Anda di halaman 1dari 52

MAKALAH PRAKTIK KEPERAWATAN

BAB I

PENDAHULUAN

1.1       Latar Belakang

Keperawatan merupakan salah satu profesi dalam dunia kesehatan .Sebagai


profesi, tentunya pelayanan yang diberikan harus professional, sehingga
perawat/ners harus memiliki kompetensi dan memenuhi standar praktik
keperawatan, serta memperhatikan kode etik dan moral profesi agar masyarakat
menerima pelayanan dan asuhan keperwatan yang bemutu. Tetapi bila kita lihat
realita yang ada, dunia keprawatan di Indonesia sangat
memprihatinkan .Fenomene “gray area” pada berbagai jenis dan jenjang
keperawatan yang ada maupun dengan profesi kesehatan lainnya masih sulit
dihindari.
Berdasarkan hasil kajian (Depkes & UI, 2005) menunujukkan bahwa terdapat
perawat yang menetapkan diagnosis penyakit (92,6%), membuat resep obat
(93,1%), melakukan tindakan pengobatan didalam maupun diluar gedung
puskesmas (97,1%), melakukan pemeriksaan kehamilan (70,1%), melakukan
pertolongan persalinan(57,7%), melaksanakan tugas petugas kebersihan (78,8%),
dan melakukan tugas administrasi seperti bendahara,dll (63,6%).
Pada keadaan darurat seperti ini yang disebut dengan “gray area” sering sulit
dihindari. Sehingga perawat yang tugasnya berada disamping klien selama 24 jam
sering mengalami kedaruratan klien sedangkan tidak ada dokter yang bertugas.
Hal ini membuat perawat terpaksa melakukan tindakan medis yang bukan
merupakan wewenangnya demi keselamatan klien. Tindakan yang dilakukan tanpa
ada delegasi dan petunjuk dari dokter, terutama di puskesmas yang hanya memiliki
satu dokter yang berfungsi sebagai pengelola puskesmas, sering menimbulkan
situasi yang mengharuskan perawat melakukan tindakan pengobatan. Fenomena
ini tentunya sudah sering kita jumpai di berbagai puskesmas terutama di daerah-
daerah tepencil. Dengan pengalihan fungsi ini, maka dapat dipastikan fungsi
perawat akan terbengkalai. Dan tentu saja ini tidak mendapat perlindungan hukum
karena tidak dipertanggungjawabkan secara professional.
Kemudian fenomena melemahkan kepercayaan masyarakat dan maraknya
tuntunan hukum terhadap praktik tenaga kesehatan termasuk keperawatan, sering
diidentikkan dengan kegagalan upaya pelayanan kesehatan. Hanya perawat yang
memeuhi persyaratan yang mendapat izin melakukan praktik keperawatan.
Saat ini desakan dari seluruh elemen keperawatan akan perlunya UU Keperawatan
semakin tinggi .
Uraian diatas cukup menggambarkan betapa pentingnya UU Keperawatan
tidak hanya bagi perawat sendiri, melainkan juga bagi masyarakat selaku penerima
asuhan keperawatan. Sejak dilaksanakan Lokakarya Nasional Keperawatan tahun
1983 yang menetapkan bahwa keperawatan merupakan profesi dan pendidikan
keperawatan berada pada pendidikan tinggi, berbagai cara telah dilakukan dalam
memajukan profesi keperwatan.
Pada tahun 1989, PPNI sebagai organisasi perawat di Indonesia mulai
memperjuangkan terbentuknya UU Keperawatan. Berbagai peristiwa penting
terjadi dalam usaha mensukseskan UU Keperawatan ini. Pada tahun 1992
disahkanlah UU Kesehatan yang didalamnya mengakui bahwa keperawatan
merupakan profesi ( UU Kesehatan No.23, 1992). Peristiwa ini penting artinya,
karena sebelumnya pengakuan bahwa keperawatan merupakan profesi hanya
tertuang dalam peraturan pemerintah (PP No.32, 1996). Dan usulan UU
Keperawatan baru disahkan menjadi RUU Keperawatan pada tahun 2004.
Perlu kita ketahui bahwa untuk membuat suatu undang-undang dapat
ditempuh dengan 2 cara yakni melalui pemerintah (UUD 1945 Pasal 5 ayat 1) dan
melalui DPR (Badan Legislatif Negara). Selama hampir 20 tahun ini PPNI
memperjuangkan RUU Keperawtan melalui pemerintah, dalam hal ini Depkes RI.
Dana yang dikeluarkan pun tidak sedikit. Tapi kenyataannya hingga saat ini RUU
Keperawatan berada pada urutan 250-an pada program Legislasi Nasional
(Prolegnas) , yang ada pada tahun 2007 berada pada urutan 160 (PPNI, 2008).
Tentunya pengetahuan masyarakat akan pentingnya UU Keperawatan mutlak
diperlukan. Hal ini terkait status DPR yang merupakan Lembaga Perwakilan
Rakyat, sehingga pembahasan-pembahasan yang dilakukan merupakan masalah
yang sedang terjadi di masyarakat. Oleh karena itu, pencerdasan kepada
masyarakat akan pentingnya UU Keperawatan pun masuk dalam agenda DPR RI.
Dalam UU Tentang praktik keperawatan pada bab 1 pasal 1 yang ke-3 berbunyi :
“ Asuhan keperawatan adalah proses atau rangkaian kegiatan pada praktik
keperawatan baik langsung atau tidak langsung diberikan kepada sistem klien
disarana dan tatanan kesehatan lainnya, dengan menggunakan pendekatan ilmiah
keperawatan berdasarkan kode etik dan standar pratik keperawatan.
Dan pasal 2 berbunyi :
“ Praktik keperawatan dilaksanakan berdasarkan pancasila dan berdasarkan pada
nilai ilmiah, etika dan etiket, manfaat, keadilan, kemanusiaan, keseimbangan dan
perlindungan serta keselamatan penerima dan pemberi pelayanan keperawatan.

1.2       Rumusan Masalah

Beberapa hal yang menjadi pokok permasalahan dalam pembahasan makalah ini

adalah:
1          Apakah  Praktik Keperawatan itu?

2.         Kenapa Undang-Undang Praktik Keperawatan itu penting?

3.         Kenapa PPNI mendorong disahkannya Undang-Undang Praktik

Keperawatan?

4.         Apa saja Undang-Undang yang ada di Indonesia yang berkaitan dengan

praktik keperawatan?

5.         Apa Tugas Pokok dan Fungsi Keperawatan Dalam RUU Keperawatan?

6.         Apa Landasan Hukum Profesi Perawat?

7.         Bagaimana Perkembangan Perjuangan Undang-Undang Keperawatan ?


8.         Apa Isi RUU Keperawatan?

9.         Apa Penjelasan RUU Keperawatan?

10.       Bagaimana Pemecahan Masalah RUU Keperawatan?

1.3       Maksud dan Tujuan

Sesuai dengan masalah yang dirumuskan diatas maksud dan tujuan inipun

dirumuskan guna memperoleh suatu deskripsi tentang:


1          Praktik Keperawatan itu

2.         Undang-Undang Praktik Keperawatan itu penting

3.         PPNI mendorong disahkannya Undang-Undang Praktik Keperawatan

4.         Undang-Undang yang ada di Indonesia yang berkaitan dengan praktik

keperawatan

5.         Tugas Pokok dan Fungsi Keperawatan Dalam RUU Keperawatan

6.         Landasan Hukum Profesi Perawat

7.         Perkembangan Perjuangan Undang-Undang Keperawatan

8.         Isi RUU Keperawatan

9.         Penjelasan RUU Keperawatan

10.       Pemecahan Masalah RUU Keperawatan

1.4       Manfaat

            Dalam penyusunan makalah  ini, diharapkan dapat memberikan manfaat

bagi semua pihak. Adapun manfaat penyusunan itu diantaranya :

1.    Berfungsi sebagai literatur-literatur bagi pelajar yang ingin memperdalam wawasan

tentang masalah Landasan Hukum Praktik keperawatan


2.    Para pembaca dapat mengetahui lebih dalam tentang  Ruu Keperawatan

1.5       Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah penyusunan laporan hasil penelitian, maka penulis

akan membuat susunan Karya tulis sebagaimana sistematika di bawah ini:

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

            1.1       Latar Belakang

            1.2       Rumusan Masalah

            1.3       Maksud dan Tujuan

            1.4       Manfaat

            1.5       Sistematika Penulisan

BAB II ISI
            2.1       Praktik Keperawatan itu

2.2       Undang-Undang Praktik Keperawatan itu penting

2.3       PPNI mendorong disahkannya Undang-Undang Praktik Keperawatan

2.4       Undang-Undang yang ada di Indonesia yang berkaitan dengan praktik

keperawatan

2.5       Tugas Pokok dan Fungsi Keperawatan Dalam RUU Keperawatan

2.6       Landasan Hukum Profesi Perawat

2.7       Perkembangan Perjuangan Undang-Undang Keperawatan

2.8.      Isi RUU Keperawatan


2.9       Penjelasan RUU Keperawatan

2.10    Pemecahan Masalah RUU Keperawatan

BAB III PENUTUP

            3.1 Kesimpulan

            3.2 Saran

DAFTAR PUSTAKA

BAB II
2.1. Praktik Keperawatan
Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan professional yang merupakan bagian
integral dari pelayanan kesehatan. Didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan
ditujukan kepada individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat baik sehat maupun
sakit yang mencakup seluruh proses kehidupan manusia.

Praktek keperawatan adalah tindakan mandiri perawat melalui kolaborasi dengan


system klien dan tenaga kesehatan lain dalam membrikan asuhan keperawatan
sesuai lingkup wewenang dan tanggung jawabnya pada berbagai tatanan
pelayanan, termasuk praktik keperawatan individual dan berkelompok

Tujuan Praktik keperawatn


Pengaturan penyelenggaraan praktik keperawatan bertujuan untuk:
 memberikan perlindungan dan kepastian hukum kepada penerima dan pemberi
jasa pelayanan keperawatan.
 Mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan keperawatan yang diberikan
oleh perawat.

Lingkup praktik keperawatan


•         Memberikan asuhan keperawatan pada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat
dalam menyelesaikan masalah kesehatan sederhana dan kompleks.
•         Memberikan tindakan keperawatan langsung, pendidikan, nasehat, konseling, dalam
rangka penyelesaian masalah kesehatan melalui pemenuhan kebutuhan dasar manusia
dalam upaya memandirikan sistem klien
•         Memberikan pelayanan keperawatan di sarana kesehatan dan tatanan lainnya.
•         Memberikan pengobatan dan tindakan medik terbatas, pelayanan KB, imunisasi,
pertolongan persalinan normal dan menulis permintaan obat/resep.
•         Melaksanakan program pengobatan secara tertulis dari dokter
•         Peraturan Pemerintah No. 32 tahun 1996 KEPMENKES                   NO.1239/2001:

  Registrasi & praktik perawat


   Mengatur :
•         SIP (Surat Ijin Perawat)
•         SIK (Surat Ijin Kerja)
•         SIPP (Surat Ijin Praktik Perawat

Perkembangan praktik keperawatan di indonesia  :


 TAHUN 1963
Perawat adalah pelaksana perintah dokter dalam pengobatan pasien (UU No : 6 Tahun 1963
tentang Tenaga Kesehatan).
 TAHUN 1979
    Pembagian tenaga kesehatan menjadi medis dan paramedis.
    Paramedis dibagi dua  yaitu paramedis perawat (perawat dan bidan ) dan non Perawat.
    Permenkes No : 262/Per/VII/1979
 TAHUN 1980
     Bidan diijinkan untuk melakukan praktik swasta (Persalinan dan KB)
•          Permenkes No : 363/Menkes/XX/1980
 TAHUN 1992 - Sekarang
    Keperawatan sebagai profesi dengan kewenangan tertentu :
a. UU No. 23 Th. 1992 tentang Kesehatan
b. PP No. 32 Th. 1996 tentnag Tenaga Kesehatan
c. Kepmenkes  1239 Th. 2001 tentang Registrasi dan Praktek Perawat
d. Kepmenkes  900 Th. 2002 tentang Registrasi   dan Praktek Bidan 

2.2.  Pentingnya Undang-Undang Praktik Keperawatan


Ada beberapa alasan mengapa Undang-Undang Praktik Keperawatan
dibutuhkan. Yaitu:
1.                   Pertama, alasan filosofi. Perawat telah memberikan konstribusi besar dalam
peningkatan derajat kesehatan.
Perawat berperan dalam memberikan pelayanan kesehatan mulai dari pelayanan
pemerintah dan swasta, dari perkotaan hingga pelosok desa terpencil dan
perbatasan. Tetapi pengabdian tersebut pada kenyataannya belum diimbangi
dengan pemberian perlindungan hukum, bahkan cenderung menjadi objek hukum.
Perawat juga memiliki kompetensi keilmuan, sikap rasional, etis dan profesional,
semangat pengabdian yang tinggi, berdisiplin, kreatif, terampil, berbudi luhur dan
dapat memegang teguh etika profesi. Disamping itu, Undang-Undang ini memiliki
tujuan, lingkup profesi yang jelas, kemutlakan profesi, kepentingan bersama
berbagai pihak (masyarakat, profesi, pemerintah dan pihak terkait lainnya),
keterwakilan yang seimbang, optimalisasi profesi, fleksibilitas, efisiensi dan
keselarasan, universal, keadilan, serta kesetaraan dan kesesuaian interprofesional
(WHO, 2002).

2.                   Kedua, alasan yuridis. UUD 1945, pasal 5, menyebutkan bahwa Presiden


memegang kekuasaan membentuk Undang-Undang dengan persetujuan Dewan
Perwakilan Rakyat. Demikian Juga UU Nomor 23 tahun 1992, Pasal 32, secara
eksplisit menyebutkan bahwa pelaksanaan pengobatan dan atau perawatan
berdasarkan ilmu kedokteran dan atau ilmu keperawatan, hanya dapat
dilaksanakan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan
untuk itu.
Sedang pasal 53, menyebutkan bahwa tenaga kesehatan berhak memperoleh
perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas sesuai dengan profesinya.
Ditambah lagi, pasal 53 bahwa tenaga kesehatan dalam melakukan tugasnya
berkewajiban untuk mematuhi standar profesi dan menghormati hak pasien. Disisi
lain secara teknis telah berlaku Keputusan Menteri Kesehatan
Nomor1239/Menkes/SK/XI/2001 tentang Registrasi dan Praktik Perawat.
3.                   Ketiga, alasan sosiologis. Kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan
khususnya pelayanan keperawatan semakin meningkat.
Hal ini karena adanya pergeseran paradigma dalam pemberian pelayanan
kesehatan, dari model medikal yang menitikberatkan pelayanan pada diagnosis
penyakit dan pengobatan, ke paradigma sehat yang lebih holistik yang melihat
penyakit dan gejala sebagai informasi dan bukan sebagai fokus pelayanan (Cohen,
1996). Disamping itu, masyarakat membutuhkan pelayanan keperawatan yang
mudah dijangkau, pelayanan keperawatan yang bermutu sebagai bagian integral
dari pelayanan kesehatan, dan memperoleh kepastian hukum kepada pemberian
dan penyelenggaraan pelayanan keperawatan.

2.3. PPNI mendorong disahkannya Undang-Undang Praktik Keperawatan


Dalam peringatan Hari Perawat Sedunia ini Persatuan Perawat Nasional
Indonesia (PPNI) lebih mendorong disahkannya Undang-Undang Praktik
Keperawatan. Hal ini disebabkan karena
 Pertama, Keperawatan sebagai profesi memiliki karateristik yaitu, adanya kelompok
pengetahuan (body of knowledge) yang melandasi keterampilan untuk
menyelesaikan masalah dalam tatanan praktik keperawatan; pendidikan yang
memenuhi standar dan diselenggarakan di Perguruan Tinggi; pengendalian
terhadap standar praktik; bertanggungjawab dan bertanggungugat terhadap
tindakan yang dilakukan; memilih profesi keperawatan sebagai karir seumur hidup,
dan; memperoleh pengakuan masyarakat karena fungsi mandiri dan kewenangan
penuh untuk melakukan pelayanan dan asuhan keperawatan yang beriorientasi
pada kebutuhan sistem klien (individu, keluarga, kelompok dan komunitas)

 Kedua, kewenangan penuh untuk bekerja sesuai dengan keilmuan keperawatan


yang dipelajari dalam suatu sistem pendidikan keperawatan yang formal dan
terstandar menuntut perawat untuk akuntabel terhadap keputusan dan tindakan
yang dilakukannya. Kewenangan yang dimiliki berimplikasi terhadap kesediaan
untuk digugat, apabila perawat tidak bekerja sesuai standar dan kode etik. Oleh
karena itu, perlu diatur sistem registrasi, lisensi dan sertifikasi yang ditetapkan
dengan peraturan dan perundang-undangan. Sistem ini akan melindungi
masyarakat dari praktik perawat yang tidak kompeten, karena Konsil Keperawatan
Indonesia yang kelak ditetapkan dalam Undang Undang Praktik Keperawatan akan
menjalankan fungsinya. Konsil Keperawatan melalui uji kompetensi akan
membatasi pemberian kewenangan melaksanakan praktik keperawatan hanya
bagi perawat yang mempunyai pengetahuan yang dipersyaratkan untuk praktik.
Sistem registrasi, lisensi dan sertifikasi ini akan meyakinkan masyarakat bahwa
perawat yang melakukan praktik keperawatan mempunyai pengetahuan yang
diperlukan untuk bekerja sesuai standar

 Ketiga, perawat telah memberikan konstribusi besar dalam peningkatan derajat


kesehatan. Perawat berperan dalam memberikan pelayanan kesehatan mulai dari
pelayanan pemerintah dan swasta, dari perkotaan hingga pelosok desa terpencil
dan perbatasan. Tetapi pengabdian tersebut pada kenyataannya belum diimbangi
dengan pemberian perlindungan hukum, bahkan cenderung menjadi objek hukum.
Perawat juga memiliki kompetensi keilmuan, sikap rasional, etis dan profesional,
semangat pengabdian yang tinggi, berdisiplin, kreatif, terampil, berbudi luhur dan
dapat memegang teguh etika profesi. Disamping itu, Undang-Undang ini memiliki
tujuan, lingkup profesi yang jelas, kemutlakan profesi, kepentingan bersama
berbagai pihak (masyarakat, profesi, pemerintah dan pihak terkait lainnya),
keterwakilan yang seimbang, optimalisasi profesi, fleksibilitas, efisiensi dan
keselarasan, universal, keadilan, serta kesetaraan dan kesesuaian interprofesional
(WHO, 2002)

Indonesia menghasilkan demikian banyak tenaga perawat setiap tahun. Daya


serap Dalam Negeri rendah. Sementara peluang di negara lain sangat besar.
Inggris merekrut 20.000 perawat/tahun, Amerika sekitar 1 juta RN sampai dengan
tahun 2012, Kanada sekitar 78.000 RN sampai dengan tahun 2011, Australia
sekitar 40.000 sampai dengan tahun 2010. Belum termasuk Negara-negara Timur
Tengah yang menjadi langganan kita. Peluang ini sulit dipenuhi karena perawat
kita tidak memiliki kompetensi global. Oleh karena itu, keberadaan Konsil
Keperawatan/Nursing Board sangat dibutuhkan.
Konsil ini yang memiliki kewenangan untuk melakukan pengaturan, pengesahan,
serta penetapan kompetensi perawat yang menjalankan praktik dalam rangka
meningkatkan mutu pelayanan. Konsil bertujuan untuk melindungi masyarakat,
menentukan siapa yang boleh menjadi anggota komunitas profesi (mekanisme
registrasi), menjaga kualitas pelayanan dan memberikan sangsi atas anggota
profesi yang melanggar norma profesi (mekanisme pendisiplinan). Konsil akan
bertanggungjawab langsung kepada presiden, sehingga keberadaan Konsil
Keperawatan harus dilindungi oleh Undang-Undang Praktik Keperawatan.
Tentunya kita tidak ingin hanya untuk memperoleh pengakuan Registered Nurse
(RN) perawat kita harus meminta-minta kepada Malaysia, Singapura atau
Australia. Negara yang telah memiliki Nursing Board. Mekanisme, prosedur, sistem
ujian dan biaya merupakan hambatan. Belum lagi pengakua dunia internasional
terhadap perawat Indonesia. Oleh karena itu, sesuatu yang ironis ketika banyak
negara membutuhkan perawat kita tetapi lembaga yang menjamin kompetensinya
tidak dikembangkan. Kepentingan besar itulah yang saat ini sedang diperjuangkan
oleh Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI). PPNI telah beberapa kali
melobi Pemerintah, khususnya Departemen Kesehatan dan DPR untuk melolosan
RUU Praktik Keperawatan menjadi Undang-Undang. Tetapi upaya itu masih sulit
ditembus karena mereka menganggap urgensi RUU ini masih dipertanyakan.
Sementara tuntutan arus bawah demikian kuat.

2.4. Undang-Undang yang ada di Indonesia yang berkaitan dengan praktik


keperawatan :

1. UU No. 9 tahun 1960, tentang pokok-pokok kesehatan


Bab II (Tugas Pemerintah), pasal 10 antara lain menyebutkan bahwa pemerintah
mengatur kedudukan hukum, wewenang dan kesanggupan hukum.

2. UU No. 6 tahun 1963 tentang Tenaga Kesehatan.


UU ini merupakan penjabaran dari UU No. 9 tahun 1960. UU ini membedakan
tenaga kesehatan sarjana dan bukan sarjana. Tenaga sarjana meliputi dokter,
dokter gigi dan apoteker. Tenaga perawat termasuk dalam tenaga bukan sarjana
atau tenaga kesehatan dengan pendidikan rendah, termasuk bidan dan asisten
farmasi dimana dalam menjalankan tugas dibawah pengawasan dokter, dokter gigi
dan apoteker. Pada keadaan tertentu kepada tenaga pendidikan rendah dapat
diberikan kewenangan terbatas untuk menjalankan pekerjaannya tanpa
pengawasan langsung. UU ini boleh dikatakan sudah usang karena hanya
mengkalasifikasikan tenaga kesehatan secara dikotomis (tenaga sarjana dan
bukan sarjana). UU ini juga tidak mengatur landasan hukum bagi tenaga
kesehatan dalam menjalankan pekerjaannya. Dalam UU ini juga belum tercantum
berbagai jenis tenaga sarjana keperawatan seperti sekarang ini dan perawat
ditempatkan pada posisi yang secara hukum tidak mempunyai tanggung jawab
mandiri karena harus tergantung pada tenaga kesehatan lainnya.

3. UU Kesehatan No. 14 tahun 1964, tentang Wajib Kerja Paramedis.


Pada pasal 2, ayat (3) dijelaskan bahwa tenaga kesehatan sarjana muda,
menengah dan rendah wajib menjalankan wajib kerja pada pemerintah selama 3
tahun.
Dalam pasal 3 dijelaskan bahwa selama bekerja pada pemerintah, tenaga
kesehatan yang dimaksud pada pasaal 2 memiliki kedudukan sebagai pegawai
negeri sehingga peraturan-peraturan pegawai negeri juga diberlakukan
terhadapnya.
UU ini untuk saat ini sudah tidak sesuai dengan kemampuan pemerintah dalam
mengangkat pegawai negeri. Penatalaksanaan wajib kerja juga tidak jelas dalam
UU tersebut sebagai contoh bagaimana sistem rekruitmen calon peserta wajib
kerja, apa sangsinya bila seseorang tidak menjalankan wajib kerja dan lain-lain.
Yang perlu diperhatikan bahwa dalam UU ini, lagi posisi perawat dinyatakan
sebagai tenaga kerja pembantu bagi tenaga kesehatan akademis termasuk dokter,
sehingga dari aspek profesionalisasian, perawat rasanya masih jauh dari
kewenangan tanggung jawab terhadap pelayanannya sendiri.
4. SK Menkes No. 262/Per/VII/1979 tahun 1979
Membedakan paramedis menjadi dua golongan yaitu paramedis keperawatan
(temasuk bidan) dan paramedis non keperawatan. Dari aspek hukum, suatu hal
yang perlu dicatat disini bahwa tenaga bidan tidak lagi terpisah tetapi juga
termasuk katagori tenaga keperawatan.

5. Permenkes. No. 363/Menkes/Per/XX/1980 tahun 1980


Pemerintah membuat suatu pernyataan yang jelas perbedaan antara tenaga
keperawaan dan bidan. Bidan seperti halnya dokter, diijinkan mengadakan praktik
swasta, sedangkan tenaga keperawatan secara resmi tidak diijinkan. Dokter dapat
membuka praktik swasta untuk mengobati orang sakit dan bidang dapat menolong
persalinan dan pelayanan KB. Peraturan ini boleh dikatakan kurang relevan atau
adil bagi profesi keperawatan. Kita ketahui negara lain perawat diijinkan membuka
praktik swasta. Dalam bidang kuratif banyak perawat harus menggatikan atau
mengisi kekurangan tenaga dokter untuk menegakkan penyakit dan mengobati
terutama dipuskesmas-puskesma tetapi secara hukum hal tersebut tidak dilindungi
terutama bagi perawat yang memperpanjang pelayanan di rumah. Bila memang
secara resmi tidak diakui, maka seyogyanya perawat harus dibebaskan dari
pelayanan kuratif atau pengobatan utnuk benar-benar melakukan nursing care.

6. SK Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara No. 94/Menpan/1986,


tanggal 4 November 1986, tentang jabatan fungsional tenaga keperawatan dan
sistem kredit point.
Dalam sisitem ini dijelaskan bahwa tenaga keperawatan dapat naik jabatannya
atau naik pangkatnya setiap dua tahun bila memenuhi angka kredit tertentu. Dalam
SK ini, tenaga keperawatan yang dimaksud adalah : Penyenang Kesehatan, yang
sudah mencapai golingan II/a, Pengatur Rawat/Perawat Kesehatan/Bidan, Sarjana
Muda/D III Keperawatan dan Sarjana/S1 Keperawatan. Sistem ini menguntungkan
perawat, karena dapat naik pangkatnya dan tidak tergantung kepada
pangkat/golongan atasannya

7. UU Kesehatan No. 23 Tahun 1992


Merupakan UU yang banyak memberi kesempatan bagi perkembangan termasuk
praktik keperawatan profesional karena dalam UU ini dinyatakan tentang standar
praktik, hak-hak pasien, kewenangan,maupun perlindungan hukum bagi profesi
kesehatan termasuk keperawatan.
Beberapa pernyataaan UU Kes. No. 23 Th. 1992 yang dapat dipakai sebagai
acuan pembuatan UU Praktik Keperawatan adalah :
Pasal 53 ayat 4 menyebutkan bahwa ketentuan mengenai standar profesi dan hak-
hak pasien ditetapkan dengan peraturan pemerintah.
Pasal 50 ayat 1 menyatakan bahwa tenaga kesehatan bertugas
menyelenggarakan atau melaksanakan kegiatan sesuai dengan bidang keahlian
dan kewenangannya
Pasal 53 ayat 4 menyatakan tentang hak untuk mendapat perlindungan hukum
bagi tenaga kesehatan.

2. 5. Tugas Pokok dan Fungsi Keperawatan Dalam RUU Keperawatan

1.Fungsi Keperawatan
Pengaturan, pengesahan serta penetapan kompetensi perawat yang menjalankan
praktik keperawatan dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan keperawatan
2.Tugas Keperawatan
         1.Melakukan uji kompetensi dalam registrasi keperwatan
2.Membuat peraturan-peraturan terkait dengan praktik keperwatan untuk
melindungi masyarakat
 3. Wewenang
1.Menyetujui dan menolak permohonan registrasi keperawatan
2.Mengesahkan standar kompetensi perawat yang dibuat oleh organisasi profesi
keperawatan dan asosiasi institusi pendididkan keperawatan
3.Menetapkan ada tidaknya kesalahan yang dilakukan oleh perawat
4.Menetapkan sanksi terhadap kesalahan praktik yang dilakukan oeh
perawat
5.Menetapkan penyelenggaraan program pendidikan keperawatan
2.6. Landasan Hukum Profesi Perawat
Manusia sebagai makhluk sosial yang selalu senantiasa berhubungan
dengan manusia lain dalam masyarakat, senantiasa diatur diantaranya norma
agama, norma etik dan norma hukum. Ketiga norma tersebut, khususnya norma
hukum dibutuhkan untuk menciptakan ketertiban di dalam masyarakat. Dengan
terciptanya ketertiban, ketentraman dan pada kahirnya perdamaian dalam
berkehidupan, diharapkan kepentingan manusia dapat terpenuhi. Kesehatan,
sebagai salah satu kebutuhan pokok manusia selain sandang, pangan, papan dan
pendidikan, perlu diatur dengan berbagai piranti hukum. Sebab pembangunan di
bidang kesehatan diperlukan tiga faktor :

1. perlunya perawatan kesehatan diatur dengan langkah-langkah tindakan konkrit


dari pemerintah
2. perlunya pengaturan hukum di lingkungan sistem perawatan kesehatan

3. perlunya kejelasan yang membatasi antara perawatan kesehatan dengan


tindakan tertentu.

Ketiga faktor tersebut memerlukan piranti hukum untuk melindungi pemberi dan
penerima jasa kesehatan, agar ada kepastian hukum dalam melaksanakan tugas
profesinya. Dalam pelayanan kesehatan (Yan-Kes), pada dasarnya merupakan
hubungan “unik”, karena hubungan tersebut bersifat interpersonal. Oleh karena itu,
tidak saja diatur oleh hukum tetapi juga oleh etika dan moral. Di dalam konteks ini,
saya mencoba memberikan pemahaman kepada kawan-kawan perawat tentang
arti penting peraturan hukum di bidang kesehatan dalam melaksanakan tugas
pelayanan kesehatan.

I. Undang-Undang No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan


I.1. BAB I Ketentuan Umum, Pasal 1 Ayat 3
Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang
kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau keterampilan melalui pendidikan di
bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk
melakukan upaya kesehatan.
I.2. Pasal 1 Ayat 4
Sarana Kesehatan adalah tempat yang dipergunakan untuk menyelenggarakan
upaya kesehatan.

II. Keputusan Menteri kesehatan Republik Indonesia Nomor:


1239/MENKES/SK/XI/2001 tentang Registrasi dan Praktek Perawat (sebagai revisi
dari SK No. 647/MENKES/SK/IV/2000)
II.1. BAB I Ketentuan Umum Pasal 1 :
Dalam Keputusan Menteri ini yang dimaksud dengan :
1. Perawat adalah orang yang telah lulus pendidikan perawat baik di dalam
maupun di luar negeri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
2. Surat Izin Perawat selanjutnya disebut SIP adalah bukti tertulis pemberian
kewenangan untuk menjalankan pekerjaan keperawatan di seluruh Indonesia
(garis bawah saya).

3. Surat Ijin Kerja selanjutnya disebut SIK adalah bukti tertulis untuk menjalankan
pekerjaan keperawatan di seluruh wilayah Indonesia (garis bawah saya).
ketentuan Pidana yang diatur dalam Pasal 359, 360, 351, 338 bahkan bisa juga
dikenakan pasal 340 KUHP. Salah satu contohnya adalah pelanggaran yang
menyangkut Pasal 32 Ayat (4) Undang-Undang No. 23 tahun 1992 tentang
Kesehatan. Dalam ketentuan tersebut diatur mengenai pelaksanaan pengobatan
dan atau perawatan berdasarkan ilmu kedokteran atau ilmu keperawatan hanya
dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan
kewenangan untuk itu. Pelanggaran atas pasal tersebut dapat dikenakan sanksi
pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 82 ayat (1a) Undang-Undang No. 23
tahun 1992 tentang Kesehatan :
“barang siapa yang tanpa keahlian dan kewenagan dengan sengaja : melakukan
pengobatan dan atau peraywatan sebagaimana dimaksud pasal 32 ayat (4),
dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda
paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).”
perorangan/berkelompok (garis bawah saya).

5. Standar Profesi adalah pedoman yang harus dipergunakan sebagai petunjuk


dalam menjalankan profesi secara baik
II.1.2. BAB III Perizinan, Pasal 8 :
1. Perawat dapat melaksanakan praktek keperawatan pada sarana pelayanan
kesehatan, praktek perorangan/atau berkelompok.
2. Perawat yang melaksanakan praktek keperawatan pada sarana pelayanan
kesehatan harus memiliki SIK (garis bawah saya).
3. Perawat yang melakukan praktek perorangan/berkelompok harus memiliki SIPP
(garis bawah saya).
Pasal 9 Ayat 1
SIK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 Ayat 2 diperoleh dengan mengajukan
permohonan kepada kepala dinas kesehatan kabupaten/kota setempat.
Pasal 10
SIK hanya berlaku pada 1 (satu) sarana pelayanan kesehatan.
Pasal 12
(1).SIPP sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 ayat (3) diperoleh dengan
mengajukan permohonan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
setempat.
4. Surat Ijin Praktek Perawat selanjutnya disebut SIPP adalah bukti tertulis yang
diberikan perawat untuk menjalankan praktek perawat
(2).SIPP hanya diberikan kepada perawat yang memiliki pendidikan ahli madya
keperawatan atau memiliki pendidikan keperawatan dengan kompetensi yang lebih
tinggi.
Pasal 13
Rekomendasi untuk mendapatkan SIK dan/atau SIPP dilakukan melalui penilaian
kemampuan keilmuan dan keterampilan bidang keperawatan, kepatuhan terhadap
kode etik profesi serta kesanggupan melakukan praktek keperawatan.
Pasal 15
Perawat dalam melaksanakan praktek keperawatan berwenang untuk :
a. melaksanakan asuhan keperawatan meliputi pengkajian, penetapan diagnosa
keperawatan, perencanaan, melaksanakan tindakan keperawatan dan evaluasi
keperawatan.
b. Tindakan keperawatan sebagaimana dimaksud pada butir a meliputi : intervensi
keperawatan, observasi keperawatan, pendidikan dan konseling kesehatan.
c. Dalam melaksanakan asuhan keperawatan sebagaimana dmaksud huruf a dan
b harus sesuai dengan standar asuhan keperawatan yang ditetapkan organisasi
profesi.
d. Pelayanan tindakan medik hanya dapat dilakukan berdasarkan permintaan
tertulis dari dokter (garis bawah saya).

Pengecualian pasal 15 adalah pasal 20;


(1). Dalam keadaan darurat yang mengancam jiwa pasien/perorangan, perawat
berwenang untuk melakukan pelayanan kesehatan diluar kewenangan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15.
(2). Pelayanan dalam keadaan darurat sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1)
ditujukan untuk penyelamatan jiwa.
Pasal 21
(1).Perawat yang menjalankan praktek perorangan harus mencantumkan SIPP di
ruang prakteknya. (garis bawah saya).
(2).Perawat yang menjalankan praktek perorangan tidak diperbolehkan memasang
papan praktek (garis bawah saya).
Pasal 31
(1). Perawat yang telah mendapatkan SIK aatau SIPP dilarang :
a. menjalankan praktek selain ketentuan yang tercantum dalam izin tersebut.
b. melakukan perbuatan bertentangan dengan standar profesi.
(2). Bagi perawat yang memberikan pertolongan dalam keadaan darurat atau
menjalankan tugas di daerah terpencil yang tidak ada tenaga kesehatan lain,
dikecualikan dari larangan sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) butir a.
Di dalam praktek apabila terjadi pelanggaraan praktek keperawatan, aparat
penegak hukum lebih cenderung mempergunakan Undang-Undang No. 23 tahun
1992 tentang Kesehatan dan ketentuan Sebagai penutup, saya sangat berharap
adanya pemahaman yang baik dan benar tentang beberapa piranti hukum yang
mengatur pelayanan kesehatan untuk menunjang pelaksanaan tugas di bidang
keperawatan dengan baik dan benar

2.7. Perkembangan Perjuangan Undang-Undang Keperawatan


Berikut adalah perkembangan perjuangan UUK yang telah terjadi;

1. Paska aksi di DPR, komisi 9 menulis surat resmi untuk memproses UUK kepada
Baleg DPR RI. kemudian DPR mengatakan bahwa masalah bukan hanya di DPR
tapi juga di eksekutif (MENKES). Segala upaya via jalur normal kandas.

2. Aksi damai di Depkes diakukan dengan dukungan dari elemen perawat DKI,
Jabar dan Banten serta mahasiswa (jumlah lebih sedikit dari aksi di DPR). issu
yang disampaikan adalah dosa2 depkes terhadap perawat seperti: standard
kompetensi perawat tidak disahkan sejak tahun 2002, 15 profesi lain yang
mengusulkan lebih lambat (sekitar 2007) telah disahkan. PTT tidak ada bagi
perawat, tapi ada bagi profesi lain, Desa Siaga tidak mengikutsertakan perawat
Perkesmas sebagai bentuk pelayanan komunitas dihapuskan. usulan amandeman
kepmenkes 1239/2001 tidak dijalankan bahkan berencana membuat SK baru yang
menggebiri peran organisasi profesi. Dll
3. penyelenggarakan Mukernaslub
4. pengirman sms ke presiden
5. paska aksi tersebut, Menegneg memanggil PPNI untuk beraudiensi. mereka
mendukung penuh UUK dan segera di proses bila telah tiba dari DPR
6. Melibatkan PPNI di Mensesneg dalam rapat koordinasi antar departemen terkait
keberadaan perawat
7. Staff ahli baleg (23/6) mengundang PPNI untuk presentasi paparan urgensi UUK
segera disahkan.
8. Sehari setelah itu (24/6), Anggota Baleg, mengudang secara resmi PPNI untuk 
menyampaikan UUK di hadapan dewan.
9. Menkes mengudang PPNI untuk beraudiensi dengan PPNI (26/6). beliau intinya
sangat mendukung UUK, menyetujui amandemen Kepmenkes 1239/2001,
menyetujui KNKP (komite kompetensi nasional perawat) yang dibentuk PPNI dll.
termasuk hambatan PPNI yang selama ini dirasakan akan diratakan. Surat-surat
permohonan audiensi sebelumnya tidak pernah ditanggapi.

Sekarang PPNI sedang sibuk memperbaiki draf masukan dari para anggota
dewasn. disisi lain, mereka sedang sibuk berkonsolidasi untuk menyiagakan
pasukan dan membangun pemahaman atas pentingnya UUK. Bila dukungan
peraturan telah ada, semua perangkat telah siap, karena kami sesungguhnya terus
bekerja, maka wahai teman, sisihkan barang sedikit waktu kita untuk profesi kita,
tempat dimana kita hidup.

Sepertinya tidak ada yang tidak mungkin dalam perjuangan, kuncinya adalah
optimis dan selalu bergerak momen ini adalah moment yang sangat menentukan.

PERKEMBANGAN TERAKHIR RUU KEPERAWATAN

1. Komisi IX sudah mengirim surat ke BALEG DPR RI untuk memproses inisiatif


DPR dan
membentuk PANSUS Undang - Undang Keperawatan

2.Sidang Paripurna selasa 09/06/2009 Bpk.Zuber (F-PKS) dan Bpk.Sonny (F-


PDIP)sudah
melakukan Interupsi agar Undang - Undang Keperawatan di sah kan Tahun ini
(2009)

3.PPNI diterima F-Demokrat mendorong pemerintah untuk segera mensahkan


Undang -
Undang Keperawatan.
4.PPNI diterima BALEG DPR RI

2.8. Isi RUU Keperawatan

RUU Keperawatan
Rancangan
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR ……………………….
TENTANG
KEPERAWATAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA 
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Menimbang:
a.    bahwa pembangunan kesehatan ditujukan untuk meningkatkan kesadaran,
kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang dalam rangka
mewujudkan derajat kesehatan yang optimal sebagai salah satu unsur
kesejahteraan  sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar
1945;
b.  bahwa kesehatan sebagai hak asasi manusia harus diwujudkan dalam bentuk
pemberian berbagai upaya kesehatan kepada seluruh masyarakat melalui
penyelenggaraan pembangunan kesehatan yang berkualitas dan terjangkau.
c.    bahwa penyelenggaraan praktik keperawatan merupakan bagian integral dari
penyelenggaraan upaya kesehatan yang dilakukan oleh perawat berdasarkan
kaidah etik, nilai-nilai moral serta standar profesi.
d.    bahwa penyelenggaraan praktik keperawatan didasarkan pada kewenangan
yang diberikan kepada perawat karena keahliannya, yang dikembangkan sesuai
dengan    kebutuhan kesehatan masyarakat, perkembangan ilmu pengetahuan dan
tuntutan globalisasi.
e.    bahwa penyelenggaraan praktik keperawatan dan penyelesaian masalah yang
timbul dalam penyelenggaraan praktik keperawatan, perlu keterlibatan organisasi
profesi.
f.    bahwa untuk memberikan perlindungan dan kepastian hukum kepada
penerima pelayanan kesehatan dan perawat diperlukan pengaturan mengenai
penyelenggaraan praktik keperawatan;
g.  bahwa berdasarkan pertimbangan pada huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf
e dan huruf f, perlu ditetapkan Undang-Undang tentang Keperawatan.
Mengingat 1.  Undang-Undang Dasar 1945; Pasal 20 dan pasal 21 ayat (1)
2.  Undang-Undang No. 23, tahun 1992 tentang kesehatan
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN :
Menetapkan:UNDANG-UNDANG TENTANG KEPERAWATAN
BAB  I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
(1)        Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan
bagian integral dari pelayanan kesehatan, didasarkan pada ilmu dan kiat
keperawatan ditujukan kepada individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat baik
sehat maupun sakit yang mencakup seluruh proses kehidupan manusia.
(2)        Praktik keperawatan adalah tindakan perawat melalui kolaborasi dengan
klien dan atau tenaga kesehatan lain dalam memberikan asuhan keperawatan
pada berbagai tatanan pelayanan kesehatan yang dilandasi dengan substansi
keilmuan khusus, pengambilan keputusan dan keterampilan perawat berdasarkan
aplikasi prinsip-prinsip ilmu biologis, psikolologi, sosial, kultural dan spiritual.
(3)        Asuhan keperawatan adalah proses atau rangkaian kegiatan pada praktik
keperawatan yang diberikan kepada klien di sarana pelayanan kesehatan dan
tatanan pelayanan lainnya, dengan menggunakan pendekatan ilmiah keperawatan
berdasarkan kode etik dan standar praktik keperawatan.
(4)        Perawat adalah seseorang yang telah menyelesaikan program pendidikan
keperawatan baik di dalam maupun di luar negeri yang diakui oleh Pemerintah
Republik Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(5)        Perawat terdiri dari perawat vokasional, perawat professional dan perawat
profesinoal spesialis
(6)        Perawat vokasional  adalah seseorang yang mempunyai kewenangan
untuk melakukan praktik dengan batasan tertentu dibawah supervisi langsung
maupun tidak langsung oleh Perawat Profesioal dengan sebutan Lisenced
Vocasional Nurse (LVN)
(7) Perawat professional adalah tenaga professional yang  mandiri, bekerja secara
otonom dan berkolaborasi dengan yang lain dan telah menyelesaikan program
pendidikan profesi keperawatan, telah lulus uji kompetensi perawat profesional
yang dilakukan oleh konsil dengan sebutan Registered Nurse (RN)
(8)        Perawat Profesional Spesialis adalah seseorang perawat yang disiapkan
diatas level perawat profesional dan mempunyai kewenangan sebagai spesialis
atau kewenangan yang diperluas dan telah lulus uji kompetensi perawat
profesional spesialis.
(9)        Konsil adalah Konsil Keperawatan Indonesia yang merupakan suatu badan
otonom, mandiri, non struktural yang bersifat independen.
(10)   Sertifikat kompetensi adalah surat tanda pengakuan terhadap kemampuan
seorang perawat untuk menjalankan praktik keperawatan di seluruh Indonesia
setelah lulus uji.
(11)   Registrasi adalah pencatatan resmi oleh konsil terhadap perawat yang telah
memiliki sertifikat kompetensi dan telah mempuyai kualifikasi tertentu lainnya serta
diakui secara hukum untuk melaksanakan profesinya.
(12)   Registrasi ulang adalah pencatatan ulang terhadap perawat yang telah
diregistrasi setelah memenuhi persyaratan yang berlaku.
(13)   Surat Izin Perawat adalah bukti tertulis yang diberikan oleh Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota kepada perawat yang akan menjalankan praktik keperawatan
setelah memenuhi persyaratan.
(14)   Surat Ijin Perawat Vokasional (SIPV) adalah bukti tertulis yang diberikan oleh
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota kepada perawat vokasional yang telah
memenuhi persyaratan.
(15)   Surat Ijin Perawat Profesional (SIPP) adalah bukti tertulis yang diberikan oleh
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota kepada perawat profesional yang telah
memenuhi persyaratan
(16)   Sarana pelayanan kesehatan adalah tempat yang digunakan untuk
menyelenggarakan praktik keperawatan secara mandiri, berkelompok atau
bersama profesi kesehatan lain.
(17)   Klien adalah orang yang membutuhkan bantuan perawat karena masalah
kesehatan aktual atau potensial baik secara langsung maupun tidak langsung
(18)   Organisasi profesi adalah Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
(19)   Kolegium keperawatan adalah kelompok perawat professional  dan perawat
profesional spesialis sesuai bidang keilmuan keperawatan yang dibentuk oleh
organisasi profesi keperawatan.
(20)   Menteri adalah menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang
kesehatan.
(21)   Surat tanda registrasi Perawat dalah bukti tertulis yang diberikan oleh Konsil
Keperawatan Indonesia kepada perawat yang telah diregistrasi.

BAB II
ASAS DAN TUJUAN
Pasal 2
Praktik keperawatan dilaksanakan  berazaskan Pancasila dan berlandaskan pada
nilai ilmiah, etika dan etiket, manfaat, keadilan, kemanusiaan, keseimbangan dan
perlindungan serta keselamatan penerima dan pemberi  pelayanan keperawatan.
Pasal 3
Pengaturan penyelenggaraan praktik keperawatan bertujuan untuk:
1. memberikan perlindungan dan kepastian hukum kepada klien dan perawat.
2. Mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan keperawatan yang
diberikan oleh perawat.
BAB III
Lingkup Praktik Keperawatan
Pasal 4
Lingkup praktik keperawatan adalah :
1. Memberikan asuhan keperawatan pada individu, keluarga, kelompok dan
masyarakat dalam menyelesaikan masalah kesehatan sederhana dan kompleks.
2. Memberikan tindakan keperawatan langsung, terapi komplementer,
penyuluhan kesehatan, nasehat, konseling, dalam rangka penyelesaian masalah
kesehatan melalui pemenuhan kebutuhan dasar manusia dalam upaya
memandirikan klien.
3. Memberikan pelayanan keperawatan di sarana kesehatan dan kunjungan
rumah.
4. Memberikan pengobatan dan tindakan medik terbatas, pelayanan KB,
imunisasi, pertolongan persalinan normal.
5. Melaksanakan program pengobatan dan atau tindakan medik secara tertulis
dari dokter.
6. Melaksanakan Program Pemerintah dalam bidang kesehatan

BAB IV
KONSIL KEPERAWATAN INDONESIA
Bagian Kesatu
Nama dan Kedudukan
Pasal 5
(1)   Dalam rangka mencapai tujuan yang dimaksud pada Bab II pasal 3, dibentuk
Konsil Keperawatan Indonesia yang selanjutnya dalam undang-undang ini disebut
Konsil.
(2)   Konsil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertanggung jawab kepada
Presiden.
Pasal 6
Konsil berkedudukan di Ibu Kota Negara Republik Indonesia.
Bagian Kedua
Fungsi, Tugas dan Wewenang Konsil
Pasal 7
Konsil mempunyai fungsi pengaturan, pengesahan, pembinaan serta penetapan
kompetensi perawat yang menjalankan praktik keperawatan dalam rangka
meningkatkan mutu pelayanan dan praktik keperawatan.
Pasal 8
(1) Konsil mempunyai tugas:
1. Melakukan  uji kompetensi dan registrasi perawat;
1. Mengesahkan standar pendidikan perawat
2. Membuat peraturan-peraturan terkait dengan praktik perawat untuk
melindungi masyarakat.
(2) Standar pendidikan profesi keperawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b di usulkan oleh organisasi profesi dengan melibatkan asosiasi institusi
pendidikan keperawatan.
Pasal 9
Dalam menjalankan tugas sebagaimana dimaksud pada Pasal 8 Konsil
Keperawatan Indonesia mempunyai wewenang :
1. Mengesahkan standar kompetensi perawat dan standar praktik Perawat
yang dibuat oleh organisasi profesi;
2. Menyetujui dan menolak permohonan registrasi perawat ;
3. Menetapkan seorang perawat kompeten atau tidak melalui mekanisme uji
kompetensi;
4. Menetapkan ada tidaknya kesalahan disiplin yang dilakukan perawat;
5. Menetapkan sanksi disiplin terhadap kesalahan disiplin dalam praktik yang
dilakukan perawat; dan
6. Menetapkan penyelenggaraan program pendidikan profesi keperawatan
berdasarkan rekomendasi Organisasi Profesi.
Pasal 10
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenang Konsil
serta pelaksanaannya diatur dengan Peraturan Konsil Keperawatan Indonesia.
Bagian Ketiga
Susunan Organisasi dan Keanggotaan
Pasal 11
(1)   Susunan peimpinan  Konsil terdiri dari :
1. Ketua merangkap anggota
2. Wakil ketua merangkap anggota
3. Ketua- ketua Komite merangkap anggota.
(2)   Komite sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c terdiri atas :
1. Komite uji kompetensi dan registrasi
2. Komite standar pendidikan profesi
3. Komite praktik keperawatan
4. Komite disiplin keperawatan
(3)   Komite sebagaimana dimaksud pada ayat (2) masing-masing dipimpin oleh 1
(satu) orang Ketua Komite merangkap anggota.
Pasal 12
(1)   Ketua konsil keperawatan Indonesia dan ketua komite adalah perawat dan
dipilih oleh dan dari anggota konsil keperawatan Indonesia.
(2)   Ketentuan lebih lanjut tentang pemilihan ketua konsil dan ketua Komite diatur
dalam peraturan konsil keperawatan Indonesia
Pasal 13
(1)   Komite Uji Kompetensi dan Registrasi mempunyai tugas untuk melakukan uji
kompetensi dan proses registrasi keperawatan.
(2)   Komite standar pendidikan profesi mempunyai tugas menyusun standar
pendidikan profesi bersama dengan organisasi profesi dan asosiasi institusi
pendidikan keperawatan .
(3)   Komite Praktik Keperawatan mempunyai tugas untuk melakukan pemantauan
mutu praktik Keperawatan.
(4)   Komite Disiplin Keperawatan mempunyai tugas untuk melakukan pembinaan
kepada para perawat, menentukan ada tidaknya kesalahan yang dilakukan
perawat dalam penerapan praktik keperawatan dan memberikan masukan kepada
Ketua Konsil.
(5)   Ketentuan lebih lanjut mengenai tata kerja komite-komite diatur dengan
Peraturan Konsil
Pasal 14
(1)   Keanggotaan Konsil terdiri dari unsur-unsur wakil Pemerintah, organisasi
profesi, institusi pendidikan, pelayanan, dan wakil masyarakat.
(2) Jumlah anggota Konsil 21 (dua puluh satu) orang yang terdiri atas unsur-unsur
yang berasal dari:
1. Anggota yang ditunjuk adalah 12  ( dua belas) orang terdiri dari:
-         Persatuan Perawat Nasional Indonesia 3 (tiga) orang;
-         Kolegium keperawatan 2 (dua) orang;
-         Asosiasi institusi pendidikan keperawatan 2 (dua) orang;
-         Asosiasi rumah sakit 1 (satu) orang;
-         Asosiasi institusi pelayanan kesehatan masyarakat 1 (satu) orang;
-         Tokoh masyarakat 1 (satu) orang;
-         Departemen Kesehatan 1 (satu) orang;
-         Departemen pendidikan Nasional 1 (satu ) orang
2.  Anggota yang dipilih adalah 9 (sembilan) perawat dari 3 (tiga) wilayah utama
(barat, tengah, timur) Indonesia.
Pasal 15
1. Keanggotaan Konsil ditetapkan oleh Presiden atas usul Menteri dengan
rekomendasi organisasi profesi
2. Menteri dalam mengusulkan keanggotaan Konsil harus berdasarkan usulan
dari organisasi profesi dan asosiasi sebagaimana dimaksud pada pasal 14 ayat
(2).
3. Ketentuan mengenai tata cara pengangkatan keanggotaan Konsil diatur
dengan Peraturan Presiden.
4. Masa bakti satu periode keanggotaan Konsil adalah 5 (lima) tahun
5. dan dapat diangkat kembali untuk masa bakti 1 (satu) periode berikutnya,
dengan memperhatikan sistem manajemen secara berkesinambungan.
Pasal 16
(1)   Anggota Konsil sebelum memangku jabatan terlebih dahulu harus
mengangkat sumpah.
(2)   Sumpah /janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbunyi sebagai berikut :
Saya bersumpah/berjanji dengan sungguh-sungguh bahwa saya, untuk
melaksanakan tugas ini, langsung atau tidak langsung, dengan menggunakan
nama atau cara apapun juga, tidak memberikan atau menjanjikan sesuatu apapun
kepada siapapun juga.
Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, untuk melakukan atau tidak melakukan
sesuatu dalam tugas ini, tidak sekali-kali akan menerima langsung atau tidak
langsung dari siapapun juga suatu janji atau pemberian.
Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, dalam menjalankan tugas ini, senantiasa
menjunjung tinggi ilmu keperawatan dan mempertahankan serta meningkatkan
mutu pelayanan keperawatan dan tetap akan menjaga rahasia kecuali jika
diperlukan untuk kepentingan hukum.
Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, akan setia, taat kepada Negara Republik
Indonesia, mempertahankan, mengamalkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
tahun 1945, serta peraturan perundang-undangan yang berlaku di Negara
Republik Indonesia.
Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, senantiasa akan menjalankan tugas dan
wewenang saya ini dengan sungguh-sungguh, saksama, obyektif, jujur, berani,
adil, tidak membeda-bedakan jabatan, suku, agama, ras, jender, dan golongan
tertentu dan akan melaksanakan kewajiban saya dengan sebaik-baiknya serta
bertanggung jawab sepenuhnya kepada Tuhan Yang Maha Esa, masyarakat,
bangsa dan negara.
Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, senantiasa akan menolak atau tidak
menerima atau tidak mau dipengaruhi oleh campur tangan siapapun juga dan saya
akan tetap teguh melaksanakan tugas dan wewenang saya yang diamanatkan
Undang-Undang kepada saya.“
Pasal 17
Persyaratan yang harus dipenuhi untuk menjadi anggota Konsil :
1. Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia;
2. Warga Negara Republik Indonesia;
3. Sehat rohani dan jasmani;
4. Memiliki kredibilitas baik di masyarakat;
5. Berusia sekurang-kurangnya 40 (empat puluh) tahun dan setinggi-tingginya
65 (enam puluh lima) tahun pada waktu menjadi anggota Konsil Keperawatan
Indonesia;
6. Mempunyai pengalaman dalam praktik keperawatan minimal 5 tahun dan
memiliki Surat Tanda Registrasi Perawat, kecuali untuk non perawat;
7. Cakap, jujur, memiliki moral, etika dan integritas yang tinggi serta memiliki
reputasi yang baik; dan
8. Melepaskan jabatan struktural dan/atau jabatan lainnya pada saat diangkat
dan selama menjadi anggota Konsil.
Pasal 18
(1)   Keanggotaan Konsil berakhir apabila :
1. Berakhir masa jabatan sebagai anggota;
2. Mengundurkan diri atas permintaan sendiri;
3. Meninggal dunia;
4. Bertempat tinggal tetap di luar wilayah Republik Indonesia;
5. Ketidakmampuan melakukan tugas secara terus-menerus selama 3 (tiga)
bulan;
6. Dipidana karena melakukan tindak pidana kejahatan berdasarkan putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap; atau
(2)   Dalam hal anggota Konsil menjadi tersangka tindak pidana kejahatan,
diberhentikan sementara dari jabatannya.
(3)   Pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan
oleh Ketua Konsil.
Pasal 19
(1)   Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya Konsil dibantu sekretariat
yang dipimpin oleh seorang sekretaris konsil
(2)   Sekretaris diangkat dan diberhentikan oleh Menteri
(3)   Sekretaris sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bukan merupakan anggota
konsil
(4)   Dalam menjalankan tugasnya sekretaris bertanggung jawab kepada pimpinan
Konsil Keperawatan Indonesia
(5)   Ketentuan fungsi dan tugas sekretaris ditetapkan oleh Ketua Konsil
Keperawatan Indonesia.
Bagian Keempat
Tata Kerja
Pasal 20
(1)   Setiap keputusan Konsil yang bersifat mengatur  diputuskan oleh rapat  pleno
anggota.
(2)   Rapat pleno Konsil dianggap sah jika dihadiri oleh paling sedikit setengah dari
jumlah anggota ditambah satu.
(3)   Keputusan diambil dengan cara musyawarah untuk mufakat.
(4)   Dalam hal tidak terdapat kesepakatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3),
maka dapat dilakukan pemungutan suara.
Pasal 21
Pimpinan Konsil melakukan pembinaan terhadap pelaksanaan tugas anggota dan
pegawai konsil agar pelaksanaan tugas dilakukan sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan.
Bagian Kelima
Pembiayaan
Pasal 22
(1)   Biaya untuk pelaksanaan tugas-tugas Konsil dibebankan kepada Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara
(2)   Pembiayaan Konsil Keperawatan Indonesia ditetapkan oleh Ketua Konsil
Keperawatan Indonesia.
BAB V
STANDAR PENDIDIKAN PROFESI KEPERAWATAN
Pasal 23
(1)   Standar pendidikan profesi keperawatan disusun oleh organisasi profesi
keperawatan dengan degan melibatkan asosiasi institusi pendidikan keperawatan
dan disahkan oleh Konsil Keperawatan Indonesia
(2)   Dalam rangka memperlancar penyusunan standar pendidikan profesi
keperawatan, organisasi profesi dapat membentuk Kolegium Keperawatan
(3)   Standar pendidikan profesi keperawatan dimaksud pada ayat (1):
1. untuk pendidikan profesi Ners disusun oleh Kolegium Ners generalis  dengan
melibatkan asosiasi institusi pendidikan keperawatan.
2. untuk pendidikan profesi Ners Spesialis disusun oleh Kolegium Ners
Spesialis dengan melibatkan asosiasi institusi pendidikan keperawatan.
BAB VI
PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEPERAWATAN BERKELANJUTAN
Pasal 24
Pendidikan dan pelatihan keperawatan berkelanjutan dimaksudkan untuk
meningkatkan kompetensi perawat yang berpraktik dan dilaksanakan sesuai
dengan standar pendidikan keperawatan berkelanjutan yang ditetapkan oleh
organisasi profesi.

Pasal 25
(1)   Setiap perawat yang berpraktik wajib meningkatkan kompetensinya melalui
pendidikan dan pelatihan keperawatan berkelanjutan yang diselenggarakan oleh
organisasi profesi dan lembaga lain yang diakreditasi oleh organisasi profesi.
(2)   Pendidikan dan pelatihan keperawatan berkelanjutan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dalam bentuk program sertifikasi yang dilaksanakan sesuai dengan
standar pendidikan berkelanjutan perawat yang ditetapkan oleh organisasi profesi.
BAB VII
REGISTRASI dan LISENSI PERAWAT
Pasal 26
(1)   Setiap perawat yang akan melakukan praktik keperawatan di Indonesia harus
memiliki Surat Tanda Registrasi Perawat yang diterbitkan Konsil melalui
mekanisme uji kompetensi oleh konsil.
(2)   Surat Tanda Registrasi Perawat sebagaimana ayat (1) terdiri atas 2 (dua)
kategori:
1. untuk perawat vokasional, Surat Tanda Registrasi Perawat  disebut dengan
Lisenced Vocasional Nurse (LVN)
2. untuk perawat profesional, Surat Tanda Registrasi Perawat  disebut dengan
Registered Nurse (RN)
(3) Untuk melakukan registrasi awal, perawat harus memenuhi persyaratan :
1. memiliki ijazah perawat Diploma atau SPK untuk Lisenced Vocasional  Nurse
(LVN)
2. memiliki ijazah Ners, atau Ners Spesialis untuk Registered Nurse (RN)
3. lulus uji kompetensi yang diselenggarakan oleh konsil
4. Rekomendasi Organisasi Profesi
Pasal 27
(1)   Dalam menjalankan praktik keperawatan di Indonesia, lisensi praktik perawat
diberikan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang disebut dengan Surat Ijin
Perawat yang terdiri dari Surat Ijin Perawat Vokasional (SIPV) atau Surat Ijin
Perawat Profesional (SIPP)
(2)   Perawat vokasional yang telah memenuhi persyaratan LVN berhak
memperoleh SIPV  dan dapat melakukan praktik keperawatan di sarana pelayanan
kesehatan bersama.
(3)   Perawat profesional yang telah memenuhi persyaratan RN berhak
memperoleh SIPP dan dapat melakukan praktik keperawatan di sarana pelayanan
kesehatan dan praktik mandiri.
(4)   Lisenced vocasional Nurse (LVN) dengan latar belakang Diploma III
Keperawatan dan pengalaman kerja sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun di sarana
pelayanan kesehatan dapat mengikuti uji kompetensi Registered Nurse(RN).
Pasal 28
(1) Syarat untuk memperoleh SIPV :
1. Memiliki Surat Tanda Registrasi Perawat yang disebut dengan Lisenced
Vocasional Nurse (LVN)
2. Memiliki rekomendasi dari organisasi profesi keperawatan
3. Melampirkan surat keterangan dari pimpinan sarana pelayanan kesehatan
(2) Syarat untuk memperoleh SIPP :
1. Memiliki Surat Tanda Registrasi Perawat yang disebut dengan Registered
Nurse(RN)
1. Tempat praktik memenuhi persayaratan untuk praktek mandiri
2. Memiliki rekomendasi dari organisasi profesi keperawatan
3. Melampirkan surat keterangan dari pimpinan sarana pelayanan
kesehatan
(3) SIPV dan SIPP masih tetap berlaku sepanjang:
1. Surat tanda Regstrasi Perawat masih berlaku
2. Tempat praktik masih sesuai dengan yang tercantum dalam SIPP
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan tempat praktik untuk memperoleh
SIPP diatur dalam peraturan Menteri.
Pasal 29
(1)   Perawat yang teregistrasi berhak menggunakan sebutan RN (Register
Nurse) di belakang nama, khusus untuk perawat profesional, atau LVN(Lisence
Vocasional Nurse) untuk perawat vokasional.
(2)   Sebutan RN dan LVN ditetapkan oleh Konsil Keperawatan Indonesia.
Pasal 30
(1)   Surat Tanda Registrasi Perawat berlaku selama 5 (lima) tahun dan dapat
diregistrasi ulang setiap 5 (lima) tahun sekali.
(2)   Registrasi ulang untuk memperoleh Surat Tanda Registrasi Perawat 
dilakukan dengan persyaratan sebagaimana dimaksud pada pasal 26 ayat (3),
ditambah dengan angka kredit pendidikan berlanjut yang ditetapkan Organisasi
Profesi.
(3)   Surat Ijin Perawat hanya diberikan paling banyak di 2 (dua) tempat pelayanan
kesehatan.
Pasal 31
(1)   Perawat Asing yang akan melaksanakan praktik keperawatan di Indonesia
harus dilakukan adaptasi dan evaluasi sebelum di registrasi.
(2)   Adaptasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pada sarana
pendidikan milik pemerintah sesuai dengan jenjang pendidikan.
(3)   Ketentuan mengenai Adaptasi selanjutnya diatur oleh Peraturan Menteri
(4)   Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
1. keabsahan ijazah;
2. registrasi perawat dari negera asal
3. kemampuan untuk melakukan praktik keperawatan yang dinyatakan dengan
surat keterangan telah mengikuti program adaptasi dan memiliki Surat Tanda
Registrasi Perawat yang dikeluarkan oleh konsil
4. memiliki surat keterangan sehat fisik dan mental; dan
5. membuat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan kode etik
keperawatan Indonesia.
(5)   Perawat asing selain memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) juga harus melengkapi surat izin kerja sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan dan kemampuan berbahasa Indonesia.
(6)   Perawat asing yang telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) dan (3) dapat diregistrasi oleh konsil dan selanjutnya dapat diberikan Surat
Ijin Perawat oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota sesuai dengan kualifikasi
perawat vokasional atau Profesional.
Pasal 32
(1)   Surat Ijin Perawat vokasional sementara atau Surat Ijin Perawat Profesional
sementara dapat diberikan kepada perawat warga negara asing yang melakukan
kegiatan dalam rangka  pendidikan, pelatihan, penelitian, pelayanan keperawatan
yang bersifat sementara di Indonesia.
(2)   Surat Ijin Perawat vokasional semetara atau Surat Ijin Perawat Profesional
sementara sebagai mana dimaksud ayat (1) berlaku selama 1 ( satu) tahun dan
dapat diperpanjang untuk 1 ( satu) tahun berikutnya.
(3)   Surat Ijin Perawat vokasional sementara atau Surat Ijin Perawat Profesional
sementara dapat diberikan apabila telah memenuhi ketentuan sebagaimana
dimaksud pada pasal 31.
Pasal 33
(1)     Surat Ijin Perawat Vokasional bersyarat atau Surat Ijin Perawat Profesional
bersyarat diberikan kepada peserta program pendidikan keperawatan warga
negara asing yang mengikuti pendidikan dan  pelatihan di Indonesia.
(2)     Perawat warga negara asing yang akan memberikan pendidikan dan
pelatihan dalam rangka alih ilmu pengetahuan dan teknologi keperawatan untuk
waktu tertentu, tidak memerlukan SIPP bersyarat.
(3)     Perawat warga negara asing sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus
mendapat persetujuan dari Konsil.
(4)     Surat Ijin Perawat bersyarat dan persetujuan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan ayat (3) diberikan melalui program adaptasi.
Pasal 34
SIPV atau SIPP tidak berlaku karena:
1. dicabut atas dasar ketentuan peraturan perundang-undangan;
2. habis masa berlakunya dan yang bersangkutan tidak mendaftar ulang;
3. atas permintaan yang bersangkutan;
4. yang bersangkutan meninggal dunia; atau
e. dicabut oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau Pejabat yang berwenang 
Pasal 35
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara registrasi, registrasi ulang, registrasi
sementara, dan registrasi bersyarat diatur dengan Peraturan Konsil Keperawatan
Indonesia.
BAB VIII
PENYELENGGARAAN PRAKTIK KEPERAWATAN
Pasal 36
Praktik keperawatan dilakukankan berdasarkan pada kesepakatan antara perawat
dengan klien dalam upaya untuk peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit,
pemeliharaan kesehatan, kuratif, dan pemulihan kesehatan.
Pasal 37
Dalam melaksanakan praktik keperawatan, perawat yang telah memililki SIPV atau
SIPP berwenang untuk:
1. melaksanakan asuhan keperawatan yang meliputi pengkajian, penetapan
diagnosis keperawatan, perencanaan, melaksanakan tindakan keperawatan dan
evaluasi keperawatan;
2. tindakan keperawatan sebagaimana dimaksud pada huruf a meliputi:
intervensi/tritmen keperawatan, observasi keperawatan, pendidikan dan konseling
kesehatan;
3. dalam melaksanakan asuhan keperawatan sebagaimana dimaksud huruf a
dan huruf b harus sesuai dengan standar asuhan keperawatan yang ditetapkan
oleh organisasi profesi;
4. melaksanakan intervensi keperawatan seperti yang tercantum dalam pasal 4.

Pasal 38
Dalam melaksanakan praktik keperawatan, perawat yang telah memiliki SIPV
berwenang untuk :
1. melakukan tindakan keperawatan dibawah pengawasan perawat yang
memiliki SIPP
2. melaksanakan asuhan keperawatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 37
huruf a harus sesuai dengan standar asuhan keperawatan yang ditetapkan oleh
organisasi profesi;
Pasal 39
(1)   Dalam keadaan darurat yang mengancam kehidupan atau nyawa klien dan
atau pasien, perawat dapat melakukan tindakan diluar kewenangan.
(2)   Dalam keadaan luar biasa/bencana, perawat dapat melakukan tindakan diluar
kewenangan untuk membantu mengatasi keadaan luar biasa atau bencana
tersebut.
(3)   Perawat yang bertugas di daerah yang sulit terjangkau dapat melakukan
tindakan diluar kewenangannya sebagai perawat.
(4)  Ketentuan mengenai daerah yang sulit terjangkau ditetapkan oleh pemerintah
pusat atau pemerintah daerah melalui peraturan tersendiri.
Pasal 40
(1)   Praktik keperawatan dilakukan oleh perawat profesional (RN) dan perawat
vokasional (LVN).
(2) LVN dalam melaksanakan tindakan keperawatan dibawah pengawasan RN. 
(3)   Perawat dapat mendelegasikan dan atau menyerahkan tugas kepada perawat
lain yang setara kompetensi dan pengalamannya.
Pasal 41
Pimpinan sarana pelayanan kesehatan dilarang mempekerjakan perawat yang
tidak memiliki SIPV atau SIPP untuk melakukan praktik keperawatan di sarana
pelayanan kesehatan tersebut.
Pasal 42
Hak Klien
Klien dalam menerima pelayanan pada praktik keperawatan, mempunyai hak:
1. mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan keperawatan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 38;
2. meminta pendapat perawat lain;
3. mendapatkan pelayanan keperawatan sesuai dengan standar
4. menolak tindakan keperawatan; dan
Pasal 43
Kewajiban Klien
Klien dalam menerima pelayanan pada praktik keperawatan, mempunyai
kewajiban:
1. memberikan informasi yang lengkap dan jujur tentang masalah
kesehatannya;
2. mematuhi nasihat dan petunjuk perawat;
3. mematuhi ketentuan yang berlaku di sarana pelayanan kesehatan; dan
4. memberikan imbalan jasa atas pelayanan yang diterima.
Pasal 44
Pengungkapan Rahasia Klien
Pengungkapan rahasia klien hanya dapat dilakukan atas dasar:
1. Persetujuan klien
2. Perintah hakim pada sidang pengadilan
3. Ketentuan perundangan yang berlaku
Pasal 45
Hak Perawat
Dalam melaksanakan praktik keperawatan, perawat mempunyai hak :
1. Memperoleh perlindungan hukum dan profesi sepanjang melaksanakan
tugas sesuai standar profesi dan Standar Operasional Prosedur (SOP);
2. Memperoleh informasi yang lengkap dan jujur dari klien dan /atau
keluarganya;
3. Melaksanakan tugas sesuai dengan kompetensi dan otonomi profesi;
4. Memperoleh penghargaan sesuai dengan prestasi dan dedikasi
5. Memperoleh jaminan perlindungan terhadap resiko kerja yang berkaitan
dengan tugasnya;
6. Menerima imbalan jasa profesi
Pasal 46
Kewajiban Perawat
Dalam melaksanakan praktik keperawatan, perawat mempunyai kewajiban :
1. Memberikan pelayanan keperawatan sesuai dengan standar profesi dan
SOP
2. Merujuk klien dan atau pasien ke fasilitas pelayanan kesehatan yang
mempunyai keahlian atau kemampuan yang lebih baik, apabila tidak mampu
melakukan suatu pemeriksaan atau tindakan;
3. Merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang klien dan atau
pasien kecuali untuk kepentingan hukum;
4. Menghormati hak-hak klien dan atau pasien dan profesi lain sesuai dengan
ketentuan/peraturan yang berlaku;
5. Melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan untuk
menyelamatkan iwa
6. Menambah dan mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan ketrampilan
keperawatan dalam upaya peningkatan profesionalisme.
Pasal 47
Praktik Mandiri
(1)   Praktik mandiri dapat dilakukan secara perorangan dan atau berkelompok
(2)   Perawat yang melakukan praktik mandiri mempunyai kewenangan sesuai
dengan pasal 4 huruf a, b, c, d, e, dan f.
(3)   Kegiatan praktik mandiri meliputi:
1. intervensi mandiri keperawatan, seperti terapi modalitas/komplementer,
konseling, perawatan kebugaran, perawatan dirumah atau dalam bentuk lain
sesuai dengan peraturan yang berlaku
2. pengobatan dan tindakan medik dasar dengan instruksi atau pengawasan
dokter dan protokol dari Ikatan Dokter Indonesia,
(4)   Perawat dalam melakukan praktik mandiri sekurang-kurangnya memenuhi
persyaratan:
1. Memiliki tempat praktik yang memenuhi persyaratan kesehatan;
2. Memiliki perlengkapan peralatan dan administrasi untuk melakukan asuhan
keperawatan
(5)   Persyaratan perlengkapan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), sesuai
dengan standar perlengkapan asuhan keperawatan yang ditetapkan oleh
organisasi profesi.
(6)   Perawat yang telah mempunyai SIPP dan menyelenggarakan praktik mandiri
wajib memasang papan nama praktik keperawatan.
BAB IX
PEMBINAAN, PENGEMBANGAN DAN PENGAWASAN
Pasal 48
Pemerintah, Konsil Keperawatan, dan Organisasi Profesi Perawat membina,
mengembangkan dan mengawasi praktik keperawatan sesuai dengan fungsi serta
tugas masing-masing.
Pasal 49
(1)   Pembinaan dan pengembangan perawat meliputi pembinaan profesi dan karir
(2)   Pembinaan dan pengembangan profesi perawat sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) meliputi kompetensi profesional dan kepribadian
(3)   Pembinaan dan pengembangan profesi perawat dilakukan melalui Jenjang
Karir Perawat.
(4)   Pembinaan dan pengembangan karir perawat sebagaimana dimaksud ayat (1)
meliputi penugasan, kenaikan pangkat /Peringkat dan promosi.
Pasal 50
(1)   Pemerintah, konsil dan organisasi profesi membina serta mengembangkan
kualifikasi akademik dan kompetensi perawat pada institusi baik pemerintah
maupun swasta;
(2)   Pemerintah memberikan anggaran untuk meningkatkan profesionalisme
perawat pada institusi pelayanan pemerintah;
(3)   Pemerintah menetapkan kebijakan anggaran untuk meningkatkan
profesionalisme perawat pada institusi pelayanan swasta
Pasal 51
Pembinaan, pengembangan dan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam
pasal 50, diarahkan untuk:
1. Melindungi masyarakat atas tindakan yang dilakukan perawat.
2. Memberikan kepastian hukum bagi masyarakat dan perawat
3. Mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan keperawatan yang
dilakukan oleh perawat;
4. Melindungi perawat terhadap keselamatan dan risiko kerja.
Pasal 52
(1)   Setiap orang dilarang menggunakan identitas berupa gelar atau bentuk lain
yang menimbulkan kesan bagi masyarakat seolah-olah yang bersangkutan adalah
perawat yang telah memiliki SIPV atau SIPP.
(2)   Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi tenaga
kesehatan yang diberi kewenangan oleh peraturan perundang-undangan.
Pasal 54
Dalam rangka pembinaan dan pengawasan perawat yang menyelenggarakan
praktik keperawatan dapat dilakukan supervisi dan audit sekurang-kurangnya 1
(satu) kali dalam 5 (lima) tahun.

Pasal 53
Sanksi Administratif dan Disiplin
(1)   Perawat yang melanggar ketentuan yang diatur dalam pasal 37 dikenakan
sanksi administrasi berupa pencabutan sementara SIPV atau SIPP paling lama 1
(satu) tahun
(2)   Perawat yang dinyatakan melanggar disiplin Profesi dikenakan sanksi
administrasi sebagai berikut:
1. Pemberian Peringatan Tertulis
2. Kewajiban mengikuti Pendidikan atau Pelatihan pada Institusi Pendidikan
Keperawatan.
3. Rekomendasi Pencabutan Surat Tanda Registrasi dan Surat Ijin Perawat
(3) Pencabutan Surat Izin Perawat sebagaimana dimaksud ayat (2) c dapat
berupa:
1. Pelanggaran ringan dikenakan sanksi pencabutan sementara SIPV atau
SIPP paling lama 6 (enam) bulan
2. Pelanggaran sedang dikenakan sanksi pencabutan sementara SIPV atau
SIPP paling lama 1 (satu) tahun
3. Pelanggaran berat dikenakan sanksi pencabutan sementara SIPV atau SIPP
paling lama 3 (tiga) tahun
(4) Sanksi Administratif terhadap pelanggaran disiplin sebagaimana dimaksud ayat
(3) dilakukan oleh Kepala Dinas Kab/Kota atau Pejabat yang berwenang setelah
dilakukan penelitian dan usul dari Komite Disiplin Keperawatan Konsil.
Pasal 54
Sanksi Pidana
Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan identitas berupa gelar atau
bentuk lain yang menimbulkan kesan bagi masyarakat seolah-olah yang
bersangkutan adalah perawat yang telah memiliki SIPV atau SIPP dipidana
dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp.
75.000.000,00 (tujuh puluh lima juta rupiah).
Pasal 55
Institusi pelayanan kesehatan, organisasi, perorangan yang dengan sengaja
mempekerjakan perawat yang tidak memiliki SIPV atau SIPP sebagaimana
dimaksud dalam pasal 42 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima)
tahun atau denda paling banyak Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta
rupiah).
Pasal 56
Perawat yang dengan sengaja:
(1). tidak memasang papan nama sebagaimana dimaksud pada pasal 48 ayat (4);
(2). tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam pasal 47 huruf a
sampai dengan huruf f
(3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling
banyak Rp. 25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah). 
Pasal 57
Penetapan sanksi pidana harus didasarkan pada motif pelanggaran dan berat
ringannya risiko yang ditimbulkan sebagai akibat pelanggaran.
BAB X
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 58
(1). Pada saat diundangkannya Undang-Undang ini semua peraturan perundang-
undangan yang merupakan pelaksanaan Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992
tentang Kesehatan yang berkaitan dengan pelaksanaan praktik keperawatan,
masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan/atau belum diganti
berdasarkan Undang-undang ini.
(2). Pada saat diundangkannya Undang-Undang ini, ijin praktik yang diberikan
sesuai KepMenKes Nomor 1239 Tahun 2001 tentang Registrasi dan Praktik
Keperawatan, masih tetap berlaku sampai berakhirnya izin praktik tersebut sesuai
ketentuan.
Pasal 59
Dengan telah diberlakukannya Undang Undang Praktik Keperawatan, sebelum
terbentuknya Konsil Keperawatan Indonesia maka dalam kegiatan perijinan
dilaksanakan sesuai ketentuan yang ada.
BAB XI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 60
Konsil Keperawatan Indonesia sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 ayat (1)
harus dibentuk paling lama 6 (enam) bulan sejak Undang-undang ini diundangkan.

Pasal 61
Undang-Undang ini mulai berlaku 1 (satu) tahun sejak tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang
ini dengan penempatan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta

Pada tanggal …………………


PPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
ttd
SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
Pada Tanggal ……………….
SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA
ttd
Ir. HATTA RAJASA
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN ……………
NOMOR …………

2.9. Penjelasan RUU Keperawatan 


PENJELASAN
Rancangan
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR ……………………….
TENTANG
PRAKTIK KEPERAWATAN
BAB  I
KETENTUAN UMUM
BAB II
ASAS DAN TUJUAN
Pasal 2
Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan;
1. nilai ilmiah adalah bahwa praktik keperawatan harus didasarkan pada ilmu
pengetahuan dan tehnologi yang diperoleh baik melalui penelitian, pendidikan
maupun pengalaman praktik.
2. Nilai moral (Etika dan etiket) adalah bahwa penyelenggaraan praktik
keperawatan harus mengacu pada prinsip-prinsip moral antara lainbeneficience,
nonmaleficience, veracity, justice, non-diskriminatif danotonomi.
3. Manfaat adalah bahwa penyelenggaraan praktik keperawatan harus
memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kemanusiaan dalam rangka
mempertahankan dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
4. Keadilan adalah bahwa penyelenggaraan praktik keperawatan harus mampu
memberikan pelayanan yang dan tidak diskriminatif, merata, terjangkau dan
bermutu dalam konteks pelayanan kesehatan.
5. Kemanusiaan adalah bahwa dalam penyelenggaraan praktik keperawatan
memberikan perlakuan yang memenuhi hak azazi manusia sebagai penerima
pelayanan yaitu hak memperoleh pelayanan yang aman, hak untuk mendapatkan
informasi, hak untuk didengar serta hak untuk memilih.
6. Keseimbangan adalah bahwa penyelenggaraan praktik keperawatan
didasarkan atas keseimbangan antara hak dan kewajiban penerima dan pemberi
pelayanan.
7. Perlindungan dan keselamatan pasien adalah bahwa penyelenggaraan
praktik keperawatan dilakukan dengan kehati-hatian sesuai dengan standard
praktik keperawatan.

BAB III
Lingkup Praktik Keperawatan
Asuhan keperawatan diberikan akibat kebutuhan dasar yang  tidak terpenuhi,
akibat kelemahan fisik dan mental, keterbatasan pengetahuan serta kurangnya
kemampuan untuk berfungsi optimal, dan kurangnya  kemampuan melaksanakan
kegiatan hidup sehari-hari secara mandiri
Pegobatan adalah pemberian obat-obatan (kecuali obat-obat yang berlabel merah
tidak termasuk obat-obat yang masuk dalam DOA /Daftar obat Apotik)
Tindakan medik terbatas yang dimaksud adalah tindakan medik termasuk
pengobatan dalam rangka penyembuhan dan pemulihan penyakit-penyakit ringan
yang biasa timbul dimasyarakat disuatu wilayah (common illness) yang dilakukan
oleh perawat professional yang kompeten.

BAB IV
KONSIL KEPERAWATAN INDONESIA
Bagian Kesatu
Nama dan Kedudukan
Bagian Kedua
Fungsi, Tugas dan Wewenang Konsil
Ayat (2) ;
Yang dimaksud dengan standar pendidikan profesi keperawatan adalah pendidikan
profesi yang dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berkaitan dengan sistim pendidikan nasional.
Penyusunan standar pendidikan profesi keperawatan dilakukan oleh organisasi
profesi termasuk kolegium dengan melibatkan asosiasi pendidikan keperawatan
Yang dimaksud dengan asosiasi pendidikan keperawatan adalah Asosiasi Institusi
Pendidikan Ners Indonesia.

Bagian Ketiga
Susunan Organisasi dan Keanggotaan
Ayat (1) ;
Uji kompetensi adalah suatu proses penilaian terhadap perawat yang mencakup
aspek  pengetahuan, keterampilan serta sikap kerja  minimal yang harus dimiliki 
seseorang sesuai dengan standar kinerja yang ditetapkan.
Pasal 14 ;
Ayat (1);
cukup jelas
Ayat (2);
Yang dimaksud dengan anggota konsil yang dipilih sebagaimana huruf  (b) adalah
pemilihan melalui mekanisme pencalonan  dari 3 wilayah, masing-masing 3 orang
kemudian dilakukan  pemilihan secara serempak di tiga wilayah utama yaitu; barat
meliputi pulau sumatera dan Jawa. Wilayah tengah meliputi Kalimantan, Sulawesi,
Bali dan NTB. Wilayah timur meliputi  NTT, Kepulauan Maluku dan Papua.

Bagian Keempat
Tata Kerja
Bagian Kelima
Pembiayaan
BAB V
STANDAR PENDIDIKAN PROFESI KEPERAWATAN
BAB VI
PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEPERAWATAN BERKELANJUTAN
BAB VII
REGISTRASI dan LISENSI PERAWAT
Ayat (3);
yang dimaksud dengan persetujuan konsil adalah surat keterangan yang
dikeluarkn oleh konsil keperawatan indonesia untuk perawat asing yang
melaksanakan tugas di Indonesia.
Pasal 34
Huruf a, b, c, d ; cukup jelas
Huruf e ;
Pencabutan SIPP oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota karena perawat
dinyatakan melanggar ketentuan administratife atau telah dinyatakan bersalah
secara pidana atau perdata oleh pengadilan.
Pasal 35
Cukup Jelas
BAB VIII
PENYELENGGARAAN PRAKTIK KEPERAWATAN
Pasal 36
Cukup Jelas
Pasal 37
Cukup Jelas
Pasal 38
Cukup Jelas
Pasal 39
Ayat (1);
Tindakan diluar kewenangan dalam keadaan darurat yang dimaksud adalah
ditujukan kepada penyelamatan jiwa pasien
Ayat(2);
Cukup jelas
Ayat (3);
Perawat yang bertugas didaerah sulit terjangkau adalah dalam rangka membantu
pemerintah agar masyarakat memperoleh pelayanan kesehatan yang memadai
dan terjangkau.
Pasal 40;
Ayat (1);
Cukup jelas
Ayat (2);
Pengawasan yang dilakukan oleh perawat professional kepada perawat vokasional
adalah dimaksudkan agar praktik keperawatan berjalan dengan aman sesuai
standar profesi dan dalam rangka melindungi masyarakat memperoleh pelayanan
keperawatan yang aman.
Ayat (3);
Pendelegasian kepada perawat yang setara kemampuan dan pengalamanya
dimaksudkan agar praktik keperawatan yang diberikan berjalan dengan aman.

2.10 Pemecahan Masalah RUU Keperawatan

Terkait masalah tersebut Zuber dari Fraksi PKS memberikan beberapa


alternatif pemecahan masalah pada proses pengawalan RUU itu:
1. Aksi Simpatik
2. Pengawalan Isu dan Tren RUU Keperawatan di Media Massa dan Elektronik
dengan melakukan penerbitan dan kegiatan ilmiah (press release, artikel, seminar,
workshop, dll)
3. Lobi-lobi Politik ke berbagai Stakeholder khususnya Departemen Kesehatan
4. Penokohan Tokoh Keperawatan secara kontinu dan berkesinambungan
Kegiatan-kegiatan dimaksudkan untuk menghangatkan isu tentang UU
keperawatan di kalangan publik. Selanjutnya Zuber juga menyarankan agar ada
tokoh-tokoh perawat yang terjun pada tataran politik praktis sebagai politisi untuk
melakukan proses pengawalan pada profesi perawat itu sendiri, karena beliau
menyampaikan bahwa tidak ada kehidupan bernegara dan bermasyarakat itu yang
terlepas dari urusan politik sekecil apapun itu."

BAB III
3.1 Kesimpulan

Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan professional yang merupakan bagian


integral dari pelayanan kesehatan Pengaturan penyelenggaraan praktik
keperawatan bertujuan untuk:
 memberikan perlindungan dan kepastian hukum kepada penerima dan pemberi
jasa pelayanan keperawatan.
 Mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan keperawatan yang diberikan
oleh perawat.

Ada beberapa alasan mengapa Undang-Undang Praktik Keperawatan


dibutuhkan. Yaitu:
4.                   Pertama, alasan filosofi. Perawat telah memberikan konstribusi besar dalam
peningkatan derajat kesehatan.

5.                   Kedua, alasan yuridis. UUD 1945, pasal 5, menyebutkan bahwa Presiden


memegang kekuasaan membentuk Undang-Undang dengan persetujuan Dewan
Perwakilan Rakyat. Demikian Juga UU Nomor 23 tahun 1992, Pasal 32, secara
eksplisit menyebutkan bahwa pelaksanaan pengobatan dan atau perawatan
berdasarkan ilmu kedokteran dan atau ilmu keperawatan, hanya dapat
dilaksanakan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan
untuk itu.
6.                   Ketiga, alasan sosiologis. Kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan
khususnya pelayanan keperawatan semakin meningkat.

Dalam peringatan Hari Perawat Sedunia ini Persatuan Perawat Nasional


Indonesia (PPNI) lebih mendorong disahkannya Undang-Undang Praktik
Keperawatan. Hal ini disebabkan karena
a.    Pertama, Keperawatan sebagai profesi memiliki karateristik yaitu, adanya
kelompok pengetahuan (body of knowledge
b.    Kedua, kewenangan penuh untuk bekerja sesuai dengan keilmuan keperawatan
yang dipelajari dalam suatu sistem pendidikan keperawatan yang formal dan
terstandar menuntut perawat untuk akuntabel terhadap keputusan dan tindakan
yang dilakukannya.
c.    Ketiga, perawat telah memberikan konstribusi besar dalam peningkatan derajat
kesehatan

Undang-Undang yang ada di Indonesia yang berkaitan dengan praktik


keperawatan :
1. UU No. 9 tahun 1960, tentang pokok-pokok kesehatan
2. UU No. 6 tahun 1963 tentang Tenaga Kesehatan.
3. UU Kesehatan No. 14 tahun 1964, tentang Wajib Kerja Paramedis.
4. SK Menkes No. 262/Per/VII/1979 tahun 1979
5. Permenkes. No. 363/Menkes/Per/XX/1980 tahun 1980
6. SK Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara No. 94/Menpan/1986,
7. UU Kesehatan No. 23 Tahun 1992

Perkembangan Terakhir Ruu Keperawatan


1. Komisi IX sudah mengirim surat ke BALEG DPR RI untuk memproses inisiatif
DPR danmembentuk PANSUS Undang - Undang Keperawatan
2.Sidang Paripurna selasa 09/06/2009 Bpk.Zuber (F-PKS) dan Bpk.Sonny (F-
PDIP)sudahmelakukan Interupsi agar Undang - Undang Keperawatan di sah kan
Tahun ini (2009)
3.PPNI diterima F-Demokrat mendorong pemerintah untuk segera mensahkan
Undang -Undang Keperawatan.
4.PPNI diterima BALEG DPR RI

Dalam UU Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan ditegaskan bahwa


tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam
bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau keterampilan
melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tuntutan
memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.

Tenaga kesehatan yang diatur dalam Pasal 2 ayat (2) sampai dengan ayat
(8) Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga
Kesehatan terdiri dari :

1. Tenaga medis meliputi dokter dan dokter gigi;


2. Tenaga keperawatan meliputi perawat dan bidan;
3. Tenaga kefarmasian meliputi apoteker, analis farmasi dan asisten apoteker;
4. Tenaga kesehatan masyarakat meliputi epidemiolog kesehatan, entomolog
kesehatan, mikrobiolog kesehatan, penyuluh kesehatan, administrator kesehatan
dan sanitarian;
5. Tenaga gizi meliputi nutrisionis dan dietisien;
6. Tenaga keterapian fisik meliputi fisioterapis, okupasiterapis dan terapis wicara;
7. Tenaga keteknisian medis meliputi radiografer, radioterapis, teknisi gigi, teknisi
elektromedis, analis kesehatan, refraksionis optisien, othotik prostetik, teknisi
tranfusi dan perekam medis;
Menurut UU Praktik Kedokteran
Dalam UU Praktik Kedokteran yang dimaksud dengan ”Petugas” adalah
dokter, dokter gigi atau tenaga kesehatan lain yang memberikan
pelayanan langsung kepada pasien.

Menurut  PP No. 32 Tahun 1996


Bila menyimak ketentuan perundang–undangan yang ada (PP No. 32
Tahun 1996), maka yang dimaksud petugas dalam kaitannya dengan
tenaga kesehatan adalah dokter, dokter gigi, perawat, bidan, dan
keteknisian medis.

kepmenkes 148/2010 tentang praktik


perawat
PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR HK.02.02/MENKES/148/I/2010
TENTANG
IZIN DAN PENYELENGGARAAN PRAKTIK PERAWAT
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 23 ayat (5) Undang -Undang Nomor 36 Tahun 2009
tentang Kesehatan perlu menetapkan Peraturan Menteri Kesehatan tentang Izin dan Penyelenggaraan
Praktik Perawat;
Mengingat :
1.      Undang-Undang Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara RepublikIndonesia Nomor 4431);
2.      Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambaran Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437)
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang
Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4844);
3.      Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063);
4.      Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1996 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3637);
5.      Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara
Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan DaerahKabupaten/Kota (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4737);
6.      Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1575/Menkes/Per/XI/2005 tentang Organisasi dan Tata
Kerja Departemen Kesehatan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 439/Menkes/Per/VI/2009 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 1575/Per/Menkes/XI/2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kesehatan;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :Peraturan Menteri Kesehatan Tentang Izin Dan Penyelenggaraan Praktik Perawat.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1.    Perawat adalah seseorang yang telah lulus pendidikan perawat baik di dalammaupun di luar negeri
sesuai dengan peraturan perundangan-undangan.
2.    Fasilitas Pelayanan Kesehatan adalah tempat yang digunakan untukmenyelenggarakan upaya
kesehatan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif.
3.    Surat Izin Praktik Perawat yang selanjutnya disingkat SIPP adalah bukti tertulis yang diberikan kepada
perawat untuk melakukan praktik keperawatan secara perorangan dan/atau berkelompok.
4.    Standar adalah pedoman yang harus dipergunakan sebagai petunjuk dalammenjalankan profesi yang
meliputi standar pelayanan, standar profesi dan standar prosedur operasional.
5.    Surat Tanda Registrasi yang selanjutnya disingkat STR adalah bukti tertulis yang diberikan oleh
Pemerintah kepada tenaga kesehatan yang telah memiliki sertifikat kompetensi sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan.
6.    Obat Bebas adalah obat yang berlogo bulatan berwarna hijau yang dapat diperoleh tanpa resep dokter.
H
7.    Obat Bebas Terbatas adalah obat yang berlogo bulatan berwarna biru yanq dapat diperoleh tanpa resep
dokter.
8.    Organisasi Profesi adalah Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI).
BAB II
PERIZINAN
Pasal 2
(1) Perawat dapat menjalankan praktik pada fasilitas pelayanan kesehatan.
(2) Fasilitas pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputifasilitas pelayanan
kesehatan di luar praktik mandiri dan/atau praktik mandiri.
(3) Perawat yang menjalankan praktik mandiri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berpendidikan
minimal Diploma III (D III) Keperawatan.
Pasal 3
(1) Setiap Perawat yang menjalankan praktik wajib memiliki SIPP.
(2) Kewajiban memiliki SIPP dikecualikan bagi perawat yang menjalankan praktikpada fasilitas
pelayanan kesehatan di luar praktik mandiri.
Pasal 4
(1) SIPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota.
(2) SIPP berlaku selama STR masih berlaku.
Pasal 5
(1) Untuk memperoleh SIPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Perawat harus mengajukan
permohonan kepada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dengan melampirkan:
a. fotocopy STR yang masih berlaku dan dilegalisir;
b. surat keterangan sehat fisik dari dokter yang memiliki Surat Izin Praktik;
c. surat pernyataan memiliki tempat praktik;
d. pas foto berwarna terbaru ukuran 4X6 cm sebanyak 3 (tiga) lembar; dan
e. rekomendasi dari Organisasi Profesi.
(2) Surat permohonan memperoleh SIPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1)sebagaimana tercantum
dalam Formulir I terlampir.
(3) SIPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya diberikan untuk 1 (satu) tempat praktik.
(4) SIPP sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sebagaimana tercantum dalam Formulir II terlampir.
Pasal 6
Dalam menjalankan praktik mandiri, Perawat wajib memasang papan nama praktik keperawatan.
Pasal 7
SIPP dinyatakan tidak berlaku karena:
a. tempat praktik tidak sesuai lagi dengan SIPP.
b. masa berlakunya habis dan tidak diperpanjang.
c. dicabut atas perintah pengadilan.
d. dicabut atas rekomendasi Organisasi Profesi.
e. yang bersangkutan meninggal dunia.
BAB III
PENYELENGGARAAN PRAKTIK
Pasal 8
(1) Praktik keperawatan dilaksanakan pada fasilitas pelayanan kesehatan tingkatpertama, tingkat kedua,
dan tingkat ketiga.
(2) Praktik keperawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan kepadaindividu, keluarga,
kelompok, dan masyarakat.
(3) Praktik keperawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui kegiatan:
a. pelaksanaan asuhan keperawatan;
b. pelaksanaan upaya promotif, preventif, pemulihan, dan pemberdayaan masyarakat; dan
c. pelaksanaan tindakan keperawatan komplementer.
(4) Asuhan keperawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a meliputipengkajian, penetapan
diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi, dan evai.iasi keperawatan.
(5) Implementasi keperawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) meliputipenerapan perencanaan
dan pelaksanaan tindakan keperawatan.
(6) Tindakan keperawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) meliputi pelaksanaan prosedur
keperawatan, observasi keperawatan, pendidikan dan konseling kesehatan.
(7) Perawat dalam menjalankan asuhan keperawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat
memberikan obat bebas dan/atau obat bebas terbatas.
Pasal 9
Perawat dalam melakukan praktik harus sesuai dengan kewenangan yang dimiliki.
Pasal 10
(1) Dalam keadaan darurat untuk penyelamatan nyawa seseorang/pasien dan tidak ada dokter di
tempat kejadian, perawat dapat melalaikan pelayanan kesehatan diluar kewenangan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 8.
(2) Bagi perawat yang menjalankan praktik di daerah yang tidak memiliki dokterdalam rangka
melaksanakan tugas pemerintah, dapat melakukan pelayanan kesehatan diluar kewenangan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8.
(3) Dalam melaksanakan pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus
mempertimbangkan kompetensi, tingkat kedaruratan dan kemungkinan untuk dirujuk.
(4) Daerah yang tidak memiliki dokter sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah kecamatan atau
kelurahan/desa yang ditetapkan oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
(5) Dalam hal daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (4) telah terdapat dokter,kewenangan perawat
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku.
Pasat 11
Dalam melaksanakan praktik, perawat mempunyai hak:
a. memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan praktik keperawatan sesuai standar;
b. memperoleh informasi yang lengkap dan jujur dari klien dan/atau keluarganya;
c. melaksanakan tugas sesuai dengan kompetensi;
d. menerima imbalan jasa profesi; dan
e. memperoleh jaminan perlindungan terhadap risiko kerja yang berkaitan dengan tugasnya.
Pasal 12
(1) Dalam melaksanakan praktik, perawat wajib untuk:
a. menghormati hak pasien;
b. melakukan rujukan;
c. menyimpan rahasia sesuai dengan peraturan perundangan-undangan;
d. memberikan informasi tentang masalah kesehatan pasien/klien dan pelayanan yang dibutuhkan;
e. meminta persetujuan tindakan keperawatan yang akan dilakukan;
f. melakukan pencatatan asuhan keperawatan secara sistematis; dan
g. mematuhi standar.
(2) Perawat dalam menjalankan praktik senantiasa meningkatkan mutu pelayanan profesinya, dengan
mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi melalui pendidikan dan pelatihan sesuai
dengan bidang tugasnya, yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau organisasi profesi.
(3) Perawat dalam menjalankan praktik wajib membantu program Pemerintah dalam meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat.
BAB IV
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 13
(1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah melakukan pembinaan dan pengawasan dengan
mengikutsertakan organisasi profesi.
(2) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diarahkan untuk meningkatkan
mutu pelayanan, keselamatan pasien dan melindungi masyarakat terhadap segala kemungkinan yang
dapat menimbulkan bahaya bagi kesehatan.
Pasal 14
(1) Dalam rangka pelaksanaan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, Pemerintah dan
Pemerintah Daerah dapat memberikan tindakan administratif kepada perawat yang melakukan
pelanggaran terhadap ketentuan penyelenggaraan praktik dalam Peraturan ini.
(2) Tindakan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui:
a. teguran lisan;
b. teguran tertulis; atau
c. pencabutan SIPP.
BAB V
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 15
(1) SIPP yang dimiliki perawat berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
1239/Menkes/SK/IV/2001 tentang Registrasi dan Praktik Perawat masih tetap berlaku sampai masa
SIPP berakhir.
(2) Pada saat peraturan ini mulai berlaku, SIPP yang sedang dalam proses perizinan dilaksanakan
sesuai ketentuan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1239/Menkes/SK/IV/2001 tentang Registrasi
dan Praktik Perawat.
BAB VI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 16
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
1239/Menkes/SK/XI/2001 tentang Registrasi dan Praktik Perawat sepanjang yang berkaitan dengan
perizinan dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 17
Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan peraturan ini dengan penempatannya
dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 27 Januari 2010
Menteri, Sedyaningsih, MPH, DR.PH

Anda mungkin juga menyukai