Anda di halaman 1dari 18

PRAKTEK KETATANEGARAAN DI MASA ABBASIYAH

MAKALAH

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Fiqh Siyasah

Di Susun Oleh :
Fitri Aulia (12020121165)

Dosen Pengampu :
Hendri Sayuti, M.Ag

JURUSAN HUKUM KELUARGA


FAKULTAS SYARIAH DAN ILMU HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM
RIAU
2023
KATA PENGANTAR

َ ‫اء َواْل ُم ْر‬


َ‫س ِليْن‬ ِ ‫ص ََلة ُ َوالس َََّل ُم َعلَى أَ ْش َر‬
ِ ‫اف اْ ََل ْن ِب َي‬ ِ ‫س ِك ْينَةَ ِفي قُلُ ْو‬
َّ ‫ ِل َي ْزدَاد ُْوا ِإ ْي َمانًا َم َع ِإ ْي َما ِن ِه ْم َوال‬, َ‫ب اْل ُمؤْ ِم ِنيْن‬ َّ ‫ِي أ َ ْنزَ َل ال‬ْ ‫ا َ ْل َح ْمدُاِلل ِه الَّذ‬
." َ‫ع"قِ َرا َءةُاْلقُ ْراَن‬ ِ ‫ض ِل الله َوك ََرا َمهُ نَ ْست َِط ُع ا ِْن نُئ َادِى َو َن ْع َم ُل َه ِذ ِه اْ َلو ِظ ْيفَ ِة تَحْ تَ اْل َم ْوض ُْو‬ ْ َ‫ ا َ ْل َح ْمد ُ ِلِّ ِله بِف‬. َ‫صحْ بِ ِه اَجْ َم ِعيْن‬
َ ‫َو َعلَى أ َ ِل ِه َو‬

Segala puji dan kemuliaan hanyalah milik Rabb semata, atas segala rahmat dan ni’mat-
Nya yang telah dikaruniakan kepada segenap hamba-Nya. Shalawat dan salam semoga
selamanya tercurah atas junjungan alam yang menajadi penuntun umatnya ke jalan shirotol
mustaqim.

Atas berkat rahmat dan hidayah Allah SWT, alhamdulillah kami dapat menyusun dan
menyelesaikan sebuah kajian ilmiah tentang “Praktek Ketatanegaraan Di Masa Abbasiyah”.
Disamping itu, kami sadari sepenuhnya bahwa kajian makalah yang kami sajikan ini masih
jauh dari kesempurnaan, maka kami selalu berharap atas kritik dan sarannya yang membangun,
guna peningkatan di masa yang akan datang.

Akhirnya kami berharap, semoga sekecil apapun untaian kata yang kami sajikan
sebagai rangkaian ilmu dalam makalah ini senantiasa menjadi bongkahan-bongkahan ilmu
yang senantiasa bermafaat dunia dan akhirat. Amin

Pekanbaru, 04 April 2023

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................................i

DAFTAR ISI...................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN ...............................................................................................1


A. Latar Belakang ....................................................................................................1
B. Rumusan Masalah ...............................................................................................1
C. Tujuan Masalah ..................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................2
A. Berdirinya Bani Abbasiyah .................................................................................2
B. Ketatanegaraan Bani Abbasiyah .........................................................................6
C. Ciri-Ciri Khas Pemerintahan Dinasti Abbasiyah ................................................11
BAB III PENUTUP ........................................................................................................14
A. Kesimpulan .........................................................................................................14
B. Saran ....................................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................................15

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Sejarah peradaban Islam telah mencatat bahwa Islam melebarkan sayapnya dengan
melakukan ekspansi kenegara-negara lain, yang tujuannya adalah untuk memperkenalkan
Islam dan memajukan negara yang telah dikuasai. Dalam sejarah, Islam telah mengalami
kemajuan dan kemunduran. Ini dapat dilihat mulai dari masa Nabi Muhammad Saw.
dilanjutkan oleh para sahabat, dan kemudian muncul berbagai macam dinasti-dinasti Islam
dengan praktek politik yang berbeda-beda, ada yang melanjutkan sebagaimana yang telah
dicontohkan dan telah dipraktikkan oleh Nabi Muhammad Saw. di Madinah seperti yang telah
dipraktikkan oleh para Khalifah ar-Rasyidin (Abu Bakar al-Shiddiq, Umar ibn al-Khattab,
Usman ibn ‘Affan, dan Ali ibn Abi Thalib), dan ada juga yang terpengaruhi dari sistem
pemerintahan negara tetangga seperti yang telah dipraktikkan oleh dinasti Bani Umaiyah dalam
praktik politiknya. Kemudian, setelah berakhirnya masa kejayaan Bani Umaiyah dilanjutkan
oleh Bani Abbasiyah di Baghdad, dan seterusnya sampai kepada dinasti Turki Usmani di Turki.
Dinasti Abbasiyah inilah kiranya yang menjadi fokus pembahasan dalam makalah ini.
Pada pembahasan selanjutnya akan di uraikan tentang bagaimana awal mula terbentuknya
Dinasti Bani Abbasiyah, berapa lama masa kejayaannya, bagaimana praktik politiknya.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana proses naiknya Bani Abbasiyah ke puncak politik Islam?
2. Bagaimana corak pemerintahan Bani Abbasiyah?
3. Apa saja ciri-ciri khas pemerintahan Bani Abbasiyah?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui proses naiknya Bani Abbasiyah ke puncak politik Islam.
2. Untuk mengetahui corak pemerintahan Bani Abbasiyah.
3. Untuk mengetahui ciri-ciri khas pemerintahan Bani Abbasiyah.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Berdirinya Bani Abbasiyah


Kekuasaan dinasti Bani Abbas atau Khilafah Abbasyiah, dinamakan khilafah
Abbasyiah karena para pendiri dan penguasa dinasti ini adalah keturunan Al-Abbas paman
Nabi Muhammad SAW. Dinasti Abbasyiah didirikan oleh Abdullah Al-Saffah ibn Muhammad
ibn Ali ibn Abdullah ibn Al-Abbas. Kekuasaannya berlangsung dalam rentang waktu yang
panjang, dari tahun 132 H (750 M) s.d 656 (1258 M).1 Orang Abbasiyah merasa lebih berhak
dari pada Bani Umayyah atas kekhalifahan islam, sebab mereka adalah dari cabang Bani
Hasyim yang secara nasab keturunan lebih dekat dengan Nabi Muhammad SAW.
Proses berdirinya Dinasti Abbasiyah ini diawali dari tahap persiapan dan perencanaan
yang dilakukan oleh Ali ibn Abdullah ibn Abbas,seorang zahid yang hidup pada masa Khalifah
Umar bin Abdul Aziz (717-720 M). Persiapan yang dilakukan Ali adalah melakukan
propaganda terhadap umat islam (utamanya Bani Hasyim). Propaganda Muhammad ibn Ali
mendapat sambutan yang luar biasa dari masyarakat karena beberapa faktor yaitu
meningkatnya kekecewaan kelompok mawali terhadap Dinasti Bani Umayyah karena selama
Dinasti ini berkuasa mereka ditempatkan pada posisi kelas dua dalam sistem sosial sementara
orang-orang Arab menduduki kelas bangsawan, pecahnya persatuan antar suku bangsa Arab
dengan lahirnya fanatisme kesukuan antara Arab utara dengan Arab selatan, timbulnya
kekecewaan kelompok agama terhadap pemerintahan yang sekuler karena mereka
menginginkan pemimpin negara yang memiliki pengetahuan dan integritas keagamaan yang
mumpuni, perlawanan dari kelompok Syiah yang menuntut hak mereka atas kekuasaan yang
pernah dirampas oleh Bani Umayyah karena mereka tidak mudah melupakan peristiwa
tersebut.
Sebelum menggulingkan kekuasaan Dinasti Umayyah,para keluarga Abbas melakukan
berbagai persiapan dengan melakukan pengaturan strategi yang kuat dan persiapan yang
matang juga dukungan yang kuat dari masyarakat. Oleh karena itu sangat diperlukan pemikiran
matang dan strategi yang dapat memperhitungkan keadaan untuk melakukan gerakan
propaganda tersebut.
Ali bin Abdullah bin Abbas kemudian digantikan anaknya Muhammad bin Ali.Pada
masa Muhammad bin Ali ini,usaha mendirikan dinasti Abbasiyah semakin meningkat dengan

1
Badri Yatim, Sejarah Peradilan Islam Dirasah Islamiyah II, (Jakarta- Rajawali Press) hlm.49.

2
memperluas gerakan antara lain kota al-Humaymah sebagai pusat perencanaan dan
organisasi,Kufah sebagai kota penghubung dan Khurasan sebagai pusat gerakan praktis.
Setelah Muhammad bin Ali wafat,beliau digantikan oleh anaknya Ibrahim al-Imam.Guna
mempertahankan wilayahnya beliau mengangkat panglima perang Abu Muslim al-Khurasan
dan berhasil merebut Khurasan dan mencapai kemenangan.Setelah beliau wafat,perjuangannya
diteruskan oleh adiknya yaitu Abu Abbas bin Muhammad bin Ali,beliau ingin merangkul
kekuatan dari keluaga lain yaitu Bani Hasyim dan kaum Alawiyin yang tidak pernah mendapat
perhatian dan dikucilkan oleh Dinasti Umayyah.
Dengan bergabungnya Bani Hasyim dan Kaum Alawyin maka gerakan Abu Abbas
menjadi kekuatan yang ditakuti oleh Bani Umayyah,melihat posisinya semakin terpojok
akhirnya Marwan bin Muhammad,peguasa terakhir Dinasti Bani Umayyah menyelamatkan diri
dari kejaran massa menuju ke wilayah Mesir tepatnya di Fustad,disitulah dia mati terbunuh
pada tahun 132 H/750 M. Terbunuhnya Khalifah terakhir Bani Umayyah ini menandai era baru
dalam perjalanan sejarah pemerintahan islam,kemudian kekuasaan pindah ke tangan penguasa
baru yaitu para penguasa yang berasal dari keturunan Hasyim atau keturunan Abbas kemudian
Dinasti ini disebut dengan Dinasti Abbasiyah.
Setelah kematian Ali bin Abi Thalib, maka berakhirlah masa Khulafaur Rasyidin dan
berganti dengan pemerintahan Dinasti Umayyah dibawah pimpinan Muawiyah bin Abi
Sofwan. Pada masa pemerintahan Dinasti Umayyah, Islam semakin berkembang dalam segala
aspek hingga perluasan daerah kekuasaan. Setelah pemerintahan Dinasti Umayyah, digantikan
oleh pemerintahan dinasti Abbasiyah. Dinasti Abbasiyah merupakan dinasti kedua dalam
sejarah pemerintahan umat Islam. Abbasiyah dinisbatkan kepada al-Abbas paman Nabi
Muhammad SAW, Berdirinya dinasti ini sebagai bentuk dukungan terhadap pandangan yang
diserukan oleh Bani Hasyim setelh wafatnya Rasulullah SAW. yaitu menyandarkan khilafah
kepada keluarga Rasul dan kerabatnya.
Sebagaimana diketahui bahwa kekuasaan dinasti Bani Abbas atau khilafah Abbasiyah
melanjutkan kekuasaan Bani Umayyah. Dinamakan khilafah Abbasiyah karena para pendiri
dan penguasa dinasti ini adalah keturunan Al-Abbas paman Nabi Muhammad SAW. Dinasti
Abbasiyah didirikan oleh Abdullah Al-Saffah ibn Muhammad ibn Ali ibn Abdullah ibn Al-
Abbas. Kekuasaannya berlangsung dalam rentang waktu yang panjang,dari tahun 132 H (750
M) s. d 656 H (1258). Selama dinasti ini berkuasa, pola pemerintahan yang diterapkan berbeda-
beda sesuai dengan perubahan politik, sosial, dan budaya.2

2
Asnawi, Muh. Sejarah Kebudayaan Islam, (Semarang: CV.Aneka Ilmu,2009). hlm.122.

3
Ketika dinasti Umayyah berkuasa Bani Abbas telah melakukan usaha perebutan
kekuasaan. Bani Abbas telah mulai melakukan upaya perebutan kekuasaan sejak masa khalifah
Umar bin Abdul Aziz (717-720 M) berkuasa. Khalifah itu dikenal liberal dan memberikan
toleransi kepada kegiatan keluarga Syi’ah. Gerakan itu didahului oleh saudara-saudara dari
Bani abbas, seperti Ali bin Abdullah bin Abbas, Muhammad serta Ibrahim al-Imam, yang
semuanya mengalami kegagalan, meskipun belum melakukan gerakan yang bersifat politik.
Sementara itu Ibrahim meninggal dalam penjara karena tertangkap, setelah menjalani hukuman
kurungan karena melakukan gerakan makar. Barulah usaha perlawanan itu berhasil ditangan
Abu abbas, setelah melakukan pembantaian terhadap seluruh Bani Umayyah, termasuk
khalifah Marwan II yang sedang berkuasa.
Orang Abbasiyah, disebutkan Abbasiyah merasa lebih berhak dari pada Bani Umayyah
atas kekhalifahan Islam, sebab mereka adalah dari cabang Bani Hasyim yang secara nasab
keturunan lebih dekat dengan Nabi. Menurut mereka, orang Umayah secara paksa menguasai
khalifah melalui tragedi perang siffin. Oleh karena itu, untuk mendirikan Dinasti Abbasiyah
mereka mengadakan gerakan yang luar biasa melakukan pemberontakan terhadap Umayyah.
Pergantian kekuasaan dinasti Umayyah oleh Dinasti Abbasiyah diwarnai dengan
pertumpahan darah. Meskipun kedua dinasti ini berlatar belakang beragama Islam, akan tetapi
dalam pergantian posisi pemerintahan melalui perlawanan yang panjang dalam sejarah Islam.
Dalam sejarah berdirinya pemerintahan Dinasti Abbasiyah, menjelang akhir Daulah
Amawiyah I, terjadi bermacam-macam kekacauan yang antara lain disebabkan:
1. Penindasan yang terus menerus terhadap pengikut Ali dan Bani Hasyim pada umumnya.
2. Merendahkan kaum muslimin yang bukan bangsa Arab sehingga mereka tidak diberi
kesempatan dalam pemerintahan.
3. Pelanggaran terhadap ajaran Islam dan hak-hak asasi manusia dengan cara terang-
terangan.
Oleh karena itu, logis kalau Bani Hasyim mencari jalan keluar dengan mendirikan
gerakan rahasia untuk menumbangkan Daulah Amawiyah. Gerakan ini menghimpun:
a) Keturunan Ali (Alawiyin) pemimpinnya Abu Salamah;
b) Keturunan Abbas (Abbasiyah) pemimpinnya Ibrahim al-Iman;
c) Keturunan bangsa Persia pemimpinnya Abu Muslim al-khurasany.
Mereka memusatkan kegiatannya di Khurasan. Dengan usaha ini, pada tahun 132 H/
750 M tumbanglah Daulah Amawiyah dengan terbunuhnya Marwan ibn Muhammad, Khalifah
terakhir. Dengan terbunuhnya Marwan mulailah berdiri Daulah Abbasiyah dengan diangkatnya
Khalifah pertama, Abdullah ibn Muhammad, dengan gelar Abu al-Abbas al-Saffah, pada tahun

4
132-136 H/ 750-754 M. Pada awalnya kekhalifahan Abbasiyah menggunakan Kuffah sebagai
pusat pemerintahan, dengan Abu as-Saffah (750-754 M) sebagai Khalifah pertama. Khalifah
penggantinya, Abu ja’far al-Mansur (754-775) memindahkan pusat pemerintahan kebaghdad.
Daulah Abbasiyah mengalami pergeseran dalam mengembangkan pemerintahan. Sehingga
dapatlah dikelompokkan masa daulah Abbasiyah menjadi lima periode sehubungan dengan
corak pemerintahan. Sedangkan menurut asal- usul penguasa selama masa 508 tahun daulah
Abbasiyah mengalami tiga kali pergantian penguasa. Yaitu Bani Abbas, Bani Buwaihi, dan
Bani Seljuk.
Adapun periodisasi dalam Pemerintahan Dinasti Abbasiyah adalah sebagai berikut :
1. Periode Pertama (750-847 M) disebut periode pengaruh Persia pertama
Diawali dengan Tangan Besi. Sebagaimana diketahui Daulah Abbasiyah didirikan oleh
Abu Abas. Dikatakan demikian, karena dalam pemerintahan Abbasiyah berkuasa dua dinasti
lain disamping Dinasti Abasiyah. Ternyata dia tidak lama berkuasa, hanya empat tahun.
Pengembangan dalam arti sesungguhnya dilakukan oleh penggantinya, yaitu Abu Jakfar al-
Mansur (754-775 M). Dia memerintah dengan kejam, yang merupakan modal bagi tercapainya
masa kejayaan pemerintahan Bani Abasiyah.
Pada periode awal pemerintahan Dinasti Abasiyah masih menekankan pada kebijakan
perluasan daerah. Kalau dasar-dasar pemerintahan Abasiyah ini telah diletakkan dan dibangun
oleh Abu Abbas as-Safak dan Abu Jakfar al-Mansur, maka puncak keemasan dinasti ini berada
pada tujuh khalifah sesudahnya, sejak masa khalifah al-Mahdi (775-785 M) hinga Khalifah al-
Wasiq (842-847 M). zaman keemasan telah dimulai pada pemerintahan pengganti Khalifah Al-
Jakfar, dan mencapai puncaknya dimasa pemerintahan Harun Al-Rasyid. Dimasa-masa itu para
Khalifah mengembangkan berbagai jenis kesenian, terutama kesusasteraan pada khususnya
dan kebudayaan pada umumnya.
2. Periode Kedua (232 H/ 847 M – 334H/ 945M) disebut masa pengaruh Turki pertama
Kebijakan Khalifah Al-Mukasim (833-842 M untuk memilih anasir Turki dalam
ketentaraan kekhalifahan Abasiyah dilatarbelakangi oleh adanya persaingan antara golongan
Arab dan Persia pada masa Al-Makmun dan sebelumnya.khalifah Al-Mutawakkil (842-861 M)
merupakan awal dari periode ini adalah khalifah yang lemah.
Pemberontakan masih bermunculan dalam periode ini, seperti pemberontakan Zanj
didataran rendah Irak selatan dan Karamitah yang berpusa di Bahrain. Faktor faktor penting
yng menyebabkan kemunduran Bani Abas pada periode adalah. Pertama, luasnya wilayah
kekuasaan yang harus dikendalikan, sementara komunikasi lambat. Yang kedua,
profesionalisasi tentara menyebabkan ketergantungan kepada mereka menjadi sangat tinggi.

5
Ketiga, kesulitan keuangan karena beban pembiayaan tentara sangat besar. Setelah kekuatan
militer merosot, khalifah tidak sanggup lagi memaksa pengiriman pajak ke Baghdad.
3. Periode Ketiga (334 H/945-447 H/1055 M) masa kekuasaan dinasti Buwaih dalam
pemerintahan khalifah Abbasyiah. Disebut masa pengaruh Persia kedua.
Posisi pemerintahan Abbasiyah yang berada dibawaah kekuasaan Bani Buwaihi
merupakan ciri utama periode ketiga ini. Keadaan Khalifah lebih buruk ketimbang di masa
sebelumnya, lebih-lebih karena Bani Buwaihi menganut aliran Syi’ah. Akibatnya kedudukan
Khalifah tidak lebih sebagai pegawai yang diperintah dan diberi gaji. Sementara itu bani
Buwaihi telah membagi kekuasaanya kepada tiga bersaudara. Ali menguasai wilayah bagian
selatan Persia, Hasan menguasi wilayah bagian utara, dan Ahmad menguasai wilayah al-
ahwaz, Wasit, dan Baghdad. Baghdad dalam periode ini tidak sebagai pusat pemerintahan
Islam, karena telah pindah ke Syiraz dimana berkuasaAli bin Buwaihi.
4. Periode Keempat (447 H/1055M-590 H/1199 M) masa kekuasaan Dinasti Bani Seljuk
dalam pemerintahan khalifah Abbasyiah. Disebut masa pengaruh Turki kedua.
Periode keempat ini ditandai oleh kekuasaan Bani Seljuk dalam Pemerintahan
Abasiyah. Kehadirannya atas undangan Khalifah untuk melumpuhkan kekuatan Bani Buwaihi
di Baghdad. Keadaan Khalifah memang sudah membaik, paling tidak karena kewibawannya
dalam bidang agama sudah kembali setelah beberapa lama dikuasai orang-orang Syiah.
5. Periode Kelima (590 H/ 1199M-656 H / 1258 M) masa khalifah bebas dari pengaruh
dinasti lain, tetapi kekuasaannya hanya efektif disekitar kota Baghdad.
Telah terjadi perubahaan besar-besaran dalam periode ini. Pada periode ini, Khalifah
Abbasiyah tidak lagi berada dibawah kekuasaan suatu dinasti tertentu. Mereka merdeka dan
berkuasa, tetapi hanya di Baghdad dan sekitarnya. Sempitnya wilayah kekuasaan khalifah
menunjukkan kelemahan politiknya, pada masa inilah tentara Mongol dan Tartar
menghancurkan Baghdad tanpa perlawanan pada tahun 656 H/ 1256 M.
B. Ketatanegaraan Bani Abbasiyah
Menjelang akhir Daulah Umaiyah 1, terjadi bermacam-macam kekacauan yang
disebabkan oleh penindasan yang terus-menerus terhadap pengikut Ali dan bani Hasyim,
merendahkan kaum muslimin yang bukan bangsa Arab sehingga mereka tidak diberi
kesempatan dalam pemerintahan, dan pelanggaran terhadap ajaran Islam dan hak-hak asasi
manusia dengan cara terang-terangan. Oleh sebab itu, Bani Hasyim mencari jalan keluar
dengan mendirikan gerakan rahasia yang terdiri dari keturunan Ali (Alawiyin) pemimpinnya
Abu Salamah, keturunan Abbas (Abbasiyah) pemimpinnya Ibrahim al-Iman, dan keturunan
bangsa Persia pemimpinnya Abu Muslim al-Khurasany, yang bertujuan untuk menumbangkan

6
daulah Umaiyah. Mereka memusatkan kegiatannya di Khurasan.11 Bani Abbasiyah meraih
kekuasaan setelah memenangkan perang sipil ketiga (744-750) dan menjadi pahlawan keadilan
Islam melawan Bani Umaiyah yang korup.3
Pada tahun 132 H/750 M tumbanglah daulah Umaiyah dengan terbunuhnya Marwan
ibn Muhammad, khalifah terakhir. Maka berdirilah daulah Abbasiyah dengan diangkatnya
khalifah pertama Abdullah ibn Muhammad, dengan gelar Abu al-Abbas al-Saffah pada tahun
132-136 H/750-754 M.4 Pemimpin mereka, Abu al-Abbas al-Saffah (m. 750-754) mengaku
sebagai keturunan paman Muhammad, mereka meminta rakyat untuk memberikan kesetiaan
kepada keluarga langsung Nabi. Dukungan pertama yang mereka peroleh adalah dari Khurasan
(Iran Timur), disana mereka dikenal sebagai pemilik daulah (yaitu dinasti yang telah
ditakdirkan Tuhan).5
Dasar-dasar pemerintahan daulat Abbasiyah diletakkan dan dibangun oleh Abu al-
Abbas dan Abu Ja’far al-Manshur, tetapi puncak keemasan dari dinasti ini berada pada tujuh
khalifah sesudahnya, yaitu al-Mahdi (775-785 M), al-Hadi (785-786 M), Harun al-Rasyid
(786-809 M), al-Ma’mun (813-833 M), al-Mu’tashim (833-842 M), al-Wasiq (842- 847 M),
dan al-Mutawakkil (847-861 M). Pada masa al-Mahdi perekonomian mulai meningkat dengan
peningkatan disektor pertanian, melalui irigasi dan peningkatan hasil pertambangan seperti
perak, emas, tembaga dan besi.6
Kejayaan Daulah Bani Abbas terjadi pada masa Khalifah Harun ar-Rasyid (170-193
H/78-809 M) dan anaknya Al-Makmun (198-218 H/ 813-833 M). ketika Ar-Rasyid
memerintah, negara dalam keadaan makmur, kekayaan melimpah, keamanan terjamin
walaupun ada juga pemberontakan dan luas wilayahnya mulai dari Afrika Utara hingga ke
India. Pada masanya hidup para filosof, pujangga, ahli baca Alquran dan para ulama dibidang
agama.
Dari semua khalifah Abbasiyah, al-Makmun (m. 813-833) tampil sebagai khalifah yang
paling gigih berusaha mewujudkan kerajaan yang ideal. Ia berkeinginan agar kekhalifahan
mandiri dari pengaruh tentara dan dari para pemimpin agama popular dengan cara memikat
hati dan pikiran rakyatnya secara langsung. Ia mengadopsi sebuah kebijakan kultural yang

3
Antony Black, The History Of Islamic Political Thought: From The Prophet To The Present, terj. Abdullah Ali
& Mariana Ariestyawati, Pemikiran Politik Islam: Dari Masa Nabi Hingga Masa Kini, (Jakarta: Serambi Ilmu
Semesta, 2006), hlm. 53.
4
Musyirah Sunanto, Sejarah Islam Klasik: Perkembangan Ilmu Pengetahuan Islam, (Jakarta: Prenada Media,
2003), hlm. 47.
5
Antony, The History, hlm. 53.
6
Nurlaelah Abbas, Pemikiran Politik Islam Pada Masa Pemerintahan Dinasti Abbasiyah, Jurnal Tabligh Edisi
Juni 2016 : 68 – 83. hlm. 7.

7
dirancang untuk meningkatkan tatanan budaya tinggi dan standar intelektualitas yang luhur.
Secara konsisten ia menentang pengaruh para perawi dan ulama yang berbasis rakyat. Ia
bergabung dengan aliran-aliran pemikiran yang karena berbagai alasan menentang gaya
pemikiran harfiah, yaitu kalangan para teolog yang notabene berseberangan dengan para
fukaha, para filsuf Hellenis, dan kalangan Syi’ah. Dengan cara demikian ia berharap bisa
meningkatkan otoritas khalifah. Politik yang dijalankan oleh daulah Abbasiyah:7
1. Kekuasaan sepenuhnya dipegang oleh khalifah yang mempertahankan keturunan Arab
murni dibantu oleh Wazir, menteri, gubernur dan para panglima beserta pegawai-pegawai
yang berasal dan berbagai bangsa dan pada masa ini yang sedang banyak diangkat dari
golongan Mawali turunan Persia.
2. Kebijakan terpenting yang dilakukan al-Manshur adalah memindahkan ibu kota kerajaan
ke Baghdad pada tahun 145 H/762 M. Pada mulanya, pusat pemerintahan Abbasiyah
adalah di Kufah. Namun karena kota ini kurang aman, karena Kufah adalah basis
pendukung Syi’ah yang sangat pro Ali, kamudian al-Saffah memindahkannya ke
Hasyimiyah, dekat Kufah. Namun disini juga masih dirasa kurang aman, sehingga pada
al-Manshur, ibu kota dipindahkan ke Baghdad.8 Kota Baghdad sebagai ibukota negara,
menjadi pusat kegiatan politik, sosial dan kebudayaan, juga pusat ilmu pengetahuan
dijadikan sebagai kota internasional yang terbuka untuk semua negara, bangsa dan
keyakinan sehingga terkumpullah disana bangsa-bangsa Arab, Turki, Persia, Romawi,
Qibthi, Hindu, Barbari, Kurdi dan sebagainya.
3. Ilmu pengetahuan dipandang sebagai sesuatu yang sangat penting dan mulia. Para khalifah
dan para pembesar lainnya membuka kemungkinan seluas-luasnya untuk kemajuan dan
perkembangan ilmu pengetahuan. Para khalifah sendiri pada umumnya adalah ulama yang
mencintai ilmu, menghormati sarjana dan memuliakan pujangga. Sebagai bentuk apresiasi
kepada ilmu pengetahuan, khalifah berani membayar mahal kepada ilmuwan-ilmuwan
yang berhasil menerjemahkan buku-buku dari bahasa asing kedalam bahasa Arab, seperti
dari bahasa Yunani dan lain-lain.
4. Kebebasan berpikir diakui sepenuhnya. Pada waktu itu akal dan pikiran dibebaskan benar-
benar dari belenggu taqlid, hal mana menyebabkan orang sangat leluasa mengeluarkan
pendapat dalam segala bidang termasuk bidang aqidah, filsafat, ibadah, dan sebagainya.

7
Antony Black, The History Of Islamic Political Thought: From The Prophet To The Present, terj. Abdullah Ali
& Mariana Ariestyawati, Pemikiran Politik Islam: Dari Masa Nabi Hingga Masa Kini, (Jakarta: Serambi Ilmu
Semesta, 2006), hlm. 65-66.
8
Muhammad Iqbal, Fiqh Siyasah: Kontekstualisasi Doktrin Politik Islam, Cet. 1, (Jakarta: Prenadamedia Group,
2014), hlm. 98.

8
5. Para menteri turunan Persia diberi hak penuh dalam menjalankan pemerintahan sehingga
mereka memegang peranan penting dalam membina tamaddun Islam. Mereka sangat
mencintai ilmu dan mengorbankan kekayaannya untuk meningkatkan kecerdasan rakyat
dan memajukan ilmu pengetahuan.
Sistem pemerintahan yang dikembangkan Bani Abbas merupakan pengembangan dari
bentuk yang sudah dilaksanakan sebelumnya, Bani Abbas mengembangkan sistem
pemerintahan dengan mengacu pada empat aspek, yaitu:9
1. Aspek Khilafah
Berbeda dengan pemerintahan Bani Umaiyah, Bani Abbas menyatukan kekuasaan
agama dan politik. Perhatian mereka terhadap agama tentu tidak terlepas dari pertimbangan
politis, yaitu untuk memperkuat posisi dan melegitimasikan kekuasaan mereka terhadap rakyat.
Pemanfaatan bahasa agama dalam pemerintahan ini terlihat dalam pernyataan al-Manshur
bahwa dirinya adalah wakil Allah di bumi-Nya (Zhill Allah fi al-Ardh), pernyataan al-Manshur
ini menunjukkan bahwa khalifah memerintah berdasarkan mandat Tuhan, bukan pilihan rakyat.
Oleh karenanya, kekuasaannya adalah suci dan mutlak serta harus dipatuhi oleh umat, karena
khalifah berkuasa dalam masalah politik kenegaraan dan agama sekaligus. Para khalifah Bani
Abbas akhirnya mengklaim diri mereka sebagai bayang-bayang Tuhan di muka bumi (the
shadow of God on the Earth) dan khalifah Tuhan, bukan khalifah Nabi. Berdasarkan prinsip
ini, kekuasaan khalifah bersifat absolut dan tidak boleh digantikan kecuali setelah ia
meninggal.
Absolutisme kekuasaan khalifah ini didukung juga oleh beberapa ulama Sunni yang
hidup pada masa Daulat Bani Abbas, seperti: Ibn Abi Rabi’, al-Mawardi, al-Ghazali, dan Ibn
Taimiyah. Mereka mendukung gagasan kekuasaan mutlak khalifah dan sakralnya kedudukan
mereka.
2. Aspek Wizarah
Wizarah adalah salah satu aspek dalam kenegaraan yang membantu tugas-tugas kepala
negara. Orang yang membantu dalam pelaksanaan tugas-tugas kenegaraan tersebut dinamakan
wazir. Sebelum masa Bani Abbas, wizarah memang sudah ada, namun belum terlembaga. Pada
masa Bani Abbas, di bawah pengaruh kebudayaan Persia, wazir ini mulai dilembagakan.
Dalam pemerintahan al-Saffah, wazir yang diangkatnya adalah Abu Salamah al-Khallal ibn
Sulaiman al-Hamadzani. Wazir bertugas sebagai tangan kanan khalifah. Dia menjalankan
urusan-urusan kenegaraan atas nama khalifah. Dia berhak mengangkat dan memecat pegawai

9
Ibid., hlm. 98-102.

9
pemerintahan, kepala daerah bahkan hakim. Wazir juga berperan mengoordinasikan
departemen-departemen (Diwan), seperti Departemen Perpajakan (Diwan al-Kharaj),
Departemen Pertahanan (Diwan al-Jaisy), dan Departemen Keuangan (Diwan Bayt al-Mal).
Ahli tata Negara pada masa itu, al-Mawardi membagi wazir menjadi dua bentuk, yaitu:
Pertama; wazir al-tafwidh, yaitu wazir yang memiliki kekuasaan luas memutuskan berbagai
kebijaksanaan kenegaraan. Ia juga merupakan koordinator kepala-kepala departemen. Atau
dapat juga wazir ini dikatakan Perdana Menteri. Kedua: wazir at-tanfidz, yaitu wazir yang
hanya bertugas sebagai pelaksana kebijaksanaan yang digariskan oleh wazir tafwidh. Ia tidak
berwenang menentukan kebijaksanaan sendiri.
3. Aspek Kitabah
Pada masa Bani Abbas berkuasa, juga diangkat katib-katib oleh wazir untuk membantu
wazir dalam pemerintahan, ini disebabkan karena besarnya pengaruh wazir pada masa itu,
sehingga wazir membutuhkan tenaga-tenaga untuk membantu tugas tugasnya dalam
mengkoordinasi masing-masing departemen. Di antara jabatan katib ini yaitu: katib al-rasa’il
(asisten pribadi), katib al-kharaj (pajak), katib al-jund (militer), katib al syurthah, dan katib
al-qadhi (hakim).
4. Aspek Hijabah
Hijabah berarti pembatas atau penghalang. Dalam sistem pemerintahan Bani Abbas,
hajib (petugas hijab) berarti pengawal khalifah, karena tugas dan wewenang mereka adalah
menghalangi dan membatasi agar tidak semua orang bebas bertemu dengan Khalifah Bani
Abbas. Mereka bertugas menjaga keselamatan dan keamanan Khalifah.
Selain itu, untuk urusan daerah (provinsi), khalifah Bani Abbas mengangkat kepala
daerah (amir) sebagai pembantu mereka dalam pemerintahan. Ketika mereka masih kuat,
sistem pemerintahan bersifat sentralistik. Semua kepala daerah bertanggung jawab kepada
khalifah yang diwakili oleh wazir. Namun setelah kekuasaan pusat lemah, masing-masing amir
berkuasa penuh mengatur pemerintahannya sendiri, sehingga banyak daerah melepaskan diri
dan mendirikan dinasti-dinasti kecil.
Kebijakan lain yang dibuat pada masa Bani Abbasiyah yaitu: pada masa al-Saffah,
daerah kekuasaan Bani Abbas dibagi menjadi dua belas provinsi. Bani Abbas juga membentuk
lembaga peradilan militer (Qadhi al-‘Askar atau qadhi al-Jund). Khalifah sendiri juga
menyediakan waktu-waktu tertentu di istana untuk menangani perkara-perkara khusus. Dalam
bidang perekonomian, sumber pendapatan terbesar Negara berasal dari pajak. Penghasilan dari
pajak, selain untuk kepentingan masyarakat luas, dibelanjakan juga untuk membayar gaji
pegawai tiap-tiap departemen. Selain dari pajak, sumber pendapatan Negara lainnya adalah

10
pertanian, perdagangan, dan industri. Untuk mendukung sektor ini, Khalifah membangung
jembatan, irigasi dan memanfaatkan pupuk. Pemerintah pada waktu itu juga mendirikan
sekolah pertanian.
Dinasti Abbasiyah, adidaya tunggal dizamannya mampu bertahan sampai pertengahan
abad ke 13. Dunia Islam kemudian kehilangan unsur terpenting eksistensinya, yaitu kesatuan
atau integritas. Berbagai penyebab dapat dideteksi, salah satunya yaitu tekanan yang semakin
intens dari berbagai dinasti lain.10 Sebab-sebab lain kemunduran Abbasiyah yaitu karena gaya
hidup mewah yang terjadi pada para khalifah Abbasiyah dan keluarganya serta pejabatnya
karena harta kekayaan yang melimpah dari hasil wilayah yang luas, ditambah lagi dengan
industri olahan yang melimpah dan tanah yang subur serta pendapatan pajak dari pelabuhan-
pelabuhan yang menghubungkan antara dunia Barat dan Timur. Kondisi tersebut diperburuk
oleh lemahnya para khalifah, sehingga mereka berada di bawah pengaruh para pengawalnya
yang menguasai keadaan yang terdiri dari orang-orang Turki. Di samping itu, adanya dinasti-
dinasti yang memerdekakan diri terhadap pemerintahan pusat (Baghdad). Bahkan dinasti-
dinasti seperti Bani Umaiyah di Spanyol dan Fatimiyah di Afrika Utara dan Mesir menjadi
saingan Abbasiyah. Serangan-serangan yang dilakukan oleh pasukan Salib ke Palestina yang
berjalan begitu lama dengan jatuh dan bangunnya pasukan Muslim memperlemah kekuasaan
bani Abbasiyah juga.
Proses kehancuran Abbasiyah Baghdad mencapai klimaksnya pada tahun 1258 M
ketika pasukan Mongol dibawah komando Hulagu Khan menyerbu dan menguasai Baghdad.
Riwayat khilafah Abbasiyah dikubur bersama mayat khalifahnya yang terakhir, yaitu al-
Mu’tashim. Meskipun kekuatan riil khalifah telah berkurang drastis sejak lama, kehilangan
lembaga khalifah ini memiliki dampak yang sangat besar terhadap umat Islam. Kenyataan
sejarah menunjukkan bahwa penguasa lokal membutuhkan konfirmasi moral religius dari
khalifah, meskipun mungkin mereka memiliki kekuatan militer dan ekonomi yang lebih
besar.11
C. Ciri-Ciri Khas Pemerintahan Dinasti Abbasiyah
Berbicara mengenai apa yang menonjol dari Pemerintahan Dinasti Abbasyiah bisa
dilihat dari berbagai aspek dimulai dari dengan berpindahnya ibu kota ke Baghdad, pemerintah
Bani Abbas menjadi jauh dari pengaruh Arab. Sedangkan Dinasti Umayyah sangat berorientasi
kepada Arab. Dalam periode pertama dan ketiga, pemerintahan Dinasti Abbasyiah, yang

10
Hasan Asari, Modernisasi Islam: Tokoh, Gagasan dan Gerakan, (Bandung: Citapustaka Media, 2002), hlm.
23.
11
Ibid., hlm. 23.

11
mempunyai pengaruh kebudayaan Persia yang sangat kuat dan pada periode kedua dan
keempat, bangsa turki sangat dominan dalam politik dan pemerintahan dinasti ini.
Dalam pemerintahannya dikepalai oleh seorang raja. Raja menjadi penguasa Tunggal
dan sebelum meninggal dunia ia dapat menunjuk putra mahkota sebagai penggantinya baik
anak atau saudaranya. Sistem Monarki ini bertahan pada khalifah Abbasyiah sampai abad
kelima (750-1258 M).
Model pemerintahan Dinasti Abbasyiah yang diterapkan bisa dikatakan asimilasi dari
berbagai unsure. Ini terlihat jelas dari adanya periodesasi atau tahapan pemerintahan Dinasti
Abbasyiah. Dalam penyelenggaraan Negara, pada masa Bani Abbas ada jabatan wazir, yang
membawahi kepala-kepala departemen. jabatan ini tidak ada didalam pemerintahan Bani
Umyyah. Ketentraman professional baru terbentuk pada masa pemerintahan Bani Abbas.
Sebelumnya tidak ada tentara khusus yang professional. Masyarakat memiliki beragam profesi
untuk memenuhi kebutuhan perekonomian mereka. Periode Abbasyiah banyak mencapai
kemajuan pada bidang perdagangan dan perniagaan. Baghdad, Basrah, dan Alexandria
merupakan pusat bisnis pada saat ini.
Dengan berdirinya kekuasaan Bani Abbasyiah terjadilah beberapa perubahan social
politik. Perubahan yang menonjol adalah tampilnya kelompok Mawalli, khususnya Persia-Irak
Menduduki peran penting dan posisi penting dalam pemerintahan menggantikan kedudukan
bangsa Arab. Pergeseran kedudukan social dari kaum ningrat Arab oleh kelompok elite
pemerintahan dalam seluruh aspeknya melibatkan kecerdasan dan kesungguhan bangsa Persia.
Karena itu pemerintahan Abbasyiah sangat dominan terhadap pengaruh-pengaruh Persia. Dan
tradisi keilmuan Persia berkembang dengan pesat menjadi mode. Seni music mengalami
kemajuan pesat pada masa Abbasyiah, Ulaiyah merupakan salah satu pakar music yang
tersohor pada masa itu, seni tari juga berkembang dikalangan masyarakat.
Bani Abbasiyah berhasil memegang kekuasaan kekhalifahan selama tiga abad,
mengkonsolidasikan kembali kepemimpinan gaya Islam dan menyuburkan ilmu pengetahuan
dan pengembangan budayaTimur Tengah. Tetapi pada tahun 940 kekuatan kekhalifahan
menyusut ketika orang-orang non-Arab, khususnya orang Turki(dan kemudian diikuti oleh
orang Mameluk di Mesir pada pertengahan abad ke-13), mulai mendapatkan pengaruh dan
mulai memisahkan diri dari kekhalifahan. Meskipun begitu, kekhalifahan tetap bertahan
sebagai simbol yang menyatukan dunia Islam. Pada masa pemerintahannya, Bani Abbasiyah
mengklaim bahwa dinasti mereka tak dapat disaingi. Namun kemudian, Said bin Husain,
seorang muslim Syi’ah dari Bani Fatimiyah yang mengaku bahwa anak perempuannya adalah
keturunan Nabi Muhammad, mengklaim dirinya sebagai Khalifah pada tahun 909, sehingga

12
timbul kekuasaan ganda di daerah Afrika Utara. Pada awalnya ia hanya menguasai Maroko,
Aljazair, Tunisia danLibya. Namun kemudian, ia mulai memperluas daerah kekuasaannya
sampai ke Mesir danPalestina, sebelum akhirnya Bani Abbasyiah berhasil merebut kembali
daerah yang sebelumnya telah mereka kuasai, dan hanya menyisakan Mesir sebagai daerah
kekuasaan Bani Fatimiyyah. Dinasti Fatimiyyah kemudian runtuh pada tahun 1171. Sedangkan
Bani Ummayah bisa bertahan dan terus memimpin komunitas Muslim di Spanyol, kemudian
mereka mengklaim kembali gelar Khalifah pada tahun 929, sampai akhirnya dijatuhkan
kembali pada tahun 1031.
Pemerintahan Dinasti Bani Abbasiyah, lebih menfokuskan diri pada upaya
pengembangan ilmu pengetahuan dan peradaban Islam, sehingga masa pemerintahan ini
dikenal sebagai masa keemasan peradaban Islam. Meskipun begitu, usaha untuk
mempertahankan wilayah kekuasaan tetap merupakan hal penting yang harus dilakukan. Untuk
itu, pemerintahan Dinasti Bani Abbasiyah memperbaharui sistem politik pemerintahan dan
tatanan kemiliteran. Agar semua kebijakan militer terkoordinasi dan berjalan dengan baik,
maka pemerintah Dinasti Abbasiyah membentuk departemen pertahanan dan keamanan, yang
disebut Dīwānul Jundi. Departemen inilah yamg mengatur semua yang berkaitan dengan
kemiliteran dan pertahanan keamanan. Pembentukan lembaga ini didasari atas kenyataan
politik militer bahwa pada masa pemerintahan Dinasti Abbasiyah, banyak terjadi
pemberontakan dan bahkan beberapa wilayah berusaha memisahkan diri dari pemerintahan
Dinasti Abbasiyah.

13
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Struktur pemerintahan Bani Abbasiyah: jabatan tertinggi adalah Khalifah, yang juga
dijaga oleh hajib. Kemudian wazir, dibawah wazir itu dibentuk peradilan dan juga katib-katib,
yaitu katib kharaj, katib barid, katib amwal, katib mawali, katib baitul mal, katib syurthah, dan
katib rasa’il.
Proses kehancuran Abbasiyah Baghdad mencapai klimaksnya pada tahun 1258 M
ketika pasukan Mongol dibawah komando Hulagu Khan menyerbu dan menguasai Baghdad.
Riwayat khilafah Abbasiyah dikubur bersama mayat khalifahnya yang terakhir, yaitu al-
Mu’tashim. Meskipun kekuatan riil khalifah telah berkurang drastis sejak lama, kehilangan
lembaga khalifah ini memiliki dampak yang sangat besar terhadap umat Islam. Kenyataan
sejarah menunjukkan bahwa penguasa lokal membutuhkan konfirmasi moral religius dari
khalifah, meskipun mungkin mereka memiliki kekuatan militer dan ekonomi yang lebih besar.
B. Saran
Demikianlah makalah ini penulis susun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Fiqh Siyasah. Apabila dalam penulisan makalah ini terdapat kekurangan, penulis meminta
kepada pembaca umumnya dan khususnya kepada bapak dosen mata kuliah ini untuk
memberikan saran dan kritik yang membangun untuk makalah ini. Mudah-mudahan Allah Swt
senantiasa memberkahi kita semua. Amin ya Rabbal ‘Alamin.

14
DAFTAR PUSTAKA

Asnawi, Muh. 2009. Sejarah Kebudayaan Islam. Semarang: CV.Aneka Ilmu.


Antony Black. 2006. The History Of Islamic Political Thought: From The Prophet To The
Present, terj. Abdullah Ali & Mariana Ariestyawati, Pemikiran Politik Islam: Dari
Masa Nabi Hingga Masa Kini. Jakarta: Serambi Ilmu Semesta.

Badri Yatim. Sejarah Peradilan Islam Dirasah Islamiyah II. Jakarta- Rajawali Press).
Hasan Asari. 2002. Modernisasi Islam: Tokoh, Gagasan dan Gerakan. Bandung: Citapustaka
Media.

Muhammad Iqbal. 2014. Fiqh Siyasah: Kontekstualisasi Doktrin Politik Islam, Cet. 1, (Jakarta:
Prenadamedia Group.

Musyirah Sunanto. 2003. Sejarah Islam Klasik: Perkembangan Ilmu Pengetahuan Islam.
Jakarta: Prenada Media.

Nurlaelah Abbas, Pemikiran Politik Islam Pada Masa Pemerintahan Dinasti Abbasiyah, Jurnal
Tabligh Edisi Juni 2016: 68 – 83.

15

Anda mungkin juga menyukai