Anda di halaman 1dari 4

Nama.

: Dina Sonia

Prodi : Ekonomi Syari'ah

Nim. : 2209629218

Mata kuliah. : Ushul Fiqh

Dosen Pengampu:Robiatus Siddigiyah, M.H

1:-Pengertian Muradif ialah beberapa lafadh yang menunjukkan satu arti. Misalnya lafadhnya banyak,
sedang artinya dalam peribahasa Indonesia satu, sering disebut dengan sinonim.

- Penyebab adanya Muradhif

Terjadinya perbedaan pendapat mengenai lafal selain Al-Qur’an yaitu zikir-zikir dalam ayat dan lafal-lafal
lainnya. Imam Malik mengatakan, tidak boleh membaca takbir kecuali dengan lafal Allahuakbar.
Demikian pula pendapat Imam Syafi’i. Sedangkan Imam Abu Hanifah memperbolehkan takbir dengan
lafal yang sama artinya dengan Allahuakbar seperti Allah Al-A’dzam atau Allah Al-A’la atau Allah Al-Ajall.
Perbedaan pendapat ini adalah disebabkan apakah kita beribadah dengan lafalnya atau maknanya.

- Contoh Muradhif

Dalam Al-Qur'an, lafadz muradif dapat digunakan secara bergantian dengan lafadz semakna tanpa
masalah. Kaidah muradif mengatakan bahwa menempatkan dua lafaz muradif pada yang lain tidak
bermasalah. Berikut adalah contoh lafadz muradif dalam Al-Qur'an :

‫واَّلِذ ي ن يِص ُلو ن ما أ م رَّ لَُّالِبِهأ ْنُيو ص ل و يْخ شْو ن رَّبُهْم و ي خاُفو ن ُسو ء‬

- Pengertian Musytarak. Musytarak ialah satu lafadh yang menunjukkan dua makna atau lebih.
Maksudnya satu lafadh mengandung maknanya yang banyak atau berbeda-beda.

- Penyebab adanya Musytarak


• Terjadinya perbedaan kabilah-kabilah Arab di dalam menggunakan suatu kata untuk menunjukkan
terhadap satu makna.

• Terjadinya perkembangan perluasan makna satu lafadz dari makna asal.

• Terjadinya makna yang berkisar/keragu-raguaan ‫ ) )ت&ردد‬antara makna hakiki dan majazMusytaraq


- Lafadz musytaraq adalah lafadz yang memiliki dua makna atau lebih, dan dapat menunjukkan

artinya secara gantian Berikut adalah contoh lafadz musytara

‫( جىحا‬jihad) dan ‫( هدوه‬hodoh) yang berarti berjuang


2.Pengertian Dzahir dan Ta’wil :
a) Dzahir merujuk pada makna atau pemahaman literal atau harfiah dari suatu teks atau lafadz. Ini
adalah pemahaman yang diperoleh dari makna lahiriah atau kata-kata yang digunakan dalam teks
tersebut. Dzahir mencerminkan arti yang terlihat secara jelas tanpa perlu penafsiran tambahan.
b) Ta’wil : Shorful lafdzi an makna dzohirihi ( membelokkan lafadz dari makna dzohirnya), merujuk pada
penafsiran atau pemahaman yang lebih dalam atau khusus dari suatu teks atau lafadz, melebihi makna
harfiah atau literalnya. Ta’wil digunakan ketika makna dzahir tidak mencukupi untuk memahami atau
menjelaskan suatu konsep atau ayat dalam konteks tertentu. Ta’wil melibatkan pengungkapan makna
yang tersembunyi atau allegoris dari sebuah teks.
^ Macam-macam Dzahir
• Dzahir Makna Harfiah (Pengertian suatu ayat Al-Quran yang dapat dimaknai secara harfiah).

• Dzahir Makna Majazi (Pengertian suatu ayat Al-Quran yang dimaknai secara kiasan atau majas).
^ Macam-macam Takwil
• Ta’wil yang shahih yang ditunjukkan atas makna tersebut dengan dalil yang shahih.
• Ta’wil yang rusak: yang tidak ada dalil yang shahih yang menunjukkan makna tersebut.

Syarat-syarat Ta’wil (Muawwal) :


a) Adanya indikasi dalil yang membenarkan ta’wil tersebut. Ta’wil harus didukung oleh dasar yang kuat
dan memiliki dasar argumentasi yang sahih.
b) Konsistensi dengan konteks ayat atau teks yang diinterpretasikan. Ta’wil harus sesuai dengan konteks
keseluruhan ayat atau teks yang sedang dianalisis.
c) Sesuai dengan prinsip-prinsip tafsir dan aturan bahasa. Ta’wil harus mematuhi prinsipprinsip tafsir
yang berlaku dan tidak boleh bertentangan dengan aturan bahasa yang digunakan dalam teks yang
dianalisis.

Landasan ta'wil (muawwal) dalam pemahaman teks-teks Al-Quran dan hadis antara lain adalah dalil
atau petunjuk yang kuat dalam teks asli yang dapat memperkuat pemahaman atau menjelaskan makna
yang terkandung dalamnya. Selain itu, ta'wil juga dapat dilandaskan pada pemahaman teks dari
perspektif sejarah, sosial, dan budaya pada saat itu. Adapun landasan ta'wil juga berkaitan dengan
aturan atau kaidah gramatikal dan semantik bahasa Arab serta

memperhatikan konteks penggunaan kata-kata dalam teks asli.a) Penggunaan metafora Misalnya, dalam
Al-Qur’an, Allah disebut sebagai “cahaya” (nur), yang mengandung makna bahwa Dia adalah sumber
penerangan dan petunjuk bagi umat manusia.

3.Secara etimologi, nasakh berarti pembatalan, penghapusan dan peniadaan. Secara istilah yaitu,
membatalkan suatu hukum dengan dalil yang datang kemudian

^ Rukun Nasikh
• Adah al-nasakh, yaitu pernyataan yang menunjukkan pembatalan (penghapusan) berlakunya hukum
yang telah ada.
• Nasikh, yaitu Allah ta’ala, karena Dia-lah yang membuat hukum dan Dia pula yang membatalkannya,
sesuai dengan kehendak-Nya. Oleh sebab itu, nasikh itu pada hakikatnya

adalah Allah.

• Mansukh, yaitu hokum yang dibatalkan, dihapuskan, atau dipindahkan.


• Mansukh ‘anhu, yaitu orang yang dibebani hukum.
a. Syarat Nasikh

1) Nasikh harus terpisah dari mansukh.

2) Nasikh harus lebih kuat atau sama kuatnya dengan mansukh.

3) Nasikh harus berupa dalil-dalil syara’

4) Mansukh tidak dibatasi pada suatu waktu

5) Mansukh harus hukum-hukum syara’

b. Macam-Macam Naskh

Naskh as-sunnah bi as-sunnah (penghapusan as-sunnah dengan as-Sunnah) . ...

Naskh as-Sunnah bi al-Kitab (penghapusan us-Sunnah dengan al-Kitab). ...

Naskh al-Kitab bi al-Kitab (penghapusan al-Kitab dengan al-Kitab) ...

Naskh dalam Al-Qur'an.

c. Naskah menurut ulama

a. Memelihara kemaslahatan.

b. Mengembangkan tasyri’ itu kepada tingkat yang sempurna dengan menunjang perkembangan
dakwah dan melihat perkembangan keadaan orang banyak.

c. Mencoba mukallaf dan melakukan percobaan-percobaan dengan mengikut perintah dan


meniadakannya.

d. Menanamkan kemauan yang lebih baik kepada umat dan memudahkannya. Sebenarnya nasikh itu
bila untuk memecahkan suatu persoalan, maka dalam hal ini akan menambah pahala. Dan jika untuk
meringankan maka di sini merupakan suatu kemudahan.

4.Pengertian Ta’arudh Al-Adillah


Ta'arudh al-adillah adalah istilah dalam ilmu ushul fiqh yang berarti pertentangan antara dalil atau bukti
hukum syariat Islam yang satu dengan yang lainnya. Ta'arudh aladillah terjadi ketika terdapat dua atau
lebih dalil yang saling bertentangan sehingga membingungkan dalam menentukan hukum yang
sebenarnya.
^ Cara penyelesaian Ta'arudl Al-Adillah menurut Syafi'yah, Malikiyah dan Zhahiriyah adalah sebagai
berikut :
a. Jam'u wa al-taufiq, yaitu dengan cara mengompromikan kedua dalil tersebut. Sedangkan cara
mengompromikan keduanya ada tiga :
• Membagi hukum yang bertentangan
• Memilih salah satu hukum
• Mengambil dalil yang lebih khusus.
b. Tarjih. Apabila yang pertama tidak bisa digunakan, maka menggunakan tarjih, yakni menguatkan salah
satu dalil.

c. Nasakh. Apabila cara kedua tidak bisa digunakan, maka menggunakan cara ketiga, nasakh. Yaitu
membatalkan salah satu hukum yang dikandung dalam kedua dalil tersebut dengan syarat harus
diketahui dulu mana dalil yang pertama dan mana dalil yang datang kemudian.
d. Tatsaqut al-dalilaini. Apabila cara pertama, kedua dan ketiga tidak bisa ditempuh, maka cara ini
digunakan. Yaitu meninggalkan kedua dalil tersebut dan berijtihad dengan dalil yang kwalitasnya lebih
rendah. Keempat cara diatas harus ditempuh secara berurutan
Contohnya.

Menurut Syafi’iyah, Malikiyah, dan Zhahiriyah

Adapun cara penyelesaian dua dalil yang bertentangan menurutulama syafi'iyyah, malikiyah, dan
zhahiriyah sebagai berikut 0

Jam’u wa Taufik

Uama syafi'iyah, malikiyah, dan zhahiriyah menyatakan bahwa metode pertama yang harus

ditempuh adalah mengumpulkan danmengompromikan kedua dalil tersebut sekalipun dari satu sisi
saja.Alasan mereka adalah fiqih yang dikemukankan Hanafiyah di atasyaitu mengamalkan kedua dalil itu
lebih baik daripadalebih dahulu dari dalil lainya, maka yang diambiladalah dalil yang datang kemudian.!
alam kasus pertentangan, misalnya tentang iddah wanita hamil,yakni antara surat At- thalaq ayat 9,
yang menyatakan bahwa iddah wanita hamil sampai melahirkan dengan surat Al-baqarah,ayat 89 yang
menyatakan bahwa iddah kematian suami bulan sepuluh hari.Menurut jumhur ulama, Ibnu masud
meriwayatkan bahwa ayat pertama datang kemudian, sehingga ditetapkan iddah wanita hamil adalah
sampai melahirkan dalam kata lain ayat 9 surat al'alaq menasakh & membatalkan' hukum 9 bulan (5 hari
untuk wanita hamil yang tercantum dalam ayat 89 surat Al-baqarah.

Anda mungkin juga menyukai