Pengertian Tarjih
Secara bahasa, kata at-tarjih berasal dari kata رجحyang kemudian diikutkan
wazan fa’’ala (dobel ‘ain) sehingga menjadi rajjaha-yurajjihu-tarjih, yang memiliki
arti menguatkan. Menurut Muhammad Wafa, tarjih secara bahasa adalah
mengunggulkan sesuatu dengan lebih condong padanya dan memenangkannya. 1
Adapun secara istilah, menurut Fakhr ad-Dîn ar-Râzî bahwa tarjih adalah menguatkan
salah satu dari dua dalil atau pendapat agar diketahui dalil yang lebih kuat untuk
diamalkan dan dalil yang lainnya dibuang (taqwiyah aḥad aṭ-ṭarîqaini ‘alâ alâkhar li
yu‘lama fa yu‘mala bih wa yutraka al-âkhar).2 Menurut ‘Alî Ḥasaballah, tarjih secara
istilah adalah menampakkan kelebihan dari salah satu dua dalil yang sama dengan
sesuatu yang menjadikannya lebih utama untuk dipertimbangkan daripada yang lain. 3
Menurut al-Baiḍâwî, tarjih adalah menguatkan salah satu dalil dari dua dalil untuk
diamalkannya (taqwiyah iḥdâ al-amâratain li yu‘mala bihâ).4 Dari beberapa
pengertian tarjih diatas, dapat disimpulkan pengertian tarjih secara istilah adalah
memilih salah satu pendapat atau dalil dari dua atau lebih dengan cara menampakkan
kelebihan atau yang lebih kuat dari yang lainnya untuk kemudian diamalkan.
Sedangkan menurut Muhammad Jawab Mughniyah, tarjih secara istilah adalah
sebagai berikut:
Dari beberapa definisi tarjih yang telah dikemukakan diatas dapat dipahami
bahwa tarjih adalah merupakan usaha untuk mencari dalil atau pendapat yang paling
kuat, karena diantara dalil-dalil dan pendapat-pendapat tersebut terdapat perlawanan
satu sama lainnya. Dengan kata lain, konsep tarjih itu adalah berawal dari upaya
penyesuaian dua dalil atau lebih yang kontradiksi atau berlawanan ( )التعارض االدلةyang
1
Muhammad Wafa, Ta’arud al-Adillah asy-Syar’iyah min al-Kitab wa as-Sunnah wa at-Tariihu Bainaha,
terjemahan Muslich (Bangil: al-Izzah, 2001), hlm. 179.
2
Asy-Syaukâni, Irsyad Fuhul ila Tahqiq min ʻIlm al-Usul (Surabaya: Penerbit Ahmad Nahban, t.t), hlm. 273.
3
Ali Ḥasaballah, Usul at-Tasyri’ al-Islami (Mesir: Dar al-Ma‘arif, 1964), cet. Ke-3, hlm. 322.
4
Al-Asnawi, Syarh al-Asnawi Nihayah al-Saul Syarh Minhaj al-Wusul ila ʻIlm al-Usul al-Baidawi (Kairo:
Maktabah Muhammad ‘Ali Ṣabih, t.t), Juz 3, hlm. 155.
penyelesaiannya lewat tarjih, dengan berpegang dalil atau pendapat yang lebih kuat
dari dalil atau pendapat yang berlawanan tersebut.
Dalam konsep ushul fiqh, nampaknya dalil-dalil yang hendak di-tarjih ini
secara lahiriyah dianggap memiliki kontradiksi satu dengan yang lainnya. Kontradiksi
(at-ta’arud al-adillah) ini kebanyakan berangkat dari hasil pemahaman atas dalil itu
sendiri sehingga sebenarnya kontradiksi (at-ta’arud al-adillah) itu bersifat lahiriyah
semata. Meskipun kebanyakan bersifat lahiriyah, namun ada juga kontradiksi diantara
dalil-dalil itu secara hakiki. Oleh karena itu, jika menemukan dalil yang kontradiktif
baik secara lahiriyah maupun hakiki maka bisa dilakukan penyelesaiannya dengan
tarjih. Dengan kata lain, tarjih ini dipilih sebagai cara untuk melakukan pilihan
diantara dua dalil atau lebih yang kontradiktif satu sama lain setelah terlebih dahulu
tidak mungkin untuk dilakukan kompromi (al-jam’u wa at-taufiq) antara keduanya.
Referensi:
Asy-Syaukâni, Irsyad Fuhul ila Tahqiq min ʻIlm al-Usul (Surabaya: Penerbit Ahmad Nahban,
t.t).
Ali Ḥasaballah, Usul at-Tasyri’ al-Islami (Mesir: Dar al-Ma‘arif, 1964), cet. Ke-3.
Al-Asnawi, Syarh al-Asnawi Nihayah al-Saul Syarh Minhaj al-Wusul ila ʻIlm al-Usul al-
Baidawi (Kairo: Maktabah Muhammad ‘Ali Ṣabih, t.t), Juz 3.
(Jurnal Online) Drs. M. Idris, Konsep Tarjih dalam Ilmu Ushul Fiqih,
https://ejournal.iainkendari.ac.id/index.php/al-adl/article/view/752 diakses pada tanggal 17
Mei 2023 pada pukul 19.40 WIB.
(Jurnal Online) Imron Rosyadi, Tarjih sebagai Metode: Perspektif Usul Fiqh,
https://journals.ums.ac.id/index.php/ishraqi/article/download/3431/2303 diakses pada tanggal
17 Mei 2023 pada pukul 20.10 WIB.