األصوات
Amanda Resti Maulidiya (2107498), Muhamad Syakir (2108530)
A. Pengertian Fonetik
Mengetahui pengertian fonetik menjadi sangat penting, mengingat bahwa di
dalam bahasa dibedakan antara bunyi-bunyi yang tidak berfungsi membedakan makna
dan yang tidak membedakan makna. Penyelidikan bunyi-bunyi tanpa memperhatikan
fungsinya dalam membedakan makna disebut fonetik, dan bunyi sebagai objek penelitian
fonetik disebut dengan fon. Sementara penyelidikan bunyi-bunyi yang membedakan
makna disebut dengan fonologi, dan bunyi sebagai objek penelitian fonologi disebut
dengan fonem (Amrullah 2016).
Dalam studi bahasa Arab, ulama yang sangat terkenal dengan konsentrasinya
terhadap ‘ilmu al-aṣwat sejak awal adalah al-Khalil bin Ahmad al-Farahidiy (w. 175 H).
Al-Khalil berhasil menyusun kamus yang diberi judul al-‘ain yang membahas tentang
fonetik dalam bahasa Arab. Al-Khalil melihat bahwa huruf yang paling awal dalam
struktur artikulasi bahasa Arab adalah huruf “Ú”. Karena itu al-Khalil menyusun abjad
bahasa Arab yang dimulai dengan huruf “Ú” dan karena itu juga ia membuat judul
kamusnya tersebut dengan al-‘ain (Nafi’i, 2021).
Para pakar linguis seperti Verhaar membagi fonetik kepada tiga macam:
• Fonetik akuistik, yaitu menyelidiki bunyi bahasa menurut aspek-aspek fisiknya
sebagai getaran suara. Atau dengan kata lain, ilmu yang mempelajari gelombang
suara dan bagaimana mereka didengarkan oleh telinga manusia.
• Fonetik auditoris, yaitu menyelidiki cara penerimaan bunyi-bunyi bahasa oleh
telinga sebagai persepsi bahasa. Atau dengan kata lain, suatu ilmu yang
mempelajari persepsi bunyi dan terutama bagaimana otak mengolah data yang
masuk sebagai suara.
• Fonetik organis, yaitu menyeliki bagaimana bunyi-bunyi bahasa dihasilkan oleh
alat-alat bicara (organs of speech). Atau dengan kata lain, ilmu yang mempelajari
posisi dan gerakan bibir, lidah dan organ-organ manusia lainnya yang
memproduksi suara atau bunyi bahasa.
B. Bunyi dan Tulisan
Bagi yang ingin mengenal bahasa Arab penting untuk diketahui bahwa hampir
separuh dari fonem Arab tidak dikenal atau tidak ada padanannya dalam bahasa
Indonesia. Bahasa Arab memiliki 28 alpabet yang semuanya konsonan. Vokal dalam
tulisan Arab adalah tiga tanda baca yang disebut syakl. Ciri khas lain yang tidak dikenal
dalam bahasa kita adalah konsonan dalam sistem bahasa Arab berperan sebagai input
utama dalam pembentukan kata Arab. Satuan konsonan yang umumnya terdiri dari tiga
konsonan (triliteral) atau empat konsonan (kuardiliteral) berperan sebagai akar kata.
Akar kata memuat suatu makna yang darinya diturunkan berbagai kata yang terkait
dengan makna tersebut. Satuan konsonan yang berperan sebagai akar kata disatukan
dengan vokal berpola untuk membentuk berbagai kata tersebut. Distribusi vokal pada
konsonan menciptakan bentuk kata yang beragam dalam kategori gramatikal yang
berbeda - beda. Vokal merupakan unsur yang berubah-ubah atau bervariasi, sedangkan
konsonan merupakan unsur yang bersifat tetap dalam pembentukan kata. Selain itu dalam
tataran sintaksis, vokal Arab juga menjadi penentu kategori gramatikal sebuah kata
meliputi kasus nomina dan modus verba akibat hubungannya dengan kata lainnya dalam
satuan sintaksis (Singgih, 2020).
Ada beberapa pencampuran antara suara dan tulisan yang banyak terjadi pada ilmu
fonologi, atau dengan kata lain antara bahasa yang disuarakan (suara yang terdengar oleh
manusia), dan bahasa yang sudah ditulis dalam bentuk huruf dalam sebuah media.
Adapun para pakar linguistik telah sepakat bahwa, bahasa yang jelas itu adalah bahasa
yang disuarakan. Dengan kata lain bahwa asal dari suatu bahasa itu adalah kumpulan
pola-pola dari rumus-rumus suara yang terucap dari lisan manusia, yang mana dengan
rumus tersebut manusia dapat berbahasa.
Vokal Arab juga berfungsi sebagai penyelaras pada bentuk-bentuk prosodi tertentu.
Di antara perbedaan tulisan yang membedakan bahasa kita dengan bahasa Arab adalah
bahasa Arab ditulis dari arah kanan ke kiri, kecuali angka Arab ditulis dengan arah
sebaliknya, yaitu dari arah kiri ke kanan. Abjad Arab memiliki 15 karakter. Dari 15
karakter tersebut dikembangkan menjadi 28 jenis huruf. Tulisan Arab terdiri dari 2 unsur,
yaitu:
1. Bentuk huruf (letter form) atau disebut rasm untuk menggambarkan bunyi
konsonan dan,
2. Bentuk tanda huruf (letter mark) atau disebut i’jam atau syakl untuk
menggambarkan vokal pendek dan lainnya. Pada semua alpabet Arab yang
berjumlah 28 abjad terdapat alograf, yaitu anggota grafem yang berbeda-beda
menurut posisinya, misalnya pada huruf ()ع, bila diawal kata ditulis ()عـ, bila di
tengah ditulis ()ـعـ, dan bila diakhir kata ditulis ()ـع.
Secara ortografis, tulisan Arab merupakan kerangka konsonan: tiga kualitas vokal
pendek yang merupakan fonem tidak ditandai dalam tulisan kecuali dalam mushaf al-
Quran dan buku-buku dasar membaca untuk anak-anak. Tulisan Arab tampak seperti
tulisan homografis (satu bentuk tulisan yang dapat memuat beberapa makna) pada
umumnya tulisan tangan atau cetak, seperti akar kata darasa dapat dibaca daras artinya
‘belajar’, dars artinya ‘pelajaran’, darras artinya ‘mengajar’, duris artinya ‘dipelajari’,
dan durris artinya ‘diajar’. Kompleksitas sistem tulisan Arab semakin tampak pada
penulisan konsonan hamzah yang memiliki varian yang lebih banyak dan penentuan
tulisannya di antaranya mengikuti kaidah morfologi Arab. Selain itu terdapat kaidah
tertentu khusus pada penulisan huruf ta dan alif di akhir kata Arab. Hal lain yang
menambah kekhasan tulisan Arab adalah adanya tulisan yang tak berbunyi dan bunyi
yang tak tertulis (Singgih, 2020).
Bunyi bahasa terjadi karena bergetarnya pita suara sebab tertiup udara dari paru-
paru yang kemudian diteruskan keluar lewat mulut atau hidung. Menurut Soeparno
(2002) pita suara yang terdiri atas dua lembaran tipis itu mempunyai empat macam
kemungkinan sikap atau posisi, yaitu:
1. Posisi pita suara yang satu dengan yang lain terbuka atau renggang. Posisi ini
tidak menghasilkan bunyi, biasanya terjadi pada saat bernafas biasa.
2. Posisi antara pita suara yang satu dengan yang lain rapat. Posisi ini tidak
menghasilkan bunyi, akan tetapi apabila udara ditiupkan kencang akan terjadi
semacam bunyi letupan keras, misalnya bunyi batuk.
3. Posisi pita suara yang satu dengan yang lain agak berhimpit. Posisi ini
menghasilkan bunyi ujar, yaitu bunyi pada saat kita berbicara biasa.
4. Posisi pita suara yang satu dengan yang lain tertutup rapat, sebagian berimpit, dan
sebagian lagi terbuka. Posisi ini menghasilkan bunyi yang lembut, misalnya
bisikan.
Samsuri (1987) membagi proses artikulasi yang melahirkan bermacam-macam bunyi
bahasa itu menjadi kepada dua cara:
1. Secara relatif, hembusan udara dari paru-paru keluar tidak mendapat hambatan
atau rintangan. Artikulasi demikian akan mengghasilkan bunyi-bunyi VOKOID
atau vokal
2. Hembusan udata dari paru-paru keluar mendapatkan hambatan atau rintangan
artikulasi demikian akan menghasilkan bunyi KONTOID atau konsosnan.
D. Analisis Fonologi
Fonologi berkaitan dengan bunyi bahasa sebagai elemen simbolis yang membentuk
bahasa, fonologi tidak peduli dengan sifat fonetik, fisik dan pendengaran bunyi sebagai
tujuan itu sendiri, melainkan dengan menganggapnya sebagai sarana semata-mata untuk
menentukan bunyi linguistik dalam kerangka bahasa tunggal. Perbedaan antara penelitian
akustik dan fonologis terbukti dari perbedaan antara apa yang direkam alat ukur dan apa
yang mempengaruhi makna. Sebagai contoh dalam bahasa Arab, huruf kaf
pengucapannya tidak selalu sama dalam setiap konteks fonetik, dalam contoh kalimat
kataba berbeda cara pengucapannya dengan kul. Akan tetapi perbedaan ini tidak
signifikan dalam perubahan makna. Begitupun pada huruf lam dalam bahasa Arab, yang
terkadang dibaca secara tipis pada kalimat billahi, dan kadang dibaca tebal pada kalimat
wallahi.
Penelitian fonetik dengan alat laboratorium dan eksperimentalnya mengungkap
jumlah suara bahasa Arab yang sangat banyak. Ketidaksepakatan antara satu pembicara,
seperti yang telah disebutkan, perbedaannya meningkat seiring dengan jumlah penutur,
jadi tidak setiap orang dapat mengucapkan peribahasa. Yang lain, setiap individu
memiliki kekhususannya sendiri dalam pengucapan, dan oleh karena itu sulit untuk
mengandalkan perangkat untuk menentukan bunyi yang membentuk bahasa dari bahasa,
dan masalahnya diperumit oleh fakta bahwa transisi dari satu pengucapan bunyi ke yang
lain bukan transmisi langsung atau batas yang jelas, melainkan urutan bunyi yang
diucapkan terjadi secara berurutan, di antara masing-masing elemennya. Tahap transisi,
karena anggota artikulasi dalam ucapan biasa tidak mengucapkan setiap bunyi secara
mandiri, tetapi pengucapannya satu suara dipengaruhi oleh suara sebelum dan
sesudahnya. Studi fonemik laboratorium mampu membedakan ciri-ciri fisik dari setiap
bunyi yang diucapkan, sehingga jumlah bunyi dari sisi ini tidak terbatas. Tetapi bahasa
sebagai seperangkat simbol tertentu yang membawa makna tidak dapat terdiri dari suara
yang jumlahnya tidak terbatas. Setiap sistem simbol harus memiliki elemen kritis tertentu,
agar efektif bagi pengguna sistem ini (Zaim, 2014).
Penelitian fonologis bertujuan untuk mengidentifikasi unsur-unsur penyusun sistem
linguistik berdasarkan perbedaan objektif antara unit fonetik dan citra fonemik yang
berbeda. Oleh karena itu, sudah tugas peneliti fonetik untuk menentukan unit fonetik dan
unit lain dalam bahasa yang sama, pencarian gambar suara didasarkan pada konteks
fonetik, dan hubungan unit fonetik dalam bahasa yang sama ditentukan berdasarkan
korespondensi semantik fonetik yang mengarah ke makna yang berbeda.