau minum cairan yang mengandung gula maupun mengandung karbohidrat.
Pada pasien sebelumnya tidak memilik riwayat diabetes melitus, namun pada saat
masuk di ECU dilihat bahwa gula darah pasien melebihi normal. Hal tersebut dikarenakan
pada pasien yang memiliki penyakit kritis rentan terjadi peningkatan stres metabolik yang
mengakibatkan kadar glukosa meningkat.

I. Penatalaksanaan Terapi
 Target glukosa darah pada pasien DM denggan penyakit klinis (Critically ill)

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 205
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

(Ellaham., samer, 2010, ―Insulin therapy in critically ill patients‖)

Berdasarkan American Diabetes Association dan Asosiasi Ahli Endokrinologi Klinis


Amerika kadar glukosa darah untuk pasien sakit kritis yaitu antara 140-180 mg / dL.

 Pemilihan terapi insulin

(Ellahham., Samer, 2010, ―Insulin therapy in critically ill patients‖, USA)

Berdasarkan jurnal Insulin therapy in critically ill patients dari American Diabetes
Association and American Association of Clinical Endocrinologists menyatakan insulin yang
digunakan yaitu insulin kerja panjang seperti insulin glargine atau detemir merupakan pilihan
terbaik. Hal tersebut dikarenakan waktu untuk mulai bekerja, insulin ini dapat memakan
waktu sampai 4 jam untuk sampai ke dalam aliran darah. Insulin jenis ini tidak akan mencapai
puncak, sehingga insulin ini mengontrol gula darah secara konsisten seharian. Insulin ini
mirip dengan aksi insulin biasanya yang dihasilkan pankreas untuk membantu mengontrol
kadar gula darah di antara waktu makan. Long acting insulin juga disebut basal atau insulin
belakang. Insulin ini terus bekerja di belakang untuk menjaga gula darah di bawah kontrol
sepanjang hari. Insulin glargine (Lantus), yang berlangsung sampai 24 jam dan insulin
detemir (Levemir) bekerja selama 18-23 jam.

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 206
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

Oleh karena itu, insulin terbaik yang digunakan pada pasien dengan penyakit kritis yaitu
insulin glargine (Lantus) dikarenakan insulin tersebut bekerja selama 24 jam sehingga dapat
mengontrol selam 24 jam.

Berdasarkan Texas Diabetes Council, pemberian insulin pada pasien diabetes yang gula
darahnya tidak terkontrol dapat dibantu dengan Insulin Pump untuk perbaikan gula darah
pasien. Insulin pump membantu mengatur kadar glukosa darah sesuai yang dibutuhkan
pasien dengan menggunakan insulin kerja cepat. Insulin pump dapat mengahantarkankan
insulin dalam penambahan 0,1 unit basal/kontinyu pada waktu makan dan sepanjang malam.
Terapi dengan insulin pump memberikan peningkatan fleksibilitas pada pasien diabetes dan
pengendalian gula darah yang lebih optimal.

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 207
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

(ADA, 2018, ―Pharmacologic Approaches to Glycemic Treatment: Standards of Medical


Care in Diabetesd 2018”)
Berdasarkan A Guide to Insulin Pump Therapy Initiation (2012) untuk menghitung Pump
Total Daily Dose (Pump TDD) dapat digunakan rumus sebagai berikut:

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 208
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

Long acting → 10 iu
(bedtime) = 10 iu/day

Reduce Dose Weight Dose


Initial Pump TDD
10 iu/day x 0,75 = 7,5 63 kg x 0,5 iu =
iu/day 31,5/day 10 iu/day + 31,5 iu/day : 2 = 25,75 iu/day
Total Daily Basal Total Daily Bolus Total Daily Basal

25,75 iu/day x 0,5 = 25,75 iu/day – 12,875 iu/day = 12,875 iu/day : 24 hour =
12,875 iu/day 12,875 iu/day 0,536 iu/hour
Start initial basal rate at 0,536
iu/hour.

Sehingga dapat disimpulakan bahwa apoteker memberikan rekomendasi untuk untuk


menggunakan insulin pump (insulin glargine (Lantus)) agar gula darah pasien terkontrol
sengan menggunakan insulin pump sebanyak 25,75 iu/day atau 0,536 iu/hour.

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 209
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

4.5.2. Pre-Eklampsia Berat (PEB) dan Hemolysis, Elevated Liver Enzymes and Low
Platelets (HELLP Syndrome)
Pre-Eklampsia Berat (PEB)

Definisi :

Pre-eklampsia merupakan kondisi spesifik pada kehamilan yang ditandai dengan


adanya disfungsi plasenta dan respon maternal terhadap adanya inflamasi sistemik dengan
aktivasi endotel dan koagulasi. Diagnosis pre-eklampsia ditegakkan berdasarkan adanya
hipertensi dan proteinuria pada usia kehamilan diatas 20 minggu. Edema tidak lagi dipakai
sebagai kriteria diagnosis karena sangat banyak ditemukan pada wanita dengan kehamilan
normal (POGI, 2014). Berdasarkan Cunningham et al (2005), pre-eklampsia adalah sindrom
kehamilan spesifik yang ditandai dengan penurunan perfusi organ secara sekunder sehingga
terjadi aktivasi vasospasme dan endotel.

Patofisiologi :

Patofisiologi terjadinya pre-eklampsia adalah sebagai berikut (Cunningham et al.,


2010):

1. Sistem Kardiovaskuler
Pada pre-eklampsia, endotel mengeluarkan vasoaktif yang didominasi oleh
vasokontriktor, seperti endotelin dan tromboksan A2. Selain itu, terjadi penurunan
kadar renin, angiotensin I, dan angiotensin II dibandingkan kehamilan normal.

2. Perubahan Metabolisme
Pada perubahan metabolisme terjadi hal-hal berikut :

a. penurunan reproduksi prostaglandin yang dikeluarkan oleh plasenta;


b. perubahan keseimbangan produksi prostaglandin yang menjurus pada
peningkatan tromboksan yang merupakan vasokonstriktor yang kuat,
penurunan produksi prostasiklin yang berfungsi sebagai vasodilator dan
menurunnya produksi angiotensin II-III yang menyebabkan makin
meningkatnya sensitivitas otot pembuluh darah terhadap vasopresor;
c. perubahan ini menimbulkan vasokontriksi pembuluh darah dan vasavasorum
sehingga terjadi kerusakan, nekrosis pembuluh darah, dan mengakibatkan
permeabilitas meningkat serta kenaikan darah;

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 210
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

d. kerusakan dinding pembuluh darah, menimbulkan dan memudahkan trombosit


mengadakan agregasi dan adhesi serta akhirnya mempersempit lumen dan
makin mengganggu aliran darah ke organ vital;
e. upaya mengatasi timbunan trombosit ini terjadi lisis,sehingga dapat
menurunkan jumlah trombosit darah serta memudahkan jadi perdarahan
(Manuaba, 2001).
3. Sistem Darah dan Koagulasi
Pada perempuan dengan pre-eklampsia terjadi trombositopenia, penurunan kadar
beberapa faktor pembekuan, dan eritrosit dapat memiliki bentuk yang tidak normal
sehingga mudah mengalami hemolisis. Luka pada endotel dapat menyebabkan
peningkatan agregasi trombosit, menurunkan lama hidupnya, serta menekan kadar
antitrombin III (Cunningham et al., 2014).

4. Homeostasis Cairan Tubuh


Pada pre-eklampsia terjadi retensi natrium karena meningkatnya sekresi
deoksikortikosteron yang merupakan hasil konversi progesteron. Pada wanita hamil
yang mengalami preeklampsia berat, volume ekstraseluler akan meningkat dan
bermanifestasi menjadi edema yang lebih berat daripada wanita hamil yang normal.
Mekanisme terjadinya retensi air disebabkan karena endothelial injury (Cunningham
et al., 2014).

5. Ginjal
Selama kehamilan normal terjadi penurunan aliran darah ke ginjal dan laju filtrasi
glomerulus. Pada preeklampsia terjadi perubahan seperti peningkatan resistensi arteri
aferen ginjal dan perubahan bentuk endotel glomerulus. Filtrasi yang semakin
menurun menyebabkan kadar kreatinin serum meningkat. Terjadi penurunan aliran
darah ke ginjal, menimbulkan perfusi dan filtrasi ginjal menurun menimbulkan
oliguria. Kerusakan pembuluh darah glomerulus dalam bentuk “gromerulo-capilary
endhotelial” menimbulkan proteinuria (Cunningham et al., 2014).

6. Serebrovaskular dan gejala neurologis lain


Gangguan seperti sakit kepala dan gangguan pengelihatan. Mekanisme pasti penyebab
kejang belum jelas. Kejang diperkirakan terjadi akibat vasospasme serebral, edema,
dan kemungkinan hipertensi mengganggu autoregulasi serta sawar darah otak.

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 211
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

7. Hepar
Pada pre-eklampsia ditemukan infark hepar dan nekrosis. Infark hepar dapat berlanjut
menjadi perdarahan sampai hematom. Apaabila hematom meluas dapat terjadi rupture
subscapular. Nyeri perut kuadran kanan atas atau nyeri epigastrium disebabkan oleh
teregangnya kapsula Glisson.

8. Mata
Dapat terjadi vasospasme retina, edema retina, ablasio retina, sampai kebutaan.

Gambar 4.13. Patofisiologi Pre-Eklampsia

Klasifikasi Pre-eklampsia:

American Congress of Obstetricians and Gynecologist (ACOG) (2013)


mengklasifikasikan hipertensi dalam kehamilan yaitu:

1. Pre-eklampsia dan eklampsia.


Eklampsia adalah timbulnya kejang grand-mal pada perempuan dengan preeklampsia.
Eklampsia dapat terjadi sebelum, selama, atau setelah kehamilan. Preeklampsia
diklasifikasikan menjadi:
a. Preeklampsia tanpa tanda bahaya; serta
b. Preeklampsia dengan tanda bahaya, apabila ditemukan salah satu dari gejala/tanda
berikut ini :

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 212
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

 TD sistol ≥ 160 mmhg atau TD diastole ≥110 mmHg pada dua pengukuran
dengan selang 4 jam saat pasien berada dalam posisi tirah baring;
 trombositopenia <100.000/μL;
 gangguan fungsi hati yang ditandai dengan meningkatnya transaminase dua kali
dari nilai normal, nyeri perut kanan atas persisten berat atau nyeri epigastrium
yang tidak membaikk dengan pengobatan atau keduanya;
 insufisiensi renal yang progresif (konsentrasi kreatinin serum >1.1 mg/dL);
 edema paru;
 gangguan serbral dan pengelihatan.
2. Hipertensi kronis adalah hipertensi yang sudah ada sebelum kehamilan.
3. Hipertensi kronis dengan superimposed preeclampsia adalah preeklampsia yang terjadi
pada perempuan hamil yang hipertensi kronis.
4. Hipertensi gestasional adalah peningkatan tekanan darah setelah usia kehamilan lebih
dari 20 minggu tanpa adanya proteinuria atau kelainan sistemik lainnya.
Tatalaksana :

Pengobatan pada pre-eklampsia hanya dapat dilakukan secara simtomatis karena


etiologi pre-eklampsia dan faktor-faktor penyebabnya belum diketahui. Tujuan utama
penanganannya adalah (Wibowo dan Rachimhadhi, 2006):

1. Mencegah terjadinya preeklampsia berat dan eklampsia


2. Melahirkan janin hidup
3. Melahirkan janin hidup dengan trauma sekecil-kecilnya.
Menurut Wibowo dan Rachimhadhi (2006), klasifikasi penanganan preeklampsia yaitu
sebagai berikut:

1. Penanganan preeklampsia ringan


Istirahat di tempat tidur karena dengan berbaring pada sisi tubuh dapat menyebabkan
pengaliran darah ke plasenta meningkat, aliran darah ke ginjal juga lebih banyak,
tekanan vena pada ekstrimitas bawah turun dan resorbsi cairan dari daerah tersebut
bertambah selain itu juga mengurangi kebutuhan volume darah yang beredar.
Mengendalikan tekanan darah, jika tidak terkendali diberikan MgSO4 untuk
mencegah kejang, menurunkan tekanan darah dan meningkatkan diuresis.

2. Penanganan pre-eklampsia berat

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 213
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

Pada penderita yang masuk rumah sakit sudah dengan tanda-tanda dan gejala-gejala
preeklampsia berat segera diberikan MgSO4 untuk mencegah kejang, menurunkan
tekanan darah dan meningkatkan diuresis. Jika terdapat tanda-tanda HELLP langsung
dilakukan terminasi. Jika usia kehamilan <35 minggu diberikan steroid untuk
pematangan paru janin kemudian di terminasi. Jika usia kehamilan >35 minggu
langsung dilakukan terminasi.

3. Penanganan Eklampsia
Pada penderita yang masuk rumah sakit dengan tanda-tanda dan gejala-gejala
eklampsia segera diberikan MgSO4 untuk menghentikan kejang, menurunkan tekanan
darah dan meningkatkan diuresis kemudian dilakukan terminasi kehamilan 6 jam
setelah pemberian MgSO4.

4. Penanganan Hipertensi Kronik


Pada penderita yang masuk rumah sakit dengan tanda-tanda hipertensi kronik dicari
penyebabnya. Diberikan terapi antihipertensi untuk mengendalikan tekanan darah
menjadi 140/90. Jika tidak terkendali langsung dilakukan terminasi.

Gambar 4.14. Tatalaksana Pre-eklampsia

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 214
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

Hemolysis, Elevated Liver Enzymes and Low Platelets (HELLP Syndrome)

Definisi :

Hellp syndrome merupakan komplikasi dari pre-eklampsia sampai eklampsia. Menurut


Kedra et al (2013), Hellp syndrome merupakan bentuk dari pre-eklampsia berat atau
eklampsia yang terjadi karena ketidakseimbangan antara faktor proangiogenik dan faktor
antiangiogenik. Peningkatan AT-1 AA dan sFlt-1 diindikasikan sebagai biomarker untuk
memprediksi keparahan pre-eklampsia.

Partial hellp syndrome yaitu dijumpainya satu atau dua dari ketiga parameter sindrom
HELLP. Partial hellp syndrome dapat dibagi beberapa sub grup lagi yaitu Hemolysis (H),
Hemolysis + elevated liver enzymes (H+EL), Low Trombosit counts (LP), Hemolysis + low
trombosit counts (H+LP).

Berdasarkan jumlah trombosit penderita sindrom HELLP dibagi dalam 3 kelas, yaitu:

- kelas I: jumlah trombosit ≤50.000/mm3;


- kelas II: jumlah trombosit >50.000-100.000/mm3;
- kelas III jumlah trombosit >100.000- 150.000/mm3.

Gambar 4.15. Klasifikasi Hellp Syndrome

Etiologi :

Etiologi Hellp syndrome sampai saat ini belum jelas. Yang ditemukan pada penyakit
multisistem ini adalah kelainan tonus vaskuler, vasospasme dan kelainan koagulasi. Sampai

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 215
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

saat ini belum ditemukan faktor pencetusnya. Hellp syndrome merupakan akhir dari kelainan
yang menyebabkan kerusakan endotel mikrovaskuler dan aktivasi trombosit intravaskuler
sehingga akibatnya terjadi vasospasme, aglutinasi dan agregasi trombosit dan selanjutnya
terjadi kerusakan endotel.

Tatalaksana :

Menurut Sibai (2004), klasifikasi penanganan Hellp syndrome yaitu sebagai berikut:

1. Penanganan sebelum melahirkan


a. MgSO4 i.v sebagai profilaksis antikonvulsi dan antihipertensi agar tekanan darah
sistol <160 mmHg atau diastol <105 mmHg atau keduanya;
b. tensi dicatat setiap 15 menit selama terapi dan setiap jam jika satu nilai yang
diharapkan tecapai;
c. dosis Nifedipine 10–20 mg PO setiap 30 menit. Maksimal 50 mg;
d. regimen MgSO4 adalah loading dose 6g diberikan selama 20 menit, diikuti dengan
dosis maintenance 2g per jam sebagai i.v continuous. MgSO4 diberikan pada awal
observasi dan dilanjutkan selama persalinan dan 24 jam postpartum;
e. high dose dexamethasone i.v adalah 10mg setiap 6 - 12 jam untuk 2 dosis, diikuti
dengan 5–6mg setiap 6 – 12 jam kemudian untuk 2 tambahan dosis.
2. Penanganan saat melahirkan
a. keputusan untuk melakukan kelahiran SC seharusnya berdasarkan umur janin,
kondisi yang fatal, adanya persalinan dan cervical Bishop score;
b. kelahiran SC terencana yang direkomendai: (1) Semua Ibu hamil dengan HELLP
syndrome sebelum kelahiran 30 minggu yang belum alam persalinan dan yang
mempunyai skor Bishop < 5; (2) HELLP syndrome + fetal growth restriction dan
atau oligohydramnios jika umur kehamilan < 32 minggu dan adanya cervical
Bishop score yang tidak baik.
3. Penanganan setelah melahirkan
Profilaksis magnesium sulfate dilanjutkan selama 48 jam dan berikan obat
antihipertensi jika sistol 155 mm Hg atau diastol 105 mmHg

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 216
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

Gambar 4.16 Tatalaksana Hellp Syndrome

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 217
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018
DOKUMEN FARMASI PASIEN

NO DMK :165xxxx DIAGNOSA : TGL. MRS : 8/3/2018 (IGD)


NAMA : Ny. E. P 8/3/18-9/3/18 GI P000 25/26 minggu+PEB konservatif+Help Partial Syndrome 19/3/2018 (Nifas)
th kg
UMUR/ BB : 23 / 51 10/3/2018-12/03/2018 GI P000 25/26 minggu+PEB konservatif\ PINDAH RUANGAN : IGD, NIFAS, VK, NIFAS
ALAMAT:Kedung Banteng 13/3/2018-14/03/2018 GI P000 29 minggu+PEB NAMA DOKTER : dr. P. Sp. OG
STATUS : BPJS Non PBI konservatif+AKI+hipoalbumine+hiponatremia NAMA FARMASIS : D.K. S., Apt.
15/3/2018 GI P000 29 minggu+PEB konservatif+IUGR+Peningkatan
RFT+hipoalbumine+hiponatremia+acites+hepatomegali
16/3/2018 GI P000 29/30 minggu+PEB perawatan
konservatif+AKI+IUGR+hipoalbumine+hiponatremia
17/3/2018 P01-1 pp spontan B hari ke I a/i PEB+RFT+hipoalbumine (dalam
koreksi)+hiponatremia
19/3/2018 P01-pp spt B+PEB+peningkatan KFT+hiponatremia (PX ACC KRS)

ALASAN MRS : px mengatakan hamil dan kaki bengkak sejak uk 2 bulan, kaki
bengkak dan keluar darah

RIWAYAT PENYAKIT : HT saat uk 2 bulan


RIWAYAT OBAT: multivitamin
ALERGI : -

Px rujukan dari PKM Tanggulangin dengan dx G1P0000+edema, sudah masuk MgSO4


20% 4 gr IV pukul 10.45 dan kaki bengkak sejak uk 2 bulan. Px tiba di IGD RSUD
Sidoarjo pukul 11.30, diberi injeksi MgSO4 20% 4 gr IV.

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 218
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

Data Klinik

Data
Normal 08-Mar 09-Mar 10-Mar 11-Mar 12-Mar 13-Mar 14-Mar 15-Mar 16-Mar 17-Mar 18-Mar 19-Mar
Klinik

Tekanan 140/90
160/110 140/80 120/70 120/80 130/90 130/80 130/90 130/80 120/70 150/90 140/80 110/70
Darah (mmHg)

80 – 100
Nadi 86 80 84 88 80 84 89 94 80 85 82 80
(x/menit)

36,5 –
Suhu 36 36 36 36,5 36,7 36,5 36,7 36,5 36,5 36,1 36,2 36,5
37,2(°C)

12 – 20
RR 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20
(x/detik)

Udema + + + + + + + + + - - -

Nyeri - - - 1 - - - - - 1 - -

Data Lab Darah Lengkap


Data
Nilai Normal 08/3 13/3 15/3 16/3 18/3 19/3
Laboratorium
WBC (10^3/µL) 4,5 - 11,5 7.39 6.76 - - 11.90 7.98
RBC (10^6/µL) 4,2 – 6,1 4.8 4.2 - - 3.7 3.0
HGB (g/dl) 12,3-15,3 13.9 12.5 - - 10.9 8.9
HCT (%) 37,0-52,0 41.3 36.5 - - 32.9 26.9

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 219
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018
PLT (10^3/µL) 152 – 396 212 185 - - 165 157
GDS (mg/dl) <140 76 84 - - 80 82
Albumin 3,6-4,9 2.5 - 2.1 2.7 2.6 -
SGOT ≤ 32 54 31 - - 36 36
SGPT ≤ 33 35 23 - - 18 16
BUN (mg/dl) 6,0 -23,0 23.0 36.6 - - 22.8 -
Kreatinin (mg/dl) 0,5-0,9 0.9 1.0 - - 0.7 -
Natrium (mmol/l) 136-145 133 133 - - 140 141
Kalium (mmol/l) 3,5-5,1 4.2 4.2 - - 4.3 4.7
Chlorida (mmol/l) 97-111 104 - - - 109 113

Data Lab Urine Lengkap


Data Lab Nilai Normal 08/3 13/3 18/3 19/3
Leukosit Negatif Positif 1 Positif 1 Negatif Positif 1
Nitrit Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif
Albumin Negatif Positif 1 Positif 2 Positif 1 Positif 1
Glukosa Normal Normal Normal Normal Normal
Bilirubin Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif
Eritrosit Negatif Positif 2 Positif 1 Positif 1 Positif 3

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 220
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018
08-Mar 09-Mar 10-Mar 11-Mar 12-Mar 13-Mar 14-Mar 15-Mar
Nama IGD IGD NIFAS NIFAS NIFAS NIFAS NIFAS VK
Signa
Obat
P S S M P S S M P S S M M P S M P S S M P S S M P S S M
Pa Si So So
a i o a a i o a a i o a a a i a a i o a a i o a a i o a

O2 Masker 8 lpm √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √

RL 7 tpm √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Albumin
1 fl √ √
20%
MgSO4 20% √ √
MgSO4 40% √ √ √ √ √ √ √
Furosemide 3x10
√ √ √ √ √ √ √ √ √ 2x10mg √ √ 1x10mg √ 1x10mg
inj mg
Dexametha 2x6
√ √ √ √ √ √ √
sone inj mg
Oxytocin
4x1 √ √ √
inj
3x10m
Nifedipine √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
g
3x250
Dopamet √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ 3x500mg 3x500mg 3x500mg
mg
3x500
PCT √ √ √
mg
Capsul
3x1 √ √ √
garam
Misoprosto
1 tab √ √
l
SF 2x1
3x500
As. Mef
mg
VIP
3x1
Albumin

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 221
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

16-Mar 17-Mar 18-Mar 19-Mar


Nama Obat Signa VK NIFAS NIFAS KRS
Pa Si So Ma Pa Si So Ma Pa Si So Ma
O2 Masker √ √ √ √
RL 7 tpm √ √ √ √

Albumin 20% 1 fl √

MgSO4 20%
MgSO4 40% √

Furosemide inj 3x10 mg √ √

Dexamethasone inj 2x6 mg

Oxytocin inj 4x1

Nifedipine 3x10mg √ √ √ √ √ √
Dopamet 3x250mg 3x500mg √ √ √ R/ Nifedipine
PCT 3x500mg S 3x10 mg

Capsul garam 3x1 R/ SF

Misoprostol 1 tab S 2x1


Gastrul 2 tab R/ VIT Bcomp
SF 2x1 √ √ S 2x1
As. Mef 3x500 mg √ √ √

VIP Albumin 3x1 √ √ √ 3x2 caps

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 222
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018
ANALISIS SOAP APOTEKER

Drug Related
No Problem Medik S/O Terapi Analisis
Problem (DRP)

(S) - Inj. Furosemide - Tekanan darah pasien naik pada saat P1.2 Treatment tidak
pertama kali KRS kemudian optimal
(O) : Nifedipine po
berangsur normal.
Tekanan Darah (140/90) Dopamet po C1.1 Obat
- Tekanan darah pasien naik kembali
kontraindikasi
Tgl 8/3 160/110 pada tanggal 17/3
terhadap pasien
Tgl 9/3 140/80 - Berdasarkan NHBPEP BP
Classification Pregnancy, pasien I3.1 Obat diganti
Tgl 10/3 120/70
masuk kedalam kategori 140/90.
Tgl 11/3 120/80
PEB
1 Tgl 12/3 130/90
(Tekanan Darah)
Tgl 13/3 130/80

Tgl 14/3 130/90

Tgl 15/3 130/80

Tgl 16/3 120/70

Tgl 17/3 150/90

Tgl 18/3 140/80

Tgl 19/3 110/70

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 223
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018
Albumine Urine
(Negatif)

Tgl 8/3 Positif 1

Tgl 13/3 Positif 1

Tgl 19/3 Positif 1

(S) - Inj. MgSO4 20% Pre-eklampsia merupakan gangguan Tidak ada DRP

(O) : Inj. MgSO4 40% dengan etiologi yang tidak diketahui


secara khusus pada perempuan hamil.
Tekanan Darah (140/90)
Bentuk sindrom ini ditandai oleh
Tgl 8/3 160/110 hipertensi, dan proteinuria yang terjadi

Tgl 9/3 140/80 setelah minggu ke-20 kehamilan.


Eklampsia adalah pre-eklampsia yang
Tgl 10/3 120/70
ditandai dengan adanya kejang.
PEB (Kejang) Tgl 11/3 120/80
2 Eklampsia yang tidak dikendalikan
Tgl 12/3 130/90 dengan baik akan dapat
mengakibatkan kecacatan menetap
Tgl 13/3 130/80
atau bahkan dapat menyebabkan
Tgl 14/3 130/90
kematian ibu dan bayi (Benson R.,
Tgl 15/3 130/80 2009).

Tgl 16/3 120/70


Tekanan darah pasien yang tinggi
Tgl 17/3 150/90 cenderung menyebabkan kejang,
sehingga membahayakan janin dan

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 224
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018
Tgl 18/3 140/80 juga ibu. Menurut POGI gunakan
MgSO4 sebagai profilaksis.
Tgl 19/3 110/70

Albumine Urine
(Negatif)

Tgl 8/3 Positif 1

Tgl 13/3 Positif 1

Tgl 19/3 Positif 1

(S) : Transfusi Albumin Berdasarkan data laboratorium pasien P3.1. Harga lebih
20% mengalami hipoalbumine sejak tanggal mahal
Udema
8/3. Menurut Albumine Administration
Tgl 8/3 (+) C1.7 Ada obat
Guidelines (2014) pasien mendapatkan
dengan harga yang
Tgl 9/3 (+) terapi transfusi albumine dengan
lebih murah
Tgl 10/3 (+) perhitungan tertentu.

Tgl 11/3 (+)


3 Hipoalbumine
Tgl 12/3 (+)

Tgl 13/3 (+)

Tgl 14/3 (+)

Tgl 15/3 (+)

Tgl 16/3 (+)

Tgl 17/3 (-)

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 225
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018
Tgl 18/3 (-)

Tgl 19/3 (-)

(O) :

Albumin (3,6-4,9)

Tgl 8/3 2.5

Tgl 15/3 2.1

Tgl 16/3 2.7

Tgl 18/3 2.6

(S) : - Infus Rl 7 tpm Berdasarkan Clinical Practice P1.4. Ada indikasi

(O) :- Capsul garam po Guideline On Diagnosis And yang tidak diterapi


Treatment Of Hyponatraemia (2014)
Natrium C1.5. Ada indikasi
hiponatremia diklasifikasikan
tapi obat tidak
Tgl 8/3 133 berdasarkan tingkat keparahan terbagi
4 Hiponatremia diresepkan
Tgl 13/3 133 atas mild (kadar natrium 130-135
mmol/l), moderate (125-129 mmol/l)
dan profound (<125 mmol/l). Pada
kasus pasien mengalami hyponatremia
mild.

AKI (S) : - Tidak di terapi Memonitoring penggunaan obat P3.1 Biaya


5 obatan yang mempengaruhi kerja Pengobatan lebih
(Peningkatan RFT) (O) : -
ginjal bila diberikan pada dosis tinggi mahal dari yang

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 226
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018
BUN (6,0-23,0) atau digunakan untuk jangka waktu diperlukan
kronis atau jangka panjang
Tgl 8/3 23,0 C1.7 Tersedia Obat
Tgl 13/3 36,6 yang lebih hemat
biaya
Tgl 18/3 22,8

Kteatinin (0,5-0,9)

Tgl 8/3 0,9

Tgl 13/3 1,0

Tgl 18/3 0,7

(S) : - O2 Masker Pasien diterminasi menggunakan P3.1 Biaya

(O) : - Ringer laktat Albumin Oksitosin dan Misoprostol. Pengobatan lebih


20% MgSO4 20% mahal dari yang
MgSO4 40% diperlukan
Partus
6 Dexamethasone inj
C1.7 Tersedia Obat
(Terminasi)
Oxytocin inj yang lebih hemat
Nifedipine po
biaya.
Dopamet po

Misoprostol po

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 227
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018
(S) : - Dexamethasone inj Berdasarkan jurnal penelitian “ The C3.1. Regimen dosis
2x6 mg HELLP syndrome: Clinical issues and terlalu rendah
(O) :
management” 2009 pasien diobservasi
PLT (152-396) I3.2. Dosis berubah
kemudian diberikan kortikosteroid
Tgl 8/3 212 sebagai pematang paru.

Tgl 13/3 185

Tgl 18/3 165

Tgl 19/3 157

SGOT (≤ 32)

Hellp Partial Tgl 8/3 54


7
Syndrome Tgl 13/3 31

Tgl 18/3 36

Tgl 19/3 36

SGPT (≤ 33)

Tgl 8/3 35

Tgl 13/3 23

Tgl 18/3 18

Tgl 19/3 16

Albumin (Negatif)

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 228
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018
Tgl 8/3 Positif 1

Tgl 13/3 Positif 2

Tgl 18/3 Positif 1

(S) : - Tidak diterapi Pasien diberi pematang paru karena


Premature lahir di usia kehamilan 29/30 minggu,
(O) : -
8
(Maturation Ligh) dimana paru-paru belum terbentuk
secara sempurna.

(S) : - Paracetamol tab 3x500 Skala nyeri pasien pada tanggal 11/3 C1.1. Obat
mg dan 17/3 menurut Pain Management kontraindikasi
(O) :
Asam Mefenamat Guideline, 2017 termasuk kategori terhadap pasien
Skala Nyeri 3x500mg
9 Nyeri step 1 ringan sampai sedang sehingga
I3.1. Obat diganti
Tgl 11/3 1 terapi yang dapat diberikan adalah

Tgl 17/3 1 COX-2s yakni obat golongan NSAID


(McEvoy et al., 2011).

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 229
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

PEMBAHASAN :

Pasien rujukan dari Puskesmas Tanggulangin dengan diagnosa G1P0000+edema, kaki


bengkak sejak usia kehamilan 2 bulan, sudah masuk injeksi MgSO4 20% gr IV pukul 10.45.
Pasien tiba di IGD pukul 11.30 dan diberi injeksi MgSO4 20% 4 gr IV.

 Pre Eklamsi Tekanan Darah

Saat tiba dirumah sakit TD pasien 160/110, pasien diberikan injeksi Furosemide 3x10mg,
Nifedipine 3x10mg per oral, dan Dopamet 3x250mg per oral. Berdasarkan data tekanan
darah, menurut JNC 7 sudah termasuk dalam HT St 1 atau MILD HT.

Berdasarkan penelitian Risalina Myrtha, lini pertama terapi HT untuk pasien


preeklamsi adalah Metildopa dengan dosis 0,5gr-3gram per hari dibagai dalam 3 dosis,
sedangkan obat lini kedua adalah HCT dengan dosis 12,5-25 mg/hari. HCT termasuk ke
dalam obat diuretika kelas benzotiazid, yaitu obat yang dapat menambah kecepatan
pembentukan urin sehingga cairan bisa berkurang melalui urine dan udema berkurang.

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 230
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 231
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

Penggunaan Furosemide pada ibu hamil kurang efektif karena menurut FDA Furosemide
dalam kategori kehamilan masuk kedalam kategori C yang artinya merupakan obat-obat yang
dapat memberi pengaruh buruk pada janin tanpa disertai malformasi anatomik semata-mata
karena efek farmakologinya umumnya bersifat reversibel (membaik kembali). Meskipun
bersifat reversibel namun untuk menghindari hal yang tidak diinginkan sebaiknya diganti
dengan HCT.

 Pre Eklamsia Kejang

Saat pasien tiba, pasien mendapatkan injeksi ulangan SM 20% sebanyak 1 fl kemudian
dilanjutkan dengan injeksi SM 40% sebanyak 2 flash. Menurut POGI dalam buku paduan
pengelolaan Hipertensi menganjurkan :
Dosis awal :
- 4 gram MgSO (20% dalam 20 ml) iv sebanyak 1 gr/menit ditambah 4 gram IM boka
dan 4 gram IM boki (40% dalam 10 ml).
Dosis Pemeliharaan :
- Diberikan 5 gr secara IM boka;boki, setelah 6 jam pemberian dosis awal, kemudian
dilanjutkan 5 gram IM setiap 6 jam.

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 232
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

Menurut jurnal penelitian dari A.T. Dennis tentang Management of pre-eclampsia: issues
for anaesthetists, pemakaian MgSO4 untuk penanganan kejang pada pre eklamsia
direkomendasikan dibandingkan dengan plasebo atau tanpa perawatan. Pemberian MgSO4
harus memenuhi beberapa syarat yaitu;
a. Tersedia antidotum MgSO4 yaitu calcium gluconas 10%
b. Refleks patella positif kuat
c. Frekuensi pernapasan lebih 16 kali per menit
d. Produksi urin lebih 100 cc dalam 4 jam sebelumnya (0,5 cc/kgBB/jam)
e. Protein urea < +3
Jika syarat tersebut terpenuhi maka bisa diberikan MgSO4 20% dengan cara boka;boki dan
dilanjutkan dengan MgSO4 40% dengan syringe pump/drip, selama 24 jam.

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 233
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 234
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

Monitoring kejang ulangan, menurut POGI jika terjadi kejang ulangan :

- Berikan MgSO4 2 gram secara iv selama 2 menit


- Jeda waktu sekurang-kurangnya 20 menit dari pemberian terakhir
- Dosis tambahan hanya diberikan sekali selama 6 jam

Jika masih kejang setelah pemberian dosis tambahan, berikan phenobarbital 3-5mg/KgBB iv
secara perlahan.

 Hipoalbumine

Pada tanggal 8/3/2018 s/d 19/3/2018 kadar Albumine pasien mengalami penurunan dan
pasien mengalami udema. Pasien diberikan transfusi Albumin 20% dengan perhitungah sbb:

Perhitungan pemberian Albumin :

Dose = (2.5gr/dL-2.5) x (51kg x 0,8) = 40,8

Kebutuhan Albumin = 0,48/0,2 = 2,4 jadi kebutuhan Albumin Px sebanyak 2-3 botol 100cc
Albumin 20%

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 235
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

Kebutuhan Albumin = 0,48/0,25 = 1,92 jadi kebutuhan Albumin Px sebanyak 2 botol 100cc
Albumin 25%

Berdasarkan perhitungan pasien mendpatkan 2-3 botol albumine yang diberikan


selama beberapa hari tergantung dari kondisi pasien.

 Hiponatremia

Pasien didiagnosa Hiponatremia pada tanggal 8/3/2018 dan 9/3/2018,pasien mendapatkan


terapi RL dan pemberian kapsul garam. Berdasarkan Clinical Practice Guideline On
Diagnosis And Treatment Of Hyponatraemia (2014) hiponatremia diklasifikasikan
berdasarkan tingkat keparahan terbagi atas mild (kadar natrium 130-135 mmol/l), moderate
(125-129 mmol/l) dan profound (<125 mmol/l), pada kasus pasien mengalami hyponatremia
mild. Penatalaksanaan menurut Clinical Practice Guideline on Diagnosis and Tratment of
Hyponatraemia (2014) monitoring pasien dengan gejala hiponatremia dan melakukan terapi
simptomatis dan melakukan pengecekan kembali 1 jam setelah pasien mendapat diagnosis
tersebut. Clinical Practice Guideline on Diagnosis and Tratment of Hyponatraemia (2014)
juga merekomendasikan untuk memulai pemberian obat setelah diagnosis sampai kadar
kalium tercapai.

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 236
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

 AKI (Peningkatan RFT)

Pasien mengalami kenaikan BUN dan Kreatinin pada tanggal 13/3/2018 dan tidak
diterapi. Menurut KDIGO 2012 tentang manajemen AKI pasien dengan AKI belum
membutuhkan terapi farmakologi, karena AKI bisa dikembalikan dengan cara menghentikan

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 237
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

obat-obatan nefrotoksik, evaluasi volume cairan di tubuh dan perfusi jaringan dan
pemantauan kreatinin darah dan keluaran urin. Penggolongan Obat nefrotoksik menurut
“Drug Category: Nephrotoxic Drugs”

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 238
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

Pasien mendapatkan terapi Furosemide dan Asam Mefenamat, menurut “Drug Category:
Nephrotoxic Drugs”, Furosemide dan Asam Mefenamat termasuk kedalam ketegori Nephrotic
Drugs sehingga penggunaannya harus dihentikan agar kerusakan ginjal tidak bertambah
buruk.

 Hellp Partial Syndrome


Pasien didiagnosa HELLP Partial Syndrome, dan diberikan inj Dexamethasone. Sindrom
HELLP Parsial yaitu bila dijumpainya satu atau duadari ketiga parameter sindrom HELLP.
Lebih jauh lagi sindrom HELLP Parsial dapat dibagi beberapa sub grup lagi yaitu Hemolysis
(H), Low Trombosit counts (LP), Hemolysis + low trombosit counts (H+LP), hemolysis +
elevated liver enzymes (H+EL). Berdasarkan jumlah trombosit penderita sindrom HELLP
dibagi dalam 3 kelas, yaitu:kelas I jumlah trombosit ≤50.000/mm3,kelas II jumlah trombosit
>50.000-100.000/mm3, kelas III jumlah trombosit >100.000- 150.000/mm3 (Perveen S.,
2012).

Menurut Kjell Haram, pasien dengan diagnosa Hellp Syndrome dengan usia kehamilan 27
sampai 34 minggu harus diobservasi dulu selama ± 48 jam terlebih dahulu, jika dalam kurun
waktu tersebut kondisi pasien memburuk maka harus dilakukan terapi lanjutan. Jika usia
kehamilan belum mencapai 27 minggu maka harus dilakukan perawatan konservatife
menggunakan kortikostroid dengan regimen dosis yang bervariasi.

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 239
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

Menurut jurnal penelitian, kortikostroid yang digunakan adalah Betamethasone karena


lebih aman untuk janin dibanding Deksamethasone, dosis yang digunakan untuk
Betamethasone adalah 2x12mg dalam 24 jam dengan usia kehamilan 26 minggu sampai
dengan 35 minggu. Di Indonesia saat ini Bethamethasone injeksi tidak tersedia, sehingga
digunakanlah Deksamethasone tentunya dengan melakukan monitoring efek samping yang
ketat. Treatment kortikosteroid menurut Kjell adalah :

1. Menggunakan dosis standart kortikostroid untuk pematangan paru


2. Menggunakan dosis tinggi deksamethasone
3. Pengulangan dosis untuk mengurangi resiko

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 240
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

Disarankan untuk melanjutkan terapi Deksamethason dengan kenaikan dosing menjadi


2x12mg selama 2 hari dan melakukan tappering off pada hari ketiga menjadi 1x12 mg.
Menurut Penelitian Johnson, 2014 tentang Magnesium sulfate treatment reverses seizure
susceptibility and decreases neuroinflammation in a rat model of severe preeclampsia yang
dikutip dari jurnal karya Sarah, 2014. Dosis Deksamethasone pada kasus Partial Hellp
Syndrome digunakan untuk pematangan paru dan dosisnya diturunkan perlahan pada hari ke 2
kemudian di monitoring gejala kliniknya.

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 241
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

 Partus

Partus atau melahirkan adalah proses kelahiran bayi/anak. Usia kelahiran normal berada
diantara 39-40 minggu. Menurut ACOG terdapat tiga tahap persalinan yang bisa disebut kala,
yaitu :

- Tahap pertama (Kala Satu) adalah tahap persalinan dari permulaan terjadinya
kontraksi atau his sampai adanya pembukaan lengkap dari ostium uteri serviks (mulut
rahim);
- Tahap kedua (Kala Dua) adalah tahap persalinan yang berlangsung dari saat terjadi
pembukaan lengkap ostium uteri serviks sampai dilakukannya pelahiran bayi;

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 242
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

- Tahap ketiga (Kala Tiga) adalah tahap persalinan dimana plasenta dan selaput
ketuban dikeluarkan disertai kontrol perdarahan.

Pasien diterminasi pada tanggal 15/3/2018 pasien mengalami kelahiran prematur karena usia
kehamilan kurang dari 37 minggu yakni 29/30 minggu, pada pukul 21.00 telah lahir bayi
dengan BB 600 gr. Pasien mendapatkan induksi oxytocin sebanyak 3 ampul dan 2 tablet
misoprostol per rectal. Dari jurnal penelitian diketahui induksi menggunakan misoprostol
lebih baik dibanding dengan drip oksitosin misoprostol diberikan secara per rectal dengan
dosis 35 μg, misoprostol lebih efektif jika diberikan secara per vaginal. Pasien melahirkan
pada saat usia kehamilan 29/30 minggu, menurut “American College of Obstetricians and
Gynecologists, 1995” serviks matang pada ssat usia kehamilan memasuki minggu ke 37.
Sehingga pasien perlu mendapatkan induksi karena usia kehamilan belum cukup dan serviks
belum matang, maka pasien diberikan misoprostol untuk pematangan serviks

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 243
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

Saat akan partus pasien mendapatkan terapi Nifedipine 3x 10 mg dan Dopamet 3x500
mg digunakan untuk mengatur tekanan darah pasien saat proses kelahiran karena pasien
melahirkan secara normal sehingga diberikan Nifedipin dan Dopamet, karena saat mengejan
dapat memicu kenaikan tekanan darah dan rentan terjadi eklamsia. Oleh karena itu pasien
juga mendapatkan terapi MgSO4 untuk mencegah kejang ulangan.

Pemberian infus Albumin ditujukkan untuk menaikkan kadar Albumin pasien karena
pasien mengalami hipoalbumine pada saat partus. Hipoalbuminemia adalah penanda
keparahan klinis pada berbagai kondisi termasuk pre eklampsia dan menunjukkan keterlibatan
ginjal yang penting. Hipoalbuminemia pada preeklampsia dapat menyebabkan kerusakan
ginjal lebih dari pada penyakit hipertensi. Ini menunjukkan bahwa hipoalbuminemia
merupakan tanda prognostik negatif dan penanda untuk disfungsi sistemik yang parah. Kadar
albumin serum yang rendah (hipoalbuminemia) berhubungan dengan sirkulasi fetoplasenta
yang tidak memadai, sebagai akibat dari hipoperfusi multiorgan dan kerusakan endotel
menyeluruh. Hipoksia plasenta merangsang pelepasan zat vasoaktif dalam darah yang
memiliki efek pada jantung. Peningkatan tekanan perfusi menyebabkan perpindahan cairan ke
dalam cairan interstisial sehingga terjadi edema dan hipovolemia. Penurunan volume
intravaskular lebih lanjut mengurangi perfusi organ, menyebabkan pelepasan katekolamin
dengan penurunan perfusi secara bersamaan pada ginjal dan hati. Hipoperfusi hati
menentukan penurunan produksi albumin yang mengakibatkan hipoalbuminemia dan
penurunan tekanan onkotik yang selanjutnya menyebabkan perpindahan cairan dan edema
yang memburuk.

Disarankan penggunaan Misoprostol saja sebagai penginduksi karena dinilai lebih


cepat dibanding oksitodin drip dan stop penggunaan Furosemide karen pasien sudah
mendapat Nifedipine dan Dopamet.

 Pre Maturation Lugh

Menurut American College of Obstetricians and Gynecologists, 1995 persalinan preterm


adalah persalinan yang terjadi antara usia kehamilan 20 sampai 37 minggu dihitung dari hari
pertama haid terakhir. Perkembangan paru normal dapat dibagi dalam beberapa tahap.
Organogenesis paru dibagi menjadi lima tahapan yang berbeda. Tahapan awal meliputi fase
embrionik (hari ke 26 hingga 52) dan fase pseudoglanduler (hari ke 52 hingga akhir minggu
ke-16 kehamilan), yang berikutnya adalah fase kanalikuler (17 hingga 26 minggu kehamilan),
fase sakuler (26 hingga 36 minggu kehamilan) dan terakhir adalah fase alveolar (36 minggu
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 244
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

sampai 24 bulan postnatal). Prematuritas merupakan salah satu penyebab mortilitas dan
morbiditas pada bayi. Salah satu penyebab kematian pada bayi prematur adalah respiratory
distress syndrome (RDS). RDS berhubungan dengan struktur dan fungsi paru yang imatur.
Imaturitas struktur dan fungsi paru akan mengurangi produksi surfaktan oleh sel alveolar tipe
II sehingga terjadi defisiensi surfaktan dan mengakibatkan RDS. Rasio
lecithin/sphingomyelin (L/S) merupakan gold standard pemeriksaan maturitas paru dari
cairan amnion. Paru janin imatur jika rasio L/S<2.0 dan matur jika rasio L/S ≥ 2.0.

Usia kehamilan pasien saat partus adalah 29/30 minggu, pada saat itu pertumbuhan
paru terjadi pada tahap saccular yaitu fase perkembangan paru pada janin yang dianggap
viabel pada usia kehamilan 26 hingga 36 minggu. Sakulus merupakan struktur terminal dari
paru janin, yang terdiri dari tiga tahapan pembentukan, yaitu bronkiolus repiratorik, duktus
alveolaris, baru kemudian terjadi septasi sekunder dari sakulus yang akan membentuk
alveoli.Paru-paru janin berhubungan dengan cairan amnion, maka jumlah fosfolipid dalam
cairan amnion dapat untuk menilai produksi surfaktan. Surfaktan dibuat oleh sel alveolus tipe
II yang mulai tumbuh pada gestasi 22-24 minggu dan mulai mengeluarkan keaktifan pada
gestasi 24-26 minggu, yang mulai berfungsi pada masa gestasi 32-36 minggu. Produksi
surfaktan pada janin dikontrol oleh kortisol melalui reseptor kortisol yang terdapat pada sel
alveolus type II. Produksi surfaktan dapat dipercepat lebih dini dengan meningkatnya
pengeluaran kortisol janin yang disebabkan oleh stres, atau oleh pengobatan betamethasone
atau deksamethason yang diberikan pada ibu yang diduga akan melahirkan bayi dengan
defisiensi surfaktan atau kehamilan preterm 24-34 minggu. Kurangnya surfaktan adalah
penyebab terjadinya atelektasis secara progresif dan menyebabkan meningkatnya distres
pernafasan pada 24-48 jam pasca lahir. Apoteker menyarankan untuk menaikkan dosis
Dexamethasone 2x12 mg dalam 6 jam dan di suntikkan secara IM agar hasil yang didapat
lebih optimal.

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 245
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 246
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

 Nyeri

Pasien merasakan nyeri skala 1 dan mendapatkan obat Paracetamol dan Asam Mefenamat.
Menurut The International Association for the Study of Pain (IASP) tahun 1979, nyeri
didefinisikan sebagai suatu sensori subyektif dan emosional yang tidak menyenangkan yang
didapat terkait dengan kerusakan jaringan aktual maupun potensial, atau menggambarkan
kondisi terjadinya kerusakan. Berdasarkan batasan tersebut di atas, terdapat dua asumsi
perihal nyeri yaitu :

- Persepsi nyeri merupakan sensasi yang tidak menyenangkan, berkaitan dengan


pengalaman emosional menyusul adanya kerusakan jaringan yang nyata (pain with
nociception). Keadaan nyeri seperti ini disebut sebagai nyeri akut
- Perasaan yang sama dapat juga terjadi tanpa disertai dengan kerusakan jaringan yang
nyata (pain without nociception). Keadaan nyeri seperti ini disebut sebagai nyeri
kronis.

Berdasarkan Step Analgesic Ladder nyeri kategori mild pain diberikan terapi Non-Opioid,
menurut PIO obat-obat non opioid adalah Acetaminophen, Aspirin, Celecoxib, Diclofenac,
Etodolac, Fenoprofen, Flurbiprofen Ibuprofen, Indomethacin, Ketoprofen, Ketorolac,
Meclofenamate, Mefanamic acid Nabumetone, Naproxen, Oxaprozin, Oxyphenbutazone,
Phenylbutazone, Piroxicam Rofecoxib, Sulindac, Tolmetin. Paracetamol adalah obat NSAID
yang berisi Acetamenophen yang masuk kedalam kategori B yang artinya Meliputi obat-obat
yang pengalaman pemakainya pada wanita hamil masih terbatas, tetapi tidak terbukti

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 247
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

meningkatkan frekuensi malformasi atau pengaruh buruk lainnya pada janin, sehingga
pengawasan harus dilakukan dengan maksimal.

Pasien mendapatkan terapi Asam Mefenamat, menurut “Drug Category: Nephrotoxic


Drugs” Asam Mefenamat merupakan golongan obat yang toksik terhadap ginjal, pasien
mendapat diagnosa AKI sehingga pasien tidak boleh mengkonsumsi obat tersebut untuk
menghindari kerusakan ginjal yang lebih parah.

Kesimpulan :

- Pemberian Nifedipine sebagai antihipertensi kurang tepat

- Transfusi Albumine 20% kurang efektif

- Terminasi menggunakan Oxytocin dinilai kurang tepat

- Pemakaian Asam Mefenamat sebagai anti nyeri dinilai kurang tepat

Saran :

- Pemberian Nifedipine diganti dengan Hidrochlortiazid (HCT) karena pasien


mengalami udema

- Transfusi Albumin 20% 100 mL menggunakan 2-3 botol, sedangkan Albumine 25%
menggunakan 2 botol. Disaran kan untuk menggunakan Albumine 25% agar lebih
efektif.

- Disarankan terminasi menggunakan Misoprostol karena lebih efektif dan cepat.

- Pemakaian Asam Mefenamat harus diganti, pasien didiagnosa AKI dan Asam
Mefenamat merupakan obat yang masuk kedalam kategori Nephrotic Drugs.

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 248
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

4.5.3. Sirosis Hati


A. Definisi
Sirosis hati merupakan tahap ahir proses difus fibrosis hati progresif yang di tandai oleh distorsi
arsitektur hati dan pembentukan nodul regeneratif. Gambaran morfologi dari SH meliputi fibrosis
difus, nodul regeneratif, perubahan arsitektur lobular dan pembentukan hubungan vaskular
intrahepatik antara pembuluh darah hati aferen (vena porta dan arteri hepatika) dan eferen (vena
hepatika). Secara klinis atau fungsional SH di bagi atas : Sirosis hati kompensata dan Sirosis hati
dekompensata, di sertai dengan tanda-tanda kegagalan hepatoseluler dan hipertensi portal.
(Siti Nurdjanah, 2014, hal: 1978)
Istilah sirosis hati di berikan oleh Laence tahun (1819), yang berasal dari kata Khirros yang berarti
kuning (orange yellow), karena perubahan warna pada nodule-nodule yang terbentuk. Pengertian
sirosis hati dapat di katakan sebagai berikut yaitu keadaan disorganisasi yang difuse dari suatu struktur
hati yang normal akibat nodule regeneratif yang di kelilingi jaringan mengalami fibrosis.
Sirosis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir fibrosis hepatic yang
berlangsung progresif yang di tandai dengan distorsi dari arsitektur hepar dan pembentukan nodulus
regenerative. (SudoyoAru,dkk 2009).

B. Etiologi
Penyebab Srosis Hepatis :
Secara morfologis, penyebab sirosis hepatis tidak dapat dipastikan. Tapi ada dua penyebab yang
dianggap paling sering menyebabkan sirosis hepatis adalah:
1. Hepatitis virus
Hepatitis virus terutama tipe B sering disebut sebagai salah satu penyebab chirrosis hati,
apalagi setelah penemuan Australian Antigen oleh Blumberg pada tahun 1965 dalam darah
penderita dengan penyakit hati kronis , maka diduga mempunyai peranan yang besar untuk
terjadinya nekrosa sel hati sehingga terjadi chirrosisi. Secara klinik telah dikenal bahwa
hepatitis virus B lebih banyak mempunyai kecenderungan untuk lebih menetap dan memberi
gejala sisa serta menunjukan perjalanan yang kronis, bila dibandingkan dengan hepatitis virus
A.
2. Zat hepatotoksik atau Alkoholisme
Beberapa obat-obatan dan bahan kimia dapat menyebabkan terjadinya kerusakan pada sel hati
secara akut dan kronis. Kerusakan hati akut akan berakibat nekrosis atau degenerasi lemak,
sedangkan kerusakan kronis akan berupa sirosis hati. Zat hepatotoksik yang sering disebut-
sebut ialah alcohol. Sirosis hepatis oleh karena alkoholisme sangat jarang, namun peminum
yang bertahun-tahun mungkin dapat mengarah pada kerusakan parenkim hati.

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 249
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

C. Anatomi Hati
Hati adalah organ yang terbesar yang terletak di sebelah kanan atas rongga perut di bawah
diafragma. Beratnya 1.500 gr atau 2,5 % dari berat badan orang dewasa normal. Pada kondisi hidup
berwarna merah tua karena kaya akan persediaan darah. Hati terbagi menjadi lobus kiri dan lobus
kanan yang dipisahkan oleh ligamentum falciforme, di inferior oleh fissure dinamakan dengan
ligamentum teres dan di posterior oleh fissure dinamakan dengan ligamentum venosum. . Lobus kanan
hati enam kali lebih besar dari lobus kirinya dan mempunyai 3 bagian utama yaitu : lobus kanan atas,
lobus caudatus, dan lobus quadrates. Hati dikelilingi oleh kapsula fibrosa yang dinamakan kapsul
glisson dan dibungkus peritorium pada sebagian besar keseluruhan permukaannnya.
Hati disuplai oleh dua pembuluh darah yaitu : Vena porta hepatica yang berasal dari lambung dan
usus, yang kaya akan nutrien seperti asam amino, monosakarida, vitamin yang larut dalam air, dan
mineral dan Arteri hepatica, cabang dari arteri kuliaka yang kaya akan oksigen. Hati, saluran empedu,
dan pankreas, semuanya berkembang sebagai cabang dari usus depan fetus pada daerah yang di
kemudian hari menjadi duo denum; semuanya berhubungan erat dengan fisiologi pencernaan. Karena
letakanatomi yang berdekatan, fungsi yang berkaitan, dan kesamaan dari kompleks gejala yang di
timbulkan oleh gangguan pada ketiga struktur ini, maka cukup beralasan bila ketiga struktur ini di
bicarakan secara bersamaan. (Loraine M. Wilson, Laula B. Lester, 1995, hal; 426 )

D. Fisiologi Hati
Menurut Corwin (2001), Hati menerima suplai darah dari 2 sumber yang berbeda. Sebagian besar
aliran darah hati, sekitar 1000 ml per menit, adalah vena yang berasal dari lambung, usus halus, dan
usus besar, pankreas, dan limfa. Darah ini mengalir ke hati melalui vena porta. Darah ini juga
mungkin mengandung toksin atau bakteri. Sumber lain perdarahan hati adalah arteri hepatica yang
mengalirkan darah 500 ml per menit. Darah arteri ini memiliki saturasi oksigen yang tinggi. Kedua
sumber darah tersebut mengalir ke dalam kapiler hati yang di sebut sinusoid. Dari sinusoid darah
mengalir ke vena sentrlis di setiap lobulus, dan dari semua lobulus ke vena hepatica. Vena hepatica
mengosongkan isinya ke dalam vena kava inverior. Secara hematologis, hati berfungsi membentuk
beberapa faktor pembekuan termasuk faktor I (fibrinogen), II (protrombin), VII (prokonvertin). Tanpa
produksi zat- zat ini yang adekuat, pembekuan darah akan terganggu dan dapat terjadi perdarahan
hebat. Selain itu, vitamin K adalah vitamin yang larut dalam lemak yang di butuhkan untuk
membentuk faktor-faktor ini dan yang lainnya. Karena garam-garam empedu di perlukan untuk
menyerap semua vitamin larut lemak dan usus, maka disfungsi hati yang menyebabkan penurunan
pembekuan atau suplai empedu ke usus juga dapat menimbulkan masalah perdarahan.
Menurut Pearce (2002), beberapa fungsi hati :
1. Sebagai perantara metabolisme
Hati mengubah zat makanan yang diabsorbsi dari usus dan yang di simpan di suatu tempat di

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 250
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

dalam tubuh, guna di buat sesuai untuk pemakaiannya dalam jaringan.


2. Hati mengubah zat buangan dan bahan racun untuk di buat mudah untuk ekskresi kedalam
empedu dan urine.
3. Fungsi glikogenik

E. Tanda dan Gejala


1. Gejala
Gejala chirosis hati mirip dengan hepatitis, karena terjadi sama-sama di liver yang mulai rusak
fungsinya, yaitu: kelelahan, hilang nafsu makan, mual- mual, badan lemah, kehilangan berat
badan, nyeri lambung dan munculnya jaringan darah mirip laba-laba di kulit (spider
angiomas). Pada chirrosis terjadi kerusakan hati yang terus menerus dan terjadi regenerasi

noduler serta ploriferasi jaringan ikat yang difus.


2. Tanda Klinis
3. Tanda-tanda klinik yang dapat terjadi yaitu:
- Adanya ikterus (penguningan) pada penderita chrirosis.
Timbulnya ikterus (penguningan ) pada seseorang merupakan tanda bahwa ia sedang
menderita penyakit hati. Penguningan pada kulit dan mata terjadi ketika liver sakit dan tidak
bisa menyerap bilirubin. Ikterus dapat menjadi penunjuk beratnya kerusakan sel hati. Ikterus
terjadi sedikitnya pada 60 % penderita selama perjalanan penyakit.
- Timbulnya asites dan edema pada penderita chirrosis
Ketika liver kehilangan kemampuannya membuat protein albumin, air menumpuk pada kaki
(edema) dan abdomen (ascites). Faktor utama asites adalah peningkatan tekanan hidrostatik
pada kapiler usus. Edema umumnya timbul setelah timbulnya asites sebagai akibat dari
hipoalbuminemia dan resistensi garam dan air.
- Hati yang membesar
Pembesaran hati dapat ke atas mendesak diafragma dan ke bawah. Hati membesar sekitar 2-3
cm, dengan konsistensi lembek dan menimbulkan rasa nyeri bila ditekan.
- Hipertensi portal
Hipertensi portal adalah peningkatan tekanan darah vena portal yang menetap di atas nilai
normal. Penyebab hipertensi portal adalah peningkatan resistensi terhadap aliran darah
melalui hati.

F. Patofisiologi
Infeksi hepatitis viral tipe B atau C menimbulkan peradangan sel hati. Peradangan ini
menyebabkan nekrosis meliputi daerah yang luas (hepatoseluler), terjadi kolaps lobulus hati dan ini
memacu timbulnya jaringan parut disertai terbentuknya septa fibrosa difus dan nodul sel hati,

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 251
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

walaupun etiologinya berbeda, gambaran histologi sirosis hati sama atau hampir sama, septa bisa
dibentuk dari sel retikulum penyangga yang kolaps dan berubah jadi parut. Jaringan parut ini dapat
menghubungkan daerah porta dengan sentral. Beberapa sel tumbuh kembali dan membentuk nodul
dengan berbagai macam ukuran dan ini menyebabkan distorsi percabangan pembuluh hepatik dan
gangguan aliran darah porta, dan menimbulkan hipertensi portal. Hal demikian dapat pula terjadi pada
sirosis alkoholik tapi prosesnya lebih lama.
Tahap berikutnya terjadi peradangan pada nekrosis pada sel duktules, sinusoid, retikulo endotel,
terjadi fibrinogenesis dan septa aktif. Jaringan kolagen berubah dari reversible menjadi ireversibel bila
telah terbentuk septa permanen yang aseluler pada daerah porta dan parenkim hati. Gambaran septa
ini bergantung pada etiologi sirosis. Pada sirosis dengan etiologi hemokromatosis, besi mengakibatkan
fibrosis daerah periportal, pada sirosis alkoholik timbul fibrosis daerah sentral. Sel limposit T dan
makrofag menghasilkan limfokin dan monokin, mungkin sebagai mediator timbulnya fibrinogen.
Mediator ini tidak memerlukan peradangan dan nekrosis aktif. Septal aktif ini berasal dari daerah
porta menyebar ke parenkim hati.

G. Pemeriksaan Penunjang
Ada beberapa pemeriksaan penunjang untuk sirosis hepatis meliputi yaitu pemeriksaan lab,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan lainnya seperti radiologi, dan lain-lain. Perlu di ingat bahwa tidak
ada pemeriksaan uji biokimia hati yang dapat menjadi pegangan dalam menegakkan diagnosis sirosis
hepatis.
a. Darah
Pada sirosis hepatis bisa di jumpai Hb rendah, anemia normokrom normositer, hipokom
mikositer. Anemia bisa akibat dari hiperplenisme (lien membesar) dengan leukopenia dan
trombositopenia (jumlah trombosit dan leukosit kurang dari nilai normal).
b. Kenaikan kadar enzim transminase/ SGOT, SGPT, tidak merupakan petunjuk tentang berat
dan luasnya kerusakan jaringan parenkim hepar. Kenaikan kadarnya dalam serum timbul
akibat kebocoran dari sel yang mengalami kerusakan. Peninggian kadar gamma GT sama
dengan transaminase ini lebih sensitif tetapi kurang spesifik.
c. Albumin
Kadar albumin yang menurun merupakan gambaran kemampuan sel hati yang berkurang.
Penurunan kadar albumin dan peningkatan kadar globulin merupakan tanda, kurangnya daya
tahan hati dalam menghadapi stress seperti tindakan operasi.
d. Pemeriksaan CHE (kolinesterase) penting dalam menilai kemampuan sel hati. Bila terjadi
kerusakan sel hati, kadar CHE akan turun. Pada perbaikan
e. kadar elektrolit penting dalam penggunaan diuretik dan pembatasan garam dalam diet. Pada
ensefalopati, kadar natrium (Na) kurang dari 4 meq/l menunjukan kemungkinan terjadi
syndrome hepatorenal.
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 252
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

f. USG (Ultrasonografi).
g. Pemeriksaan radiologi.
h. Tomografi komputerisasi.
i. Magnetic resonance imaging.
Biopsi hati untuk mengkonfirmasikan diagnosis.

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 253
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 254
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 255
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 256
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018
Analisa SOAP apoteker
No Problem S/O terapi analisis Drug related
medic problem (DRP)
1 Sirosis (S) Edema tungkai Albumin 20% Menurut recommendations
hepatic (14,15.17,21,22,24 for the use of albumin and
hipoalbumin (O) Maret 2018) immunoglobulins (2012)
13/03/18 Albumin : 2,0 mg/dL penggunaan tranfusi albumin
15/03/18 Albumin : 1,9 mg/dL Vipp albumin 3x1 efektif ketika albumin pada
16/03/18 Albumin : 1,9 mg/dL (17/3/18- 24/3/18) pasien sirosis <2g/dL
17/03/18 Albumin : 2,3 mg/dL sehingga pada kasus ini
21/03/18 Albumin : 2,2 mg/dL pasien sudah tepat diberikan
13/03/18 Albumin : 2,1 mg/dL tranfusi albumin
13/03/18 Albumin : 2,3 mg/dL

2 Sirosis (S) Udem tungkai dan asites FUROCEMIDE -Menurut Cirrhosis care guide P1 Pengobatan
hepatic 10 ampul/hari (2016) penggunaan diuretic tidak efektif
(14/03/18-22/03/18) untuk mengatasi udem dan C3 dosis terlalu
ascites yang terjadi pada besar
6 ampul/hari (23/03.18- pasien sirosis diberikan terapi
24/03/18) furosemid 160 mg/hari dan
spironolakton 100-400
SPIRONOLACTONE mg/hari
3X 100mg (14/03/18-
24/03/18) -Pasien ini diberikan
furocemide 200 mg/hari

-Menurunkan dosis
furocemide menjadi 160
mg/hari atau 8 ampul/hari.
3 hipokalemi (S) lemas drip KCl (14/03/2018- Pasien mendapatkan terapi
21/03/18) WIDA KN-2 7 tpm dan drip
(O) 13/03/18 Kalium : 2,9 mmol infuse wida KN-2 (7 KCl 25 meq/L hal ini sudah

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 257
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018
17/03/18 Kalium : 2,5 mmol tpm) (14/03/2018- sesuai
19/03/18 Kalium : 2,8 mmol 24/03/18)
21/03/18 Kalium: 2,8 mmol
22/03/18 Kalium : 2,9 mmol
4 anemia (S) lemas tranf PRC 2 bag - Pasien mendapatkan terapi
(17/3/18) tranf PRC hal ini sudah sesuai
karena menurut Indications
For Blood And Blood
Product Transfusion (2014),
tranfusi PRC dapat dilakukan
ketika Hb 7-8 g/dL

-Tidak diberikan terapi oral


lanjutan

-Berikan asam folat 5 mg/hari


dan vitamin B12 1 mg/hari
5 nyeri (S) Nyeri punggung Inj metamizole 3x1 -menurut WHO (2003) skala P.2 terapi
(14/03/18-24/03/18) nyeri pada pasien masuk menimbulkan efek
(O) golongan moderate pada hari samping
skala nyeri 4 pertama dan mild pada hari C.2 pemilohan
(14/03/17) kedua obat tidak tepat
skala nyeri 3
(15/03/18-21/03/18) - pasien mendapatkan
skala nyeri 2 analgesic metamizole dan
(22/03/18-24/03/18) memnimbulkan efek
peningkatan kreatinin dan
BUN.

- metamizole dihentikan dan


digantikan dengan codein di
hari pertama dan selanjutnya

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 258
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018
diberi ibuprofen 400 mg.
6 TBC paru (S) batuk codein 3x10 mg hasil thorax pasien
(14/03/18-24/03/18) menunjukkan positif TBC
(O) skala batuk namun tidak diberikan OAT
14/03/18-18/03/18: +++ karena SGOT dan SGPT
19/03/18-22/03/18: ++ pasien tinggi. Hal ini sudah
23/03/18-24/03/18:+ sesuai rekomendasi menurut
Efficacy And Safety Of
Hasil foto thorax (21/03/18) : TBC Antitubercular Regimens In
paru dengan efusi pleura kanan Cirrhosis Of Liver With
minimal Tuberculosis (2015)

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 259
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

PEMBAHASAN
Pasien datang dengan keluhan mual, sesak, batuk sejak satu minggu yang lalu, dan kaki
bengkak ± dua minggu. Pasien diketahui memiliki riwayat penyakit diabetes, hepatitis B,
hipertensi. Pasien didiagnosis menderita Udema, SH Hipoalbumin, hypokalemia sebagai
bentuk manifestasi dari Sirosis.

 Hipoalbumin
Pasien mengalami hipoalbumin yaitu kadar albumin <2 g/dl. Pasien dengan sirosis
lanjut hampir selalu mengalami hipoalbumin yang disebabkan oleh penurunan sistesis oleh
hepatosis dan retensi air yang mengencerkan albumin di kompartemen ekstraselular. Farktor-
faktor lain mungkin berkontribusi pada pengembangan hipoalbumin temasuk tingkat tranpot
transkapiler (human albumin in the management of complications of liver cirroshis)
Umumnya indikasi pemberian albumin pada sirosis hati adalah untuk mengurangi
pembentukan asites atau untuk memperbaiki fungsi ginjal dan sirkulasi. Sebagian dari
indikasi tersebut ditunjang oleh data uji klinis yang memadai. Albumin juga seringkali
dipakai untuk meningkatkan respons terhadap diuretik pada pasien sirosis dengan
komplikasi asites. Latar belakang teorinya adalah kekurangan albumin untuk mengikat
furosemid sehingga obat hanya beredar di plasma dan tidak berhasil mencapai nefron
proksimal. Akibatnya terapi diuretika tidak akan memberikan respons yang baik. Ketika
ditambahkan albumin volume distribusi akan menurun, obat akan diikat dan dibawa ke
ginjal untuk kemudian keluar bersama urine sehingga diuresispun membaik (peran
albumin dalam penatalaksanaan sirosis hati,2010)

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 260
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

(recommendations for the use of albumin and immunoglobulins,2012)

penggunaan tranfusi albumin efektif ketika albumin pada pasien sirosis <2g/dL. Mengingat
tranfusi albumin memerlukan biaya yang begitu besar karena harga albumin yang cukup
mahal, maka selain mempertimbangkan efektifitas terapi, efektifitas biaya juga
diperhitungkan. Berikut berhitungan biaya tranfusi albumin berdasarkan kebutuhan albumin
pada pasien.

RUMUS (Liumbruno et al.,2009):


Kebutuhan albumin: (∆ albumin) x (BB x Normal
plasma)x2/100

Nb: ∆ albumin= albumin normal (3,5) - albumin pasien


Normal plasma = 40
100= satu kolf (100 ml)

1. Perhitungan kebutuhan tranfusi albumin 20% 100 ml:


(∆ albumin)x (BB x normal plasma)x 2/100
= (3,5-1,9) x( 72 x 40)x2/100
= 92,16 gram= (92,16 gram/20 gram= 4,61 kolf=5 kolf /100 ml)
Biaya yang dikeluarkan untuk tranfusi albumin
Albapure Rp. 1.012.000,- x 5 kolf = Rp. 5.060.000,-

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 261
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

2. Perhitungan kebutuhan tranfusi albumin 25% 100 ml:


(∆ albumin)x (BB x normal plasma)x 2/100
= (3,5-1,9) x( 72 x 40)x2/100
= 92,16 gram = (92,16 gram/ 25 gram=3,68 kolf= 4 kolf/100 ml)

Biaya yang dikeluarkan untuk tranfusi albumin


Albuminar Rp. 1.661.000,- x 4= Rp. 6.644.000,-

Berdasarkan perhitungan kebutuhan albumin diatas dapat disimpulkan bahwa


penggunaan albumin 20% membutuhkan biaya yang lebih sedikit lebih murah dibandingkan
dengan albumin 25%. Namun penggunaan albumin 25% membutuhkan waktu perawatan
lebih singkat jika dibandingkan albumin 20%. Dengan kata lain albumin 25% dapatMaka
pertimbangan tersebut disesuaikan lagi dengan kondisi pasien.
Pasien mendapatkan terapi albumin 20% sebanyak 6 kolf selama perawatan 11 hari.
Mengingat pasien adalah pasien BPJS maka pemberian albumin 20% hanya dapat diberikan 3
kolf dalam kurun waktu 1 minggu. Jarak pemberian albumin dari pemberian ketiga ke
pemberian keempat terlalu lama sehingga menyebabkan peningkatan albumin tidak terlihat
nyata. Di sisi lain setiap hari albumin dibutuhkan untuk membantu metabolisme dan
transportasi berbagai obat-obatan dalam tubuh. sedangkan pasien sirosis mengalami
gangguan dalam sintesis albumin. Sehingga hal tersebut menjadi salah satu faktor terapi
tranfusi albumin tidak nampak nyata peningkatannya.

 Udem tungkai dan asites


Menurut pustaka asites pada pasien masuk dalam golongan moderate karena asites pasien
terbukti dengan adanya hasil USG serta Nampak distensi abdomen dalam ukuran sedang.

(guideline on the management of ascites on cirrhosis,2016)

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 262
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

Pada pasien sirosis sebagian natrium ginjal dan ekskresi cairan menurun, cairan
punggung di jaringan interstisial, menyebabkan edema dan asites sebagai kebocoran cairan ke
dalam rongga perut. Asites dianggap salah satu dari tiga komplikasi utama sirosis dan
merupakan penentu penting dalam perkembangan penyakit hati kronis.

(guideline on the management of ascites on cirrhosis,2016)

(cirrhosis care guide, 2016)


Menurut kedua pustaka penggunaan diuretic untuk mengatasi udem dan ascites yang terjadi
pada pasien sirosis diberikan terapi furosemid 160 mg/hari dan spironolakton 100-400
mg/hari. Penggunaan spironolaktone sudah tepat namun pada penggunaan furocemide
berlebihan. Karena pasien diberikan terapi furocemide inj dengan kekuatan 20mg/amp pada
tgl 14-3-18 sampai 23-3-18 sebesar 10 ampul/hari atau sama dengan 200 mg/hari. Hal
tersebut tidak sesuai dengan buku pedoman sehingga perlu penurunan dosis furocemide

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 263
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

 Hipokalemi
Hipokalemia merupakan kejadian yang sering ditemukan. Hipokalemia adalah salah satu
gangguan elektrolit yang paling umum terjadi kasus rawat jalan dan rawat inap. Hipokalemia
ditandai dengan kalium <3,0 mm / L. hipokalemi berat biasanya mrngacu pada kadar kalium
<2,5 mmol/L dan dapat menyebabkan nekrosis otot aritmia jantung. Berbagai faktor
mempengaruhi kadar kalium pada pasien sirosis yaitu diet dan penggunaan obat-obatan
diuretika. Telah menunjukkan bahwa pasien sirosis bahkan tanpa edema maupun asites
mungkin mengalami penurunan kalium. Semakin parah penyakit hati maka semakin rendah
kadar kalium dalam tubuhnya diduga pasien dengan gangguan fungsi hati berat mungkin tidak
dapat mempertahankan suplemen kalium . (Potassium Status Of Patient With Cirrhosis, 2012)
Pasien mengalami mual serta muntah. Muntah dapat menjadi salah satu faktor pemicu
penurunan kalium. Hipokalemi karena muntah terjadi akibat penipisan kalium ginjal dari
kombinasi hiperaldosteron sekunder (karena penipisan volume) dan peningkatan alkalosis
terkait beban bikarbonat yang disaring yang melebihi batas penyerapan reabsorbsi dari
tubulus proksimal dan bertindak sebagai reabsorbsi anion bersama dengan pengurangan
pengiriman Cl- sebagai akibat dari muntah (pathophysiology and management of
hypokalemia,2013)

(pathophysiology and management of hypokalemia,2013)


hypokalemic biasanya terjadi pada pasien yang mengkonsumsi diuretik, individu dengan
gangguan makan , atau mereka dengan hiper aldosteronisme primer. Terapi diuretik
menyebabkan kehilangan kalium ginjal dan merupakan penyebabnya penyebab paling umum

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 264
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

dari hipokalemia. Hal Itu bisa terjadi terutama pada diuretik golongan tiazid dan dengan loop
diuretik seperti furosemid. Dengan loop diuretik, hipokalemia dapat terjadi bahkan ketika
suplementasi kalium diberikan (pathophysiology and management of hypokalemia,2013).
Pasien memiliki riwayat pengobatan furocemide hal tersebut yang menjadi salah satu
penyebab penurunan kadar kalium dalam darah. Selain itu pasien juga mengalami penurunan
nafsu makan yang disebabkan oleh mual dan muntah. Seperti yang sudah disebutkan diatas
penurunan nafsu makan/gangguan makan yang mendasari dan nutrisi yang rendah sebagai
penyebab hipokalemia.

(pathophysiology and management of hypokalemia,2013)

Berdasarkan perhitungan skala naranjo didapatkan hasil total skor 5 dengan kategori
probable. Hal itu menunjukkan bahwa hipokalemi yang terjadi pada pasien mungkin akibat
dari penggunaan furocemide.

(BPOM, 2012)

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 265
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

Menurut Potassium Guidelines Adult (2013) hipokalemia pada pasien ini termasuk kategori
moderate karena kalium masuk dalam rentang 2,5-2,9 mmol/L. Pemberian kalium tidak
melebihi 10 mmol/jam dan dalam keadaan darurat tidak melebihi 20 mmol/jam. Jika
pemberian kalium melebihi 20 mmol/jam harus dilakukan pemantauan jantung. Pemberian
kalium pada tingkat lebih cepat daripada yang direkomendasikan, dapat menyebabkan
toksisitas jantung, termasuk aritmia dan kematian. Elektrolit harus dipantau, pengukuran
berulang kadar kalium yang diperlukan untuk menentukan apakah infuse diperlukan lebih
lanjut. Dan untuk menghindari perkembangan hiperkalemia (NHS, 2016) dan terapi yang di
butuhkan untuk pasien ini adalah sebagai berikut

(Potassium Guidelines Adult, 2013)

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 266
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

(Adult Electrolyte Replacement Protocols, 2008)

Perhitungan kebutuhan kalium


1. Kalium maintenance= 1 meq/kgBB/hari
=1 x 72= 72 meq
2. Kalium defisit ( mEq total) = (K serum diinginkan [mEq/L] – K serum yang diukur ) x
0,4 x BB (Kg)
= 3,5- 2,9 x 0,4 x 72
= 17,28 mEq

3. Kebutuhan total= K defisit + K maintenance


=72 + 17,28
=89,28 meq/hari
Terapi kalium yang sudah diberikan
1. Infus wida KN-2 = 20 meq/hari
2. Drip KCl= 25 meq/hari
3. Total kalium masuk= 20+25=45 meq/hari
Pemberian terapi kalium dapat dilakukan melalui rute oral maupun IV . Namun kondisi
pasien mengalami mual sejak awal. Mengingat efek samping dari penggunaan terapi kalium

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 267
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

oral adalah sangat mengiritasi mukosa lambung maka jika diberikan pada pasien tersebut
maka dapat memperburuk keadaan pasien. Sehingga rute terapi kalium yang dipilih adalah iv .
Namun penggunaan IV dripp ini masih belum cukup memenuhi kebutuhan kalium sehari-hari
pada pasien. Terbukti dengan tidak adanya kenaikan kadar kalium yang cukup signifikan.
Namun karena pasien mengalami edema dan ascites dimana cairan masuk harus dikontrol,
maka peningkatan dosis drip KCl dan infus WIDA KN-2 (menjadi 14 tpm) tidak dianjurkan.
Maka solusinya tetap menggunakan terapi yang ada (Infus wida KN-2 =20 meq/hari dan Drip
KCl= 25 meq/hari).

 Anemia
Anemia, biasanya terjadi ketika tingkat hemoglobin kurang dari 13,0 g / dL pada laki-laki dan
12,0 g / dL. Anemia adalah komplikasi yang sering terjadi pada pasien dengan sirosis dan itu
terjadi pada 40-70% pasien dengan penyakit ini. Anemia didefinisikan sebagai nilai
hemoglobin atau hematokrit di bawah batas bawah nilai normal. (Clinical utility of red cell
distribution width in alcoholic and non-alcoholic liver cirrhosis).
Pasien mengalami mual akibat cairan yang menumpuk di perut yang menyebabkan
kantung empedu tertekan. Akibat mual tersebut nafsu makan pada pasien mengalami
penurunan. Pasien dengan sirosis sering memiliki malnutrisi atau perubahan dalam aspek
spesifik status gizi, seperti defisiensi mikronutrien, karena asupan nutrisi yang buruk,
penyerapan yang buruk. Malnutrisi hadir di hampir setiap pasien dengan sirosis dan sering
terjadi pada sebagian besar tipe sirosis lainnya. Asupan gizi yang buruk sering terlihat pada
pasien sirosis.

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 268
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

Anemia pada pasien masuk dalam kategori anemia normocytic karena mCV masuk dalam
rentang 80-100 fl

Berikut adalah terapi untuk pasien anemia normocityc:

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 269
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

(Anaemia: Approach to diagnosis, 2017)

(Evaluation and recommended treatment of anaemia, 2012)

(Anaemia: Approach to diagnosis, 2017)

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 270
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

(Anemia Of Chronic Disease, 2008)


Pada kondisi pasien memiliki nilai Hb terendah yaitu 8,5 terbukti bahwa tranfusi darah aman
dilakukan jika Hb pada pasien sebesar 7-8 g/dL atau memiliki anemia.

(Indications For Blood And Blood Product Transfusion, 2014)


Perhitungan PRC:
(hb target-hb pasien ) x BB x 4
= (10-8,5) x 72 x 4
= 432 ml
Pasien mendapatkan terapi tranf PRC sebanyak 2 pack @250 ml= 500 ml sehingga pemberian
tersebut sesuai dan untuk terapi selanjutnya diberikan asam folat 5 mg/hari dan vitamin B12 1
mg/hari

 Nyeri
Pasien mengalami asites. Perkembangan asites dapat menyebabkan komplikasi lain seperti
nyeri perut, ketidaknyamanan dan kesulitan bernapas, karena cairan di dalam perut menekan
diafragma dan paru-paru, serta perut, menyebabkan tidak hanya awal kenyang, tetapi juga

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 271
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

gejala refluks. Cairan asites mungkin juga menjadi terinfeksi, menyebabkan peritonitis
bakterial, yang selanjutnya menyebabkan nyeri, nyeri perut, dan mual.

(Malnutrition In Liver Cirrhosis, 2013)

Berdasarkan Pain Management Guidelines nyeri dapat diukur berdasarkan faces pain scale.
Skala nyeri yang dialami pasien termasuk moderate dihari pertama dan selanjutnya masuk
dalam golongan mild.

Pain Management Guidelines

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 272
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

Pasien sebelumnya diberikan terapi injeksi metamizole 3x1. Namun akibat


penggunaan terapi ini pasien mengalami peningkatnya kadar BUN dan kreatinin selama
pengobatan berlangsung. Maka pengobatan metamizole ini tidak dapat dilanjutkan karena
dapat memperburuk keadaan pasien dan digantikan dengan analgesik lain yang lebih aman.
Pada pasien disfungsi hati kemampuan untuk membersihkan metabolit obat. Yang
mengakibatkan obat induk yang diubah atau bioavailabilitas metabolit dan peningkatan
toksisitas pada pasien sirosis. Dengan demikian, jika obat-obatan tersebut diberikan kepada
pasien sirosis, dosis harus dikurangi dan / atau obat yang digunakan lebih jarang. Pasien
sirosis sering memiliki konsentrasi serum dan albumin serum rendah. Jika obat sangat terikat
protein, Tingkat albumin yang rendah dapat menyebabkan peningkatan kadar obat bebas dan
akibatnya meningkatkan efek samping dan toksisitas.
Pada hari pertama skala nyeri pasien masuk dalam golongan moderate sehingga perlu
adanya terapi codein 15-60 mg. selanjutnya karena skala nyeri pada pasien menurun menjadi
mild maka cukup diberikan ibuprofen. Untuk terapi analgesic pada pasien dengan kelompok
nyeri golongan mild direkomendasikan paracetamol. Namun penggunaan obat ini pada pasien
sirosis sering dihindari karena overdosis paracetamol menyebabkan hepatotoksik yang akan
memperburuk keadaan hati pasien. Diketahui bahwa sebagian besar paracetamol
dimetabolisme melalui jalur sulfasi dan glukuronidase menjadi produk tidak beracun yang
kemudian diekskresikan melalui urin (the therapeutik use of analgesics in patients with liver
sirrhosis). Sehingga terapi diberikan ibuprofen 400 mg

(pain ladder-acute pain,2017)

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 273
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

 TBC
Pasien mengalami batuk sejal awal dan mengeluh dada terasa berat. Apoteker
merekomendasikan kodein untuk mengurangi keluhan batuknya. Namun sampai hari ke-5
keluhan batuk tersebut tidak kunjung hilang. Adanya kecurigaan TBC membuat dokter
merekomendasikan untuk foto thorax. Dari foto thorax tersebut didapatkan hasil bahwa pasien
positif TBC paru.
Penggunaan obat TBC pada pasien sirosis dapat menyebabkan toksisitas. peningkatan
kadar ALT dan / atau AST menjadi 50-100 IU / L lebih dari tingkat baseline dapat
menentukan toksisitas. Dalam sebuah studi oleh Saigal et al, hepatotoksisitas didiagnosis jika
tingkat ALT / AST meningkat hingga lebih dari lima kali lipat dari tingkat baseline, atau lebih
dari 400 IU / L, atau jika bilirubin meningkat sebesar 2,5 mg / .
Menurut pustaka pasien TB dengan kelaianan faal hati kronik dengan SGOT dan
SGPT meningkat lebih dari 3x maka OAT tidak diberikan dan bila sedang dalam pengobatan
obat harus dihentikan. Pasien memiliki nilai SGOT dan SGPT masih tinggi. Mengingat terapi
OAT yang cukup panjang hal tersebut khawatir akan memperburuk keadaan pasien. sehingga
penggunaan OAT masih belum diberikan. Jika nilai SGOT dan SGPT pada pasien sudah
membaik maka bisa dilakukan untuk terapi OAT jangka panjang. Sehingga terapi yang
dilakukan saat ini hanya untuk mengurangi keluhan yang dialami saja yaitu batuk diberikan
terapi codein 3x1.

Kesimpulan
 Pemberian diuretik untuk menurunkan udema dan asites pada pasien sudah tepat yaitu
diberikan terapi kombinasi furocemide dan spironolactone. Namun dosis furocemide
yang digunakan terlalu tinggi sehingga dapat menyebabkan ketidakseimbangan
elektrolit.
 Pemberian terapi kalium sudah tepat karena pasien mengalami asites sehingga jumlah
air yang masuk harus dikontrol.
 Pasien mendapatkan tranfusi PRC. Hal tersebut sudah tepat namun tidak dilanjutkan
terapinya.
 Pasien mengalami nyeri dan diberikan terapi metamizole injeksi hall ini tidak
dianjurkan untuk pasien sirosis
 Pasien mengalami TBC namun tidak diterapi OAT. Hal ini sudah tepat karena SGOT
dan SGPT pada pasien tinggi.

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 274
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

Saran
 Menurunkan dosis furocemide dari 10 ampul/hari menjadi 8 ampul/hari
 Melanjutkan terapi WIDA KN-2 sebanyak 7 tpm dan drip KCl 25 mEq/L
 Diberikan terapi asam folat 5 mg/hari dan vitamin B12 1 mg/hari
 Penggunaan metamizole dihentikan dan diganti dengan ibuprofen 400 mg
Lanjutkan pemberian kodein untu mengurangi keluhan batuk.

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 275
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

4.5.3. Kasus Diabetes Mellitus, Chronic Kidney Disease (CKD), dan Heart Failure (Gagal
Jantung)
 Diabetes Mellitus
 Definisi
Sekelompok gangguan metabolik kronik, ditandai oleh hiperglikemia yang berhubungan
dengan abnormalitas metabolisme karbohidrat, lemak, protein, disebabkan oleh defek sekresi
insulin, sensitivitas insulin atau keduanya yang menyebabkan komplikasi mikrovaskukar,
makrovaskular, dan neuropati. Batasan gula darah pada diabetes mellitus :
- GDA ≥ 200 mg/dl ( 11,1 mmol/L).
- GDP ≥ 126 mg/dl (7 mmol/L).
- GD ≥ 200 mg/dl sesudah TTGO (ADA, 2015).

 Klasifikasi dan Tipe Diabetes Mellitus


- Diabetes Mellitus Tipe 1
Destruksi sel beta pakreas karena autoimun, biasanya ditandai dengan ketosis berat
(ADA, 2015).
- Diabetes Mellitus Tipe 2
Resistenis insulin disertai defisiensi insulin. Insulin tidak bisa membawa glukosa masuk
ke dalam sel jaringan karena terjadi reistensi insulin yang merupakan turunnya kemampuan
insulin untuk merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk menghambat
produksi glukosa oleh hati. Resistensi insulin menyebabkan reseptor insulin tidak aktif karena
dianggap kadarnya masih tinggi dalam darah dan mengakibatkan defisiensi relatif insulin
(ADA, 2015).
- Diabetes Mellitus Gestasional
Intoleransi glukosa yang terjadi selama masa kehamilan trimester kedua dan ketiga.
Diabetes mellitus berhubungan dengan meningkatnya komplikasi perinatal (ADA, 2015).
Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita diabetes mellitus dapat berupa komplikasi
mikrovaskular dan makrovaskular. Komplikasi mikrovaskular antara lain adalah retinopati,
nefropati, dan neuropati, sedangkan komplikasi makrovaskular adalah hipertensi, stroke,
jantung koroner, dan gangren.

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 276
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

 Diabetes Mellitus Nefropati Disease (DMND)


 Definisi
Diabetes mellitus nefropati disease (DMND) merupakan salah satu komplikasi yang terjadi
pada 20-40% pasien diabetes mellitus dan merupakan penyebab utama penyakit ginjal,
disertai peningkatan tekanan darah sehingga terjadi penuruanan filtrasi glomerulus dan
akhirnya menjadi penyakit ginjal tahap akhir. DMND ditandai dengan mikroalbuminuria (30
mg/hari) (Rivandi, 2015).
 Etiologi
- Kurang terkendalinya kadar gula darah (GDP > 140 mg/dL), HbA1C > 7-8%.
- Kelainan hemodinamik (peningkatan aliran darah ke ginjal dan laju filtrasi
- glomerulus.
- Hipertensi.
- Resistensi insulin.
- Asupan protein berlebih.
- Gangguan metabolik (Rivandi, 2015).
 Ulkus Diabetikum
 Definisi
Ulkus diabetik merupakan komplikasi dari diabetes mellitus. Proses terjadinya gangrene
diawali oleh angiopati, neuropati, dan infeksi. Neuropati merupakan gangguan sensorik
yang menghilangkan atau menurunkan rasa nyeri kaki, sehingga ulkus terjadi tanpa terasa.
Gangguan motorik menyebabkan atrofi otot tungkai dan mengubah titik tumpu yang
menyebabkan ulserasi kaki. Angiopati akan mengganggu aliran darah ke kaki, penderita
akan merasa nyeri tungkai saat berjalan pada jarak tertentu. Infeksi merupakan komplikasi
akibat berkurangnya aliran darah atau neuropati (Wound International, 2013).
 Klasifikasi Ulkus Diabetikum

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 277
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

Klasifikasi Kaki diabetes berdasarkan Wagner-Meggit


 Patofisiologi
Ulkus diabetik disebabkan oleh 3 faktor yaitu iskemik, neuropati dan infeksi. Kadar
glukosa darah yang tidak terkendali menyebabkan neuropati perifer berupa neuropati
sensorik, motorik, autonom. Neuropati sensorik biasanya cukup berat hingga
menghilangkan sensasi proteksi yang berakibat rentan terhadap trauma fisik dan termal,
sehingga meningkatkan risiko ulkus kaki. Neuropati motorik mempengaruhi semua otot
mengakibatkan penonjolan abnormal tulang dan arsitektur normal kaki berubah. Neuropati
autonom ditandai dengan kulit kering, tidak berkeringat, peningkatan pengisian kapiler
sekunder akibat arteriovenosus kulit. Hal ini menyebabkan timbulnya fisura, kerak kulit
sehingga rentan terhadap trauma minimal dan menyebabkan menurunnya refleks otot
(Wound International, 2013).
Iskemi disebabkan makroangiopati dan menurunnya sirkulasi jaringan yg ditandai oleh
hilang/berkurangnya denyut nadi arteri Formularium Rumah Sakit alis pedis, arteri tibialis,
dan arteri poplitea, menyebabkan kaki atrofi, dingin, kuku menebal yang selanjutkan akan
menjadi nekrosis jaringan sehingga timbul ulkus yang biasanya dimulai pada ujung kaki
atau tungkai (Wound International, 2013).
Kelainan neurovaskular diperberat dengan atrosklerosis, diamana arteri menebal dan
menyempit karena penumpukan lemak dalam pembuluh darah dan mempengaruhi otot
kaki karena berkurangnya suplai darah, kesemutan rasa tidak nyaman dan dalam jangka
lama dapat mengakibatkan kematian jaringan yang berkembang ulkus kaki diabetes. Proses
angiopati pada penderita diabetes mellitus berupa penyempitan, penyumbatan pembuluh
darah perifer tungkai bawah (kaki) akibat perfusi jaringan distal berkurang (Wound

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 278
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

International, 2013).

 Tatalaksana Terapi
 Pencegahan Primer
Penyuluhan cara terjadinya kaki diabetes sangat penting, harus selalu dilakukan setiap
saat. Berbagai usaha pencegahan sesuai dengan tingkat risiko dengan melakukan
pemeriksaan dini setiap ada luka pada kaki secara mandiri ataupun ke dokter terdekat.
Deformitas (stadium 2 dan 5) perlu sepatu/alas kaki khusus agar meratakan
penyebaran tekanan pada kaki.

 Pencegahan Sekunder
Pengelolaan Holistik Ulkus/Gangren Diabetik

Kerjasama multidisipliner sangat diperlukan. Berbagai hal harus ditangani dengan


baik dan dikelola bersama, meliputi:

 Wound control (perawatan luka sejak awal)


 Microbiological control-infection control (penggunaan antibiotik sesuai hasil
biakan kuman dan resistensi)
 Educational control

 Chronic Kidney Disease (CKD)


 Definisi
Chronic kidney disease (CKD) adalah suatu kerusakan pada struktur atau fungsi ginjal
yang berlangsung ≥ 3 bulan, dengan atau tanpa disertai penurunan glomerular filtration rate
(GFR). Selain itu, CKD dapat pula didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana GFR < 60
mL/menit/1,73 m2 selama ≥3 bulan dengan atau tanpa disertai kerusakan ginjal (National
Kidney Foundation, 2002).

Chronic Kidney Disease (CKD) adalah gangguan fungsi ginjal yang progresif dan
irreversible dimana ginjal gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan
cairan dan elektrolit, yang menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam
darah). CKD ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang irreversible pada suatu derajat
atau tingkatan yang memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap berupa dialisis atau
transplantasi ginjal (Smeltzer, 2010).

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 279
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

 Etiologi
Penyebab tersering terjadinya CKD adalah diabetes dan tekanan darah tinggi, yaitu sekitar
dua pertiga dari seluruh kasus (National Kidney Foundation, 2015). Keadaan lain yang dapat
menyebabkan kerusakan ginjal diantaranya adalah penyakit peradangan seperti
glomerulonefritis, penyakit ginjal polikistik, malformasi saat perkembangan janin dalam
rahim ibu, lupus, obstruksi akibat batu ginjal, tumor atau pembesaran kelenjar prostat, dan
infeksi saluran kemih yang berulang (Wilson, 2005).

 Patofisiologi
Patofisiologi CKD pada awalnya dilihat dari penyakit yang mendasari, namun
perkembangan proses selanjutnya kurang lebih sama. Penyakit ini menyebabkan
berkurangnya massa ginjal. Sebagai upaya kompensasi, terjadilah hipertrofi struktural dan
fungsional nefron yang masih tersisa yang diperantarai oleh molekul vasoaktif seperti sitokin
dan growth factor. Akibatnya, terjadi hiperfiltrasi yang diikuti peningkatan tekanan kapiler
dan aliran darah glomerulus. Proses adaptasi ini berlangsung singkat, hingga pada akhirnya
terjadi suatu proses maladaptasi berupa sklerosis nefron yang masih tersisa. Sklerosis nefron
ini diikuti dengan penurunan fungsi nefron progresif, walaupun penyakit yang mendasarinya
sudah tidak aktif lagi (Suwitra, 2009).

 Tanda dan Gejala (Arici, 2014)


- umum (lesu, lelah, peningkatan tekanan darah, tanda-tanda kelebihan volume, penurunan
mental, cegukan);
- kulit (penampilan pucat, uremic frost, pruritic exexcoriations);
- pulmonari (dyspnea, efusi pleura, edema pulmonari, uremic lung);
- gastrointestinal (anoreksia, mual, muntah, kehilangan berat badan, stomatitis, rasa
tidak menyenangkan di mulut);
- neuromuskuler (otot berkedut, sensorik perifer dan motorik neuropati, kram otot,
gangguan tidur, hiperrefleksia, kejang, ensefalopati, koma);
- metabolik endokrin (penurunan libido, amenore, impotensi);
- hematologi (anemia, pendarahan abnormal).

 Klasifikasi Stadium
Penyakit ini didefinisikan dari ada atau tidaknya kerusakan ginjal dan kemampuan
ginjal dalam menjalankan fungsinya. Klasifikasi ini ditujukan untuk memfasilitasi penerapan

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 280
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

pedoman praktik klinis, pengukuran kinerja klinis dan peningkatan kualitas pada evaluasi, dan
juga manajemen. Berikut adalah klasifikasi stadium CKD :

Tabel 1. Klasifikasi Stadium CKD (The Renal Association, 2013).

Stadium Deskripsi GFR


(ml/min/1,73m2)
1 Fungsi ginjal normal, tetapi temuan urin, ≥ 90
abnormalitas struktur atau ciri genetik
menunjukkan adanya penyakit ginjal.
2 Penurunan ringan fungsi ginjal, dan temuan 60-89
lain (seperti pada stadium 1) menunjukkan
adanya penyakit ginjal
3a Penurunan sedang fungsi ginjal 45-59
3b Penurunan sedang fungsi ginjal 30-44
4 Penurunan fungsi ginjal berat 15-29
5 Gagal ginjal <15

Penurunan fungsi ginjal ditandai dengan peningkatan kadar ureum dan kreatinin serum.
Penurunan GFR dapat dihitung dengan mempergunakan rumus Cockcroft-Gault (Suwitra,
2009). Penggunaan rumus ini dibedakan berdasarkan jenis kelamin (Willems et al., 2013).

Laki − laki =

Perempuan = x 0,85

Selain itu fungsi ginjal juga dapat dilihat melalui pengukuran Cystatin C. Cystatin C
merupakan protein berat molekul rendah yang disintesis oleh semua sel berinti dan ditemukan
diberbagai cairan tubuh manusia. Kadarnya dalam darah dapat menggambarkan GFR
sehingga Cystatin C merupakan penanda endogen yang ideal (Yaswir & Maiyesi, 2012).

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 281
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

 Komplikasi CKD
Adapun Komplikasi penyakit CKD (Sudoyo, 2006) :

Tabel 2. Komplikasi Penyakit CKD

Stadium Deskripsi GFR Komplikasi


2
(ml/min/1,73m )
1 Fungsi ginjal normal, tetapi ≥ 90
temuan urin, abnormalitas
struktur atau ciri genetik
menunjukkan adanya penyakit
ginjal.
2 Penurunan ringan fungsi 60-89 Tekanan darah
ginjal, dan temuan lain mulai
(seperti pada stadium 1) meningkat
menunjukkan adanya penyakit
ginjal
3a Penurunan sedang fungsi 45-59 Hiperfosfatemia,
ginjal hipokalemia,
3b Penurunan sedang fungsi 30-44 anemia,
ginjal hiperparatiroid,
hipertensi,
hiperhomosistemia
4 Penurunan fungsi ginjal berat 15-29 Malnutrisi,
ensefalopati
metabolik,
cenderung
hiperkalemia,
dislipidemia
5 Gagal ginjal <15 Gagal jantung,
uremia

 Tatalaksana Terapi
Penatalaksanaan yang diberikan pada pasien CKD disesuaikan dengan stadium penyakit
pasien tersebut (National Kidney Foundation, 2010). Perencanaan tatalaksana pasien CKD
dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 282
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

Stadium GFR Rencana Tatalaksana


2
(ml/min/1,73m )
1 ≥ 90 Observasi, kontrol tekanan darah
2 60-89 Observasi, kontrol tekanan darah
dan
faktor risiko
3a 45-59 Observasi, kontrol tekanan darah
3b 30-44 dan faktor risiko
4 15-29 Persiapan untuk RRT
5 <15 RRT

Terapi spesifik terhadap penyakit dasarnya paling tepat diberikan sebelum terjadinya
penurunan GFR sehingga tidak terjadi perburukan fungsi ginjal. Perburukan fungsi ginjal
dapat dicegah dengan mengurangi hiperfiltrasi glomerulus, yaitu melalui pembatasan asupan
protein dan terapi farmakologis guna mengurangi hipertensi intraglomerulus. Pencegahan dan
terapi terhadap penyakit kardiovaskular merupakan hal yang penting mengingat 40-45 %
kematian pada CKD disebabkan oleh penyakit kardiovaskular ini. Pencegahan dan terapi
penyakit kardiovaskular dapat dilakukan dengan pengendalian diabetes, pengendalian
hipertensi, pengendalian dislipidemia dan sebagainya. Selain itu, perlu dilakukan pencegahan
dan terapi terhadap komplikasi yang mungkin muncul (Suwitra, 2009).

1. Memperlambat Progesifitas kerusakan ginjal


a. Pengobatan hipertensi. Target penurunan tekanan darah yang dianjurkan < 130/80
mmHg.
b. Pembatasan asupan protein, bertujuan untuk mengurangi hiperfiltrasi glomerulus.
Pembatasan asupan protein mulai dilakukan pada LFG ≤ 60 ml/menit.
c. Restriksi fosfor untuk mencegah hiperparatiroidism sekunder.
d. Mengurangi proteinuria. Terdapat korelasi antara proteinuria dengan penurunan fungsi
ginjal. Penghambat ACE dapat mengurangi ekskresi protein.
e. Mengendalikan hiperlipidemi. Pengatasannya meliputi diet, olahraga, obat penurun
lemak darah (Mohammad & Matzke, 2014).
2. Pencegahan dan terapi pada kondisi komorbid
Penting sekali untuk mengikuti dan mencatat kecepatan penurunan LFG pada pasien penyakit

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 283
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

ginjal kronik. Hal ini untuk mengetahui kondisi komorbid yang dapat memperburuk
keadaan pasien. Faktor-faktor komorbid tersebut antara lain gangguan keseimbangan
cairan, hipertensi, infeksi traktus urinarius, obat-obat nefrotoksik atau peningkatan
aktivitas penyakit dasarnya (Mohammad & Matzke, 2014).
3. Pengelolaan Uremia dan Komplikasinya
a. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit PGK mengakibatkan retensi cairan dan
natrium. Peningkatan cairan intravaskular menyebabkan hipertensi sedangkan ekspansi
cairan ke ruang interstitial menyebabkan oedema.
b. Asidosis metabolik Pada pasien PGK stadium ≥ 3, digunakan natrium bikarbonat atau
asam sitrat untuk mengatasi penurunan bikarbonat tubuh. Sediaan dapat berupa tablet
natrium bikarbonat, shohl’s solution dan bicitra (kombinasi natrium sitrat dan asam
sitrat) serta policitra (kalium sitrat). Oleh karena sediaan mengandung natrium maka
keseimbangan cairan harus dimonitor. Larutan yang mengandung sitrat tidak boleh
dikombinasi dengan senyawa yang mengandung aluminium karena aluminium tersebut
akan diabsorpsi menyebabkan terjadinya keracunan aluminium. Pasien dengan asidosis
yang berat (bikarbonat serum < 8 mEq/L; ph < 7,2) dapat diberikan terapi i.v. Asidosis
metabolik pada pasien yang mengalami dialisis dapat diatur menggunakan konsentrasi
tinggi yaitu > 38 mEq/L bikarbonat atau asetat pada dialisatnya (Hudson, 2008).
c. Hiperkalemia. Hiperkalemia terjadi akibat ekskresi kalium melalui urin menurun,
keadaan katabolik, makanan (pisang, anggur), obat (spironolakton). Untuk
hiperkalemia, terapi yang biasa digunakan adalah intravena (i.v) kalsium glukonas,
insulin dan glukosa, albuterol dan Na polistiren sulfonat. Terapi hiperkalemia pada
pasien end stage kidney disease (ESKD) adalah hemodialisis. Diuretik kuat yang
merupakan standar terapi hiperkalemia tetapi tidak efektif pada PGK stadium akhir
(Mohammad & Matzke, 2014).
d. Diet rendah protein . Diet rendah protein dianggap dapat mengurangi akumulasi hasil
akhir metabolisme protein yaitu ureum.
e. Gangguan GIT. Gangguan GIT akibat akumulasi ureum di GIT. Untuk mengatasinya
diberikan antasida (hati-hati akumulasi logam Al), H2-blocker, antivomiting dan
dialisa.

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 284
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

 Heart Failure (Gagal Jantung)


 Definisi
Gagal jantung adalah kumpulan gejala yang kompleks dimana seorang pasien harus
memiliki tampilan berupa: gejala gagal jantung (nafas pendek yang tipikal saat istrahat
atau saat melakukan aktifitas disertai/tidak kelelahan); tanda retensi cairan (kongesti paru
atau edema pergelangan kaki); adanya bukti objektif dari gangguan struktur atau fungsi
jantung saat istrahat (PERKI, 2015).

 Patoisiologi
Gagal jantung dapat dilihat sebagai suatu kelainan progresif yang dimulai setelah adanya
“index event” atau kejadian penentu hal ini dapat berupa kerusakan otot jantung, yang
kemudian mengakibatkan berkurangnya miosit jantung berfungsi baik. Hal ini pada
akhirnya mengakibatkan jantung tidak dapat berkontraksi secara normal. Kejadian
penentu yang dimaksud ini dapat memiliki onset yang tiba-tiba, seperti pada kasus infark
miokard akut (IMA). Pada pasien gagal jantung memiliki satu kesamaan yaitu penurunan
kemampuan pompa jantung. Mekanisme gagal jantung meliputi gangguan kemampuan
kontraktilitas jantung sehingga curah jantung lebih rendah dari curah jantung normal.
Konsep curah jantung baik: CO = HR x SV (CO: Cardiac Output/curah jantung, HR:
Heart Rate/frekuensi jantung, SV: Stroke Volume). Bila curah jantung berkurang, sistem
saraf simpatis akan mempercepat frekuensi jantung untuk mempertahankan curah jantung
(Vardeny, 2016).

 Etiologi
a. Disritmia, seperti: bradikardi, takikardi, dan kontraksi prematur yang sering dapat
menurunkan curah jantung.
b. Malfungsi katup, dapat menimbulkan kegagalan pompa baik oleh kelebihan beban
tekanan (obstruksi pada pengaliran keluar dari pompa ruang, seperti stenosis katub
aortik atau stenosis pulmonal), atau dengan kelebihan beban volume yang menunjukan
peningkatan volume darah ke ventrikel kiri.
c. Abnormalitas otot jantung, menyebabkan kegagalan ventrikel meliputi infark miokard,
aneurisme ventrikel, fibrosis miokard luas (biasanya dari aterosklerosis koroner
jantung atau hipertensi lama), fibrosis endokardium, penyakit miokard primer
(kardiomiopati), atau hipertrofi luas karena hipertensi pulmonal, stenosis aorta, atau
hipertensi sistemik.

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 285
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

d. Ruptur miokard, terjadi sebagai awitan dramatik dan sering membahayakan kegagalan
pompa dan dihubungkan dengan mortalitas tinggi. Ini biasa terjadi selama 8 hari
pertama setelah infark.
 Klasifikasi Gagal Jantung
Tabel Tingkat Keparahan Gagal jantung (Yancy et al., 2013)

Klasifikasi menurut ACC/AHA Klasifikasi menurut NYHA


Stadium A Kelas I
Memiliki risiko tinggi untuk berkembang Pasien dengan penyakit jantung tetapi tidak ada
menjadi gagal jantung. Tidak terdapat gangguan pembatasan aktivitas fisik. Aktivitas fisik biasa
structural atau fungsional jantung. tidak menyebabkan kelelahan berlebihan,
palpitasi, dyspnea atau nyeri angina.
Stadium B Kelas II
Telah terbentuk penyakit struktur jantung yang Pasien dengan penyakit jantung dengan sedikit
berhubungan dengan perkembangan gagal pembatasan aktivitas fisik. Merasa nyaman saat
jantung, tidak terdapat tanda dan gejala. istirahat.
Stadium C Kelas III
Gagal jantung yang simptomatis berhubungan Pasien dengan penyakit jantung yang terdapat
dengan penyakit struktural jantung yang pembatasan aktivitas fisik. Merasa nyaman saat
mendasari. istirahat. Aktifitas ringan menyebabkan
kelelahan, palpitasi, dyspnea atau nyeri angina.
Stadium D Kelas IV
Penyakit struktural jantung yang lanjut serta Pasien dengan penyakit jantung yang
gejala gagal jantung yang sangat bermakna saat mengakibatkan ketidakmampuan untuk
istirahat walaupun telah mendapat terapi melakukan aktivitas fisik apapun. Gejala gagal
jantung dapat muncul bahkan pada saat istirahat.
Keluhan meningkat saat melakukan aktifitas.

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 286
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

 Manifestasi Klinis

Tabel Manifestasi Klinis Gagal Jantung

Gejala Tanda
Tipikal Spesifik

Ortopneu.
Paroxymal nocturnal dyspnoe.
aktifitas yang berkurang.

Kurang Tipikal Kurang tipikal

u pada
lanjut). perkusi.

usia).

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 287
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018
CATATAN PERKEMBANGAN PASIEN

Nama Tn. Oxx


No. DMK Xxxxx
Umur/ BB 61 Th
Alamat Xxxxx
Status BPJS non PBI
Diagnosa 13-3-2018 DM tipe 2+ Ulkus pedis+ Hipoglikemi+HHF
14-3-2018 DMND+ Hipoglikemi+ Ulkus pedis+ Suspect HHF+Hiperkalemi
15-3-2018 HT+DC+ DMND+ Post Hipoglikemi+ Ulkus pedis
16-17-3-2018 HT+DC+ DMND+ Post Hipoglikemi+ Ulkus pedis + Hiperkalemi
18-3-2018 HT+DC+ DMND+ Hipoglikemi+ Ulkus pedis
19-3-2018 HT+DC+ DMND+ Post Hipoglikemi+ Ulkus pedis + Hiperkalemi
20-3-2018 HT+DC+ DM+CKD+WBC
Alasan MRS Sesak nafas (+), Nyeri dada (+), Keringat dingin, luka pada kaki kiri
Riwayat Penyakit HT (+), DM(+), penyakit jantung
Riwayat Obat Lisinopril, Furosemid, ISDN, Glibenclamid
Alergi Tidak ada alergi
Tgl MRS/KRS MRS= 13-3-2018 jam 9.40 / KRS= 20-3-2018 (Meninggal 03.15)
Ruangan IGD= 13-3-2018 jam 9.40
Pindah Ruangan MP I3 jam: 15.45
Nama Dokter Dr. Y.E, S. Sp. PD; Dr. U Sp. JP

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 288
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018
DATA KLINIK

No Data Klinik Nilai 13/3 14/3 15/3 16/3 17/3 18/3 19/3 20/3
normal

1 Tekanan 120/80 100/60 130/80 150/90 170/100 150/70 140/80 140/80 170/80
Darah mmHg (pagi)
130/90 (pagi) (pagi) (pagi) (pagi) (pagi)

(sore) 170/110 150/70 140/70 170/80 170/80


(sore) (sore)
(sore) (sore) (sore)

2 Nadi ˃80 84 82 82 86 (pagi) 88 85 89 104


x/menit (pagi) (pagi) (pagi) (pagi) (pagi)
88
86 88 90 84 104
(sore) (sore) (sore) (sore) (sore)
(sore)

3 RR ˃20 26 28 24 24 24 24 20 24
x/menit

4 Suhu ˂36 ο atau 36,5 - 36,8 - 37 37 36 36,5


˃ 37οC

5 Nyeri ulkus Negatif 7 7 6 6 5 5 5 5


pd kaki

6 GCS 4-5-6 4-5-6 4-5-6 4-5-6 4-5-6 4-5-6 4-5-6 3-3-2 3-3-2

7 Sesak Negatif + + + - - - + +

8 Mual/muntah Negatif +/+ +/+ +/+ -/- -/- -/- +/- +/-

9 KU Baik Lemah Lemah Lemah Lemah Lemah Lemah Lemah Lemah

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 289
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

DATA LABORATORIUM
No Data laboratorium Nilai Normal 13/3 15/3 16/3 19/3 21/3

1 WBC 4,50-11,50 103/uL 19,06 

2 RBC 4,2-6,1 106/uL 4,3

3 HGB 12,1-17,6 g/dL 11,8

4 HCT 37,0-52,0 % 35,9

5 PLT 152-396 103/uL 34,9 

6 MCV 79,0-99,0 Fi 83,3

7 MCH 27,0-31,0 Pg 27,4

8 MCHC 33,0-37,0 g/dL 32,9

9 RDW-SD 35,0-47,0 Fi 46,2

10 RDW-CV 11,5-14,5 % 15,3 

11 PDW 9,0-17,0 Fi 10,3

12 MPV 9,0-13,0 Fi 10,3

13 P-LCR 13,0-43,0 % 25,5

14 PCR 0,2-0,4 % 0,4

15 EO % 0,00-3,00 % 1,10

16 BASO % 0,00-1,00 % 0,10

17 NEUT % 50,0-70,0 % 80,1 

18 LYMPH % 25,0-40,0 % 11,2 

19 MONO % 2,0-8,0 % 7,5

21 BASO 0,02

22 MONO 1,43

23 NEUT 2,0-7,7 103/uL 15,3 

24 LYMPH 0,8-4,0 103/uL 2,1

25 GDA ˂= 140 mg/dL 64  146  102 148 205

26 BUN 6,0-23,0 mg/dL 85,0 

27 Creatinin 0,7-1,2 mg/dL 5,9 

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 290
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018
Elektrolit

28 Natrium 136-145 mmol/I 134  138 137 133

29 Kalium 3,5-5,1 mmol/I 6,5  6,6  7,1  6,6 

30 Klorida 97-111 mmol/I 108 114  115  108

Jantung

31 CKMB ˂=25 U/L 43 

32 Troponin Negatif U/L -

HASIL PENUNJANG
Hasil Penunjang 14/3

Foto Thorax Cardio Megali

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 291
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

PENGOBATAN

Problem S/O Terapi Analisis DRP


medik

Hiperkalemi (S) – Ca gluconas 3x1  Berdasarkan Tatalaksana P 1.2= Efek


hyperkalemia pasien termasuk
obat tidak
(O) data D10 + actrapid 10 IU 7 dalam katagori servere yaitu ˃6,5
labolatorium mmol/L. optimal
Kalium
tpm  Menurut Guideline for the
Management of Acute C 1.1=
Tgl 13/3 = 6,5 Kalitake 3x 1 Hyperkalaemia in Adults,2016
Terapi Hiperkalemi pada step Pemilihan obat
mmol/L pertama diberikan Terapi Calcium tidak tepat
gluconate 10% 10 mL IV selama 5
Tgl 16/3 = 6,6 menit kemudian step kedua
diberikan insulin 10 unit dalam 50
mmol/L mL glukosa 50% IV selama 30
menit.
Tgl 19/3 = 7,7  Ca glukonas berfungsi untuk
mmol/L menstabilkan jantung.
 Insulin menstimulasi pompa N-K-
ATPase (memacu masuknya
Tgl 21/3 = 6,6 kembali kalium dari ekstrasel ke
mmol/L intrasel) dan Dextrose untuk
mencegah hipoglikemia.
 Kalitake sebagai resin penukar
ion.
 Terapi yang diberikan telah tepat
namun dosis untuk dekstrosa
belum tepat.
 Meningkatkan cairan dekstrosa 10
%

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 292
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018
Hiponatremi (S) – NaCl 0,9% 7 tpm  Pasien mengalami hyponatremia P1.4 Ada
dalam kategori mild. indikasi yang
(O) Data
 Berdasarkan Clinical Practice tidak diterapi
Labolatorium
Guideline On Diagnosis And
Natrium C1.5 Ada
Treatment Of Hyponatraemia
indikasi tetapi
Tgl 13/3: 134 (2014) Penanganan pada pasien
obat tidak
mmol/L dengan hiponatremi ringan atau
diresepkan
mild yaitu menghentikan cairan
non- essensial , obat-obatan dan
faktor yang dapat menyebabkan
terjadinya hiponatremi.
 Apoteker menyarankan untuk
memantau pengobatan terapi
pasien jika ada obat yang dapat
memicu terjadinya hiponatremi
sebaiknya tidak diberikan.
Ulkus pedis (S) – Inj. Ceftriaxone 2x1 (tgl  Menurut Guideline Wagner- P 1.2= Efek
13-19/3) Meggitt Clasification of Diabetic obat tidak
(O)
foot ulkus pedis pada pasien optimal
Inj. Metronidazol 3x1
Data Labolatorium tgl 13/3 termasuk dalam derajat 2 dengan
(tgl 13/3) C 1.1=
3
lebar ±5 cm dengan kedalaman
WBC =19,06 10 /uL Pemilihan obat
luka ±1 cm tanpa osteomyelitis.
PLT =34,9 103/uL tidak tepat
 Berdasarkan Antimicrobial Guide
NEUT % = 80,1 % Empiric Therapy and Treatment
Recommendations For Adult
LYMPH %= 11,2%
Patients, (2017) lini pertama
penatalaksanaan diabetic foot
ulcer moderate adalah Ampicillin-
sulbactam 1,5-3 g IV setiap 6 jam
atau Ceftriaxone 1 g IV setiap 24
jam.
 Apoteker menyarankan pemberian
Ampicillin-sulbactam 1,5-3 g IV
setiap 6 jam.
Nyeri Ulkus (S) Nyeri kaki Inj. Metamizol 3x1  Berdasarkan faces pain scale yang P 1.2= Efek
pedis kiri dialami pasien termasuk dalam obat tidak
kategori moderate. optimal
(O) Skala Nyeri
 Berdasarkan Guideline Treating
C 1.1=
Painful Diabetic Neuropathy

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 293
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018
Tgl 13/3: 7 (2015) penatalaksana nyeri yang Pemilihan obat
dialami pasien dapat diberikan tidak tepat
Tgl 14/3: 7
antikonvulsan (pregabalin,

Tgl 15/3: 6 gabapentin) dan antidepresan


TCAs seperti amitripthyline,
Tgl 16/3: 6 desipramine dan imipramine
sedangkan pada SNIRs seperti
Tgl 17/3: 5
duloxetine dan venlafaxine.
Tgl 18/3: 5  Bedasarkan Jurnal Comparative
Efficacy And Safety Of Six
Tgl 19/3: 5
Antidepressants And
Tgl 20/3: 5 Anticonvulsants In Painful
Diabetic Neuropathy: A Network
Meta-Analysis, 2013. Gabapentin
menjadi first line terapi untuk
diabetes neuropati dimana
Gabapentin menunjukan
efektivitas yang baik dan
Amitriptyline menunjukan
keamanan paling rendah.
 Menyarankan pemberian
Gabapentin dengan adjustment
dose 100-300/hari
HTDC+DMN (S) – Amlodipin 5 mg 0-1-0-  Terapi yang diberikan kurang tepat P1.2 Efek obat
tidak optimal
D 0  Berdasarkan JNC VIII (2014),
())Data
pasien hipertensi dengan riwayat C1.1
labolatorium Furosemide 20 mg 3x2
CKD dan DM sebaiknya diterapi
Tgl 13/3 Pemilihan obat
ISDN 3x1 dengan pemberian antihipertensi
tidak tepat
CKMB43 golongan ACE-I atau ARB
sebagai lini pertama baik dalam
Troponin bentuk tunggal atau kombinasi
negative hingga tercapai target tekanan
darah < 140/ <90 mmHg.
BUN 85,0
 Menyarankan untuk
Creatinin 5,9 menambhakan Valsartan 80 mg
1x1 sebagai antihipertensi.
TD (mmHg):
 Menurut Dezsi (2016), dalam
13/3:100/60 jurnal American of Cardivascular
Drugs disebutkan bahwa Valsartan

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 294
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018
14/3: 130/80 secara signifikan dapat
memperlambat laju penurunan
15/3: 150/90
fungsi ginjal, mengurangi tingkat

16/3: 170/80 kreatinin serum dua kali lipat dan


menunda munculnya ESRD pada
17/3: 150/70 pasien hipertensi dengan CKD
stadium lanjut.
18/3: 140/80

19/3: 140/80

Hipoglikemi (S) Lemah Dekstrosa 40% 2 Flash  Menurut PERKENI (2015), tujuan P1.2 Efek obat
pemberian Dextrose 40% 2 flakon tidak optimal
(O) Data
adalah untuk meningkatkan gula C1.1
labolatorium
darah pasien antara 30-60 mg/dl,
tgl 13/3 Pemilihan obat
Seharusnya Dekstosa 40% yang
GDA64 tidak tepat
diberikan ke pasien cukup 1 Flash
mg/dL
saja. Setelah 30 menit pemberian
D40 secara IV, periksa kadar gula
darah pasien dapat dilanjutkan
3/2/1 flakon sesuai hasil kadar
gula darah, diberikan 2-3x agar
kadar gula darah pasien mencapai
target ≥120 mg/dl.
 Berdasarkan Hospital Guidelines
for Diabetes Management
(2016), pasien yang mengalami
hipoglikemi dengan gula darah
<60 mg/dL dapat diberikan 15
ml Dextrose 50% melalui IV.
 Menyarankan pemberian
dextrose 40% 1 flash atau
pemberian dextrose 50% 15 ml
 dextrose 40% 18,75 ml 19
ml jika menggunakan dextrose
10% 75 ml.
mual muntah (S) mual Inj. Ranitidine 50 mg  Saat di IGD pasien mendapat P1.3 Obat
muntah 3x 1 terapi injeksi Ranitidin, tidak
diperlukan
pemberian Ranitidin di
(O) –
indikasikan untuk mencegah C1.3 Tidak
ada
kemungkinan terjadinya stress

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 295
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018
ulcer (Sweetman, 2009). indikasi
 Berdasarkan Guidelines For
penggunaan
Stress Ulcer Prophylaxis (EAST,
obat
2008), profilaksis pada kasus ini
tidak diperlukan. Oleh karena itu
sebaiknya Ranitidin tidak perlu
diberikan.
Inj. Odansetron 2x 8 mg  pada tanggal 16-18/3 pasien P1.3 Obat
diberikan Ondasetron dan tidak
Inj. Omeprazol 2x 40 diperlukan
Omeprazol namun pasien tidak
mg
mengalami mual muntah C1.3 Tidak
ada indikasi
seharusnya pemberian
penggunaan
ondansetron dan omeprazol obat
dihetikan pemberiannya. hal ini
bukan hanya menambah biaya
yang harus dikeluarkan pasien
namun juga menimbulkan efek
samping seperti konstipasi (efek
samping Ondansetron) sedangkan
efek samping diare (efek samping
omeprazol) yang membuat pasien
merasa tidak nyaman.
 Menyarankan evaluasi skala mual
dan menghentikan pemberian
Ondansetron dan omeprazol saat
sudah tidak diperlukan.
TPN (Total (S) Pasien tidak Inf.Clinimix:ivelip:tutof  Berdasarkan komposisi dari
parenteral mau makan usin1:1:1 7tpm clinimix dan tutofusin
nutrisi) mengandung kalium sebanyak
(O) Kondisi
20,3 mmol/L sehinga dengan
umum: Lemah
pemberian terapi total parenteral

Kadar kalium: ini pasien menjadi hiperkalemi


berat.
Tgl 19/3 = 7,7
 Pasien juga mengalami
mmol/L
hiperglikemi dimana kandungan

Tgl 21/3 = 6,6 glukosa dalam clinimix 20 g/100

mmol/L ml, gliserol pada ivelip 25 gram


dan kandungan sorbitol 50 gram
Kadar GDA: pada tutofusin.

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 296
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018
Tgl 19/3 = 148  Menyarankan pemberian TPN
mg/dL
(Total Parenteral Nutrition)
Tgl 21/3 = 205 dihentikan dan diganti
mg/dL
dengan NGT.

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 297
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

PEMBAHASAN
Pasien Tn. O masuk ke IGD pada tanggal 13/3/2018 dengan keluhan sesak nafas, nyeri
dada, keringat dingin, luka pada kaki kiri. Pasien memiliki riwayat penyakit terdahulu yaitu
DM tipe 2, hipertensi dan penyakit jantung. Dokter mendiagnosa pasien Hipertensi
decomcordis, Nefropati Diabetes + Post Hipoglikemi+ Ulkus pedis + Hiperkalemi.
Hiperkalemia
Pada awal MRS pasien mengalami kenaikan kadar kalium yaitu 6,5 mmol/L dimana nilai
kadar kalium tersebut berdasarkan Guideline for the Management of Acute Hyperkalaemia in
Adults termasuk hiperkalemia tipe severe diberikan terapi Calcium gluconate 10% 10 mL IV
selama 5 menit kemudian diberikan insulin 10 unit dalam 50 mL glukosa 50% IV selama 30
menit selanjutnya dapat diberikan Calcium Resonium untuk mengurangi kadar K+ diusus
dengan pertukaran ion sehingga menurunkan beban kalium total. Setiap gram calcium
resonium dapat menurunkan ±1 mmol/L kalium dari usus. Pada pasien sudah diberikan Ca
glukonas dan kalitake dengan hasil lab K pada tanggal 16/3 6,6 mmol/L kemudian pada
tanggal 16/3 pasien diberikan terapi tambahan yaitu insulin 10 unit + dekstrose 10 %, hal ini
kurang tepat menurut Guideline for the Management of Acute Hyperkalaemia in Adults
diberikan 50 mL glukosa 50% namun sediaan di Indonesia tidak ada sehingga bisa
dikonversikan ke dekstose 10% sehingga kebutuhan yang diperlukan adalah 250 ml.
Mekanisme kerja Ca glukonas pada jantung adalah untuk menstabilkan membrane. Kemudian
mekanisme kerja pemberian Insulin untuk menstimulasi pompa N-K-ATPase (memacu
masuknya kembali kalium dari ekstrasel ke intrasel) dan Dextrose untuk mencegah
hipoglikemia sedangkan Kalitake atau Calcium Resonium sebagai resin penukar ion. Namun
pada tanggal 19/3 dan 21/3 pasien mengalami peningkatan kadar kalium. Hal ini dipengaruhi
dari terapi pasien menggunakan TPN (Total Parenteral Nutrition) yaitu
clinimix:ivelip:tutofusin dimana perbandingan yang digunakan adalah 1:1:1, dimana kadar
kalium yang terdapat pada TPN (Total Parenteral Nutrition) tinggi yaitu 20,3 mmol/L.

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 298
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

(Guideline for the Management of Acute Hyperkalaemia in Adults, 2016)

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 299
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

Hiponatremia
Pasien awal MRS mengalami Hiponatremi 134 mmol/L dimana berdasarkan Clinical
Practice Guideline On Diagnosis And Treatment Of Hyponatraemia (2014) hiponatremia
diklasifikasikan berdasarkan tingkat keparahan terbagi atas mild (kadar natrium 130-135
mmol/l), moderate (125-129 mmol/l) dan profound (<125 mmol/l). Pada pasien mengalami
hiponatremia dalam katagori mild. Pasien diterapi NaCl 0,9 % 7 tpm. Berdasarkan Clinical
Practice Guideline On Diagnosis And Treatment Of Hyponatraemia (2014) Penanganan
kepada pasien dengan hiponatremi ringan atau mild yaitu menghentikan cairan non- essensial
, obat-obatan dan faktor yang dapat menyebabkan terjadinya hiponatremi, sehingga perlu
monitoring khusus bagi pasien mengenai pengobatan jika ada obat yang dapat memicu
terjadinya hiponatremi sebaiknya tidak diberikan.

Infeksi Ulkus Pedis


Pasien mengalami infeksi luka ulkus pedis sebelah kiri dengan WBC 19,06 103/uL, PLT
34,9 103/uL, NEUT % 80,1 %, LYMPH % 11,2% dan pasien mendapatkan terapi antibiotik
injeksi Metronidazol 3x1 (tgl 13/3) dan injeksi Ceftriaxone 2x1 (tgl 13-19/3). Berdasarkan
Wagner-Meggitt Classification of Diabetic Foot luka gangren yang dialami pasien termasuk
dalam grade 2 kategori moderate (lebar ulkus >2cm dengan kedalaman luka ±1cm)
Berdasarkan Antimicrobial Guide Empiric Therapy and Treatment Recommendations For
Adult Patients (2017) lini pertama untuk infeksi gangren moderate adalah Ampicillin-
sulbactam 1,5-3 g IV setiap 6 jam atau Ceftriaxone 1 g IV setiap 24 jam. Penggunaan
Ampicillin-sulbactam efektif untuk mengobati DFI (Diabetic Foot Infection) selain itu dari
segi cost effectiveness tidak semahal antibiotik yang lain. Ampicillin-sulbactam jika

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 300
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

dibandingkan dengan Ceftriaxone memiliki efek yang lebih luas karena aktif pada bakteri
anaerob sedangkan Ceftriaxone tidak aktif terhadap bakteri anaerob dan penggunaan
Ceftriaxone biasanya dikombinasi dengan Metronidazole. Dalam beberapa penelitian
(Antimicrobial Susceptibility Pattern in Diabetic Foot Ulcer, 2016), menunjukkan bahwa
organisme yang paling umum ditemukan pada ulkus kaki diabetik adalah bakteri Gram-
negatif yaitu S. aureus yang paling dominan. Kehadiran organisme MDR sangat tinggi pada
ulkus kaki diabetik sehingga untuk penanganannya menggunakan Ceftriaxone. Sebaiknya
penggunaan antibiotik Ceftriaxone dipertimbangkan apabila ada antibiotik lini pertama yaitu
Ampicillin-sulbactam yang efektif dan tidak mahal selain itu dapat dilakukan uji kultur untuk
memastikan bakteri apa yang menginfeksi sehingga dapat membantu pemilihan antibiotik.

Gambar 1 Ulkus Pedis (s) pasien

Gambar 1 Antimicrobial Guide Empiric Therapy and Treatment Recommendations For Adult
Patients (2017)

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 301
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

Nyeri luka ulkus pedis


Pasien mengalami nyeri yang diakibatkan karena ulkus pedis yang diderita pasien dan
terapi yang diberikan adalah injeksi metamizol 3x1 kurang tepat. Berikut adalah skala nyeri
yang dialami pasien:

Tabel 1 Skala Nyeri pasien


13/3 14/3 15/3 16/3 17/3 18/3 19/3 20/3

7 7 6 6 5 5 5 5

Berdasarkan Pain Management Guidelines nyeri dapat diukur berdasarkan faces pain
scale. Skala nyeri yang dialami pasien termasuk moderate (4-7).

Gambar 1 community principles of pain management, 2017


Terapi nyeri yang secara umum digunakan sebagai antinyeri moderate berdasarkan jurnal
pain management in patients with chronic kidney disease,2009 bahwa penggunaan terapi
antinyeri yang digunakan adalah morphine, dimana GFR pasien yaitu 13,02 ml/menit 1,73m2
sehingga untuk penggunaan morphine perlu dilakukan adjustment dose yaitu 75% dari dosis
normal yaitu 12 mg.

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 302
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

Berdasarkan Guideline Treating Painful Diabetic Neuropathy (2016) penatalaksana nyeri


yang dialami pasien dapat diberikan antikonvulsan (pregabalin, gabapentin) dan antidepresan
TCAs seperti amitripthyline, desipramine dan imipramine sedangkan pada SNIRs seperti
duloxetine dan venlafaxine.

Gambar 1 Treating Painful Diabetic Neuropathy, 2016

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 303
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

Bedasarkan Jurnal Comparative Efficacy And Safety Of Six Antidepressants And


Anticonvulsants In Painful Diabetic Neuropathy: A Network Meta-Analysis, 2013.
Gabapentin menjadi first line terapi untuk diabetes neuropati dimana Gabapentin menunjukan
efektivitas yang baik dan Amitriptyline menunjukan keamanan paling rendah, Sehingga pada
kasus ini apoteker menyarankan pemberian Gabapentin dengan adjustment dose 100-300/hari.
Pada problem medis nyeri ulkus pedis yang dialami pasien apoteker menyarankan untuk
diberikan terapi morphine yang di adjuments dose menjadi 12 mg/hari serta diberikan terapi
gabapentin dengan adjustment dose 100-300 mg/hari.

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 304
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

Hipertensi decomcordis dan Nefropati diabetikum

Pada kasus ini pasien mendapat Amlodipin yang merupakan golongan CCB sebagai terapi
untuk hipertensi, namun berdasarkan JNC VIII (2016), pasien hipertensi dengan riwayat CKD
dan DM sebaiknya diterapi dengan pemberian antihipertensi golongan ACE-I atau ARB
sebagai lini pertama baik dalam bentuk tunggal atau kombinasi hingga tercapai target tekanan
darah < 140/ <90 mmHg. Golongan ACEI/ARB direkomendasikan pada pasien CKD karena
bersifat renoprotektan. Bedasarkan Penatalaksanaan terapi untuk Hipertensi + Gagal Jantung
menurut guideline for the diagnosis and management of hypertensi in adult yaitu ACEi
merupakan first line therapy untuk HHF tetapi ARB direkomendasikan untuk pasien yang
intoleransi terhadap golongan ACEi bisa disebabkan karena ACEi menyebabkan batuk kering
dan angioderma.
Namun pada kasus ini lebih disarankan untuk menggunakan golongan ARB karena pasien
intoleransi terhadap golongan ACEi. Menurut Medicines Management Programme: Preferred
Drugs Angiotensin-II receptor blockers (ARBs), contoh obat golongan ARB yang dapat
digunakan sebagai terapi Hipertensi + Gagal jantung adalah Candesartan, Losartan dan
Valsartan.

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 305
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

Berdasarkan data farmakokinetik beberapa obat ARB diatas, obat yang disarankan ialah
Valsartan karena onsetnya cepat dan paling sedikit dieliminasi melalui ginjal dibanding obat
lainnya. Selain itu, menurut Dezsi (2016) dalam jurnal American of Cardivascular Drugs
disebutkan bahwa Valsartan secara signifikan dapat memperlambat laju penurunan fungsi
ginjal, mengurangi tingk at kreatinin serum dua kali lipat dan menunda munculnya ESRD
pada pasien hipertensi dengan CKD stadium lanjut. Oleh karena itu, disarankan untuk
menambahkan Valsartan 80 mg, 1x sehari sebagai terapi antihipertensi pada pasien.

TPN (Total Parenteral Nutrition)


Pada tanggal 18/3 keadaan kondisi pasien semakin menurun dan pasien tidak mau makan
sama sekali sehingga pasien di berikan terapi penambahan TPN (Total Parenteral Nutrition)
yaitu clinimix:ivelip:tutofusin dimana perbandingan yang digunakan adalah 1:1:1. Dampak
yang terjadi pada pemberian TPN (Total Parenteral Nutrition) ini adalah pasien mengalami
Hiperkalemi dimana hasil data labolatorium kalium tgl 19/3 : 7,7 mmol/L dan pada tanggal
21/3 : 6,6 mmol/L. Berdasarkan komposisi dari cliimix dan tutofusin mengandung kalium

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 306
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

sebanyak 20,3 mmol/L sehinga dengan pemberian terapi total parenteral ini pasien menjadi
hiperkalemi berat, selain itu pasien juga mengalami HIperglikemi dimana hasil labolatorium
tanggal 19/3 148 mg/dL dan pada tanggal 21/3 205 mg/dL. Dimana pasien memiliki nilai
GFR 13,02 ml/menit 1,73 m2, Berdasarkan Guideline on parenteral nutrition adult renal
failure,2009 total kalori yang dibutuhkan pasien dewasa dengan gagal ginjal adalah sebagai
berikut :

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 307
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

Mual dan Muntah


Pada tanggal 16/3-18/3 pasien sudah tidak mengeluh mual atau muntah namun Omeprazole
dan Ondansetron masih tetap diberikan, hal ini bukan hanya menambah biaya yang harus
dikeluarkan pasien namun juga menimbulkan efek samping seperti konstipasi (efek samping
Ondansetron) dan diare (efek samping omeprazol) yang membuat pasien merasa tidak
nyaman. Oleh karena itu, disarankan untuk melakukan evaluasi skala mual dan menghentikan
pemberian Ondansetron dan omeprazole saat sudah tidak diperlukan.

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 308
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

4.5.5. Kasus Pneumonia, Tuberkulosis Paru dan Diabetes Mellitus


 Pneumonia
 Definisi
Pneumonia adalah peradangan akut pada parenkim paru, bronkiolus respiratorius dan
alveoli, menimbulkan konsolidasi jaringan paru sehingga dapat mengganggu pertukaran
oksigen dan karbon dioksida di paru-paru. Pada perkembangannya, berdasarkan tempat
terjadinya infeksi, dikenal dua bentuk pneumonia, yaitu pneumonia-masyarakat (community-
acquired pneumonia/CAP), apabila infeksinya terjadi di masyarakat; dan pneumonia-RS atau
pneumonia nosokomial (hospital-acquired pneumonia/HAP), bila infeksinya didapat dirumah
sakit (Barbara et al., 2009). Community acquired pneumonia (CAP) adalah pneumonia
infeksius pada seseorang yang tidak menjalani rawat inap di rumah sakit. CAP disebabkan
oleh bakteri yaitu Streptococcus pneumonia, Haemophilus influenza dan Moraxella
catarrhalis. CAP biasanya menular karena masuk melalui inhalasi atau aspirasi organisme
patogen ke segmen paru atau lobus paru-paru (Barbara et al., 2009).

 Patofisiologi
Pneumonia bakterial menyerang baik ventilasi maupun difusi. Suatu reaksi inflamasi
yang dilakukan oleh pneumokokus terjadi pada alveoli dan menghasilkan eksudat yang
mengganggu gerakan dan difusi oksigen serta CO2. Sel darah putih, neutrofil juga bermigrasi
ke dalam alveoli dan memenuhi ruang udara, sehingga area paru tidak mendapat ventilasi
yang cukup karena adanya edema mukosa dan bronkospasme yang mengakibatkan penurunan
tahanan oksigen alveolar (Barbara et al., 2009).

 Etiologi
Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme, yaitu bakteri, virus,
jamur dan protozoa. Dari kepustakaan pneumonia komuniti yang diderita oleh masyarakat
luar negeri banyak disebabkan bakteri gram positif, sedangkan pneumonia di rumah sakit
banyak disebabkan bakteri gram negatif sedangkan pneumonia aspirasi banyak disebabkan
oleh bakteri anaerob (Barbara et al., 2009).

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 309
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

 TB Paru
 Definisi
Tuberkulosis paru (Tb paru) adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang
penyakit parenkim paru. Nama tuberkulosis berasal dari tuberkel yang berarti tonjolan kecil
dan keras yang terbentuk waktu sistem kekebalan membangun tembok mengelilingi bakteri
dalam paru. Tb paru ini bersifat menahun dan secara khas ditandai oleh pembentukan
granuloma dan menimbulkan nekrosis jaringan. Tb paru dapat menular melalui udara, waktu
seseorang dengan Tb aktif pada paru batuk, bersin atau bicara.

 Klasifikasi
Ada beberapa klasifikasi Tb paru yaitu menurut Depkes (2007) yaitu:
a. Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena:
1. Tuberkulosis paru
Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan (parenkim) paru. tidak
termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus.
2. Tuberkulosis ekstra paru
Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya pleura, selaput
otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar lymfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal,
saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain.
b. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis, yaitu pada Tb Paru:
1. Tuberkulosis paru BTA positif
 Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif.
 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada menunjukkan gambaran
tuberkulosis.
 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman Tb positif.
 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak SPS pada
pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah
pemberian antibiotika non OAT.
2. Tuberkulosis paru BTA negatif
Kriteria diagnostik Tb paru BTA negatif harus meliputi:
 Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif.
 Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberkulosis.
 Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 310
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

 Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan.

c. Klasifikasi berdasarkan tipe pasien ditentukan berdasarkan riwayat


pengobatan sebelumnya. Ada beberapa tipe pasien yaitu:
1. Kasus baru
Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT
kurang dari satu bulan (4 minggu).
2. Kasus kambuh (relaps)
Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberkulosis dan
telah dinyatakan sembuh tetapi kambuh lagi.
3. Kasus setelah putus berobat (default )
Adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan BTA positif.
4. Kasus setelah gagal (failure)
Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi positif
pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.
5. Kasus lain
Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas, dalam kelompok ini termasuk
kasus kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif setelah selesai
pengobatan ulangan (Depkes RI, 2006).
 Epidermiologi
a. Personal
1. Umur
Tb Paru Menyerang siapa saja tua, muda bahkan anak-anak. Sebagian besar penderita Tb Paru
di Negara berkembang berumur dibawah 50 tahun. Data WHO menunjukkan bahwa kasus Tb
paru di negara berkembang banyak terdapat pada umur produktif 15-29 tahun. Penelitian
Rizkiyani pada tahun 2008 menunjukkan jumlah penderita baru Tb Paru positif 87,6% berasal
dari usia produktif (15-54 tahun) sedangkan 12,4 % terjadi pada usia lanjut (≤ 55 tahun).
2. Jenis Kelamin
Penyakit Tb Paru menyerang orang dewasa dan anak-anak, lakilaki dan perempuan.Tb paru
menyerang sebagian besar laki-laki usia produktif.
3. Stasus gizi
Status nutrisi merupakan salah satu faktor yang menetukan fungsi seluruh sistem tubuh
termasuk sistem imun.Sistem kekebalan dibutuhkan manusia untuk memproteksi tubuh

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 311
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

terutama mencegah terjadinya infeksi yang disebabkan oleh mikroorganisme. Bila daya tahan
tubuh sedang rendah, kuman Tb paru akan mudah masuk ke dalam tubuh. Kuman ini akan
berkumpul dalam paru-paru kemudian berkembang biak.Tetapi, orang yang terinfeksi kuman
TB Paru belum tentu menderita Tb paru. Hal ini bergantung pada daya tahan tubuh orang
tersebut. Apabila, daya tahan tubuh kuat maka kuman akan terus tertidur di dalam tubuh
(dormant) dan tidak berkembang menjadi penyakt namun apabila daya tahan tubuh lemah
makan kuman Tb akan berkembang menjadi penyakit. Penyakit Tb paru Lebih dominan
terjadi pada masyarakat yang status gizi rendah karena sistem imun yang lemah sehingga
memudahkan kuman Tb Masuk dan berkembang biak.

 Etiologi
Penyakit Tb paru adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri.
Mycobakterium tuberkulosis. Bakteri ini berbentuk batang dan bersifat tahan asam sehingga
dikenal juga sebagai Batang Tahan Asam (BTA). Sumber penularan adalah penderita
tuberkulosis BTA positif pada waktu batuk atau bersin. Penderita menyebarkan kuman ke
udara dalam bentuk droplet (percikan dahak). Droplet yang mengandung kuman dapat
bertahan di udara pada suhu kamar selama beberapa jam. Orang dapat terinfeksi kalau droplet
tersebut terhirup ke dalam saluran pernafasan.Setelah kuman tuberkulosis masuk ke dalam
tubuh manusia melalui pernafasan, kuman tuberkulosis tersebut dapat menyebar dari paru
kebagian tubuh lainnya melalui sistem peredaran darah, saluran nafas, atau penyebaran
langsung ke bagian-bagian tubuh lainnya. Daya penularan dari seorang penderita ditentukan
oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat positif hasil
pemeriksaan dahak, makin menular penderita tersebut. Bila hasil pemeriksaan dahak negatif
(tidak terlihat kuman), maka penderita tersebut dianggap tidak menular. Seseorang terinfeksi
tuberkulosis ditentukan oleh konsentrasi droplet dalam udara dan lamanya menghirup udara
tersebut.

 Diabetes Mellitus
 Definisi
Sekelompok gangguan metabolik kronik, ditandai oleh hiperglikemia yang berhubungan
dengan abnormalitas metabolisme karbohidrat, lemak, protein, disebabkan oleh defek sekresi
insulin, sensitivitas insulin atau keduanya yang menyebabkan komplikasi mikrovaskukar,
makrovaskular, dan neuropati. Batasan gula darah pada diabetes mellitus :

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 312
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

- GDA ≥ 200 mg/dl ( 11,1 mmol/L).


- GDP ≥ 126 mg/dl (7 mmol/L).
- GD ≥ 200 mg/dl sesudah TTGO (ADA, 2015).

 Klasifikasi dan tipe diabetes mellitus


 Diabetes Mellitus Tipe 1
Destruksi sel beta pakreas karena autoimun, biasanya ditandai dengan ketosis berat
(ADA, 2017).
 Diabetes Mellitus Tipe 2
Resistenis insulin disertai defisiensi insulin. Insulin tidak bisa membawa glukosa
masuk ke dalam sel jaringan karena terjadi reistensi insulin yang merupakan turunnya
kemampuan insulin untuk merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan
untuk menghambat produksi glukosa oleh hati. Resistensi insulin menyebabkan reseptor
insulin tidak aktif karena dianggap kadarnya masih tinggi dalam darah dan
mengakibatkan defisiensi relatif insulin (ADA, 2017).
 Diabetes Mellitus Gestasional
Intoleransi glukosa yang terjadi selama masa kehamilan trimester kedua dan ketiga.
Diabetes mellitus berhubungan dengan meningkatnya komplikasi perinatal (ADA, 2017).
Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita diabetes mellitus dapat berupa
komplikasi mikrovaskular dan makrovaskular. Komplikasi mikrovaskular antara lain
adalah retinopati, nefropati, dan neuropati, sedangkan komplikasi makrovaskular adalah
hipertensi, stroke, jantung koroner, dan gangren.

 Patofisiologi
Destruksi sel beta pankreas, umumnya terjadi defisiensi insulin absolut sehingga mutlak
membutuhkan terapi insulin, biasanya disebabkan karena penyakit autoimun (ADA,
2017)Terapi farmakologis diterapkan bersama-sama dengan diet (modifikasi pola hidup dan
pola makan sehat) dan latihan jasmani. Terapi farmakologis berupa obat anti diabetes dan
insulin (ADA, 2017). .

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 313
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

 Tanda dan Gejala


Diabetes mellitus dapat hadir dengan gejala khas seperti sering haus (polidipsia), sering
buang air kecil (polyuria), sering makan (poliphagia), sering mengantuk (malaise) kaburnya
penglihatan, dan penurunan berat badan. (ADA, 2017).

 Tatalaksana Terapi
Terapi farmakologis diterapkan bersama-sama dengan diet (modifikasi pola hidup dan
pola makan sehat) dan latihan jasmani. Terapi farmakologis berupa obat anti diabetes dan
insulin (ADA, 2017).
 Vomitus perfuse
 Definisi
Mual biasanya didefinisikan sebagai kecenderungan untuk muntah atau sebagai perasaan
di daerah tenggorokan atau epigastrik yang memperingatkan seseorang bahwa muntah sudah
dekat (Dipiro, 2015). Mual biasanya diikuti dengan muntah tetapi tidak selalu akan menjadi
muntah, walaupun mual dan muntah terjadi melalui jalur saraf yang sama. Mual sering
disertai dengan keringat dingin, pucat, hipersalivasi, hilangnya tonus gaster, kontraksi
duodenum, dan refluks isi intestinal ke dalam gaster meskipun tidak selalu disertai dengan
muntah. Muntah (emesis/vomiting) adalah suatu gerakan ekspulsi yang kuat dari isi lambung
dan gastrointestinal melalui mulut (Dipiro, 2015). Muntah merupakan hasil dari sebuah
refleks yang kompleks dan kombinasi dari sistem saraf otonom (simpatis dan parasimpatis)
dan sisitem saraf motorik dengan eferen berasal dari pusat muntah yang diteruskan ke nervus
vagus dan neuron motorik yang mempersarafi otot-otot intra abdominal.

 Etiologi
Mual dan muntah disebabkan oleh sinyal dari retikular lateral di medula oblongata.
Sinyal ini diaktifkan oleh kelainan metabolik di darah, pusat keseimbangan di telinga,
disfungsi SSP, penyakit gastrointestinal atau stimulasi sensorik dan emosional. Umumnya
penyebab mual dan muntah sangat luas. Adapun beberapa kategori penyebab mual dan
muntah, sebagai berikut:
a. Peradangan mukosa GI
Iritasi mukosa esofagus, perut, atau duodenum; berkisar dari gastritis hingga ulserasi terbuka.
Penyebabnya meliputi PUD, oesophagitis, radiasi, dan gastritis.
b. Infeksi GI

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 314
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

Gastroenteritis virus atau bakteri akut dan kronis dan keracunan makanan.
c. Gangguan CNS
Meliputi migrain, infeksi SSP seperti meningitis dan abses otak, tumor seperti tumor
astrositik, kejang parsial kompleks, lesi saraf vestibular mulai dari mabuk perjalananhingga
neuroma akustik, kejadian serebrovaskular (misalnya stroke embolik, iskemik, atau
hemoragik) dan penyakit Parkinson.
d. Kelainan metabolik dan endokrin
Diabetes tipe 1 dan tipe 2, hipotiroidisme hiperkalsemia, dan hipertiroid dikaitkan dengan
mual, muntah, dan gastroparesis. Insufisiensi adrenal adalah keadaan darurat medis dengan
mual, muntah, penipisan volume, dan sodium rendah.
e. Malignancy
Infiltrasi kanker perut dapat terjadi dengan mual, muntah, dan gastroparesis. Kanker lainnya
meliputi kanker ovarium, karsinoma sel ginjal, dan kanker sel kecil paru-paru sindrom
paraneoplastik yang berhubungan dengan gastroparesis.
f. Gangguan Makan
Gejala umum yang terkait dengan gangguan psikologis bulimia nervosa, tetapi mungkin
karena terlalu banyak makan/anoreksia nervosa. Gastroparesis pada pasien dengan gangguan
makan dan gizi kurang.
g. Kehamilan
Pada trimester pertama kehamilan 80% ibu hamil mengalami mual dan muntah. Pada
hiperemesis gravidarum mual dan muntah tak henti-hentinya.
h. Efek samping obat
Hampir semua obat menginduksi mual dan muntah tergantung dosis. Obat antiinflamasi non
steroid (NSAID) adalah yang paling umum. Lainnya meliputi: antidepresan, opioid, anti-
aritmia, hormon seperti estrogen dan progesteron, kemoterapi, teofilin, dan digoksin. Gejala
kronis dapat terjadi pada beberapa pasien setelah terpapar antibiotik atau agen anestesi.
(Kenneth, 2017).

 Patofisiologi
Secara umum mual dan muntah terdiri atas 3 (tiga) fase, yaitu:
1. Nausea (mual)
Merupakan sensasi psikis yang timbul akibat rangsangaan pada organ-organ dalam,
labiring (organ keseimbangan) atau emosi dan tidak selalu diikuti retching atau muntah.

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 315
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

2. Retching (awal untuk muntah)


Merupakan fase dimana terjadi gerak nafas pasmodik dengan glotis tertutup, bersamaan
dengan adanya usaha inspirasi dari otot dada dan diafragma sehingga menimbulkan tekanan
intratoraks yang negatif.
3. Regurgitasi/emesis (pengeluaran isi lambung/usus ke mulut)
Terjadi bila fase retching mencapai puncaknya yang ditandai dengan kontraksi kuat otot perut,
diikuti dengan bertambah turunya diafragma, disertai penekanan mekanisme antirefluks. Pada
fase ini, pilorus atau antrum berkontraksi, fundus dan eksofagus berelaksasi, kemudian mulut
terbuka (Dipiro, 2015).

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 316
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018
LEMBAR KE : 1
DOKUMEN FARMASI PASIEN
INSTALASI FARMASI RSUD SIDOARJO

No. DMK : 1798079 Diagnosa :

Tgl MRS/KRS : 02 April/ 05 April 2018 Tgl 2-04-2018 (IGD) : TB Paru on therapy (relaps) + Dyspnea

Inisial pasien : Tn. M Tgl 3-04-2018 (MM) : TB Paru on therapy (relaps) + Dyspnea + Pneumonia + DMT2 Hiperglikemia

Umur/BB/Tinggi : 43 th Tgl 4-04-2018 (MM) : TB Paru on therapy (relaps) + Dyspnea + Pneumonia + DMT2 Hiperglikemia

Alamat : Xxx Tgl 5-04-2018 (MM) : TB Paru on therapy (relaps) + Dyspnea + Pneumonia + DMT2 Hiperglikemia

Alergi :- Status : BPJS NPBI

Ruangan : IGD Riwayat penyakit : DM (+) TB Paru (th 2015) relaps (2017 on tx 7 bulan) 4FDC + 2FDC

Pindah Ruangan : MMB lt 2 Riwayat obat : Insulin Novorapid; ins Lantus; Apidra ; Codein ; Ambroxol

Nama Dokter : Dr.Y Sp. PD/ Dr S Sp.P

PROFIL PENGOBATAN PADA SAAT MRS

Nama Obat Rute Dosis Tanggal Pemberian Obat

02/4 (IGD) 03/4 04/4 05/4 (KRS)

Pg Si So Ma Pg Si So Ma Pg Si So Ma Pg Si So Ma

Infus Asering + IV 14 tpm √ √ √


Drip
Aminophyllin

Inj Omeprazole IV 2x1 √ √ √ √ √ √ √

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 317
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018
40 mg

Combivent Nebul 3/hr √ √ √ √ √ √ √ √

Codein PO 2x1 √ √ √ √ √ √ √

Rifampicin PO 1x450 √ √ √ √ √

INH PO 1x300 √ √ √ √

Insulin NR SC 3x6 ui √ √ √ √

3x10 ui √ √ √ √

Insulin Lantus SC 0-0-20 √ √

Inj Ceftazidim IV 3x1 gr √ √ √ √

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 318
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018
DATA KLINIK DAN LABORATORIUM SERTA

DATA LAIN YANG MENDUKUNG

Tanggal
No DATA LAB
Nilai Normal 02/4 03/4 04/4 05/4
3
1. WBC 4,5-11,5 10 /uL 22,15 ↑ - - -
6
2. RBC 4,2-6,1 10 /uL 4,0 ↓ - - -

3. HGB 12,1-17,6 g/dL 11,7 ↓ - - -

4. HCT 37,0-52,0 % 33,5 ↓ - - -


3
5. PLT 152-396 10 /uL 344 - - -

6. MCV 79,0-99,0 Fi 82,9 - - -

7. MCH 27,0-31,0 Pg 29,0 - - -

8. MCHC 33,0-37,0 g/dL 34,9 - - -

9. RDW-SD 35,0-47,0 Fi 43,2 - - -

10. RDW-CV 11,5-14,5 % 14,6 - - -

11. PDW 9,0-17,0 Fi 9,9 - - -

12 MPV 9,0-13,0 Fi 9,1 - - -

13 P-LCR 13,0-43,0 % 18,4 - - -

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 319
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018
14 PCT 0,2-0,4 % 0,3 - - -

15 EO % 0,00-3,00 % 0,80 - - -

16 BASO % 0,00-1,00 % 0,20 - - -

17 NEUT % 50,0-70,0 % 81,4 ↑ - - -

18 LYMPH % 25,0-40,0 % 8,6 ↓ - - -

19 MONO % 2,0-8,0 % 9,0 ↑ - - -

20 EO 0,17 - - -

21 BASO 0,05 - - -

22 MONO 2,00 - - -
3
23 NEUT 2,0-7,7 10 /uL 18,00 ↑ - - -
3
24 LYMPH 0,8-4,0 10 /uL 1,9 - - -

25 GDA ˂= 140 mg/dL 309 ↑ 327 ↑ 433 ↑

26 GDP 74-110 mg/dL - 16,9 - -

27 GD2PP <140 mg/dL - 0,6 ↓ - -

28 BUN 6,0-23,0 mg/dL - 16,9 - -

29 Creatinin 0,7-1,2 mg/dL - 0,6 ↓ - -

30 Albumin 3,6-4,9 g/dL - 2,7↓ - -

31 Globulin 3,6-4,9 g/dL - 3,5 ↓ - -

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 320
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018
32 Bilirubin direct < 0,30 mg/dL - 0,25 - -

33 Bilirubin total < 1,2 mg/dL - 0,50 - -

34 SGOT < 40 U/L - 10 - -

35 SGPT < 41 U/L - 16 - -

36 Natrium 136-145 mmol/I - 130 ↓ - -

37 Kalium 3,5-5,1 mmol/I - 4,0 - -

38 Klorida 97-111 mmol/I - 84 ↓ - -

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 321
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

No DATA KLINIK Tanggal

(yang penting) 02/04 03/04 04/04 05/04

1. Suhu (370C±0,5) 36 - 36 36

2. Nadi 80x/menit 80 80 80 80

3. TD 120/80 mmHg 170/90 140/70 130/80 130/80

4. RR 20x/menit 25 24 24 24

5. Mual + + - -

6. Muntah - - - -

7 KU Lemah Lemah Cukup Cukup

8 GCS 456 456 456 456

9 Sesak + + + -

10 Batuk + + + -

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 322
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

DRP Monitoring
Subyektif Obyektif Problem medik Terapi Plan Efek
Efektifitas samping
Hiperglikemi Tgl 02/04 GDA : 309 Diabetes Militus 03/04/18 P 1.2. Efek obat Apoteker menyarankan Penurunan Monitoring
Insulin NR 3x6 ui
↑ 04/05/18 tidak optimal pemberian insuli RCI 24 kadar gula terjadinya
Insulin NR 3x10 ui C 3.1. Dosis ui/hari sampai GDS efek samping
Insulin Lantus 0-0- darah pasien
Tgl 03/04 GDP : 409 obat terlalu <200mg/dL atau nilai terjadinya
20 ui
↑ rendah. HA1c= <10%, kemudian Hipoglikemia
diberikan terapi
Tgl 04/04 GDA maintenance yaitu insulin
:327 ↑ basal (Lantus) 0-0-20 ui,
dan terapi insulin bolus
(NR) 15-15-15. pemberian
terapi kerja panjang seperti
lantus pada saat malam hari
pada pasien hierglikemi
didapat hasil yang lebih
bagus dibandingkan
pemberian insulin terapi
tunggal.
Pengobatan Sesak (+) Batuk TB Paru (relaps) Rifampicin 1x450 mg P.1.2 Efek obat Apoteker menyarankan dosis Pengobatan Monitoring
dan INH 1x 300 mg
TB Paru (+) tidak optimal INH ditingkatkan menjadi TB optimal penggunaan
(OAT) 450 mg + Rifampicin 450 mg etambutol
C.3.1 Dosis pada
atau obat yang dibawa
terlalu rendah penderita
pasien yang diminum dan DM karena
penambahan terapi yatu dapat
etambutol 400 mg memperparah
komplikasi
Apoteker menyarankan kelainan pada
pasien OAT di telan mata.
sebelum tidur dan diminum

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 323
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018
dengan sedikit makanan

Monitoring
Subyektif Obyektif Problem medik Terapi DRP Plan Efek
Efektifitas samping
Mual, Tgl 02/04/18 : Mual Dyspepsia Injeksi omeprazol P.1.2 Efek obat Apoteker menyarankan Mengurangi Monitoring
muntah (+), Muntah (-) tidak optimal hentikan pengobatan jika rasa mual dan pemberian inj
pasien sudah tidak merasa muntah omeprazole
Tgl 03/04/18 : Mual C.4.2 Lama mual dan muntah dapat
(+), Muntah (-) pengobatan meningkatkan
terlalu panjang resiko infeksi
Tgl 04/04/18 : Mual pneumoni.
(-), Muntah (-)

Tgl 05/04/18 : Mual


(-), Muntah (-)

Tgl 03/04/18 : SGOT


10, SGPT 16

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 324
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018
Sesak (+) Tgl 02/04/18 : Pneumonia Inj Ceftazidim 3x1 gr P.1.2 Efek obat Apoteker menyaranan terapi infeksi Pemantauan
Batuk (+) tidak optimal antibiotik diganti dengan bakteri batuk, sesak
WBC : 22,15 ↑ golongan floroquinolon pneumonia napas,
C.3.3 (levofloxacin 750 mg) menurun dan demam, dan
Neut % : 81,4↑ Pengaturan dosis apabila dalam 72 jam kondisi pemantauan
kurang sering kondisi pasien mulai stabil pasien WBC
dan bisa menelan obat dapat membaik
diganti dengan obat oral
yaitu gol beta lactam
(amoxcicilin dosis tinggi
3x1 gram) sebagai first line
terapi dan dapat
dikombinasi dengan
golongan macrolide
(Azythromycin 2x 500mg,
clarythromycin 2 x 250 mg)
atau gol floroquinolon,
untuk CAP dengan lama
pengobatan 5-7 hari.
Apoteker menyarankan
pasien untuk segera cek
sputum dan kultur darah
untuk melihat terapi
antimikroba yang spesifik.

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 325
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

Monitoring
Subyektif Obyektif Problem medik Terapi DRP Plan Efek
Efektifitas samping
Sesak (+) Tgl 02/04/18 : Mual Dypsneu Inj drip aminofilin - Pemberian terapi drip dapat jumlah urine
(+), Muntah (-) dan nebul combivent aminofilin dan nebul mengatasi meningkat,
combivent sudah tepat sesak pasien gelisah,
Tgl 03/04/18 : Mual kebingungan,v
(+), Muntah (-) ertigo, diare

Tgl 04/04/18 : Mual


(-), Muntah (-)

Tgl 05/04/18 : Mual


(-), Muntah (-)

Tgl 03/04/18 : SGOT


10, SGPT 16

Batuk (+) Tgl 02/04/18 :Batuk Pneumoni+TBC Codein 3x1 P.1.2 Efek obat Apoteker menyarankan dapat gangguan
(+) Paru tidak optimal ganti obat codein dengan mengatasi saluran
obat espektoran yaitu NAC batuk pasien pencernaan,
Tgl 03/04/18 ::Batuk C.1.1 Pemilihan 200 mg 2x1. mual, muntah
(+) Obat tidak tepat

Tgl 04/04/18 ::Batuk


(+)

Tgl 05/04/18 ::Batuk


(-)

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 326
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

PEMBAHASAN

Pasien atas nama Tn M umur 43 tahun datang ke IGD tgl 2-April-2018 dengan keluhan,
sesak nafas, batuk, mual, kondisi umum lemah. Tn M memiliki riwayat DM sejak 4 tahun
yang lalu dan sebelumnya pernah pengobatan TBC tahun 2015 sampai tuntas dan dinyatakan
negatif, kemudian kambuh kembali pada tahun 2017 dan sekarang sudah menjalani
pengobatan selama 7 bulan. Dokter mendiagnosa saat di IGD Tn M TB paru on therapy +
dyspneu. Terapi yang diberikan saat di IGD yaitu terapi infus asering drip amynophyllin dan
injeksi omeprazole, codein, nebul combivent, rifampicin 450 mg dan INH 300 mg.

 DM Hiperglikemi
Pada kasus hiperglikemia pada pasien TB akan menggagu fungsi neutrofil, monosit,
makrofag dalam kemotasis dan fagositosis sebagai upaya mekanisme pertahanan pada
penderita yang memiliki kontrol gula darah yang buruk. Kadar glukosa darah yang tinggi
(hiperglikemia) akan menyebabkan penurunan sistem imunitas selular, hiperglikemi kronis
dapat merusak respon imun bawaan dan adaptif yang diperlukan untuk melawan poliferasi
TB. Terjadi perubahan vaskuler pulmonal dan tekanan oksigen alveolar yang memperberat
kondisi pasien. Sehingga perlu pemberian terapi yang cepat pada kasus hiperglikemia pada
pasien TB, kadar glukosa darah yang tinggi (hiperglikemia) akan menyebabkan penurunan
sistem imunitas selular, hiperglikemi kronis dapat merusak respon imun bawaan dan adaptif
yang diperlukan untuk melawan poliferasi TB. Terjadi perubahan vaskuler pulmonal dan
tekanan oksigen alveolar yang memperberat kondisi pasien. Sehingga perlu penurunan kadar
glukosa darah secara cepat.

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 327
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

Menurut guidline VRIII in medical inpatients pemberian terapi RCI (Regulasi cepat
intravena) dapat diberikan pada pasien yang memiliki kadar glukosa >10 mmol/L, dengan
target 6-10 mmol/L. Pemberian insulin yang diberikan yaitu rapid atau short acting dengan
rumus 0,5x BB = 0,5x54=27 ui/hari. menurut guidline VRIII in medical inpatients dosis
maksimal yaitu 24ui/hari tetapi bisa ditambah 2 ui perhari jika kadar gula belum mencapai
target. Dalam pemberian insulin RCI perlu dimonitoring saat 20 menit setelah pemberian RCI
untuk melihat kadar gula darah atau apabila terapi tidak ada respon. Pemberian insulin dapat di
masukkan pada cairan Nacl atau dektrose 5 %.

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 328
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 329
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 330
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

Pada pasien pemberian terapi yaitu insulin NR dan lantus sudah tepat tetapi tanggal
pemberian kurang tepat, pemberian insulin NR seharusnya dari tgl 2/4/18 karena nilai GDS
pasien sangat tinggi yaitu 309 ↑ tetapi tidak diberikan terapi, tgl 03/04 saat dirawat inap

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 331
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

diberikan terapi insulin NR 3x6 ui tetapi nilai GDP tetap/ semakin tinggi yaitu 409 ↑ dan pada
saat tanggal 04/04 insulin NR ditingkatkan menjadi 3x10 dan ditambahkan terapi yaitu lantus
0-0-20 ui tetapi nilai GDS masih tinggi yaitu 327 ↑ saran apoteker untuk diberikan terapi RCI
24 unit/ hari diberikan gula darah terkontrol <200 mg/dL.

Berdasarkan American Diabetic Association (ADA), pasien hiperglikemi yang tidak


terkontrol dapat di berikan multi dose insulin yaitu insulin basal dan bolus, untuk insulin basal
dapat diberikan dosis awal yaitu 10 ui/ hari atau 0,3-0,5 x BB = 0,4 x 54 = 21,6 ≈ 20 ui

Perhitungan bolus = 0,5 x 54 = 27 ui sehari 3x = 9 ui karena nilai GDP pasien tinggi >180
maka ditambahkan 6 ui jadi pemberian sekali terapi yaitu 15 ui. Apabila kadar gula darah
masih tidak terkontrol dosis dapat ditingkatkan 2-4 ui dalam satu atau dua minggu untuk
mencapai gula darah target. Kemudian lakukan evaluasi tiap 3 bulan. Apoteker menyarankan
pemberian insuli RCI 24 ui/hari sampai GDS <200mg/dL atau nilai HA1c= <10%, kemudian
diberikan terapi maintenance yaitu insulin basal (Lantus) 0-0-20 ui, dan terapi insulin bolus
(NR) 15-15-15. pemberian terapi kerja panjang seperti lantus pada saat malam hari pada
pasien hierglikemi didapat hasil yang lebih bagus dibandingkan pemberian insulin terapi
tunggal.

 TB Paru (Relaps)
Obat OAT on therapy 7 bulan (Relaps) termasuk pengobatan katergori 2 (sebelumnya pernah
terapi OAT th 2015 sampai tuntas dan dinyatakan negatif) dan kambuh lagi tahun 2017, sudah
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 332
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

pengobatan 7 bulan. Pasien mengatakan sudah menjalani terapi selama 7 bulan obat yang
diminum yaitu; 2 FDC 1x3 (rifampicin 3x150 mg dan INH 1x150 mg). Saat dirumah sakit
OAT dari pasien di stop dkemudian diberikan OAT dari rumah sakit yaitu Rifampicin 1x450
mg dan INH 1x 300 mg. Menurut pedoman TB depkes 2014 pengobatan OAT untuk pasien
BTA positif yang pernah di obati sebelumnya mendapt terapi ategori 2 yaitu mendapatan
terapi RH (150/150) + Etambutol (400) dan berdasarkan berat badan pasien dosis obat INH
yang diberikan terlalu rendah 1x300 mg dan tidak mendapat terapi Etambutol

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 333
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

Apoteker menyarankan dosis INH ditingkatkan menjadi 450 mg + Rifampicin 450 mg


atau obat yang dibawa pasien yang diminum dan penambahan terapi yatu etambutol 400 mg.
Apoteker menyarankan pasien OAT di telan sebelum tidur dan diminum dengan sedikit
makanan. Rifampicin dan Isoniazid berpotensi kuat meyebabkan kerusakan pada hepar
dikarenakan obat ini dimetabolisme di hepar yang dapat menyebabkan peradangan hepar
dengan gejalan yang sering ditemukan yaitu mual, muntah, nyeri perut dan ikterik. Ikterik
gampang dikenali dengan melihat adanya warna kekuningan dibagian putih mata, hal ini
disebabkan karena adanya gangguan metabolisme bilirubin di hepar. Penghentian pengobatan
dihentikan apabila bilirubin > 2 : OAT stop, enzim hepar meningkat > 5 kali atau gejala (+):
OAT stop, enzim hepar meningkat, gejala (-) : teruskan pengobatan dengan pengawasan.

Pasien mengeluh mula dan rasa tidak enak diperut hal ini mungkin disebabkan dari
konsumsi OAT yang memiliki efek samping mual dan rasa tidak enak diperut. Pemberian
injeksi omeprazol pada pasien kurang tepat hal ini dikarenakan mekanisme kerja omeprazol
yaitu dengan menghambat sekresi asam lambung, sedangkan rasa mual muntah yang di alami
pasien karena OAT dimana penyebab rasa mual muntah karena ada gangguan dihepar,
sehingga pemberian injeksi omeprazol kurang tepat. Pada tanggal 04/04/18 pasien sudah tidak
mengeluh mual dan muntah tetapi terapi inj omeprazol tetap diberikan hal ini tidak hanya
menambah biaya pengobatan akan tetapi juga menimbulan efek samping omeprazole dapat
meningkatkan resiko infeksi pneumoni.

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 334
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

(AHFS, 2011)

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 335
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

Menurut comunity acquired pneumonia and acid supressive drug position statement
yang dilakukan penelitian ASD (Acid Supressive Drug) dalam mengurangi refluks dan, oleh
karena itu, mengurangi potensi aspirasi yang dapat menyebabkan penyakit batuk kronis atau
saluran napas reaktif. Terapi ASD dapat menyebabkan pneumonia dengan meningkatkan
kolonisasi bakteri lambung. Bakteri ini kemudian bisa berpotensi bepergian ke paru-paru
melalui pencernaan atas dan saluran pernapasan bagian atas setelah 30 hari terapi ASD.
Apoteker menyarankan hentikan pengobatan jika pasien sudah tidak merasa mual dan muntah
 Pneumonia
Pneumonia merupakan suatu peradangan paru yang disebabkan oleh miroorganisme yaitu
bakteri, virus, jamur dan parasit aan tetaoi tidak termasuk yang disebabkan oleh bakteri M.
tuberculosis. Pneumonia itu sendiri dibedakan menjadi 3 yaitu CAP, HAP dan VAP. CAP
atau biasa disebut Community acquired pneumonia merupakan infeksi akut parenkim paru
yang ditandai dengan terdapatnya infiltrat baru pada foto toraks atau ditemukan perubahan
suara napas dan atau ronkhi basah lokal pada pemeriksaan fisik paru yang konsisten dengan
pneumonia pada pasien yang tidak sedang dirawat dirumah sakit atau tempat perawatan lain
dalam waktu 14 hari sebelum timbulnya gejala. HAP merupakan pneumonia yang muncul
setelah >48 jam di rawat dirumah sakit dengan tanpa intubasi thracea. VAP merupakan
pneumonia yang terjadi setelah 48-72 jam atau lebih setelah intubasi thracea.

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 336
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

Menurut Adult Pneumonia Guidline CAP digolongkan menjadi 3 kategori yaitu mild,
moderat dan severe. Pasien termasuk pneumonia mild karena No CORB factor. Dengan nilai
score untuk pasien CAP yaitu termasuk low dengan nilai point 1 yaitu terjadinya penurunan
albumin menjadi 2,7↓ pada tanggal 3/4/18. Menurut American thorac society management
CAP untuk pasien yang belum pernah mendapat antibiotik selama 3 bulan dapat diberikan
antibiotik terapi empirik untuk pasien non ICU dengan riwayat DM dapat diberikan terapi
beta lactam (amoxcillin, cefpodoxime + macrolide (Azythromycin, clarythromycin) atau
golongan floroquinolon (levofloxacin 750 mg) apabila pasien alergi dengan penicilin apabila
kondisi pasien sudah stabil ( dalam waktu 72 jam, terdapat perbaikan gejala dan jumlah
leukosit normal atau menuju normal dan bisa mentoleran obat oral dapat segera diganti
dengan terapi lewat oral. Berdasarkan Adult Pneumonia Guidline CAP pemberian terapi
untuk CAP dapat diberikan antibiotik beta lactam dengan lama terapi yaitu 5-7 hari.

Inj Ceftazidim 3x1 gr

Pasien mulai diberikan terapi antibiotik pada tanggal 04/04/18 padahal nila WBC dan Neut
tinggi sudah sejak awal pasien masuk RS dari hasil penunjang foto thorax pasien sudah di
diagnosa pneumoni namun saat masuk rumah sakit pasien tidak diberi terapi antibiotik dan
pemberian ceftazidim hanya 2 hari

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 337
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 338
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

Adult Pneumonia Guidline (Comunity and hospital aquired) HNEH

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 339
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 340
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

(Diagnosis and management of comunity accuired pneumony in adults, AAFP 2011)

Nilai score untuk pasien CAP yaitu termasu low dengan nilai point 1 yaitu terjadinya
penurunan albumin menjadi 2,7↓ pada tanggal 3/4/18

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 341
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

(Infectious disease society of america/ american thoracic society concencus Guidlines on the
management of CAP in adult)

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 342
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

Apoteker menyaranan terapi antibiotik diganti dengan golongan floroquinolon


(levofloxacin 750 mg) apabila dalam 72 jam kondisi pasien mulai stabil dan bisa menelan
obat dapat diganti dengan obat oral yaitu gol beta lactam (amoxcicilin dosis tinggi 3x1 gram)
sebagai first line terapi dan dapat dikombinasi dengan ] golongan macrolide (Azythromycin
2x 500mg, clarythromycin 2 x 250 mg) atau gol floroquinolon, untuk CAP dengan lama
pengobatan 5-7 hari. Apoteker menyarankan pasien untuk segera cek sputum dan kultur darah
untuk melihat terapi antimikroba yang spesifik.

 Dypsnea
Inj drip aminofilin dan nebul combivent

Pasien mulai diberikan terapi drip aminofilin dan nebul combivent sejak awal masuk rumah
sakit sampai keluar rumah sakit. Aminofilin merupakan kombinasi teofilin dengan
etilendiamin yang berfungsi sebagai bronodilator yang dapat melebarkan saluran udara
bronkus pada paru-paru untuk mengatasi sesak nafas serta meningkatkan serapan oksigen.
Obat nebul combivent merupakan obat yang berisi albuterol (salbutamol) dan ipratropium
bromide. Nebul combivent bekerja dengan melebarkan saluran pernafasan.

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 343
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

(American thorax society, dyspne 2012)

Batuk timbul karena paru-paru mendapat agen pembawa penyakit masuk kedalam
saluran pernafasan sehingga menimbulkan batuk untuk mengeluarkan agen tersebut.
Batuk berasarkan produktivitasnya dibagi menjadidua yaitu batuk produktif (batuk
yang menghasilkan dahak/sputum) an batuk tidak produktif (batuk tidak berdahak).
pada kasus ini pasien mengalami batuk berdahak sehingga pengobatannya disarankan

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 344
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

yaitu espektoran dapat meningkatkan sekresi mukus di saluran nafas sehingga


bermanfaat untuk mengurangi iritasi dan batuknya akan berkurang atau pemberian
terapi mukolitik dapat melarutkan atau mengencerkan dahak yang kental sehingga
lebih mudah dikeluarkan. Batuk berdahak sebaiknya tidak di obati dengan obat
antitusif/ penekan batuk arena lendir atau mukus akan semakin menumpuk di paru-
paru.

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 345
Laporan PKP Apoteker RSUD Sidoarjo 01 Maret - 30 April 2018

BAB V
KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan
Setelah melalui seluruh kegiatan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di RSUD
Sidoarjo diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
1. Mahasiswa apoteker mampu menjelaskan peran, tugas dan fungsi apoteker dalam
melakukan pelayanan kesehatan di Rumah Sakit sesuai dengan peraturan yang berlaku
yaitu pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, bahan medis habis pakai serta
pelayanan farmasi klinik.
2. Mahasiswa apoteker memiliki wawasan pengetahuan ketrampilan dan pengalaman
praktis untuk melakukan pekerjaan kefarmasian di Rumah Sakit sesuai dengan
Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 72 tahun 2016 tentang Standart Pelayanan
Kefarmasian di Rumah Sakit yaitu pengelolaan sedian farmasi dan bahan medis habis
pakai yang di mulai dari pemilihan, perencanaan, kebutuhan, pengadaan, penerimaan,
penyimpanan, pendistribusian, pemusnahan, penarikan, pengendalian dan
administrasi. Sedangkan untuk pelayanan farmasi klinik dimulai dari pengkajian dan
pelayan resep, penelusuran riwayat penggunaan obat, rekonsiliasi obat, PIO,
konseling, cisite, Pemantauan Terapi Obat (PTO), Evaluasi Penggunaan Obat (EPO).
dispensing sediaan steril pemantauan kadar obat dalam darah (PKOD). RSUD
Kabupaten Sidoarjo belum melakukan PKOD yang merupakan bagian dari farmasi
klinis.
3. Pengembangan praktik farmasi komunitas yang dilakukan di RSUD Kabupaten
Sidoarjo salah satunya yaitu penyuluhan. Hal tersebut bertujuan untuk meningkatkan
pemahaman pasien terkait penyakit dan pengobatan yang diterima. Namun pada
praktiknya penyuluhan tidak maksimal dalam memberikan informasi pada pasien
dikarenakan tempat yang kurang kondusif serta waktu kurang terjadwal dalam
pelaksaan penyuluhan.
4. Mahasiswa apoteker dapat memasuki dunia kerja sebagai tenaga farmasi yang
profesional yang memberikan jasa atau layanan atas kompetensi yang dimiliki sesuai
dengan standart operating procedure dan kode etik serta peraturan dalam bidang yang
dijalaninya. Namun mahasiswa apoteker masih kurang memahami dalam
mengaplikasikan standart operating procedure dan kode etik di lapangan.

Laporan PKP Apoteker RSUD Sidoarjo 346


Laporan PKP Apoteker RSUD Sidoarjo 01 Maret - 30 April 2018

BAB VI
SARAN

6.1 Saran
1. Sebaiknya struktur organisasi Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) RSUD
Kabupaten Sidoarjo tetap mempertahankan peran, fungsi, posisi dan tanggung jawab
sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 72 tahun 2016 tentang Standart
Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit
2. RSUD Kabupaten Sidoarjo belum melakukan kegiatan PKOD dan penanganan obat-
obat sitostatika. Sehingga disarankan untuk kedepannya mahasiswa diberikan
pembekalan tentang PKOD maupun penanganan obat-obat sitostatika.
3. RSUD Kabupaten Sidoarjo sudah melakukan penyuluhan demi meningkatkan
pengetahuan pasien tentang kesehatan yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas
hidup pasien. Sebaiknya penyuluhan diberikan sarana seperti; leaflet, brosur,
penambahan LCD dan tempat yang lebih kondusif dengan cara menyediakan tempat
khusus untuk penyuluhan agar semua peserta/pasien dapat menerima penyampaian
informasi yang lebih baik.
4. Dalam menjalani kegiatan PKPA di RSUD Kabupaten Sidoarjo mahasiswa praktek
sudah diberikan kegiatan pelayanan kefarmasian baik di instalasi farmasi maupun di
bangsal. Saran kedepannya dalam kegiatan pelayanan kefarmasian di bangsal tidak
hanya di dua bangsal akan tetapi di beberapa bangsal karena setiap bangsal memiliki
pola penyakit yang berbeda sehingga pengobatannya juga berbeda dan dengan adanya
kegiatan pelayanan kefarmasian yang diperbanyak diharapkan ilmu yang didapat juga
lebih banyak.

Laporan PKP Apoteker RSUD Sidoarjo 347


Laporan PKP Apoteker RSUD Sidoarjo 01 Maret - 30 April 2018

DAFTAR PUSTAKA

ADA (American Diabetes Association) , 2017. Diabetes Management Guidelines

Albumin Adminitration Guidelines, 2014, Appropriate and Inappropriate Use of Albumin.


NEJM.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2008, Pedoman Manajerial Pencegahan dan


Penegndalian Infeksi di rumah Sakit dan fasilitas Pelayanan Kesehatan Lainnya.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 340 Tahun
2010 Tentang Klasifikasi RS. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta, 2010.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1204


Tahun 2004 Tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit. Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta, 2004.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 72 Tahun


2016 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di RS. Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, Jakarta, 2016.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 58 Tahun


2014 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di RS. Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, Jakarta, 2014.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1045


Tahun 2006 Tentang Pedoman Organisasi Rumah Sakit. Departemen Kesehatan
Republik Indonesia, Jakarta, 2006.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Peraturan Menteri Kesehatan Republik


Indonesia Nomor 56 Tahun 2014 Tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta, 2014.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Peraturan Menteri Kesehatan Republik


Indonesia Nomor 34 Tahun 2017 Tentang Pengaturan Akreditasi Rumah Sakit.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta, 2017.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Peraturan Menteri Kesehatan Republik


Indonesia Nomor 3 Tahun 2015 Tentang Peredaran, Penyimpanan, Pemusnahan, dan

Laporan PKP Apoteker RSUD Sidoarjo 348


Laporan PKP Apoteker RSUD Sidoarjo 01 Maret - 30 April 2018
Pelaporan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi. Departemen Kesehatan
Republik Indonesia, Jakarta, 2015.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia


Nomor 23 Tahun 2005 Tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta, 2005.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor


77 Tahun 2015 Tentang Pedoman Organisasi Rumah Sakit. Departemen Kesehatan
Republik Indonesia, Jakarta, 2015.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, PERDALIN, Jakarta, 2008.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 44


Tahun 2009 tentang Rumah Sakit. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta,
2009.

Hollander et al. 2006. Hyperkalemia. American Academy of Family Physicians.

KDIGO. 2012. Clinical Practice Guideline for Anemia in Chronic Kidney Disease. Official
Journal of the International Society of Nephrology.

Kemenkes RI., 2011, Standar Akreditasi Rumah Sakit , Kerjasama Direktorat Jenderal Bina
Upaya Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dengan Komisi
Akreditasi Rumah Sakit (KARS). Jakarta.

Komisi Akreditasi Rumah Sakit (KARS), 2012, Penilaian Akreditasi Rumah Sakit. Jakarta.

Lacy, C. F., etc, 2009, Drug Information Handbook, 17th edition, Lexi-Comp Inc & Apha
North American, American Pharmaceutical Association.

Majority Vol.4. Norwitz, Errol dan John O Schorge. 2008. At A Glance Obstetri &
Ginekologi. Jakarta : Penerbit Erlangga.

McEvoy, G. K., 2011, AHFS Drug Information Essential, American Society of Health-
System Pharmacists, Inc., Bethesda, Maryland.

MIMS Indonesia, 2016. MIMS Petunjuk Konsultasi Edisi 15, PT. Bhuana Ilmu Populer,
Jakarta.

Sweetman, S.C., 2009, Martindale : The Complete Drug Reference, 36th ed., Pharmaceutical
Press, Grayslake.

Laporan PKP Apoteker RSUD Sidoarjo 349


Laporan PKP Apoteker RSUD Sidoarjo 01 Maret - 30 April 2018
Tatro, D.S, Borgsdorf, L.R., Catalano, J.T. 2003, A to Z Drug Fact 2nd Edition, Fact and
Comparison, the University of Michigan.

Throop L.J., Kerl E.M., Cohn A.L., 2004. Albumin in Health and Disease: Causes and
Treatment of Hypoalbuminemia. University of Missouri-Columbia.

Laporan PKP Apoteker RSUD Sidoarjo 350


Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

LAMPIRAN 1
Etiket Obat RSUD Sidoarjo

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 351
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

LAMPIRAN 2
Daftar Obat Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor
di RSUD SIDOARJO

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 352
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018
LAMPIRAN 3
RESEP RAWAT INAP

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 353
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

LAMPIRAN 4
TABEL SKRINING RESE

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 354
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

LAMPIRAN 5
DAFTAR OBAT HIGH ALERT

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 355
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

LAMPIRAN 6
PENATAAN OBAT BPJS DI GUDANG FARMASI SESUAI ALPHABETS

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 356
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

LAMPIRAN 7
PENATAAN OBAT UMUM ATAU REGULER

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 357
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

LAMPIRAN 8
PENYIMPANAN B3 DIBERI MSDS

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 358
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

LAMPIRAN 9
LEMARI PENDINGIN PENYIMPANAN OBAT & ALAT PENGUKUR SUHU RUANG
DAN KELEMBABAN
DI GUDANG FARMASI

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 359
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

LAMPIRAN 10
PENYIMPANAN INSULIN DI LEMARI ES

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 360
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

LAMPIRAN 11
TABEL PEMANTAUAN SUHU RUANGAN

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 361
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

LAMPIRAN 12
PENYIMPANAN OBAT BERDASARKAN BENTUK SEDIAAN KRIM, INJEKSI,
SIRUP, SIRUP KERING dan ALAT KESEHATAN

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 362
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 363
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

LAMPIRAN 13
EMERGENCY KIT

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 364
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018
LAMPIRAN 14
COPY RESEP RAWAT JALAN

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 365
Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018

LAMPIRAN 15
PENATAAN DAN PELABELAN SEDIAAN HIGH ALERT

LAMPIRAN 16
PENATAAN DAN PELABELAN SEDIAAN LASA (LOOK ALIKE SOUND ALIKE)

Laporan PKP Apoteker RSUD Kabupaten Sidoarjo 01 Maret– 30 April 2018 366

Anda mungkin juga menyukai