Nim : 2261201033
Mata Kuliah : Pendidikan Kewarganegaraan
Program Studi : Manajemen
Dosen Pengampu : H. Muhammad Taufik Saiman, S.Ag., M.E
Hari/Tanggal/Waktu : Minggu/ 28-05-2023/ 19.00 WIB
Resume Materi
Dalam upaya menjaga nilai dan norma konstitusional UUD RI 1945 serta konstitusionalitas
ketentuan perundang-undangan dibawah UUD 1945, diperlukan peran aktif dari seluruh
pihak terutama lembaga-lembaga negara. Beberapa saran yang dapat diambil untuk menjaga
nilai dan norma konstitusional UUD RI 1945 serta konstitusionalitas ketentuan perundang-
undangan dibawah UUD 1945 adalah sebagai berikut:
Diperlukan penguatan sistem hukum nasional untuk memastikan bahwa seluruh ketentuan
perundang-undangan yang dikeluarkan oleh pemerintah selaras dengan nilai dan norma
konstitusional yang terkandung dalam UUD RI 1945. Selain itu, penguatan sistem hukum
juga dapat memperkuat independensi lembaga-lembaga negara seperti Mahkamah Konstitusi
untuk mengambil keputusan yang adil dan mengikat.
Pengawasan publik yang intensif terhadap setiap kebijakan dan program pemerintah dapat
membantu mencegah adanya ketentuan perundang-undangan yang bertentangan dengan nilai
dan norma konstitusional dalam UUD RI 1945. Pengawasan publik juga dapat membantu
memperkuat akuntabilitas dan transparansi dalam penyelenggaraan negara.
Kesimpulannya, nilai dan norma konstitusional dalam UUD RI 1945 serta konstitusionalitas
ketentuan perundang-undangan dibawah UUD 1945 merupakan hal yang sangat penting
untuk dijaga dalam kehidupan berkonstitusi di Indonesia. Dalam menjaga hal tersebut,
diperlukan peran aktif dari seluruh pihak terutama lembaga-lembaga negara untuk
memperkuat sistem hukum nasional, meningkatkan pendidikan kewarganegaraan yang
berorientasi pada konstitusi, dan melakukan pengawasan publik yang intensif.
Hak adalah segala sesuatu yang pantas dan mutlak untuk didapatkan oleh individu
sebagai anggota warga negara sejak masih berada dalam kandungan. Kewajiban adalah
segala sesuatu yang dianggap sebagai suatu keharusan / kewajiban untuk dilaksanakan oleh
individu sebagai anggota warga negara guna mendapatkan hak yang pantas untuk didapat .
Warga Negara adalah penduduk yang sepenuhnya dapat diatur oleh Pemerintah Negara
tersebut dan mengakui Pemerintahnya sendiri. Adapun pengertian penduduk menurut Kansil
adalah mereka yang telah memenuhi syarat-syarat tertentu yang ditetapkan oleh peraturan
negara yang bersangkutan, diperkenankan mempunyai tempat tinggal pokok (domisili) dalam
wilayah negara itu.
Demokrasi secara bahasa demokrasi adalah keadaan negara di mana dalam sistem
pemerintahannya kedaulatan berada di tangan rakyat, kekuasaan tertinggi berada dalam
keputusan bersama rakyat, rakyat berkuasa, pemerintahan rakyat, dan kekuasaan oleh rakyat
Hakekat pada Demokrasi Indonesia yang berlandas pada Pancasila dan juga UUD RI
1945 yakni kedudukan penting masyarakat pada cara sosial politik. Instrumen Demokrasi di
Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 yakni MPR (Majelis Permusyawaratan
Rakyat), DPR (Dewan Perwakilan Rakyat), dan DPD (Dewan Perwakilan Daerah).
Pengertian Konstitusi
Kata Konstitusi berarti "pembentukan", berasal dari kata kerja "Constituer" (bahasa Prancis)
yang berarti membentuk. Yang dibentuk adalah sebuah negara. Maka, Konstitusi
mengandung permulaan dari segala peraturan mengenai suatu negara
Menurut K. C. Wheare (2003), konstitusi adalah kumpulan hukum, institusi dan adat
kebiasaan, yang ditarik dari prinsip-prinsip rasio tertentu yang membentuk sistem umum
dengan mana masyarakat setuju untuk diperintah.
K.C Wheare mengemukan bahwa macam konstitusi terdiri atas:
a. konstitusi tertulis dan tidak tertulis,
b. konstitusi fleksibel dan rigid/kaku.
c. Konstitusi derajat tinggi dan bukan derajat tinggi,
d. Konstitusi serikat dan kesatuan
e. Konstitusi sistem presidensial dan parlementer.
Konstitusi negara Indonesia termasuk konstitusi tertulis.
Perkembangan konstitusi Indonesia terjadi dalam 4 tahap :
a. Konstitusi UUD 1945
b. Konstitusi Republik Indonesia Serikat (RIS 1949)
c. Konstitusi UUDS 1950
d. Konstitusi UUD 1945 (amandemen)
Menurut Suroyo (2002), ternyata sejarah menjelaskan bangsa kita sudah mengalami
pembangunan integrasi sebelum bernegara Indonesia yang merdeka. Menurutnya, ada tiga
model integrasi dalam sejarah perkembangan integrasi di Indonesia, yakni 1) model integrasi
imperium Majapahit, 2) model integrasi kolonial, dan 3) model integrasi nasional Indonesia.
- Model Integrasi Imperius Majapahit
Model integrasi pertama ini bersifat kemaharajaan (imperium) Majapahit. Struktur
kemaharajaan yang begitu luas ini berstruktur konsentris. Dimulai dengan konsentris pertama
yaitu wilayah inti kerajaan (nagaragung): pulau Jawa dan Madura yang diperintah langsung
oleh raja dan saudarasaudaranya. Konsentris kedua adalah wilayah di luar Jawa
(mancanegara dan pasisiran) yang merupakan kerajaan-kerajaan otonom. Konsentris ketiga
(tanah sabrang) adalah negara-negara sahabat di mana Majapahit menjalin hubungan
diplomatik dan hubungan dagang, antara lain dengan Champa, Kamboja, Ayudyapura
(Thailand).
- Model Integrasi Kolonial
Model integrasi kedua atau lebih tepat disebut dengan integrasi atas wilayah Hindia Belanda
baru sepenuhnya dicapai pada awal abad XX dengan wilayah yang terentang dari Sabang
sampai Merauke.
- Model Integrasi Nasional Indonesia
Model integrasi ketiga ini merupakan proses berintegrasinya bangsa Indonesia sejak
bernegara merdeka tahun 1945. Meskipun sebelumnya ada integrasi kolonial, namun
integrasi model ketiga ini berbeda dengan model kedua. Integrasi model kedua lebih
dimaksudkan agar rakyat jajahan (Hindia Belanda) mendukung pemerintahan kolonial
melalui penguatan birokrasi kolonial dan penguasaan wilayah.
Integrasi model ketiga dimaksudkan untuk membentuk kesatuan yang baru yakni bangsa
Indonesia yang merdeka, memiliki semangat kebangsaan (nasionalisme) yang baru atau
kesadaran kebangsaan yang baru. Model integrasi nasional ini diawali dengan tumbuhnya
kesadaran berbangsa khususnya pada diri orang-orang Indonesia yang mengalami proses
pendidikan sebagai dampak dari politik etis pemerintah kolonial Belanda.
Mereka berasal dari berbagai daerah dan suku bangsa yang merasa sebagai satu nasib dan
penderitaan sehingga bersatu menggalang kekuatan bersama. Misalnya, Sukarno berasal dari
Jawa, Mohammad Hatta berasal dari Sumatera, AA Maramis dari Sulawesi, Tengku
Mohammad Hasan dari Aceh.