Kelompok 4
Dosen Pengampu:
FAKULTAS SYARIAH
1443 H / 2024 M
0
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufiq dan
hidayah-Nya serta menganugerahkan tetesan ilmu, kesehatan dan kekuatan
sehingga penulis dapat menyelesaikan masalah ini dengan judul
“PERTENTANGAN ANTARA DALIL-DALIL HUKUM”
Penulis
1
DAFTAR ISI
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
3
C. Tujuan Masalah
4
BAB II
PEMBAHASAN
“Dalil ialah yang memberi petunjuk kepada sesuatu yang dirasakan atau
yang dipahami baik sifatnya hal yang baik maupun yang tidak baik”.
5
mengelurakan hukum yang berbeda atas masalah yang sama. Hal ini lah
yang dinamakan dengan ta’arudh al-dilalah.1
1
Drs.Romli, Muqaran Mazahib Fiil Ushul ( Jakarta : Gaya Media, 1999 ) hlm, 41
2
Agus Miswanto, Ushul Fiqh: Metode Istinbath Hukum Islam (Yogyakarta: Magnum Pustaka
Utama, 2019) hlm 191
3
Amrullah Hayatudin, Ushul Fiqh (Jakarta: AMZAH, 2019) hlm 224
4
Darmawati, Ushul Fiqh (Jakarta: Kencana, 2019) hlm 100
5
Ahmad Atabik “kontradiksi antar dalil dan cara penyelesaiannya perspektif ushuliyyin” jurnal
pemikiran hukum dan hukum islam, Vol. 6, No. 2, Desember 2015, hlm 258
6
antara dua nash atau dalil yang sama kekuatannya. Dari berbagai definisi
tersebut memberi titik penekanan yang berbeda, namun dapat disimpulkan
bahwa ta’arudh itu merupakan pembahasan antara dua dalil yang
bertentangan.6 Sehinggga dalam implikasinya kedua dalil yang berlawanan
tersebut tidak mungkin dipakai pada satu waktu. Perlawanan itu dapat
terjadi antara ayat Al-qur’an dengan Al-qur’an yang lain, hadist mutawatir
dengan hadist mutawatir yang lain. Sebaliknya, perlawanan tersebut tidak
akan terjadi apabila kedua dalil tersebut berbeda kekuatannya, karena ada
hakikatnya dalil yang lebih kuatlah yang diamalkan. 7
ْ َوا لَّ ِذيْنَ يُت ََو َّف ْونَ ِم ْن ُك ْم َويَذَ ُر ْونَ ا َ ْز َوا ًجا يَّت ََرب
َّصنَ بِا َ ْنفُ ِس ِه َّن ا َ ْربَ َعةَ ا َ ْش ُهر َّو َع ْش ًر ا فَ ِا ذَا بَ َل ْغنَ اَ َجلَ ُه َّن
ّلل ِب َما ت َ ْع َملُ ْونَ َخبِيْرُ ٰ ف َوا ِ فَ َل ُجنَا َح َعلَ ْي ُك ْم فِ ْي َما فَعَ ْلنَ ِف ْي ا َ ْنفُ ِس ِه َّن بِا ْل َم ْع ُر ْو
ُول ت ْ ارت َ ْبتُ ْم فَ ِعدَّتُ ُه َّن ث َ ٰلثَةُ ا َ ْش ُهر َّوا ل ٰــئِـ ْي َل ْم َي ِح
َ ُ ضنَ َوا ْ سآئِ ُك ْم ا ِِن
َ ِْض ِم ْن ن ِ َوا ل ٰــئِـ ْي َيئِسْنَ ِمنَ ْال َم ِحي
ّللا َيجْ َع ْل لَّه ِم ْن ا َ ْم ِره ُيس ًْر ا َٰ ق َ َّال حْ َما ِل اَ َجلُ ُه َّن ا َ ْن ي
ِ ض عْنَ َح ْملَ ُه َّن َو َم ْن يَّـت َّـ َْ
6
Darmawati, op. cit., hlm 101
7
Agus Miswanto, op. cit., hlm 193
8
Akhmad Haries, Ushul Fiqh Sumber Hukum Dan Metode Hukum Istinbath Hukum, ( Jakarta :
Bening Media Publishing : 2021 ) hlm 276
7
"Perempuan-perempuan yang tidak haid lagi (menopause) di antara istri-
istrimu jika kamu ragu-ragu (tentang masa idahnya) maka idahnya adalah
tiga bulan; dan begitu (pula) perempuan-perempuan yang tidak haid.
Sedangkan perempuan-perempuan yang hamil, waktu idah mereka itu
sampai mereka melahirkan kandungannya. Dan barang siapa bertakwa
kepada Allah, niscaya Dia menjadikan kemudahan baginya dalam
urusannya."(QS. At-Talaq 65: Ayat 4)
Terdapat juga dalam surah lain yaitu dalam surah Al-Baqarah ayat 183
َب َع َلى الَّ ِذيْنَ ِم ْن قَ ْب ِل ُک ْم لَعَلَّ ُك ْم تَتَّقُ ْون َ ِـاَيُّ َها الَّ ِذيْنَ ٰا َمنُ ْو ا ُكت
ِ ب َعلَ ْي ُک ُم
َ ِالصيَا ُم َک َما ُكت
"Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa
sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertakwa,"
(QS. Al-Baqarah 2: Ayat 183)
Dan dalam Hadis rasulullah saw yang artinya : “Sesungguhnya Allah telah
memberi hak kepada setiap pemilik hak. Maka tidak ada wasiat untuk ahli
waris” (HR. Ahmad dan Ashab Sunan dan Nasai).
9
Ibid, hlm 277
8
Yang perlu digaris bawahi, bahwa “pertentangan” hanya muncul
karena keterbatasan kemampuan seorang mujtahid dalam memahami dalil-
dalil yang ada, bukan karena memang antar dalil terjadi pertentangan,
Sebab di dalam syariat tidak ada yang namanya pertentangan. Karena
ta’arudh itu sendiri maknanya pertentangan, perlawanan, kontradiksi. Dan
mustahil bagi Syari’ untuk menciptakan dua dalil yang saling berlawanan
dalam satu waktu dan dalam satu masalah. Sebab yang demikian itu akan
menunjukkan tanda tanda ketidak mampuan Syari’. Dan itu hukumnya
mustahil bagi Allah. Sedangkan Asy-Syathibi menjelaskan bahwa semua
furu’ yang terdapat dalam ajaran Islam kembali ke satu kata, meski banyak
perselisihan.10
10
Ibid, hlm 278
11
Darmawati, op. cit., hlm 101
9
Contoh dalam QS. al-Baqarah [2]: 240
ل ْز َوا ِج ِه ْم َّمت َا ًعا اِلَى ْال َح ْـو ِل َغي َْر ا ِْخ َر ا ج فَ ِا
َ ِ ًصيَّة ِ َّو َوا لَّ ِذيْنَ ُيت ََو َّف ْونَ ِم ْن ُک ْم َو َي َذ ُر ْونَ ا َ ْز َوا ًجا
ّلل َع ِزيْز َح ِکيْم ُ ٰ ِف ْي ا َ ْنفُ ِس ِه َّن ِم ْن َّم ْع ُر ْوف َوا َْن خ ََرجْ نَ فَ َل ُجنَا َح َعلَ ْي ُک ْم ِف ْي َما فَ َع ْلن
ْ َوا لَّ ِذيْنَ يُت ََو َّف ْونَ ِم ْن ُك ْم َويَذَ ُر ْونَ ا َ ْز َوا ًجا يَّت ََرب
ََّصنَ ِبا َ ْنفُ ِس ِه َّن ا َ ْربَ َعةَ ا َ ْش ُهر َّو َع ْش ًر ا فَ ِا ذَا بَلَ ْغن
ّلل ِب َما ت َ ْع َم ُل ْونَ َخ ِبيْر
ُ ٰ ف َوا ِ ا َ َجلَ ُه َّن فَ َل ُجنَا َح َعلَ ْي ُك ْم فِ ْي َما فَعَ ْلنَ فِ ْي ا َ ْنفُ ِس ِه َّن ِبا ْل َم ْع ُر ْو
Takhsis, yaitu jika dua dalil yang secara zahir berbenturan dan
tidak mungkin dilakukan usaha kompromi, namun satu di antara dalil
tersebut bersifat umum dan yang lain bersifat khusus, maka dalil yang
khusus itulah yang diamalkan untuk mengatur hal yang khusus.
12
Ibid, hlm 102
10
Adapun dalil yang umum diamalkan menurut keumumannya sesudah
dikurangi dengan ketentuan yang khusus.
Contoh firman Allah QS. al-Baqarah: 228 yang artinya: “Wanita-
wanita yang ditalak hendaklah menahan diri (menungu) tiga kali
sesuci.” (QS. Al-Baqarah [2]: 228) Dan pada ayat lain sebagai berikut:
“Perempuan-perempuan hamil (yang dicerai suami) waktu iddah
mereka adalah sampai melahirkan kandungannya.” (QS. Al-Baqarah
[2]: 234)
Perbenturan secara zahir kedua ayat di atas bahwa iddah istri yang
ditalak suami adalah tiga kali sesuci, sedangkan istri yang dicerai
suami dalam keadaan mengandung, maka iddahnya adalah sampai
melahirkan anaknya. Usaha penyelesaian malalui takhsis dalam dua
dalil di atas yaitu memberlakukan batas melahirkan anak, khusus bagi
istri yang dicerai suaminya dalam keadaan hamil. Dengan usaha
takhsis ini ketentuan bagi istri yang hamil dikeluarkan dari
keumumannya.
13
Ibid, hlm 103
11
dahulu datang, sebagaimana yang terjadi pada Hadis di atas, dan juga
Hadis di bawah ini yang berbunyi: “Sesungguhnya saya telah
14
Ibid, hlm 104
15
Ibid, hlm 105
12
setelahnya. Apabila terdapat dua dalil al-qur’an yang kontradiksi, dan
tidak dapat diketahui sejarah turunnya maka harus merujuk pada
sunnah. Apabila terdapat dua sunnah yang kontradiksi, dan tidak dapat
dilakukan nasakh, harus merujuk pada qiyas atau perkataan sahabat.
Namun, terjadi kontradiksi antara dua qiyas, tidak boleh dilakukan
nasakh salah satu diantaranya, nasakh hanya berlaku pada al-qur’an
dan sunnah. Kedua qiyas yang kontradiksi tidak dapat dijatuhkan,
bahkan harus diamalkan salah satunya pada suatu kondisi sesuai
dengan kehendak hati. 16
13
apabila tidak dapat menggunakan ketiga cara diatas. Misalnya, ada
pertentangan antara dua ayat, sedangkan ketiga cara diatas tidak
dapat ditempuh adalah mengambil keterangan yang lebih rendah
dari al-qur’an yaitu sunnah. Apabila masih bertentangan, diambil
metode qiyas (analogi). Namun, menurut ulama hanafiyah, seorang
mujtahid hanya boleh mengambil dalil yang lebih rendah apabila
telah menggunakan ketiga cara tersebut. Penggunaan metode
penyelesaian ta’arudh al-dilalah harus dilakukan secara berurutan.
17
17
Ibid, hlm 235
14
dalam kaidah: “mengamalkan dua dalil yang berbenturan lebih baik
daripada menyingkirkan satu di antaranya”.18 Dalam kaidah tersebut
ada tiga cara ataupun tahap penyelesaian yang tergambar dalam
kaidah tersebut yakni:
Kedua, setelah dengan cara apapun kedua dalil itu tidak dapat
digunakan sekaligus, diusahakan setidaknya satu di antaranya
diamalkan sedangkan yang satu lagi ditinggalkan. Usaha dalam
penyelesaian dalam bentuk ini dapat ditempuh dengan cara sebagai
berikut:
1. Bila dapat diketahui secara pasti bahwa satu diantara dua dalil
yang diduga berbenturan itu lebih dulu turun atau berlakunya,
18
Ibid, hlm 236
19
Ibid, hlm 237
15
sedangkan yang satunya lagi belakangan turunnya atau
berlakunya, yang datang belakangan itu dinyatakan berlaku untuk
seterusnya dan yang datang lebih dulu itu tidak berlaku lagi
dengan sendirinya. Usaha seperti ini disebut sebagai nasakh.
2. Bila diantara dua dalil yang dipandang berbenturan itu tidak
diketahui mana yang dulu dan mana yang belakangan turun atau
berlakunya sehingga tidak dapat diselesaikan dengan cara nasakh
namun ditemukan petunjuk yang menyatakan bahwa salah satu
diantaranya lebih kuat dari yang lain, maka diamalkan dalil yang
disertai dengan petunjuk yang menguatkan dalil itu dan
meninggalkan dalil yang lainnya. Usaha penyelesaian seperti ini
disebut tarjih. 20
3. Bila dua dalil yang berbenturan itu tidak dapat ditempuh usaha
penyelesaian secara nasakh dan tarjih, kedua dalil itu
memungkinkan diamalkan, ditempuh penyelesaian secara takhyr
yakni memilih salah satu diantara dua dalil untuk diamalkan dan
yang satu lagi tiak diamalkan, dengan tetap menghormati
kebenaran dalil yang tidak diamalkan tersebut
20
Ibid, hlm 238
21
Ibid, hlm 239
16
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pada hasil yang telah kami tulis diatas, maka dapat
kita tarik kesimpulan bahwa ta’arudh al-dilalah adalah adalah terjadinya
pertentangan hukum yang dikandung suatu dalil dengan hukum yang
dikandung dalam dalil lainnya. Dan macam macam ta’arudh al-dilalah
sebagaimana menurut Muhammad Wafaa terdapat 3 jenis yakni:
pertentangan antara dalil qathi dan zhanni, pertentangan antara dalil qathi,
dan yang terakhir pertentangan antara dalil zhanni.
B. Saran
Hal seperti ini sangat penting untuk kita pahami, sebab apabila
nantinya kita menemukan suatu permasalahan yang memiliki dua dalil
yang saling berbenturan, kita dapat mengambil langkah dengan sebaik-
baiknya. Serta diharapkan dengan pemahaman kita, kita dapat
memberitahukan orang terdekat maupun keluarga jikalau mereka
mengalami kebingungan terhadap mengamalkan salah satu dalil yang
saling berkontradiksi/berlawanan dalam menetapkan hukum.
DAFTAR PUSTAKA
Miswanto, Agus. 2019. Ushul Fiqh: Metode Istinbath Hukum Islam. Yogyakarta:
Magnum Pustaka Utama
17
Atabik, Umar. 2015. kontradiksi antar dalil dan cara penyelesaiannya perspektif
ushuliyyin. Jurnal pemikiran hukum dan hukum islam. 6(2)
Haries Akhmad. 2021. Ushul Fiqh sumber hukum dan metode hukum istinbath
hukum. Jakarta : Bening Media Publishing.
18