Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

"AL-DZIHAR WA AL-FASAKH"

(Digunakan Untuk Memenuhi Tugas Kelompok Mata Kuliah Teks Telaah Arab yang diampu
oleh Bapak Khalilullah, M.H)

Disusun Oleh :

ZAINUL FATA (20382011049)

WILDAN MUBAROQ (20382011114)

SITI FARAH (20382012043)

FAKULTAS SYARIAH

PRODI HUKUM KELUARGA ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI MADURA

2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul "Al-Dzihar Wa Al-Fasakh"dan
alhamdulillah selesaitepat pada waktunya. Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah
untuk memenuhi tugas Bapak Khalilullah, M.H. padamata kuliahTeks Telaah Arab.

Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang  Al-Dzihar Wa
Al-Fasakh bagi para pembaca dan juga bagi penulis.

Saya mengucapkan terima kasih kepada Bapak selakuDosenmata kuliah Teks Telaah


Arabyang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan
sesuai dengan bidang studi yang saya tekuni.

Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian
pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini.Saya menyadari, makalah yang
saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun
akan saya nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Pamekasan, 25 September 2021

Penyusun,

Kelompok 5

Halaman Sampul .................................................................................................................i

ii
Kata Pengantar ....................................................................................................................ii

Daftar Isi..............................................................................................................................iii

Terjemahan..........................................................................................................................iv

BAB I : Pendahuluan

A. Latar Belakang...................................................................................................1
B. Rumusan Masalah..............................................................................................1
C. Tujuan ...............................................................................................................2
BAB II : Pembahasan
A. Pengertian Dzihar dan fasakh............................................................................3
B. Bagaimana ketentuan-ketentuan dzikar.............................................................6
C. Bagaimana ketentuan-ketentuan fasakh............................................................19
BAB III : Penutup
A. Kesimpulan ......................................................................................................13
B. Saran ................................................................................................................14

Daftar Pustaka

Terjemahan

-Zihar

iii
Definisi: Zihar itu berasal dari belakang, dan itu adalah ucapan laki-laki kepada istrinya: Kamu
ada di punggung ibuku. Dia berkata dalam Al-Fath: “Punggung itu hanya untukmu, tanpa sisa
bagian. karena sering ditunggangi, makanya kendaraan itu disebut siang, maka perempuan
disamakan seperti itu karena dia menunggangi laki-laki, dan zihar adalah talak pada zaman pra-
Islam. Islam menghapuskan hal ini. hukumnya, dan mengharamkan zihar bagi wanita itu sampai
suaminya diampuni. Jika laki-laki itu rupanya ingin cerai, maka itu adalah zihar, dan jika dia
menceraikan dia menginginkan zihar, maka itu adalah talak. Ibn al-Qayyim berkata: Ini karena
zihar adalah perceraian pada masa pra-Islam, jadi itu dibatalkan. Tidak diperbolehkan baginya
untuk kembali ke hukum yang dibatalkan, dan juga bahwa Aws Ibn al-Samit hanya bermaksud
menceraikannya sebagaimana adanya, dan hukum zihar diterapkan padanya tanpa perceraian,
dan juga bahwa dia secara eksplisit dalam suratnya. hukumnya, maka tidak boleh menjadikannya
sebagai metafora untuk hukum yang dihapuskan oleh Allah dengan hukum-Nya, dan hukum
Allah yang lebih benar, dan perintah yang diperintahkan oleh Allah.

Para ulama sepakat bahwa itu dilarang, jadi tidak boleh mengambilnya, sesuai dengan firman
Allah SWT. “Orang-orang di antara kamu yang menzihar istrinya, (menganggap istrinya sebagai
ibunya, padahal) istri mereka itu bukanlah ibunya. Ibu-ibu mereka hanyalah perempuan yang
melahirkannya. Dan sesungguhnya mereka benar-benar telah mengucapkan suatu perkataan yang
mungkar dan dusta. Dan sesungguhnya Allah Maha Pemaaf, Maha Pengampun.” (Surah Al-
mujadalah ayat 2).

Asal muasalnya adalah apa yang dibuktikan dalam Sunan bahwa Aws bin al-Samit terlihat dari
istrinya Khawla binti Malik bin Naalb, Dialah yang berdebat dengan Rasulullah SAW Dia
mengeluh kepada Allah , dan Allah mendengar keluhannya dari atas tujuh langit. Dia berkata: Ya
Rasulullah, Aws bin Al-Samit menikahi saya, dan saya adalah seorang wanita muda yang
diinginkan, dan ketika usia saya menjadi kosong dan perut saya berceceran, dia menjadikan saya
seperti ibunya baginya. Utusan Tuhan berkata kepadanya: Saya tidak punya apa-apa tentang
Anda. ! Dia berkata: Ya Allah, saya mengadu kepadamu. Diriwayatkan bahwa dia berkata: Saya
memiliki anak laki-laki, jika saya membawa mereka kepadanya, mereka hilang, dan jika saya
membawa mereka bersama saya, mereka akan lapar. Maka diturunkanlah Al Qur'an dan Aisyah
berkata: Segala puji bagi Allah yang pendengarannya meluaskan pendengarannya. Khawla binti
Tha'labah datang mengadu kepada Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam. Saat aku mendobrak

iv
rumah, kata-katanya disembunyikan, jadi Allah Yang Maha Perkasa dan Maha Agung, berfirman
: “Sungguh, Allah telah mendengar ucapan perempuan yang mengajukan gugatan kepadamu
(Muhammad) tentang suaminya, dan mengadukan (halnya) kepada Allah, dan Allah mendengar
percakapan antara kamu berdua. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar, Maha Melihat.” (Qs. Al
Mujadalah. 1)

Nabi berkata: Biarkan dia membebaskan seorang budak! Dia berkata: Dia tidak dapat
menemukannya! Dia berkata: Jadi dia berpuasa selama dua bulan berturut-turut! Dia berkata: Ya
Rasulullah, dia sudah sangat tua, dia tidak berpuasa. Dia berkata: Biarkan dia memberi makan
enam puluh orang miskin. Dia berkata: Dia tidak punya apa-apa untuk disumbangkan. Dia
berkata: Aku akan menjenuhkannya dengan keringat kurma! Dia berkata: Saya akan
membantunya dengan kebiasaan lain. Dia berkata: Bagus, beri makan enam puluh orang miskin
atas namanya dan kembali ke sepupu Anda. Dalam Sunan diriwayatkan bahwa Salamah bin
Sakhr Al-Bayadi dilihat oleh istrinya selama bulan Ramadhan, kemudian dia melakukan
hubungan intim dengannya pada suatu malam Sebelum dia terputus, Nabi berkata kepadanya:
Anda Budak ya Salamah. Dia berkata: Saya berkata: Saya Budak, ya Rasulullah? Dua kali - dan
saya sabar dengan perintah Allah, jadi hakimi apa yang telah Allah tunjukkan kepadamu. Dia
berkata: Bebaskan seorang budak. Aku berkata, “Demi Dzat yang mengutusmu dengan
kebenaran sebagai seorang Nabi, aku tidak memiliki leher lain.” Dan aku memukul halaman
leherku, Dia berkata: Puasa selama dua bulan berturut-turut. Dia berkata: Apakah kamu
menangkap apa yang kamu terluka kecuali selama puasa? Dia berkata: Jadi, cicipi minuman
kurma untuk enam puluh orang miskin. Kami tidak punya makanan Dia berkata: Jadi marilah
kita pergi ke sedekah Bani Zurayq, dan dia akan memberikannya kepada Anda, jadi beri makan
enam puluh orang miskin dengan minuman kurma, dan Anda dan keluarga Anda makan sisanya.
Dia berkata: Saya bahagia untuk umat saya, jadi saya berkata: Saya menemukan pada Anda
kesusahan dan pendapat buruk, dan saya menemukan pada Rasulullah kelapangan dan pendapat
yang baik, dan dia telah memerintahkan saya untuk memberi Anda sedekah.

Apakah zihar khusus untuk ibu? Mayoritas berpendapat bahwa zihar adalah untuk ibu,
sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur'an, dan sebagaimana dinyatakan dalam Sunnah. Jika dia
berkata kepada istrinya: Anda berada di punggung ibu saya, dia akan terlihat, dan jika dia

v
berkata kepadanya: Anda berada di belakang saudara perempuan saya, itu tidak akan terlihat.
Beberapa, termasuk Al-Ahnaf, Al-Awza'i, Al-Thawri dan Al-Shafi'i dalam salah satu foula-nya,
dan Zaid bin Ali, berpendapat bahwa semua mahram diukur terhadap ibu. Bagi mereka, zihar
adalah menyamakan seorang laki-laki dengan istrinya dalam larangan dengan salah satu hal yang
diharamkan baginya dalam menghadapi kekekalan secara garis keturunan, kawin campur atau
menyusui, karena alasannya adalah larangan terus-menerus. Barangsiapa berkata kepada istrinya:
Dia adalah saudara perempuanku atau ibuku karena martabat dan rasa hormat, maka dia
bukanlah manifestasi.

Apa itu zihar? Dan zihar hanya dapat dilakukan oleh seorang suami muslim dewasa yang
berakal, bagi seorang istri yang perkawinannya telah sah dan efektif.

Zihaar sementara: Zihaar sementara adalah jika muncul dari istrinya untuk jangka waktu tertentu.
Seperti mengatakan kepadanya: Anda berada di punggung ibu saya sampai malam, lalu dia
memukulnya sebelum periode itu berakhir. Dan keputusannya bahwa menunjukkan mutlak. Al-
Khattabi berkata: Mereka berselisih tentang hal itu jika dia saleh dan tidak melanggar
sumpahnya. Malik dan Ibn Abi Layla berkata, jika dia berkata kepada istrinya: Kamu berada di
punggung ibuku sampai malam. Pendamaian menuntutnya, meskipun dia tidak mendekatinya.
Dan kebanyakan ahli ilmu berkata: Dia tidak perlu melakukan apa-apa jika dia tidak
mendekatinya. Dia berkata: Al-Syafi'i memiliki dua perkataan tentang zihar sementara: salah
satunya adalah bahwa itu bukan zihaar.

Akibat yang tampak: Jika seorang laki-laki menghadap istrinya, dan ziharnya sah, maka akan
timbul dua akibat: Akibat pertama: larangan bersetubuh dengan istri sampai terhapusnya
kekafiran, karena Allah Ta'ala berfirman: sebelum kedua suami istri itu bercampur (Qs. Al
Mujadalah : 3) Sebagaimana yang diharamkan dipolitisasi, juga diharamkan pendahuluannya,
seperti berciuman, bersetubuh, dan sebagainya, dan ini menurut mayoritas ulama. Dan sebagian
ulama sampai pada fakta bahwa yang diharamkan hanyalah bersetubuh saja. Karena dipolitisasi
adalah metafora untuk hubungan seksual.

Efek kedua. Perlunya penebusan dosa dengan kecapi. Dan apa itu Kecapi ? Ulama berbeda
dalam kecapi! Apa itu ? . Qatadah, Saeed bin Jubayr, Abu Hanifah, dan para sahabat berkata: Ini
adalah kehendak orang yang dipolitisasi ketika dia dilarang zihaar, karena jika dia mau, dia
kembali dengan tekad, pada tekad untuk bertindak, apakah dia melakukannya atau tidak. Al-

vi
Syafi'i berkata: Sebaliknya, memegangnya setelah zihar waktu yang cukup untuk perceraian, dan
dia tidak menceraikan, karena membandingkannya dengan ibu mengharuskan putrinya, dan
memegangnya adalah kebalikannya. Malik dan Ahmed berkata: Sebaliknya, itu adalah tekad
untuk melakukan hubungan intim saja. Meskipun dia tidak menginjakkan kaki. Dawud, Syu’bah,
dan orang-orang yang memiliki makna nyata berkata: Sebaliknya, mengulangi kata zihar, karena
penebusan dosa tidak diperlukan bagi mereka kecuali dengan zihar berulang, bukan yang awal.

Dipolitisasi sebelum penebusan: Jika seorang pria menyentuh istrinya sebelum penebusan dosa,
ini dilarang, seperti pernyataannya disajikan, penebusan dosa tidak jatuh dan tidak berlipat
ganda, tetapi tetap seperti satu penebusan, Salt bin Dinar berkata: Saya bertanya sepuluh dari
para ahli hukum tentang penampilan melakukan hubungan intim sebelum dia menebus? Mereka
berkata: Satu penebusan dosa.

Apa itu penebusan dosa? Penghapusannya adalah: membebaskan seorang budak, dan jika dia
tidak menemukannya, maka berpuasa selama dua bulan berturut-turut, dan jika dia tidak mampu,
maka beri makan enam puluh orang miskin, karena Allah SWT berfirman: 3. Dan mereka yang
menzihar istrinya, kemudian menarik kembali apa yang telah mereka ucapkan, maka (mereka
diwajibkan) memerdekakan seorang budak sebelum kedua suami istri itu bercampur.
Demikianlah yang diajarkan kepadamu, dan Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu
kerjakan.4. Maka barangsiapa tidak dapat (memerdekakan hamba sahaya), maka (dia wajib)
berpuasa dua bulan berturut-turut sebelum keduanya bercampur. Tetapi barangsiapa tidak
mampu, maka (wajib) memberi makan enam puluh orang miskin. Demikianlah agar kamu
beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Itulah hukum-hukum Allah, dan bagi orang-orang yang
mengingkarinya akan mendapat azab yang sangat pedih.(Qs. Al Mujadalah 3-4). Penekanan
diambil dalam penebusan dosa zihar, untuk menjaga hubungan perkawinan, dan untuk mencegah
perempuan dari tertindas. Jika seorang pria melihat bahwa silih terlalu berat baginya untuk
memenuhinya, dia menghormati hubungan perkawinan, dan menahan diri dari menganiaya
istrinya.

-Fasakh

vii
Pembatalan Pembatalan kontrak: mencabutnya, memutuskan ikatan yang mengikat pasangan,
dan pembatalan itu mungkin karena cacat dalam kontrak, atau keadaan darurat yang
mencegahnya berlanjut, misalnya, karena cacat dalam kontrak.

1. Jika akad dibuat dan ternyata istri yang dikontrak oleh saudara perempuannya untuk
menyusui, maka akad batal.

2. Jika suatu perjanjian perkawinan selain ayah dan kakek dari anak kecil atau gadis muda itu,
dan kemudian sampai pada gadis muda atau gadis muda itu, masing-masing berhak memilih
untuk tetap atau mengakhiri perkawinan itu. Ini disebut pilihan pubertas, dan jika dia memilih
untuk mengakhiri kehidupan pernikahan, ini adalah pembatalan kontrak.

Contoh pemutusan kontrak darurat:

1. Jika salah satu dari pasangan meninggalkan Islam dan tidak kembali kepadanya, kontrak
dibatalkan karena kemurtadan darurat.

2. Jika seorang suami masuk Islam dan istrinya menolak masuk Islam dan istrinya musyrik,
maka batallah akad tersebut, tidak seperti akad tertulis, akad tetap sah sebagaimana adanya,
karena akad itu sah secara tertulis dari awal mula. Perpecahan yang mengakibatkan cerai berbeda
dengan yang mengakibatkan perceraian, karena perceraian dibagi menjadi perceraian yang dapat
dibatalkan dan perceraian yang tidak dapat dibatalkan, dan yang dapat dibatalkan tidak segera
mengakhiri kehidupan perkawinan, dan yang tidak dapat dibatalkan segera mengakhirinya.
Adapun pembatalan, baik karena akad darurat, atau cacat di dalamnya, segera mengakhiri
hubungan perkawinan.

Sebaliknya, cerai talak mengurangi jumlah bidikan, maka jika seorang laki-laki menceraikan
istrinya dengan talak surut, maka mengambilnya kembali dalam masa tunggunya, atau membuat
kontrak baru dengannya setelah masa tunggu. , maka talak itu menjadi tanggungannya, dan
setelah itu talaknya hanya dua. Adapun cerai karena batal tidak mengurangi jumlah talak, maka
jika batal akad karena pilihan akil balig, maka pasangan itu menikah lagi dan talak tiga. Para
fuqaha Hanafi ingin menetapkan suatu aturan umum untuk membedakan golongan yang talak
dari golongan yang batal, maka mereka berkata: Setiap golongan itu dari suami, dan tidak
dibayangkan bahwa itu dari istri, maka dia talak. . Dan setiap golongan yang berasal dari istri,
bukan karena suami, atau dari suami dan dibayangkan dari istri, maka itu batal.

viii
Pembatalan dengan pertimbangan hakim: Salah satu kasus yang alasan pembatalannya terbukti
tidak memerlukan penilaian hakim, seolah-olah pasangan mengetahui bahwa mereka adalah
saudara dari menyusui, dan kemudian pasangan harus membatalkan kontrak sendiri. Di antara
kasus-kasus, alasan pembatalan itu tersembunyi dan tidak jelas, sehingga perlu dikeluarkan oleh
hakim, dan itu tergantung padanya, seperti pembatalan oleh ayah dari istri musyrik jika suaminya
memeluk Islam, karena dia tidak boleh menahan diri dan kontraknya tidak dibatalkan

ix
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sungguh Allah SWT adalah Zat Yang Maha Adil. Dengan aturanNya (syariah Islam),
Dia mampu menyelesaikan seluruh masalah manusia. Khususnya dikarenakan timbulnya naluri
melestarikan jenis (gharizah an nau’) yang menjadikan manusia menikah dan berketurunan,
maupun adanya kecacatan, aib dan rusaknya dari pernikahan tersebut sehingga harus dipisahkan
(talaq) dari pasangan suami istri tersebut. Karna itulah Islam mengatur manusia dalam
interaksinya terhadap lawan jenis dengan sebaik-baiknya agar tidak terjadi kezaliman diantara
keduanya, jika terlihat ada bahaya (dhoror) didalam perkawinan tersebut meski sudah diikat
dengan pernikahan dan memiliki keturunan, Islam akan hadir dengan solusi perceraian yang
tentunya ditempuh melalui tahapan dan mekanisme sebelum terjadinya perceraian.

Dalam kajian perceraian (talaq) ini, banyak sebab yang melandasi sepasang suami istri
tersebut berpisah. Salah satunya adalah perihal fasakh dan zhihar yang menjadikan pernikahan
yang harusnya berketurunan dan melahirkan generasi menjadi bermasalah yang pada akhirnya
bercerai (talaq). Fasakh dan Zhihar dalam Islam diatur dalam masalah-masalah yang timbul oleh
salah satu pihak yang menginginkan pernikahan tersebut berpisah dengan berbagai macam
alasan yang dibenarkan oleh syara’.

Akan tetapi dibalik itu semua, fasakh mungkin menjadi solusi bagi manusia dan zhihar
menjadi batasan untuk berhati-hati dalam berucap dalam pergaulan sehari-hari serta menahan
diri dari nafsu amarah pada diri manusia. Karnanya, ini hal yang sangat menarik untuk dikaji
lebih mendalam agar kita memahami batasan-batasan syariah dalam berumah tangga maupun
akan melangsungkan pernikahan. Sehingga tujuan dari pernikahan dan shilah ukuwah antara
umat Islam terus terjalin baik, inilah pentingnya kita bermasyarakat dan beragama yakni bersatu
dan tolong menolong dalam kebaikan sesama muslim.

1
B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian Dzihar dan Fasakh?


2. Bagaimana ketentuan-ketentuan Dzihar?
3. Bagaimana ketentuan-ketentuan Fasakh?

C. Tujuan Makalah

1. Untuk mengetahui dan memahami pengertian Dzihar dan Fasakh.


2. Untuk mengetahui dan memahami apa saja ketentuan-ketentuan Dzihar.
3. Untuk mengetahui dan memahami apa saja ketentuan-ketentuan Fasakh.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A.    PENGERTIAN ZHIHARDAN FASAKH

Zhihar, secara etimologi (bahasa) berasal dari bahasa Arab ‫ار‬II‫ الظھ‬dari kata ‫ ظهر‬yang
bermakna punggung. Adapun pengertian zhihar secara istilah syariah (terminologi) adalah
apabila seorang suami menyamakan isterinya dengan seorang wanita yang haram dinikahi
olehnya selama-lamanya, atau menyamakannya dengan bagian-bagian tubuh yang diharamkan
untuk dilihatnya, seperti punggung, perut, paha dan lainnya.[1]

Dengan ucapan:

‫أنت علي كظھر أمي‬

“engkau bagiku adalah seperti punggung ibuku”.

Ucapan Zhihar ini pada masa Jahiliyah dipergunakan oleh suami yang bermaksud
mengharamkan menyetubuhi istri (jima’) dan berakibat menjadi haramnya istri itu bagi suami
dan laki-laki selainnya untuk selama-lamanya. Dan pada masa awalan datangnya Islam, hukum
zhihar tersebut tetap berlaku dikalangan kaum muslimin, hingga Allah SWT menurunkan Q.S
Al- Mujadilah ayat 1-4 ketika peristiwa Khaulah binti Tsa’labah yang dizhihar oleh suaminya.

Allah SWT berfirman.

‫ ِمي ۢ ُع‬I‫ٓا إِ َّن ٱهَّلل َ َس‬Iۚ ‫ َم ُع تَ َحا ُو َر ُك َم‬I‫تَ ِك ٓي إِلَى ٱهَّلل ِ َوٱهَّلل ُ يَ ۡس‬I‫ا َوت َۡش‬IIَ‫زَو ِجه‬ ۡ ‫ ِدلُكَ فِي‬I‫و َل ٱلَّتِي تُ ٰ َج‬Iۡ Iَ‫ ِم َع ٱهَّلل ُ ق‬I‫د َس‬Iۡ َ‫ق‬
ٰٓ
َ‫ون‬IIُ‫ي َولَ ۡدنَهُمۡۚ َوإِنَّهُمۡ لَيَقُول‬Iِِٔ‫ ٱلَّ ِذينَ يُ ٰظَ ِهرُونَ ِمن ُكم ِّمن نِّ َسٓائِ ِهم َّما هُ َّن أُ َّم ٰهَتِ ِهمۡ ۖ إِ ۡن أُ َّم ٰهَتُهُمۡ إِاَّل ٱلَّٔـ‬١ ‫صي ٌر‬ ِ َ‫ب‬
ْ ُ‫ال‬IIَ‫ا ق‬II‫و ُدونَ لِ َم‬II‫ َوٱلَّ ِذينَ يُ ٰظَ ِهرُونَ ِمن نِّ َسٓائِ ِهمۡ ثُ َّم يَ ُع‬٢ ‫ور‬
‫وا‬ ٞ ُ‫ور ۚا َوإِ َّن ٱهَّلل َ لَ َعفُ ٌّو َغف‬
ٗ ‫ُمن َك ٗرا ِّمنَ ۡٱلقَ ۡو ِل َو ُز‬
ِ َ‫ ۡد ف‬I‫ فَ َمن لَّمۡ يَ ِج‬٣ ‫ير‬I
‫يَا ُم‬I‫ص‬ ٞ ِ‫ونَ َخب‬Iُ‫ا ت َۡع َمل‬II‫فَت َۡح ِري ُر َرقَبَ ٖة ِّمن قَ ۡب ِل أَن يَتَ َمٓاس َّۚا ٰ َذلِ ُكمۡ تُو َعظُونَ بِ ِۚۦه َوٱهَّلل ُ بِ َم‬
ِ ‫وا بِٱهَّلل‬I َ I ِ‫ ِك ٗين ۚا ٰ َذل‬I ‫تِّينَ ِم ۡس‬I ‫ا ُم ِس‬II‫تَ ِط ۡع فَإ ِ ۡط َع‬I ‫ ۖا فَ َمن لَّمۡ يَ ۡس‬I ‫ٓاس‬
ْ Iُ‫ك لِتُ ۡؤ ِمن‬ َّ ‫ ِل أَن يَتَ َم‬I‫ابِ َع ۡي ِن ِمن قَ ۡب‬IIَ‫ ۡه َر ۡي ِن ُمتَت‬I ‫َش‬
٤ ‫َو َرسُولِ ِۚۦه َوتِ ۡلكَ ُح ُدو ُد ٱهَّلل ۗ ِ َولِ ۡل ٰ َكفِ ِرينَ َع َذابٌ أَلِي ٌم‬

1[] Prof. DR. Wahbah Az Zuhaily, al Fiqhul Islami wa Adillatuhu juz IX, hal 7124.

3
“Sesungguhnya Allah telah mendengar perkataan wanita yang mengajukan gugatan
kepada kamu tentang suaminya, dan mengadukan (halnya) kepada Allah. Dan Allah mendengar
soal jawab antara kamu berdua. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat
(1)Orang-orang yang menzhihar isterinya di antara kamu, (menganggap isterinya sebagai
ibunya, padahal) tiadalah isteri mereka itu ibu mereka. Ibu-ibu mereka tidak lain hanyalah
wanita yang melahirkan mereka. Dan sesungguhnya mereka sungguh-sungguh mengucapkan
suatu perkataan mungkar dan dusta. Dan sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha
Pengampun (2) Orang-orang yang menzhihar isteri mereka, kemudian mereka hendak menarik
kembali apa yang mereka ucapkan, maka (wajib atasnya) memerdekakan seorang budak
sebelum kedua suami isteri itu bercampur. Demikianlah yang diajarkan kepada kamu, dan Allah
Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan (3) Barangsiapa yang tidak mendapatkan (budak),
maka (wajib atasnya) berpuasa dua bulan berturut-turut sebelum keduanya bercampur. Maka
siapa yang tidak kuasa (wajiblah atasnya) memberi makan enam puluh orang miskin.
Demikianlah supaya kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan itulah hukum-hukum
Allah, dan bagi orang kafir ada siksaan yang sangat pedih (4). [Q.S Al Mujadilah (58): 1-4]

Sebab turun ayat Zhihar ini ialah kasus permasalahan wanita yang bernama Khaulah binti
Tsa’labah yang di Zhihar oleh suaminya Aus bin Shomit yaitu dengan mengatakan kepada
istrinya : “kamu bagiku sudah seperti punggung ibuku”, dengan maksud ia tidak boleh
menggauli istrinya sebagaimana tidak boleh menggauli ibunya. Menurut adat Jahiliyah, kalimat
zhihar seperti itu sudah sama mentalaq istri. Kemudian Khaulah mengadukan hal itu kepada
Rasululllah ‫ﷺ‬dan beliau menjawab bahwa dalam hal ini belum ada keputusan dari
Allah SWT.Pada riwayat lain beliau mengatakan : “engkau telah diharamkan bersetubuh
dengannya”. Lalu Khaulah berkata: “suamiku belum menyebut kata-kata talak”. Berulang kali
Khaulah mendesak kapada Rasululllah ‫ ﷺ‬supaya menetapkan suatu keputusan
dalam hal ini, sehingga kemudian turunlah ayat Q.S Al Mujadilah ini.[2]

2[] Lihat kisah ini dibuku: Muhammad Jawad Mughniyah, Masykur AB dkk (penerjemah), Fiqih Lima Mazhab: Ja'fari, Hanafi,
Maliki, Syafi'i, Hambali, Al Fiqh ‘ala al Madzahib al Khamsah, cet. ke 27, (Jakarta: Lentera, 2011), hlm. 289-290.

4
Secara etimologi (bahasa), fasakh artinya putus atau batal yang berasaldari bahasa arab
‫خا‬II‫ فس‬- ‫ح‬II‫ يفس‬- ‫خ‬II‫فس‬yang berarti batal atau rusak.[3] Atau juga fasakh berarti mencabut atau
menghapuskan.[4] Fasakh dalam arti terminologi (Istilah), menurut Sayyid Sabiq:

‫ و حال الرابطة التي تربط بين الزوجين‬،‫ نقضه‬:‫فساخ العقد‬

Memfasakh adalah membatalkannya dan melepaskan ikatan pertalian antara kami suami isteri.
[5]

Menurut Ensiklopedi Islam fasakh ialah pemutusan hubungan pernikahan oleh hakim atas
permintaan suami atau isteri atau keduanya akibat timbulnya hal-hal yang dirasa berat oleh
masing-masing atau salah satu pihak suami-isteri secara wajar dan tidak dapat mencapai tujuan
pernikahan.[6] Sehingga dalam fasakh tidak melalui tahapan-tahapan talaq, seperti talaq satu, dua
ataupun tiga.[7]

Timbulnya permintaan fasakh ini, berbagaimacam alasan yang diperbolehkan


syara’untuk mengajukan pembatalan pernikahan. Misalnya, karena antara suami istri terdapat
cacat atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan, atau suami tidak dapat memberi
belanja/nafkah, menganiaya, murtad dan sebagainya. Begitu pula disebabkan oleh adanya
pertengkaran antara suami istri yang tidak mungkin didamaikan yang disebut dengan syiqaq.
Ketentuan tentang syiqaq dapat ditemukan dalam firman Allah pada surat An-Nisa’ ayat 35.

Alasan ini dikarenakan seorang atau kedua suami/isteri merasa dirugikan oleh pihak itu
dalam perkawinannya, juga karena tidak memperoleh hak-hak yang telah ditentukan oleh syara’
sebagai seorang suami atau sebagai seorang isteri. Dan apa bila dilanjutkan pernikahannya,
keadaan kehidupan rumah tangga diduga akan bertambah buruk dan pihak yang dirugikan
bertambah buruk keadaannya.

Allah SWT berfirman di dalam Al Qur’an.


3[] Ahmad Warson Munawir, Kamus Indonesia – Arab, (Jakarta: Pustaka Progresif, 1996, cet. Ke-I), hlm. 92.
4[] Kamal Muchtar, Asas – Asas Hukum Islam Tentang Perkahwinan, (Jakarta : Bulan Bintang, 1993), hlm. 212.
5[] Sayyid Sabiq, Fiqih As-Sunnah, jilid2, (Beirut: Dar Al-Fikr, 1992), hlm. 268.
6[] Depag RI, Ensiklopedi Islam di Indonesia, (Jakarta: Arda Utama, 1992/1993), hlm. 282.
[7] Lihat buku: Imam Syafie, Ringkasan Kitab Al Umm, (Jakarta : Pustaka Azzam, 2007), cet. 3, jilid 2, hlm. 481.
7

5
ٖ ۚ ‫ ر‬II‫ ِّرحُوهُ َّن بِ َم ۡع‬II‫ُوف أَ ۡو َس‬
‫ ُكوهُ َّن‬II‫ُوف َواَل تُمۡ ِس‬ ٍ ‫ ر‬II‫ ُكوهُ َّن بِ َم ۡع‬II‫ٓا َء فَبَلَ ۡغنَ أَ َجلَه َُّن فَأَمۡ ِس‬II‫طلَّ ۡقتُ ُم ٱلنِّ َس‬
َ ‫َوإِ َذا‬
ْ ‫ ر‬I‫ ُز ٗو ۚا َو ۡٱذ ُك‬Iُ‫ت ٱهَّلل ِ ه‬
ِ ‫ُوا نِ ۡع َمتَ ٱهَّلل‬ َ Iِ‫ل ٰ َذل‬I
ِ َ‫ ُذ ٓو ْا َءا ٰي‬I‫ ۚۥهُ َواَل تَتَّ ِخ‬I‫د ظَلَ َم ن َۡف َس‬Iۡ َ‫ك فَق‬ ْ ۚ ‫ ُد‬Iَ‫ َر ٗارا لِّت َۡعت‬I‫ض‬
ۡ ‫وا َو َمن يَ ۡف َع‬ ِ
‫يم‬ٞ ِ‫ ۡي ٍء َعل‬I ‫ ِّل َش‬I‫و ْا أَ َّن ٱهَّلل َ بِ ُك‬I ۡ ‫وا ٱهَّلل َ َو‬I
ٓ I‫ٱعلَ ُم‬ ِ َ‫َعلَ ۡي ُكمۡ َو َمٓا أَنزَ َل َعلَ ۡي ُكم ِّمنَ ۡٱل ِك ٰت‬
ْ Iُ‫ب َو ۡٱل ِح ۡك َم ِة يَ ِعظُ ُكم بِ ِۚۦه َوٱتَّق‬
٢٣١
“Apabila kamu mentalak isteri-isterimu, lalu mereka mendekati akhir iddahnya, maka
rujukilah mereka dengan cara yang ma´ruf, atau ceraikanlah mereka dengan cara yang ma´ruf
(pula). Janganlah kamu rujuki mereka untuk memberi kemudharatan, karena dengan
demikian kamu menganiaya mereka. Barangsiapa berbuat demikian, maka sungguh ia telah
berbuat zalim terhadap dirinya sendiri. Janganlah kamu jadikan hukum-hukum Allah
permainan, dan ingatlah nikmat Allah padamu, dan apa yang telah diturunkan Allah kepadamu
yaitu Al Kitab dan Al Hikmah (As Sunnah). Allah memberi pengajaran kepadamu dengan apa
yang diturunkan-Nya itu. Dan bertakwalah kepada Allah serta ketahuilah bahwasanya Allah
Maha Mengetahui segala sesuatu.” (Q.S Al Baqarah [2]: 231)

Ayat ini menetapkan bahwa jika dalam kehidupan suami isteri terjadi keadaan sifat atau
sikap yang menimbulkan kemudharatan pada salah satu pihak, maka pihak yang
menderitamudharat dapat mengambil keputusan untuk memutuskan perkawinan, kemudian
hakim memfasakh perkawinan atau dasar pengaduan pihak yang menderita tersebut dikarenakan
syiqaq, atau pertengkaran diantara suami dan istri sehingga bercerai yang sebelumnya
didatangkan 2 orang hakim dari kedua belah pihak (hakamain) untuk memberikan keputusan
masalah pernikahan ini.. Ini adalah salah satu sebab yang dapat menjadi alasan fasakh
pernikahan. Sehingga akan menjadi lebih mendalam apabila dijelaskan pada penjelasan
ketentuan fasakh selanjutnya.

B.KETENTUAN-KETENTUAN ZHIHAR

Syarat-Syarat Zhihar

Adapun mengenai Zhihar, mempunyai syarat dan rukun di dalamnya sehingga perbuatan
ini menjadikan pernikahan tersebut menjadi bermasalah. Syarat-syarat zhihar menurut ulama
madzhab Syafi’i adalah:

6
1.      Syarat Muzhahiratau pelaku zhihar, adalah:

Suami,berakal sehat (tidak gila);kehendak sendiri (tidak terpaksa).

2.      Syarat Muzhahar minha atau perempuan yang dizhihar. adalah istri.

3.      Syarat Musyabbah bih (sosok yang dijadikan penyerupaan).

a)      Harus perempuan.

b)     Harus perempuan mahram yang tidak halal dinikah karena nasab seperti ibu, anak
perempuan, atau karena sesusuan.

c)     Wanita itu tidak halal sebelumnya. Seperti perempuan yang dinikah oleh ayahnya
sebelum atau bersamaan dengan kelahirannya.

4.      Syarat Sighat (lafaz)adalah harus berupa kata atau kalimat


yang mengandung arti zhihar.Ada 2 macam, yakni:

a)      Zhihar sharih (ekplisit/jelas) yaitu kalimat yang sudah umumdiketahui dipakai untuk
arti zhihar seperti "kamu bagikubagikan punggung ibuku" atau "kepalamu bagiku seperti
punggung ibuku" atau "... seperti tangan ibuku".

b)      Zihar kinayah (implisit/kiasan/implisit) yaitu kalimat yang tidak umum dipakai untuk
zhihar. Seperti "Engkau seperti ibuku" atau "Engkau seperti mata ibuku" dan kalimat lain yang
bisa dipakai untuk zhihar dan memuji. Zihar kinayah tidak terjadi kecuali dengan niat.

Rukun Zhihar

Rukun zhihar ada 4 (empat) yaitu: (a) muzhahir (pelaku zihar) yaitu suami; (b) muzhahar
minha (yang dizhihar) yaitu istri; (c) musyabbah bih (orang yang dijadikan penyerupaan) yaitu
wanita mahram; (d) shighat atau lafal (lafaz) atau kalimat zhihar.

Perbedaan dan Persamaan Antara Zhihar dan Talaq

Perbedaan diantara keduanya adalah: orang laki-laki dizaman jahiliah berkata kepada
istrinya: kamu seperti punggung ibuku. Dengan kata-kata itu wanita menjadi tertalaq. Akan
tetapi dalam Islam tidak sampai pada talaq, hanya menjadikan suami haram bagi istrinya hingga
ia membayar kafarat (tebusan).

7
Persamaan zhihar dengan talaq: adalah masing-masing menghilangkan kehalalan istri
bagi suaminya untuk melakukan hubungan badan. Hanya saja perbedaan zhihar tidak dianggap
talaq dan tidak terhitung dalam jumlah bilangan talaq. Sedangkan zhihar bisa ditebus dengan
kafarat yang telah ditetapkan.

Akibat Hukum dari Zhihar

Zhihar adalah haram dan berdosa, walaupun tidak berarti bahwa telah terjadi perceraian
antara kedua suami istri tersebut. Perbuatan ini harus dijauhi olehsuami. Bagiyang terlanjur
melakukannya, maka ada akbibat yang timbul setelahnya, yaitu:

a)      Selama suami belum membayar kaffarat zhiharnya, selama itu pula istrinya itu haram
dicampurinya.

b)      Suami wajib memenuhi kafarat zhihar, yakni ada tiga macam yaitu:

1)      Memerdekakan budak (hamba sahaya) kalau ada dan mampu; atau

2)      Puasa dua bulan berturut-turut tanpa putus satu hari pun kalau mampu; atau [8]

3)      Memberi makan 60 (enampuluh) orang miskin.

c)      Ditetapkan waktu menunggu bagi istri yaitu selama empat bulan dengan dasar mengqiyaskan
waktu menunggu zhihar kepada waktu menunggu illa’.[9]

Penyelesaian Hukum Zhihar

Adapun penyelesaian hukum pada zhihar, ada beberapa kondisi.

1.Suami harus memenuhi kafarat (tebusan) yang telah dijelaskan Asy Syari’ dengan tidak
terjadinya talaq. Penyelesaian zhihar oleh suami dengan batasan 4 bulan dengan pengqiyasan
pada kasus ila’ sebagaimana telah disebutkan diatas. Sehingga istri tidak mengantung statusnya
karna pengharaman jima’.

8[] Menurut madzhab Syafi'i seorang dianggap tidak mampu puasa dua bulan berturut-turut apabila memenuhi salah satu dari
empat syarat yaitu: (a) menderita sakit yang menurut dokter akan terjadi selama dua bulan atau menurut kebiasaannya, apalagi
kalau sakit parah yang sulit sembuh; (b) dikuatirkan sakitnya tambah parah karena puasa; (c) mengalami kesulitan berat kalau
harus puasa selama 60 hari dalam arti tidak mampu menanggungnya; (d) memiliki kelemahan tertentu seperti tidak bisa menahan
diri untuk melakukan hubungan intim selama masa puasa. Apabila demikian, maka kafarat pindah ke yang ketiga yaitu memberi
makan 60 orang miskin.
9[] Lihat Q.S Al- Baqarah: 226-227; ila’ adalah ‘sumpah suami tidak akan mencampuri istrinya dalam masa yang lebih dari 4
bulan atau dengan tidak menyebutkan jangka waktunya.

8
2.Jika suami berpendapat bahwa jika memperbaiki kembali hubungan dengan istrinya tidak
memungkinkan dan menurut pertimbangannya bercerai itu jalan yang terbaik, maka hendaklah
suami menjatuhkan talaq kepada istrinya.

3.  Tetapi apabila suami tidak mencabut kembali zhiharnya, dan tidak pula menceraikan istrinya,
maka setelah berlalu masa empat bulan sejak diucapkan zhihar, maka hakim menceraikan antara
keduanya sebagai talaq ba’in.

C.KETENTUAN-KETENTUAN FASAKH

Sebab-Sebab Fasakh

Fasakh bisa terjadi karena 3 hal: Pertama, tidak terpenuhi syarat-syarat ketika
berlangsung akad nikah atau; Kedua, karena hal-hal lain yang datang kemudian dan; Ketiga,
karena membatalkan kelangsungan perkawinan.[ 10
]

a)    Fasakh karena syarat-syarat yang tidak terpenuhi ketika akad nikah.

a)      Apabila akad sudah sempurna dan selesai, kemudian diketahui bahwa sang istri yang
dinikahinya ternyata haram dinikahi, misal saudara susuannya, maka akadnya harus difasakh.

b)      Suami-istri masih kecil, dan diakad nikahkan oleh selain ayahnya. Kemudian setelah
dewasa ia berhak meneruskan ikatan perkawinannya dahulu atau mengakhirinya. Khiyar ini
dinamakan khiyaral bulugh. Jika yang dipilih mengakhiri ikatan suami istri, maka hal ini disebut
fasakh.

b)   Fasakh yang datang setelah akad nikah.[11]

a)      Jika salah satu pasangan murtad dari Islam, dan tidak kembali pada Islam, maka akad
nikahnya otomatis fasakh, tanpa menunggu keputusan hakim.

b)      Jika isteri masuk Islam, sedangkan sauminya masih kafir (baik Ahli Kitab maupun
Musyrik), maka akad nikahnya juga otomatis fasakh, tanpa menunggu keputusan hakim. Tetapi,

10[] Slamet Abidin, Fikih Munakahat II, (Bandung : Pustaka Setia, 1989), cet. I, hlm. 73
11[] Alislamu.com, Apa itu Fasakh Dalam Pernikahan, (https://www.alislamu.com/9722/apa-itu-fasakh-dalam-pernikahan/),
diakses pada 14 Desember 2018. Yang sumber rujukannya dari Fiqh Sunnah dan Al Mughni (Ibnu Qudamah).

9
jika suaminya masuk Islam, sedangkan isterinya tetap kafir, harus dilihat: Jika kafirnya ahli
kitab, maka akad nikahnya tetap sah. Tetapi, jika kafirnya musyrik, maka akadnya otomasi batal.
Dalam hal ini, menurut Sayyid Sabiq, menunggu keputusan hakim, karena boleh jadi isterinya
tidak mau berpisah (Fiqh Sunnah).

c)    Fasakh disebabkan karena membatalkan kelangsungan pernikahan dan harus menunggu
keputusan hakim.

a)      Syiqaq yaitu adanya pertengkaran antara suami istri yang tidak mungkin didamaikan.

b)      Jika kedua pihak saling ber-li’an.

c)      Suami miskin, setelah jelas kemiskinannya oleh beberapa orang saksi yang dapat
dipercaya sehingga tidak sanggup lagi memberi nafkah, baik pakaian, tempat tinggal maupun
maharnya belum dibayarkan sebelum dhukhul.

d)     Jika istri disetubuhi oleh ayah atau kakeknya karena faktor ketidaksengajaan maupun
menzinahinya.[ 12
]

e)      Pernikahan yang dilakukan oleh wali dengan laki-laki yang bukan jodohnya (sekufu).
Misalnya pernikahan budak dengan merdeka, penzina dengan orang terpelihara dan sebagainya.

F)       Terjadinya penipuan diantara keduanya.

g)      Salah satunya mengidap penyakit berbahaya.

Dalam fasakh, memang ada yang otomatis bisa dibatalkan pernikahnnya, dan ada yang
memerlukan persetujuan hakim. Karena menurut ijma' ulama, fasakh sebagai tuntutan perpisahan
yang disebabkan adanya aib,

harus melalui keputusan hakim dan laporan dari orang yang berpihak pada kemaslahatan, karena
perpisahan tersebut merupakan permasalahan yang memerlukan ijtihad dan masih
dipertentangkan oleh kalangan fuqaha, sehingga membutuhkan keputusan hakim untuk
menghilangkan perbedaan. Selain itu juga disebabkan karena pasangan suami istri itu telah
berselisih mengenai tuduhan ada dan tidaknya cacat/aib yang dituduhkan tersebut, dan berselisih
mengenai apaakah kenyataan dari cacat-cacat tersebut dapat menyebabkan fasakh atau tidak.[13]

12[] Syaikh Kamil Muhammad Uwaidah, Fiqih Wanita, (Jakarta : Pustaka Kauthar, 1998), cet. 1, hlm. 434.
13[13] Fuad Said, Perceraian Menurut Hukum Islam, (Jakarta; Pustaka AlHusna, 1994), Cet. Ke-1, hlm. 125.

10
Hukum Syariah Terhadap Fasakh

Syariah membolehkan fasakh pernikahan. Bagi seorang istri yang mukallaf (balligh dan
berakal) kepada suaminya yang kesulitan nafkah dan kebutuhan hidup lainnya. Juga karena
suami tidak mampu membayar mahar secara kontan atau sebagian sebelum menjima’ istri.

Dan fasakh tidak bisa dilakukan setelah istri dijima’, dan bagi istri yang masih kecil
(belum baligh) walaupun sudah dijima’ boleh memfasakh suaminya jika istri telah beranjak
dewasa (baligh). Tapi jika istri telah menerima sebagian mahar, maka istri tidak boleh
memfasakh. Dan yang perlu diperhatikan, bahwa ketidakmampuan suami dalam memberi nafkah
dapat dibuktikan jika tidak adanya harta suami dalam jangka waktu tiga hari.

Akibat Hukum dari Fasakh Pernikahan

Akibat hukum yang ditimbulkan akibat putusnya pernikahan secara fasakh adalah:[14]

1.      Suami tidak boleh ruju’ kepada mantan istrinya selama istrinya masih menjalani masa
iddah,hal ini disebabkan karena perceraian yang terjadi secara fasakh ini berstatus ba’in sughra.
[15]

2.     Apabila keduanya berkeinginan untuk melanjutkan pernikahan kembali, mereka harus


melakukan akad nikah yang baru, baik dalam waktu mantan istri sedang dalam masa
iddahmaupun setelahnya.

3.      Akibat yang lain dari fasakh itu adalah tidak mengurangi bilangan thalaq. Hal
inimenunjukkan bahwa hak si suami untuk men-thalaq istrinya maksimal adalah tiga kali,
makatidaklah berkurang dengan adanya fasakh. Dalambahasa sederhana, fasakh boleh terjadi
bekali-kali tanpa batas.

Pada dasarnya fasakh itu dilakukan oleh hakim atas permintaan dari suami atau dari
istri.Namun adakalanya fasakh itu terjadi dengan sendirinya tanpa memerlukan hakim,
sepertisuamiistri ketahuan senasab atau sepersusuan.

14[] Amir Syarifuddin, Garis-Garis Besar Fiqh, (Jakarta: Kencana, 2010), hlm. 135. Amir Syarifuddin, Garis-Garis Besar Fiqh,
(Jakarta: Kencana, 2010), hlm. 135.
[15] Talaq ba'in sughra adalah talak yang dijatuhkan suami pada istrinya (talak 1 dan 2) yang telah habis masa iddahnya. suami
boleh rujuk lagi dengan istrinya, tetapi dengan aqad dan mahar yang baru.
15

11
Penyelesaian Hukum Fasakh

Akibat hukum yang ditimbulkan setelah terjadi fasakh adalah hukum thalaq ba’in
sughra, dimana si suami boleh melanjutkan perkawinannya kembali dengan mantan istrinya
dengan akad nikah yang baru tanpa memerlukan muhalli (orang yang menghalalkan), baik dalam
masa iddahsi istri maupun tidak.

Dalam penyelesaian proses penyelesaian masalah fasakh yang harus diselesaikan pada
hakim, terdapat persyaratan persyaratan tertentu yaitu:

1.      Mengajukan perkara kepada hakim atau pengadilan.

2.      Keadaan suami sudah mukallaf.

3.      Pihak istri keberatan dengan keadaan cacat/aib suaminya, demikian pula pihak suami merasa
keberatan terhadap aib/cacat istri.

BAB III

PENUTUP

A.Kesimpulan

1. Zhihar secara istilah syariah (terminologi) adalah apabila seorang suami


menyamakanisterinya dengan seorang wanita yang haram dinikahi olehnya selama-

12
lamanya, atau menyamakannya dengan bagian-bagian tubuh yang diharamkan untuk
dilihatnya, seperti punggung, perut, paha dan lainnya.
Menurut Ensiklopedi Islam fasakh ialah pemutusan hubungan pernikahan oleh hakim atas
permintaan suami atau isteri atau keduanya akibat timbulnya hal-hal yang dirasa berat
oleh masing-masing atau salah satu pihak suami-isteri secara wajar dan tidak dapat
mencapai tujuan pernikahan.Sehingga dalam fasakh tidak melalui tahapan-tahapan talaq,
seperti talaq satu, dua ataupun tiga.

2. Penyelesaian hukum pada zhihar, ada beberapa kondisi:

a.Suami harus memenuhi kafarat (tebusan) yang telah dijelaskan Asy Syari’ dengan tidak
terjadinya talaq. Penyelesaian zhihar oleh suami dengan batasan 4 bulan dengan
pengqiyasan pada kasus ila’ sebagaimana telah disebutkan diatas. Sehingga istri tidak
mengantung statusnya karna pengharaman jima’.

b.Jika suami berpendapat bahwa jika memperbaiki kembali hubungan dengan istrinya
tidak memungkinkan dan menurut pertimbangannya bercerai itu jalan yang terbaik, maka
hendaklah suami menjatuhkan talaq kepada istrinya.

c.  Tetapi apabila suami tidak mencabut kembali zhiharnya, dan tidak pula menceraikan
istrinya,maka setelah berlalu masa empat bulan sejak diucapkan zhihar, maka hakim
menceraikan antara keduanya sebagai talaq ba’in.

3. Penyelesaian masalah fasakh yang harus diselesaikan pada hakim, terdapat persyaratan-
persyaratan tertentu yaitu:

a.      Mengajukan perkara kepada hakim atau pengadilan.

b.      Keadaan suami sudah mukallaf.

c.      Pihak istri keberatan dengan keadaan cacat/aib suaminya, demikian pula pihak suami
merasa keberatan terhadap aib/cacat istri.

B. Saran

Kami ucapkan terima kasih terhadap semua pihak yang sudah berpartisipasi didalam
pembuatan makalah ini sehingga bisa diselesaikan tepat pada waktunya.Tentunya terhadap

13
penulis sudah menyadari jika dalam penyusunan makalah di atas masih banyak ada kesalahan
serta jauh dari kata sempurna.

Semoga makalah kami dapat memberikan kemanfaatan bagi penulis dan pembaca dan
menjadi tambahan ilmu yang bermanfaat dan barokah bagi kita semua dan kedepannya bisa
menjadi pribadi yang lebih baik dalam setiap karya-karyanya.

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Slamet. 1989. Fikih Munakahat II. Bandung: Pustaka Setia.

14
Alislamu.com,Apaitu Fasakh Dalam Pernikahan,(https://www.alislamu.com/9722/apa-
itu-fasakh-dalam-pernikahan/),diakses pada 14 Desember 2018. Yang sumber rujukannya dari
Fiqh Sunnah dan Al Mughni (Ibnu Qudamah).

Asy Syafie. 2007. Ringkasan Kitab Al Umm. Jakarta: Pustaka Azzam.

Az Zuhaily, Wahbah. Al Fiqhul Islami wa Adillatuhu juz IX.

Depag RI 1992/1993. Ensiklopedi Islam di Indonesia. Jakarta: Arda Utama.

Muchtar, Kamal. 1993. Asas – Asas Hukum Islam Tentang Perkahwinan. Jakarta :Bulan
Bintang.

Mughniyah, Muhammad Jawad, Masykur AB dkk (penerjemah). 2011.Fiqih Lima


Mazhab: Ja'fari, Hanafi, Maliki, Syafi'i, Hambali, Al Fiqh ‘ala al Madzahib al Khamsah, cet. ke
27. Jakarta: Lentera.

Munawir, Ahmad Warso. 1996. Kamus Indonesia – Arab. Jakarta: Pustaka Progresif.

Sabiq, Sayyid. 1992. Fiqih As-Sunnah, jilid 2. Beirut: Dar Al-Fikr.

Said, Fuad. 1994. Perceraian Menurut Hukum Islam. Jakarta; Pustaka Al Husna, 1994

Syarifuddin, Amir. 2010. Garis-Garis Besar Fiqh. Jakarta: Kencana.

Uwaidah, Kamil Muhammad. 1998. Fiqih Wanita. Jakarta : Pustaka Kauthar.

15

Anda mungkin juga menyukai