Anda di halaman 1dari 20

1

PENINGKATAN BUDAYA LITERASI DALAM SUDUT PANDANG


ISLAM

Raihan Muhammad Firdaus Ar Rasyid1


1
Tarbiyatul Mu’allimin Al-Islamiyah Al-Firdaus, Bandung Barat

ABSTRAK
Budaya literasi merupakan kunci bagi kemajuan suatu bangsa. Sebab tingkat
literasi masyarakat berbanding lurus dengan kualitas bangsa. Islam telah
membuktikan hal itu, Islam mengalami kemajuan disaat para ulama dahulu begitu
bersemangat dalam membaca. Tetapi ironisnya umat Islam hari ini justru kurang
mengindahkan budaya tersebut. Fenomena itu terbukti dengan rendahnya tingkat
literasi di Indonesia sebagai negara dengan penduduk Muslim terbesar di dunia.
Dilansir dari survey World’s Most Literate Nation Ranked bahwa Indonesia
menempati posisi ke-60 dari 61 negara dalam tingkatan budaya baca.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor penyebab rendahnya budaya
literasi di Indonesia, pendorong para ulama dahulu untuk membaca, dan kiat-kiat
untuk meningkatkan budaya literasi secara Islam. Adapun pendekatan yang
digunakan ialah pendekatan kualitatif dengan meneliti kondisi obyek yang
alamiah. Penulis mengunakan metode deskriptif yaitu mendeskripsikan suatu
gejala, peristiwa terkini dan aktual dengan pengumpulan data yang diambil dari
studi kepustakaan. Temuan yang didapatkan pada penelitian ini ialah rumusan
cara untuk meningkatkan budaya literasi berlandaskan nilai-nilai keislaman.

Kata Kunci: Budaya Literasi; Ulama; Islam; Indonesia

ABSTRACT
Literacy culture is the key of the progress of a nation. The level of society
literacy is straightly proportional to the quality of the nation. Islam has proven
that, Islam has progress when scholars in Islam and Muslim have spirit for
reading any book. But ironically, today Muslims do not show interest to this
tradition. This phenomenon is proven by the low level of literacy in Indonesia as a
country with the largest Muslim population in the world. World's Most Literate
Nation Ranked reported that Indonesia ranks 60th out of 61 countries in the level
of reading practice.
2

This study has purpose to determine the factors that cause the low literacy
culture in Indonesia, the motivation for the Islamic scholars to read, and tips for
improving the literacy culture in Islam perspective. The approach used is a
qualitative approach by examining the condition of natural objects. The author
uses a descriptive method that is describing a symptom, current and actual events
by collecting data taken from literature studies. The findings obtained in this
study are the formulation of ways to improve literacy culture based on Islamic
values

Keywords: Literacy Culture; Islamic Scholar; Islam; Indonesia

PENDAHULUAN
Membaca merupakan salah satu diantara usaha manusia dalam memperoleh ilmu
pengetahuan. Menurut Suherman (2010) membaca merupakan dasar dari
menuntut ilmu bahkan membaca dan belajar dianalogikan seperti hal nya ruh dan
jasad yang tidaklah boleh terpisah satu sama lainnya. Dalam Islam sendiri perihal
membaca ini adalah perintah pertama Allāh kepada nabi Muhammad yang
tertuang dalam Qs Al Alaq: 1-5. Ayat tersebut menegaskan bahwa Islam menaruh
perhatian besar dalam perihal membaca yang terbukti dengan perhatian para
ulama, umara, serta kaum muslimin dahulu terhadap budaya literasi. Sejarah telah
mencatat bagaimana kegigihan para ulama dalam membaca juga menelaah
berbagai buku, gencarnya penerjemahan berbagai literatur Yunani, serta
keterlibatan para khalifah dalam pembangunan perpustakaan kota (Suherman:
2010).
Realita yang terjadi hari ini di tengah umat Islam, khususnya di negara
Indonesia sendiri sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar dunia
(Schleifer, dkk, 2022), justru berbanding terbalik dengan apa yang terpotret dalam
sejarah Islam. Dilansir dari hasil penelitian Central Connecticut State University
pada bulan Maret tahun 2016 yang bertajuk World’s Most Literate Nation Ranked
, Indonesia berada pada urutan ke-60 dari 61 negara dalam tingkatan budaya baca.
Tak hanya itu, United Nation Educational Scientific and Cultural Organization
(UNESCO) menyebutkan bahwa hanya 0,0001% masyarakat Indonesia yang
memiliki minat baca (Fauzal, 2022).
3

Budaya literasi berasal dari dua kata yaitu “budaya” dan “literasi”. Budaya
berarti suatu kebiasaan yang sulit di rubah (Kementerian Pendidikan dan Budaya
RI, 2017). Sedang literasi umumnya dimaknai sebagai kemampuan baca-tulis,
keterampilan, juga mempraktekkan ilmu yang telah diperoleh dari kegiatan
membaca, menulis, diskusi dan kegiatan ilmiah lainnya (Himayah, 2021). Maka,
budaya literasi adalah proses pembiasaan terhadap aktivitas membaca dan menulis
(Rulis, 2019). Tujuan budaya literasi adalah menciptakan tradisi berpikir yang
diikuti oleh proses membaca dan menulis sehingga meciptakan karya tulis ilmiah
yang berdaya guna (Ghozali, 2022).
Literasi yang merupakan suatu kegiatan budaya tidaklah akan tumbuh begitu
saja. Menurut beberapa ahli terdapat beberapa faktor yang dapat menumbuhkan
budaya literasi. Faktor-faktor tersebut dipengaruhi oleh tiga lingkungan, dimana
seseorang mendapatkan pendidikan yang berdampak pada pembentukan karakter
dan perilakunya. Lingkungan yang dimaksud ialah lingkungan keluarga, sekolah,
dan masyarakat (Devi, 2021). Secara garis besar dari sekian banyak faktor yang
ada terdapat faktor utama yang paling berpengaruh yaitu kesadaran setiap orang
akan pentingnya literasi (Suherman, 2010). Adanya keteladanan juga tak luput
menjadi faktor tingkat budaya literasi. Keteladanan tersebut bisa datang dari
kedua orang tua, guru, ataupun tokoh masyarakat (Handayani, 2020). Selain
daripada itu, ketersediaan bahan baca yang dibutuhkan pun menjadi faktor
tumbuhnya budaya literasi.

Berdasarkan pemaparan tersebut, maka penulis menemukan sebuah rumusan masalah


terkait “Apa faktor penyebab rendahnya budaya literasi di Indonesia? ”, “Mengapa
para Ulama dahulu begitu gemar membaca?”, dan “Bagaimana peningkatan
budaya literasi secara Islam?”. Dari problematika literasi yang terjadi hari ini
penulis terdorong untuk melakukan penelitian yang berjudul “Peningkatan
Budaya Literasi dalam Sudut Pandang Islam” dengan harapan dapat menjadi
solusi dan menyadarkan masyarakat akan penting nya literasi bagi Islam dan
bangsa ini

METODE
4

Pendekatan yang penulis gunakan dalam penulisan paper ini ialah pendekatan
kualitatif, yaitu:
metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme, digunakan
untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, (sebagai lawannya adalah
eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, teknik
pengumpulan data dilakukan secara trianggulasi (gabungan), analis data
bersifat induktif/ kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan
makna dari pada generalisasi (Sugiyono, 2021, hal. 18).

Adapun metode yang penulis gunakan dalam penyusunan paper ini yaitu
metode deskriptif Menurut Whitney (1960, hal. 160) metode deskriptif adalah
pencarian fakta dengan interpretasi yang tepat dapat dikatakan bahwa penelitian
deskriptif merupakan penelitian yang berusaha mendeskripsikan suatu gejala,
peristiwa yang terjadi pada saat sekarang atau masalah aktual.
Sedangkan teknik pengumpulan data yang digunakan adalah studi kepustakaan,
yaitu “…pengumpulan keterangan-keterangan dari berbagai literatur sebagai
bahan perbanndingan atau acuan yang relevan dengan peristiwa yang dikaji”
(Usep, 2011, hal. 2).

HASIL DAN PEMBAHASAN


Faktor Penyebab Rendahnya Budaya Literasi di Indonesia
Berdasarkan pada hasil survey yang dilakukan oleh organisasi nasional ataupun
internasional sebelumnya menunjukkan betapa rendahnya budaya literasi di negeri
ini. Fenomena tersebut terjadi bukan tanpa alasan. Pasalnya, faktor-faktor
pembangun budaya literasi tidak dapat ditemukan bahkan justru berbanding
terbalik dengan teori para ahli tersebut.
Di lingkungan keluarga sebagai tempat utama dan pertama seseorang mendapat
pendidikan, rendahnya budaya literasi ini terjadi disebabkan beberapa faktor
diantaranya:
1. Kesibukan orang tua dalam hal pekerjaan dan tidak adanya keteladanan kedua
orang tua dalam hal membaca (Rahma, Pratiwi, & Lastiti, t.t.).
2. Banyaknya hiburan berupa tayangan TV, berbagai permainan dirumah atau
diluar rumah, game online, dan bermain dengan teman sebaya dan aktivitas
5

lain yang lebih mengasyikkan, tanpa dibarengi ketersediaan buku yang menarik
bagi anak (Zaid, 2021).
3. Banyaknya tempat-tempat hiburan, seperti taman rekreasi, karaoke, mall,
supermarket, dan lain sebagainya yang menjadi tujuan rekreasi keluarga
sehingga tidak sempat mengajak anak untuk pergi ke toko buku atau
perpustakaan (Sari, 2018).
Tak hanya sebatas dalam ruang lingkup keluarga, sekolah dan masyarakat luas
pada umumnya juga memengaruhi rendahnya budaya literasi di negeri ini.
Terdapat beberapa faktor yang menjadi sebab rendahnya budaya literasi di
sekolah, diantaranya:
1. Para guru kurang memotivasi para anak didiknya untuk membaca buku-buku
selain buku pelajaran (Hardjoprakosa, 2005).
2. Pengelolaan perpustakaan sekolah yang kurang baik dengan keterbatasan
bahan baca sebagai salah satu indikasinya (Munaf, 2002).
3. Guru jarang memanfaatkan perpustakaan sebagai sarana belajar bagi siswa,
pembelajaran dominan dilakukan di dalam kelas (Sari, 2018).
Adapun dalam lingkup masyarakat, menurut Prof. Dr. Soedijarto (Muhyiddin,
dkk, 2005) masalah literasi di Indonesia disebabkan oleh beberapa faktor yang
diperkirakan melatar belakangi rendahnya budaya literasi di kalangan masyarakat
yaitu; Kesenangan berkumpul untuk mengobrol, menariknya media elektronik
ketimbang bahan baca masyarakat, dan langkanya bahan bacaan yang bermutu
dan relevan dengan kebutuhan pembaca. Tak hanya itu, hal-hal yang berkaitan
dengan penerbitan buku pun memengaruhi budaya literasi masyarakat. Menurut
Hardjoprakosa (2005) para penerbit buku memasang harga terlalu tinggi untuk
buku yang mereka cetak, sehingga tak terjangkau oleh masyarakat luas,
begitupun para pengarang, penyadur dan penerjemah yang semakin berkurang,
karena pendapatan yang tidak menentu.
Dorongan Para Ulama Dalam Membaca
Membicarakan kegemaran dan kegigihan membaca para ulama, terdapat
beberapa faktor pendorong yang menjadikan mereka begitu giat dan bersamangat.
Faktor tersebut terbagi menjadi dua yaitu; faktor internal dan faktor eksternal.
6

1. Faktor Internal
a. Kesadaran
Kesadaran untuk menuntut ilmu yang dilaksanakan dengan membaca telah muncul
atas dorongan ayat Alquran yaitu wahyu pertama dengan perintah Iqra (bacalah) di
dalamnya. Kesadaran itu terlihat dari upaya pemerintah kekhalifahan Islam dalam
pembangunan perpustakaan umum di berbagai sudut kota. Kemudian keterlibatan
kaum konglomerat dengan membangun perpustakaan untuk memenuhi kebutuhan
kaum muslimin terhadap bahan baca.
Kesadaran itu terlihat dari upaya pemerintah kekhalifahan Islam dalam
pembangunan perpustakaan umum di berbagai sudut kota. Kemudian
keterlibatan kaum konglomerat dengan membangun perpustakaan untuk
memenuhi kebutuhan kaum muslimin terhadap bahan baca. Bahkan, tak sedikit
dari mereka yang menjamu para pengunjung perpustakaan secara cuma-cuma
atau memberi mereka uang ataupun pakaian.
b. Ilmu
Faktor berikutnya yang mendorong para ulama gemar membaca adalah
paradigma yang jelas tentang ilmu pengetahuan. Ilmu yang mereka peroleh
menunjukkan mereka kepada esensi dari ilmu itu sendiri. Paradigma tersebut
telah menghapus paradigma Romawi, Persia, India kuno yang menganggap
ilmu sebagai privilege kasta tertentu dan rahasia bagi awam.
Ilmu dalam Islam merupakan sebuah kemuliaan yang mengangkat derajat
seorang Muslim di hadapan Allāh. Keutamaan orang berilmu dengan hamba
lainnya bagai bulan purnama yang terang diantara gugusan bintang (Az-
Zamakhsyarī, 1407 H). Sebagaimana firman-Nya “…Niscaya Allāh akan
meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang
diberi ilmu…” (Qs. Al-Mujadalah: 11) (Kementerian Agama RI, 2019: 543).
Selain itu, menurut Rasyid Ridho (1431 H) Islam pun memandang ilmu
sebagai sumber kekuatan terbesar. Hal itu sebagaimana firman Allāh dalam Qs.
An-Naml: 40, ketika Allāh mengisahkan jin Ifrit dengan ilmu yang dimilikinya
7

ia dapat memindahkan singgasana Ratu Balqis dalam sekejap (Al-Maraghi,


1946).
Kerangka berpikir revolusioner inilah yang membawa umat Islam kepada
kebangkitan ilmu dan teknologi. Umat islam meyakini bahwa mencari ilmu
merupakan ibadah, mengangkat derajat dirinya di hadapan Allāh dan
merupakan kekuatan terbesar umat Islam. Konsep ilmu tersebutlah yang
kemudian memacu semangat dan kegigihan dalam menuntut ilmu yang salah
satu caranya ialah dengan membaca.
c. Tekad
Tekad merupakan kesungguhan dalam diri untuk melakukan suatu hal atau
apa yang ditetapkan oleh hati kemudian dilaksanakan (Manẓūr, 1414 H).
Keberadaan tekad dalam diri menjadi kunci kesuksesan bagi terwujudnya
impian dan tercapainya tujuan seseorang, dengan kekuatan tekad manusia
dapat memperoleh segala sesuatu yang diinginkannya.
Para ulama memiliki tekad kuat dalam menekuni berbagai bidang keilmuan.
Karena tekadlah mereka giat dan semangat dalam menuntut ilmu, meskipun
mereka harus mengorbankan waktu, tenaga, harta, bahkan segenap jiwa demi
membaca dan melahirkan karya-karya unggulan untuk umat dan kemajuan
peradaban Islam. Diriwayatkan bahwa Ahmad Al-Haytī ialah orang yang
sangat tekun dalam menuntut ilmu, dirinya terus membaca buku bahkan meski
harus begadang di malam hari (As-Sākhawi, 1431 H). Kebiasaan para ulama
begadang untuk membaca buku juga dilakukan oleh Ibnu Habrani an-Nahwi
yang diceritakan sering membaca buku di tengah dinginnya malam dengan
ditemani lampu lentera, dan aktivitas tersebut dilakukannya setiap malam.
d. Cita-Cita
Menurut Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah (1996) Cita-cita (Himmah)
adalah salah satu penentu keberhasilan dan kegagalan yang dialami seseorang,
menentukan apakah kemenangan atau nasib buruk yang akan dia dapatkan.
Cita-cita juga ialah dorongan seseorang untuk bergerak melakukan suatu hal
untuk mencapai tujuan tertentu yang memungkinkan.
8

Tekad sebagai kesungguhan untuk melakukan sesuatu membutuhkan


perencanaan hidup yang menjadi sebuah tujuan. Oleh karena itu, setelah tekad
membulat maka terumuslah cita-cita dalam diri para ulama yang mengarahkan
hidup mereka. Dan cita-cita terbesar para ulama tersebut adalah memberi
manfaat bagi umat dan memajukan dunia keilmuan. Mereka terdorong untuk
giat belajar dan membaca karena mereka memiliki cita-cita mulia yang ingin
diwujudkan. Disinilah letak mulanya terbangun budaya literasi, di saat
semangat mereka dalam membaca ditularkan kepada kaum Muslimin secara
umum melalui karya-karya mereka yang telah memberi motivasi dan
meningkatkan intelektualitas umat.

2. Faktor Eksternal
Faktor eksternal yang dimaksud ialah keterlibatan kaum muslimin dan para
khalifah dan keberadaan bahan pustaka. Dapat dibuktikan dengan berbagai upaya
pemerintah dengan memberikan fasilitas bagi para ulama dan kaum Muslimin
dalam kegiatan literasi seperti membangun berbagai lembaga penunjang kegiatan
seperti Baitul Hikmah, Kuttab, ataupun Khan. Dengan adanya keteladan dari para
khalifah dalam kecintaan terhadap ilmu pengetahuan yang dibuktikan dengan
perhatian mereka terhadap pembangunan budaya literasi telah memotivasi setiap
kaum Muslimin untuk membaca yang kemudian berkembang menjadi sebuah
tradisi (Rozak, 2020).
Keberadaan perpustakaan pun mendukung tumbuh-kembangnya budaya
literasi. Perpustakaan di masa kemajuan peradaban Islam dimulai dari masa
dinasti Abbasiyah hingga daulah Islam di Andalusia menjadi pusat kegiatan
literasi itu sendiri mulai dari membaca, berdiskusi, mengkaji hingga menyusun
sebuah karya. Kegiatan-kegiatan tersebut berlangsung berkat dukungan koleksi
perpustakaan yang memadai. Perpustakaan dengan koleksi lengkap yang dibangun
oleh khalifah ulama juga kaum Muslimin pada umumnya, dapat memenuhi
kebutuhan bahan baca masyarakat. Alhasil kemudahan dalam memperoleh bahan
baca tersebut mendorong pertumbuhan minat membaca umat Islam (Hak, 2020).
Kiat-Kiat Meningkatkan Budaya Literasi Secara Islam
9

1. Lingkungan Keluarga
Terdapat langkah-langkah yang dapat ditempuh untuk menumbuhkan budaya
literasi di lingkungan keluarga.
a. Perpustakaan keluarga menyediakan bahan bacaan yang tidak hanya menarik,
akan tetapi juga harus bernilaikan Islam seperti buku kisah para nabi, buku-
buku yang berceritakan pahlawan Islam ataupun, komik Islam. Buku-buku
semacam itu selain menarik bagi anak, juga dapat menambah wawasannya
tentang Islam dan membangun karakter Islami pada anak;
b. Orang tua mengenalkan budaya baca sejak dini dan menanamkan keyakinan kepada
bahwa membaca merupakan perintah Allāh Swt. dan bernilaikan ibadah;
c. Bacakan anak buku-buku Islami seperti kisah 25 nabi yang wajib diketahui, kisah
menarik dari para Ulama ataupun buku-buku fiqh yang dikemas dengan menarik dan
ringan. Buku tersebut dibacakan dengan nyaring saat sedang bermain dengan anak
ataupun sebelum tidur. Bisa juga dengan menagajak anak untuk membaca buku
tersebut secara mandiri.
2. Lingkungan Sekolah
Lingkungan berikutnya setelah rumah (keluarga) ialah lingkungan sekolah.
Sekolah adalah tempat dimana pembentukan karakter dan keilmuan mengalami
pematangan setelah seseorang dididik oleh orang tuanya di rumah. Termasuk
dalam hal peningkatan budaya literasi. Diantara cara yang dapat dilakukan oleh
pihak sekolah adalah:
a. Perpustakaan sekolah menyediakan buku-buku bergenre agama Islam dan
berbagai literatur klasik (kitab turaṡ) untuk memenuhi kebutuhan bahan baca
para siswa. Tentu saja perpustakaan pun mesti dikelola oleh pustakawan yang
memiliki wawasan mengenai literatur-literatur tersebut;
b. Guru lebih mendorong para siswa untuk membaca dan mengkaji berbagai
ilmu pengetahuan dengan merujuk kepada literatur klasik (kitab turaṡ) karya
para ulama salaf, khususnya dalam pelajaran ilmu agama seperti fiqh, sejarah
Islam, dan lainnya. Tentu dengan memperhatikan pula kemampuan siswa
dalam membaca literatur tersebut;
10

c. Dalam penambahan bahan pustaka di perpustakaan sekolah lebih


memprioritaskan buku-buku bergenre agama Islam. Dengan alasan buku-
buku ‘Ulumusy-Syar’i lebih utama bagi seorang Muslim, buku-buku tersebut
merupakan pengetahuan dasar dan hukum mempelajarinya adalah farḍu ‘ain,
masing-masing individu wajib mempelajari ilmu-ilmu tersebut. Menurut Al-
Gazalī diantara ilmu pokok tersebut adalah ilmu yang berkenaan dengan
akidah, ibadah, dan suluk/ akhlak. Sedang menurut Ibnu Taymiyyah adalah
Ilmu Akidah, Ilmu berkenaan dengan syariat atau halal-haram yang ditujukan
kepada setiap individu, ilmu yang berkaitan dengan Alquran, dan ilmu
lainnya yang diperlukan oleh masing-masing individu bergantung
keperluannya;
d. Memberi waktu khusus bagi para siswa untuk membaca dan mengkaji
berbagai buku agama Islam atau berbagai kitab turaṡ kemudian berdiskusi
dengan siswa lainnya;
e. Mengadakan lomba baca kitab sebagai ajang latihan dan pengembangan
minat dan kemampuan membaca siswa terhadap kitab-kitab turaṡ;
f. Mengadakan klub baca atau komunitas pecinta buku yang secara khusus
mengkaji berbagai literatur Islam sebagai wahana untuk mengembangkan
kemampuan membaca siswa;
g. Pihak sekolah mengadakan seminar atau pelatihan selama sehari penuh
mengenai budaya literasi dengan mengundang motivator atau ulama. Adapun
materi seminar ialah menceritakan dan mempelajari tradisi membaca para
ulama dahulu sehingga dapat memotivasi mereka untuk membaca buku lebih
giat lagi. Bisa juga mengambil materi bedah buku atau kitab turaṡ dengan
ustadz atau ahli di bidang tersebut sebagai pembicara;
h. Merencanakan dalam program study tour baik per semester atau per tahun
untuk berkunjung ke perpustakaan kota atau nasional, berbagai event buku
yang diadakan di berbagai kota, ataupun mengunjungi tempat tinggal para
ulama atau tokoh Islam, terlebih jika ulama atau tokoh tersebut merupakan
seorang penulis yang melahirkan banyak karya.
3. Lingkungan Masyarakat
11

Lingkungan masyarakat merupakan lingkungan paling kompleks dan luas.


Maka, pada lingkungan ini melibatkan banyak pihak. Begitupun peningkatan
budaya literasi di lingkungan masyarakat tak lepas dari berbagai upaya yang
dilakukan di dua lingkungan sebelumnya. Dalam artian dalam membangun
budaya literasi memerlukan adanya kesinambungan dari setiap lingkungan. Hal
demikian pun bertujuan agar upaya dalam meningkatkan budaya literasi ini dapat
berajalan efektif dan berkelanjutan. Adapun di lingkungan masyarakat dalam
meningkatkan budaya literasi ada beberapa kiat yang dapat dilakukan,
diantaranya:
a. Para pemimpin, tokoh masyarakat, dan ulama memberi keteladan kepada
masyarakat dalam hal membaca. Karena bagaimanapun masyarakat akan
meneladani orang-orang yang berkedudukan di atas mereka. Maka tak salah
bila kondisi masyarakat merupakan cerminan dari pemimpin dan ulama
mereka;
b. Menyediakan pelbagai referensi bacaan tentang keislaman yang beragam dan
menarik di berbagai tempat atau pusat kegiatan literasi, mulai dari Taman
Baca Masyarakat (TBM), perpustakaan tingkat desa hingga nasional,
perpustakan di beberapa tempat lainnya seperti Puskesmas juga rumah
tahanan, ataupun di ruang publik seperti di halte bus, stasiun, dan bandara;
c. Mengganti sedekah uang dengan buku. Salah satu caranya ialah dengan
menyelenggarakan program sedekah atau donasi buku untuk berbagai pusat
kegiatan membaca seperti TBM dan perpustakaan ataupun sedekah buku
tersebut disalurkan kepada masyarakat yang kurang mampu supaya mereka
pun memiliki bahan bacaan yang memadai. Sedekah tersebut bisa dalam
bentuk buku, bisa juga dalam bentuk uang yang kemudian dibelanjakan untuk
membeli buku. Sedekah buku ini pun dapat mengembangkan pusat-pusat
kegiatan membaca dan memenuhi kebutuhan terhadap bahan baca tanpa
bergantung kepada anggaran pemerintah;
d. Pemerintah mengadakan berbagai lomba yang menguji kemampuan
berliterasi masyaraakat seperti lomba membuat artikel bertemakan Islam,
begitupun puisi dan artikel juga pemerintah dapat mengadakan lomba baca
12

kitab yang lomba-lomba tersebut diselenggarakan dari tingkat desa hingga


nasional;
e. Memakmurkan perpustakaan masjid dengan pengelolaan yang baik dan
penyediaan bahan baca yang dibutuhkan masyarakat sekitar. Masjid sebagai
salah satu pusat kegiatan masyarakat menjadi tempat yang strategis apabila
masjid tidak sebatas menjadi tempat ibadah, akan tetapi menjadi tempat
masyarakat melakukan kegiatan membaca;
f. Pemerintah menggelar acara gerakan budaya literasi dengan menghadirkan
tokoh-tokoh muslim berikut para ulama sebagai pembicara di acara tersebut.
Diharapkan dengan motivasi membaca yang disuarakan oleh para ulama dan
tokoh-tokoh Muslim dapat membangkitkan semangat membaca kaum
Muslimin;
g. Penerbit-penerbit buku menggalakkan penerjemahan berbagai literatur
berbahasa asing, khususnya kitab-kitab berbahasa Arab lalu mengemasnya
dengan menarik juga dengan bahasa yang mudah difahami. Sehingga buku
tersebut dapat dikonsumsi oleh masyarakat awam.
SIMPULAN
Faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya budaya literasi di Indonesia
secara umum baik di lingkungan keluarga, sekolah, ataupun masyarakat
diantaranya adalah kurangnya kesadaran setiap orang akan pentingnya membaca
buku, tiadanya keteladanan dalam membaca, berbagai pihak kurang mendorong
atau mendukung berbagai upaya dalam meningkatkan budaya literasi, bahan baca
yang tidak memadai atau bahkan tidak tersedia, perpustakaan beserta berbagai
program literasi tidak terkelola dengan baik, ketidakmampuan untuk membeli
berbagai bahan bacaan dengan beberapa alasan tertentu, dan perkembangan
teknologi yang mengalihkan perhatian orang-orang dari membaca dengan tidak
disertai dengan gencarnya sajian yang semakin menarik dari media cetak atau
buku.
Budaya literasi yang terbangun di masa kemajuan peradaban Islam tak lepas
dari kegemaran membaca para ulama. Kehadiran ulama sebagai panutan bagi
setiap Muslim dari rakyat hingga para pemimpin telah mempengaruhi pula minat
13

mereka terhadap membaca. Para ulama yang mencintai ilmu dan senang membaca
telah menularkan semangat mereka dan memotivasi masyarakat muslim saat itu
untuk mengikuti jejak mereka dalam membaca. Adapun faktor yang mendorong
gemar membaca adalah hadirnya kesadaran, ilmu yang mereka miliki, tekad yang
tertanam pada jiwa mereka, dan cita-cita yang mereka junjung tinggi. Semua
faktor tersebut saling berkorelasi satu sama lainnya. Mula-mula kesadaran tumbuh
dalam diri para ulama sejak dini yang dipengaruhi oleh lingkungan keluarga
mereka yang menaruh perhatian besar terhadap budaya baca kemudian setelah
mereka memperoleh ilmu hasil dari membaca, mereka semakin faham hakikat
ilmu sebagai sebuah kemuliaan dan kekuatan lantas muncullah tekad untuk
menuntut ilmu dengan lebih giat dan membaca buku lebih banyak lagi. Alhasil
tekad membulat lalu cita-cita pun lahir dalam jiwa-jiwa besar para ulama, cita-cita
mereka yang dimaksud adalah meninggikan agama serta memajukan peradaban
Islam. Semangat membaca para ulama telah menjiwai zaman dan menggerakkan
umat untuk bangkit menghidupkan budaya keilmuan. Para pemimpin membangun
berbagai fasilitas penunjang kegiatan literasi mulai dari madrasah hingga
perpustakaan. Tak hanya itu, Muslim kaya raya pun ikut andil dengan
menghadirkan perpustakaan beserta literatur yang lengkap bahkan mengapresiasi
masyarakat yang tertarik untuk berkunjung ke perpustakaannya dengan memberi
mereka uang. Pada akhirnya sinergi umat Islam yang terbangun tersebut
melahirkan apa yang disebut dengan budaya literasi.
Meningkatkan budaya literasi secara Islam tak hanya bertujuan untuk
meningkatkan aspek kecerdasan dengan memajukan keilmuan saja, akan tetapi
juga mesti dapat meningkatkan keimanan dan kesalehan seorang Muslim dengan
meningkatkatnya rasa takut kepada Allāh. Berbagai langkah yang dapat ditempuh
secara garis besar lebih menekankan kepada kegiatan membaca dan mempelajari
ilmu agama. Ilmu agama bagi seorang Muslim merupakan dasar yang seharusnya
mendasari segala ilmu pengetahuan, maka dalam hal ini ilmu keagamaan lebih
diprioritaskan tanpa memarginalkan yang lainnya. Umumnya langkah dalam
meningkatkan budaya literasi yang dapat di aplikasikan diantaranya: mengenalkan
pentingnya budaya literasi dengan meyakinkan setiap orang bahwa membaca
14

merupakan ibadah, menyediakan berbagai bahan baca bertemakan Islam dengan


memprioritaskannya dibanding bahan baca dengan genre lainnya, mengadakan
berbagai kegiatan literasi yang tak lepas dari nilai Islam baik dalam bentuk
perlombaan, mengadakan klub baca, seminar, ataupun study tour; para ulama
menjadi teladan bagi umat Islam dalam hal membaca, mengadakan progarram
sedekah/ donasi buku, memakmurkan perpustakaan masjid, dan penggalakkan
penerjemahan berbagai literatur Islam oleh para penerbit buku/ media cetak.

DAFTAR RUJUKAN PAPER


Ahmad, A. A.-'. (1994). Wafayāt Al-A'yān Wa Anbāi Abnāa Az-Zamān. Beirut:
Dar Aṣ-Ṣādir.
Akhyari, M. K. (2018, Januari 8). Literasi Masyarakat Jahiliyah. Retrieved
November 2022, 11, from Rumah Baca ID: https://rbi.or.id/literasi-
masyarakat-jahiliyah/
Al-Alusi, S. M.-H. (1415 H). Ruh Al-Ma'ani. Beirut: Dar Al-Kutub Al-'Ilmiyah.
Al-Andalusī, A. Ḥ. (1420 H). Bahrul Muhiṭ Fī Tafsīr. Beirut: Dar Al-Fikr.
Al-Bagawī, A. M.-H. (2016). Ma'alimu At-Tanzīl. Kairo: Dar Al-'Alamiyyah.
Al-Balażury, A. b. (1988). Futuh Al-Buldan. Beirut: Dar wa Maktabah Al-Hilal.
Al-'Imran, A. b. (1422 H). Al-Musyuq Ila Al-Qirāah Wa Thalabul 'Ilmi. Dar 'ālim
Al-Fawāid.
Al-'Imran, A. b. (1422 H). Al-Musyuq Ila Al-Qirāah Wa Thalabul 'Ilmi. Dar 'ālim
Al-Fawāid.
Al-Jauziyyah, A. '. (1996). Madārij As-Sālikīn Bayna Manāzil Iyyāka Na'budu
Wa Iyyāka Nasta'īn. Beirut: Dar Al-Kitāb Al-'Arabī.
Al-Jauziyyah, A. '. (2019). Rauḍatul Muḥibbīn Wa Nuzhatul Musytaqīn. Riyadh:
Dar 'Ataātul 'Ilmi.
Al-Maraghi, A. M. (1946). Tafsir Al-Maraghi. Mesir: Al-Babi Al-Halabi.
Al-Māwardī, A. A.-H. (1431 H). Tafsīr Al-Māwardī. Beirut: Dar Al-Kutub
Al-'Ilmiyyah.
Al-Qurṭubī, A. '.-A. (2015). Al-Jāmi' Li Ahkāmil Qurān. Kairo: Dar Ibnu Jauzī.
American Forest & Paper Association. (2021, July 9). Retrieved from
https://www.afandpa.org/news/2021/history-paper
15

Anshori, D. S., & Damaianti, V. S. (2021). Literasi dan Pendidikan Literasi.


Bandung: Simbiosa Rekatama Media.
Ar-Razi, M. (1981). Mafatih Al-Ghaib. Dar Al-Fikr.
Aṣ-Ṣabuni, M. A. (2016). At-Tibyan Fii Ulumul Quran. Dar Al-Mawahib Al-
Islamiyyah.
As-Sākhawi, M. b. (1431 H). Aḍ-ḍau Al-Lāmi' Li Ahli Al-Qurun At-Tasi". Beirut:
Mansyurāt Dar Maktabah Al-Hayāh.
As-Sirjānī, R. (2009). Maża Qaddamal Muslimūna Lil 'Ālam Ishāmātil Muslimīn
Fī Al-Ḥaḍarah Al-Insaniyyah. (Sonif, M. Irham, & M. Supar, Trans.)
Muassasah Iqra.
Asy-Syarīf, M. b. (1995). Al-Himmah Ṭariq Ila Al-Qimah. Jeddah: Dar Al-
Andalusi Al-Khaḍrāi.
Ath-Thabari, A. J. (2001). Jami' Al-Bayan 'an Ta'wil Al-Quran. Giza, Mesir: Dar
Hijr.
Aż-Żahabi, S. A. (1998). Tażkirah al-Huffaz. Lebanon: Dar Al-Kutub Al-Ilmiyah.
Az-Zamakhsyarī, A. A.-Q. (1407 H). Al-Kasyāf 'An Haqāiqi Gawāmidi At-Tanzīl.
Beirut: Dar Al-Kitāb Al-'Arabī.
Az-Zarnūjī, I. (2006). Ta'limul Muta'allim. Surabaya: Al-Haramain.
Az-Zuḥaylī, W. (2018). Tafsīr Al-Munīr Fī Al-'Aqidah Wa Asy-Syari'ah Wa Al-
Minhaj. Beirut: Dar Al-Fikr.
Bakar, S. A. (2014). Faktor-Faktor Penyebab Rendahnya Minat Baca
Masyarakat Di Taman Baca Masyarakat. Universitas Bengkulu,
Bengkulu.
Bukharī, I. (2012). Ṣāhih Bukhārī. Beirut: Dar At-Taqwa.
Butar-Butar, A. J. (2020). Tradisi Literasi di Peradaban Islam: Etika dan Etos
Para Ilmuwan Muslim. Tangerang: Pustaka Compass.
Damaianti, V. S. (2021). Literasi Membaca: Hasrat Memahami Makna
Kehidupan. Bandung: PT Refika Aditama.
Devi, N. F. (2021). Upaya Guru Pendidikan Agama Islam Dalam Budaya Literasi
Siswa di SMP Negeri 110 Jakarta. Skripsi, Fakultas Agama Islam
Universitas Muhammadiyyah Jakarta, Jakarta.
Elendiana, M. (2020). Upaya Meningkatkan Minat Baca Sekolah Dasar. Jurnal
Pendidikan dan Konseling, II, 54-60.
F.L, W. (1960). The Elements of Resert.Asian Eds. Osaka: Overseas Book Co.
Fauzal, I. (2022, Februari). Nonoman, Maca, jeung Peradaban. Majalah Iber, pp.
48-52.
16

Franz, K., & Meier, B. (1992). Membina Minat Baca. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Ghozali, G. M. (2022, Oktober 31). PENTINGNYA BUDAYA LITERASI DALAM
PENINGKATAN PENDIDIKAN KARAKTER. Retrieved from DISPERSIP
Kab. Hulu Sungai Selatan:
https://dispersip.hulusungaiselatankab.go.id/2022/10/pentingnya-budaya-
literasi-dalam.html
Guddah, '. F. (1434 H). Qīmatu Az-Zaman 'Inda Al-'Ulamā. Halb: Maktab
Matbū'āt Al-Islamiyyah.
Guddah, '. F. (2021). Ṣafaḥāt Min Ṣabri Al-'Ulamā 'Alā Syadāidi Al-'Ilmi Wa At-
Taḥṣil. Kairo: Dar As-Salam.
Hak, N. (2020). Sains Kepustakaan dan Perpustakaan dalam Sejarah dan
Peradaban Islam. Pati: Maghza Pustaka.
Hamas, E. (2021). The Untold Islamic History. Depok: Generasi Shalahuddin
Berilmu.
HAMKA. (2018). Tafsir Al-Azhar Juz 'Amma. Depok: Gema Insani Press.
Handayani, T. U. (2020, April). Penguatan Budaya Literasi Sebagai Upaya
Pembentukan Karakter. Jurnal LITERASI, IV, 67-69.
Harbani, R. I. (2022, Maret 2). 5 Ilmuwan Muslim Masa Abbasiyah, Ada Peletak
Dasar Matematika. Retrieved from Detik:
https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-5965349/5-ilmuwan-muslim-
masa-abbasiyah-ada-peletak-dasar-matematika
Hardjoprakosa, M. (2005). Bunga Rampai Kepustakawanan. Jakarta:
Perpustakaan Nasional RI.
Ḥazm, A. M. (1980). Rasāil Ibnu Ḥazm Al-Andalūsī. Beirut: Muassasah
Al-'Arabiyyah Liddirāsāt Wa An-Nasyr.
Hikmah, N. (2020). Analisis Faktor-Faktor Penyebab Rendahnya Minat
Membaca Siswa Di Perpustakaan Sekolah SMAN 1 Tapung (Studi Kasus
Kelas XI IPS). Universitas Islam Riau, Riau.
Himayah. (2021, Juni). Penguatan Literasi Islam Dalam Pendidikan Dasar. Al
Urwatul Wutsqa: Kajian Pendidikan Islam, 1, 30-31. Retrieved from
https://journal.unismuh.ac.id/index.php/alurwatul
Hornby, A. S. (2015). Oxford Advanced Learner’s Dictionary . Oxford: Oxford
University Press.
Irfan. (2016, Desember). Peranan Baitul Hikmah dalam Menghantarkan Kejayaan
Daulah Abbasiyah. Jurnal As-Salam, 1, 144-155.
17

Iswahyudi, C. (2013). Sejarah Munculnya Sistem Informasi Dalam Bentuk


Tulisan Dari Masa Prasejarah Hingga Sekarang. Bali: Sekolah Tinggi
Manajemen Informatika dan Teknik Komputer (STMIK) Bali.
Karim, Y. (2014, Januari-April). Upaya Meningkatkan Minat Baca. DEIKSIS, IV,
44-53.
Kaṡīr, I. (2017). Tafsir Al-Quran Al-Adzim. Kairo: Ad-Dar Al-'Alamiyyah.
Kasiyun, S. (2015, Maret). Upaya Meningkatkan Minat Baca Sebagai Sarana
Untuk Mencerdaskan Bangsa. Jurnal Pena Indonesia, I, 84-94.
Kementerian Agama RI. (2019). Al-Mu'āṣir: Al-Quran Tajwid Warna. Bandung:
Khazanah Intelektual.
Kementerian Pendidikan dan Budaya RI. (2017). Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Jakarta.
Kristina. (2021, September 16). 5 Pengertian Kebudayaan Menurut Para Ahli.
Retrieved November 6, 2022, from Detik:
https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-5725690/5-pengertian-
kebudayaan-menurut-para-ahli
Laksono, K., Retnaningdyah, P., Khamim, Purwaning, N., Sulastri, &
Noprigawati. (2018). Strategi Literasi Dalam Pembelajaran di Sekolah
Menengah Pertama. Jakarta: Satgas GLS Ditjen Dikdasmen Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan RI.
Majah, I. I. (1431 H). Sunan Ibnu Majah. Dar Ihya Kutub Al-`Arabiyyah.
Manẓūr, J. I. (1414 H). Lisān Al-'Arab. Beirut: Dar Ṣādir.
Mark, J. J. (2011, April 28). Retrieved from World History Encyclopedia:
https://www.worldhistory.org
Maulida, F. (2019). Baitul Hikmah (The Golden Age Of Islam). Makalah, Ma’had
Aly Darusy Syahadah Ta’hilil Mudarrisat lilbanat , Jawa Tengah.
Muhyiddin, Supriadi, U., Suharyan, E., & Santoso, E. (2005). Gerakan
Pemasyarakatan Budaya Baca. Jakarta: PT Intimedia Ciptanusantara.
Munaf. (2002). Upaya Meningkatkan Minat Baca siswa. Jurnal Pendidikan
Bahasa Sastra dan Seni, 247-250.
Muslim, I. (2020). Ṣāhīh Muslim. Kairo: Dar Al-"Alamiyyah.
Natsir, M. (2015). Capita Selecta (Vol. I). Jakarta: Lazis Dewan Da'wah.
Nur Nugraheni, A. I., & Umaya, N. M. (2020, Februari 1). Upaya Peningkatan
Budaya Literasi Pada Peserta Didik Dengan Sastra Populer Karya Andrea
Hirata. Jurnal Penelitian Bahasa, Sastra, dan Pengajarannya, V, 9-13.
18

Organisation for Economic Co-Operation and Development. (2019). Programme


for International Student Assessment (PISA) Result From PISA 2018.
Permatasari, A. (2015). Membangun Kualitas Bangsa Dengan Budaya Literasi.
Seminar Nasional Bulan Bahasa, (pp. 146-156).
Perpustakaan Nasional RI. (2005). Seperempat Abad Perpustakaan nasional. (A.
Sutoyo, Ed.) Jakarta.
Rahma, N. M., Pratiwi, R. N., & Lastiti, N. (t.t.). Strategi Peningkatan Minat Baca
Anak. Jurnal Administrasi Publik, V, 763-769.
Rajab, Z. '. (2001). Rawai' At-Tafsīr (Al-Jami' Li Tafsīr Al-Imām Ibnu Rajab Al-
Hanbalī. Arab Saudi: Dar Al-'Aṣimah.
Riḍa, M. R. (1431 H, Sya'ban 16). Madrasah Syūrabjī Fī Ziyāatil Kufri. Majalah
Al-Manar, p. 638.
Rifa'i, A. (2010). Perpustakaan dan Kepustakawanan di Dunia Islam Pada Masa
Klasik. Media Pustakawan, XVII, 65-74.
Rifai, A. (2013). Perpustakaan Islam: Konsep, Sejarah, dan Kontribusinya dalam
Membangun Peradaban Islam Masa Klasik. Depok: PT Raja Grafindo
Persada.
Rodin , R., & Zara , J. (2020, Juni). Perkembangan Kepustakawanan Islam Masa
Klasik dan Kontribusinya Bagi Perpustakaan Masa Sekarang. JUPITER,
XVII, 1-9.
Rozak, '. (2020, Juli-Desember). Budaya Literasi Masyarakat Islam Klasik
Periode Dinasti Abbasiyah. JPA, XXI, 214-228.
Rulis. (2019, Agustus 24). Budaya Literasi dan Literasi Budaya. Retrieved from
Rumah Literasi Sumenep:
http://www.rumahliterasisumenep.org/2019/08/budaya-literasi-dan-
literasi-budaya.html
Rusian, & Wibayanti, S. H. (2019). Pentingnya Meningkatkan Minat Baca Siswa.
Seminar Nasional Pendidikan Program Pascasarjana Universitas PGRI,
(pp. 767-775). Palembang.
Santoso, H. (2005). Teknik dan Strategi Dalam Membangun Minat Baca.
Universitas Negeri Malang, Malang.
Saputri, R., Nisa, F., & Munawaroh. (2021). Upaya Meningkatkan Minat Baca
Siswa Melalui Kelas Literasi di Sekolah Dasar Islam. Jenius: Journal of
Education Policy and Elementary Education Issues, II, 108-116. Retrieved
from http://ejournal.iainsurakarta.ac.id/index.php/jenius/index
Sari, C. P. (2018). Faktor-Faktor Penyebab Rendahnya Minat Membaca Siswa
Kelas IV. Jurnal Pendidikan Guru Sekolah Dasar , 1-10.
19

Schleifer, A., Elgawhary, T., & Ahmed, A. (Eds.). (2022). The Muslim 500: The
World’s 500 Most Influential. Yordania: The Royal Islamic Strategic
Studies Centre.
Shihab, M. Q. (2005). Tafsir Al-Mishbah (Vol. XV). Jakarta: Lentera Hati.
Sugiyono. (2021). Metode Penelitian Kualitatif Kuantitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
Suherman. (2010). Bacalah! : Menghidupkan Kembali Semangat Membaca Para
Mahaguru Peradaban. Bandung: MQS Publishing.
Suherman. (2013). Perpustakaan Sebagai Jantung Sekolah. Literate Publishing.
Suherman. (2014). Pustakawan 1/2 Gila: Membangun Budaya Baca Membangun
Fondasi Bangsa. Bandung: CV. Graha Mulia Utama.
Suherman. (2016). Mereka Besar Karena Membaca. Bandung: LRC Foundation.
Sukma, H. H., & Sekarwidi, R. A. (2021). Strategi Kegiatan Literasi Dalam
Meningkatkan Minat Baca Peserta Didik Di Sekolah Dasar. JURNAL
VARIDIKA, XXXIII, 11-20.
Sulistyo-Basuki. (1993). Pengantar Ilmu Perpustakaan. Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama.
Supriyanto, Rimbarawa, K., Ali, A. W., Rohingah, B., Sadikin, B. S., Fathmi, . . .
Sutarno. (2006). Aksentuasi Perpustakaan dan Pustakawan. (Supriyanto,
& K. Rimbarawa, Eds.) Jakarta: Ikatan Pustakawan Indonesia Pengurus
Daerah DKI Jakarta.
Surtiawati, C. (2009, Desember). Menumbuhkan Minat Membacaa Sebagai
Upaya Peningkatan Mutu Tenaga Pendidik PAUD di Indonesia. Jurnal
Ilmiah VISI PTK-PNF, IV, 204-209.
Syafina. (2020, Oktober 27). Pengertian Kebudayaan Menurut Edward B Taylor.
Retrieved November 6, 2022, from Posbali:
https://www.posbali.id/pengertian-kebudayaan-menurut-edward-b-taylor/
Tirmidzi, I. (1975). Sunan At Tirmidzi. Mesir: Musthafa Al Babi Al Halabi.
Trianto, A., & Heryani, R. (2021). Literasi 4.0: Teori dan Program. Depok: PT
RajaGrafindo Persada.
Tysara, L. (2021, Oktober 24). 7 Unsur-Unsur Budaya Menurut
Koentjaraningrat, Pahami Wujudnya. Retrieved November 12, 2022, from
Liputan 6: https://hot.liputan6.com/read/4691948/7-unsur-unsur-budaya-
menurut-koentjaraningrat-pahami-wujudnya
UNESCO. (2006). Education for All Global Monitoring Report: Understandings
Of Literacy.
Usep. (2011). Buku Pedoman Penulisan Karya Ilmiah/ Paper. Garut.
20

Wargadinata, W., & Fitriani, L. (2018). Sastra Arab Masa Jahiliyyah dan Islam.
Malang: UIN-MALIKI PRESS.
Widyananda, R. F. (2021, Februari 10). Pengertian Budaya Menurut Pandangan
Para Ahli Jangan Sampai Keliru. Retrieved November 6, 2022, from
Merdeka: https://www.merdeka.com/jatim/pengertian-budaya-menurut-
pandangan-para-ahli-jangan-sampai-keliru-kln.html
Witanto, J. (2018). Minat Baca Yang Sangat Rendah. Universitas Kristen Satya
Wacana, Salatiga.
World Bank Group. (1998). Indonesia - Education in Indonesia : from crisis to
recovery. Washington D.C.: World Development Sources. Retrieved
November 12, 2022, from
http://documents.worldbank.org/curated/en/558971468752104023/Indones
ia-Education-in-Indonesia-from-crisis-to-recovery
Zaid, C. N. (2021, Februari 25). Masih Valid kah Hasil Survei "Rendahnya
Literasi" Masyarakat Indonesia? Retrieved from Kompasiana:
https://www.kompasiana.com/udazaid/6034d6688ede481ebc31c002/masih
-valid-kah-hasil-survey-rendahnya-literasi-masyarakat-indonesia

Anda mungkin juga menyukai