Disusun Oleh :
FAKULTAS SYARIAH
2021-2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT.Yang telah melimpahkan karunianya sehingga kami diberi
kesehatan dan dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik dan benar. Shalawat serta salam
tetap tercurah limpahkan kepada junjungan kita Nabi besar Nabi Muhammad SAW, yang
telah membawa kita dari zaman kebodohan ke zaman yang canggih seperti sekarang ini,
sehingga kami bisa mencari refrensi dengan lancar dalam menyelesaikan makalah ini.
Dalam pembuatan makalah ini kami mengambil judul “TA’ARUDH AL-ADILLAH”
karena kita sebagai pendidik dan mengambil jurusan hukum keluarga islam jadi kita harus tau
tentang seluk beluk Ta’arudh Al-Adillah.
Kami ucapkan terimakasih kepada orang-orang yang telah membantu dalam menyelesaikan
pembuatan makalah ini. Kami haturkan terimakasih kepada kedua orangtua kami yang telah
memfasilitasi kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dan kami juga haturkan
terimakasih kepada yang terhormat Bapak Abdul Jalil, M. HI yang telah membimbing kami,
atas saran dan masukannya sehingga makalah ini dapat di selesaikan dengan baik dan benar.
Makalah ini tentu jauh dari kata sempurna maka dengan ini kami meminta kritik dan saran
serta masukan dari pembaca agar makalah ini dapat di perbaiki dengan baik.
Penulis
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hukum fiqih mempunyai lapangan yang luas, meliputi berbagai
peraturan dalam kehidupan yang menyangkut hubungan manusia dengan
khaliqnya dan hubungan manusia dengan sesame manusia dan sesame makhluk.
Yang dalam pelaksanaannya juga berkaitan dengan situasi/keadaan tertentu,
maka mengetahui landasan hukum yang menjadi pedoman berpikir dalam
menentukan hukum tersebut sangatlah penting.
Islam yang diturunkan oleh allah tidaklah sebuah agama yang tanpa dasar
dalam menentukan suatu hukum, ataupun seenaknya sendiri yang dilakukan oleh
umat muslim untuk membuat hukum, namun disana ada aturan-aturan yang
mengikat, harus melalui koridor-koridor yang sesuai dengan syaria’at. Dasar
utama yang digunakan oleh umat islam dalam menentukan hukum adalah al-
quran dan hadist, namun dalam penentuan suatu hukum, maka muncul produk
hukum qiyas dan ijma’.
Dengan dasar itulah umat islam menjalankan roda-roda kehidupan
dengan syari’at yang telah terlandaskan. Namun ketika seorang mujtahid itu
menentukan suatu hukum sesuai dengan koridor syara’ tentunya tidak terlepas
dari kelemahan dalam pemahaman. Maka disini dikenal dengan ta’arudh al-
adillah (pertentangan dalil), meskipun kemampuan seseorang terbatas dalam
memahami sesuatu namun disana juga ditetapkan suatu aturan-aturan yang baru
untuk menentukan suatu hukum yang mashlahah.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Ta’arudh al-adillah ?
2. Bagaimana cara menyelesaikan Ta’arudh al-adillah menurut Hanafiyah,
Syafi’iyah dan Zhahiriyah ?
3. Apa saja Jenis-jenis Ta’arudh al-adillah
C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Ta’arudh al-adillah.
2. Untuk mengetahui cara menyelesaikan Ta’arudh al-adillah menurut Hanafiyah,
Syafi’iyah, dan Zhahiriyah.
3. Untuk mengetahui Jenis-jenis Ta’arudh al-adillah.
BAB II
PEMBAHASAN
1
Dr. Mardani. Ushul fiqih. Jakarta: Rajawali pers.2013. Hal.391
Apabila pertentangan terjadi antara dua nash, para ulama Hanafiyah
berpendapat bahwa metode-metode yang digunakan dalam menyelesaikannya
secara sistematis adalah sebagai berikut:
1. Nasakh
Dari metode ini, seorang mujtahid harus melacak sejarah dari kedua
nash, dan ketika sudah diketahui mana yang lebih dahulu datang dan
mana yang datang kemudian, maka nash yang datang kemudian
hukumnya menasakh yang terdahulu. Contohnya seperti pertentangan
yang terjadi dalam dua ayat ‘iddah dalam QS. Al-Baqarah (2): 234
dengan QS. Al-Thalaq (65): 4.
Sahabat Ibnu Mas’ud, kaitannya dengan permasalan dua ayat
َّل لِ َغي ِْر هال ٰ ِّل بِ ٖهkُْح ُم ْال ِخ ْن ِزي ِْر َو َمٓا ا ُِِهkََْ َُُّم َولkl ت َعلَيْك ُُم ْال َميْتةَُ َوالد
ْ ُح ِر َم
4. Tasaqut al-Dalilain
Tasaqut al-dalilain adalah langkah terakhir mujtahid yang berarti
menggugurkan kedua dalil yang bertentangan dan mencari yang lebih
rendah. Hal ini ditempuh apabila tidak bisa menggunakan ketiga cara
diatas. Misalnya ada pertentangan antara dua ayat, sedang tata cara
sebelumnya sangat sulit dipakai, maka langkah yang harus ditempuh
adalah mengambil keterangan yang lebih rendah dari al-Quran, yaitu
Sunah. Apabila ada dua sunah yang bertentangan maka beralih pada
istidlal dengan qoul al-sahabah bagi yang menggunakannya sebagai
2
Dedi Supriyadi, Sejarah Hukum Islam, dari Kawasan Jazirah Arab sampai Indonesia (Bandung: Pustaka setia,
2007),83.
3
Rahmat Syafe’I, Ilmu Ushul Fiqh (Bandung: Pustaka Setia, 1998), 227.
hujjah dan beralih pada qiyas bagi yang tidak menggunakan istidlal
qoul al-Sahabat.
b. . Menurut Syafi’iyah
1. Al-Jam’u wa al-Taufiq
Menurut aliran Syafi’iyah cara pertama untuk menyelesaikan dua dalil
yang bertentangan adalah dengan mengompromikan kedua dalil tersebut.
Ketika memungkinkan untuk mengompromikan, maka sudah seharusnya
keduanya diamalkan dan tidak boleh men-tarjih salah satu antara
keduanya. Argumentasi mereka adalah bahwa mengamalkan dua dalil
yang bertentangan lebih utama daripada mendisfungsikan salah satu dalil
secara keseluruhan. Cara yang digunakan untuk mengompromikan kedua
dalil tersebut ada tiga: (1) Membagi kedua hukum yang bertentangan. (2)
Memilih salah satu hukum. (3) Mengambil dalil yang lebih khusus,
misalnya tentang masa ‘iddah wanita hamil. Yang menurut Hanafiyah
menggunakan metode nasakh.
2. Tarjih
.Apabila tidak bisa menggunakan metode al jam’u wa taufiq, seorang
mujtahid beranjak pada tahapan selanjutnya, yaitu tarjih, yakni
menguatkan salah satu dalil.
3. Nasakh
Ketika cara tarjih tidak dapat memberikan jawaban atas ta’arud baina
aladillah, maka melangkah pada nasakh. Yakni membatalkan hukum yang
terkandung dalam dalil yang terdahulu dan mengamalkan hukum pada
dalil yang turun kemudian.
4. Tatsaqut al-Dalilain
Langkah terakhir yang ditempuh apabila seorang mujtahid merasa
kesulitan menyelesaikan pertentangan antar dalil ialah Tatsaqut al-
dalilain. Yakni meninggalkan dalil-dalil yang bertentangan dan beralih
pada dalil yang lebih rendah derajatnya.4
c. Menurut zahariyah
Untuk menyelesaikan dua dalili yang bertentangan adalah dengan
mengompromikan kedua dalil tersebut. Cara yang di gunakan untuk
mengompromikan kedua dalilil tersebut menurut mereka ada tiga:
a) Membagi kedua hukum yang bertentangan.
b) Memilih salah satu hukum.
c) Mengambil dalil yang lebih husus. Misalnya tentang masa iddah
wanita yang hamil. Yang menurut hanafi menggunkan metode nasakh.
5
Samsul munir amin,kamus ilmu usul fiqih,took jumantoro,(Jakarta:amzah,2005).
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Secara etimologi Ta’arud yaitu saling bertentangan. Sedangkan secara
terminologis ta’arudh yaitu “pertentangan dua dalil, antara satu dalil
berbeda/bertentangan dengan dalil lainnya.
2. Cara menyelesaikan Ta’arudh Al-Adillah menurut Hanafiyah ada 4 yaitu, :
Nasakh, Tarjih, Al-jam wa Al-Taufiq, Tasqut al-Dilalain.
Menurut Syafi’yah : Al-jam wa al-Taufiq, Tarjih, Nasakh, Tasqut al-Dilalain.
Menurut Zahariyah untuk menyelesaikan dua dalili yang bertentangan adalah
dengan mengompromikan kedua dalil tersebut.
3. Ta’arudh al-adillah ada 4 jenis yaitu : Ta’arudh antara Al-Qur’an dengan
AlQur’an, Ta’arudh antara Sunnah dan Sunnah, Ta’arudh antara Sunnah
dengan
Qiyas, Ta’arudh antara Qiyas denga Qiyas.
B. SARAN
Sebaiknya kita sebagai mahasiswa apalagi prodi Hukum Keluarga Islam kita
harus mengetahui lebih luas mengenai Ta’arudh Al-Adillah, karena itu merupakan
hal yang penting buat kita ketahui.
DAFTAR PUSTAKA
Romli, Pengantar Ilmu Ushul Fiqh Metodologi Penetapan Hukum Islam.Cet.I; Depok:
Kencana, 2017.
Koto , Alaiddin, Ilmu Fiqh dan Ushul Fiqh.Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006.
Supriyadi ,Dedi, Sejarah Hukum Islam, dari Kawasan Jazirah Arab sampai Indonesia
.Bandung: Pustaka setia, 2007.