Anda di halaman 1dari 8

1.

Mahasiswa atau mahasiswi dapat memahami dan menjelaskan mengenai


Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR)

a. Etiologi dan faktor predisposisi


Etiologi dari SAR tidak diketahui secara pasti namun terdapat beberapa faktor
predisposisi terjadinya SAR. Faktor-faktor tersebut, antara lain: lokal, genetik,
imunologi, defisiensi nutrisi, penyakit sistemik seperti penyakit celiac, ulseratif
kolitis, neutropenia siklik, dan AIDS, alergi, trauma, hormonal, usia, stres, dan
merokok.

1. Lokal
Faktor lokal seperti trauma, alergi makanan dan pasta gigi yang mengandung
Sodium lauryl sulfat yang berfungsi untuk memperbanyak busa yang mempunyai
efek dapat menurunkan ikatan plak pada permukaan gigi. Sodium ini paling
beresiko menyebabkan iritasi pada jaringan lunak dalam rongga mulut
dibandingkan pasta gigi yang mengandung detergen jenis
cocoamidopropylbetaine

2. Genetik
Sebuah penelitian menunjukkan bahwa pasien dengan orang tua menderita
SAR memiliki risiko sebesar 90% menderita SAR juga, sedangkan pasien tanpa
orang tua menderita SAR memuliki kemungkinan risiko menderita SAR sebesar
20%.

3. Imunologi
Sebuah penelitian mengungkapkan bahwa adanya respon imun yang
berlebihan pada pasien SAR menyebabkan ulserasi lokal pada mukosa. Respon
imun tersebut berupa aksi sitotoksin dari limfosit dan monosit pada mukosa
mulut.

4. Defisiensi
Faktor nutrisi yang berpengaruh pada timbulnya SAR adalah asam folat, zat
besi, vitamin B1, B2, B6, B12, dan zinc. Defisiensi nutrisi diduga erat dapat
menurunkan sistem imun dan menghambat sintesis protein pada jaringan.

5. Penyakit Sistemik
Penyakit sistemik yang berhubungan dengan lesi yang secara klinis mirip
dengan SAR antara lain: gangguan gastrointestinal seperti penyakit Celiac dan
ulseratif kolitis, neutropenia siklik, dan AIDS yang disebabkan oleh infeksi HIV.

6. Alergi
Jenis makanan yang harus dihindari pada penderita SAR antara lain makanan
yang keras, asam, asin, dan pedas karena dapat memicu munculnya ulser baru dan
memperpanjang usia ulser yang ada. Pencetus SAR dapat dikaitkan juga dengan
reaksi alergi pada beberapa makanan, seperti coklat, kopi, stroberi, telur, kacang,
1
keju, makanan yang sangat asam.

7. Trauma
SAR yang dipicu oleh faktor predisposisi trauma biasanya diakibatkan karena
menyikat gigi terlalu kuat dan trauma dari bulu sikat gigi, gigitan pada mukosa
pipi dan bibir, ataupun prosedur dental.

8. Usia
SAR bisa terjadi pada semua usia, namun SAR berkembang pada usia decade
kedua (10-19 tahun) dan ketiga (20-29 tahun). Hal ini sesuai dengan penelitian
yang telah dilakukan. Didapatkan data bahwa kelompok dengan usia 20-24 tahun
(yang dimana usia ini memasuki usia decade ketiga), mempunyai prevalensi SAR
yang paling tinggi, yaitu sebesar 54%. Usia tersebut termasuk kedalam kelompok
usia dekade ketiga. Banyaknya kelompok usia 20-24 tahun yang terkena SAR
diduga karena usia tersebut masuk kedalam usia remaja dan sebagian besar orang
pada usia tersebut adalah mahasiswa. Banyaknya mahasiswa yang terkena SAR
diduga disebabkan karena pada masa tersebut remaja laki-laki maupun perempuan
mengalami berbagai jenis masalah misalnya pada saat ujian, banyaknya tuntutan
tugas, ataupun masalah pribadi diluar kegiatan kampus. Hal tersebut akan
mengakibatkan terjadinya kekacauan psikologis, yaitu stress. Saat stres terjadi
maka kadar hormon kortisol di dalam darah akan meningkat. Hal ini
menyebabkan jumlah leukosit menjadi meningkat. Kemudian, peradangan akan
mudah terjadi dan akan berlanjut menyebabkan SAR.

9. Hormonal
Perubahan hormonal pada wanita selama menstruasi dan kehamilan
memainkan peran penting dalam perkembangan SAR. Penurunan kadar hormon
progresteron akan menghambat maturasi sel epitel yang akan memudahkan
terjadinya invasi bakteri sehingga SAR dapat terjadi.

10. Merokok
Insidensi SAR lebih tinggi pada pasien yang bukan perokok daripada pasien
yang perokok dan pada observasi klinis menunjukkan bahwa beberapa perokok
mengalami peningkatan SAR setelah berhenti merokok. Beberapa penelitian
melaporkan bahwa merokok malah memberikan efek protektif yang
menguntungkan terhadap SAR. Hal ini terjadi karena rokok membuat keratinisasi
mukosa oral meningkat, yang kemudian menyebabkan mukosa menjadi tidak
terlalu rentan terhadap ulserasi. Menurut penelitian Shamaz dkk. tahun 2014,
menyimpulkan bahwa pengonsumsi tembakau cenderung lebih sedikit 45%
mengalami SAR dibanding bukan pengonsumsi tembakau.

2
b. Tanda dan gejala
Stomatitis Aftosa Rekuren diklasifikasikan menjadi 3 jenis yaitu SAR minor, mayor,
dan hipertiformis.Lebih dari 85 % SAR yang menunjukan lesi minor (Akintoye SO and
Martin SG, 2014).

1. Minor
SAR minor adalah bentuk yang paling umum dan biasanya terjadi pada pasien yang
berusia 5 tahun samapi dengan 19 tahun. Lesi ditandai dengan beberapa ulkus yang
berbentuk bulat, letaknya superficial, ukuran yang kurang dari 10mm , dan disertai
dengan psedumoembran yang berwarna abu-abu dengan batas kemerahan yang jelas

2. Mayor
SAR mayor memiliki distribusi yang lebih luas dibandingkan dengan SAR minor
yang umumnya meluas ke gingiva dan mukosa faring. Ukurannya lebih besar yaitu
lebih dari 10mm, dan durasi penyembuhan yang lebih lama. SAR minor umumnya
akan menghilang dalam 14 hari,sedangkan SAR mayor dapat menetap lebih lama
bahkan hingga 6 minggu (Edgar NR, et al, 2017).

3. Hipertiformis
Stomatitis aftosa rekuren tipe herpetiformis paling sedikit dijumpai pada populasi
yaitu dengan prevalensi 5-10%. Jumlah ulsernya terdiri dari 5 sampai 100 ulser
dengan diameter antara 2-3 mm berbentuk kecil, tidak beraturan, bulat dan
3
menimbulkan nyeri yang sangat sakit (Preety L, et al, 2011).

2. Mahasiswa atau mahasiswi dapat memahami dan menjelaskan


mengenai Leukoplakia
a. Tanda dan gejala
Leukoplakia homogen tipikal secara klinis ditandai sebagai plak putih,
seringkali berbatas tegas dengan pola reaksi yang identik di seluruh lesi. Tekstur
permukaan dapat bervariasi dari yang halus dan tipis hingga tampilan kasar
dengan celah permukaan yang terkadang disebut sebagai "lumpur retak".

Leukoplakia homogen pada mukosa bukal kiri.

leukoplakia oral nonhomogen seperti yang tadi saya jelaskan, yaitu


meliputi leukoplakia bebintik, nodular dan juga verukosa yang dimana untuk
tanda dan gejalanya sendiri adalah memiliki bercak putih atau plak yang
bercampur dengan elemen merah. Karena tampilan gabungan area putih dan
merah, leukoplakia oral non homogen juga disebut eritro leukoplakia dan
leukoplakia berbintik.

4
b. Penatalaksanaan dan tindakan preventif
Non-surgical treatment of oral leukoplakia

A. Carotenoid (Deliverska & Petkova, 2017)


 Beta-carotene
Beta-carotenen merupakan precursor vitamin A. Beta-carotenen umum
ditemukan dengan tanaman berwarna hijau tua, orange atau kuning, sayuran
seperti bayam, wortel, kentang, manga, papaya dan jeruk. Beta-carotene
direkomendasikan untuk pencegahan lesi yang berpotensi ganas seperti oral
leukoplakia dan kanker, hal ini dapat sebagai efek perlindungan terhadap kanker
dan sebagai antioksidan. Berdasarkan penelitian, beta-carotene lebih baik dalam
merespon terapeutik klinis pencegahan oral leukoplakia terhadap penderita
perokok.
 Lycopene
Lycopene adalah pigmen merah yang larut dalam lemak yang ditemukan di
beberapa buah dan sayur-sayuran. Lycopene merupakan antioksidan yang
sangat menjanjikan sebagai modalitas pengobatan pada oral leukoplakia dan
melindungi sel dari kerusakan. Eksperimen in vitro telah menunjukkan
penghambatan proses pertumbuhan sel neoplastik manusia oleh lycopene karena
protein ini menggangu faktor pertumbuhan persinyalan reseptor. Salah satu
tanaman yang sumber utamanya lycopene adalah tomat.

B. Vitamins (Deliverska & Petkova, 2017)


 Retinoids (vitamin A/Retinol)
Retinoid mencakup semua senyawa alami dan sintetik dengan aktivitas
serupa dengan vitamin A. Retinoid alami yang paling biologis adalah Vitamin
A. Vitamin A diperlukan dalam jalur normal epidiferensiasi sel dan produksi
keratin. Penggunaan topical asam retinoate 13-cis telah terbukti efektif dalam
mengatasi oral leukoplakia.
 Vitamin E
Vitamin E adalah istilah kolektif untuk keluarga bahan kimia yang secara
struktur terkait dengan alfa-toco-ferol. Alfa-toco-ferol, konstituen utama
vitamin E memiliki kapasitas proliferasi anti tumor serta fungsi sebagai anti
radikal bebas untuk mencegah peroksidasi lipid asam lemak tak jenuh ganda.
 Acid/Vitamin C
Vitamin C memiliki sifat antioksidan dan bereaksi dengan superoksida yang
dihasilkan sebagai hasil dari metanormal sel proses bolik. inaktivasi superoksida
ini menghambat pembentukamn nitrosamine selama pencernaan protein dan
membantu menghindari kerusakan pada DNA dan protein sel. Vitamin C dapat
ditemukan pada buah jeruk seperti kiwi, Jerami, berry, papaya, manga dan buah
jeruk.

5
C. Anti-neoplastic agents (Deliverska & Petkova, 2017)
 Bleomycin
Bleomycin adalah antibiotic sitotoksik yang pertama digunakan untuk
pengobatan neoplasma. Ini dapat digunakan sebagai alternatif untuk pengobatan
oral leukoplakia.
D. Polyphenols aschemo-preventive agents (Deliverska & Petkova, 2017)
 Curcumin
Curcumin dilaporkan memiliki beberapa farmakologis termasuk anti-
inflamasi, antimikroba, antivirus, antijamur, antioksidan, kemosensitisasi,
radiosensitizing dan aktivitas penyembuhan luka.
 Green tea polyphenols
Epigallocatechin gallate (EGCG) polifenol utama ditemukan dalam the hijau
memiliki antioksidan dan chemopreventive. Menurut sebuah penelitian, 29 dari
59 pasien dengan oral leukoplakia secara acak menggunakan ekstrak campuran
teh secara oral serta ekstrak the topical. Setelah percobaan 6 bulan, lesi oral
telah mengecil dalam ukuran hampir 40 % kasus pasien yang diobati.

E. Photodynamic therapy (PDT) (Deliverska & Petkova, 2017)


PDT adalah metode non invasive pengobatan untuk tumor kepala dan
leher serta lesi premalignan. Ini didasarkan pada reaksi foto kimia yang dimulai
oleh aktivasi cahaya dari obat fotosensitisasi yang menyebabkan tumor kematian
sel.

Surgical Treatment of Oral Leukoplakia


A. Conventional surgery – excision (Deliverska & Petkova, 2017)
Pembedahan konvensional mengacu pada eksisi pisau bedah dari luka. Hal ini
diikuti oleh adanya penutupan primer atau sekunder penyembuhan dalam kasus
cacat mukosa dengan transposisi mukosa atau bahkan cangkok kulit dalam kasus
dari cacat besar.

B. Electrocoagulation (Deliverska & Petkova, 2017)


Elektrokoagulasi dapat digunakan sendiri atau sebagai tambahan untuk operasi
pisau bedah. Proses elektrokoagulasi mengurangi kerusakan termal dibagian
bawah dan sekitar jaringan, yang menyebabkan nyeri pasca operasi dan edema

C. Cryosurgery (Deliverska & Petkova, 2017)


Cryosurgery adalah metode pengobatan yang melibatkan kerusakan jaringan
terkontrol yang disebabkan oleh suhu rendah. Metode ini menghancurkan
jaringan lesi secara local oleh nitrogen cair atau dinitrogen dioksida. Efektivitas
cryosurgical tinggi dan berkisar dari 80 hingga 100 %.

D. Laser Surgery (excision or evaporation) (Deliverska & Petkova, 2017)

6
Operasi laser telah dilaporkan sebagai yang paling dihargai dalam 30 tahun
terakhir. Laser digunakan dalam manajemen penguapan atau eksisi leukoplakia.

Tindakan Preventive
Tindakan preventive dari leukoplakia dilakukan dengan cara komunikasi,
informasi, dan edukasi (KIE) mengenai:
a) Menginstruksikan kepada pasien agar mengurangi kebiasaan merokoknya
b) Menginstruksikan kepada pasien untuk selalu menjaga kebersihan rongga
mulut
c) Mengintruksikan kepada pasien untuk meningkatkan nutrisi tubuhnya dengan
mengkonsumsi buah dan sayur serta merujuk pasien ke dokter gigi spesialis
penyakitmulu

7
8

Anda mungkin juga menyukai