Anda di halaman 1dari 42

KISAH NABI SYU’AIB

DAN PENDUDUK MADYAN DALAM AL-QUR’AN


Makalah ini dibuat untuk melengkapi tugas Pendidikan Agama Islam

Disusun oleh :
KRISMA AYU ANDA
XI DESAIN KOMUNIKASI VISUAL

SMK NEGERI 7 MALANG


TAHUN PELAJARAN 2022/2023
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang
telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami,
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ilmiah tentang kisah NABI
SYU’AIB DAN KAUM MADYAN dalam AL-QURAN

Makalah ilmiah ini telah kami susun dengan maksimal dan


mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar
pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima
kasih kepada semua pihak yang telah berpartisipasi dalam pembuatan
makalah ini.

Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih


ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya.
Oleh karena itu dengan segala kekurangan dalam makalah ini kami
menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat
memperbaiki makalah ilmiah ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah tentang kisah


NABI SYU’AIB DAN KAUM MADYAN dapat memberikan manfaat
maupun inpirasi terhadap pembaca.

Malang,21 November 2023

Penulis

1.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................


DAFTAR ISI....................................................................................................
BAB I. PENDAHULUAN ..............................................................................
A. Latar Belakang ....................................................................................
B. Tujuan .................................................................................................
BAB II. PEMBAHASAN ...............................................................................
A. Profil Singkat Nabi Syu’aib ......................................................................
B. Garis Keturunan Nabi Syu’aib .................................................................
C.Munculnya Kaum Madyan........................................................................
D.Karakteristik Kaum Madyan......................................................................
E.Sejarah Kaum Nabi Syu’aib......................................................................
F.Faktor yang menyebabkan kaum madyan di azab....................................
G.Penafsiran Ayat Kisah Nabi Syu„aib dan Kaumnya......................
1. Q.S. Al-A‟râf [7]: 85-90 .........................................................
2. Q.S. Hûd [11]: 84-95 ..............................................................
3. Q.S Al-Hijr [15]: 78-79 ..........................................................
4. Q.S. Asy-Syu„arâ [26]: 176-191.............................................
H. Analisis Pesan Moral Yang Tekandung dalam Kisah Nabi Syu’aib dan
Kaumnya ..........
1. Anjuran Berlaku Amanah ......................................................
2. Shalat Merupakan Sebab Terlaksananya Suatu Kebaikan dan
Meninggalkannya Merupakan Suatu Kemungkaran..............
3. Mulailah Dari Diri Sendiri Sebelum Menyeru Kebaikan atau Pun
Melarang Keburukan Kepada Orang Lain.............................
BAB III. PENUTUP .......................................................................................
A. Kesimpulan .........................................................................................
B.Saran......
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Al-Qur`an beberapa kali menyinngung tentang kisah Nabi Syu‟aib dan


kaumnya diberbagai surah, yaitu pada QS. al-A‟raf (7): 85-93, QS. Hûd
(11): 84-95, QS. al-Hijr (15): 78-86, QS. al-Qashash (28): 23-28, QS. al-
Ankabut (29), dan QS. asy-Syu‟ara (26): 176-191. Penulis mendapat kesan
bahwa, kisah Nabi Syu‟aib dan kaumnya kaya akan pesan-pesan moral bila
dikaji lebih dalam. Untuk memahami makna ayat-ayat tersebut dibutuhkan
interpretasi yang sesuai atau yang mendekati pada apa yang dikehendaki
oleh Allah Swt. Meskipun Al-Qur`an memaparkan berbagai kisah untuk
dijadikan „Ibrah atau pelajaran, namun tidak serta merta kisah dapat
dipahami begitu saja tanpa adanya sebuah interpretasi yang benar,
mengingat bahwa kisah yang tertuang dalam Al-Qur`an hanya dijelaskan
secara global sehingga pemaknaan dalam pembacaan kisah menimbulkan
banyak tanda tanya bagi sebagian orang. Maka kontekstualisasi dalam
interpretasi kisah Al-Qur`an sangat diperlukan.Dalam hal ini yaitu merujuk
kepada kitab-kitab tafsir. Diantaranya adalah tafsir al-Azhar karya Hamka.
Tafsir ini merupakan salah satu tafsir yang mengambil corak adabi ijtima‟I,
yakni suatu corak tafsir yang menjelaskan petunjuk-petunjuk ayat AlQur`an
yang berkaitan langsung dengan kehidupan masyarakat serta usaha-usaha
untuk menanggulangi problematika masyarakat

berdasarkan ayat-ayat dengan mengemukakan petunjuk-petunjuk tersebut


dalam bahasa yang mudah dimengerti.11 Penulis merasa perlu menggali
lebih dalam kandungan makna yang berkaitan dengan pesan moral dari
ayat-ayat yang berkaitan dengan kisah Nabi Syu‟aib dan kaumnya ini untuk
lebih memperkaya makna ayat supaya memiliki relevansi tersendiri dengan
konteks kekinian dan sesuai dengan misi Al-Qur`an sebagai petunjuk yang
membimbing manusia menuju kesempurnaan akhlak.

Mengingat konteks sekarang, jika dikorelasikan dengan masalah yang


masih banyak terjadi dimasyarakat terlebih dilingkungan penulis.
Mengurangi timbangan, tidak jujur, penipuan dalam berdagang adalah salah
satu fenomena yang masih saja terjadi sejak jaman dahulu hingga sekarang.
Hal ini sudah sering dilakukan oleh para pedagang atau pembisnis dan
bukan menjadi hal yang tabu di masyarakat. Para pedagang akan melakukan
banyak cara untuk melakukan penipuan dengan mengurangi timbangan.
Misalnya saja, para pedagang yang menggunakan timbangan tradisional.
Mereka biasanya mengganjal timbangan sehingga pengukuran menjadi
lebih berat dari berat barang sebenarnya. Akibatnya para pedagang akan
mendapatkan keuntungan lebih, sedangkan konsumen menjadi dirugikan.
Tentu saja, hal ini tidak diperkenankan dalam Islam. Maka dari itu penulis
tertarik mengkaji lebih jauh kandungan pesan moral dalam kisah Nabi
Syu‟aib dan kaumnya ini untuk dijadikan pelajaran dalam kehidupan agar
manusia tidak terus mengulangi kesalahan yang sama yang pada akhirnya
akan mengundang kemurkaan Allah sebagaimana yang terjadi pada kaum
Nabi Syu‟aib.

B.TUJUAN MAKALAH

1. Untuk menganalisis dan mengetahui pesan moral yang terkandung dalam


ayat-ayat yang berkaitan dengan kisah Nabi Syu‟aib dan kaumnya. Dengan
penelitian ini diharapkan akan memberikan pemahaman dan pelajaran
kepada khalayak umum dari kisah tersebut.
2. Untuk mendapatkan pemahaman yang utuh dan komprehensif tentang
kisah Nabi Syu‟aib dan kaumnya dalam Al-Qur`an.
BAB II
PEMBAHASAN

A.PROFIL SINGKAT NABI SYU’AIB

Syu’aib adalah salah seorang Nabi bangsa Arab, dalam Taurat, namanya
adalah Rahuel. Sedangkan, dalam kitab Keluaran disebutkan bahwa mertua
Nabi Musa bernama Rahuel yang memiliki arti Rahu adalah kawan dan Uel
artinya Allah. Jadi, Rahuel artinya “kawan Allah”. Makasudnya ialah
orang-orang yang benar-benar beribadah kepada Allah. Dan di kitab
keluaran dikatakan bahwa Musa menggembalakan kambing dari Yasrun,
mertuanya yaitu seorang imam negeri Madyan dan Yasrun adalah julukan
dari tugasnya, sedang dia adalah keturunan dari Ibrahim.

Kemudian pada pasal lima dari Kitab Kejadian dikatakan, bahwa istri
Ibrahim, Qaturah telah melahirkan enam anak laki-laki untuknya seorang di
antaranya adalah Madan, Madyan, atau Madyaan (artinya pertengkaran)
dan negeri mereka terbentang dari sejak teluk,Aqabah sampai ke Mu,ab dan
Tursina. Menurut satu riwayat bahwa tanah mereka terbentang dari hampir
seluruh Jazirah Sina sampai ke sungai Efrat.

B.GARIS KETURUNAN NABI SYU’AIB

Beliau adalah Syu„aib bin Maikil bin Yasyjar bin Madyan, salah seorang
putra Nabi Ibrahim a.s. sementara ibunya adalah putri Luth a.s. Beliau
diutus sesudah Luth a.s. seperti firman Allah ketika menceritakan kisah
kaum Syu„aib, dimana disebutkan dalam Surah Hûd[11]: 89:

‫ﭑ ﭒ ﭓ ﭔ ﭕ ﭖ ﭗ ﭘ ﭙ ﭚ ﭛ ﭜ ﭝ ﭞ ﭟ ﭠ ﭡﭢ ﭣ ﭤ‬
٨٩ ‫ﭥ ﭦ ﭧ‬
.89«Wahai kaumku! Jangan sekali-kali rasa permusuhan kalian kepadaku
mendorong kalian untuk mendustakan ajaran yang kubawa. Karena aku
khawatir kalian akan ditimpa azab seperti yang menimpa kaum Nuh, kaum
Hūd, atau kaum Ṣāleḥ. Sedangkan kaum Lūṭ tidaklah jauh dari kalian, baik
dari segi waktu maupun tempat. Dan kalian benar-benar mengetahui apa
yang menimpa mereka. Maka ambillah pelajaran berharga dari kisah-kisah
mereka».
Allah mengutus Nabi Syu„aib a.s. sebelum diutusnya Musa a.s. karena
ketika Allah menyebutkan Nuh, kemudian Hûd, Shalih, Lûth baru
kemudian menyebutkan Syu„aib sesudah itu, sebagaimana yang dijelaskan
dalam firman-Nya:

‫ﯟ ﯠ ﯡ ﯢ ﯣ ﯤ ﯥ ﯦ ﯧ ﯨ ﯩﯪ ﯫ ﯬ ﯭ ﯮ ﯯ‬
١٠٣
.103 «Kemudian sepeninggal rasul-rasul itu Kami mengutus Musa -
‘Alaihissalām- dengan membawa mukjizat-mukjizat yang nyata-nyata
menunjukkan kebenarannya kepada Fir’aun dan kaumnya. Tetapi mereka
menolak dan mengingkari mukjizat-mukjizat tersebut. Maka renungkanlah -
wahai Rasul- bagaimana akhir perjalanan nasib Fir’aun beserta kaumnya.
Allah membinasakan mereka dengan cara menenggelamkan mereka di laut
dan mengutuk mereka di dunia dan Akhirat».
Ini menunjukkan bahwa Nabi Syu„aib diutus sebelum zaman Musa a.s. dan
Harun a.s. Sebagian ahli sejarah yang beranggapan bahwa masa kenabian
Syu„aib itu sesudah Musa selang beberapa abad itu ternyata salah, dan ini
menyalahi nash yang disebutkan di atas. Di samping itu dikalangan
sejarawan juga terdapat kerancuan antara Syu„aib dan Syu„yan, salah
seorang Nabi yang tidak disebutkan di dalam Al-Qur`an sehingga mereka
menyangka bahwa Syu„yan itu adalah Syu„aib. Dari sini nyatalah
kesalahan mereka sebagaimana yang telah dijelaskan oleh para ulama yang
sangat dalam ilmunya.

C.MUNCULNYA KAUM MADYAN


Kaum Madyan pada mulanya adalah merupakan suku ‘amaliqah yang
berpindah dari Mesopotamia ke Syam. Masyarakat Madyan berdomisili dan
berkuasa di daerah Madyan tepatnya sebuah daerah yang terletakdi sebelah
Timur dan Tenggara Teluk ‘Aqabah, mulai dari wadi al-‘Arabah di sebelah
barat sampai ke pegunungan Hasmah di sebelah Timur dan dari Moab
sebelah utara sampai ke kota Dhiba di sebelah selatan.4 Sumber lain
disebutkan bahwa kaum Madyan adalah kaum nabi Syu’aib yatu
segolongan bangsa Arab yang tinggal di sebuah daerah bernama Ma’an di
pinggir negeri Syam. Kota terbesar di daerah madyan ini juga bernama
Madyan, kota tersebut terletak di pusat daerah Madyan dan menjadi pusat
pemerintahan daerah Madyan itu sendri.
Asal-usul kabilah madyan adalah seseorang bernama Madyaan putra nabi
Ibrahim as. dari isterinya yang bernama Qhaturah. Madyan beristerikan
putra yaitu nabi Lu’th, dari perkawinannya ini muncullah keturunan yang
kemudian berkembang sampai menjadi satu kabilah yang besar.
D. KARAKTERISTIK KAUM MADYAN

Menurut Ibn Khaldun, kabilah Madyan adalah salah satu dari kabilah-
kabilah yang terbesar di Syam, masyarakat Madyan memilki sifat
sewenang-wenang dalam memerintah. Dari segi agama mereka tidak
menyembah Allah swt. melainkan menyembah banyak Tuhan, salah
satunya mereka menyembah “aikah” yaitu sebidang pasir yang dtumbuhi
beberapa pohon dan tanaman. Pekerjaan utama masyarakat Mdayan adalah
berniaga, jadi profesi mereka adalah pedagang. Kehidupan mereka dapat
dkatakan baik, karena sebagian besar kaum Madyan merupakn orang-orang
berada.

Kaum Madyan terkenal licik dan picik dalam hal jual beli. Ketika mereka
membeli sesuatu kepada orang lain mereka ingin timbangannya di lebihkan,
namun saat orang lain membeli kepada mereka maka timbangannya di
kurangi. Masyarakat Madyan juga di kenal senang membuat onar atau
keributan, mereka kerap kali mengganggu keamanan lalu lintas perniagaan
internasional. Sesuai sunnah Allah swt. sejak nabi Adam di turunkan
kebumi bahwa dari waktu ke waktu bila manusia sudah lupa pada-Nya dan
sudah jauh berbuat menyimpang dari ajaran-ajaran para nabi dan bila iblis
serta syaitan sudah menguasai suatu masyarakat dengan ajaran dan
tuntunannya yang menyesatkan, maka Allah swt. akan menurunkan seorang
rasul kepada mereka sebagai penerang dalam kegelapan. Berbagai
penyimpangan yang dilakukan oleh kaum Madyan oleh karena itu,
diutuslah nabi dari kalangan mereka sendiri yaitu nabi Syu’aib as. untuk
mengembalikan suku Madyan pada agama Tauhid.

E.SEJARAH KAUM NABI SYU’AIB

Kaum Madya>n terkenal sebagai pedagang yang licik dalam hal jual-beli
oleh karenanya nab Syu’aib mengingatkan agar mereka tdak mengurangi
hak-hak manusia. Beliaunjuga menjelaskan bahwa harta yang halal akan
memberikan ketentraman bagi pemiliknya, sementara harta yang haram
akan membawa sengsara lahr batin. Adapun seruan nabi Syu’aiib kepada
kaum Madya>n dalam hal jual-beli khususnya mengenai timbangan telah
dijelaskan dalam QS. Hu>d/11:84 yang berbunyi:

‫ﭨ ﭩ ﭪ ﭫ ﭬﭭ ﭮ ﭯ ﭰ ﭱ ﭲﭳ ﭴ ﭵ ﭶﭷ ﭸ ﭹ‬
٨٤ ‫ﭺ ﭻﭼ ﭽ ﭾ ﭿ ﮀ ﮁ ﮂ ﮃ ﮄ ﮅ‬
.84«Dan kepada penduduk Madyan Kami mengutus saudara mereka,
Syu'aib. Dia berkata, "Wahai kaumku! Sembahlah Allah saja. Kalian tidak
punya sesembahan lain yang berhak disembah selain Dia. Janganlah
kalian mengurangi takaran dan timbangan apabila kalian menakar atau
menimbang untuk orang lain. Sesungguhnya aku melihat kalian memiliki
rezeki dan nikmat yang melimpah. Oleh karena itu jangan mengubah
nikmat yang Allah berikan kepada kalian itu dengan berbuat maksiat.
Sesungguhnya aku takut kalian akan ditimpa azab pada hari yang
membinasakan kalian semua tanpa kecuali, di hari kalian tidak akan
menemukan tempat berlindung dan tempat melarikan diri».

Dakwah yang disurukan oleh nabi pada kaum Madyan, nabi Syu’aib tidak
berbeda dengan apa yang disuruhkan nabi-nabi lainnya, tidak berubah dan
tidak pula bertambah. Itulah asas akidah Islam. Karena tanpa asas tersebut
mustahil bangunan akan berdiri sendiri. Setelah meletakkan asas atau dasar
maka mulailah nabi Syu’aib mengkrucutkan dakwahnya kepada kaum
Madyan.

Setelah menyerukan masalah tauhid, nabi Syu’aib langsung mendakwakan


kepada kamu Madyan masalah muamalah sehari-hari yaitu tentang amanah
dan keadilan. Penduduk Madyan adalah adalah orang-orang yangsenang
mengurangi takaran dan timbangan, mereka selalu merampas hak orang
lain. Sifat seperti itu sungguuh tercela serta dapat merusak kebersihan hati
dan kehormatan. Penduduk Madyan beranggapan bahwa mengurangi
takaran dan timbangan merupakan sudah menjadi tradisi mereka, jual-beli
juga merupakan bentuk kemahiran mereka dalam hal transaksi. Kemudian
datanglah nabi Syu’iab kepada kaum Madyan dan membewrikan
pandangan dalam artian pengertian bahwa semua ini adalah sifat yang tidak
terpuji yang merupakan pencurian. Syu’aib menyampakan kekhawatirannya
terhadap azab Allah swt yang amat pedih, dimana hari yang
membinasakakan akan menimpa mereka karena perbuatannya. Coba
perhatikan bagaimana Islam mengutus Syu’aib kepada kaum Madyan agar
turut mengatur kehidupan umat manusia sampai pada batas mengontrol
transaksi jual-beli sekalipun.6 Juga telah dijelaskan pada surah yang sama
ayat 85 sebaga berikut:

‫ﮇ ﮈ ﮉ ﮊ ﮋﮌ ﮍ ﮎ ﮏ ﮐ ﮑ ﮒ ﮓ‬
٨٥ ‫ﮔ ﮕ‬
.85«Wahai kaumku! Penuhilah takaran dan timbangan secara adil apabila
kalian menakar atau menimbang untuk orang lain. Dan janganlah kalian
mengurangi hak-hak orang lain sedikitpun dengan cara mengurangi
takaran atau timbangan, melakukan kecurangan atau menipu. Pun jangan
membuat kerusakan di muka bumi dengan melakukan pembunuhan atau
perbuatan-perbuatan maksiat lainnya» .
Nabi Syu’aib mengajak kaum Madyan untuk menyembah Allah swt.
berlaku adil serta jujur, nabi Syu’aib as menceritakan azab yang menimpa
kaum nabi Nuh, Hud, Sholeh dan Luth yang binasa akibat kekufuran, Kaum
Madyan mengalami nasib serupa jika tidak segera bertaubat. Akan tetapi
alangkah buruknya penerimaan kaum Madyan dakwahdan ajakn Nabi
Syu’aib as malah disambut dengan ejekan dan cemohan oleh kaum
Mdayan. Namun nabi Syu’aib tetap menyikapinya dengan sabar, dan tidak
mengharapakan balas jasa atas usaha dakwahnya, beliau sudah cukup puas
jika kaumnya kembali kepada jalan Allah swt. antara nabi Syu’aib dengan
kakumnya memang terdapat perbedaan yang besar, nabi Syu’aib as adalah
seorang rasul yang bertakwa kepada Tuhan sedang kaumnya adalah
penyembah- penyembah berhala, penipu, pemakan hak orang lain,
penyamun, perampok dan pembuat onar di muka bumi.

Nabi Syu’aib sangat menyanyangkan sikap kaum Madyan kepadanya,


beliau khawatir azab Allah akan menimpa mereka jika kaum Madyan terus-
menerus ingkar. Tetapi kaum Madyan masih bersikeras bahwa menyembah
“aikah” adalah warisan nenek moyang yang harus dijaga mereka telah
berani menentang nabi Syu’aib as untuk membuktikkan kebenaran
risalahnya dengan mendatangkan bencana dari Allah swt. yang ia sembah
dan menganjurkan orang menyembahnya pula.

Nabi Syu’aib terus berdakwah, kini dia berulang kali menyampaikan


nasehat kepada kaum Madyan dengan cara yang lebih aktif, setelah
sebelumnya cara larangan yang pasif. Ia nasehati kaum Madyan untuk
mencukupkan takaran dan timbangan dengan adil dan benar. Ia melarang
kaum Madyan untuk merampas hak- hak orang lain,tidaklah hanya terfokus
dalam masalah jual-beli, melainkan bersifat umum meliputi seluruh
hubungan kerja seperti itu harus ditakar dengan sesuatu yang baru, bahkan
sangat baru, yaitu takaran amanah. Begitulah akidah, tauhid, melakukan
perubahan secara mendasar dalam konsep amanah, keadilan, perubahan
pola kehidupan manusia, perilaku dan amal perbuatan mereka sehari-hari,
baik dalam dunia kerja maupun produksi atau hubungan pertukaran, atau
tindakan-tindakan yang bersifat pribadi.

‫ﮇ ﮈ ﮉ ﮊ ﮋﮌ ﮍ ﮎ ﮏ ﮐ ﮑ ﮒ ﮓ‬
٨٥ ‫ﮔ ﮕ‬
.85«Wahai kaumku! Penuhilah takaran dan timbangan secara adil apabila
kalian menakar atau menimbang untuk orang lain. Dan janganlah kalian
mengurangi hak-hak orang lain sedikitpun dengan cara mengurangi
takaran atau timbangan, melakukan kecurangan atau menipu. Pun jangan
membuat kerusakan di muka bumi dengan melakukan pembunuhan atau
perbuatan-perbuatan maksiat lainnya» .

Kata "sesuatu" merujuk pada semua hal yang bersifat material dan
immaterial (maknawi), meliputi seluruh perbuatan, hubungan, produksi,
maupun tindakan-tindakan yang bersifat pribadi.Ayat tersebut rnengandung
makna diharamkannya perbuatan zalim baik berbuat zalim di dalam
menimbang buah- buahan atau sayur-sayuran maupun di dalam menghargai
jasa dan pekerjaan orang lain. Hal itu dikarena kezaliman dapat
menimbulkan rasa sakit, putus asa, dan antipati dalam iklim kehidupan
umat manusia. Konsekuensinya, manusia terkalahkan dari dalam, hubungan
kerja menjadi berantakan dan terjadi pergolakan dalam kehidupan. Oleh
sebab itu, al-Qur'an melengkapi larangan merampas hak orang lain dengan
larangan berbuat kerusakan di muka bumi. bermakna sengaja berbuat
kerusakan dan janganlah kamu berbuat kerusakan dimuka bumi dengan
membuat kerusakakan, dengan kata lain janganlah kamu sengaja berbuat
kerusakan “ sisa (keuntungan) dari Allalh adalah lebih baik bagimu,” atau
apa yang ada disisi Allah swt. lebih bagimu, “jika kamu orang-orang yang
beriman.”Setelah itu nabi Syu’aib mencoba menghubungkan kaum
Madya>n dengan Allah swt. yang selalu di dakwakan, memalingkan atau
membebaskan dirinya dan menjelaskan kalau ia tidak menguasai mereka.
Bukan orang yang layak dijadikan tempat bergantung oleh mereka, bukan
orang yang melindungi mereka dan bukan pula orang yang dapat menjaga
mereka melankan seorang rasul yang diutus menyampaikan risalah
Tuhannya.

١٨٢ ‫ﰋ ﰌ ﰍ‬
.182«Dan timbanglah suatu barang, bila kalian menimbangnya untuk
orang lain, dengan timbangan yang lurus».

Dengan persyaratan tersebut, nabi Syu’aib membuat kaumnya merasa


bahwa persoalan yang mereka lakkukan sudah sangat gawat, berbahaya dan
begitu berat. Maka dari itu, ia tidak menanggung akibat dari kerusakan yang
mereka perbuat.Selesai sudah babak pertama dari percakapan nabi Syu’aib,
sebelumnya nabi Syu’aib lebih banyak berbicara sedangkan kaumnya
mendengarkan. Kini setelah ia berhenti berbicara giliran kaumnya angkat
suara.
‫ﮤ ﮥ ﮦ ﮧ ﮨ ﮩ ﮪ ﮫ ﮬ ﮭ ﮮ ﮯ ﮰ ﮱ ﯓ ﯔﯕ‬
٨٧ ‫ﯖ ﯗ ﯘ ﯙ‬
.87«Kaum Syu'aib berkata, "Wahai Syu'aib! Apakah salat yang engkau
laksanakan kepada Allah itu menyuruhmu agar kami meninggalkan
kebiasaan kami menyembah berhala-berhala yang dahulu disembah oleh
leluhur kami, dan menyuruhmu agar kami meninggalkan kebiasaan kami
mengelola dan mengembangkan harta kami sesuka hati kami?! Padahal
sebelum melaksanakan dakwah ini sungguh kami mengenalmu benar-benar
orang yang penyantun dan berakal sehat, orang yang pandai dan
bijaksana. Jadi, apa yang telah terjadi padamu»"?
Penduduk Madyan adalah kaum kafir yang suka merampok, mengancam
orang-orang yang lewat di jalan dan menyembah al-aykah yaitu sebatang
pohon yang dikelilingi semak belukar. Mereka adalah orang-orang yang
paling buruk dalam hal bertransaksi, mereka suka mengurangi takaran dan
timbangan, mengambil barang lebih banyak dan membayar harga kurang
dari yang semestinya.23 Coba perhatikan setelah itu apa yang mereka
katakana kepada nabi Syu’aib as mereka berkata, “wahai nabi Syu’aib
apakah agamamu menyuruhmu…? Agama yang dalam ayat diatas disebut
dengan “al-salah” ni seakan-akan sedang duduk melindungi nabi Syu’aib as
lalu memnisikan sesuatu dan memberikan perintah kepadanya membuat
nabi Syu’aib as loyal tanpa ragu dan berfikr sebelumnya. Karena agamanya
telah berubah menjadi alat yang dipergerakkan dan menjadi benda yang
tidak memiliki kesadaran.
Dengan sindiran yang diperhalus dan cercaan yang menusuk hati serta sikap
meremehkan ini, mereka menganggap agama nabi Syu’aib as keterlaluan
dengan menyuruh meninggalkan apa yang disembah oleh bapak-bapak
mereka. Bapak-bapak mereka menyembah pohon dan tumbuh-tumbuhan,
sedangkan nabi Syu’aib as memerintahkan mereka menyembah Allah swt.
semata. Keberanian macam apa yang dimiliki oleh nabi Syu’ab as atau
mungkin bisa dikatakan, keberanian macam apa yang di miliki agama nabi
Syua’ib as dengan logika yang sarkastik seperti ini, kaum Madyan
melontarkan peryataan kepada nabi Syu’ab as.kemudian setelah itu mereka
kembali bertanya:
Wahai Syu’iab pikirkanlah! Sesungguhnya agamamu telah mengntervensi
kehendaka kami ikut campur dalam dalam hal pengelolaan harta kekayaan
kami. Lantas apa hubungannya antara keimanan shalat atau agama dengan
transaksi materi.? Pertayaan oleh kaum Madyan dianggap sebagai puncak
kecerdasan telah menafikan unsur keimanan dan mengingkari adanya
korelasi dengan perilaku umat manusia, transaksi dan perekonomian
mereka.Kaum Madyan mengingkari intervensi agama dalam kehidupan
sehari-hari, sikap dan perbuatan perekonomian maupun kebebasan
membelanjakakn harta kekayaan. Menurut kaum Madyan kebebasan
membelanjakan, mengkonsumsi dan menginvestasikan harta adalah sesuatu
yang tidak ada hubungannya sama sekali dengan agama. Ini mutlak
kebebasan pribadi, sebab harta itu milik mereka sendiri, mengapa agama
mencampuri ini dan itu. Seperti itulah pemahaman kaum Madyan terhadap
Islam yang dibawa oleh nabi Syu’aib atau nabi kaum Madyan. pemahaman
seperti itu tidaklah berbeda banyak maupun sedikit dengan pemahaman
beberapa golongan umat manusia di zaman sekarang.Hubungan antara
Islam dengan sikap dan perilaku pribadi umat manusia di kehidupan
ekonomi, pola produksi, sistem distribusi dan investasi harta mereka yang
diinginkan, apakah hubungan Islam dengan kehidupan seari-hari.?
Mereka sebenarnya ngin mengatakan, “jika engkau seorang penyantun lagi
penyang tentulah kamu tidak akan mengatakan seperti apa yang kamu
ucapkan.”Mereka kembali mengejek dan memperolok dakwah yang di
bawah oleh nabi Syu’aib as. andai engkaku tanyakan gambaran tentang
agama kepaa kaum Madya>n selama mereka mengingkari agama sebagai
way of life (uslub fi haya) yang dapat menjadikan kehidupan lebih baik,
lebih bersih dan lebiih adil, pastilah mereka akan menjawabnya sebagai
sekumpulan nilai-nilai spiritual yang baik yang tidak mengintervensi
kehidupan sehari-hari, dengan pemahaman seperti ini agama berubah
menjadi ornament pada hiasan. Ini merupakan pemahaman yang aneh tapi
nyata, sebab Allah swt. sama sekali tidak mengutus para rasul dan nabi
untuk perhiasan dan permainan, Maha suci Allah dari perbuatan seperti itu.
Allah swt. justru mengutus para nabi-Nya untuk menyampaikan pola
kehidupan yang baru yaitu pola yang meliputi nilai-nilai dan pemikiran
yang tidak bermakna kecuali setelalh berubah menjadi system atau undang-
undang yang mengatur segala aspek sepanjang masa.
Pemahaman seperti ini makna agama menjadi lurus dengan prsepsi seperti
ini dapat memahami intervensi agama dalam seluruh aspek kehidupan
sehari-hari, dimulai dari hubungan percantaan sampa tata cara pernikahan,
cara-cara memanfaatkakn hari dtepi pantai, sstem membelanjakan harta dan
menginvestasnya, aturan distrbusi kekayaan, rekrutmen tenaga kerja dan
penyiapan produksi.Agama mengurus semua itu, jika umat manusia
memilki presepsi demkian, maka agama akan ditempatkan pada propors
yang sebenarnya. Tetapi jka tidak, maka pemaaman terhadap agama
menjadi lucu. Nabi Syu’ab as mengetahui bahwa kaumnya mengejek dan
berusaha menjauhkan agama dar lapangan kehidupan sehari-hari. Oleh
karena itu dalam kepastiannya pada juru dakwah, nabi Syu’aib as berlemah
lembut dengan mereka, ia tidak mengindahkan ejekan mereka bahkan tidak
mendebat atau memperpanjang urusannya. Nabi Syu’aib as menjelaskan
bahwa ia membawa kebenaran dar Tuhan, bahwa ia seorang nabi yang
berpengatahuan dan bahwa ia tidaka ingin mereka melanggar apa yang
dilarang. Karena sesungguhnya ia melarang sesuatu bukan kepentingan
pribadi, menasehati untuk memegang amanah bukan menguasai dan
memanfaatkan permainan dagang, melainkan ia lakukan semua itu karena
dirinya seorang nabi.Kemudian nabi Syu’ab as meresume seluruh dakwah
yang dibawah oleh para nabi untuk mereka:
‫ﯛ ﯜ ﯝ ﯞ ﯟ ﯠ ﯡ ﯢ ﯣ ﯤ ﯥ ﯦ ﯧﯨ ﯩ ﯪ ﯫ ﯬ ﯭ ﯮ‬
٨٨ ‫ﯯ ﯰﯱ ﯲ ﯳ ﯴ ﯵ ﯶ ﯷﯸ ﯹﯺ ﯻ ﯼﯽ ﯾ ﯿ ﰀ ﰁ‬
.88«Syu'aib berkata, "Wahai kaumku! Katakan padaku tentang keadaan
kalian jika aku mempunyai bukti yang nyata dan pengetahuan yang jelas
dari Tuhanku, dan Dia memberiku rezeki yang halal, serta mengangkatku
menjadi Nabi. Aku tidak ingin melarang kalian melakukan sesuatu
kemudian aku sendiri melakukannya. Aku tidak menginginkan apapun
selain memperbaiki keadaan kalian dengan cara mengajak kalian
mengesakan Tuhan kalian dan menaati-Nya sesuai dengan batas
kemampuanku. Dan yang memberi pertolongan untuk mencapai tujuan itu
hanyalah Allah. Hanya kepada-Nya lah aku berserah diri dalam semua
urusanku. Dan hanya kepada-Nya lah aku kembali».
Apa yang dinginkan nabi kaum Madyan, nabi Syu’ab as adalah perbaikan
(ishlah) inilah kandungan hakki dakwah para nabi. Mereka adalah orang-
orang yang melakukan perbakan dasar, perbaikan hati, perbaikan akal,
perbaikan kehidupan masyarakat umum dan perbaikan kehidupan yang
bersifat pribadi.
Kaum Madyan melhat kaumnya amat mengngkari seruannya dan berani
menetang Tuhan, maka nabi Syu’aib as pun menggeretak mereka. Nabi
Syu’aib mengingatkan lagi pada kaum Madyan bahwa azab Allah swt.
amatlah pedih, kendatipun nabi Syu’iab telah menyeru kaum Madyan ke
jalan kebenaran, namun mereka tetap membangkan dan azab Allah pun tak
dapat terhindarkan lagi. Allah SWT.berfirman dalam QS.ankabut/29 : 36-37
berbunyi :
‫ﮣ ﮤ ﮥ ﮦ ﮧ ﮨﮩ ﮪ ﮫ ﮬ ﮭﮮ ﮯ ﮰ ﮱ‬
٣٧ ‫ ﯕ ﯖ ﯗ ﯘ ﯙ ﯚ ﯛ‬٣٦ ‫ﯓ‬
.36«Dan telah Kami utus kepada kaum Madyan saudara mereka senasab,
yaitu Syu'aib -'alaihissalām-, dia berkata kepada kaumnya, “Wahai
kaumku! Sembahlah Allah semata dan mohonlah balasan di hari Akhir
dengan ibadah kalian kepada Allah, serta janganlah kalian membuat
kerusakan di muka bumi dengan melakukan kemaksiatan dan
menyebarkannya .37 .Lalu kaumnya mendustakannya, maka mereka pun
ditimpa gempa sehingga mereka bergelimpangan jatuh dengan muka
mereka tersungkur ke tanah, meninggal tak bergerak di rumah-rumah
mereka».
Awalnya Allah swt. menurunkan hawa udara yang sangat panas yang
mengerngkkan kerongkonan karena dahaga yang tidak dapat dihilangkan
dengan air dan membakar kulit yang tidak dapat diobati dengan berteduh
dibawah atap rumah atau pepohonan. Datanglah petir yang amat dahsyat
dengan bunyi yang amat keras, bumi pun bergoncang karenanya, maka
terjadilah gempa bumi yang amat kuat yang menyebabkakn kaum Madyan
mati tersungkur diatas lutut dengan muka ketanah. Nabi Syu’aib as merasa
sedih atas kejadian yang menimpa kaumnya dan berkata pada para
pengikutnya yang telah beriman, “aku telah sampaikan kepada mereka
risalah Allah swt. menasehati dan mengajak mereka agar meninggalkan
perbuatan- perbuatan munkar dan bathil dan aku telah memperingatkan
mereka akan datangnya siksaan Allah bila mereka tetap berkeras hati
menutup telinga mereka terhadap suara kebenaran ajaran-ajaran Allah swt
yang aku bawa. Namun mereka tidak menghiraukan nasehatku dan tidak
mempercayai peringatanku.”
Kabilah Madyan musnah karena mereka ditimpa azab Allah swt. yang amat
dahsyat yang tidak lain disebabkan karena perilaku menyimpang kaum
Madyan sendiri. Sepeninggal kaum Madyan maka timbullah pertayaan
kepada siapakah kekuasaan Madyan ini berpindah, namun masalah ini tidak
disebutkan dalam al- Qur’an. akan tetapi para sarjana barat seperti Charles
Doughty dan A Musil pernah melakukan penelitian di Hejaz utara. Kedua
sarjana ini telah menemukan tulisan- tulisan, ukiran-ukiran dan bekas-bekas
bangunan di Madyan. Dengan demkian dapat diambil kesimpulan bahwa
daerah Madyan ini kemudian dikuasaioleh orang-orang Anbath. Pada uraian
mengenai orang-orang Anbath disebutkan bahwa wilayah kekuasaan
Anbath pada suatu ketika telah sampa ke Damaskus di sebelah utara dan al-
Hijr (Madain Shaleh) di sebelah selatan, jadi termasuk di dalamnya daerah
Madyan. adapun nabi Syu’aib as dan para pengikutnya yang selamat dari
azab yang ditimpakan Allah swt. kepada kaum Madyan.
Berhijrah ke Thabaria (Tiberias) sampai sekarang di kota Thabariah masih
terdapat makam nabi Syu’aib dan puterinya yang bernama Shaffurah isteri
nabi Musa as. Kesimpulan kaum Madyan merupakan salah satu kabilah
terbesar yang pernah ada di Syam. Berbagai penyimpangan telah dilakukan
kaum ini bahkan mereka berani menetang Allah swt. nabi Syu’iab as diutus
oleh Allah swt untuk menuntun kaum Madyan agar berada di jalan yang
benar namun sayang, mereka malah memusuhi nabi Syu’aib hati yang
tertutup rapat menyebabkan mereka kufur sampai akhir hayatnya, Maka tak
heran jika Allah swt. menurunkan azab bagi kaum yang membangkan ini.
Dari kisah kaum Madyan ini dapat diambil pelajaran bahwasanya orang-
orang yang durhaka terhadap Allah swt. cepat atau lambat akan segera
merasakan azab yang amat pedih. Berdasarkan penelitian yang dilakukan
sarjana Barat, sepeninggal kaum Madyan, daerah Madyan ini dikuasai oleh
kerajaan Anbath. Hal tersebut dibuktikan keberadaan tulisan-tulisan,
ukiran-ukiran berbahsa Anbath serta bekas-bekas bangunan.

F.Faktor yang menyebabkan kaum madyan di azab

1.Mendustakan utusan Allah SWT.


‫ ﮬ ﮭ ﮮ ﮯ ﮰ ﮱ ﯓﯔ ﯕ‬٩١ ‫ﮥ ﮦ ﮧ ﮨ ﮩ ﮪ‬
٩٢ ‫ﯖ ﯗ ﯘ ﯙ ﯚ‬
.91«Kemudian mereka dilanda gempa bumi yang sangat dahsyat hingga
mereka tewas di dalam rumah-rumah mereka sendiri. Mereka tewas dalam
posisi telungkup dengan lutut bertekuk dan wajah tersungkur di dalam
rumah-rumah mereka .92 .Orang-orang yang mendustakan Syu’aib tewas
semua. Hingga seolah-olah mereka tidak pernah tinggal di rumah mereka
dan tidak menikmati apa pun di dalamnya. Orang-orang yang mendustakan
Syu’aib itu adalah orang-orang yang benar-benar merugi. Karena mereka
kehilangan nyawa dan harta benda mereka. Dan bukan kaumnya yang mau
beriman kepadanya yang merugi sebagaimana anggapan orang-orang
yang kafir dan ingkar».
Mendustakan utusan Allah swt. bermakna tidak mempercayai dan
mengingkari keberadaan dan eksistensi nubuwwah mereka. Secara lahiriah
mereka mengingkari adanya Nabi dan juga tidak percaya terhadap tanda
kekuasaan Allah swt. dan sifat kebenaran-Nya.

2. Berlaku zalim Sebagaimana telah dijelaskan dalam QS. al-Taubah/9: 70


‫ﭴ ﭵ ﭶ ﭷ ﭸ ﭹ ﭺﭻ ﭼﭽ ﭾ ﭿ ﮀﮁ‬
‫ﮂﮃ ﮄ ﮅ ﮆ ﮇ ﮈ ﮉ ﮊ ﮋ ﮌ ﮍ ﮎ‬
٧٠ ‫ﮏ‬
.70«Tidakkah orang-orang munafik itu mendengar kabar tentang apa yang
telah diperbuat oleh umat-umat yang kafir di masa lalu dan hukuman apa
yang menimpa mereka? Yaitu kaum Nuh, kaum Hud, kaum Ṣāleḥ, kaum
Ibrahim, penduduk Madyan, dan permukiman kaum Lūṭ .Mereka telah
didatangi oleh rasul-rasul mereka dengan membawa bukti-bukti yang nyata
dan hujah-hujah yang jelas. Allah tidak pernah menzalimi mereka karena
rasul-rasul mereka telah memberikan peringatan kepada mereka. Tetapi
mereka sendirilah yang menzalimi diri mereka sendiri dengan ingkar
kepada Allah dan mendustakan rasul-rasul-Nya».

Zalim yang bermakna syirik merupakan penafsiran yang paling tepat pada
ayat-ayat yang berkaitan tentang kisah para nabi dan kaumnya termaksud
kisah kaum Madyan dan nabi mereka nabi Syu’aib, bukankah dahulu
berhala dan patung meraja lela dan tujuan semua utama rasul adalah sama,
yaitu tauhid dan mengesakan Allah swt. dari berhala dan patung-patung
yang terbuat dari batu. Inilah level tertinggi dari kezaliman manusia
terhadap para rasul dan Allah swt. yaitu mensekutukannya.

3. Berlaku curang dalam takaran perniagaan dan merusak bumi setelah


perbaikannya
Curang dalam takaran merupakan dosa besar dan inilah yang dilakukan
oleh kaum Madyan yang membedakan dengan kaum yang lain. Sebelum
dan sesudah kaum Madyan memiliki dosa juga tetapi bukan dosa curang
dalam takaran, satu- satunya kaum terdahulu yang berlaku curang dalam
takaran adalah hanya kaum Madyan semata. Akan tetapi manusia dimasa
modern sekarang jika mengikuti kaum Madyan maka perilakunya terkutuk.

4. Pejabat dan pemuka masyarakat kaum Madyan yang angkuh


‫ﭑ ﭒ ﭓﭔﭕ ﭖ ﭗﭘﭙﭚ ﭛ ﭜ ﭝ ﭞﭟ ﭠ ﭡ‬
٨٨ ‫ﭢﭣ ﭤ ﭥ ﭦ ﭧ‬
.88«Para pemimpin dan pemuka kaum Syu’aib yang menyombongkan diri
mereka berkata kepada Syu’aib -‘Alaihissalām-, “Sungguh, kami benar-
benar akan mengusirmu -wahai Syu’aib- dari desa ini bersama dengan
para pengikutmu yang mempercayaimu atau kamu mau kembali kepada
agama kami.” Syu’aib menjawab mereka dengan nada mengajak berpikir
dan heran, “Apakah aku harus mengikuti agama dan keyakinan kalian
sekalipun kita membencinya, karena kita tahu bahwa agama yang kalian
anut itu salah»".?
Penolakan dari kalangan pemuka dan tokoh masyarakat merupakan hal
terbesar dan terberat yang dialami oleh rasul termasuk nabi Syu’aib, nabi
kaum Madyan begitu pula nabi Muhammad saw.
G.Penafsiran Ayat Kisah Nabi Syu’aib dan Kaumnya

1. QS. Al-A‟râf [7]: 85-90

‫ﭲ ﭳ ﭴ ﭵﭶ ﭷ ﭸ ﭹ ﭺ ﭻ ﭼ ﭽ ﭾ ﭿ ﮀ ﮁ ﮂ‬
‫ﮃ ﮄ ﮅﮆ ﮇ ﮈ ﮉ ﮊ ﮋ ﮌ ﮍ ﮎ‬
‫ ﮜ‬٨٥ ‫ﮏ ﮐ ﮑ ﮒ ﮓﮔ ﮕ ﮖ ﮗ ﮘ ﮙ ﮚ‬
‫ﮝ ﮞ ﮟ ﮠ ﮡ ﮢﮣ ﮤ ﮥﮦ ﮧﮨ‬
‫ﮩﮪ ﮫ ﮬ ﮭ ﮮ ﮯﮰ ﮱ ﯓ ﯔ ﯕ ﯖ‬
‫ ﯘ ﯙ ﯚ ﯛ ﯜ ﯝﯞ ﯟ ﯠ ﯡ ﯢ ﯣ ﯤ ﯥ‬٨٦
‫ ﭑ ﭒ ﭓ ﭔﭕ ﭖ ﭗ ﭘ ﭙ ﭚ‬٨٧ ‫ﯦ ﯧﯨ ﯩ ﯪ ﯫ‬
‫ ﭩ ﭪ ﭫ ﭬ ﭭ ﭮ ﭯ ﭰ‬٨٨ ‫ﭛ ﭜ ﭝ ﭞ ﭟ ﭠ ﭡﭢﭣ ﭤ ﭥﭦﭧ‬
‫ﭱ ﭲ ﭳ ﭴ ﭵ ﭶﭷ ﭸ ﭹ ﭺ ﭻ ﭼ ﭽﭾ ﭿ ﮀ ﮁ ﮂﮃ ﮄ ﮅ ﮆ ﮇﮈﮉ‬
‫ ﮘ ﮙ ﮚ ﮛ ﮜ‬٨٩ ‫ﮊ ﮋ ﮌﮍ ﮎ ﮏ ﮐ ﮑ ﮒ ﮓ ﮔﮕ ﮖ‬
٩٠‫ﮝ ﮞ ﮟ ﮠ ﮡ ﮢ ﮣ‬

.85« ٠Dan kepada suku Madyan Kami telah mengutus saudara mereka,
Syu’aib -‘Alaihissalām-. Lalu ia berkata kepada mereka, “Wahai kaumku!
Sembahlah Allah semata. Karena kalian tidak punya tuhan lain yang
berhak disembah selain Dia. Telah datang kepada kalian bukti yang nyata
dari Allah dan dalil yang jelas-jelas menunjukkan bahwa ajaran yang
kubawa kepada kalian benar-benar berasal dari Tuhanku. Berikanlah hak-
hak manusia dengan menyempurnakan takaran dan timbangan. Dan
jangan mengurangi hak-hak mereka dengan cara menjelek-jelekkan dan
merendahkan barang dagangan mereka, atau menipu mereka. Dan
janganlah kalian membuat kerusakan di muka bumi dengan melakukan
kekafiran dan kemaksiatan setelah bumi ini diperbaiki oleh para nabi yang
diutus sebelumnya. Hal tersebut akan lebih baik dan lebih bermanfaat bagi
kalian jika kalian percaya. Karena hal itu berarti meninggalkan perbuatan
maksiat dalam rangka menjauhi larangan Allah dan mendekatkan diri
kepada Allah dengan melaksanakan perintah-Nya .86 .Janganlah kalian
duduk di setiap jalan seraya mengancam setiap orang yang melaluinya
untuk merampas harta bendanya. Dan janganlah kalian menghalang
orang-orang yang hendak mengikuti agama Allah seraya membuat jalan
Allah menjadi bengkok (nampak sulit) agar tidak dilalui oleh manusia
(yakni menghindar dari agama Allah). Dan ingatlah nikmat yang Allah
berikan kepada kalian agar kalian bersyukur kepada-Nya. Karena dahulu
jumlah kalian sedikit, kemudian Allah memperbanyak jumlah kalian. Dan
perhatikanlah bagaimana nasib orang-orang yang membuat kerusakan di
muka bumi sebelum kalian. Nasib mereka berakhir dengan kebinasaan dan
kehancuran .87 .Jika ada sekelompok orang di antara kalian yang percaya
pada ajaran yang kubawa dari Tuhanku dan ada kelompok lain yang tidak
percaya maka tunggulah -wahai orang-orang yang tidak percaya-
keputusan yang akan Allah berikan di antara kalian, Dia lah yang terbaik
dan paling adil dalam memutuskan dan menetapkan .88 .Para pemimpin
dan pemuka kaum Syu’aib yang menyombongkan diri mereka berkata
kepada Syu’aib -‘Alaihissalām-, “Sungguh, kami benar-benar akan
mengusirmu -wahai Syu’aib- dari desa ini bersama dengan para
pengikutmu yang mempercayaimu atau kamu mau kembali kepada agama
kami.” Syu’aib menjawab mereka dengan nada mengajak berpikir dan
heran, “Apakah aku harus mengikuti agama dan keyakinan kalian
sekalipun kita membencinya, karena kita tahu bahwa agama yang kalian
anut itu salah .89 ".?Sungguh kami telah membuat kebohongan atas nama
Allah jika kami mengakui kekafiran dan kemusyrikan yang kalian anut itu
setelah Allah menyelamatkan kami darinya dengan karunia-Nya. Dan kami
tidak boleh dan tidak pantas kembali kepada agama kalian yang batil itu,
kecuali apabila Rabb kami menghendakinya. Karena segala sesuatu tunduk
kepada kehendak Allah -Subḥānahu-. Pengetahuan Rabb kami meliputi
segala sesuatu. Tidak ada sesuatu pun yang luput dari pengetahuan-Nya.
Hanya kepada Allah-lah kami bersandar agar Dia berkenan memantapkan
hati kami di jalan yang lurus dan melindungi kami dari jalan menuju
Neraka Jahīm. Ya Rabb kami, berilah keputusan yang benar di antara kami
dan kaum kami yang kafir itu. Maka tolonglah pihak yang benar dan yang
teraniaya untuk mengalahkan pihak yang salah dan ingkar. Karena Engkau
-wahai Tuhan kami- adalah sebaik-baik pemberi keputusan .90 ”.Para
pemimpin dan pemuka kaumnya yang menolak dakwah tauhid itu
memperingatkan kaumnya agar waspada terhadap Syu’aib dan agamanya.
Mereka mengatakan, “Sungguh, jika kalian masuk ke dalam agama Syu’aib
-wahai kaum kami- dan meninggalkan agama leluhur kalian, pasti kalian
akan celaka»”.

Allah telah mengutus Nabi Syu‟aib kepada kaumnya, yaitu orang Madyan.
“Dan kepada Madyan saudara mereka Syu‟aib”. (pangkal ayat 85) Beliau
adalah Rasul Arabi. Menurut keterangan ahli keturunan bangsa Arab yang
terkenal bernama asy-Syirqi bin Quthaami.

Pada ayat 85 Nabi Syu‟aib mengawali seruan kepada kaumnya dengan


mengajak mereka menyembah Allah. Hamka menjelaskan bahwa
keselamatan suatu umat itu ialah apabila mereka kembali kepada
pangkalan, yaitu percaya kepada yang tunggal dan Esa sudah kokoh maka
perangai yang mulia dan yang 70 lain akan menurut. Dan sebaliknya kalau
kepercayaan Tauhid ini kabur, niscaya dosa-dosa yang lain mudah tumbuh.
Lalu beliau meneruskan seruannya pula: “Sesungguhnya telah datang
kepada kamu suatu keterangan daripada Tuhan kamu, sebab itu
cukupkanlah sukatan dan timbangan, dan janganlah kamu rugikan atas
manusia hak milik mereka, dan janganlah kamu berbuat kusut di bumi
sesudah selesainya”

Dalam ayat ini Nabi Syu‟aib menyebut ada suatu keterangan (Bayyinah)
dari Allah untuk mereka. Tetapi baik dalam surat ini atau surat yang lain
tidaklah diberi penjelasan apakah mukjizat yang diperlihatkan kepada
kaumnya itu. Tetapi sebagian ahli tafsir berpendapat bahwa kata-kata pasti
dari Nabi Syu‟aib kepada kaumnya itu bahwa mereka akan binasa,
sebagaimana binasanya kaum Nuh, kaum Hud dan kaum Shalih, itu adalah
mukjizat dari beliau.

Beliau telah menerangkan terlebih dahulu, sebagai wahyu dari Allah, suatu
bahaya yang akan menimpa mereka. Dan bencana itu tidak akan datang
kalau mereka lekas-lekas kembali kejalan yang benar, pertama ingat kepada
Allah yang Esa, kedua merubah perangai yang amat curang, yaitu merusak
takaran dan timbangan. Asal mendapat keuntungan, mereka tidak keberatan
menyediakan dua buah sukat. sukat pembeli, yang isinya lebih banyak dan
sukat penjual yang isinya lebih sedikit. Tempat dia membeli ditipunya, dan
tempat dia menjual ditipunya pula. Sama juga dalam hal timbangan. Ketika
dia menjual kelak kepada orang lain, diputarnya pula alatnya sedikit
sehingga yang sebelas menjadi sepuluh. Dengan demikian mereka telah
berusaha merugikan hak milik kepunyaan orang lain, untuk keuntungan diri
sendiri. Ekonomi mereka tidak berdasar lagi pada kejujuran. Sebab itu
kekayaan mereka adalah dengan merugikan dan menipu orang lain. Yang di
zaman ini termasuk dalam hal yang dinamai “Korupsi” atau “Manipulasi”.

Menurut tafsir al-Maraghi kata-kata al-bahkhs memuat arti mengurangi


takaran dan timbangan dari barang-barang yang berkaitan dengan hak
(hukum). Selain itu berarti juga tawarmenawar, menipu dan kecurangan
lainnya, yang mengurangi hakhak, termasuk didalamnya pengurangan hak-
hak ma‟nawi, seperti ilmu dan keutamaan-keutamaan.

Kemudian Nabi Syu‟aib meneruskan pula seruannya pada ayat 86: “Dan
janganlah kamu duduk-duduk di tiap-tiap jalan menakut-nakuti dan
memalingkan daripada jalan Allah terhadap orang yang beriman kepada-
Nya, dan kamu ingin menjadikannya bengkok.” Setelah berlaku curang
dalam takaran dan timbangan ada lagi perangai mereka yang buruk, yaitu
menghalangi dan menghambat-hambat tiap-tiap orang yang akan
berhubungan dengan Nabi Syu‟aib, yang ingin mendengar pelajaran beliau.
Dalam penafsiran Ibnu Abbas meraka mengatakan bahwa tidak ada
gunanya mendengarkan kata-kata Nabi Syu‟aib. Dan menurut tafsir yang
lain, meskipun bukan mereka menghambat di tepi jalan, namun tingkah
laku mereka saja sudah menunjukkan bahwa mereka menghambat dan
menghalangi jalan yang benar. Yang lurus mereka bengkokkan. Maksud
yang baik dari ajaran Nabi Syu‟aib, mereka artikan kepada yang salah.5
Dan kata Nabi Syu‟aib pula: “Dan ingatlah olehmu, seketika kamu masih
sedikit, dia telah membanyakkan kamu.” Artinya, ingatlah bahwa kamu
dahulunya belum berkembang, masih sedikit. Sekarang dengan kurnia
Allah kamu telah berkembang-biak. Sebab itu kamu telah kaya , dengan
ramainya penduduk dan kaya pula berlimpahnya harta kurnia Allah: “Dan
perhatikanlah olehmu betapa jadinya akibat orang-orang yang berbuat
kerusakan.” (ujung ayat 86).

Mereka disuruh oleh Nabi Syu‟aib melihat sendiri betapa bekas-bekas umat
dahulu daripada mereka, yang runtuhannya masih didapati, dapat mereka
saksikan. Yang demikian itu akan kejadian pula pada mereka, kalau mereka
tidak segera kembali kejalan yang benar, baik hubungan kepercayaan
kepada Allah, atau kejujuran di dalam berniaga.

Pada ayat 87 dijelaskan bahwa dari seruan tersebut penduduk Madyan


terbagi menjadi dua kelompok. Ada golongan yang telah percaya dan
menerima seruan itu dan ada pula yang berkeras atau menolak tetap pada
kesesatan. Maka Nabi Syu‟aib menerangkan, kalau perpecahan ini sudah
tidak dapat dielakkan lagi, ada yang menerima dan ada yang masih keras
menolak, biarkanlah kedua pihak sama-sama menunggu hukum keputusan
dari Tuhan. Hukum Tuhan terbagi dua. Pertama Hukum Syara‟ seperti halal
haram dan satu lagi ialah hukum yang lebih mendalam dan membekasi
hidup. Yang benar tetap benar, walaupun masih sedikit pengikutnya. Yang
salah masih tetap mempertahankannya.

Seruan Nabi Syu‟aib yang didorong oleh rasa cinta kepada kaumnya itu
telah disambut oleh kaumnya dengan tantangan yang sangat kasar, mereka
berkata kepada Syu‟aib:” Sesungguhnya Kami akan mengusir kamu Hai
Syu'aib dan orangorang yang beriman bersamamu dari kota Kami, atau
kamu kembali kepada agama kami”. (pangkal ayat 88) Mereka
menyombong lantaran ditangan mereka terpegang kekuasaan dalam negeri.
Oleh karenanya Nabi Syu‟aib disuruh memilih satu diantara dua pilihan.
Yaitu segera keluar dari dalam negeri mereka bersama sekalian orang yang
percaya akan ajarannya atau menjadi pengikutnya.

Anjuran itu telah dijawab oleh Nabi Syu‟aib dengan tegas bahwa menukar
agama, atau kembali kepada agama jahiliyah, sudah jelas tidak beliau sukai.

Dalam keterangan selanjutnya, Syu'aib sudah menjelaskan apa sebab dia


tidak bisa kembali kepada agama jahiliyah: “Sesungguhnya kami telah
mengadakan dusta kepada Allah jika kami kembali kepada agama kmu,
sesudah kami diselamatkan Allah dari padanya.” (pangkal ayat 89). Apabila
Allah telah menganugerahkan jalan kebenaran bahwa yang patut disembah
itu hanyalahlah Allah Yang Maha Esa, tidak bersekutu yang lain dengan
dia, berarti bahwa jika kita telah diberi terang. Didalam fikiran murni tidak
ada kekacauan lagi. Mustahil Maha Penguasa dan Maha Pengatur berbilang.
Dia mesti satu. Sebab itu maka orang yang telah mendapat isi pelajaran
tauhid tidaklah mau lagi menyembah berhala. Sebab menyembah berhala
artinya adalah mendustai diri sendiri. Ibadat yang dilakukan berbeda
dengan yang dipercayai dan diyakini dalam hati, sama artinya dengan
“Mengada-ngada dusta atas Allah”.

Hati yang telah mendapat tauhid, tidaklah akan mundur lagi kepada suasana
musyrik. “kepada Allahlah kami bertawakkal” dengan kata-kata seperti ini
Nabi Syu‟aib telah menyerahkan semuanya kepada Allah. Akan diusir,
usirlah, akan dibunuh, bunuhlah, namun pendirian yang telah tertanam,
tidaklah ada satu kekuatanpun yang dapat menggesernya.

Tawakalnya itu diiringinya dengan doa, memohon agar Allah sendiri yang
turun tangan. Ini menunjukkan bahwa beliau telah bertemu jalan buntu.
Kekuatan beliau sendiri untuk mengusai keadaan tidak ada, beliau tidak
mempunyai kekuatan dan kekuasaan, karena tumpuk negeri terpegang
ditangan pemuka-pemuka yang berniat mengusirnya itu. Sedang dia dan
orang-orang yang beriman tidak hendak menerima pengusiran itu kalau
bukan Allah yang memerintahkan hijrah, dan tidak pula mereka hendak
menerima paksaan supaya kembali kepada agama yang lama. Sekarang
keputusan terakhir adalah kepada Allah sendiri.

Ancaman yang keras itu rupanya tidak menggoyangkan pendirian Nabi


Syu‟aib. Beliau menambah teguh tawakalnya kepada Allah. Maka dari itu
kaumnya tidak pula berhenti mengancamnya, dan menggertak pengikut-
pengikut beliau. “Dan berkata pemuka-pemuka yang kufur dari kaumnya
itu:”Jika kamu mengikuti Syu‟aib, sesungguhnya kamu itu adalah orang-
orang yang rugi” (ayat 90) Jika Nabi Syu‟aib tidak dapat diruntuhkan
dengan ancaman, pengikutnyalah sekarang yang diancam. Mereka akan
rugi kalau terus mengikuti Nabi Syu‟aib. Seluruh orang termuka
menyembah berhala, mereka akan tersisih terus-menerus kalau mereka
tidak ikut. Semua orang berlombalomba mencari kekayaan dengan berbagai
macam jalan, dengan takaran dan timbangan dua ragam, sehingga orang
lekas kaya, sedang mereka masih secara jujur-juran saja, tidak pandai
menyesuaikan diri. Lantaran itu teranglah mereka akan terus rugi, jatuh
miskin. Mereka memamerkan betapa senangnya hidup kami dengan harta
benda banyak berlimpah-limpah.

Maka datanglah suatu bencana alam yang hebat menimpa negeri itu. “Maka
ditimpalah mereka oleh suatu gempa” (pangkal ayat 91). Didalam ayat ini
disebut bahwa gempa besar datang, dan didalam ayat lain disebut pula
bahwa azab yang menimpa orang Madyan ini ialah pekik (jerit) yang sangat
keras.8 lalu terbenamlah mereka ditempat tinggal mereka.

Ayat 92 “Orang-orang yang mendustakan Syu‟aib, seakan-akan tidak


pernah ada di situ”. Artinya, setelah bencana hebat itu datang, habis punah
penduduk negeri itu, tidak ada orang yang tinggal di sana lagi. Para
penentang dahulu itu tidak bertemu lagi, bekasnya pun tidak ada, seakan-
akan tidak pernah disitu dahulunya. Menjadi peringatan pula kepada kaum
Quraisy, tempat ayat-ayat ini diturunkan, bahwa bekas negeri Madyan yang
telah digulung padang belantara itu, yang kelihatan sekarang sepi tak ada
manusia, dahulunya adalah suatu negeri yang ramai. Tetapi mereka telah
musnah. “orang-orang yang telah mendustakan Syu‟aib adalah mereka
orang-orang yang merugi” (ujung ayat 92). Ujung ayat ini adalah
membalikkan kenyataan. Karena pada ayat 90 sebelumnya tadi, mereka
yang telah dibinasakan oleh azab Allah itu pernah mengatakan bahwa
barang siapa yang mengikuti Nabi Syu‟aib akan rugi besar, sebab tidak
menyesuaikan diri dengan keadaan. Sekarang ternyata bukanlah yang
mengikuti Syu‟aib yang rugi, melainkan yang mendustakan ajaranyalah
yang rugi, karena harta benda yang tidak halal yang dikumpulkan dengan
segala macam tipudaya itu, membuat kusut sesudah bumi Allah selasai.
Tidak sepersenpun dapat menebus diri dari siksaan Allah yang datang
menimpa.

“Lalu berpalinglah dia dari mereka dan berkata: “Wahai kaumku!


Sesungguhnya telah aku sampaikan kepada kamu segala risalat dari
Tuhanku, dan telah aku nasihati kamu. Maka betapalah aku akan bersedih
atas kaum yang kafir”. (ayat 93). Kalau kita baca ayat ini dengan penuh
renungan, seakan-akan kita rasakan betapa sedih hati Nabi Syu‟aib melihat
nasib mereka. Tetapi diujung ayat beliau tegur dirinya sendiri, apa guna
bersedih atas kejadian itu, padahal bencana yang menimpa mereka itu
tidaklah lain dari pada bekas perbuatan dan kesalahan mereka sendiri.
Mereka kafir, mereka tidak mau menerima, bahkan menetang segala
pengajaran dan nasihat. Maka di dalam ayat itu bertemulah kita dengan
lukisan yang sangat indah dari perasaan seorang Rasul Allah yang berjuang
menegakkan kebenaran dalam kaumnya. Dia kasihan dan cinta kepada
mereka, tetapi mereka menentang dan membangkang. Mereka pun hancur
binasa, Nabi Syu‟aib sedih melihatnya. Tetapi kemudian dibujuk hatinya
kembali; apalah yang engkau sedihkan wahai hatiku padahal azab yang
mereka terima itu, tidak lain daripada bekas tangan mereka sendiri.

2. QS. Hûd [11]: 84-95

‫ﭨ ﭩ ﭪ ﭫ ﭬﭭ ﭮ ﭯ ﭰ ﭱ ﭲﭳ ﭴ ﭵ ﭶﭷ ﭸ ﭹ‬
‫ ﮇ‬٨٤ ‫ﭺ ﭻﭼ ﭽ ﭾ ﭿ ﮀ ﮁ ﮂ ﮃ ﮄ ﮅ‬
‫ﮈ ﮉ ﮊ ﮋﮌ ﮍ ﮎ ﮏ ﮐ ﮑ ﮒ ﮓ ﮔ‬
‫ ﮤ‬٨٦ ‫ ﮗ ﮘ ﮙ ﮚ ﮛ ﮜ ﮝﮞ ﮟ ﮠ ﮡ ﮢ‬٨٥ ‫ﮕ‬
‫ﮥ ﮦ ﮧ ﮨ ﮩ ﮪ ﮫ ﮬ ﮭ ﮮ ﮯ ﮰ ﮱ ﯓ ﯔﯕ ﯖ‬
‫ ﯛ ﯜ ﯝﯞ ﯟﯠ ﯡ ﯢ ﯣ ﯤ ﯥ ﯦ ﯧﯨ ﯩ‬٨٧ ‫ﯗ ﯘ ﯙ‬
‫ﯪ ﯫ ﯬ ﯭ ﯮ ﯯ ﯰ ﯱ ﯲ ﯳ ﯴ ﯵ ﯶ ﯷﯸ ﯹ ﯺ ﯻ ﯼ ﯽ ﯾ‬
‫ ﭑ ﭒ ﭓ ﭔ ﭕﭖ ﭗ ﭘ ﭙ ﭚ ﭛ ﭜ ﭝ ﭞ ﭟ‬٨٨ ‫ﯿ ﰀ ﰁ‬
‫ ﭩ ﭪ ﭫ ﭬ ﭭﭮ ﭯ ﭰ ﭱ‬٨٩ ‫ﭠ ﭡﭢ ﭣ ﭤ ﭥ ﭦ ﭧ‬
‫ ﭴ ﭵ ﭶ ﭷ ﭸ ﭹ ﭺ ﭻﭼ ﭽ ﭾﭿ ﮀ ﮁﮂﮃ ﮄ‬٩٠ ‫ﭲ‬
‫ ﮉﮊ ﮋ ﮌ ﮍ ﮎ ﮏ ﮐ ﮑ ﮒﮓ ﮔ ﮕ‬٩١ ‫ﮅ ﮆ ﮇ‬
‫ ﮚ ﮛ ﮜ ﮝ ﮞ ﮟﮠ ﮡ ﮢ ﮣ ﮤ‬٩٢ ‫ﮖ ﮗ ﮘ‬
‫ ﮰ ﮱ ﯓ ﯔ ﯕ‬٩٣ ‫ﮥ ﮦ ﮧ ﮨ ﮩﮪ ﮫ ﮬﮭ ﮮ‬
‫ ﯤ ﯥ‬٩٤ ‫ﯖ ﯗ ﯘ ﯙﯚ ﯛ ﯜ ﯝﯞ ﯟ ﯠ ﯡ ﯢ‬
٩٥‫ﯦ ﯧﯨ ﯩ ﯪ ﯫ ﯬ ﯭ ﯮ‬
.84« Dan kepada penduduk Madyan Kami mengutus saudara mereka,
Syu'aib. Dia berkata, "Wahai kaumku! Sembahlah Allah saja. Kalian tidak
punya sesembahan lain yang berhak disembah selain Dia. Janganlah
kalian mengurangi takaran dan timbangan apabila kalian menakar atau
menimbang untuk orang lain. Sesungguhnya aku melihat kalian memiliki
rezeki dan nikmat yang melimpah. Oleh karena itu jangan mengubah
nikmat yang Allah berikan kepada kalian itu dengan berbuat maksiat.
Sesungguhnya aku takut kalian akan ditimpa azab pada hari yang
membinasakan kalian semua tanpa kecuali, di hari kalian tidak akan
menemukan tempat berlindung dan tempat melarikan diri .85 .Wahai
kaumku! Penuhilah takaran dan timbangan secara adil apabila kalian
menakar atau menimbang untuk orang lain. Dan janganlah kalian
mengurangi hak-hak orang lain sedikitpun dengan cara mengurangi
takaran atau timbangan, melakukan kecurangan atau menipu. Pun jangan
membuat kerusakan di muka bumi dengan melakukan pembunuhan atau
perbuatan-perbuatan maksiat lainnya .86 .Harta halal yang Allah sisakan
untuk kalian setelah kalian memenuhi hak-hak orang lain secara adil lebih
bermanfaat dan lebih barokah daripada tambahan harta yang kalian
dapatkan dengan cara mengurangi takaran atau timbangan, atau membuat
kerusakan di muka bumi. Jika kalian benar-benar beriman kepada Allah,
terimalah sisa tersebut. Dan aku bukanlah seorang pengawas yang
bertugas menghitung dan mencatat amal perbuatan kalian. Yang menjadi
pengawas kalian ialah Żat Yang Maha Mengetahui rahasia juga bisikan
yang samar .87 .Kaum Syu'aib berkata, "Wahai Syu'aib! Apakah salat yang
engkau laksanakan kepada Allah itu menyuruhmu agar kami meninggalkan
kebiasaan kami menyembah berhala-berhala yang dahulu disembah oleh
leluhur kami, dan menyuruhmu agar kami meninggalkan kebiasaan kami
mengelola dan mengembangkan harta kami sesuka hati kami?! Padahal
sebelum melaksanakan dakwah ini sungguh kami mengenalmu benar-benar
orang yang penyantun dan berakal sehat, orang yang pandai dan
bijaksana. Jadi, apa yang telah terjadi padamu .88 "?Syu'aib berkata,
"Wahai kaumku! Katakan padaku tentang keadaan kalian jika aku
mempunyai bukti yang nyata dan pengetahuan yang jelas dari Tuhanku,
dan Dia memberiku rezeki yang halal, serta mengangkatku menjadi Nabi.
Aku tidak ingin melarang kalian melakukan sesuatu kemudian aku sendiri
melakukannya. Aku tidak menginginkan apapun selain memperbaiki
keadaan kalian dengan cara mengajak kalian mengesakan Tuhan kalian
dan menaati-Nya sesuai dengan batas kemampuanku. Dan yang memberi
pertolongan untuk mencapai tujuan itu hanyalah Allah. Hanya kepada-Nya
lah aku berserah diri dalam semua urusanku. Dan hanya kepada-Nya lah
aku kembali .89 .Wahai kaumku! Jangan sekali-kali rasa permusuhan
kalian kepadaku mendorong kalian untuk mendustakan ajaran yang
kubawa. Karena aku khawatir kalian akan ditimpa azab seperti yang
menimpa kaum Nuh, kaum Hūd, atau kaum Ṣāleḥ. Sedangkan kaum Lūṭ
tidaklah jauh dari kalian, baik dari segi waktu maupun tempat. Dan kalian
benar-benar mengetahui apa yang menimpa mereka. Maka ambillah
pelajaran berharga dari kisah-kisah mereka .90 .Mohonlah ampun kepada
Tuhan kalian. Kemudian bertobatlah kepada-Nya dari dosa-dosa kalian.
Sesungguhnya Tuhanku Maha Penyayang kepada orang-orang yang
bertobat, lagi Maha Mencintai mereka .91 .Kaum Syu'aib berkata, "Wahai
Syu'aib! Kami tidak banyak mengerti ajaran yang engkau bawa. Dan kami
melihat engkau adalah orang yang lemah di antara kami, karena kedua
matamu lemah atau buta. Seandainya keluargamu bukan penganut agama
kami, niscaya kami telah membunuhmu dengan melemparimu dengan batu.
Dan engkau bukanlah orang yang kami hormati, sehingga kami tidak takut
membunuhmu. Kami tidak membunuhmu semata-mata karena kami
menghormati keluargamu .92 ".Syu'aib berkata, "Wahai kaumku! Apakah
keluargaku lebih mulia dan lebih terhormat bagi kalian dibanding Allah,
Tuhan kalian? Dan kalian tinggalkan Allah begitu saja di belakang kalian
ketika kalian tidak percaya kepada Nabi-Nya yang Dia utus kepada
kalian?! Sesungguhnya Tuhanku Maha Mengetahui apa yang kalian
perbuat. Tidak ada satupun amal perbuatan kalian yang luput dari
pengetahuan-Nya. Dan Dia akan membalas perbuatan kalian itu dengan
membinasakan kalian di dunia dan menimpakan azab yang berat kepada
kalian di Akhirat .93 .Wahai kaumku! Berbuatlah semampu kalian dengan
cara yang kalian yakini kebenarannya. Dan akupun berbuat semampuku
dengan cara yang kuyakini kebenarannya. Kelak kalian akan tahu siapa di
antara kita yang akan menerima azab sebagai hukumannya, dan siapa di
antara kita yang berdusta dalam pengakuannya. Maka tunggulah apa yang
akan diputuskan oleh Allah. Sesungguhnya aku akan menunggu bersama
kalian .94 ".Dan tatkala perintah Kami untuk membinasakan kaum Syu'aib
telah datang, Kami selamatkan Syu'aib dan orang-orang yang beriman
bersamanya dengan rahmat Kami. Sementara orang-orang yang zalim di
antara kaumnya dihantam suara yang sangat keras menggelegar ,hingga
tewas dan jatuh tertelungkup dengan wajah melekat ke tanah .95 .Seolah-
olah mereka tidak pernah tinggal di sana. Ingatlah! Penduduk kota
Madyan itu telah jauh dari rahmat Allah dengan datangnya hukuman Allah
kepada mereka. Sebagaimana kaum Ṡamūd yang terusir dari rahmat Allah
dengan turunnya murka Allah kepada mereka».

“Dan kepada Madyan.” Kami utus pula “Saudara mereka


Syu‟aib.”(pangkal ayat 84). Menurut keterangan ahli-ahli tafsir, negeri atau
kaum Madyan itu berdiam di sebuah daerah yang terletak di antara negeri
Hejaz dengan negeri Syam, di dalam Jazirah Arab. Sebagai tugas yang di
bawa oleh Nabi-nabi yang lain juga, tidaklah berubah apa yang diserukan
oleh Nabi Syu‟aib. Yaitu jaran Tauhid, ajaran kembali kepada kepercayaan
terhadap Allah Yang MAha Esa. “Dia berkata: Wahai kaumku! Sembahlah
olehmu akan Allah, tidak ada bagimu Tuhan selain Dia”. Lalu
diteruskannya pula: “Dan janganlah kamu kurangi sukatan dan timbangan”.

Perintah menyembah Allah dan menyempurnakan takaran dan timbangan


ini sama dengan ayat yang ada pada surat sebelumnya yaitu al-A‟raf. Yang
mana peringatan Nabi Syu‟aib kepada kaumnya, orang Madyan, yaitu
supaya membulatkan akidah kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan berlaku
jujur dengan sesame manusia: “Sesungguhnya aku lihat keadaan kamu
adalah baik”. Artinya, beliau melihat bahwa keadaan hidup kaumnya dalam
keadaan baik, ekonomi baik, perniagaan lancar, pertanian berhasil baik,
hidup senang karena berkat yang diberikan Allah. Lantaran itu tidaklah
layak mereka berlaku curang dalam perniagaan, dalam sukatan dan
timbangan: “Sesungguhnya aku takut (akan menimpa) atas kamu azab pada
hari yang meliputi. (ujung ayat 84).

Di dalam kata-kata Nabi Syu„aib ini telah dapat kita lihat bahwa
perekonomian dalam keadaan baik, tanah subur, hasil menyenangkan, dan
sebab itu kekayaan berlimpah-limpah. Tetapi sebagai gejala dari hawa
nafsu manusia, apabila satu kali kemewahan itu telah mempengaruhi diri,
orang bisa saja berlaku curang. Orang akan mencari keuntungan untuk
dirinya sendiri dengan merugikan orang lain. Padahal kejujuran adalah
modal yang kekal dan tahan lama, sedangkan kecurangan adalah kekayaan
yang sementara yang tidak lama kemudian akan menimbulkan kegelisahan
dalam masyarakat, karena orang tidak percaya mempercayai lagi. Sebab itu
adil dan makmur menjadi hilang.

Dalam QS. Hud ayat 86 “Sisa rezeki dari Allah lah yang paling baik
untukmu”, penafsiran Al-Azhar mengenai ayat ini adalah „Sisa rezeki dari
Allah” lebih tepatnya lagi jika disebut dengan kata lain “Laba asli dari
tuhan”, yaitu laba keuntungan yang didapat dengan jalan halal, tidak
merugikan orang lain walaupun datangnya tidak membanjir laksana
“Rezeki Harimau”. Biar sedikit demi sedikit tetapi tetap. Yang begitu lebih
halal, lebih nyaman daripada membanjir datangnya, tetapi tidak dengan
jalan yang halal. Dan ini hanya dapat dirasakan oleh orang yang beriman
kepada Allah saja. Itulah yang dijelaskan pada lanjutan ayat: „Jika adalah
kamu orang-orang yang beriman‟. Sebab dengan iman itu kita selalu
merasa ada hubungan baik dengan Allah. Dan karena ada hubungan baik
dengna Allah itu, tidak dapat tidak, mesti menimbulkan pula hubungan
yang baik dengan sesama manusia.

Dan diakhir ayat menyambunglah Nabi Syu‟aib, “Dan aku ini bukanlah
sebagai penjaga bagi kamu” (Ujung ayat 86). Artinya, bahwa perkataan
yang bunyinya agak pahit ini wajib disampaikan, karena aku adalah saudara
kamu. Kalau kamu teruskan juga kecurangan ini, bahaya mesti datang.
Kekacauan, huru-hara, hasad, dengki, perebutan pengaruh di antara kaya
sama kaya, dan dendam si miskin kepada si kaya, dan kutuk Allah terus-
menerus. Dan kalaulah itu terjadi, tidaklah ada padaku daya upaya dan
kekuatan buat membela kamu, buat memelihara kamu dan tidaklah ada
tenagaku buat membendung bahaya itu.

Menilik susun kata Nabi Syu‟aib dalam ayat ini, yang selalu dimulainya
dengan kalimat: “Wahai kaumku!”, nampaklah terlontar rasa cinta kasih
seorang saudara kepada saudaranya. Kata yang timbul dari perasaan yang
halus, sehingga Nabi Syu‟aib disebut oleh Nabi Muhammad saw “Khatibul
Ambiya”.

Pada ujung ayat 87 ini kita dapatilah penghargaan kaumnya kepada Nabi
Syu‟aib selama ini, bahwa dia seorang baik, penyabar, lapang dada,
bijaksana dan pandai tenggangmenenggang. Serupa juga dengan pengakuan
kaum Quraisy kepada nabi Muhammad saw. sebelum beliau menyatakan
berhala. Pada masa sebelum menyatakan kerasulan itu, kaum Quraisy
memberi gelar kepada nabi Muhammad dengan “AlAmin” orang yang
sangat dapat dipercaya. Tetapi setelah beliau menegaskan perintah dan
larangan Allah, mereka musuhi dia, Kita dapat pelajaran yang dalam
daripada sindiran kaum Nabi Syu‟aib kepada beliau dalam susunan ayat ini:

Pertama: Rupanya lama sebelum beliau menyampaikan risalah perintah


Allah itu, beliau telah memperkuat jiwa dengan sembahyang dengan
caranya sendiri, berbeda dengan sembahyang mereka. Sehingga bermula
saja seruannya disampaikan kepada mereka, sembahyang yang ganjil itulah
yang menjadi perhatian mereka lebih dahulu.

Kedua: memang di dalam kisah Nabi Syu‟aib ini kita telah mendapat kesan
bahwasannya untuk memperkuat jiwa menghadapi tugas yang berat alat
pertama dan utama ialah sembahyang.

Ketiga: Konsekwensi dari sikap ketaatan kepada Tuhan yang menimbulkan


keberanian melakukan amar ma‟ruf, nahyi munkar itu adalah cemuh,
bahkan sembahyang itu sendiri pun dicemuhkan.

Seruan yang disampaikan oleh Nabi Syu‟aib, yang tidak mau berhenti
walaupun betapa besar rintangan dan penolakan kaumnya kian lama kian
menimbulkan permusuhan dalam sikap kaumnya kepada diri beliau. Lalu
beliau lanjutkan seruannya: “Dan wahai kaumku! Janganlah (kiranya)
sukap permusuhan kamu kepadaku, akan menyebabkan menimpa kepada
kamu sebagai yang telah pernah menimpa kaum Nuh, atau kaum hud, kaum
Shalih”.

Perkataan seperti ini benar-benar menunjukkan betapa cintanya Nabi


Syu‟aib kepada kaumnya. Dia serukan dengan hal yang putih bersih, penuh
kasih cinta kepada seluruh kaumnya,agar dia jangan dimusuhi karena
seruannya itu. Dia menyampaikan itu, tidak lain untuk kemuslihatan mereka
sendiri. Jangan dimusuhi lantaran itu, karena Nabi Syu‟aib adalah Rasul
Allah dan yang beliau sampaikan lain tidak adalah perintah Allah.
Kemudian, dengan rasa cinta kasih pula Nabi Syu‟aib melanjutkan
seruannya: “Dan mohonlah ampun kepada Tuhanmu”. (Pangkal ayat 90).

Mohonlah ampun atas kesalahanmu selama ini,terutama mencari kekayaan


hendak bergegas, lalu tidak diperbedakan lagi di antara yang halal dengan
yang haram. Asal mendapat keuntungan, biar merugikan orang lain dan
mengacaukan masyarakat. Karena setiap golongan yang mencari rezeki
dengan mengacaukan kebenaran, mencurangkan sukat dan timbangan,
semuanya itu adalah pokok pangkal putusnya silaturahmi, menimbulkan
dendam dan dengki di hati orang yang teraniaya. Orang yang mengeruk
kekayaan itu bisa saja gembira sementara waktu, namun lama-lama jiwanya
sendiri akan merosot turun karena kegelisahan dan karena meihat sinar
kebencian yang memancar dari mata orang-orang sekelilingnya. Oleh sebab
itu nabi Syu‟aib menyerukan kaumnya, minta ampunlah kepada Tuhan atas
dosa-dosa sebanyak itu dan ingatlah kembali kejujuran.

Dalam kisah Nabi Syu‟aib dan kaumnya orang Madyan ini, kita mendapat
ilmu yang jelas daripada Al-Qur`an tentang dasar-dasar empat
membijakkan masyarakat ataupun Negara. Keadilan dan kebenaran, itulah
tujuan suatu Negara. Kemakmuran itulah yang dikehendaki. Bagaimana
pun kekayaan berlimpahlimpah pada satu golongan, terutama golongan
yang menguasai Negara, kaum semuanya itu dilakukan dengan kecurangan
dan penganiayaan, korupsi, manipulasi dan spekulasi alamat bahwa
ketentraman hati kita tidak akan di dapat. Segala teori ekonomi boleh saja
dikemukakan orang. Namun segala teori yang mengingkari pentingnya
mental agama bagi menegakan ekonomi, adalah teori yang gagal.

Pangkal ayat 91: “Mereka berkata: Hai Syu‟aib, tidaklah kami mengerti
sebhagian besar dari apa yang engkau katakan itu”. Artinya, kami tidak
faham akan perkataanmu yang panjang lebar itu, tidak masuk dalam akal
kami. Kami tidak bisa menerima kalau kamu disuruh menghentikan
melakukan upacara agama menurut yang dipusakai dari nenek moyang.
Kami pun tidak dapat mengerti kalau engkau menganjurkan kita berniaga
mesti jujur.Kalau jujur di mana akan dapat keuntungan. Engkau melarang
“menangguk di air keruh, padahal kalau air tidak keruh terlebih dahulu,
mana akan boleh menangkap ikan”. Pendeknya perkataanmu itu adalah
terlalu tinggi, tidak dapat dipraktekkan di dalam kenyataan hidup dan
perlombaan mencari rezeki.

Nabi Syu‟aib itu buta, ataupun penglihatan matanya lemah, namun


pendapat as-Suddi yang mengatakan dia dianggap lemah oleh kaumnya
karena dia hanya sendirian dalam negeri itu, lebih sesuai dengan suasana
kaumnya memandang kedudukannya (posisinya) lemah, sebab dia
sendirian, pengikutnya tidak banyak, penyolongnya tidak ada. Bagi mereka
tidak ada artinya suatu pendirian, suatu gagasan atau cita-cita kalu orang
yang menyerukan itu lemah ekonominya, miskin dan tidak berpengikut.
Sebab itu mereka berkata selanjutnya: “Dan kalau bukanlah lantaran kaum
engkau, sesungguhnya telah kami ranjam engkau”.

Tetapi Nabi Syu‟aib, yang sebagai mereka akui sendiri seorang yang lapang
dada dan bijaksana telah menjawab: “Dia berkata: „Apakah keluargaku itu
lebih terhormat bagi kamu daripada Allah?” (pangkal ayat 92).

Alangkah dalamnya iman ini. Memang layak perkataan seorang Rasul.


Artinya ialah diriku ini boleh kamu pandang hina, tetapi suara yang aku
bawa, itulah yang aku minta diperhatikan. Bagiku sendiri perhatian akan
sabda Allah yang aku bawa ini, jauh 1000 kali lebih penting daripada
mengingat keluargaku. Kamu hendak melindungiku hanyalah karena
hormat kepada keluargaku dan segan kepada mereka. Mengapa tidak kalian
hargai dan kalian segani Allah yang mengutusku ini?‟ Dan kamu buangkan
Dia ke belakang punggung kamu?” Tidak kalian perdulikan seruan Allah
yang mengutus aku, kamu buangkan saja seruan Allah ke dalam keranjang
sampah, sedang yang lebih kamu muliakan hanyalah keluargaku.

Pada akhirnya berkatalah nabi yang yang mereka tuduh lemah itu. yaitu
kata-kata yang menunjukan kekuatan batin walaupun dia dipandang lemah
oleh kaumnya itu. (pangkal ayat 93): “Dan wahai kaumku! Beramallah
kamu di atas pendirian kamu, sesungguhnya aku pun akan beramal”. Saya
sudah sampaikan, namun kalian tidak juga mau surut ke jalan yang benar,
tidak mau memohon ampun dan taubat, tidak mau menghentikan
kecurangan kepada sesama manusia sehingga membuat rusak binasa
masyarakat di atas bumi. Sekarang seruanku telah sampai, hutangku telah
lepas. Kalian tak mau berhenti terserah kalian. Boleh terus, dan saya pun
akan terus pula pada pendirianku. Saya tidak akan menghentikan seruan ini.
Maka apabila kita sudah sama-sama meneruskan keyakinan kita dan
langkah hidup kita.

Pangkal ayat 94: “Dan tatkala datanglah ketentuan Kami”. Yaitu tatkala
datanglah azab siksaan yang telah ditentukan Allah itu. “Kami selamatkan
Syu‟aib dan orang-orang yang beriman sertanya dengan rahmat dari kami”.
Di dalam ayat ini dapatlah kita fahami bahwasannya Tuhan menyelamatkan
NabiNya dan pengikutnya yang sedikit itu, sebagai juga penyelamatan Nabi
Luth, dengan dikeluarkan mereka lebih dahulu dari daerah yang berbahaya
itu.

Pangkal ayat 95: “Seakan-akan mereka tidak pernah berada padanya”.


melihat kepada bekas kehancuran itu tidaklah dapat dibayangkan lagi
bahwa negeri itu dahulunya pernah didiami manusia. Negeri Madyan
akhirnya menjadi padang belantara yang kosong dari manusia, takut orang
berjalan di dekatdekat itu, seakan-akan didiami oleh hantu belaka, yang di
dalam hikayat-hikayat Melayu kuno disebut: “Laksana negeri yang
dialahkan garuda atau “Menjadi padang tekukur”. Itulah suatu kebinasaan
bagi Madyan, sebagaimana binasanya Tsamud.
Maka binasalah negeri Madyan itu, karena mereka telah melanggar
ketentuan yang telah digariskan oleh Tuham. Musibah yang menimpa
mereka sama saja dengan musibah yang menimpa kaum Tsamud, yaitu
sama-sama mendengar suara pekik yang amat mengerikan.

3. QS. Al-Hijr [15]: 78-79

٧٩ ‫ ﮁ ﮂ ﮃ ﮄ ﮅ‬٧٨ ‫ﭻ ﭼ ﭽ ﭾ ﭿ‬
.78«Dahulunya kaum Syu'aib, penduduk negeri yang memiliki pepohonan
yang lebat, adalah orang-orang zalim, karena kafir kepada Allah dan
mendustakan Rasul mereka yaitu Syuaib -'alaihissalām .79 .-Kami
membalas mereka dengan menimpakan azab atas mereka, sesungguhnya
negeri kaum Lūṭ dan tempat kaum Syu'aib berada di jalan yang terkenal
bagi siapa yang melewatinya».

Pada ayat 78 “Dan sesungguhnya penduduk Aikah itu adalah sangat zalim.”

Sesudah Allah menghancurkan kaum Madyan dan menyelamatkan Nabi


Syu‟aib beserta pengikutnya, Allah mengutus Nabi Syu‟aib kepada
Penduduk Aikah. Setengah ahli tafsir mengatakan bahwa Nabi Syu‟aib itu
datang kepada dua kaum, yaitu Madyan dan Aikah. Hanya seorang Nabi
Syu‟aiblah di antara Nabi-nabi yang terdahulu itu yang mendatangi dua
kaum. Tetapi setengah ahli tafsir lagi mengatakan bahwa orang Madyan
itulah juga yang disebut orang Aikah. Sebab arti Aikah ialah tempat yang
banyak tumbuh pohon kayu, karena subur.

Adapun kezaliman dan kedurhakaan kaum Nabi Syu‟aib antara lain adalah
mempersekutukan Allah Swt., merampok, dan melakukan kecurangan
dalam timbangan dan takaran.

“Maka Kami balas kepada mereka”. (pangkal ayat 79). Karena kezaliman
kaum itu, mereka telah mendapat balasan Tuhan yang setimpal,
sebagaimana telah diterangkan juga di dalam Surat Hud dan surat yang lain-
lain. Al-Maraghi dalam tafsirnya menjelaskan bahwa penduduk Aikah ini
ditimpa panas selama tujuh hari, tidak ada sedikit pun naungan dari
padanya. Kemudian Allah mengirimkan awan kepada mereka, maka
mereka segera mencari naungan dibawahnya. Tetapi kemudian Allah
mengirimkan api menyala kepada mereka, lalu memakan mereka. Itulah
azab musim panas, azab yang yang benar-benar besar.

Sedangkan orang-orang Madyan, mereka telah disambar oleh suara yang


mengguntur. Allah Yang Maha Mulia menerangkan, bahwa adalah
kewajiban orang-orang Quraisy untuk mengambil pelajaran dari kedua
peristiwa tersebut.
“Dan sesungguhnya keduanya itu” Yaitu kaum Aikah dan kaum Nabi Luth
yang telah dibinasakan sebagai tersebut di ayat-ayat sebelumnya: “Adalah
di jalan raya yang terang.” (ujung ayat 79). Yang setiap waktu dapat dilalui
oleh kafilah dan dapat dilihat dengan mata serta diperhatikan.Maksudnya
adalah letak kota yang telah musnah pada jalan yang masih dilalui manusia
lebih membekas untuk dijadikan pelajaran. Pasalnya, ia sebagai saksi yang
hadir dan hidup, disaksikan oleh orang yang berlalu-lalang. Kehidupan
terus berlanjut disekitarnya walaupun kota tersebut telah musnah, seolah-
olah ia tidak pernah makmur sedikit pun. Kehidupan tidak pernah
menangisinya dan ia terus berlalu.

4. QS. Asy-Syu‟arâ [26]: 176-191

‫ ﯶ ﯷ ﯸ‬١٧٩ ‫ ﯲ ﯳ ﯴ‬١٧٨ ‫ ﯭ ﯮ ﯯ ﯰ‬١٧٧ ‫ ﯦ ﯧ ﯨ ﯩ ﯪ ﯫ‬١٧٦ ‫ﯡ ﯢ ﯣ ﯤ‬


‫ ﰏ ﰐ‬١٨٢ ‫ ﰋ ﰌ ﰍ‬١٨١ ‫ ﰃ ﰄ ﰅﰆ ﰇ ﰈ ﰉ‬١٨٠ ‫ﯹ ﯺﯻ ﯼ ﯽ ﯾ ﯿ ﰀ ﰁ‬
‫ ﭝ‬١٨٥ ‫ ﭗ ﭘ ﭙ ﭚ ﭛ‬١٨٤ ‫ ﭑﭒ ﭓ ﭔ ﭕ‬١٨٣ ‫ﰑ ﰒ ﰓ ﰔ ﰕ ﰖ ﰗ‬
‫ ﭱ ﭲ ﭳ ﭴ‬١٨٧ ‫ ﭧ ﭨ ﭩ ﭪ ﭫ ﭬ ﭭ ﭮ ﭯ‬١٨٦ ‫ﭞ ﭟ ﭠ ﭡ ﭢ ﭣ ﭤ ﭥ‬
‫ ﮍ‬١٩٠ ‫ ﮃ ﮄ ﮅ ﮆﮇ ﮈ ﮉ ﮊ ﮋ‬١٨٩ ‫ ﭷ ﭸﭹ ﭺ ﭻﭼ ﭽ ﭾﭿ ﮀ ﮁ‬١٨٨ ‫ﭵ‬
١٩١ ‫ﮎ ﮏ ﮐ ﮑ‬

.176«Penduduk Aikah, negeri yang memiliki pepohonan yang rindang, yang terletak dekat
negeri Madyan, telah mendustakan para rasul tatkala mereka mendustakan Nabi mereka,
Syu'aib -'alaihissalām .177 .-Tatkala Nabi mereka Syu'aib berkata kepada mereka,
"Mengapa kalian tidak bertakwa kepada Allah dengan meninggalkan berbagai kesyirikan
sebagai bentuk rasa takut kepada-Nya .178 "?Sesungguhnya aku adalah seorang Rasul yang
diutus oleh Allah kepada kalian, lagi terpercaya yang tidak menambah dan mengurangi
wahyu yang disampaikan-Nya padaku .179 .Maka bertakwalah kepada Allah dengan
menjalankan perintah dan menjauhi larangan-Nya, dan taatilah aku dalam perkara yang aku
perintahkan dan yang aku larang atas kalian .180 .Dan aku sekali-kali tidak meminta upah
dari kalian terkait penyampaian wahyu dari Tuhanku; upahku tidak lain hanyalah dari Allah
Tuhan segala makhluk, bukan dari selain-Nya .181 .Sempurnakanlah takaran kepada
manusia tatkala kalian melakukan transaksi jual beli dengan mereka, dan janganlah kalian
termasuk orang-orang yang mengurangi takaran ketika menjual kepada manusia .182 .Dan
timbanglah suatu barang, bila kalian menimbangnya untuk orang lain, dengan timbangan
yang lurus .183 .Dan janganlah kalian merugikan hak-hak manusia dengan menguranginya,
serta janganlah kalian banyak berbuat kerusakan di muka bumi dengan melakukan berbagai
maksiat .184 ;Dan bertakwalah kepada Żat yang telah menciptakan kalian dan menciptakan
umat-umat yang dahulu dengan cara merasa takut kepada-Nya yang akan menimpakan azab
bila kalian tidak beriman .185 ."Kaum Syu'aib berkata kepada Syu'aib, "Sesungguhnya
engkau adalah salah seorang yang seringkali terkena sihir, hingga sihir itu lebih
mendominasi akal pikiranmu dan menghilangkannya .186 .Dan engkau tidak lain hanyalah
seorang manusia biasa seperti kami. Engkau sama sekali tidak memiliki keistimewaan lebih
dari kami yang menjadikan engkau pantas menjadi rasul? Dan sesungguhnya kami tidak
menyangkamu kecuali sebagai seorang pendusta dalam klaimmu bahwa dirimu adalah
seorang rasul .187 .Maka jatuhkanlah kepada kami gumpalan (azab) dari langit jika engkau
termasuk orang-orang yang benar dalam klaimmu .188 .Syu'aib lalu berkata kepada mereka,
"Tuhanku lebih mengetahui apa yang kalian kerjakan berupa kesyirikan dan maksiat, tidak
ada satupun amal perbuatan kalian yang tersembunyi bagi-Nya .189 ."Namun kemudian
mereka terus mendustakan dirinya, lalu mereka ditimpa azab yang besar, yaitu pada saat
hari sangat panas, mereka lalu dinaungi awan yang kemudian menurunkan hujan api yang
membakar mereka. Sesungguhnya hari kebinasaan mereka itu adalah hari yang sangat besar
kedahsyatannya .190 .Sesungguhnya pada yang disebutkan itu, berupa kebinasaan kaum
Syu'aib, terdapat pelajaran bagi orang-orang yang mau mengambil pelajaran, akan tetapi
kebanyakan mereka tidaklah beriman .191 .Dan sesungguhnya Tuhanmu -wahai Rasul-
benar-benar Dia lah Yang Maha Perkasa, yang membalas kejahatan para musuh-musuh-
Nya, lagi Maha Penyayang terhadap mereka yang bertobat».

Pada kedua permulaan ayat ini kita bertemu lagi dengan kisah Nabi Syu'aib, yang dikenal
sebagai mertua dari Nabi Musa, ketika Musa melarikan diri ke Madyan. Di ayat 776 telah
diterangkan bahwa sebagai umat-umat yang terdahulu penduduk Aikah ini pun telah
mendustakan Rasul-rasul Allah. Artinya meskipun seorang Syu'aib yang mereka dustakan,
berarti mereka telah mendustakan juga Rasul-rasul yang lain. Selanjutnya apabila ada orang
yang mendustakan Nabi Muhammad saw. dan hanya mengakui Rasul yang sebelum beliau,
berartilah bahwa dia pun telah mendustakan semua Rasul juga. Begitu juga dengan kitab
yang diturunkan Allah dengan perantara para Rasul, wajib bagi kita untuk mengimani
semuanya. Karena inti hakikat ajaran sekalian Rasul hanya satu, yaitu menyeru manusia
menuju satu tujuan, yaitu Allah. Dalam hal ini, Allah berfirman :

٤‫ﭦ ﭧ ﭨﭩ ﭪ ﭫﭬﭭ ﭮﭯﭰﭱ‬

.4-3«(Orang-orang yang bertakwa itu adalah) orang-orang yang beriman kepada perkara
gaib, yaitu segala sesuatu yang tidak bisa ditangkap oleh panca indera dan tersembunyi,
yang diberitakan oleh Allah atau Rasulullah seperti hari Akhir. Dan orang-orang yang
mendirikan salat, yakni menunaikannya sesuai ketentuan syariat yang meliputi syarat, rukun,
wajib dan sunnahnya. Dan mereka adalah orang-orang yang gemar menginfakkan sebagian
rezeki yang mereka terima dari Allah, baik yang sifatnya wajib seperti zakat ,maupun yang
tidak wajib seperti sedekah, demi mengharap pahala dari Allah. Mereka juga yang beriman
kepada wahyu yang Allah turunkan kepadamu –wahai Nabi- dan wahyu yang Dia turunkan
kepada para nabi -'alaihimussalām- sebelum kamu, tanpa membeda-bedakan di antara
mereka. Dan mereka juga beriman secara tegas akan adanya akhirat beserta ganjaran dan
hukuman yang ada di dalamnya». (QS. Al-Baqarah [2]: 4)
Pada ayat-ayat sebelumnya, seperti pada surat al-A'raf atau Surat Hud dan surat yang lain
disebutkan bahwa Nabi Syu'aib itu diutus Tuhan kepada orang Madyan. Namun Di sini
disebut bahwa beliau diutus kepada penduduk Aikah. Maka katakata Nabi Syu'aib kepada
mereka: "Tidakkah kamu mau bertakwa?" yang diucap secara langsung, tidak diawali dengan
kalimat: "Wahai kaumku", sebagai ucapan dari Nabi-nabi yang disebutkan pada ayat-ayat
yang sebelumnya, memberi petunjuk kepada kita bahwa penduduk Aikah ini bukanlah kaum
Syu'aib, yang kaumnya ialah orang Madyan. Penduduk Aikah adalah kampung lain yang
bertetangga dengan Madyan. Ini menunjukkan bahwa Syu'aib diutus kepada dua negeri.
Pertama kepada kaumnya sendiri orang Madyan, kedua kaum tetangganya penduduk Aikah.
Penafsiran ini dikuatkan oleh satu riwayat yang dikeluarkan oleh lbnu Asakir dan Ikrimah
dan as-Suddi. Telah berkata mereka: "Tidaklah Tuhan mengutus seorang Nabi dua kali,
kecuali Nabi Syu'aib saja. Sekali dia telah diutus kepada kaum Madyan, maka kaum Madyan
itu telah dibinasakan Tuhan dengan pekik dahsyat. Dan sekali lagi kepada penduduk Aikah,
maka mereka telah disiksa Tuhan dengan azab suatu hari yang bermega'"
Pada ayat 178, dikatakan “Sesungguhnya aku ini adalah Utusan Tuhan yang dipercaya untuk
kamu”. Hal ini karena Allah mengetahui penyakit yang sama di antara penduduk Madyan
dengan penduduk Aikah. Kisah-kisah yang menceriterakan ihwal mereka menunjukkan
keruntuhan mereka karena tidak ada kejujuran dalam hubungan perniagaan. Nabi Syu'aib
telah memberi mereka peringatan, sebagai tercantum dalam ayat 177 di atas tadi. Tidakkah
kamu merasa takut kalau kamu terus-menerus melakukan kecurangan ini? Tidakkah kamu
perhatikan bagaimana nasib kesudahan dari umat-umat yang terdahulu daripada kamu?
Mereka dihancurkan Allah karena dosa-dosa yang mereka perbuat? Beliau serukan agar
mereka kembali ke jalan yang benar.
“Maka bertakwalah kepada Allah dan patuhilah aku” (ayat 179). Takwa dan takut kepada
Allah, berarti kembali kepada jalan yang benar dan meninggalkan segala perbuatanperbuatan
yang buruk selama ini. Dan patuhilah aku, atau taatilah aku. Sebagai Nabi-nabi dan Rasul-
rasul Allah yang lain, yang tersebut di atas tadi juga, Nabi Syu'aib menjawab sebagai yang
mereka ucapkan: “Tidaklah aku meminta upah kepada kami?". (pangkal ayat 180). Kalau
kamu surut kepada jalan yang benar, jalan bertakwa kepada Allah, niscaya kamu akan
berbahagia dunia dan akhirat. Untuk itu tidaklah aku meminta upah, tidaklah aku meminta
balas jasa dan balas budi. Ditaati saja tuntunanku, cukuplah itu bagiku: "sesungguhnya
tidaklah ada upahku, kecuali dari Tuhan Seluruh alam" (ujung ayat 180). Sebab tidak ada
upah dunia ini yang akan memuaskan bagi seorang pejuang, walaupun apa yang akan
diberikan oleh manusia. Upah sejati hanya ada pada Allah, upah yang kekal. Sedang seruan
yang aku bawa ini bukanlah urusan perhitungan benda yang tidak kekal, melainkan soal
keselamatan rohani dan kebahagiaan batin untuk dunia dan akhirat. Sehingga jika seorang
Nabi atau seorang pejuang memuliakan seruannya, kalau bukan upah Allah yang dia
harapkan, akan kecewa hatinya. Sebab jarang manusia yang menghargai nilai suci seruan
seorang manusia.
Lalu Nabi Syu'aib menyebut kebobrokan dan kerusakan masyarakat mereka, dengan
perkataan beliau selanjutnya: "cukupkanlah timbangan dan janganlah kamu termasuk
orangorang yang merugikan." (ayat 181). Jelaslah di dalam ayat ini bahwa penduduk Aikah
itu sama juga penyakitnya dengan penduduk Madyan, yaitu tidak mencukupkan timbangan
sesuai ukuran yang sebenarnya. Rupanya mereka mempunyai dua buah timbangan seketika
berniaga barang-barang yang diukur (liter) sebagai beras, gandum, kacang dan jagung. Ketika
mereka menjual, mereka pakai timbangan yang kurang dari ukuran. Dan seketika mereka
membeli, mereka pakai pula timbangan yang ukurannya lebih besar dari ukuran.
"Dan timbanglah dengan neraca yang adil." (ayat 182). Di atas sukat dan gantang mereka pun
rupanya memperjualbelikan pula barang yang diukur pada beratnya, dengan memakai
timbangan dan katian, atau dacing. Barang-barang emas dan perak ditimbang dengan necara
yang halus sekali; mempunyai daun timbangan, daging timbangan atau bungkal yang piawai.
Kadang-kadang dipakai saga yang merah dan kundi yang kurik, sampai se"miang" pun harus
dipertimbangkan. Di samping emas, perak ada juga barang-barang yang dipertimbangkan
beratnya dengan timbangan. Sebab itu neraca wajiblah adil.
“Dan janganlah kamu curangi hak-hak kepunyaan manusia, dan janganlah kamu merajalela di
atas bumi membuat kerusakan”. (ayat 183). Dengan ini Nabi Syu'aib memberi ingat supaya
baik gantang, liter, dan sukat atau timbangan dan katian jangan dicurangi, jangan merugikan
hak orang lain. Perbuatan yang demikian itu jangan diteruskan, jangan banyak membuat
kerusakan. Sebab kalau sukat dengan gantang sudah tidak betul lagi, neraca dan katian telah
curang, hubungan masyarakat mesti rusak. Yang bernama ekonomi, atau iqtishad dan
kemakmuran ialah apabila hubungan antar manusia berlaku dengan jujur. Kecurangan hanya
memberikan untung sementara, adapun kelanjutannya ialah kerusakan budi seluruh
masyarakat. orang tidak percaya-mempercayai lagi sesamanya, maka jalan niaga akan macet,
terhenti dan terbendung. Inilah salah satu yang di zaman moden ini dinamai Korupsi. Padahal
hubungan masyarakat tidak lain daripada ikatan janji. Ketentuan ukuran gantang dan sukat,
atau neraca dan timbangan tidak lain daripada hasil permufakatan bersama.
Lalu Nabi Syu'aib menyatakan selanjutnya: "Dan takwalah kepada Allah, Tuhan yang
menjadikan kamu dan menjadikan ummat-ummat gang terdahulu." (ayat 184). Untuk
menghilangkan penyakit-penyakit kecurangan yang merusak masyarakat itu, tidak lain ialah
dengan jalan takwa kepada Allah kembali. Artinya, peliharalah perhubungan dengan Dia dan
takutilah kepada-Nya. "Mereka menyambut: 'sesungguhnya engkau ini hanyalah termasuk
orang-orang yang telah diajar sihir." (ayat 185). Segala seruan kepada jalan kejujuran itu
telah mereka sambut dengan kata-kata yang ganjil sekali. Mereka tuduh bahwa Nabi Syu'aib
bercakap sedemikian rupa, ialah karena dia telah belajar ilmu sihir. Mengapa datang tuduhan
mereka sehina itu? Bukankah tukang sihir bisa menyulap sesuatu, mengatakan yang hitam
jadi putih dan yang putih jadi hitam? Padahal beliau berkata yang benar? Ini dapat dicari
jawabnya dalam kehidupan Nabi Syu'aib sendiri.
Nabi kita Muhammad saw. pernah mengatakan bahwa Nabi Syu'aib itu adalah "Khathibul
Anbiya". Artinya, ahli pidato dari kalangan Nabi-nabi. Beliau lebih istimewa apabila beliau
bercakap, ucapannya itu tidak dapat ditolak, karena dia bicara dari hatinya, dengan jujurnya.
Sebab itu barangsiapa yang mendengar, pasti tertarik. Nabi Musa pernah mengeluh karena
beliau tidak mempunyai keahlian seperti mertuanya itu. Tetapi kaumnya, baik orang Madyan
ataupun orang Aikah amat berat menanggalkan kebiasaan mereka. Sebab itu jika mereka
terpesona oleh seruan beliau, mereka katakan saja bahwa beliau telah belajar sihir. Dan
mereka katakan pula: “Engkau ini tidak lain hanyalah manusia seperti kami”. (pangkal ayat
186). Sebab itu tidak ada kelebihan engkau daripada kami, sehingga engkau tidak berhak
mengata-ngatai kami, menyindir kami, dan mengganggu mata pencarian kami. Engkau pun
memerlukan makanan dan minuman sebagai kami.
“Dan kami kira engkau ini tidak lain hanyalah dari golongan orang-orang pembohong”.
(ujung ayat 186). Engkau bukan Rasul kepercayaan Tuhan sebagai yang engkau dakwakan
itu. Engkau hanya manusia biasa sebagai kami. Segala dakwaanmu bahwa engkau adalah
orang yang dipercaya Allah buat menyampaikan teguran kepada kami, kami anggap hanyalah
bohong belaka. Bukan perkara mudah menunjukkan diri sebagai Rasul Allah:
“Cobalah turunkan kepada kami keping-kepingan dan langit, iika ada engkau dari orang-
orang yang benar”. (ayat 187). Nabi Syu'aib mereka tuduh seorang pembohong besar dalam
dakwahnya bahwa beliau menjadi Utusan Allah yang dipercaya. Mereka lalu meminta bukti:
Kalau engkau dakwakan dirimu menjadi Rasul, tunjukkanlah buktinya kepada kami. Cobalah
gugurkan dari langit keping-kepingan dari azab Allah. Kami mau melihat sanggupkah engkau
atau tidak menciptakan hal yang demikian. Jadi terang di sini bahwa mereka tidak menilai
lagi seruan yang dibawa oleh Nabi Syu'aib, melainkan mereka hendak menilai peribadi Nabi
Syu'aib sendiri. Meskipun seruan yang beliau bawa adalah benar, mereka hendak menguji
keterangan beliau tentang dia menjadi Rasul. Seorang Rasul menurut mereka mesti
membuktikan bahwa dia benar-benar diutus Tuhan. Bukti ini harus ditunjukkan dengan
menyatakan jatuhnya kepingan-kepingan ganjil dari langit.
"Dia menjawab: "Sesungguhnya Tuhanku terlebih mengetahui apa gong kamu perbuat." (ayat
188). Mereka mencari dalih meminta pembuktian tentang benar atau tidaknya beliau menjadi
Rasul, adalah satu perbuatan yang sangat jahat. Mereka tidak dapat membantah seketika
dikatakan bahwa perbuatan mereka curang. Untuk menangkis itu, pada mulanya mereka
tuduh Syu'aib telah belajar sihir. Kemudian mereka tuntut Syu'aib menunjukkan bukti bahwa
dia Rasul. Dengan jalan demikian, persoalan kecurangan, korupsi dengan merusak sukat dan
timbangan hilang demikian saja. Di sini Nabi Syu'aib menjelaskan bahwa Tuhan Allah
mengetahui kejahatan perbuatan itu. “Maka mereka dustakanlah dia”. (pangkal ayat 189).
Ayat ini menyatakan kesimpulan bahwa mereka tidak dapat bertahan diri karena membela
kesalahan yang mereka perbuat, lalu mereka balikkan pertahanan mereka yang curang itu
kepada mendustakan pengakuan Nabi Syu'aib bahwa dia Rasul. Pendeknya, sejak masa itu
mereka telah mengambil sikap terus mendustakan kerasulan Nabi Syu'aib.
Lalu ditariklah mereka oleh siksaan pada hari bermega. “ltu adalah suatu siksaan hari yang
besar”. (ujung ayat 189). Nabi Allah telah mereka dustakan. Mereka meneruskan hidup yang
curang dan korupsi itu. Dengan sombongnya mereka bertahan mengatakan Nabi Syu'aib
bukan Nabi, dia adalah Nabi dusta, sebab tidak sanggup mengadakan keping-kepingan dari
langit alamat nubuwwatnya. Tiba-tiba di suatu hari yang sangat mengerikan, yaitu menurut
satu riwayat dari Ibnu Abbas, datang angin samun yang sangat panas laksana dari jahannam
layaknya, sehingga mereka semuanya merasa panas laksana terbakar; rumah tempat tinggal
laksana berapi, sumur-sumur pun menjadi kering; sehingga banyak yang jatuh pingsan, dan
otak laksana menggelegak dari sangat teriknya panas. Maka lekas-lekas mereka keluar dari
rumah berlari-lari mengelakkan angin samun itu. Tetapi ke mana pun mereka lari, namun
angin samun itu masih tetap mengejar mereka. Cahaya matahari panasnya bagai membakar,
dan pasir yang dipijak pun terasa sebagai api, sehingga kulit tapak kaki terkelupas dari
sangatnya panas. Tibatiba kelihatanlah di langit awan berkeping-keping menghitam, yang
dipandang seakan-akan awan yang mengandung hujan, sebab warna awan itu hitam pekat.
Setelah mereka melihat awan hitam itu berkejaranlah mereka ke bawah lindungannya,
mengharapkan datangnya hawa dingin atau air hujan. Setelah mereka berkumpul ke sana
semuanya, awan yang ajaib itu pun mengepung mereka dalam kepanasan yang sangat,
sehingga habislah mereka mati semuanya. Maka Nabi Syu'aib sendiri dan orang-orang yang
beriman, terlepaslah daripada siksaan itu. Demikianlah menurut riwayat yang dibawakan oleh
'Abd bin Humaid dan Ibnu Jarir dan lbnul Mundzir dan Ibnu Abi Hatim dan al-Hakim,
disertai beberapa riwayat lain yang serupa maknanya dengan itu.
“Sesungguhnya pada yang demikian adalah suatu pelajaran”. (pangkal ayat 190). Ini adalah
satu ibarat, satu hal yang hendaknya dijadikan perbandingan dan pelajaran oleh kaum
Quraisy di zaman Rasulullah itu, dan menjadi ibarat dan pelajaran pula bagi manusia-
manusia di segala zaman. Orang yang mempercayai bahwa Tuhan itu ada, hendaklah percaya
bahwa Tuhan itu Maha Kuasa memperobahkan alam ini menurut kehendak kuasaNya' Jangan
disangka bahwa perbuatan baik dan buruk manusia tidak ada hubungannya dengan alam
sekelilingnya: “Tetapi adalah kebanyakan mereka tidak juga percaya”. (ujung ayat 190).
Mereka pandang enteng saja kekuasaan Tuhan, mentang-mentang Tuhan litu tidak kelihatan
oleh mata. Serupa halnya dengan satu kejadian di suatu 'negara di zaman kita ini. Seorang
penguasa negara yang sombong pernah mengatakan: “Kita harus sanggup menundukkan
Alam” Tiba-tiba beberapa hari setelah dia bercakap demikian turunlah hujan sangat lebat.
Daerah tempat orang besar yang sombong itu langsung digenangi air bah dan banjir besar,
padahal selama ini jaranglah terjadi banjir di daerah itu. Dia tidak bisa lagi keluar dari dalam
istananya, walaupun dengan mengendarai mobilnya yang mahal mengkilap. Kalau dia hendak
keluar, terpaksa didukung orang dan yang mendukung itu terpaksa berenang dalam air yang
amat dalam itu.
“Sesungguhnya Tuhan engkau qdalah Maha Gagah, lagi Maha Penyayang”. (ayat 191).
Perhatikanlah ayat ini kembali, yang juga di dalam Surat asy-syu'ara' ini, yang menjadi
penutup dari sekalian kisah yang diuraikan. Didahulukan menyebut sifat Tuhan Al-Aziz,
Yang Maha Gagah Perkasa daripada menyebut sifatNya yang satu lagi, yaitu Maha
Penyayang atau Ar-Rahim. Apa sebab maka Al-Aziz didahulukan dari Ar-Rahim? Apakah
karena semata-mata menyusun bunyi ujung ayat-ayat supaya serupa? Bukan! Karena al-
Quran bukanlah syi'ir dan bukan sajak atau sanjak. Sebabnya ialah memberi peringatan
kealpaan manusia juga. Setiap saat manusia hanya lebih banyak merasai betapa Maha
Penyayangnya Allah itu. Di dalam alam yang sekelilingnya, dalam pergantian siang dengan
malam, pergeleran matahari terbit dan terbenam dan dalam diri sendiri, manusia hanya
terlebih banyak merasakan Rahim-Nya Tuhan. Oleh karena merasai Rahim Tuhan, kerapkali
manusia lalai dan lengah memperhatikan Kegagahan dan Keperkasan Tuhan. Kalau sikap
Gagah Perkasa Ilahi itu datang, barulah mereka kalang kabut. Oleh sebab itu di dalam
susunan ayat ini didahulukan sifatNya Gagah Perkasa daripada menyebut sifat-Nya Kasih
dan Sayang. Sebagaimana juga didapati di dalam Surat al-Mulk (Surat 67, ayat 2),
didahulukan menyebut mati daripada menyebut hidup, supaya di dalam manusia menjalani
percobaan Allah dan ujian-Nya tentang kesanggupan berbuat baik, manusia itu jangan lupa
akan akhir daripada hayat itu, yaitu maut.

H. Analisis Pesan Moral Yang Tekandung dalam Kisah Nabi


Syu’aib dan Kaumnya
Kisah yang terjadi pada umat terdahulu di masa lalu merupakan pembelajaran bagi umat
manusia yang hidup dimasa sekarang dan akan datang. Secara umum, kisah Nabi Syu‟aib
dan kaumnya adalah suatu kisah yang mengisahkan pengingkaran dan pembangkangan
terhadap perintah Allah dan Rasulnya yang berakhir dengan pembinasaan dengan
didatangkan suatu bencana kepada kaum tersebut. Peristiwa ini merupakan kali ketiga
pengingkaran suatu kaum yang bisa mengingatkan kembali kepada kehidupan manusia.
Berikut analisis penulis tentang pesan moral dari beberapa ayat yang menceritakan kisah
Nabi Syu‟aib dan kaumnya tersebut, yaitu:
1. Anjuran Berlaku Amanah
Amanah ialah segala hak yang dipertanggung jawabkan kepada seseorang. Baik hak itu milik
Allah haqqullah maupun hak hamba (haqqul adami), baik berupa pekerjaan maupun
perkataan dan kepercayaan hati.
Amanah itu melengkapi segala yang dipertaruhkan kepada kita, yakni amanat harus
dipelihara, kita laksanakan serta kita layani, baik berupa harta, kehormatan, maupun berupa
sesuatu hak yang lain. Bahkan amanah melengkapi undang-undang yang Tuhan telah
pertaruhkan dalam tangan kita dengan maksud supaya kita menjaganya dan
menyampaikannya kepada manusia umumnya.
Amanah dalam pandangan Islam cukup luas pengertiannya, melambangkan arti yang
bermacam-macam. Tapi semuanya bergantung kepada perasaan manusia yang dipercayakan
amanat kepadanya. Oleh karena itu Islam mengajarkan kepada para pemeluknya, agar
memiliki hati kecil yang bisa melihat, bisa menjaga dan memelihara hak-hak Allah dan amal
manusia dari yang berlebihan. Maka Islam mewajibkan kaum muslimin agar berlaku jujur
dan dapat dipercaya. Mengerti kewajaibannya dengan jelas dan bertanggung jawab kepada
Tuhannya.
Di antara yang dapat kita simak dari ajaran Nabi Syu‟aib adalah tuntunan amanah dan
istiqomah dalam transaksi jual beli, larangan penipuan/kecurangan dalam takaran dan
timbangan serta berbuat kerusakan di dunia. Sebab semua itu mengakibatkakn kemurkaan
Allah dengan siksa yang pedih sebagaimana telah ditimpakan kepada kaum Syu‟aib. Nabi
Syu‟aib memperingatkan kaumnya:

‫ﭨ ﭩ ﭪ ﭫ ﭬﭭ ﭮ ﭯ ﭰ ﭱ ﭲﭳ ﭴ ﭵ ﭶﭷ ﭸ ﭹ ﭺﭻﭼ ﭽ‬
‫ ﮇ ﮈ ﮉ ﮊﮋﮌ ﮍ‬٨٤ ‫ﭾ ﭿ ﮀ ﮁ ﮂ ﮃ ﮄﮅ‬
٨٥ ‫ﮎ ﮏ ﮐ ﮑ ﮒ ﮓ ﮔﮕ‬

.84«Dan kepada penduduk Madyan Kami mengutus saudara mereka, Syu'aib. Dia berkata,
"Wahai kaumku! Sembahlah Allah saja. Kalian tidak punya sesembahan lain yang berhak
disembah selain Dia. Janganlah kalian mengurangi takaran dan timbangan apabila kalian
menakar atau menimbang untuk orang lain. Sesungguhnya aku melihat kalian memiliki
rezeki dan nikmat yang melimpah. Oleh karena itu jangan mengubah nikmat yang Allah
berikan kepada kalian itu dengan berbuat maksiat. Sesungguhnya aku takut kalian akan
ditimpa azab pada hari yang membinasakan kalian semua tanpa kecuali, di hari kalian tidak
akan menemukan tempat berlindung dan tempat melarikan diri .85 .Wahai kaumku!
Penuhilah takaran dan timbangan secara adil apabila kalian menakar atau menimbang
untuk orang lain. Dan janganlah kalian mengurangi hak-hak orang lain sedikitpun dengan
cara mengurangi takaran atau timbangan, melakukan kecurangan atau menipu. Pun jangan
membuat kerusakan di muka bumi dengan melakukan pembunuhan atau perbuatan-
perbuatan maksiat lainnya» .
Asy-Syai‟ di sini mengandung pengertian segala bentuk materi dalam mu‟amalah manusia,
termasuk masalah timbangan dan takaran. Di samping itu juga mengandung pengertian
ma‟nawiyah, seperti memuliakan manusia dan menempatkannya sesuai dengan martabat dan
kemampuan ilmiahnya. Kalimat “Wa la tabkhasu‟n-nasa asy ya`ahum” merupakan wasiat
Allah kepada kita untuk menghimpun segala segi kebaikan. Maksudnya agar manusia
senantiasa berjalan di atas rel kebaikan dalam segala aspek kehidupannya, sehingga
terciptalah suatu masyarakat yang teratur dan baik.
2. Shalat Merupakan Sebab Terlaksananya Suatu Kebaikan dan Meninggalkannya
Merupakan Suatu Kemungkaran.
Dalam kisah Nabi Syu‟aib, terkandung suatu penjelasan tentang pengaruh shalat terhadap
tingkah laku manusia, seperti dikatakan oleh kaumnya. Mereka berkata, “Hai Syu‟aib,
apakah shalatmu menyuruh kamu agar meninggalkan apa yang disembah oleh bapak-bapak
kami tau melarang kami berbuat apa-apa yang kami kehendaki tentang harta kami”. (QS. Hûd
[11]: 87)
Kaum Nabi Syu‟aib mengamati pengaruh shalat terhadap diri Nabi Syu‟aib dan para
pengikutnya. Bagaimana shalat dapat merubah tingkah laku dan membebaskan dari
menyembah selain Allah, meninggalkan perbuatan menipu dalam menimbang dan menakar.
Sehingga mereka sangat marah terhadap Nabi Syu‟aib dengan mengucapkan perkataan
tersebut. Karena mereka sendiri masih tetap dalam pendirian semula, tidak mau merubah
tingkah laku dan keyakinannya.
Memang benar, shalat bisa merubah mental pengikut Syu‟aib karena shalat mempunyai
sasaran pembentukan sikap mental yang bersih pada manusia sehingga bisa menggerakkan
rasa takwa dan hati-hati. Disamping itu sholat juga mengingatkan manusia kepada keabadian
hidup pada hari akhirat,

‫ﭑ ﭒ ﭓ ﭔ ﭕ ﭖ ﭗ ﭘ ﭙ ﭚ ﭛ ﭜ ﭝ ﭞ ﭟ ﭠ ﭡ ﭢ ﭣ ﭤ ﭥ ﭦ ﭧ ﭨﭩ‬
٣٠ ‫ﭪ ﭫ ﭬ‬

.30«Pada hari kiamat nanti setiap orang akan menemukan kebaikan yang pernah
dikerjakannya secara nyata tanpa ada yang dikurangi sedikitpun. Dan setiap orang yang
melakukan keburukan berandai-andai sekiranya ada masa yang panjang antara dirinya
dengan keburukannya tersebut. Tetapi mana mungkin ia bisa mendapatkan apa yang
diandai-andaikannya itu. Dan Allah memperingatkan kalian agar takut kepada-Nya. Maka
janganlah kalian menjerumuskan diri kalian ke dalam murka-Nya dengan melakukan
perbuatan dosa. Dan Allah Maha Penyantun bagi hamba-hamba-Nya. Oleh karena itulah
Dia memperingatkan dan menakut-nakuti mereka».” (QS. al-Imran [3]: 30)

Oleh karena itu, shalat mampu memelihara orang yang mengerjakannya dari kesalahan dan
mencegah perbuatan keji, serta mengalihkan pandangan manusia dari dunia material yang
penuh fitnah kepada keridhaan Allah. Al-Qur`an menjelaskan pengaruh shalat sebagai
berikut,

‫ﯚ ﯛ ﯜ ﯝ ﯞ ﯟ ﯠ ﯡﯢ ﯣﯤ ﯥ ﯦ ﯧ ﯨﯩ ﯪ ﯫﯬﯭ ﯮ‬
٤٥ ‫ﯯ ﯰ ﯱ‬

.45«Bacakanlah -wahai Rasul- kepada manusia apa yang telah diwahyukan kepadamu oleh
Allah dari Al-Qur`ān. Dan laksanakan salat dengan sempurna, sesungguhnya shalat yang
dilaksanakan dengan tata cara yang sempurna akan mencegah pelakunya dari terjerumus ke
dalam kemaksiatan dan kemungkaran, dikarenakan munculnya cahaya di dalam hati yang
mencegahnya dari mendekati kemaksiatan dan menunjukinya kepada amal perbuatan yang
saleh. Dan sungguh mengingat Allah itu lebih besar dan lebih agung dari segala sesuatu dan
Allah itu Maha Mengetahui apa yang kalian kerjakan, tidak ada sesuatu pun dari amal
perbuatan kalian yang luput dari-Nya, dan Dia akan membalas amal perbuatan tersebut,
apabila baik dibalas dengan kebaikan, apabila buruk maka dibalas pula dengan
keburukan».” (QS. al-Ankabut [29]: 45)

Firman-Nya inna ash-shalâta tanhâ „an al-fahsyâ wa almunkar, menjadi bahan diskusi dan
pertanyaan para ulama, khususnya setelah melihat kenyataan bahwa banyak di antara kita
yang shalat tetapi shalatnya tidak menghalangi dari kekejian dan kemungkaran. Persoalan ini
telah muncul sebelum generasi masa kini dan dekat yang lalu.
Banyak pendapat ulama tentang pengaitan ayat ini dengan fenomena yang terlihat dalam
masyarakat. Ada yang memahaminya dalam pengertian harfiah. Mereka berkata sebenarnya
shalat memang mencegah dari kekejian. Kalau masih ada yang melakukannya, hendaklah
diketahui bahwa kemungkaran yang dilakukannya dapat lebih banyak daripada apa yang
terlihat atau diketahui itu, seandainya dia tidak shalat sama sekali.
Mengatakan bahwa di dalam shalat ada tiga perkara. Shalat yang di dalamnya tidak ada satu
pun dari perkara-perkara ini tidaklah dinamakan shalat: ikhlas, takut, dan ingat kepada Allah.
Ikhlas memerintahkannya untuk berbuat kebaikan. Takut mencegahnya untuk berbuat
kemungkaran. Ingat Allah artinya Al Qur`an, ia memerintah dan mencegahnya.
Jadi masyarakat akan kokoh dan stabil bila anggota masyarakatnya mengerjakan shalat dan
beribadah kepada Allah secara benar. Dengan sendirinya mereka akan terbebas dari
sesembahan yang batil, kekuasaan thaghut dan kebobrokan yang sulit pembenahannya.
Dari sini, dapat diketahui hikmah dan rahmat Allah Swt mengapa Allah mewajibkan shalat
ini kepada kita lima kali sehari semalam, yaitu karena begitu tinggi nilainya dan betapa besar
manfaatnya serta sangat indah pengaruhnya.
3. Mulailah Dari Diri Sendiri Sebelum Menyeru Kebaikan atau Pun Keburukan Kepada
Orang Lain Dalam kisah Nabi Syu‟aib, Al-Qur`an menjelaskan kepada kita cara islah
(kebaikan) yang harus ditempuh agar dapat memberi bekas maliah dalam pembinaan
masyarakat. Firman Allah dalam kisah Nabi Syu‟aib

‫ﯛ ﯜ ﯝ ﯞ ﯟ ﯠ ﯡ ﯢ ﯣ ﯤ ﯥ ﯦ ﯧﯨ ﯩ ﯪ ﯫ ﯬ ﯭ ﯮ ﯯ ﯰ ﯱ ﯲ‬
٨٨ ‫ﯳ ﯴ ﯵ ﯶ ﯷﯸ ﯹ ﯺ ﯻ ﯼﯽ ﯾﯿ ﰀ ﰁ‬

.88«Syu'aib berkata, "Wahai kaumku! Katakan padaku tentang keadaan kalian jika aku
mempunyai bukti yang nyata dan pengetahuan yang jelas dari Tuhanku, dan Dia memberiku
rezeki yang halal, serta mengangkatku menjadi Nabi. Aku tidak ingin melarang kalian
melakukan sesuatu kemudian aku sendiri melakukannya. Aku tidak menginginkan apapun
selain memperbaiki keadaan kalian dengan cara mengajak kalian mengesakan Tuhan kalian
dan menaati-Nya sesuai dengan batas kemampuanku. Dan yang memberi pertolongan untuk
mencapai tujuan itu hanyalah Allah. Hanya kepada-Nya lah aku berserah diri dalam semua
urusanku. Dan hanya kepada-Nya lah aku kembali». ” (QS. Hûd [11]: 88)
Pada pernyataan “Dan aku tidak berkehendak menyalahi kamu (dengan mengerjakan) apa
yang aku larang” Nabi Syu‟aib menekan kepada kaumnya dalam perkataan ini, bahwa
dirinya tidak mengerjakan larangan-larangan yang ditujukan kepada mereka. Ini merupakan
ajaran bagi penegak kebenaran yang harus berhati-hati dalam bertingkah laku karena dia akan
menjadi cermin keteladanan. Tingkah laku lebih memberikan bekas daripada pembicaraan,
yang keduanya bersumber dari penegak kebenaran, berupa pembicaraan dan hukum. Suatu
nasihat yang disampaikan secara mantap sehingga bisa diterima secara rasional sama sekali
tidak membuahkan suatu amalan jika pemberi nasihat tersebut tidak memulai mengamalkan
segala perintah-Nya, dan meninggalkan segala larangan-Nya. Oleh karena itu, Allah mencela
orang yang mengajak berbuat baik kepada orang lain, sedangkan dirinya tidak
mengamalkannya. Allah berfirman,

٤٤ ‫ﮣ ﮤ ﮥ ﮦ ﮧ ﮨ ﮩ ﮪ ﮫﮬ ﮭ ﮮ‬
.44«Alangkah buruknya bila kamu menyuruh orang lain beriman dan berbuat baik,
sementara kamu sendiri berpaling darinya dan melupakan dirimu sendiri. Padahal kalian
bisa membaca Taurat dan mengetahui isinya yang memerintahkan untuk mengikuti agama
Allah dan mempercayai rasul-rasul-Nya. Tidakkah kamu menggunakan akal sehatmu»!? (QS.
al-Baqarah [2]: 44)
Kata (al-birr) berarti kebajikan dalam segala hal, hal baik dalam hal keduniaan, atau akhirat,
maupun interaksi. Sementara ulama menyatakan bahwa al-birr mencakup tiga hal; kebajikan
dalam beribadah kepada Allah Swt,. Kebajikan dalam melayani keluarga, dan kebajikan
dalam melakukan interaksi dengan orang lain. Demikian Thahir Ibn „Asyur. Apa yang
dikemukakan itu belum mencakup semua kebajikan karena agama menganjurkan hubungan
yang serasi dengan Allah, sesama manusia, lingkungan, serta diri sendiri. Segala sesuatu yang
menghasilkan keserasian dalam keempat unsur tersebut adalah kebajikan.
Kemudian kita lanjutkan pernyataan Syu‟aib selanjutnya pada ayat ini,

‫ﯱ ﯲ ﯳ ﯴ ﯵ ﯶ ﯷﯸ‬...

“Aku tidak bermaksud kecuali (mendatangkan) perbaikan selama aku masih


berkesanggupan…”. (QS. Hûd [11]: 88)

Maka tampak di sini bahwa kecintaan Nabi Syu‟aib terhadap kebaikan merupakan kecintaan
murni yang jauh dari maksud kebendaan. Inilah cara yang harus ditempuh oleh penegak
kebenaran dan kebaikan untuk mencapai keberhasilan dan ridha Allah.
Menyeru berbuat baik dengan menghindarkan diri dari motovasi kebendaan dan ambisi
pribadi inilah yang pada akhirnya akan mendapat keberhasilan dan keberuntungan karena
sesuai dengan risalah yang benar. Kebenaran selalu akan mendapat dukungan, dan hawa
nafsu akan selalu padam, yang mengakibatkan penyeselan dan kerugian.
Di mana pun, kebenaran akan selalu mendapat dukungan lantaran bersumber dari Al-Khaliq
(Allah) pencipta alam dan pengelolanya. Hal ini diisyaratkan oleh akhir ayat

٨٨ ‫ﯸ ﯹ ﯺ ﯻ ﯼﯽ ﯾ ﯿ ﰀ ﰁ‬

88«“Dan tidak ada taufik bagiku melainkan dengan (pertolongan) Allah. Hanya kepada
Allah aku bertawakkal dan hanya kepadaNyalah aku kembali”. (QS. Hûd [11]: 88)
BAB III.
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Melalui penggambaran kisah Nabi Syu’aib dan Kaumnya yang terdapat dalam QS. Al-A’râf
[7]: 85-90, QS. Hûd [11]: 84-95, QS. Al-Hijr [15]: 78-79, dan QS. Asy-Syu’arâ [26]: 176-19.
Penulis berkesimpulan bahwa pesan-pesan yang terdapat dalam Kisah Nabi Syu’aib dan
kaumnya adalah sebagai berikut:
1. Anjuran berlaku amanah.
2. Shalat merupakan sebab terlaksananya suatu kebaikan dan meninggalkannya merupakan
suatu kemungkaran.
3. Mulailah dari diri sendiri sebelum menyeru kebaikan atau pun melarang keburukan kepada
orang lain.
4. Penduduk Madyan adalah adalah orang-orang yang senang mengurangi takaran dan
timbangan, mereka selalu merampas hak orang lain. penduduk Madya>n beranggapan bahwa
mengurangi takaran dan timbangan merupakan sudah menjadi tradisi mereka, jual-beli juga
merupakan bentuk kemahiran mereka dalam hal transaksi.
5.Penduduk Madyaan adalah kaum kafir yang suka merampok, mengancam orang-orang
yang lewat di jalan dan menyembah al-aykah yaitu sebatang pohon yang dikelilingi semak
belukar. Mereka adalah orang-orang yang paling buruk dalam hal bertransaksi, mereka suka
mengurangi takaran dan timbangan, mengambil barang lebih banyak dan membayar harga
kurang dari yang semestinya. Itulah faktor penyebab kaum Madyan diazab oleh Allah swt.
karena tidak mungkin ada akibat tanpa ada sebab dan itu merupakan sunnatullaah, sudah
menjadi hukum alam.
6. Terkadang azab itu turun dikarenakan manusia enggan atas larangan Allah swt. salah satu
yang dilarang oleh Allah swt. adalah mengurangi timbangan, berlaku curang, menipu dan
sebagainya
LAMPIRAN
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an Karim. ‘Abd al-Fattah, Al-Khalidiy Salah. Ma’a Qasas al-Sabiqin fiy al-Qur’an.
Al-Maraghi, Ahmad Mustafa, Tafsir Al-Maraghi, terj. Ansori Umar Sitanggal, dkk, Semarang: PT Karya
Toha Putra Semarang, 1994 al-Maraghi, Ahmad Mustafa, Tafsir al-Maraghi, terj. Anwar Rosyidi, dkk,
Semarang: PT Karya Toha Putra, 1992 al-Maraghi, Ahmad Musthafa, Tafsir al-Maraghi, terj. Bahrun
Abu Bakar, Semarang: Toha Putra, 1987 al-Qaththan, Manna, Studi Pengantar Ilmu Al-Qur`an,
Jakarta Timur: Pustaka Al-Kautsar, 2015 al-Qaththan, Manna’ Kholil, Studi llmu-ilmu Al-Qur`an,
Bogor: Pustaka Litera AntarNusa, 1996 al-Qaththan, Manna’ Kholil, Studi llmu-ilmu Al-Qur`an, Bogor:
Pustaka Litera AntarNusa, 2000 Amir, Mafri, Literatur Tafsir Indonesia, Tangerang: Mazhab Ciputat,
2013 Ansharullah, Hanif Ahmad, Munasabah Kisah Dalam Surat Al-Kahfi, Skripsi diajukan ke program
sarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: 2015 Anshori, Ulumul Qur`an Kaidah-Kaidah Memahami
Firman Tuhan, Jakarta: Rajawali Pers, 2013 Anwar, Rosihan, Ilmu Tafsir, Bandung: CV Pustaka Setia,
2015 Arifin, M. Zainal, Khazanah Ilmu Al-Qur`an, Tangerang: Yayasan Masjid At-Taqwa, 2018 Ash-
Shabuni, Muhammad Ali, Kisah-Kisah Nabi dan Masalah Kenabiannya, Semarang: CV. Cahaya Indah,
t.t. At-Tuwaijir, Muhammad bin Ibrahim, Ensiklopedi Islam, Jakarta: PT. Ikhtiar Baru Van Hoeve, 1993
Basalamah, Soleh Muhammad, Pengantar Ilmu Al-Qur`an, Semarang: Dina Utama, 1997 Hakim,
Ayatollah Muhammad Baqir, Ulumul Qur`an, Jakarta: Al-Huda, 2012 Hakim, M. Thalhah Ahmad,
Politik Bermoral Agama: Tafsir Polotik Hamka, Yogyakarta: UII Press, 2005 Hamka, Rusydi, Pribadi
Martabat Buya Hamka, Jakarta Selatan: Noura, 2017 Hamka, Tafsir al-Azhar Juz VIII, Jakarta: Penerbit
Pustaka Panjimas, 1984 ____, Tafsir Al-Azhar Juz XII, Jakarta: Penerbit Pustaka Panjimas, 1984 ____,
Tafsir al-Azhar, Jakarta: Pustaka Panjimas, 1982 ____, Tafsir Al-Azhar, Singapura: Pustaka Nasional
PTE-LTD, tt. ____, Tafsir al-Azhar Juz 13-15, Jakarta: Pustaka Panjimas, 1983 Hanafi, Ahmad, Segi-Segi
Kesustraan Pada Kisah Al-Qur`an, Jakarta: Pustaka al-Husna, 1984 ____, Segi-Segi Kesusasteraan
pada Kisah-Kisah Al-Qur`an, Jakarta: Pustaka al-Husna, 1984 Harun Nasution, dkk., Ensiklopedi Islam
Indonesia, Jakarta: Djambatan, 1992 Herry Mohammad, dkk., Tokoh-Tokoh Islam Yang Berpengaruh
Abad 20, Jakarta: Gema Insani, 2006 Hidayat, Komaruddin, Memahami Bahasa Agama, Jakarta:
Paramadina, 1996 Kementrian Agama, Kisah Para Nabi Pra-Ibrahim, Jakarta: Lajnah Pentashihan Al-
Qur`an, 2012 Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur`an, Kisah Para Nabi Pra-Ibrahim, Jakarta Timur:
Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur`an, 2012 M. Ahmad Jadul Mawla dkk, Buku Induk Kisah-Kisah Al-
Qur`an, Jakarta: Zaman, 2009 Mohammad Sofiyulloh, Pesan Moral Dalam Kisah Nabi Ayyub As,
Skripsi diajukan ke program sarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: 2015 Muharom, Rosihan Anwar
dan Asep, Ilmu Tafsir, Bandung: CV Pustaka Setia, 2015 Mustaqim, Abdul, Metode Penelitian Al-
Qur`an dan Tafsir, Yogyakarta: Idea Press, 2017 Nasir Tamara, dkk., Hamka Di Mata Hati Umat,
Jakarta: Sinar Harapan, 1983 Nizar, Ramayulis dan Samsul, Ensiklopedia Tokoh Pendidikan Islam,
Ciputat: Quantum Teaching, 2005 Purwadarminto, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai
Pustaka, 1984 Quraish, M. Shihab, Tafsîr al-Misbâh, Vol. 1, Jakarta: Lentera Hati, 2012 _____, Tafsîr
al-Misbâh, Vol. 6, Jakarta: Lentera Hati, 2012 Quthb, Sayyid, Fi Zhilalil Qur`an, Terj. As’ad Yasin, dkk.,
Jakarta: Gema Insani Press, 2004 Rasyidi, Muhammad, Kisah Ashâb Al-Fîl dan Kehancurannya, Skripsi
diajukan ke program sarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: 2015 Rifa’i, Muhammad, Akhlak
Seorang Muslim, Semarang: CV. Adi Grafika, 1993 Rouf, Abdur, Dimensi Tasawuf Hamka, Kuola
Selangor: Piagam Intan SDN. BHD, 2013 Shohibussurur, dan Tim, Mengenang 100 Tahun Hamka,
Jakarta: YPI alAzhar, 2008 Sukmadinata, Nana Syaodin, Metode Penelitian Pendidikan, Bandung:
Remaja Rosda Karya, 2010 Syurbasyi, Ahmad, Study Tentang Sejarah Perkembangan Tafsir Al-Qur`an
Karim, Jakarta: Kalam Mulia, 1999 Tim Penyusun, Al-Qur`an dan Terjemahannya, Jakarta: PT. Hati
Emas, 2013 Utomo, Setiawan Budi, Kisah-Kisah Al-Qur`an, Jakarta: Gema Insani Press, 2000 Yati,
Abizal Muhammad, “Pengaruh Kisah-Kisah israiliyat Terhadap Materi Dakwah,” Jurnal Bayan, Vol 22.
No 31. Januari-Juni, 2005 Yusuf, M. Yonan, Corak Pemikiran Kalam Tafsir al-Azhar, Jakarta:
Penamadani, 2003 Zed, Mestika, Metode Penelitian Kepustakaan, Jakarta: Yayasan Obor, 2004

Anda mungkin juga menyukai