ABSTRAK
Budaya literasi merupakan kunci bagi kemajuan suatu bangsa. Sebab tingkat
literasi masyarakat berbanding lurus dengan kualitas bangsa. Islam telah
membuktikan hal itu, Islam mengalami kemajuan disaat para ulama dahulu begitu
bersemangat dalam membaca. Tetapi ironisnya umat Islam hari ini justru kurang
mengindahkan budaya tersebut. Fenomena itu terbukti dengan rendahnya tingkat
literasi di Indonesia sebagai negara dengan penduduk Muslim terbesar di dunia.
Dilansir dari survey World’s Most Literate Nation Ranked bahwa Indonesia
menempati posisi ke-60 dari 61 negara dalam tingkatan budaya baca.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor penyebab rendahnya budaya
literasi di Indonesia, pendorong para ulama dahulu untuk membaca, dan kiat-kiat
untuk meningkatkan budaya literasi secara Islam. Adapun pendekatan yang
digunakan ialah pendekatan kualitatif dengan meneliti kondisi obyek yang
alamiah. Penulis mengunakan metode deskriptif yaitu mendeskripsikan suatu
gejala, peristiwa terkini dan aktual dengan pengumpulan data yang diambil dari
studi kepustakaan. Temuan yang didapatkan pada penelitian ini ialah rumusan
cara untuk meningkatkan budaya literasi berlandaskan nilai-nilai keislaman.
ABSTRACT
Literacy culture is the key of the progress of a nation. The level of society
literacy is straightly proportional to the quality of the nation. Islam has proven
that, Islam has progress when scholars in Islam and Muslim have spirit for
reading any book. But ironically, today Muslims do not show interest to this
tradition. This phenomenon is proven by the low level of literacy in Indonesia as a
country with the largest Muslim population in the world. World's Most Literate
Nation Ranked reported that Indonesia ranks 60th out of 61 countries in the level
of reading practice.
2
This study has purpose to determine the factors that cause the low literacy
culture in Indonesia, the motivation for the Islamic scholars to read, and tips for
improving the literacy culture in Islam perspective. The approach used is a
qualitative approach by examining the condition of natural objects. The author
uses a descriptive method that is describing a symptom, current and actual events
by collecting data taken from literature studies. The findings obtained in this
study are the formulation of ways to improve literacy culture based on Islamic
values
PENDAHULUAN
Membaca merupakan salah satu diantara usaha manusia dalam memperoleh ilmu
pengetahuan. Menurut Suherman (2010) membaca merupakan dasar dari
menuntut ilmu bahkan membaca dan belajar dianalogikan seperti hal nya ruh dan
jasad yang tidaklah boleh terpisah satu sama lainnya. Dalam Islam sendiri perihal
membaca ini adalah perintah pertama Allāh kepada nabi Muhammad yang
tertuang dalam Qs Al Alaq: 1-5. Ayat tersebut menegaskan bahwa Islam menaruh
perhatian besar dalam perihal membaca yang terbukti dengan perhatian para
ulama, umara, serta kaum muslimin dahulu terhadap budaya literasi. Sejarah telah
mencatat bagaimana kegigihan para ulama dalam membaca juga menelaah
berbagai buku, gencarnya penerjemahan berbagai literatur Yunani, serta
keterlibatan para khalifah dalam pembangunan perpustakaan kota (Suherman:
2010).
Realita yang terjadi hari ini di tengah umat Islam, khususnya di negara
Indonesia sendiri sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar dunia
(Schleifer, dkk, 2022), justru berbanding terbalik dengan apa yang terpotret dalam
sejarah Islam. Dilansir dari hasil penelitian Central Connecticut State University
pada bulan Maret tahun 2016 yang bertajuk World’s Most Literate Nation Ranked
, Indonesia berada pada urutan ke-60 dari 61 negara dalam tingkatan budaya baca.
Tak hanya itu, United Nation Educational Scientific and Cultural Organization
(UNESCO) menyebutkan bahwa hanya 0,0001% masyarakat Indonesia yang
memiliki minat baca (Fauzal, 2022).
3
Budaya literasi berasal dari dua kata yaitu “budaya” dan “literasi”. Budaya
berarti suatu kebiasaan yang sulit di rubah (Kementerian Pendidikan dan Budaya
RI, 2017). Sedang literasi umumnya dimaknai sebagai kemampuan baca-tulis,
keterampilan, juga mempraktekkan ilmu yang telah diperoleh dari kegiatan
membaca, menulis, diskusi dan kegiatan ilmiah lainnya (Himayah, 2021). Maka,
budaya literasi adalah proses pembiasaan terhadap aktivitas membaca dan menulis
(Rulis, 2019). Tujuan budaya literasi adalah menciptakan tradisi berpikir yang
diikuti oleh proses membaca dan menulis sehingga meciptakan karya tulis ilmiah
yang berdaya guna (Ghozali, 2022).
Literasi yang merupakan suatu kegiatan budaya tidaklah akan tumbuh begitu
saja. Menurut beberapa ahli terdapat beberapa faktor yang dapat menumbuhkan
budaya literasi. Faktor-faktor tersebut dipengaruhi oleh tiga lingkungan, dimana
seseorang mendapatkan pendidikan yang berdampak pada pembentukan karakter
dan perilakunya. Lingkungan yang dimaksud ialah lingkungan keluarga, sekolah,
dan masyarakat (Devi, 2021). Secara garis besar dari sekian banyak faktor yang
ada terdapat faktor utama yang paling berpengaruh yaitu kesadaran setiap orang
akan pentingnya literasi (Suherman, 2010). Adanya keteladanan juga tak luput
menjadi faktor tingkat budaya literasi. Keteladanan tersebut bisa datang dari
kedua orang tua, guru, ataupun tokoh masyarakat (Handayani, 2020). Selain
daripada itu, ketersediaan bahan baca yang dibutuhkan pun menjadi faktor
tumbuhnya budaya literasi.
METODE
4
Pendekatan yang penulis gunakan dalam penulisan paper ini ialah pendekatan
kualitatif, yaitu:
metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme, digunakan
untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, (sebagai lawannya adalah
eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, teknik
pengumpulan data dilakukan secara trianggulasi (gabungan), analis data
bersifat induktif/ kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan
makna dari pada generalisasi (Sugiyono, 2021, hal. 18).
Adapun metode yang penulis gunakan dalam penyusunan paper ini yaitu
metode deskriptif Menurut Whitney (1960, hal. 160) metode deskriptif adalah
pencarian fakta dengan interpretasi yang tepat dapat dikatakan bahwa penelitian
deskriptif merupakan penelitian yang berusaha mendeskripsikan suatu gejala,
peristiwa yang terjadi pada saat sekarang atau masalah aktual.
Sedangkan teknik pengumpulan data yang digunakan adalah studi kepustakaan,
yaitu “…pengumpulan keterangan-keterangan dari berbagai literatur sebagai
bahan perbanndingan atau acuan yang relevan dengan peristiwa yang dikaji”
(Usep, 2011, hal. 2).
lain yang lebih mengasyikkan, tanpa dibarengi ketersediaan buku yang menarik
bagi anak (Zaid, 2021).
3. Banyaknya tempat-tempat hiburan, seperti taman rekreasi, karaoke, mall,
supermarket, dan lain sebagainya yang menjadi tujuan rekreasi keluarga
sehingga tidak sempat mengajak anak untuk pergi ke toko buku atau
perpustakaan (Sari, 2018).
Tak hanya sebatas dalam ruang lingkup keluarga, sekolah dan masyarakat luas
pada umumnya juga memengaruhi rendahnya budaya literasi di negeri ini.
Terdapat beberapa faktor yang menjadi sebab rendahnya budaya literasi di
sekolah, diantaranya:
1. Para guru kurang memotivasi para anak didiknya untuk membaca buku-buku
selain buku pelajaran (Hardjoprakosa, 2005).
2. Pengelolaan perpustakaan sekolah yang kurang baik dengan keterbatasan
bahan baca sebagai salah satu indikasinya (Munaf, 2002).
3. Guru jarang memanfaatkan perpustakaan sebagai sarana belajar bagi siswa,
pembelajaran dominan dilakukan di dalam kelas (Sari, 2018).
Adapun dalam lingkup masyarakat, menurut Prof. Dr. Soedijarto (Muhyiddin,
dkk, 2005) masalah literasi di Indonesia disebabkan oleh beberapa faktor yang
diperkirakan melatar belakangi rendahnya budaya literasi di kalangan masyarakat
yaitu; Kesenangan berkumpul untuk mengobrol, menariknya media elektronik
ketimbang bahan baca masyarakat, dan langkanya bahan bacaan yang bermutu
dan relevan dengan kebutuhan pembaca. Tak hanya itu, hal-hal yang berkaitan
dengan penerbitan buku pun memengaruhi budaya literasi masyarakat. Menurut
Hardjoprakosa (2005) para penerbit buku memasang harga terlalu tinggi untuk
buku yang mereka cetak, sehingga tak terjangkau oleh masyarakat luas,
begitupun para pengarang, penyadur dan penerjemah yang semakin berkurang,
karena pendapatan yang tidak menentu.
Dorongan Para Ulama Dalam Membaca
Membicarakan kegemaran dan kegigihan membaca para ulama, terdapat
beberapa faktor pendorong yang menjadikan mereka begitu giat dan bersamangat.
Faktor tersebut terbagi menjadi dua yaitu; faktor internal dan faktor eksternal.
6
1. Faktor Internal
a. Kesadaran
Kesadaran untuk menuntut ilmu yang dilaksanakan dengan membaca telah muncul
atas dorongan ayat Alquran yaitu wahyu pertama dengan perintah Iqra (bacalah) di
dalamnya. Kesadaran itu terlihat dari upaya pemerintah kekhalifahan Islam dalam
pembangunan perpustakaan umum di berbagai sudut kota. Kemudian keterlibatan
kaum konglomerat dengan membangun perpustakaan untuk memenuhi kebutuhan
kaum muslimin terhadap bahan baca.
Kesadaran itu terlihat dari upaya pemerintah kekhalifahan Islam dalam
pembangunan perpustakaan umum di berbagai sudut kota. Kemudian
keterlibatan kaum konglomerat dengan membangun perpustakaan untuk
memenuhi kebutuhan kaum muslimin terhadap bahan baca. Bahkan, tak sedikit
dari mereka yang menjamu para pengunjung perpustakaan secara cuma-cuma
atau memberi mereka uang ataupun pakaian.
b. Ilmu
Faktor berikutnya yang mendorong para ulama gemar membaca adalah
paradigma yang jelas tentang ilmu pengetahuan. Ilmu yang mereka peroleh
menunjukkan mereka kepada esensi dari ilmu itu sendiri. Paradigma tersebut
telah menghapus paradigma Romawi, Persia, India kuno yang menganggap
ilmu sebagai privilege kasta tertentu dan rahasia bagi awam.
Ilmu dalam Islam merupakan sebuah kemuliaan yang mengangkat derajat
seorang Muslim di hadapan Allāh. Keutamaan orang berilmu dengan hamba
lainnya bagai bulan purnama yang terang diantara gugusan bintang (Az-
Zamakhsyarī, 1407 H). Sebagaimana firman-Nya “…Niscaya Allāh akan
meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang
diberi ilmu…” (Qs. Al-Mujadalah: 11) (Kementerian Agama RI, 2019: 543).
Selain itu, menurut Rasyid Ridho (1431 H) Islam pun memandang ilmu
sebagai sumber kekuatan terbesar. Hal itu sebagaimana firman Allāh dalam Qs.
An-Naml: 40, ketika Allāh mengisahkan jin Ifrit dengan ilmu yang dimilikinya
7
2. Faktor Eksternal
Faktor eksternal yang dimaksud ialah keterlibatan kaum muslimin dan para
khalifah dan keberadaan bahan pustaka. Dapat dibuktikan dengan berbagai upaya
pemerintah dengan memberikan fasilitas bagi para ulama dan kaum Muslimin
dalam kegiatan literasi seperti membangun berbagai lembaga penunjang kegiatan
seperti Baitul Hikmah, Kuttab, ataupun Khan. Dengan adanya keteladan dari para
khalifah dalam kecintaan terhadap ilmu pengetahuan yang dibuktikan dengan
perhatian mereka terhadap pembangunan budaya literasi telah memotivasi setiap
kaum Muslimin untuk membaca yang kemudian berkembang menjadi sebuah
tradisi (Rozak, 2020).
Keberadaan perpustakaan pun mendukung tumbuh-kembangnya budaya
literasi. Perpustakaan di masa kemajuan peradaban Islam dimulai dari masa
dinasti Abbasiyah hingga daulah Islam di Andalusia menjadi pusat kegiatan
literasi itu sendiri mulai dari membaca, berdiskusi, mengkaji hingga menyusun
sebuah karya. Kegiatan-kegiatan tersebut berlangsung berkat dukungan koleksi
perpustakaan yang memadai. Perpustakaan dengan koleksi lengkap yang dibangun
oleh khalifah ulama juga kaum Muslimin pada umumnya, dapat memenuhi
kebutuhan bahan baca masyarakat. Alhasil kemudahan dalam memperoleh bahan
baca tersebut mendorong pertumbuhan minat membaca umat Islam (Hak, 2020).
Kiat-Kiat Meningkatkan Budaya Literasi Secara Islam
9
1. Lingkungan Keluarga
Terdapat langkah-langkah yang dapat ditempuh untuk menumbuhkan budaya
literasi di lingkungan keluarga.
a. Perpustakaan keluarga menyediakan bahan bacaan yang tidak hanya menarik,
akan tetapi juga harus bernilaikan Islam seperti buku kisah para nabi, buku-
buku yang berceritakan pahlawan Islam ataupun, komik Islam. Buku-buku
semacam itu selain menarik bagi anak, juga dapat menambah wawasannya
tentang Islam dan membangun karakter Islami pada anak;
b. Orang tua mengenalkan budaya baca sejak dini dan menanamkan keyakinan kepada
bahwa membaca merupakan perintah Allāh Swt. dan bernilaikan ibadah;
c. Bacakan anak buku-buku Islami seperti kisah 25 nabi yang wajib diketahui, kisah
menarik dari para Ulama ataupun buku-buku fiqh yang dikemas dengan menarik dan
ringan. Buku tersebut dibacakan dengan nyaring saat sedang bermain dengan anak
ataupun sebelum tidur. Bisa juga dengan menagajak anak untuk membaca buku
tersebut secara mandiri.
2. Lingkungan Sekolah
Lingkungan berikutnya setelah rumah (keluarga) ialah lingkungan sekolah.
Sekolah adalah tempat dimana pembentukan karakter dan keilmuan mengalami
pematangan setelah seseorang dididik oleh orang tuanya di rumah. Termasuk
dalam hal peningkatan budaya literasi. Diantara cara yang dapat dilakukan oleh
pihak sekolah adalah:
a. Perpustakaan sekolah menyediakan buku-buku bergenre agama Islam dan
berbagai literatur klasik (kitab turaṡ) untuk memenuhi kebutuhan bahan baca
para siswa. Tentu saja perpustakaan pun mesti dikelola oleh pustakawan yang
memiliki wawasan mengenai literatur-literatur tersebut;
b. Guru lebih mendorong para siswa untuk membaca dan mengkaji berbagai
ilmu pengetahuan dengan merujuk kepada literatur klasik (kitab turaṡ) karya
para ulama salaf, khususnya dalam pelajaran ilmu agama seperti fiqh, sejarah
Islam, dan lainnya. Tentu dengan memperhatikan pula kemampuan siswa
dalam membaca literatur tersebut;
10
mereka terhadap membaca. Para ulama yang mencintai ilmu dan senang membaca
telah menularkan semangat mereka dan memotivasi masyarakat muslim saat itu
untuk mengikuti jejak mereka dalam membaca. Adapun faktor yang mendorong
gemar membaca adalah hadirnya kesadaran, ilmu yang mereka miliki, tekad yang
tertanam pada jiwa mereka, dan cita-cita yang mereka junjung tinggi. Semua
faktor tersebut saling berkorelasi satu sama lainnya. Mula-mula kesadaran tumbuh
dalam diri para ulama sejak dini yang dipengaruhi oleh lingkungan keluarga
mereka yang menaruh perhatian besar terhadap budaya baca kemudian setelah
mereka memperoleh ilmu hasil dari membaca, mereka semakin faham hakikat
ilmu sebagai sebuah kemuliaan dan kekuatan lantas muncullah tekad untuk
menuntut ilmu dengan lebih giat dan membaca buku lebih banyak lagi. Alhasil
tekad membulat lalu cita-cita pun lahir dalam jiwa-jiwa besar para ulama, cita-cita
mereka yang dimaksud adalah meninggikan agama serta memajukan peradaban
Islam. Semangat membaca para ulama telah menjiwai zaman dan menggerakkan
umat untuk bangkit menghidupkan budaya keilmuan. Para pemimpin membangun
berbagai fasilitas penunjang kegiatan literasi mulai dari madrasah hingga
perpustakaan. Tak hanya itu, Muslim kaya raya pun ikut andil dengan
menghadirkan perpustakaan beserta literatur yang lengkap bahkan mengapresiasi
masyarakat yang tertarik untuk berkunjung ke perpustakaannya dengan memberi
mereka uang. Pada akhirnya sinergi umat Islam yang terbangun tersebut
melahirkan apa yang disebut dengan budaya literasi.
Meningkatkan budaya literasi secara Islam tak hanya bertujuan untuk
meningkatkan aspek kecerdasan dengan memajukan keilmuan saja, akan tetapi
juga mesti dapat meningkatkan keimanan dan kesalehan seorang Muslim dengan
meningkatkatnya rasa takut kepada Allāh. Berbagai langkah yang dapat ditempuh
secara garis besar lebih menekankan kepada kegiatan membaca dan mempelajari
ilmu agama. Ilmu agama bagi seorang Muslim merupakan dasar yang seharusnya
mendasari segala ilmu pengetahuan, maka dalam hal ini ilmu keagamaan lebih
diprioritaskan tanpa memarginalkan yang lainnya. Umumnya langkah dalam
meningkatkan budaya literasi yang dapat di aplikasikan diantaranya: mengenalkan
pentingnya budaya literasi dengan meyakinkan setiap orang bahwa membaca
14
Franz, K., & Meier, B. (1992). Membina Minat Baca. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Ghozali, G. M. (2022, Oktober 31). PENTINGNYA BUDAYA LITERASI DALAM
PENINGKATAN PENDIDIKAN KARAKTER. Retrieved from DISPERSIP
Kab. Hulu Sungai Selatan:
https://dispersip.hulusungaiselatankab.go.id/2022/10/pentingnya-budaya-
literasi-dalam.html
Guddah, '. F. (1434 H). Qīmatu Az-Zaman 'Inda Al-'Ulamā. Halb: Maktab
Matbū'āt Al-Islamiyyah.
Guddah, '. F. (2021). Ṣafaḥāt Min Ṣabri Al-'Ulamā 'Alā Syadāidi Al-'Ilmi Wa At-
Taḥṣil. Kairo: Dar As-Salam.
Hak, N. (2020). Sains Kepustakaan dan Perpustakaan dalam Sejarah dan
Peradaban Islam. Pati: Maghza Pustaka.
Hamas, E. (2021). The Untold Islamic History. Depok: Generasi Shalahuddin
Berilmu.
HAMKA. (2018). Tafsir Al-Azhar Juz 'Amma. Depok: Gema Insani Press.
Handayani, T. U. (2020, April). Penguatan Budaya Literasi Sebagai Upaya
Pembentukan Karakter. Jurnal LITERASI, IV, 67-69.
Harbani, R. I. (2022, Maret 2). 5 Ilmuwan Muslim Masa Abbasiyah, Ada Peletak
Dasar Matematika. Retrieved from Detik:
https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-5965349/5-ilmuwan-muslim-
masa-abbasiyah-ada-peletak-dasar-matematika
Hardjoprakosa, M. (2005). Bunga Rampai Kepustakawanan. Jakarta:
Perpustakaan Nasional RI.
Ḥazm, A. M. (1980). Rasāil Ibnu Ḥazm Al-Andalūsī. Beirut: Muassasah
Al-'Arabiyyah Liddirāsāt Wa An-Nasyr.
Hikmah, N. (2020). Analisis Faktor-Faktor Penyebab Rendahnya Minat
Membaca Siswa Di Perpustakaan Sekolah SMAN 1 Tapung (Studi Kasus
Kelas XI IPS). Universitas Islam Riau, Riau.
Himayah. (2021, Juni). Penguatan Literasi Islam Dalam Pendidikan Dasar. Al
Urwatul Wutsqa: Kajian Pendidikan Islam, 1, 30-31. Retrieved from
https://journal.unismuh.ac.id/index.php/alurwatul
Hornby, A. S. (2015). Oxford Advanced Learner’s Dictionary . Oxford: Oxford
University Press.
Irfan. (2016, Desember). Peranan Baitul Hikmah dalam Menghantarkan Kejayaan
Daulah Abbasiyah. Jurnal As-Salam, 1, 144-155.
17
Schleifer, A., Elgawhary, T., & Ahmed, A. (Eds.). (2022). The Muslim 500: The
World’s 500 Most Influential. Yordania: The Royal Islamic Strategic
Studies Centre.
Shihab, M. Q. (2005). Tafsir Al-Mishbah (Vol. XV). Jakarta: Lentera Hati.
Sugiyono. (2021). Metode Penelitian Kualitatif Kuantitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
Suherman. (2010). Bacalah! : Menghidupkan Kembali Semangat Membaca Para
Mahaguru Peradaban. Bandung: MQS Publishing.
Suherman. (2013). Perpustakaan Sebagai Jantung Sekolah. Literate Publishing.
Suherman. (2014). Pustakawan 1/2 Gila: Membangun Budaya Baca Membangun
Fondasi Bangsa. Bandung: CV. Graha Mulia Utama.
Suherman. (2016). Mereka Besar Karena Membaca. Bandung: LRC Foundation.
Sukma, H. H., & Sekarwidi, R. A. (2021). Strategi Kegiatan Literasi Dalam
Meningkatkan Minat Baca Peserta Didik Di Sekolah Dasar. JURNAL
VARIDIKA, XXXIII, 11-20.
Sulistyo-Basuki. (1993). Pengantar Ilmu Perpustakaan. Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama.
Supriyanto, Rimbarawa, K., Ali, A. W., Rohingah, B., Sadikin, B. S., Fathmi, . . .
Sutarno. (2006). Aksentuasi Perpustakaan dan Pustakawan. (Supriyanto,
& K. Rimbarawa, Eds.) Jakarta: Ikatan Pustakawan Indonesia Pengurus
Daerah DKI Jakarta.
Surtiawati, C. (2009, Desember). Menumbuhkan Minat Membacaa Sebagai
Upaya Peningkatan Mutu Tenaga Pendidik PAUD di Indonesia. Jurnal
Ilmiah VISI PTK-PNF, IV, 204-209.
Syafina. (2020, Oktober 27). Pengertian Kebudayaan Menurut Edward B Taylor.
Retrieved November 6, 2022, from Posbali:
https://www.posbali.id/pengertian-kebudayaan-menurut-edward-b-taylor/
Tirmidzi, I. (1975). Sunan At Tirmidzi. Mesir: Musthafa Al Babi Al Halabi.
Trianto, A., & Heryani, R. (2021). Literasi 4.0: Teori dan Program. Depok: PT
RajaGrafindo Persada.
Tysara, L. (2021, Oktober 24). 7 Unsur-Unsur Budaya Menurut
Koentjaraningrat, Pahami Wujudnya. Retrieved November 12, 2022, from
Liputan 6: https://hot.liputan6.com/read/4691948/7-unsur-unsur-budaya-
menurut-koentjaraningrat-pahami-wujudnya
UNESCO. (2006). Education for All Global Monitoring Report: Understandings
Of Literacy.
Usep. (2011). Buku Pedoman Penulisan Karya Ilmiah/ Paper. Garut.
20
Wargadinata, W., & Fitriani, L. (2018). Sastra Arab Masa Jahiliyyah dan Islam.
Malang: UIN-MALIKI PRESS.
Widyananda, R. F. (2021, Februari 10). Pengertian Budaya Menurut Pandangan
Para Ahli Jangan Sampai Keliru. Retrieved November 6, 2022, from
Merdeka: https://www.merdeka.com/jatim/pengertian-budaya-menurut-
pandangan-para-ahli-jangan-sampai-keliru-kln.html
Witanto, J. (2018). Minat Baca Yang Sangat Rendah. Universitas Kristen Satya
Wacana, Salatiga.
World Bank Group. (1998). Indonesia - Education in Indonesia : from crisis to
recovery. Washington D.C.: World Development Sources. Retrieved
November 12, 2022, from
http://documents.worldbank.org/curated/en/558971468752104023/Indones
ia-Education-in-Indonesia-from-crisis-to-recovery
Zaid, C. N. (2021, Februari 25). Masih Valid kah Hasil Survei "Rendahnya
Literasi" Masyarakat Indonesia? Retrieved from Kompasiana:
https://www.kompasiana.com/udazaid/6034d6688ede481ebc31c002/masih
-valid-kah-hasil-survey-rendahnya-literasi-masyarakat-indonesia