Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN KASUS

SEORANG WANITA USIA 55 TAHUN DENGAN


TUMOR GUSI RAHANG BAWAH DEKSTRA CURIGA JINAK

Diajukan untuk melengkapi tugas kepaniteraan senior


Ilmu Kesehatan Gigi dan Mulut Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro

Disusun Oleh:
Muhammad Hafizh

22010115210067

Candra Cahyaningtyas G.

22010114210014

Atika Rahmi Hendrini

22010114210071

Indriyani Mangampa

22010114210092

Nadia Luthfia Adani

22010115210140

ILMU KESEHATAN GIGI DAN MULUT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2016

BAB I
PENDAHULUAN
Tumor adalah suatu benjolan atau pembengkakan abnormal dalam tubuh,
abnormal pada tubuh yang disebabkan oleh pertumbuhan sel. Dalam artian
khusus, tumor adalah benjolan yang disebabkan oleh neoplasma. Neoplasma
merupakan pertumbuhan sel atau jaringan baru di luar kendali tubuh. Neoplasma
dapat bersifat jinak atau ganas.1,2 Tumor yang terjadi pada rongga mulut dapt
menyerang lapisan epidermis mukosa mulut, otot, tulang rahang, kelenjar ludah
dan kelenjar getah bening.
Epulis merupakan istilah yang nonspesifik untuk tumor dan massa seperti
tumor pada gusi. Epulis merupakan tumor jinak dan bersifat lokal. 3 Untuk
membantu menegakkan diagnosa maka diperlukan pemeriksaan mikroskopis pada
spesimen yang diambil. Berdasarkan etiologi terjadinya epulis dapat dibedakan
menjadi epulis gravidarum, kongenitalis, fibromatosa, granulomatosa, dan epulis
fissuratum.4
Prevalensi nasional tumor/kanker rongga mulut di Indonesia tahun 2007
adalah 0,4%.

Sebanyak

provinsi

mempunyai

prevalensi

penyakit

tumor/kanker diatas prevalensi nasional yaitu Sumatera Barat, DKI Jakarta, Jawa
Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Banten, Bali, Sulawesi Utara, dan Sulawesi
Selatan.5 Angka kejadian epulis berkisar dari 0.2-5 % dari ibu hamil. Puji, Lestari
Ika dalam penelitiannya di RSUP Sanglah Denpasar Bali, menyatakan hasil
sebanyak 105 kasus tumor rongga mulut pada periode 2009-2010, yang terdiri
dari 56 kasus tumor jinak dan 49 kasus tumor ganas rongga mulut. Prevalensi
diagnosis akhir tertinggi untuk tumor jinak rongga mulut adalah ameloblastoma.
Prevalensi penderita perempuan lebih tinggi daripada penderita laki-laki yaitu
30:26.6 Namun demikian, epulis dapat terjadi pada semua usia.7
Pada tulisan ini dilaporkan seorang wanita usia 55 tahun dengan tumor
ginggiva rahang bawah dekstra curiga jinak. Pada laporan ini akan dibahas

temuan anamnesis dan pemeriksaan fisik hingga diagnosis dan rencana terapi
yang akan diberikan kepada pasien.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Defenisi Neoplasma
Neoplasma secara harfiah berarti pertumbuhan baru. Suatu
neoplasma, sesuai definisi Willis, adalah massa abnormal jaringan yang
pertumbuhannya

berlebihan

dan

tidak

terkoordinasikan

dengan

pertumbuhan jaringan normal serta terus demikian walaupun rangsangan


yang memicu perubahan tersebut berhenti. Hal mendasar tentang asal
neoplasma adalah hilangnya responsivitas terhadap faktor pengendali
pertumbuhan yang normal. Sel neoplastik disebut mengalami transformasi
karena terus membelah diri, tampaknya tidak peduli terhadap pengaruh
regulatorik yang mengendalikan pertumbuhan sel normal. Selain itu,
neoplasma berlaku seperti parasit dengan sel dan jaringan normal untuk
memenuhi kebutuhan metaboliknya. Tumor mungkin tumbuh subur pada
pasien yang kurus kering. Sampai tahap tertentu, neoplasma memiliki
otonomi dan sedikit banyak terus membesar tanpa bergantung pada
lingkungan lokal dan status gizi pejamu. Namun, otonomi tersebut tidak
sempurna. Beberapa neoplasma membutuhkan dukungan endokrin, dan
ketergantungan semacam ini kadang-kadang dapat dieksploitasi untuk
merugikan neoplasma tersebut. Semua neoplasma bergantung pada pejamu
untuk memenuhi kebutuhan gizi dan aliran darah.8
Neoplasma dibedakan menjadi neoplasma jinak (benigna) dan ganas
(maligna). Neoplasia jinak merupakan pertumbuhan jaringan baru yang
lambat, ekspansi, terlokalisir, berkapsul, dan tidak bermetastasis. Neoplasia
ganas merupakan pertumbuhan jaringan baru yang cepat, infiltratif ke
jaringan sekitarnya, dan dapat menyebar ke organ-organ lain/ metastase,
sering juga disebut kanker.9

2.2 Etiologi Neoplasma


Tumor/neoplasma jinak di rongga mulut dapat berasal dari sel
odontogen atau non odontogen. Tumor-tumor odontogen sama seperti
pembentukan gigi normal, merupakan interaksi antara epitel odontogen dan
jaringan ektomesenkim odontogen. Dengan demikian proses pembentukan
gigi sangat berpengaruh dalam tumor ini. Sedangkan tumor non odontogen
rongga mulut dapat berasal dari epitel mulut, nevus/pigmen, jaringan ikat
mulut, dan kelenjar ludah.9
2.2.1

Faktor penyebab yang merangsang tumor jinak digolongkan dalam


dua kategori, yaitu :

Faktor internal, yaitu faktor yang berhubungan dengan herediter


dan faktor-faktor pertumbuhan, misalnya gangguan hormonal dan
metabolisme.

Faktor eksternal, misalnya trauma kronis, iritasi termal kronis


(panas/dingin), kebiasaan buruk yang kronis, dan obat-obatan.

2.2.2

Bahan Pemicu Tumor

2.2.2.1 Tembakau dan Alkohol


Tembakau dan alkohol tujuh puluh lima persen tumor mulut dan
faring di Amerika Serikat berhubungan dengan penggunaan tembakau
untuk susur dan konsumsi alkohol. Merokok dan peminum alkohol
mempunyai resiko yang tinggi menderita tumor lidah dan mulut.
Merokok cerutu dan pipa mempuyai resiko yang lebih tinggi
mendapatkan tumor mulut dibandingkan dengan perokok filter.
Meskipun demikian masih terdapat keraguan tentang seberapa besar
peranan panas yang dihasilkan oleh tembakau dan batang pipa dapat
menyebabkan penyakit tumor mulut.10,11

2.2.2.2 Bahan Kimia

Sebagian bahan kimia (70%-90%) sebagian besar berhubungan


dengan terjadinya tumor. Bahan-bahan yang dapat menimbulkan tumor di
lingkungan dan di dalam makanan. Bahan kimia karsinogenik yang
berasal dari lingkngan antara lain coal tar, polycyclic aromatic
hydrocarbon, aromatic amines, nitrat, nitrit, nitrosamin. Zat aflatoxin yag
dihasilkan oleh jamur aspergillus flavus pada tanaman kacang-kacagan
dapat meyebabkan tumor usus dan hati (hepatocarsiogen). Asbestos yang
terdapat

dalam

bahan-bahan

bangunan

jika

terhirup

seringkali

berhubungan dengan tumor pada selaput paru-paru. Selain itu logamlogam berat seperti kromium dan berilium dapat merangsang munculnya
tumor dengan bereaksi pada asam nukleat fosfat pada DNA.
2.2.2.3 Mikroorganisme
Beberapa mikroorganisme yang berhubunga degan tumor mulut
adalah candida albicans. Penekanan sistem kekebalan tubuh oleh obatobatan atau HIV dapat menyebabkan infeksi candida meningkat.
Hubungan antara infeksi candida dengan penyakit speckled leukoplakia
adalah pada 7-39% dijumpai adanya hyphaedan penyakit ini memiliki
kecenderungan utuk berubah menjadi tumor. Penyakit sifilis yang
disebabkan oleh mikroorgnisme treponema pallidum dengan lesi tersier
dilaporkan berhubungan juga dengan terjadinya kanker lidah.11
2.2.2.4 Defisiensi Nutrisi
Defisiensi mikronutrisi seperti vitamin A, C, E dan Fe dilaporkan
mempuyai hubungan dengan terjadiya tumor. Vitamin A memiliki dua
golongan yaitu retinol dan caretenoids yang mempuyai kemampuan
untuk menghambat pembentukan tumor dengan memperbaiki keratinisasi
dan menghambat efek karsinogen.11
Dilaporkan juga bahwa terjadi peningkatan insidensi kaker
payudara pada penderita defisiensi vitamin E. Sedangkan pada penderita

defisiensi zat besi akan mengalami anemia yang berhubungan erat


dengan sydrome Plummer-Vinson. Syndrome ini merupakan faktor
pencetus tumor mulut yaitu karsinoma sel skuamosa.
2.2.2.5 Radiasi
Sinar ultraviolet merupakan suatu bahan yang diketahui bersifat
karsinogenik. Sinar ini menyababkan terjadinya kasinoma sel basal kulit
dan bibir. Efek radiasi juga meningkat pada orang-orang yang bekerja
sebagai radiograf selama proses rongent foto berlangsung.
2.2.2.6 Faktor Sistem kekebalan Tubuh
Dilaporkan bahwa ada peningkatan insidensi tumor pada pasien
yang medapat penekanan sistem kekebalan tubuh, seperti pada penderita
transplantasi, AIDS, defisiensi kekebalan genetik. Gangguan sistem
kekebalan sering disebabkan kerusakan genetik juga dapat disebabkan
oleh penuaan, obat-oabtan dan infeksi virus.
2.2.2.7 Makanan
Makanan yang mengandung Bahan kimia seperti MSG (penyedap
masakan), bahan pengawet makanan, bahan pewarna tekstil yang sering
dibuat campuran sirup atau makanan lain, sudah dikenal lama sebagai
bahan karsinogen. Oleh sebab itu kurangi makan mie instant atau lainlain yang serba instant, karena itu semua bahan pemicu tumor.
2.3 Klasifikasi Neoplasma 12
2.3.1

Klasifikasi Neoplasma Jinak

2.3.1.1 Odontogenik
a. Epitelium odontogenik (berdasarkan asal jaringan)
- Ameloblastoma
- Calcifyng epitelial odontogenik tumor (pinborg tumor)
- Clear cell odontogenik tumor

- Squamos odontogenik tumor


- Adenomatoid odontogenik tumor
b. Epitelium dan ectomesenkim odontogenik
- Ameloblastic fibroma
- Ameloblastic fibroodontoma
- Odontoameloblastoma
- Complex Odontoma
- Compound Odontoma
c. Ektomesenkim (dengan atau tanpa epitelium odontogenik)
- Odontogenik fibroma
- Odontogenik Myxoma
- Benigna cementoblastoma
2.3.1.2 Non odontogenik
a. Osteogenik neoplasma
- Cemento-ossifyng fibroma
b. Lesi tulang non neoplastik
- Cherubism-central giant cell granuloma, dll
2.3.2

Klasifikasi Neoplasma Ganas (Malignant)

2.3.2.1 Odontogenik
a. Ektodermal: intraalveolar carcinoma
b. Mesodermal: odontogenik sarcoma
c. Ektodermal & mesodermal: ameloblastic fibrosarcoma
2.3.2.2 Non odontogenik
a. Osteosarcoma
b. Ewing sarcoma
c. Multiple myeloma
Karsinoma merupakan tumor ganas yang berasal dari jaringan
epitel. Sarkoma merupakan tumor ganas yang berasal dari jaringan ikat.

Benigna pada rongga mulut dapat dijumpai pada jaringan gusi atau
membran mukoperiosteal dari prosesus alveolar rahang atas atau rahang
bawah: Fibroma, Hyperplasia, pyogenic granuloma, pregnancy tumor,
papilloma, hemangioma, peripheral giant cell reparative granuloma,
peripheral giant cell tumor, neuroma.
Pada tulang kortikal rahang atas atau rahang bawah: Eksostoses,
torus palatina, torus mandibula, chondroma, osteochondroma, osteoma
atau diffus hiperostosis. Dalam tulang kanselus rahang atas atau bawah:
Diffuse hyperostosis osteoma, ossifyng fibroma, asteoid osteoma,
ameloblastoma, myxoma, odontoma, dan lain-lain.8
Diatas atau dibawah mukosa pipi: Fibroma, neuro fibroma,
lipoma, fibropapilloma, hemangioma, epulis fisuratum, pleomorpic
adenoma,

dan

lain-lain.

Pada

palatum:

Fibroma,

fibromatosis,

fibropapilloma, myxofibroma, rhabdomyoma, mixed tumor, dll. Pada


lidah:

Papilloma,

hemangioma,

rhabdomyoma,

myoblastoma,

leiomyoma, lympangioma. Pada dasar mulut: Mixed tumor (plemorpic


adenoma), myxofibroma, dan lain-lain.9
2.4 Definisi Epulis
Epulis adalah suatu tumor yang bersifat jinak dan pertumbuhannya
berada di atas gingival dan berasal dari periodontal dan jaringan
periosteum. Epulis ini bersifat fibrous, hiperplastik atau granulatif. Dalam
pertumbuhannya epulis ini bisa tidak bertangkai atau biasa disebut sensile
dan dan bisa pula bertangkai (peduncullated). Epulis dapat dikategorikan ke
dalam

beberapa

menyebutkan

subtipe

yang

berbeda,

tetapi

beberapa

literatur

tiga jenis utama epulis yaitu: epulis fibromatosa, epulis

granulomatosa dan epulis sel raksasa (giant cel epulis). Secara histologi,
epulis terdiri dari kumpulan serat kolagen ditutupi dengan epitel sel
skuamosa yang berkeratin. Ketika terkena trauma, epulis dapat berisi
infiltrat inflamasi dan bisa menjadi sebuah ulserasi yang ditutupi oleh fibrin
dan organisme dari flora mulut. Epulis granulomatosa biasanya muncul di
papilla interdental sebagai hasil dari iritasi lokal (kalkulus, plak bakteri,

10

karies atau restorasi dengan margin yang tidak teratur).13 Epulis dianggap
lesi besar reaktif dari pada neoplasia, biasanya tanpa gejala dengan tingkat
pertumbuhan variabel. Lesi reaktif adalah pembengkakan yang berkembang
yang disebabkan oleh iritasi kronis sehingga merangsang respon jaringan
secara berlebihan.14
2.4.1 Faktor Predisposisi Epulis
Faktor predisposisi epulis antara lain iritasi kronis lokal (misalnya
kalkulus, karies servikal, sisa akar gigi) dan perubahan hormonal.15

Gambar 1. Gambaran predileksi epulis pada gusi dan bukalis21


2.4.2

Klasifikasi Epulis 15

Epulis dapat dibedakan berdasarkan etiologi terjadinya antara lain:


1. Epulis Gravidarum
2. Epulis Kongenitalis
3. Epulis Fibromatosa
4. Epulis Granulomatosa
5. Epulis Fissuratum

1. Epulis Gravidarum
Tumor kehamilan yang juga dikenal dengan epulis gravidarum atau
granuloma pyogenic, merupakan kelainan gingiva yang sangat jarang

11

terjadi pada kehamilan. Telah dilaporkan terjadi sekitar 0,2 sampai 5%


dari kehamilan. Tumor kehamilan merupakan lesi yang tumbuh dengan
cepat dan jinak, terjadi biasanya pada trimester pertama kehamilan. Jika
terjadi, tumor kehamilan mempunyai tendensi untuk terjadi kembali
pada kehamilan berikutnya. Lesi berwarna merah cerah dan banyak
vaskularisasi ini, yang kadang memiliki flek putih di permukaannya,
biasanya bertangkai dan dapat mencapai diameter 2 cm. Tumor
kehamilan ini tidak menimbulkan rasa sakit.16

Gambar 1. Epulis gravidarum pada wanita hamil21


Meskipun dapat timbul dari setiap tempat di gingiva, tapi
kebanyakan timbul di papila interdental gingiva, biasanya di daerah
labial dan lebih sering di rahang atas daripada rahang bawah. Gigi yang
berdekatan dengan epulis dapat bergeser dan menjadi lebih mudah
goyang, meskipun kerusakan tulang jarang terjadi di sekitar gigi yang
terlibat.17 Penyebab tumor kehamilan ini belum diketahui, walaupun
adanya pengaruh hormon kehamilan sangatlah jelas. Tumor kehamilan
terjadi selama masa kehamilan tetapi juga dikaitkan terhadap konsumsi
pil kontrasepsi. Diperkirakan lesi ini timbul dari papila gingiva yang
memang telah meradang, sehingga plak dianggap sebagai faktor
pencetus yang penting.17
2. Epulis Kongenital

12

Epulis kongenital adalah tumor bawaan yang jarang ditemui pada


bayi baru lahir dan lokasi paling sering terjadi di mukosa alveolar
rahang. Histogenesis epulis kongenital masih belum diketahui pasti.
Namun namun para ilmuwan meyakini bahwa epulis ini berasal dari
sel-sel mesenkim primitif yang asalnya dari neural crest.
Secara histologis, epulis kongenital pada bayi baru lahir biasanya
disusun dari kumpulan sel dengan sitoplasma granular dalam pembuluh
darah yang mudah terlihat. Meskipun beberapa kasus yang dilaporkan
mengalami involusi sendiri, eksisi bedah tetap diindikasikan jika terlalu
mengganggu bayi dalam menyusu.18

Gambar 2. Seorang bayi dengan epulis kongenital21


Pada bayi yang baru lahir dijumpai massa tonjolan pada mulutnya,
biasanya pada tulang rahang atas bagian anterior (depan). Dari 10%
kasus yang dilaporkan, lesi yang terjadi adalah lesi multipel namun
dapat juga berupa lesi tunggal. Ukuran lesi bervariasi, dari 0.5 cm
hingga 2 cm namun ada kasus di mana ukuran epulis mencapai 9 cm.
lesi ini lunak, bertangkai dan terkadang berupa lobus-lobus dari mukosa
alveolar. Bila epulis terlalu besar, dapat mengganggu saluran pernafasan
dan menyulitkan bayi saat menyusu.
Secara histologis, epulis kongenital mirip dengan granular cell
tumor yang terjadi pada orang dewasa. Perbedaannya adalah pada
epulis kongenital tidak rekuren dan tampaknya tidak berpotensi ke arah
keganasan. Kelainan ini dapat ditemui secara dini saat sang ibu

13

memeriksakan kandungan melalui alat sonography namun diagnosa


yang pasti belum dapat ditegakkan.
Pada sebagian besar kasus, epulis cenderung mengecil dengan
sendirinya dan menghilang saat bayi mencapai usia sekitar 8 bulan.
Dengan demikian lesi yang berukuran kecil tidak membutuhkan
perawatan.
Lesi yang lebih besar dapat mengganggu pernafasan dan/atau
menyusui sehingga perlu dilakukan pembedahan dengan anestesi
total. Dilaporkan keberhasilan penggunaan laser karbondioksida untuk
mengoperasi lesi epulis yang besar. Dari kasus-kasus yang ada, kejadian
ini tampaknya tidak mengganggu proses pertumbuhan gigi.
3. Epulis fibromatosa 19,20
Epulis jenis ini lebih sering dijumpai dibandingkan jenis lainnya
dan sering mengalami rekuren (kambuh) bila operasi pengangkatannya
tidak sempurna. Umumnya dijumpai pada orang dewasa. Terutama pada
bagian gingiva, bibir dan mukosa bagian bukal.

Etiologi : iritasi kronis

Klinis : letak antara 2 gigi, bertangkai, warna agak pucat, konsistensi


kenyal

Pengobatan : eksisi

Terjadi pada mukosa mulut terutama pada tepi ginggiva, pipi dan
lidah
Epulis ini terjadi pada rongga mulut terutama pada tepi gingival

dan juga sering terjadi pada pipi dan lidah. Etiologinya berasal dari
iritasi kronis. Tampak klinis yang terlihat antara lain bertangkai, dapat
pula tidak, warna agak pucat, konsistensi kenyal, batas tegas, padat dan
kokoh. Epulis ini pula tidak mudah berdarah dan tidak menimbulkan
rasa sakit.
Jika epulis fibroma menjadi terlalu besar, bisa mengganggu
pengunyahan dan menjadi trauma serta ulserasi. Histologis ditandai

14

oleh proliferasi jaringan ikat kolagen dengan berbagai derajat dari sel
infiltrasi inflamasi. Permukaan lesi ditutupi oleh epitel skuamosa
berlapis. Pengobatan epulis jenis ini dengan eksisi biopsi bedah dan
metode ini juga memiliki tujuan untuk menyingkirkan lesi/neoplasma
lainnya.

Gambar 3. Epulis fibromatosa21


Ukuran epulis ini bervariasi, sebagian besar kasus biasanya
berukuran kurang dari 2 cm namun ada pula kasus yang ukurannya
melebihi 4 cm. lesi ini dapat tumbuh menjadi massa yang bentuknya
tidak beraturan yang dapat menjadi ulserasi dapat mudah berdarah.
Pada beberapa kasus, giant cell epulis dapat menginvasi tulang di
bawahnya sehingga pada gambaran radiografis akan terlihat erosi
tulang. Sebagian besar terdiri atas jaringan granulasi. Konsistensi
kenyal, mudah berdarah bila tersenggol. Terlihat jaringan gusi dibatasi
oleh epitel gepeng berlapis yang mengalami proliferasi dengan ditandai
oleh adanya rete peg tidak beraturan. Stroma terdiri dari jaringan ikat
fibrosa padat dan kolagen yang tersusun dalam berkas yang tidak
beraturan. Juga ada sel radang kronis dalam stroma. Bila ada ulserasi,
biasanya sel radang yang banyak dijumpai adalah sel PMN sehingga
gambarannya menyerupai granuloma piogenikum.
Secara mikroskopis terlihat jaringan gusi dibatasi oleh epitel
gepeng berlapis yang mengalami proliferasi dengan ditandai oleh
adanya rate peg tidak beraturan. Stroma terdiri dari jaringan ikat fibrosa

15

padat dan kolagen yang tersusun dalam berkas yang tidak beraturan.
Juga ada sel radang kronis dalam stroma.

Gambar 4. Mikroskopis epulis fibromatosa21


4. Epulis Granulomatosa
Epulis granulomatosa dapat terjadi pada semua umur namun kasus
ini paling banyak didiagnosa pada pasien dalam golongan umur 40-60
tahun, dan terutama terjadi pada wanita.

Gambar 5. Epulis granulomatosa pada daerah palatal gigi insisif atas21


Lesi tampak sebagai pembesaran gusi yang muncul diantara dua
gigi, kaya vaskularisasi sehingga mudah berdarah dengan sentuhan dan
umumnya berwarna merah keunguan.
Ukurannya bervariasi, sebagian besar kasus biasanya berukuran
kurang dari 2 cm namun ada kasus yang ukurannya diameter melebihi 4
cm. Lesi ini dapat tumbuh menjadi massa yang bentuknya tidak
beraturan yang dapat menjadi ulserasi dan mudah berdarah. Pada

16

beberapa kasus giant cell epulis dapat menginvasi tulang di bawahnya


sehingga pada gambaran radiografis akan terlihat erosi tulang. Sebagian
besar terdiri atas jaringan granulasi. Konsistensi kenyal, mudah
berdarah bila tersenggol.
Terlihat jaringan gusi dibatasi oleh epitel gepeng berlapis yang
mengalami proliferasi dengan rete peg (papil epitel yang masuk ke
dalam stroma jaringan ikat dibawah epitel) yang tidak beraturan.
Stroma terdiri dari jaringan granulasi yang disusun oleh jaringan ikat,
pembuluh darah, sebukan sel radang akut dan kronis. Bila ada ulserasi,
biasnya sel radang yang banyak dijumpai adalah PMN sehingga dan
gambarannya menyerupai granuloma piogenikum.

Gambar 6. Mikroskopis epulis granulomatosa21


Perawatan giant cell epulis melibatkan bedah eksisi dan kuretase
tulang yang terlibat. Gigi yang berdekatan dengan epulis juga perlu
dicabut bila sudah tidak dapat dipertahankan, atau dilakukan
pembersihan karang gigi (scaling) dan penghalusan akar (root planing).
Dilaporkan angka rekurensi sebesar 10 % sehingga diperlukan tindakan
eksisi kembali.19

5. Epulis Fissuratum19,20
Epulis fissuratum adalah hyperplasia mukosa akibat trauma
ringan kronik oleh pinggiran gigi palsu. Epulis fissuratum dianalogikan

17

sebagai akantoma fissuratum pada kulit. Epulis fissuratum muncul


berhubungan dengan pinggiran gigi palsu. Epulis biasanya ditemukan
pada vestibuler maksila atau mandibula. Kebanyakan epulis fissuratum
terjadi pada ras kulit putih. Ini berhubungan dari dominasi ras kulit
putih untuk sering menggunakan gigi palsu. Kebanyakan kasus terjadi
pada wanita. Pada kenyataannya, wanita lebih suka menggunakan gigi
palsu dalam waktu yang lebih lama, karena alasan estetik.
Kemungkinan, perubahan epitel menjadi atropi pada wanita menopause,
mempengaruhi kejadiannya pada wanita yang lebih tua. Epulis
fissuratum terbanyak terjadi pada umur 50, 60, dan 70-an, tapi dapat
ditemukan pada hampir seluruh umur. Epulis fissuratum pernah
ditemukan pada anak kecil. Faktanya, lesi berhubungan dengan
penggunaan gigi palsu dan proses iritasi yang kronis memiliki insidensi
lebih tinggi pada individu yang lebih tua.
Pemeriksaan pada pasien epulis fissuratum biasanya ditemukan
pembengkakan pada mukosa hiperplastik, dimana meliputi pinggiran
dari gigi palsu. Lesi lebih sering pada bagian depan dari gigi palsu. Lesi
pada daerah lingual jarang ditemukan. Lesi ini lebih sering pada bagian
anterior rahang. Permukaan dari massa epulis fissuratum: halus,
biasanya berbentuk ulseran atau papiler. Ukuran dari lesi epulis
fissuratum lesion bervariasi; pada beberapa lesi kecil, tapi dapat
meliputi seluruh mukosa vestibuler yang kontak dengan gigi palsu.
Walaupun sering dalam warna mukosa, eritema juga bisa terjadi, jika
terjadi inflamasi. Beberapa lesi muncul mejadi granuloma piogenik,
disebabkan proliferasi kapiler.

18

Gambar 7. Epulis Fissuratum22


Penyebab dari epulis fissuratum adalah iritasi kronis ringan pada
tempat pemasangan gigi palsu. Biasanya, berhubungan dengan resopsi
dari tulang alveolar, supaya gigi palsu dapat bergerak pada mukosa
vestibuler,

mengakibatkan

inflamasi

hiperplasi

jaringan yang

berproliferasi pada tepi gigi palsu tersebut.


Lesi ini dapat dihilangkan dengan eksisi. Selain itu, gigi tiruan
yang menjadi timbulnya lesi ini harus diperbaiki hingga dapat memiliki
kecekatan yang baik namun tidak memberi tekanan berat terhadap
mukosa supaya mencegah iritasi yang lebih berat lagi. Meski lesi ini
sangat jarang dihubungkan dengan karsinoma sel skuamosa, namun
sebagai

tindakan

preventif

sebaiknya

dilakukan

pemeriksaan

mikroskopis pada lesi yang telah dibuang tersebut.


Pemeriksaan gigi rutin, dapat mencegah epulis fissuratum.
Pasien yang menggunakan gigi palsu jarang sadar, bahwa mereka juga
perlu memeriksakan kesehatan mulut mereka ke dokter gigi, sehingga
meningkatkan resiko terjadinya epulis fissuratum.
Dengan

penatalaksanaan

segera,

prognosis

dari

epulis

fissuratum ini adalah baik. Masalah yang mungkin terjadi adalah, massa
pada daerah mukosa vestibuler dan berhubungan dengan gigi palsu
sering lolos dari diagnosis sebagai epulis fissuratum. Sayangnya, pada
kasus yang jarang, massa ini dapat menjadi skuamos sel karsinoma atau

19

sudah bermetastase. Karena itu, jaringan ini, setelah diesktirpasi harus


diperiksa secara histologis. Perlu disarankan kepada pasien untuk
memeriksakan gigi mereka secara rutin jika dibutuhkan dan jika ada
gangguan pada jaringan mulut.
2.4.3

Tatalaksana Epulis
Ekskokleasi epulis ialah pengangkatan jaringan patologis dari

ginggiva, pencabutan gigi yang terlibat serta pengerokan sisa jaringan


pada bekas akar gigi.
a. Indikasi operasi : Epulis kecuali epulis gravidarum
b. Kontraindikasi operasi :Komorbiditas berat
c. Diagnosis Banding : Karsinoma ginggiva
d. Pemeriksaan Penunjang : FNA
e. Teknik Operasi
Menjelang operasi
Penjelasan kepada penderita dan keluarganya mengenai tindakan
operasi yang akan dijalani serta resiko komplikasi disertai dengan
tandatangan persetujuan dan permohonan dari penderita untuk
dilakukan operasi. (Informed consent).

Memeriksa dan melengkapi persiapan alat dan kelengkapan

operasi.
Penderita puasa minimal 6 jam sebelum operasi.
Antibiotika profilaksis, Cefazolin atau Clindamycin kombinasi
dengan Garamycin (dosis menyesuaikan untuk profilaksis).

Tahapan operasi

Dilakukan dalam kamar operasi, penderita dalam narkose umum


dengan intubasi nasotrakheal kontralateral dari lesi, atau kalau
kesulitan bisa orotrakeal yang diletakkan pada sudut mulut serta
fiksasinya kesisi kontralateral, sehingga lapangan operasi bisa
bebas. Posisi penderita telentang sedikit head-up (20-250),
ekstensi (perubahan posisi kepala setelah didesinfeksi).

20

Desinfeksi intraoral dengan Hibicet setelah dipasang tampon


steril di orofaring.
Catatan: Desinfeksi lapangan operasi luar dengan Hibitanealkohol 70% 1:1000. Posisikan penderita tengadah dengan
mengganjal bantal pundaknya.

Dengan menggunakan mouth spreader mulut dibuka sehingga


lapangan operasi lebih jelas. Insisi dilakukan diluar tepi lesi pada
jaringan yang sehat dengan menggunakan couter-coagulation,
lakukan rawat perdarahan, lakukan pembersihan lebih lanjut
dengan jalan mencabut gigi yang terlibat serta lakukan kerokan
pada sisa sekitar tumor.

Surat pengantar PA diberi keterangan klinis yang jelas.

f. Komplikasi operasi

Perdarahan
Infeksi
Residif

g. Mortalitas
Sangat rendah
h. Perawatan Pascabedah

Infus Ringer Lactate dan Dextrose 5% dengan perbandingan


1:4 (sehari). Antibiotik profilaksis misalnya Cefazolin atau

Clindamycin diteruskan 1 hari.


Setelah sadar betul bisa dicoba minum sedikit-sedikit, setelah 6

jam tidak mual bisa diberi makan.


Pada penderita yang dipasang kasa verband tampon steril pada
saat operasi untuk menghentikan perdarahan pada bekas akar
gigi, bisa dilepas setelah 1 jam dari operasi atau ancaman

perdarahan sudah berhenti.


Kumur-kumur/Oral hygiene penderita diteruskan terutama

sebelum dan sesudah minum/makan.


Penderita boleh pulang sehari kemudian.

i. Follow-Up

21

Tiap minggu sampai luka operasi sembuh.

22

BAB III
LAPORAN KASUS

IDENTITAS PENDERITA
Nama

: Ny. S

Jenis kelamin

: Perempuan

Umur

: 55 tahun

Pekerjaan

: Petani

Alamat

: Grobogan, Jawa Tengah

Agama

: Islam

Suku

: Jawa

Tanggal Pemeriksaan

: 20 Juli 2016 pukul 10.00 WIB

No. CM

: C594306

KELUHAN SUBYEKTIF
ANAMNESIS
Autoanamnesis pada tanggal 20 Juli 2016 pukul 10.00 WIB di poli Gigi dan
Mulut RSDK
Keluhan utama : benjolan pada gusi kanan bawah bagian belakang
Riwayat Penyakit Sekarang:
1 tahun yang lalu, pasien merasakan sakit gigi sebelah kanan bawah bagian
belakang. Beberapa bulan setelah itu pasien merasa mulai muncul benjolan di
daerah gusi kanan bawah bagian belakang. 5 bulan yang lalu benjolan
semakin lama semakin besar, tidak nyeri, dan tidak mudah berdarah. Pasien
masih bisa makan seperti biasa. 1 bulan yang lalu, pasien berobat ke dokter
gigi keluarga dan mendapat obat kumur namun tidak ada perbaikan.
1 hari SMRS, benjolan dirasan sudah sebesar bola bekel, tidak nyeri, tidak
mudah berdarah, gangguan menelan (-), gangguan bernafas (-), gangguan
bicara (-), pusing (-), sulit membuka mulut (-). Pasien kemudian dirujuk ke
RSUP Dr. Kariadi Semarang.

22

23

Riwayat Penyakit Dahulu


- Penderita belum pernah sakit seperti ini sebelumnya
- Riwayat sakit gigi sebelumnya (+)
- Riwayat trauma daerah bibir dan mulut disangkal
- Riwayat menggunakan gigi palsu dan gigi logam disangkal
- Riwayat penyakit kencing manis dan darah tinggi disangkal
- Riwayat merokok dan minum alkohol disangkal
- Riwayat menyirih disangkal.
- Riwayat penyinaran sebelumnya disangkal
- Riwayat konsumsi alkohol disangkal
- Riwayat alergi disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga
- Riwayat menderita penyakit seperti ini disangkal
- Riwayat keganasan disangkal
- Riwayat darah tinggi disangkal
- Riwayat kencing manis disangkal
- Riwayat alergi disangkal
Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien bekerja sebagai petani. Pasien adalah janda dan memiliki 2 orang anak
yang sudah mandiri. Biaya pengobatan ditanggung BPJS.
Kesan : sosial ekonomi kurang
3

PEMERIKSAAN OBYEKTIF
PEMERIKSAAN FISIK
Pasien dilakukan pemeriksaan fisik pada tanggal 20 Juli 2016 pukul
10.00 WIB di Poli Klinik Gigi dan Mulut RSUP Dr. Kariadi Semarang.
a

Status Generalis
Keadaan umum
Kesadaran
: compos mentis, E4M6V5 (GCS 15)
Keadaan gizi : Baik

24

Tanda-tanda vital
TD
: 140/100 mmHg
HR
: 84 x/menit
RR
: 20 x/menit
Suhu
: 37,5 C
Gambaran umum lainnya
TB

: 157 cm

BB

: 51 kg

Nutrisi

: BMI 20,69 (kesan : normoweight)

Hidrasi

: baik

Edema

:-

Pucat

:-

Jaundice

:-

PEMERIKSAAN EKSTRA ORAL

Gambar 1. Area ekstraoral


Wajah
- Inspeksi
- Palpasi
- Mata
- Hidung
- Telinga
- Sensoris
Leher

: asimetri (-)
: tidak teraba dari ekstra oral, nyeri tekan (-)
: visus 6/6, diplopia (-), injeksi konjungtiva (-)
: deviasi (-), discharge (-)
: discharge (-)
: normoestesia

25

Inspeksi : pembesaran nnll submandibula dextra (-), sinistra

(-)
Palpasi

: nyeri tekan (-), pembesaran nnll (-)

PEMERIKSAAN INTRA ORAL

Gambar 2. Area intraoral


Mukosa pipi
Mukosa palatum
Mukosa dasar lidah
Mukosa pharynx
Ginggiva atas
Ginggiva bawah

: edema (-/-), hiperemis (-/-)


: edema (-/-), hiperemis (-/-)
: edema (-/-), hiperemis (-/-)
: edema (-/-), hiperemis (-/-)
: edema (-/-), hiperemis (-/-)
: Benjolan ginggiva rahang bawah bagian

posterior, edema (-/-), hiperemis (-/-)


Karang gigi
: (+) gigi 3.1, 4.1, 4.2
Pocket
: (-)
Oklusi
: normal bite
Palatum
: normal
Supernumerary teeth : tidak ada
Diastema
: tidak ada
Gigi anomali
: tidak ada

26

3.4 STATUS LOKALIS


Pemeriksaan ekstraoral
Inspeksi
: asimetri muka (-), trismus (-), pembesaran nnll (-)
Palpasi
: nyeri tekan (-), nyeri ketuk (-)
Pemeriksaan intraoral
Inspeksi

: Tampak benjolan tak teratur di ginggiva rahang kanan


bawah

bagian posterior, lokasi benjolan kira-kira di

belakang gigi 4.7, ukuran sebesar bola bekel, warna sama


dengan mukosa, hiperemis (-), oedematous (-), ulcus (-)
Palpasi

: Teraba benjolan ukuran 4x3x3 cm, konsistensi kenyal,


batas tegas, nyeri tekan (-), tidak mudah berdarah, fluktuasi
(-), kapsusl (-), mudah berdarah (-), permukaan licin,
bertangkai (+), mobile (+)

Status Dental
Gigi 1.1 dan 3.2 missing teeth
Gigi 3.1
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Sondase
Vitalitas
Mobilitas

: sisi lingual dan bukal dikelilingi kalkulus


: (-)
: (-)
: (-)
: (+)
: (-)

Gigi 4.1
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Sondase
Vitalitas
Mobilitas

: sisi lingual dan bukal dikelilingi kalkulus


: (-)
: (-)
: (-)
: (+)
: (-)

27

Gigi 4.2
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Sondase
Vitalitas
Mobilitas
4

: sisi lingual dan bukal dikelilingi kalkulus


: (-)
: (-)
: (-)
: (+)
: (-)

DIAGNOSIS KERJA
Tumor gusi rahang bawah dekstra curiga jinak

Diagnosa Banding
Epulis fibromatosa
Iritation Fibroma
Epulis Granulomatosa (Giant cell)

Initial Plan
Dx
S : benjolan pada gusi kanan bawah bagian belakang
O: Keadaan umum : baik, compos mentis
Darah lengkap, GDS, elektrolit, kimia darah
Rx: Pro Foto Panoramik
Konsul Bedah Mulut ( pro ekskokleasi)
Mx:Keadaan umum, Tanda vital, perjalanan dan perkembangan gejala,
Ex

komplikasi penyakit
:

Menjelaskan kepada pasien mengenai pentingnya oral hygiene dan


cara menyikat gigi yang benar

Menjelaskan kepada pasien agar tetap patuh untuk hidup sehat dan
mengkonsumsi makanan yang bergizi

Menjelaskan kepada pasien agar melakukan pemeriksaan lebih lanjut,


menjelaskan bahwa pasien akan dirujuk ke dokter gigi karena diduga
adanya benjolan pada gusi bawah kanan.

28

BAB IV
PEMBAHASAN
Pada kasus ini didapatkan seorang wanita 55 tahun dengan keluhan
keluhan utama benjolan di gusi kanan rahang bawah yang muncul 5 bulan yang
lalu, benjolan mula- mula kecil kemudian makin lama semakin besar, tidak nyeri,
dan tidak mudah berdarah. Pasien masih dapat makan seperti biasanya.
Sebelumnya 1 tahun yang lalu, pasien merasakan sakit gigisebelah kanan bawah
bagian belakang. Pasien telah berobat ke dokter gigi keluarga 1 bulan yang lalu
dan mendapat obat kumur namun tidak ada perbaikan. Saat masuk RS, benjolan
telah berukuran sebesar bola bekel pada gusi kanan pinggir bawah. Nyeri spontan
(-), pusing (-), pingsan (-), sulit membuka mulut (-). Pasien dapat bernapas dan
berbicara seperti biasa. Riwayat keganasan sebelumnya disangkal, riwayat sakit
gigi sebelumnya (+), riwayat trauma daerah bibir dan mulut (-), riwayat
menggunakan gigi palsu dan gigi logam (-), penyakit sistemik (DM, Hipertensi),
penyinaran sebelumnya, merokok, mengkonsumsi alkohol disangkal.
Dari hasil anamnesis, karakeristik benjolan pada pasien sesuai dengan
tumor gingival jinak, yaitu benjolan yang tumbuh pada gusi, memiliki
progresivitas yang cukup lama, tidak ada nyeri spontan, dan tidak mudah
berdarah. Hal ini sesuai dengan sifat tumor gingival jinak yang jarang sekali
menimbulkan nyeri kecuali terdapat infeksi sekunder. Dari hasil anamnesis
diperkirakan etiologi dari tumor gingival pada pasien yaitu iritasi kronis dari
peradangan gigi.
Pada pemeriksaan fisik, diperoleh keadaan umum pasien dalam batas
normal. Pada pemeriksaan ekstraoral tidak didapatkan asimetri wajah,
pembengkakan pada pipi kiri (-), nyeri tekan (-), pembesaran kelenjar limfonodi
leher (-), dan tidak terdapat trismus. Pada pemeriksaan intraoral Tampak benjolan
takteraturdi ginggiva rahangkanan bawahbagian posterior sebesar bola bekel,
warna sama dengan mukosa, hiperemis (-), oedematous (-), ulcus (-). Dari hasil
palpasi didapatkan benjolan di mukosa bucal rahang bawah kanan (+) ukuran

29

4x3x3 cm, konsistensi kenyal, batas tegas, nyeri tekan (-), fluktuasi (-), kapsul
(-), mudah berdarah (-), permukaan licin, bertangkai (+), mobile (+), lokasi
benjolan kira-kira di belakang gigi 4.7. Pada pemeriksaan gigi geligi pasien
didapatkan kalkulus dan tidak didapatkan tanda penyakit lain. Dari hasil
pemeriksaan ekstraoral dan intraoral dari pasien tersebut didapatkan tanda-tanda
yang mengarah pada diagnosis tumor ginggiva rahang bawah dekstra curiga jinak
dengan diagnosis banding epulis fibromatosa, yaitu massa konsistensi massa
gingiva kenyal, tidak mudah berdarah, batas tegas, tidak mudah berdarah bentuk
29
bertangkai, warna seperti mukosa sekitarnya serta tidak ada kelainan pada
pemeriksaan ekstraoral.
Untuk kepentingan diagnosis pasti, pasien diprogramkan untuk foto
rontgen panoramic serta pemeriksaan labaoraturium darah, kimia klinik, GDS,
serta elektrolit. Pasien juga dirujuk ke bagian gigi dan mulut pada strata fasilitas
kesehatan yang lebih tinggi untuk tatalaksana lebih lanjut berupa biopsy preeksisi
maupun ekskokleasi. Untuk sementara pasien diberikan terapi simptomatis berupa
analgesik dan edukasi tentang penyakit pasien maupun rencana tatalaksana yang
akan dilakukan, serta hygiene oral yang baik.

30

BAB V
KESIMPULAN
Telah diperiksa seorang wanita berumur 55 tahun dengan diagnosis
penyakit utama tumor ginggiva rahang bawah dekstra curiga jinak

dengan

diagnosis banding epulis fibromatosa. Penegakan diagnosis pada penderita ini


dilakukan

dengan

anamnesis

dan

pemeriksaan

fisik. Penatalaksanaan

selanjutnya, pasien disarankan untuk foto X-ray panoramic dan dikonsulkan ke


bedah mulut untuk dilakukan biopsi praeksisi maupun ekskokleasi.

31

31

DAFTAR PUSTAKA
1

De Jong, Wim. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi ke-2. 2004. Jakarta: EGC

Sjamsuhidajat, de Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 3. Penerbit EGC :


Jakarta. 2010;176-177

Syafriadi, et al. Patologi Mulut. 2008. Yogyakarta: Andi

Agus,

Peter.

Lecture

slides.

Tumor

Jaringan

Lunak

Di

Gingiva

(NonNeoplastic Cell Growth) -Non Odontogen. Universitas Airlangga, 2013.


5

Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan


Kesehatan, Departemen Kesehatan, Republik Indonesia. 2007

Lestari Ika Puji. Prevalensi Tumor Jinak dan Tumor Ganas Rongga Mulut di
RSUP Sanglah Denpasar Bali Berdasarkan Usia, Jenis Kelamin, dan Terapi
Periode 2009-2010. Jember : Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Jember.
2014

Van der Waal, Isaac. Atlas of Oral Diseases: A Guide for Daily Practice. 2015.
Berlin: Springer

Robbins dkk. 2007. Buku Ajar Patologi Robbins Ed 7. EGC: Jakarta. Hal.
168

Sudiono Janti dkk. 2003. Ilmu Patologi. EGC: Jakarta

10 umar M, Nanavati R, Modi TG, Dobarinya C. Oral Cancer : Etiology and risk
factor: Areview. JCRT 2013; 3(4): 1257-68.
11 Ram H, Sarkar J, et al. Oral Cancer: Risk Factors and Molecular
Pathogenesis. JMOS 2011;10(2):132-137
12 Syafriadi Mei, 2008. Patologi Mulut (Tumor Neoplastik dan Non Neoplastik
RonggaMulut). Jogjakarta: Andi

32

32

13 Liu C, Qin ZP, Fan ZN, et al. New treatment strategy for granulomatous
epulis: intralesional injection of propranolol. Med Hypotheses. 2012;78
2:327329
14 Rajanikanth BR, Srinivas M, Suragimath G, et al. Localized gingival
enlargementa diagnostic dilema. Indian J Dent. 2012;3 1:4448.
15 Eghbalian, Fatemeh, and Alireza Monsef. "Congenital epulis in the newborn,
review of the literature and a case report." Journal of pediatric
hematology/oncology 31.3 (2009): 198-199.
16 Pirie M, et all. Review Dental Manifestation of Pregnancy. The Obstetricians
and Gynaecologist, 2007; 9 ; 21-6.
17 Tandon Shruti, Dsilva Ingrid. Periodontal Physiology During Pregnancy.
Indian J Physiol Pharmacol 2003; 47(4): 367-72.
18 David B, Graham R. Congenital Epulis:A Case Report and Estimation of
Incidence. International Journal of Otolaryngology. 2009
19 Cawson, Roderick A., and Edward W. Odell. Cawson's essentials of oral
pathology and oral medicine. Elsevier Health Sciences, 2008.
20 Leong,

R.,

and

G.

F.

Seng.

"Epulis

granulomatosa:

sequellae."General dentistry 46.3 (1997): 252-255.


21 http://rumahnyeniaeni.blogspot.sg/2010/10/epulis.html
22 https://riscaeye.wordpress.com/gigi-mulut-epulis/

extraction

Anda mungkin juga menyukai