Prof. Alaiddin Koto dalam bukunya yang berjudul Ilmu Fiqh dan Ushul fiqh mengakatan
bahwa ta’arudh berasal dari kata ‘arudh yang memiliki arti taqabul dantamanu’ atau
bertentangan dan sulitnya pertemuan. Ulama Ushul mengartikanta’arudh ini sebagai dua dalil
yang masing-masing menafikan[4] apa yang ditunjuk oleh dalil yang lain.[5]
Sedangkan adillah (
ة
َّ
ِدل
ْأ َل
dalil.[6]
أع
َ َر َض ال َب َّي َنا ت ِ َل َّن ك َّل َوا ِح َد ٍة ت
أم َنع َه َت َع ا ا
َِأل خر َى َوت
ِر ض ا
َت
berlakunya.”
َسا
ِ َن الت
أي
َحد ا َّل ِألي َل
َِضى ا
َت
Menurut Wahbah Zuhaili: “terdapat dua dalil, salah satunya menunjukkan hukum yang
berbeda dengan hukum yang dikehendaki oleh nash dan yang lainnya.”[8]
َ َت َق
اب َل ال َّد ِألي َل
Ulama Ushul melihat bahwata’arudh tidak hanya terjadi di sekitar ayat-ayat Al-Quran dan
Hadist, tetapi juga di antara dua qiyas antara kaidah-kaidah yang digunakan dan dalil-dalil
yang menyebabkan berbeda pula produk hukum yang dihasilkan.[10] Yang perlu ditegaskan dalam
pengertian ta’arudh ini ialah permasalahannya ada ketentuan
“Masing-masing dalil menghendaki hukum di waktu yang sama terhadap satu kejadian, yang
Dari pengertian di atas, ada lima ketentuan dalam pengertian ta’arudh, yakni:
Sebenarnya menurut Wahbah Zuhaili, tidak ada dalil nash yang saling bertentangan, adanya
pertentangan dalil syara’ itu hanya menurut pandangan mujtahid, bukan pada hakikatnya.
yangqath’Imaupun zanni. Pendapat Wahbah Zuhaili ini berdasarkan kepada firman Allah
أ
َو َجد وا
ِلل َل
ِ ََّّ ر ٱ
ۡو َكا َن ِۡمن ِعنِد َۡغي
َو َل
ۡر َءا ََۚن
ق
ۡ
ف َل َي َتدَبَّ رو َن ٱل
َ
َ
ٗف أ ا َكث ِٗيرا
َٰ
خ ِت َل٨٢ۡ فِي ِه ٱ
“Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Quran? Kalau kiranya Al Quran itu bukan
dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya.” (Q.S
Abdul Wahab Khallaf sependapat dengan Wahbah Zuhairi, menurutnya yang perlu
yang sebenarnya antara dua ayat atau antara dua hadist yang shahih atau antara ayat dan
hadist shahih. Jika kelihatannya ada kontradiksi itu hanya lahirnya saja sesuai dengan yang
tampak pada akal. Bukan kontradiksi yang sebenarnya. Alasannya adalah karena Allah tidak
mungkin mengeluarkan dua hukum yang bertentangan untuk satu peristiwa dalam satu
waktu.
Materi kel 10
A. Nasakh
baik menurut bahasa ataupun istilah, sehingga masih selalu ada beberapa
1. Menghapus/ meniadakan (Al-Izalah Wal I`daam). Yakni kata nasakh itu berarti
Yakni, nasakh itu berarti memindahkan suatu barang dari suatu tempat ke tempat
dengan tetap adannya persamaan antara salinan/ kutipan dengan yang disalin/
dikutip.
sesuatu yang lain sebagai gantinya (At-Taghyir wal Ibthaal wa Iqaamatisy Sya`I
hukum, dengan cara membatalkan ketentuan hukum yang ada, diganti dengan
B. Nasikh
atau yang memindahkan atau yang mengutip/ menyalin serta mengubah dan
mengganti. Jadi, hampir sama dengan pengertian nasakh menurt bahasa seperti
yang diterangkan diatas. Bedanya, nasakh itu kata masdar, sedangakan nasikh ini
isim fa‟il, sehingga berarti pelakunya. Sedangkan pengertian nasikh menurut istilah,
ada dua macam, yaitu: 1. Nasikh ialah hukum syarak atau dalil syarak yang menghapuskan/
mengubah
hukum/ dalil syarak yang terdahulu dan menggantinya dengan ketentuan hukum
menggantikan hukum syarak itu ialah Allah SWT, tidak ada yang lain.
kemudian
C. Mansukh
dipindah ataupun disalin. Sedangkan menurut istilah menurut istilah para ulama,
mansukh ialah hukum syarak yang diambil dari dalil syarak yang pertama, yang
belum diubah dengan dibatalkan dan diganti dengan hukum dari dalil syarak baru
Tegasnya, dalam mansukh itu adalah berupa ketentuan hukum syarak pertama
yang telah diubah dan diganti dengan yang baru, karena adanya perubahan situasi
1. Hukum yang dinasakhkan harus berupa hukum syarak, bukan hukum lain,
2. Dalil yang digunakan untuk mengangkatkan hukum itu ialah dalil syara` yang
4. Dalil nasikh harus lebih kuat atau sama kuat daripada dalil mansukh.
5. Adanya dalil baru yang menghapus itu harus setelah ada tenggang waktu dari