Anda di halaman 1dari 30

IDE UNIFIKASI HUKUM

SEBELUM UU
NO. 1 TH 1974
PERMASALAHAN
UNIFIKASI HUKUM
SETELAH ARTI & KETENTUAN
UU NO. 1 KONSEKUENSI HUKUM YG
TH. 1974 UNIFIKASI TIDAK SIFAT
HUKUM BERLAKU UNIFIKASI
LAGI HUKUM

Ada Tdk ada


pergolon Politik KUHPdt.
pergolong unifikasi Pandangan
gan an rakyat, HOCI, hukum pada
rakyat, hukum Perkawinan
unifikasi (bagi WNI Unifikasi pasal 67 UU
pluralism hukum Campuran No. 1 Th.
berlaku hukum yg
hukum dan dan 1974, empiris
satu unik, artinya
dan mengkaitk peraturan- dan
hukum mengandung
memisah an antara peraturan sehubungan
perkawin pluralisme
kan hukum lainnya dg adanya
an) hukum pd
antara negara dg sejauh otonomi
ditegaska sahnya
hukum hukum sudah diatur khusus NAD
n pada perkawinan
negara agama dalam UU
dengan pasal 66 No. 1 Th.
hukum UU No. 1 1974
agama Th. 1974
SISTIMATIKA UU NO. I TH. 1974
I. DASAR-DASAR
PERKAWINAN
Tidak memenuhi syarat Memenuhi syarat
II. SYARAT
SYARAT
PERKAWINAN
III. Pencegahan
Perkawinan
V. Perjanjian Pelaksanaan &
Perkawinan akibat perkawinan
IV. Pembatalan
perkawinan VIII.
Putusnya VI. Hak &
Perkawina Kewajiban
n& Suami-Isteri
Akibatnya
VII. Harta
Benda
Perkawinan
X. Hak &
XI. Perwalian Kewajiban IX. Kedudukan
Orang tua & anak
Anak

XII. Ketentuan- XIII. Ketentuan XIV. Ketentuan


Ketentuan Lain Peralihan Penutup
PENGERTIAN PERKAWINAN (1)
MENURUT SISTIM HUKUM YANG BERLAKU SEBELUM UU NO. 1 TAHUN 1974
Pengertian
Perkawinan

KUHPerdata Hukum Adat


Hukum Islam

• Tidak memberi definisi • Perkawinan bersumber • Perkawinan merupakan


• Rujukan pada Pasal 26 Al Qur’an “rite de passage” 🡪
KUHPerdata • Perkawinan merupakan Tahapan circle of live
• Perkawinan merupakan suatu aqad (ijab & • Perkawinan merupakan
Hubungan perdata kabul) Perikatan perdata, adat,
(perjanjian) • Perkawinan dilakukan Kekerabatan &
• Perkawinan harus diakui oleh wali calon Ketetanggaan
negara mempelai • Perkawinan banyak
• Perkawinan bertujuan Wanita ragamnya,sesuai sistim
hidup bersama • Perkawinan memiliki masyarakatnya :
• Perkawinan mengikuti beberapa aspek: Patrilineal, Matrilineal,
• sistim keluarga bilateral Hukum, Parental
Sosial, Agama • Tujuan perkawinan ada
• Perkawinan membentuk yang bentuk brayat dan
rumah tangga Tidak bentuk brayat
Pasal 1 UU No. 1 Tahun 1974
• Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara
seorang pria dengan seorang wanita
sebagai suami istri, dengan bertujuan
membentuk keluarga (rumah tangga) yang
bahagia, kekal berdasarkan Ketuhanan
Yang Maha Esa.
PENGERTIAN PERKAWINAN (2)
Pengertian
Tujuan Perkawinan
Perkawinan

• Ikatan lahir batin • Bertujuan membentuk keluarga


Ikatan: suatu perjanjian (persetujuan) kedatuan kemasyarakatan yang terkecil
aspek hubungan keperdataan (formil) yang organisasinya didasarkan
harus dilandasi salin cinta (fundamen) perkawinan sah, idealnya tediri atas
bapak, ibu dan anak-anak
• Antara seorang pria dengan
• Rumah tangga
seorang wanita
kehidupan dalam satu rumah (kesatuan
seorang: Monogami 🡪 bilateral
ekonomi)
Pria-wanita: konsep sosial jenis kelamin
berbeda (menolak lesbi dan homo) • Yang bahagia
Kehidupan harmonis atas dasar cinta
• Sebagai suami isteri
Seabagai: bentuk penegasan perjanjian • Kekal
di lapangan hukum keluarga tidak untuk sesaat (kontinuitas)
Suami-isteri: obyek perjanjian • Berdasarkan Ketuhanan Yang
menimbulkan status Maha Esa
berdasar keimanan (religieus)
pertanyaan
• Ada berapa konsep yang dikandung dalam pasal 1 UU No. 1 Th. 1974 ?
• Jelaskan bahwa pengertian perkawinan dimulai dengan suatu ikatan dan
ikatan tersebut untuk menjadi suami istri ?
• Jelaskan pula mengapa tujuan perkawinan membentuk keluarga dalam
kurung rumah tangga ?
• Apa maksud dari tujuan perkawinan yaitu bahagia dan kekal dilihat dari
konsekuensi sistim hukum perkawinan ?
• Apa konsekuensi logis dalam pasal 1 UU No. 1 Th. 1974 diakhiri dengan
kalimat “berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” ?
• UU No. 1 Th. 1974 bersifat monogami tetapi pada pasal 3 ayat 2 UU No. 1
Th. 1974 suami boleh poligami bagi yang memenuhi syarat sesuai UU,
apakah berarti telah terjadi kondisi yang unconsisten?
• Upaya apa yang dapat digunakan oleh seorang istri terhadap suaminya yang
melakukan nikah siri ?
• Apakah seorang bekas suami yang ingin menikah lagi apakah juga terikat
dengan masa tunggu bekas istrinya?
• Dilihat dari sudut pandang yuridis, persyaratan poligami sesuai pasal 5 UU
No. 1 Th. 1974 merupakan persyaratan yang memenuhi kriteria hukum atau
tidak, atau apa maksudnya hal itu dijadikan persyaratan ?
Kerjakan utk diskusi
• Apa konsep Sahnya perkawinan menurut UU No. 1 th.
1974?
• Sekarang perkawinan antar pemeluk yang berbeda
agama bisa tidak dilakukan?
• Perkawinan antar pemeluk aliran kepercayaan sah tidak
menurut anda?
• Nikah siri itu sah tidak menurut hukum?
• Kasus syekh Pujiono kawin dengan Ulfa yang berumur
12 tahun menurut anda sah tidak dan apa bisa diproses
perkawinan poligaminya?
• Di Kecamatan Kebalongan Kabupaten Indramayu sejak
tahun 1990 telah terjadi kebiasaan kawin kontrak,
menurut anda sah tidak?
SAHNYA PERKAWINAN
KUHPerd Hukum Hukum
ata Islam Adat

• Perkawinan adalah
• Calon suami dan calon • Perkawinan dilakukan tahapan circle of live
steri menyatakan saling menurut ketentuan
menerima satu kepada hukum fikh • Perkawinan merupakan
lainnya sebagai suami/
upacara rite de passage
isteri • Rukun perkawinan (krisisrites)
harus dipenuhi:
• Perkawinan dilakukan Calon Suami-isteri, • Perkawinan harus ada
dihadapan Pegawai Wali nikah, dua orang pengakuan atau
Catatan Sipil saksi dan ijab - kabul penerimaan masyarakat
• Dibuktikan dengan Akta • Perkawinan tidak • Perkawinan tidak
Perkawinan (dicatatkan mengharuskan adanya mengharuskan adanya
di Kantor Catatan Sipil) pencatatan perkawinan pencatatan perkawinan
PENAFSIRAN
PASAL 2 UU NO. 1 TAHUN 1974
Pasal 2 UU No. 1 Tahun 1974
(1). Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing
agamanya dan kepercayaannya itu.
(2). Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Kumulatif
Alternatif Kumulatif
Alternatif

• Kata DAN merupakan kata • Kata DAN merupakan


Penghubung antara dua kumulatif – alternatif.
• Kata DAN merupakan
kata
Kumulatif artinya
yang setara dan merupakan • Pengertian kepercayaan-
merupakan kesatuan
tipe yang sama (alternatif). nya adalah madzab dalam
antara agamanya
Agama.
dengan kepercayaannya.
• Perkawinan sah dilakukan
menurut agamanya • Perkawinan menurut
• Perkawinan hanya bisa
agama dengan tolerans
dilakukan menurut hukum
• Perkawinan juga sah yang sementara bagi yang
agama.
Dilakukan menurut belum
kepercayaannya. beragama (pedalaman).
PANDANGAN HUKUM ISLAM
TERHADAP PERKAWINAN ANTAR PEMELUK YANG
BERBEDA AGAMA

• Membolehkan

1. Islam mengijinkan laki-laki muslim


kawin dengan perempuan ahli kitab
(tidak mutlak).
a. Islam melarang laki-laki muslim
• Tidak membolehkan
kawin dengan perempuan musrik.
b. Islam tidak membolehkan
Merupakan pandangan yang
perempuan muslim kawin dengan
laki-laki non muslim.
ekstrim yang melarang
perkawinan antar pemeluk
2. Agama Islam bersifat universal dan agama yang berbeda.
berlaku untuk semua manusia, tapi
mengutamakan agama. Kawinilah
perempuan atas dasar pertimbangan
keyakinan agamanya.
PANDANGAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA
MENGENAI PERKAWINAN ANTAR PEMELUK YANG
BERBEDA AGAMA
YURISPRUDENSI M.A.R.I. No.
382/Pdt/’89/PW/Jak.Pus.
Kptsn. M.A.R.I. No. 400/K/Pdt/’89/PW/Jak.Pus.

UU No. 1 Th. 1974 Pasal 27 UUD 1945 Pasal 29 UUD 1945


Perbedaan agama Setiap warganegara Setiap warganegara
Bukan larangan Kedudukannya sama d Dijamin
kawin alam hukum dan kemerdekaannya
pemerintahan Untuk memeluk
agama

UU No. 1 Th. 1974


Tidak diatur
perkawinan Terdapat kekosongan Peristiwa itu dapat
Bagi yang berbeda hukum, maka harus digolongkan sebaga
Agama Ditentukan hukumnya Perkawinan GHR

• Pasal 7 ayat (2) Regeling op de Gemengde Huwelijken (GHR) atau Peraturan Perkawinan Campuran Stb.
1898 No. 158 dinyatakan bahwa “perbedaan agama, bangsa atau asal-usul” itu sama sekali tidak
merupakan penghalang untuk melangsungkan perkawinan, jadiketentuan ini membuka seluas-luasnya
kemungkinan untuk mengadakan perkawinan antar pemeluk agama yang berbeda, sekalipun dalam hal
tertentu akan mengesampingkan ketentuan hukum agama. (Bandingkan dengan prinsip yang dikandung
dalam Pasal 66 UU No. 1 Tahun 1974).
PERKAWINAN DAN PENCATATAN
BAGI ALIRAN KEPERCAYAAN

YANG BERAGAMA YANG TIDAK


1. Beragama Islam BERAGAMA
mengikuti peraturan • Tidak ada tatacara
perkawinan dan pencatatan perkawinan yang berlaku
yang berlaku bagi yang bagi mereka.
beragama Islam.
2. Beragama Non Islam • Perkawinan dan
mengikuti peraturan perkawinan penvatatanya tidak bisa
dan pencatatan bagi agama yang dilaksanakan.
dianutnya.

Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2019 tentang Pelaksanaan Undang-


Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 24 Tahun
2013 tentang Administrasi Kependudukan
SAHNYA PERKAWINAN

Materiil Formil
Hanya berdasarkan penafsiran Berdasar atas penafsiran Sistematis
gramatical terhadap bunyi Pasal 2 menurut Pasal 2 ayat 1 dan ayat 2
ayat 1 UU No. 1 Tahun 1974 saja serta syarat-syarat perkawinan, dan
tanpa memperhatikan syarat-syarat juga ketentuan
perkawinan dan ketentuan lainnya. PP 9 Tahun 1975.

Permasalahan yang timbul apabila sahnya perkawinan


hanya merujuk secara materiil saja adalah ketentuan pada
syarat-syarat perkawinan tidak bisa dilaksanakan, dan
akan terjadi penerobosan persyaratan perkawinan, poligami,
pencegahan dan pembatalan perkawinan, dan bahkan dapat
diartikan UU No. 1 Tahun 1974 menjadi tidak bisa dilaksanakan.
TATACARA PERKAWINAN
MENURUT PASAL 10 AYAT (1,2 dan 3) PP 9 TAHUN 1975
SEBAGAI PERATURAN PELAKSANAAN UU NO. 1 TAHUN 1974

Pasal 10 ayat 1 PP 9 Pasal 10 ayat 2 PP 9 Pasal 10 ayat 3


Tahun 1975. Tahun 1975 PP 9 Tahun 1975

• Perkawinan • Tatacara • Perkawinan dilak-


dilaksanakan perkawinan sanakan dihadapan
setelah 10 hari sejak dilakukan menurut Pegawai Pencatat
pengumuman oleh hukum masing- Perkawinan dan
Pegawai Pencatat masing agamanya dihadiri oleh dua
Perkawinan dan orang saksi
• Muslim dilakukan
• Kurang dari 10 hari kepercayaannya itu
(sesuai bunyi Pasal oleh Pejabat KUA
harus ada ijin dari
2 ayat 1 UU No. 1 • Non Muslim di-
Camat atas nama
Tahun 1974). lakukan oleh Peja-
Bupati (Walikota).
bat Catatan Sipil.
Sahnya perkawinan
• Pasal 2 ayat 1: perkawinan sah apabila
dilakukan menurut hukum masing-masing
agamanya dan kepercayaannya itu
• Pasal 2 ayat 2; pencatatan perkawinan
SKEMA BERLAKUNYA UU NO. 1 TAHUN 1974

1974 1983 1992 2006

• Penafsiran Alternatif • Penafsiran • Penafsiran Konghucu


• Perkawinan bagi Alternatif Kumulatif Sudah
pemeluk agama • Perkawinan Perkawinan bagi diakui
antar pemeluk aliran
yang berbeda dan sebagai
agama yang kepercayaan
aliran kepercayaan berbeda tidak agama
tidak bisa lagi
masih bisa dilakukan bisa dilakukan dilaksanakan
seperti sebelum (Catatan Sipil (KHC masih ter-
diterbitkannya tidak lagi ber- masuk aliran
UU No. 1 Th. 1974 wenang untuk kepercayaan)
melaksanakan
perkawinan
Perjalanan interpretasi istilah “dan” pada
Pasal 2 ayat (1) UU No. 1 Th. 1974
• Tahun 1974/1975 🡪 UU No. 1 Th. 1974/PP No. 9 Th. 1975
Interpretasi alternatif (masih terpisah antara Agama dan kepercayaan) dan
masih belum ada perubahan mengenai kewenangan Catatan Sipil untuk
menikahkan, sehingga perkawinan kepercayan dan beda agama masih
dapat dilakukan
• Tahun 1983 Keppres No. 12 Th. 1983 Catatan Sipil
Catatan Sipil tidak lagi berwenang untuk menikahkan, dan akta Catatan
Sipil berlaku untuk semua WNI, kecuali bagi orang Islam akta perkawinan di
KUA, kawin beda agama tidak bisa lagi
• Tahun 1992 Keputusan Bersama Mendagri dan Menag
interpretasi kumulatif, kepercayaan agama, jadi kepercayaan yang bukan
agama dinyatakan tidak ada tatacaranya, maka tidak bisa menikahkan
• Tahun 2006 Pengakuan Khonghucu sebagai agama
Agama Khonghucu diakui sebagai agama, dari tahun ini mulai muncul lagi
wacana interpretasi alternatif dan wacana pasal 66 UU No.1 Tahun 1974
PRINSIP PERKAWINAN

MONOGAMI POLIGAMI

Pasal 3 ayat 1 UU No. 1 Th. 1974 Pasal 3 ayat 2 UU No. 1 Th. 1974
“seorang suami HANYA BOLEH…… Pengadilan dapat memberi ijin kepada
seorang isteri, ……(sebaliknya) Seorang suami utk beristri lebih dari satu …

Prinsip Bilateral
Kedudukan suami • Ijin Pengadilan
dan • wajib hukumnya
isteri seimbang, • memenuhi alasan
dan dan syarat
cakap bertindak d
alam hukum

Alasan Poligami
• Td dapat jalankan kewajiban sbg isteri, cacat badan, td dapat melahirkan
Syarat-syarat Poligami
• persetujuan isteri, mampu ekonomi dan berlaku adil
TAHAPAN PELAKSANAAN PERKAWINAN
MENURUT UU NO. 1 TAHUN 1974
DAN PP.9 TAHUN 1975

TAHAPAN
PELAKSANAAN
PERKAWINAN

TAHAPAN TAHAPAN
PEMBERITAH PENGUMUMA TAHAPAN
UAN N PELAKSANA
KEHENDAK KEHENDAK AN
MELANGSUN MELANGSUNG PERKAWINA
GKAN KAN N
PERKAWINAN PERKAWINAN

PENYERAHA PERKAWINA
N N
DAN UJI
DAN
PEMERIKSAA PUBLIK
PENCATATA
N N
SYARAT- PERKAWINA
SYARAT N
PERKAWINAN
SYARAT-SYARAT PERKAWINAN
MENURUT UU NO.1 TAHUN 1974
Syarat-
syarat
perkawinan

Syarat Syarat
materiil formil

Penelitian
Pemberitah syarat
Berlaku Berlaku
uan dan
umum khusus
Ke PPP kelengkapa
n
lainnya

Lesan atau 10 hari


Larangan kawin
tertulis pengumunan

Persetujuan Izib OT yang Batas umur


Waktu tunggu
mempelai Belum 21 tahun kawin
LARANGAN KAWIN
MENURUT UU NO.1 TAHUN 1974
LARANGAN
KAWIN
ANTARA
KELUARG
A
SEDARAH,
ANTARA
GARIS KE
ORANG
ATAS,
SAMA KE-3
KE ANTARA KALINYA
BAWAH, YANG ATAU LEBIH
MENYAMP BERHUBU
ING, NGAN ANTARA
HUBUNGA SUSUAN YANG
N MENURUT
SEMENDA, AGAMA
DAN DILARANG
SAUDARA KAWIN
ISTERI
BILA
BERISTERI
LEBIH
DARI
SATU
LARANGAN KAWIN INI
MERUPAKAN PERSYARATAN PERKAWINAN
DALAM KATEGORI RELATIF
SYARAT-SYARAT PERKAWINAN
MENURUT HUKUM ISLAM
SYARAT-SYARAT
PERKAWINAN

CALON WALI SAKSI- IJAB


MEMPELAI NIKAH SAKSI KABUL

KEDUDUKA
SYARAT
N
WALI
WALI
BALIGH ISLAM
WALI MUKALAF
BERAKAL NASAB
SEHAT MUKALAF
MUSLIM
TIDAK
KARENA WALI
PAKSAAN HAKIM BERAKAL ADIL
SEHAT
TIDAK
HARAM WALI DUA
DIKAWIN PRIA
MUHAKAM ORANG

ADIL
ARTI PENTING PENGUMUMAN
KEHENDAK MELANGSUNGKAN PERKAWINAN

ARTI PENTING PENGUMUMAN

TUJUAN KEBENARAN
PENGUMUMAN OBYEKTIF

SOSIAL
KONTROL

URUSAN UJI HILANGKAN


INDIVIDU PUBLIK KERAGUAN

URUSAN
UNTUK DITINDAKLANJUTI
KELUARGA
SESUAI KETENTUAN
HUKUM YANG BERLAKU
URUSAN
MASYARAKAT

URUSAN PENCEGAHAN
NEGARA PERKAWINAN
PELAKSANAAN PERKAWINAN
MENURUT PP. NO.9 TAHUN 1975
PELAKSANAAN
PERKAWINAN

10 HARI
SETELAH
PENGUMUMA
N

DILAKUKAN MENURUT KETENTUAN AGAMA DAN


KEPERCAYAANNYA DIHADAPAN PEGAWAI
PENCATAT SERTA DIHADIRI 2 ORANG SAKSI

PENANDATANGANAN AKTA PERKAWINAN


OLEH KEDUA MEMPELAI, PARA SAKSI, DAN
PEGAWAI PENCATAT
(BAGI ORANG ISLAM JUGA OLEH WALI NIKAH)

PELANGGARAN TERHADAP PASAL 3, PASAL 10 DAN PASAL 40


MENURUT PASAL 45 PP. NO.9 TAHUN 1975 MERUPAKAN TINDAK
PIDANA PELANGGARAN, DENGAN ANCAMAN DENDA SETINGGI-
TINGGINYA SEBESAR Rp 7.500,-
CATATAN SIPIL
Burgerlijke Stand
Lembaga yang diadakan Pemerintah yang bertugas mencatat atau mendaftar setiap
peristiwa yang dialami warga masyarakat, setelah ada laporan yang dimulai sejak lahir
sampai meninggal, seperti : kelahiran, perkawinan, perceraian, pengakuan anak, kematian,
dsb
Riwayat catatan sipil
Berasal dari
CODE CIVIL
Concordansi
BW BELANDA
Concordansi
BW HINDIA BELANDA

Pasal II AP UUD 1945


KUHPdt, Buku Titel II Pasal 4 - 16

PERGOLONGAN
RAKYAT

EROPA INDONESIA ASLI


TIONGHOA NASRANI
Ordonansi Catatan
Ordonansi Catatan Ordonansi Catatan Sipil
Sipil S. 1849 No. 25
Sipil S. 1917 No. 130 S. 1933 No. 75 jo. S
Jo. S. 1919 No. 81 1936 No. 607
INSTRUKSI PRESIDIUM KABINET AMPERA NO. 31/U/IN/12/1966
TERBUKA UNTUK SELURUH WNI
TIDAK ADA PERGOLONGAN RAKYAT UNTUK CATATAN SIPIL
JENIS-JENIS AKTA CATATAN SIPIL
Berdasarkan Ordonansi Catatan Sipil
PERGOLONGAN RAKYAT

Gol. Gol. Ind.


Gol. Eropa
Tionghoa Asli

• Kelahiran Jawa & Madura,


• • Kelahiran Jawa & Madura Amboina
Pemberitahuan • izin
Beragama
Perkawinan perkawinan
Nasrani
• izin • perkawinan
perkawinan • perceraian • Kelahiran
• Perkawinan • Pemilihan
• Kelahiran
• Perceraian Nama
• Pemilihan
• Kematian • Kematian
nama
• Perkawinan
• Perceraian
• Kematian

• Kelahiran
Keppress 12 Tahun 1983 sbg tindak lanjut • Perkawinan
Instruksi Presidium Kabinet Ampera 1966 • Perceraian
Td. mengenal pergolongan rakyat • Pengakuan dan pengesahan
anak
• Kematian
PERATURAN CATATAN SIPIL
KHUSUS PERKAWINAN BAGI WNI TIONGHOA
DAN WNI ASLI YANG BERAGAMA KATOLIK DAN BUDHA

SEBELUM BERLAKUNYA UU NO. 1 TAHUN 1974

MENCATAT, MENDAFTARKAN SECARA LENGKAP PERISTIWA


PERKAWINAN, JUGA MENSAHKAN PERKAWINAN

PERATURAN KITAB UU NO. 32


PERKAWINAN H.O.C.I UNDANG- TAHUN 1954
CAMPURAN S. S. 1933 NO. 74 UNDANG TENTANG
1898 NO. 158 HUKUM NTR LN. 1954
PERDATA NO. 98

SETELAH BERLAKUNYA UU NO. 1 TAHUN 1974

UU CATATAN SIPIL NASIONAL BELUM ADA OLEH KARENA ITU MASIH MENGGUNAKAN
STAATSBLAD DAN DITEGASKAN DENGAN S.E. MENDAGRI MENKEH. NO. J.A. 2/2/2/5
Pemdes 51/1/3 tanggal 29 Januari 1967 tentang pelaksanaan keputusan IPK
No. 127/u/Kep/12/1966 dan IPK No. 31/U/IN/12/1966
Isinya:
Di dalam kutipan akta perkawinan perkataan “golongan” pada “kepala” ikhtisar kutipan akta
Catatan sipil, diganti dengan istilah “Warga Negara Indonesia” dan untuk orang asing
Menggunakan “Warga Negara ….” Atau “Tanpa Kewarganegaraan”
TIDAK ADA LAGI PERGOLONGAN RAKYAT
PENCEGAHAN DAN PEMBATALAN
PERKAWINAN

PERSAMAAN PERBEDAAN

PENCEGAHAN PERKAWINAN SEBAGAI


TINDAKAN KONTROL SEBELUM
SISTEM KONTROL PERKAWINAN
PERKAWINAN PEMBATALAN PERKAWINAN SEBAGAI
TINDAKAN KONTROL SETELAH
PROSES MELALUI
PERKAWINAN
PENGADILAN
PENCEGAHAN PERKAWINAN TIDAK
MENJAMIN KEPASTIAN HUKUM TERKAIT AKIBAT PERKAWINAN

PENARIKAN KEMBALI DENGAN PEMBATALAN PERKAWINAN TERKAIT


PUTUSAN PENGADILAN PADA AKIBAT PERKAWINAN

TATACARA PENCEGAHAN PERKAWINAN


DENGAN ACARA PERMOHONAN
TATACARA PENGAJUAN PEMBATALAN PERKAWINAN
DENGAN ACARA GUGATAN

AKIBAT PENCEGAHAN PERKAWINAN PROSES PERKAWINAN


MENJADI TERHENTI
AKIBAT PEMBATALAN PERKAWINAN, STATUS PERKAWINAN
MENJADI TIDAK SAH SEJAK SAAT DIBATALKAN
PENCEGAHAN PERKAWINAN

ORANG-ORANG TATA CARA


YANG BERHAK PERMOHONAN
MENCEGAH PENCEGAHAN
PERKAWINAN PERKAWINAN

1. Para keluarga garis PENGADILAN


DENGAN
lurus ke atas
ACARA
dan ke bawah
PERMOHONAN
2. Saudara
BUKAN PENGADILAN
3. Wali nikah
ACARA AGAMA
4. Wali
GUGATAN
5. Pengampu dari
salah satu
calon mempelai PENGADILAN
6. Pihak-Pihak NEGERI
yang berkepentingan
7. Suami atau isteri
8. Pejabat yang NON
MUSLIM
ditunjuk MUSLIM

YANG PERLU DICERMATI


PASAL 63 AYAT (2) UU NO. 1 TAHUN 1974 PUTUSAN PENGADILAN AGAMA HARUS
DIKUKUHKAN DENGAN PUTUSAN PENGADILAN NEGERI UNTUK MEMILIKI KEKUATAN
EKSEKUTORIAL
HUBUNGAN DENGAN DIUNDANGKANNYA UU NO. 7 TAHUN 1989 TENTANG
PENGADILAN AGAMA
PEMBATALAN
PERKAWINAN

PARA TATACARA
KELUARGA ORANG-
PERMOHONAN
GARIS ORANG
PEMBATALAN
LURUS YANG BERHAK
PERKAWINAN
KEATAS MENGAJUKAN
DARI PEMBATALAN
SUAMI PERKAWINAN
ATAU KE
ISTERI DENGAN PENGADILA
ACARA N
SUAMI ATAU GUGATAN
ISTERI

PEJABAT YANG BERWENANG


SELAMA PERKAWINAN BELUM
PUTUS
PENGADILAN
PENGADILAN
AGAMA
SETIAP JAKSA NEGERI
BAGI MUSLIM
ORANG YANG (PENUNTUT BAGI NON
BERKEPENTINGAN UMUM) MUSLIM

Anda mungkin juga menyukai