Anda di halaman 1dari 6

B.

Syarat Foto Rontgen Layak Baca

1. Identitas
1) Nama :-
2) Umur :-
3) Jenis kelamin :-
4) No RM :-
5) Tanggal Foto :-
2. Identitas sisi/Marker
Terdapat marker posisi L pada kanan bawah yang menunjukan bahwa
hasil foto rontgen ini merupakan regio antebrakhi sinistra.
3. Kualitas sinar-X
Cukup. Tidak terlalu opak dan lusen
4. Faktor Kondisi
Kondisi baik, terdapat perbedaan yang jelas antara tulang dan jaringan
lunak disekitar.
5. Faktor struktur tulang
Struktur tulang bagus, jelas ada perbedaan antara cortex tulang dan
medula tulang.
6. Foto tidak terpotong
Pada bagian tulang radius ulna terlihat semua dan tidak terpotong.
Terlihat juga 1/3 regio manus.
7. Foto rontgen memenuhi “role of two”, terutama two views dan two
joint.
a. Proyeksi foto (two views)
Mengambil foto dari 2 proyeksi yaitu PA (Posteroanterior) dan lateral.
b. Sisi persendian (two joint)
Foto meliputi dua sendi yaitu wrist joint dan elbow joint.
c. Sisi kolateral (two limbs)
Tidak terdapat foto pembanding dengan ekstremitas normal.
d. Sisi tulang terdekat (two injuries)
Foto tidak memperlihatkan sisi tulang terdekat.
e. Waktu foto (two occasions)
Tidak terdapat foto pre reposisi dan foto post reposisi.

KESIMPULAN : Foto tersebut tidak layak dibaca karena tidak ditemukan


adanya identitas pasien pada hasil foto.

A. FAKTOR RISIKO
1. Faktor usia dan jenis kelamin
Stres fraktur meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Walaupun
fraktur dapat terjadi pada berbagai usia, namun risiko meningkatnya
kejadian fraktur lebih sering pada usia lanjut karena berhubungan
dengan proses penuaan. Kejadian fraktur terjadi pada laki – laki
daripada perempuan dengan usia di bawah 45 tahun dan sering
berhubungan dengan olahraga, pekerjaan dan kecelakaan. Pada usia
lanjut, kejadian lebih banyak terjadi pada wanita yang berhubungan
dengan penurunan hormone estrogen ketika menopause 1, 2.
2. Osteoporosis
Osteroporosis atau pengeroposan tulang menyebabkan tulang menjadi
lemah dan rapuh. Kerapuhan tulang ini mengakibatkan mudah terjadi
patah tulang, meskipun hanya karena benturan yang ringan 2.
3. Aktivitas yang berat/ olahraga
Penggunaan berlebihan anggota tubuh, seperti melakukan gerakan
berulang yan menyebabkan otot menjadi lelah dan menempatkan lebih
banyak tekanan atau beban pada tulang menyebabkan stress fraktur
yang lebih umum terjadi pada seorang atlet. Sebaliknya individu yang
jarang berolahraga juga dapat meningkatkan risiko fraktur karena
kurangnya kepadatan tulang 3.
4. Penyakit Kanker
Pada beberapa penyakit kanker yang dapat bermetastatis, seperti pada
kanker payudara stadium lanjut beresiko mengalami penyebaran sel-sel
kanker ke tulang. Hal tersebut dapat menyebabkan ketidakseimbangan
struktur tulang, sehingga meningkat risiko fraktur tulang 4.
5. Faktor tambahan yang dapat meningkatkan risiko fraktur terkait
struktur tulang.
- Merokok
Merokok dapat mempengaruhi kadar hormon. seorang wanita yang
merokok umumnya mengalami menopause lebih dini, dan
merupakan faktor risiko pengeroposan tulang 2.
- Alkohol
Alkohol yang berlebihan dapat mempengaruhi struktur dan masa
tulang. Mengonsumsi alkohol selama bertahun- tahun pada usia
muda meningkat risiko kerapuhan tulang di usia lanjut dan
berpotensi terjadinya fraktur 2.
- Rhematoid Arthritis
Penyakit autoimun yang menyerang sel – sel dan jaringan disekitar
sendi dapat mengakibatkan kerusakan sendi yang parah. Rasa sakit
dan fungsi sendi yang menurun mengurangi tingkat aktivitas dan
mempercepat kerapuhan tulang 2.
- Steroid
Penggunaan obat steroid dengan dosis tinggi dapat menyebabkan
pengeropoan tulang. Steroid menghambat penyerapan kalsium di
saluran cerna dan meningkatkan pengeluran kalsium pada urin,
sehingga pengeroposan tulang akan lebih cepat 2.
- Gangguan kronis lainnya
Penyakit pada saluran cerna seperti crohn’s disease dan ulcerative
colitis dikaitkan dengan pengeroposan tulang yang cepat karena
berkurangnya kemampuan penyerapan kalsium oleh saluran cerna,
sehingga kepadatan tulang akan menurun dan meningkatkan risiko
fraktur 2.
B. PEMERIKSAAN LOOK, FEEL, MOVE
1. Look (inspeksi)
Pemeriksaan fisik dimulai dari pemeriksaan lengan bawah yang
mengalami cidera dengan menggunakan lengan bawah yang tidak
mengalami cedera sebagai pembanding dan melihat ekspresi wajah
pasien 5.
- Kulit, meliputi warna kulit kemerahan atau kebiruan (memar) dan
tekstur kulit.
- Edema/ Benjolan/ pembengkakan/ cekungan pada lokasi.
- Deformitas, perhatikan posisi serta bentuk dari ekstremitas
(angulasi/rotasi/ pemendekan). Pada fraktur both-bone forearm
sering terjadi angulasi lebih dari 10 derajat atau bergeser 50% dari
sumbu poros.
- Periksa adanya abrasi/ laserasi untuk mengidentifikasi adanya
fraktur terbuka.
- Sikatrik (jaringan parut baik yang alamiah maupun buatan bekas
pembedahan).
- Perdarahan, adanya perdarahan menjadi lain yang penting untuk
segera ditangani.
- Periksa adanya tanda anemis/ perdarahan.
- Memeriksa anggota tubuh yang lain 5, 6.

2. Feel (palpasi)
Palpasi dilakukan dengan hati-hati pada daerah sekitar fraktur.
Dilakukan dengan membandingkan daerah fraktur dengan sisi yang
tidak mengalami fraktur. Perhatikan juga ekspresi pasien karena pada
fraktur both-bone forearm, pasien akan tampak kesakitan 5.
- Pulsasi arteri brakhialis dan arteri radialis. Nilai pulsasinya untuk
menentukan ada tidaknya kerusakan atau robeknya kedua arteri
tersebut.
- Menilai adanya gangguan vaskuler dengan melakukan tes capillary
refill time (CRT) pada kuku.
- Krepitasi tulang dapat dinilai dengan palpasi secara hati - hati pada
daerah fraktur. Krepitasi muncul karena ada gesekan antara
fragmen tulang yang patah.
- Nyeri tekan, nyeri tekan terjadi karena adanya kerusakan pada
jaringan lunak akibat dari fraktur yang terjadi.
- Waspadai adanya sindrom kompartemen pada lengan bawah.
Terjadinya sindrom kompartemen dapat ditandai dengan nyeri
hebat saat otot digerakkan, nyeri tekan, pembengkakan, pallor
(pucat) karena menurunnya perfusi ke daerah tersebut,
pulselessness (denyut nadi melemah/ hilang), paraesthesia, dan
dapat berlanjut paralysis 5, 6.

3. Move (gerak)
Lengan bawah dipersyarafi oleh nervus radialis, nervus ulnaris dan
nervus medialis. Periksa ada tidaknya cedera persyarafan dengan
memeriksa fungsi sensorik dan motorik. Jika terdapat keterlibatan
saraf, dapat terjadi paraethesia (kesemutan) dan paralysis (kehilangan
fungsi) 5, 6.
- Pemeriksaan fungsi sensorik dengan memberikan rangsangan pada
daerah sekitar fraktur yaitu lengan bawah dan tangan, dinilai
apakah pasien dapat merasakan rangsangan tersebut atau tidak.
- Pemeriksaan fungsi motorik dilakukan dengan meminta pasien
menggerakan dengan hati – hati sendi siku, pergelangan tangan,
dan jari – jari serta memeriksa ada tidaknya gerakan luar biasa
pada daerah fraktur 5, 6.
1. Ji M-X, Yu Q. Primary osteoporosis in postmenopausal women. Chronic
Diseases and Translational Medicine 1. 2015; (1):9–13.

2. Schürer C, Wallaschofski H, Nauck M, Völzke H, Schober H-C,


Hannemann A. Fracture Risk and Risk Factors for Osteoporosis. Deutsches
Aerzteblatt International. 2015; 365–72.

3. Herbert AJ, Williams AG, Hennis PJ, Erskine RM, Sale C, Day SH, et al.
The interactions of physical activity, exercise and genetics and their
associations with bone mineral density: implications for injury risk in elite
athletes. European Journal of Applied Physiology. 2019;119(1):29–47.

4. Chen YC, Sosnoski DM, Mastro AM. Breast cancer metastasis to the bone:
Mechanisms of bone loss. Breast Cancer Research. 2010;12(6):1–18.

5. White, T.O., Mackenzie, S.P., Gray, A.J. McRae’s Orthopaedic trauma and
emergency fracture management, 3rd edition. Poland: Elsevier. 2016; 212–
226 p.

6. Eiff, M. Patrice, Hatch, Robert. Fracture Management fot Primary Care,


Third Edition. Philadelphia: Elsevier Saunders. 2012; 12–125 p.

Anda mungkin juga menyukai