Anda di halaman 1dari 22

PENATALAKSANAAN FRAKTUR ANGULUS MANDIBULA PADA

EKSTRAKSI GIGI MOLAR KETIGA

REFERAT ILMU BEDAH MULUT

Disusun Oleh :

ANNISA FAKHRANA F 202216029

ANNISA SALSABILA 202216030

ARDELIA PUTRI WIDYADHARI 202216031

INTEGRASI A 2022

Dosen Pembimbing :

drg. Inda Pribadi, Sp.BM

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS PROF. DR.MOESTOPO (BERAGAMA)

2022
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Gigi molar ketiga (M3) adalah gigi yang paling sering mengalami impaksi karena gigi

tersebut paling terakhir erupsi dan tidak memperoleh tempat yang cukup untuk erupsi karena

tertahan oleh gigi di depannya yang menyebabkan rasa sakit, bengkak, karies gigi,

perikoronitis, resorpsi akar molar kedua, berjejalnya gigi lain atau bahkan dapat

menyebabkan terbentuknya kista, dan tumor, sehingga diperlukan segera suatu tindakan

ekstraksi gigi M3, baik untuk tujuan preventif maupun kuratif.1

Ekstraksi gigi molar ketiga dapat menyebabkan komplikasi serius pada pasien, seperti

perdarahan, nyeri dan pembengkakan yang persisten, infeksi, soket kering (osteitis alveolar),

fraktur dentoalveolar, parestesia saraf alveolar inferior dan saraf lingual, cedera sendi

temporomandibular dan bahkan fraktur mandibula.2

Komplikasi yang paling parah dari operasi molar ketiga adalah fraktur mandibula.

Fraktur mandibula iatrogenik terkait dengan pencabutan gigi dapat terjadi selama prosedur
3
atau setelah prosedur. Fraktur mandibula dapat diklasifikasikan berdasarkan berbagai

kategori salah satunya area anatomi fraktur. Berdasarkan area anatominya, fraktur mandibula

diklasifikasikan menjadi simfisis, parasimfisis, badan ramus, angulus, prosesus koronoid dan

kondilus.2

Penelitian yang dilakukan Morris et al. (2015) pada 4143 kasus fraktur mandibula

selama 17 tahun menyatakan bahwa fraktur angulus (27%) merupakan kasus yang paling

sering terjadi. Para dokter gigi umum serta ahli bedah mulut dan maksilofasial, penting untuk

mengetahui semua kemungkinan komplikasi yang dapat terjadi pada prosedur pencabutan

molar ketiga ini khususnya pada kasus dengan komplikasi fraktur mandibula.2
1.2 Tujuan

Tujuan dari penulisan referat ini adalah untuk menjelaskan tatalaksana yang dapat

dilakukan pada kasus komplikasi fraktur angulus mandibula pada ekstraksi gigi molar ketiga.
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ekstraksi atau Pencabutan Gigi Molar Ketiga

Pencabutan gigi atau ekstraksi gigi adalah suatu prosedur dental mengeluarkan gigi

dari soketnya dan dari alveolus, dimana pada gigi tersebut sudah tidak dapat dipertahankan

lagi.4 Pencabutan gigi molar ketiga merupakan salah satu prosedur kedokteran gigi yang

umum dilakukan. Pencabutan gigi molar ketiga dilakukan jika terdapat kondisi patologis

yang berhubungan dengan gigi tersebut, baik simptomatik maupun asimptomatik. 5

Sebagian besar operasi molar ketiga dilakukan tanpa komplikasi. Namun, prosedur

tersebut dapat menyebabkan komplikasi serius pada pasien, seperti perdarahan, nyeri dan

pembengkakan yang persisten, infeksi, soket kering (osteitis alveolar), fraktur dentoalveolar,

parestesia saraf alveolar inferior dan saraf lingual, cedera sendi temporomandibular dan

bahkan fraktur mandibula. 2

2.2.2 Indikasi dan Kontraindikasi

A. Indikasi

Indikasi gigi yang perlu dilakukan ekstraksi antara lain yaitu : 6

- Karies gigi yang sudah melibatkan jaringan pulpa dan hanya menyisakan

sedikit jaringan sehat sehingga tidak bisa dipertahankan

- Penyakit periodontal dengan keparahan menyebabkan resorpsi tulang sehingga

terjadi mobilitas gigi

- Ekstraksi karena alasan ortodontik yang memerlukan ruang sehingga

dilakukan pencabutan untuk mendapatkan ruang


- Gigi yang mengalami malposisi sehingga menyebabkan trauma pada jaringan

lunak sekitar

- Selanjutnya gigi yang mengalami fraktur parah

- Mouth preparation sebelum perawatan prostodontik

B. Kontraindikasi

- Penyakit periapikal terlokalisir

- Keberadaan infeksi oral

- Perikoronitis akut

- Penyakit ganas

- Pencabutan gigi pada pasien terapi radiasi

- Penyakit sistemik tidak terkontrol seperti diabetes, hipertensi, penyakit jantung

- Pasien terapi steroid

- Kehamilan

- Pasien terapi antikoagulan

- Penyakit kuning 4

2.2 Komplikasi Pasca Ekstraksi Gigi Molar Ketiga

Komplikasi adalah suatu respon pasien tertentu yang dianggap sebagai kelanjutan

normal dari pembedahan, yaitu perdarahan, rasa sakit, dan edema. Tetapi apabila berlebihan

maka perlu ditinjau apakah termasuk morbiditas yang biasa terjadi atau termasuk komplikasi.

Komplikasi pencabutan gigi menurut Pedersen (1996) dibagi menjadi tiga yaitu komplikasi

intraoperatif, komplikasi pasca bedah, dan komplikasi beberapa saat setelah operasi.

Komplikasi intraoperatif berupa: 7

- Perdarahan
- Fraktur

- Pergeseran

- Cedera jaringan lunak

- Cedera saraf

Sedangkan komplikasi pasca bedah berupa:

- Perdarahan

- Rasa sakit

- Edema

- Reaksi terhadap obat

- Infeksi

Operasi pencabutan molar ketiga dapat menyebabkan komplikasi mayor dan minor.

Komplikasi yang paling umum yaitu kerusakan saraf sensorik, soket kering, infeksi,

perdarahan dan nyeri. Komplikasi yang kurang umum adalah trismus parah, kerusakan

iatrogenik pada molar kedua yang berdekatan, fraktur mandibula iatrogenik dan perpindahan

yang tidak disengaja dari molar ketiga bawah atau salah satu fragmen akarnya. Komplikasi

yang paling parah namun jarang terjadi dari operasi molar ketiga adalah fraktur mandibula. 3,8

2.3 Fraktur Mandibula

2.3.1 Definisi

Fraktur mandibula adalah putusnya kontinuitas tulang mandibula. Hilangnya

kontinuitas pada rahang bawah (mandibula), dapat berakibat fatal bila tidak ditangani dengan

benar. Mandibula adalah tulang rahang bawah pada manusia dan berfungsi sebagai tempat

menempelnya gigi geligi. Klasifikasi fraktur mandibula berdasarkan pada letak anatomi dari

fraktur mandibula dapat terjadi pada daerah-daerah dentoalveolar, kondilus, koronoideus,

ramus, sudut mandibula, korpus mandibula, simfisis, dan parasimfisis.9


Fraktur mandibula adalah komplikasi yang jarang namun parah dari pencabutan gigi

molar ketiga. Laporan fraktur mandibula selama dan setelah pencabutan molar ketiga jarang

terjadi. Insiden yang dilaporkan berkisar dari 0,0046% sampai 0,0075%. Fraktur mandibula

dapat terjadi, baik secara operatif, sebagai komplikasi langsung selama operasi atau pasca

operasi sebagai komplikasi lanjut, biasanya dalam 4 minggu pertama pasca operasi.

Terjadinya kemungkinan multifaktorial termasuk: usia, jenis kelamin, angulasi, lateralitas,

luas dan derajat impaksi, volume relatif gigi di rahang, infeksi yang sudah ada sebelumnya

dan patologi terkait (lesi tulang) berkontribusi terhadap risiko patah. Faktor penting lainnya

adalah anatomi gigi dan ciri-ciri akar gigi. 2

2.3.2 Insidensi

Fraktur mandibula iatrogenik terkait dengan pencabutan gigi, yang dapat terjadi

selama prosedur atau di lain waktu. Insiden yang dilaporkan berkisar dari 0,0046% sampai

0,0075%. 2

Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya fraktur mandibula adalah : 5

a. Gigi impaksi

b. Tipe angulasi gigi

c. Panjang akar

d. Usia

e. Pengalaman operator

f. Adanya kista atau tumor di sekitar gigi impaksi

g. Penyakit sistemik atau medikasi yang mengganggu kekuatan tulang

h. Infeksi pre operatif

i. Pemeriksaan pre operatif yang tidak adekuat


Faktor-faktor tersebut berpengaruh terhadap insidensi terjadinya fraktur mandibula saat atau

setelah pencabutan gigi molar ketiga rahang bawah.

2.3.3 Etiologi

Menurut Helmi (2014), Fraktur mandibula dapat disebabkan oleh trauma maupun

proses patologik.

a. Fraktur traumatik

Dapat disebabkan oleh:

1. Kecelakaan kendaraan bermotor (50,8%)

2. Terjatuh (22,3%)

3. Kekerasan atau perkelahian (18,8%)

4. Kecelakaan kerja (2,8%)

5. Kecelakaan berolahraga (3,7%)

6. Kecelakaan lainnya (1,6%)

b. Fraktur Patologik

Fraktur patologik dapat disebabkan oleh kista, tumor tulang, osteogenesis imperfekta,

osteomielitis, osteoporosis, atropi atau nekrosis tulang.10

Dalam kaitannya dengan ekstraksi gigi, fraktur sendiri dapat disebabkan oleh

multifaktorial seperti usia, jenis kelamin, status dentisi, angulasi dan impaksi gigi, lokasi,

teknik bedah, pengalaman operator, lesi tulang yang sudah ada sebelumnya maupun penyakit

sistemik yang berhubungan dengan metabolisme tulang. Penelitian menunjukkan bahwa usia

lanjut menyebabkan mandibula melemah akibat dari turunnya elastisitas tulang dan

meningkatkan insidensi fraktur. Fraktur rahang intraoperatif terjadi akibat instrumentasi yang

kurang baik dan penerapan gaya yang berlebihan pada tulang saat proses ekstraksi. 11
2.4 Klasifikasi Fraktur Mandibula

Fraktur mandibula dapat diklasifikasikan berdasarkan tipenya, yaitu greenstick,

simple, comminuted dan compound. Kategori ini menggambarkan kondisi fragmen-fragmen

tulang pada lokasi fraktur dan hubungannya dengan lingkungan sekitarnya. Fraktur greenstick

adalah kondisi fraktur dimana ketika satu sisi tulang fraktur maka sisi lain akan membengkok

sebagai kompensasi akibat tekanan yang berlebih. Pada fraktur greenstick mobilitasnya

minimal dan frakturnya incomplete. Fraktur simple disebut fraktur tertutup karena kulit

bagian luar sehat dan tidak sobek. Fraktur comminuted adalah fraktur dengan tulang

mandibula hancur atau terbagi menjadi beberapa bagian. Fraktur compound Fraktur yang

berhubungan dengan lingkungan luar karena luka terbuka. 12

Gambar 1. Tipe fraktur mandibula. (A) Greenstick. (B) Simple. (C) Comminuted. (D)

Compound. 12

Fraktur mandibula berdasarkan area anatominya diklasifikasikan menjadi simfisis,

parasimfisis, badan ramus, angulus, prosesus koronoid dan kondilus. Beberapa penelitian

telah membahas insidensi fraktur mandibula berdasarkan areanya. Penelitian yang dilakukan

Morris et al. (2015) pada 4143 kasus fraktur mandibula selama 17 tahun dengan distribusi
fraktur angulus (27%), simfisis (21.3%), kondilus (18.4%), badan mandibula (16.8%), bagian

lain (7.1%), ramus (5.4%), alveolar (2.9%) dan koronoid (1%). 13

Gambar 2. Fraktur mandibula berdasarkan anatomi.12

Berdasarkan posisi fragmennya, fraktur mandibula dapat diklasifikasikan menjadi

displaced dan non-displaced. Fraktur displaced adalah tulang yang patah bergeser dan

ujung-ujung patahan tulang tersebut menjadi tidak sejajar. Fraktur non-displaced adalah

fraktur dimana garis fraktur lengkap tetapi kedua fragmen tidak bergeser dan periosteum

masih utuh.14

2.5 Manajemen Fraktur Mandibula

Tahap pertama perawatan pada mandibula yang mengalami fraktur yaitu

mengembalikan bagian patahan kembali ke awal posisi anatomis (reduksi). Tahap kedua

adalah melakukan fiksasi pada bagian yang patah ke posisi awal anatomis (fiksasi).

Manajemen fraktur mandibula dapat dilakukan dengan metode reduksi tutup dan terbuka,

yaitu: 15
A. Reduksi tertutup

Perawatan fraktur mandibula dengan metode tertutup disebut perawatan non bedah,

yaitu perawatan fraktur tanpa tindakan bedah dimana reposisi fragmen dilakukan

dengan reposisi gigi secara manual atau gradual dan dilakukan imobilisasi rahang

menggunakan fiksasi antar maksila (IMF) atau biasa disebut juga fiksasi

maksilomandibular (MMF). IMF memperbaiki maksila dan mandibula ketika gigi

dalam keadaan oklusi, menyebabkan pasien tidak dapat membuka mulutnya dalam

beberapa saat untuk penyembuhan sekunder.

Pasien perlu diberikan antibiotik selama 1 minggu jika pasien memiliki fraktur

terbuka. Perawatan ini dilakukan selama 4-6 minggu hingga callus terbentuk. Metode

tertutup masih sering digunakan hingga saat ini dikarenakan kelebihannya yaitu

minimal invasif sehingga tidak menimbulkan jaringan parut dan tidak ada resiko

kerusakan tubuh yang penting (saraf dan pembuluh darah) dengan biaya yang relatif

lebih murah. Arch bar, IVY loops dan intermaxillary fixation screw (IMF) merupakan

metode reduksi tertutup yang paling banyak digunakan. Kerugian teknik reduksi

tertutup adalah kadang-kadang hasil reposisi yang diperoleh tidak maksimal karena

reposisi dilakukan secara “blind” dengan berpatokan pada oklusi saja, kemungkinan

relaps lebih besar akibat tekanan otot pengunyahan, penggunakan lama (selama 4

minggu) yang menyebabkan pasien dapat mengalami malnutrisi dan penurunan berat

badan, kerusakan jaringan periodontal karena sulit menjaga kebersihan rongga mulut

dan kerjasama pasien sangat diperlukan.15

Indikasi untuk reduksi tertutup adalah fraktur komunitif dengan keadaan

periosteum masih utuh, fraktur dengan kerusakan jaringan lunak yang cukup berat,

edentulous mandibula, fraktur pada anak-anak, dan fraktur kondilus. 16


B. Reduksi terbuka

Perawatan fraktur dengan metode terbuka atau secara operatif adalah perawatan

fraktur yang memerlukan intervensi bedah melalui insisi pada jaringan lunak untuk

melakukan eksplorasi dan reposisi fragmen tulang di bawah pengamatan langsung,

dilanjutkan dengan fiksasi tulang menggunakan intraosseous wiring atau miniplate.

Reduksi terbuka dilakukan jika tidak memungkinkannya dilakukan perawatan reduksi

tertutup atau perawatan yang telah gagal. Prosedur dapat dilakukan dengan anestesi

lokal, pasien harus mengkonsumsi makanan yang halus dan plat tidak harus dilepas

ketika sudah selesai perawatan.

Keuntungan perawatan fraktur dengan metode terbuka adalah didapatkan hasil

terapi yang optimal karena reduksi dapat dilakukan secara langsung, waktu terapi

relatif singkat sehingga mengurangi ketidaknyamanan pasien karena penggunaan IMF

bersifat minimal, tidak mengganggu aktivitas (bicara, makan) sehingga tidak

mempengaruhi status nutrisi pasien, OH pasien dapat dijaga. Kerugian perawatan ini

adalah resiko rusaknya struktur penting (saraf dan pembuluh darah), memerlukan

peralatan dan teknik khusus sehingga biaya relatif mahal. 15,17

Indikasi untuk perawatan reduksi terbuka adalah displaced unfavourable

fraktur melalui angulus, displaced unfavourable fraktur dari korpus atau parasimfisis,

fraktur tulang wajah multipel, fraktur midface disertai perpindahan fraktur kondilus

bilateral.16

Faktor pendukung penyebab fraktur mandibula yang dianalisa sebelum dan

sesudah pencabutan molar ketiga.11


Faktor Pasien Faktor Ahli Bedah

Saat operasi - Umur dan jenis - Tindakan perawatan


kelamin (laki-laki tidak terencana
diatas 40 tahun) dengan baik
- Terdapatnya M3 termasuk osteotomi.
- Posisi dan ruang - Peralatan instrumen
tumbuhnya M3 yang tidak layak
- Derajat impaksi - Transmisi kekuatan
- Infeksi yang tekanan yang tidak
sebelumnya sudah terkontrol pada
ada atau lesi pada tulang
tulang seperti
penyakit periodontal,
kista dan tumor,
perikoronitis
rekuren. penyakit
sistemik atau
obat-obatan yang
mempengaruhi
kekuatan tulang

Setelah operasi - Jenis kelamin


- Bruxism
- Infeksi pada area M3
sejak sebelum
operasi
- Aktivitas olahraga

Manajemen fraktur pada mandibula sesuai kasus : 11

1. Evaluasi klinis dan radiografi

2. Merujuk pasien ke ahlinya jika diperlukan

3. Intermaxillary fixation (IMF)

4. Pencabutan gigi yang tersisa jika diperlukan dan menentukan waktu tindakan

ekstraksi

5. Tindakan reduksi terbuka atau tertutup (intraoral/ekstraoral, dengan plat mini, sekrup,

dengan plat kompresi/tidak)

6. Pelepasan plat dan sekrup jika dibutuhkan


BAB 3

PEMBAHASAN

3.1 Laporan Kasus 1

Seorang pasien wanita berusia 34 tahun dirujuk ke klinik dengan dugaan fraktur

angulus mandibula yang terjadi selama pencabutan gigi molar ketiga yang telah erupsi

sempurna. Pasien mengunjungi dokter giginya untuk menambal gigi molar ketiga rahang

bawah kanannya, namun dokter gigi menyarankan untuk dicabut. Pasien tersebut

menggambarkan prosedur ekstraksi yang sulit dan panjang untuk pencabutan gigi molar

ketiga rahang bawah kanan dengan anestesi lokal oleh dokter gigi umum dengan sedikit

pengalaman bedah. Selama prosedur pencabutan, pasien mendengar suara retak dan

merasakan nyeri sedang sebelum prosedur selesai. Karena kejadian tersebut terjadi menjelang

malam hari, maka dilakukan pemeriksaan klinis dan radiografi keesokan harinya.

Orthopantomogram (OPG) menunjukkan displaced fracture pada gigi molar ketiga kanan,

dengan garis fraktur memanjang dari akar mesial ke batas inferior mandibula (Gambar 3). 11

Gambar 3. (A) OPG mengungkapkan displaced fracture termasuk fraktur gigi molar ketiga

kanan. (B) CT mengkonfirmasi displaced fracture.11

Setelah pemeriksaan, dilakukan fiksasi intermaxillary (IMF) dengan tie dan arch bar selama

tiga minggu dan reduksi terbuka dengan fiksasi internal (ORIF). Fiksasi intermaxillary
sementara dilakukan dengan anestesi lokal dan miniplate osteosynthesis dilakukan dengan

plat 8 lubang (sekrup 2 mm, Synthes GmbH, Swiss). Gigi molar ketiga kanan rahang bawah

dicabut pada sesi yang sama dengan anestesi umum (Gambar 4A).11

Gambar 4. (A) Miniplate osteosynthesis dilakukan dengan pelat delapan lubang. (B) OPG

pasca operasi menunjukkan perkiraan garis fraktur yang cukup baik.

Pemberian antibiotik, analgesik antiinflamasi nonsteroid, dan obat kumur antimikroba

diresepkan selama 10 hari. Pasien diberikan gunting untuk memotong karet elastis IMF untuk

memungkinkan pelepasan cepat pita elastis jika terjadi masalah pada saluran napas. Pasien

diberikan instruksi tentang diet cair dan konseling gizi untuk menghindari malnutrisi. OPG

pasca operasi menunjukkan pendekatan garis fraktur yang cukup baik (Gambar 4B).

Satu minggu kemudian, jahitannya dilepas dan penyembuhan lancar serta tidak ada

tanda peradangan. Setiap minggu IMF dibuka kembali selama kurang lebih 60 menit. Pasien

diperbolehkan makan makanan yang sangat lunak dan menyikat gigi. Setelah tiga minggu,

karet elastis dilepas. Namun, pasien mengeluhkan nyeri saat mengunyah dan sedikit

maloklusi. Karet elastis dimasukkan kembali selama tiga minggu tambahan. Enam minggu

setelah operasi, pita elastis dilepas tetapi arch bar dibiarkan selama dua minggu lagi sampai

pasien pulih secara fungsional. Pada gambar 3 menunjukkan penyatuan tulang tanpa
komplikasi pada fraktur tanpa deformitas atau maloklusi dan tanpa perlu intervensi lain

setelah enam bulan.11

Gambar 5. OPG pasca operasi pada 6 bulan menunjukkan keberhasilan penyembuhan

tulang.

3.2 Laporan Kasus 2

Wanita berusia 37 tahun dirujuk karena mengalami fraktur angulus mandibula kiri.

Pasien mengatakan bahwa dokter giginya mencoba mengekstraksi gigi molar ketiga

mandibula yang telah erupsi sebagian, proses ekstraksi tersebut terhenti karena tiba-tiba

terdengar bunyi retakan/patah. Pemeriksaan radiologi menunjukkan adanya garis fraktur

memanjang di antara molar kedua dan molar ketiga mandibula (Gambar 6). Dengan anestesi

umum, dilakukan IMF dan fiksasi dengan sebuah miniplate 6 lubang (2 mm sekrup, Synthes

GmbH, Switzerland). Gigi molar ketiga diekstraksi selama proses fiksasi karena gigi tersebut

menghambat penyatuan antara 2 segmen-segmen fraktur (Gambar 7A). Radiografi

panoramik pasca operatif ditunjukkan pada (Gambar 7B). Jahitan dilepas satu minggu

kemudian. IMF dibiarkan selama 3 minggu namun dilepas 1 kali seminggu untuk menyikat

gigi. Setelah satu tahun, garis fraktur dikontrol melalui pemeriksaan radiologi dan terlihat

adanya penyembuhan tulang yang komplit (Gambar 8).11


Gambar 6. Fraktur displaced. Garis fraktur memanjang di antara molar kedua dan

molar ketiga mandibula.11

Gambar 7. (a) Miniplate osteosynthesis diterapkan dengan plat 6 lubang. (b) Foto

panoramik segera setelah pemasangan.11

Gambar 8. Foto panoramik setelah 12 bulan menunjukkan penyembuhan osseus yang

berhasil.11
3.3 Perbandingan Laporan Kasus 1 dan 2

Berdasarkan perbandingan yang dilakukan di atas terhadap laporan kasus 1 dan 2,

terdapat beberapa perbedaan yang dapat dibahas diantaranya adalah:

Penyebab fraktur pada laporan kasus 1, pasien ingin ditambal gigi molar ketiganya

dikarenakan berlubang, tetapi dokternya menyarankan agar gigi tersebut dicabut. Ketika

dilakukan proses pembedahan, terdengar suara retakan dan pasien merasa nyeri sedang.

Sedangkan pada laporan kasus 2, penyebabnya dikarenakan pasien tersebut ingin dilakukan

pencabutan gigi molar ketiganya yang impaksi, dan pada saat prosedur ekstraksi tersebut,

terdengar suara retakan.

Lokasi fraktur pada laporan kasus 1 yaitu pada gigi molar ketiga kanan, dengan garis

fraktur memanjang dari akar mesial ke batas inferior mandibula. Sedangkan pada laporan

kasus 2, lokasi garis fraktur terletak memanjang di antara molar kedua dan molar ketiga

kanan mandibula.

Tatalaksana kasus pada laporan kasus 1 dilakukan fiksasi intermaxillary (IMF)

dengan tie dan arch bar selama tiga minggu dan reduksi terbuka dengan fiksasi internal

(ORIF). IMF dilakukan dengan anestesi lokal dan miniplate osteosynthesis menggunakan plat

8 lubang (sekrup 2 mm, Synthes GmbH, Swiss). Gigi molar ketiga kanan rahang bawah

dicabut dengan anestesi umum. Pemberian antibiotik, analgesik anti inflamasi nonsteroid, dan

obat kumur antimikroba diresepkan selama 10 hari. Satu minggu kemudian, jahitan dilepas

dan setiap minggu IMF dibuka kembali selama 60 menit agar pasien dapat menyikat gigi.

Setelah tiga minggu, karet elastis dilepas, dan 6 minggu setelah operasi, pita elastis dilepas.

Arch bar dibiarkan selama dua minggu lagi sampai pasien pulih secara fungsional. Dilakukan

kontrol setelah 6 bulan dengan pemeriksaan radiologi. Pada laporan kasus 2, tatalaksana yang

dilakukan berupa prosedur IMF dan miniplate 6 lubang (2 mm sekrup, Synthes GmbH,

Switzerland) dengan anestesi umum. Jahitan dilepas satu minggu kemudian. IMF dibiarkan
selama 3 minggu namun dilepas 1 kali seminggu untuk menyikat gigi. Dilakukan kontrol

setelah satu tahun dengan pemeriksaan radiologi.


BAB 4

KESIMPULAN

4.1 Kesimpulan

Berdasarkan laporan kasus yang telah dibahas dapat disimpulkan bahwa ekstraksi gigi

merupakan salah satu tindakan yang paling sering dilakukan dalam dokter gigi. Fraktur

mandibula merupakan salah satu komplikasi yang dapat terjadi pada saat proses ekstraksi.

Fraktur mandibula terjadi akibat adanya gaya yang berlebihan pada permukaan tulang pada

saat ekstraksi gigi. Fraktur pada mandibula yang paling sering terjadi salah satunya adalah

fraktur angulus. Terdapat beberapa metode tatalaksana yang dapat dilakukan pada kasus

fraktur angulus mandibula. Salah satunya seperti pada laporan kasus yang telah dibahas pada

bab sebelumnya, metode yang dilakukan pada kasus 1 adalah fiksasi intermaxillary (IMF)

dengan miniplate 8 lubang (sekrup 2 mm, Synthes GmbH, Swiss), dengan tie dan arch bar

selama 3 minggu dan reduksi terbuka dengan fiksasi internal (ORIF). Kemudian gigi molar

ketiga kanan rahang bawah dicabut. Pemberian antibiotik, analgesik anti inflamasi

nonsteroid, dan obat kumur antimikroba diresepkan selama 10 hari. Pada kasus 2, dilakukan

IMF dan fiksasi dengan miniplate 6 lubang dan pencabutan gigi molar ketiga selama fiksasi.

Hasil perawatan pada kedua laporan kasus tersebut menunjukkan adanya penyembuhan pada

tulang secara sempurna tulang tanpa komplikasi pada fraktur tanpa deformitas atau maloklusi

dan tanpa perlu intervensi lain yang ditunjukkan oleh radiografi panoramik pasca operatif.
DAFTAR PUSTAKA

1. Fahira A, Hadikrishna I, Riawan L, Lita YA. Characteristics of Upper Third Molar

Impaction in Bandung City Population. Odonto Dental Journal. 2022;9(1).

2. Deliverska EG, Petkova M. Complications After Extraction of Impacted Third Molars

- Literature Review. J of IMAB. 2016;22(3).

3. Cankaya AB, Erdem MI, Cakarer S, Cifter M, Oral CK. Iatrogenic Mandibular

Fracture Associated with Third Molar Removal. Int. J. Med. Sci. 2012; 8(7):547-553

4. Hj. Nurhaeni, Asridiana. Prevalensi Pencabutan Gigi Permanen di Poliklinik Gigi

Puskesmas Kaluku Bodoa di Kota Makassar. Media kesehatan gigi journal poltekkes.

2020;19(1).

5. Reiza FS, Sjamsudin E, Yusuf HY. Incidence of Mandibular Fractures as A

Complication of Lower Third Molar Extraction: A Rapid Review. Jurnal Kesehatan

Gigi. 2021;8(2):86-95.

6. Himammi AN, Hartomo BT. Ekstraksi Gigi Posterior dengan Kondisi Periodontitis

Kronis Sebagai Persiapan Pembuatan Gigi Tiruan Lengkap pada Pasien Diabetes

Mellitus. Jurnal Kesehatan Gigi. 2020;8(10) 6-10

7. Perbedaan Efektifitas Manajemen Nyeri Pasca Ekstraksi Gigi di RSUD dr. Soehadi

Prijonegoro Sragen dan Puskesmas Sidoharjo Sragen. Laporan Hasil Penelitian Karya

Tulis Ilmiah. Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. 2014.

8. Oualha L, Omezzine M, Moussaoui E, Chaabani I, Alaya TB, Selmi J, Douki N.

Complication of mandibular third molars extraction: a case report. Med Buccale Chir

Buccale. 2012;18:53-56.

9. Hakim AHA, Adhani R, Sukmana BI. Deskripsi Fraktur Mandibula Pada Pasien

Rumah Sakit Umum Daerah Ulin Banjarmasin Periode Juli 2013-Juli 2014 (Studi
Retrospektif Berdasarkan Insidensi, Etiologi, Usia, Jenis Kelamin dan Tatalaksana.

Dentino Jurnal Kedokteran Gigi. 2016;1(2).

10. Helmi, ZN. 2014. Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal. Jakarta : Salemba Medika.

11. Tomruk CO, Arslan A. Mandibular angle fractures during third molar removal: a

report of two cases. Australian Dental Journal. 2012; 57: 231–235.

12. Hupp J. Contemporary Oral and maxillofacial surgery. 7th ed. Philadelphia: Elsevier;

2019.

13. Santoso RG, Sjamsudin E, Adiantoro S. The the incidence of mandibular angle

fractures accompanied by impacted third molar at oral surgery clinic of hasan sadikin

hospital, bandung - west java. Dentika: Dental Journal. 2022;25(1):43.

14. Suriya M, Zurianti. Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Pada Sistem

Muskuloskeletal. Pustaka Galer Mandiri. 2019

15. Gözler S. Trauma in Dentistry. Prosthodontic Department of Dentistry Faculty,

Istanbul Aydın University, Istanbul, Turkey. 2019

16. Buckley R. General Principles of Fracture Care Treatment & Management. Medscape.

2018.

17. Soesetyo Ady. The ABC’s of Dentistry Knowledge and Skill. Dental Faculty

University of Jember. Jawa Timur. 2016

Anda mungkin juga menyukai