Disusun Oleh :
INTEGRASI A 2022
Dosen Pembimbing :
2022
BAB 1
PENDAHULUAN
Gigi molar ketiga (M3) adalah gigi yang paling sering mengalami impaksi karena gigi
tersebut paling terakhir erupsi dan tidak memperoleh tempat yang cukup untuk erupsi karena
tertahan oleh gigi di depannya yang menyebabkan rasa sakit, bengkak, karies gigi,
perikoronitis, resorpsi akar molar kedua, berjejalnya gigi lain atau bahkan dapat
menyebabkan terbentuknya kista, dan tumor, sehingga diperlukan segera suatu tindakan
Ekstraksi gigi molar ketiga dapat menyebabkan komplikasi serius pada pasien, seperti
perdarahan, nyeri dan pembengkakan yang persisten, infeksi, soket kering (osteitis alveolar),
fraktur dentoalveolar, parestesia saraf alveolar inferior dan saraf lingual, cedera sendi
Komplikasi yang paling parah dari operasi molar ketiga adalah fraktur mandibula.
Fraktur mandibula iatrogenik terkait dengan pencabutan gigi dapat terjadi selama prosedur
3
atau setelah prosedur. Fraktur mandibula dapat diklasifikasikan berdasarkan berbagai
kategori salah satunya area anatomi fraktur. Berdasarkan area anatominya, fraktur mandibula
diklasifikasikan menjadi simfisis, parasimfisis, badan ramus, angulus, prosesus koronoid dan
kondilus.2
Penelitian yang dilakukan Morris et al. (2015) pada 4143 kasus fraktur mandibula
selama 17 tahun menyatakan bahwa fraktur angulus (27%) merupakan kasus yang paling
sering terjadi. Para dokter gigi umum serta ahli bedah mulut dan maksilofasial, penting untuk
mengetahui semua kemungkinan komplikasi yang dapat terjadi pada prosedur pencabutan
molar ketiga ini khususnya pada kasus dengan komplikasi fraktur mandibula.2
1.2 Tujuan
Tujuan dari penulisan referat ini adalah untuk menjelaskan tatalaksana yang dapat
dilakukan pada kasus komplikasi fraktur angulus mandibula pada ekstraksi gigi molar ketiga.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Pencabutan gigi atau ekstraksi gigi adalah suatu prosedur dental mengeluarkan gigi
dari soketnya dan dari alveolus, dimana pada gigi tersebut sudah tidak dapat dipertahankan
lagi.4 Pencabutan gigi molar ketiga merupakan salah satu prosedur kedokteran gigi yang
umum dilakukan. Pencabutan gigi molar ketiga dilakukan jika terdapat kondisi patologis
Sebagian besar operasi molar ketiga dilakukan tanpa komplikasi. Namun, prosedur
tersebut dapat menyebabkan komplikasi serius pada pasien, seperti perdarahan, nyeri dan
pembengkakan yang persisten, infeksi, soket kering (osteitis alveolar), fraktur dentoalveolar,
parestesia saraf alveolar inferior dan saraf lingual, cedera sendi temporomandibular dan
A. Indikasi
- Karies gigi yang sudah melibatkan jaringan pulpa dan hanya menyisakan
lunak sekitar
B. Kontraindikasi
- Perikoronitis akut
- Penyakit ganas
- Kehamilan
- Penyakit kuning 4
Komplikasi adalah suatu respon pasien tertentu yang dianggap sebagai kelanjutan
normal dari pembedahan, yaitu perdarahan, rasa sakit, dan edema. Tetapi apabila berlebihan
maka perlu ditinjau apakah termasuk morbiditas yang biasa terjadi atau termasuk komplikasi.
Komplikasi pencabutan gigi menurut Pedersen (1996) dibagi menjadi tiga yaitu komplikasi
intraoperatif, komplikasi pasca bedah, dan komplikasi beberapa saat setelah operasi.
- Perdarahan
- Fraktur
- Pergeseran
- Cedera saraf
- Perdarahan
- Rasa sakit
- Edema
- Infeksi
Operasi pencabutan molar ketiga dapat menyebabkan komplikasi mayor dan minor.
Komplikasi yang paling umum yaitu kerusakan saraf sensorik, soket kering, infeksi,
perdarahan dan nyeri. Komplikasi yang kurang umum adalah trismus parah, kerusakan
iatrogenik pada molar kedua yang berdekatan, fraktur mandibula iatrogenik dan perpindahan
yang tidak disengaja dari molar ketiga bawah atau salah satu fragmen akarnya. Komplikasi
yang paling parah namun jarang terjadi dari operasi molar ketiga adalah fraktur mandibula. 3,8
2.3.1 Definisi
kontinuitas pada rahang bawah (mandibula), dapat berakibat fatal bila tidak ditangani dengan
benar. Mandibula adalah tulang rahang bawah pada manusia dan berfungsi sebagai tempat
menempelnya gigi geligi. Klasifikasi fraktur mandibula berdasarkan pada letak anatomi dari
molar ketiga. Laporan fraktur mandibula selama dan setelah pencabutan molar ketiga jarang
terjadi. Insiden yang dilaporkan berkisar dari 0,0046% sampai 0,0075%. Fraktur mandibula
dapat terjadi, baik secara operatif, sebagai komplikasi langsung selama operasi atau pasca
operasi sebagai komplikasi lanjut, biasanya dalam 4 minggu pertama pasca operasi.
luas dan derajat impaksi, volume relatif gigi di rahang, infeksi yang sudah ada sebelumnya
dan patologi terkait (lesi tulang) berkontribusi terhadap risiko patah. Faktor penting lainnya
2.3.2 Insidensi
Fraktur mandibula iatrogenik terkait dengan pencabutan gigi, yang dapat terjadi
selama prosedur atau di lain waktu. Insiden yang dilaporkan berkisar dari 0,0046% sampai
0,0075%. 2
a. Gigi impaksi
c. Panjang akar
d. Usia
e. Pengalaman operator
2.3.3 Etiologi
Menurut Helmi (2014), Fraktur mandibula dapat disebabkan oleh trauma maupun
proses patologik.
a. Fraktur traumatik
2. Terjatuh (22,3%)
b. Fraktur Patologik
Fraktur patologik dapat disebabkan oleh kista, tumor tulang, osteogenesis imperfekta,
Dalam kaitannya dengan ekstraksi gigi, fraktur sendiri dapat disebabkan oleh
multifaktorial seperti usia, jenis kelamin, status dentisi, angulasi dan impaksi gigi, lokasi,
teknik bedah, pengalaman operator, lesi tulang yang sudah ada sebelumnya maupun penyakit
sistemik yang berhubungan dengan metabolisme tulang. Penelitian menunjukkan bahwa usia
lanjut menyebabkan mandibula melemah akibat dari turunnya elastisitas tulang dan
meningkatkan insidensi fraktur. Fraktur rahang intraoperatif terjadi akibat instrumentasi yang
kurang baik dan penerapan gaya yang berlebihan pada tulang saat proses ekstraksi. 11
2.4 Klasifikasi Fraktur Mandibula
tulang pada lokasi fraktur dan hubungannya dengan lingkungan sekitarnya. Fraktur greenstick
adalah kondisi fraktur dimana ketika satu sisi tulang fraktur maka sisi lain akan membengkok
sebagai kompensasi akibat tekanan yang berlebih. Pada fraktur greenstick mobilitasnya
minimal dan frakturnya incomplete. Fraktur simple disebut fraktur tertutup karena kulit
bagian luar sehat dan tidak sobek. Fraktur comminuted adalah fraktur dengan tulang
mandibula hancur atau terbagi menjadi beberapa bagian. Fraktur compound Fraktur yang
Gambar 1. Tipe fraktur mandibula. (A) Greenstick. (B) Simple. (C) Comminuted. (D)
Compound. 12
parasimfisis, badan ramus, angulus, prosesus koronoid dan kondilus. Beberapa penelitian
telah membahas insidensi fraktur mandibula berdasarkan areanya. Penelitian yang dilakukan
Morris et al. (2015) pada 4143 kasus fraktur mandibula selama 17 tahun dengan distribusi
fraktur angulus (27%), simfisis (21.3%), kondilus (18.4%), badan mandibula (16.8%), bagian
displaced dan non-displaced. Fraktur displaced adalah tulang yang patah bergeser dan
ujung-ujung patahan tulang tersebut menjadi tidak sejajar. Fraktur non-displaced adalah
fraktur dimana garis fraktur lengkap tetapi kedua fragmen tidak bergeser dan periosteum
masih utuh.14
mengembalikan bagian patahan kembali ke awal posisi anatomis (reduksi). Tahap kedua
adalah melakukan fiksasi pada bagian yang patah ke posisi awal anatomis (fiksasi).
Manajemen fraktur mandibula dapat dilakukan dengan metode reduksi tutup dan terbuka,
yaitu: 15
A. Reduksi tertutup
Perawatan fraktur mandibula dengan metode tertutup disebut perawatan non bedah,
yaitu perawatan fraktur tanpa tindakan bedah dimana reposisi fragmen dilakukan
dengan reposisi gigi secara manual atau gradual dan dilakukan imobilisasi rahang
menggunakan fiksasi antar maksila (IMF) atau biasa disebut juga fiksasi
dalam keadaan oklusi, menyebabkan pasien tidak dapat membuka mulutnya dalam
Pasien perlu diberikan antibiotik selama 1 minggu jika pasien memiliki fraktur
terbuka. Perawatan ini dilakukan selama 4-6 minggu hingga callus terbentuk. Metode
tertutup masih sering digunakan hingga saat ini dikarenakan kelebihannya yaitu
minimal invasif sehingga tidak menimbulkan jaringan parut dan tidak ada resiko
kerusakan tubuh yang penting (saraf dan pembuluh darah) dengan biaya yang relatif
lebih murah. Arch bar, IVY loops dan intermaxillary fixation screw (IMF) merupakan
metode reduksi tertutup yang paling banyak digunakan. Kerugian teknik reduksi
tertutup adalah kadang-kadang hasil reposisi yang diperoleh tidak maksimal karena
reposisi dilakukan secara “blind” dengan berpatokan pada oklusi saja, kemungkinan
relaps lebih besar akibat tekanan otot pengunyahan, penggunakan lama (selama 4
minggu) yang menyebabkan pasien dapat mengalami malnutrisi dan penurunan berat
badan, kerusakan jaringan periodontal karena sulit menjaga kebersihan rongga mulut
periosteum masih utuh, fraktur dengan kerusakan jaringan lunak yang cukup berat,
Perawatan fraktur dengan metode terbuka atau secara operatif adalah perawatan
fraktur yang memerlukan intervensi bedah melalui insisi pada jaringan lunak untuk
tertutup atau perawatan yang telah gagal. Prosedur dapat dilakukan dengan anestesi
lokal, pasien harus mengkonsumsi makanan yang halus dan plat tidak harus dilepas
terapi yang optimal karena reduksi dapat dilakukan secara langsung, waktu terapi
mempengaruhi status nutrisi pasien, OH pasien dapat dijaga. Kerugian perawatan ini
adalah resiko rusaknya struktur penting (saraf dan pembuluh darah), memerlukan
fraktur melalui angulus, displaced unfavourable fraktur dari korpus atau parasimfisis,
fraktur tulang wajah multipel, fraktur midface disertai perpindahan fraktur kondilus
bilateral.16
4. Pencabutan gigi yang tersisa jika diperlukan dan menentukan waktu tindakan
ekstraksi
5. Tindakan reduksi terbuka atau tertutup (intraoral/ekstraoral, dengan plat mini, sekrup,
PEMBAHASAN
Seorang pasien wanita berusia 34 tahun dirujuk ke klinik dengan dugaan fraktur
angulus mandibula yang terjadi selama pencabutan gigi molar ketiga yang telah erupsi
sempurna. Pasien mengunjungi dokter giginya untuk menambal gigi molar ketiga rahang
bawah kanannya, namun dokter gigi menyarankan untuk dicabut. Pasien tersebut
menggambarkan prosedur ekstraksi yang sulit dan panjang untuk pencabutan gigi molar
ketiga rahang bawah kanan dengan anestesi lokal oleh dokter gigi umum dengan sedikit
pengalaman bedah. Selama prosedur pencabutan, pasien mendengar suara retak dan
merasakan nyeri sedang sebelum prosedur selesai. Karena kejadian tersebut terjadi menjelang
malam hari, maka dilakukan pemeriksaan klinis dan radiografi keesokan harinya.
Orthopantomogram (OPG) menunjukkan displaced fracture pada gigi molar ketiga kanan,
dengan garis fraktur memanjang dari akar mesial ke batas inferior mandibula (Gambar 3). 11
Gambar 3. (A) OPG mengungkapkan displaced fracture termasuk fraktur gigi molar ketiga
Setelah pemeriksaan, dilakukan fiksasi intermaxillary (IMF) dengan tie dan arch bar selama
tiga minggu dan reduksi terbuka dengan fiksasi internal (ORIF). Fiksasi intermaxillary
sementara dilakukan dengan anestesi lokal dan miniplate osteosynthesis dilakukan dengan
plat 8 lubang (sekrup 2 mm, Synthes GmbH, Swiss). Gigi molar ketiga kanan rahang bawah
dicabut pada sesi yang sama dengan anestesi umum (Gambar 4A).11
Gambar 4. (A) Miniplate osteosynthesis dilakukan dengan pelat delapan lubang. (B) OPG
diresepkan selama 10 hari. Pasien diberikan gunting untuk memotong karet elastis IMF untuk
memungkinkan pelepasan cepat pita elastis jika terjadi masalah pada saluran napas. Pasien
diberikan instruksi tentang diet cair dan konseling gizi untuk menghindari malnutrisi. OPG
pasca operasi menunjukkan pendekatan garis fraktur yang cukup baik (Gambar 4B).
Satu minggu kemudian, jahitannya dilepas dan penyembuhan lancar serta tidak ada
tanda peradangan. Setiap minggu IMF dibuka kembali selama kurang lebih 60 menit. Pasien
diperbolehkan makan makanan yang sangat lunak dan menyikat gigi. Setelah tiga minggu,
karet elastis dilepas. Namun, pasien mengeluhkan nyeri saat mengunyah dan sedikit
maloklusi. Karet elastis dimasukkan kembali selama tiga minggu tambahan. Enam minggu
setelah operasi, pita elastis dilepas tetapi arch bar dibiarkan selama dua minggu lagi sampai
pasien pulih secara fungsional. Pada gambar 3 menunjukkan penyatuan tulang tanpa
komplikasi pada fraktur tanpa deformitas atau maloklusi dan tanpa perlu intervensi lain
tulang.
Wanita berusia 37 tahun dirujuk karena mengalami fraktur angulus mandibula kiri.
Pasien mengatakan bahwa dokter giginya mencoba mengekstraksi gigi molar ketiga
mandibula yang telah erupsi sebagian, proses ekstraksi tersebut terhenti karena tiba-tiba
memanjang di antara molar kedua dan molar ketiga mandibula (Gambar 6). Dengan anestesi
umum, dilakukan IMF dan fiksasi dengan sebuah miniplate 6 lubang (2 mm sekrup, Synthes
GmbH, Switzerland). Gigi molar ketiga diekstraksi selama proses fiksasi karena gigi tersebut
panoramik pasca operatif ditunjukkan pada (Gambar 7B). Jahitan dilepas satu minggu
kemudian. IMF dibiarkan selama 3 minggu namun dilepas 1 kali seminggu untuk menyikat
gigi. Setelah satu tahun, garis fraktur dikontrol melalui pemeriksaan radiologi dan terlihat
Gambar 7. (a) Miniplate osteosynthesis diterapkan dengan plat 6 lubang. (b) Foto
berhasil.11
3.3 Perbandingan Laporan Kasus 1 dan 2
Penyebab fraktur pada laporan kasus 1, pasien ingin ditambal gigi molar ketiganya
dikarenakan berlubang, tetapi dokternya menyarankan agar gigi tersebut dicabut. Ketika
dilakukan proses pembedahan, terdengar suara retakan dan pasien merasa nyeri sedang.
Sedangkan pada laporan kasus 2, penyebabnya dikarenakan pasien tersebut ingin dilakukan
pencabutan gigi molar ketiganya yang impaksi, dan pada saat prosedur ekstraksi tersebut,
Lokasi fraktur pada laporan kasus 1 yaitu pada gigi molar ketiga kanan, dengan garis
fraktur memanjang dari akar mesial ke batas inferior mandibula. Sedangkan pada laporan
kasus 2, lokasi garis fraktur terletak memanjang di antara molar kedua dan molar ketiga
kanan mandibula.
dengan tie dan arch bar selama tiga minggu dan reduksi terbuka dengan fiksasi internal
(ORIF). IMF dilakukan dengan anestesi lokal dan miniplate osteosynthesis menggunakan plat
8 lubang (sekrup 2 mm, Synthes GmbH, Swiss). Gigi molar ketiga kanan rahang bawah
dicabut dengan anestesi umum. Pemberian antibiotik, analgesik anti inflamasi nonsteroid, dan
obat kumur antimikroba diresepkan selama 10 hari. Satu minggu kemudian, jahitan dilepas
dan setiap minggu IMF dibuka kembali selama 60 menit agar pasien dapat menyikat gigi.
Setelah tiga minggu, karet elastis dilepas, dan 6 minggu setelah operasi, pita elastis dilepas.
Arch bar dibiarkan selama dua minggu lagi sampai pasien pulih secara fungsional. Dilakukan
kontrol setelah 6 bulan dengan pemeriksaan radiologi. Pada laporan kasus 2, tatalaksana yang
dilakukan berupa prosedur IMF dan miniplate 6 lubang (2 mm sekrup, Synthes GmbH,
Switzerland) dengan anestesi umum. Jahitan dilepas satu minggu kemudian. IMF dibiarkan
selama 3 minggu namun dilepas 1 kali seminggu untuk menyikat gigi. Dilakukan kontrol
KESIMPULAN
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan laporan kasus yang telah dibahas dapat disimpulkan bahwa ekstraksi gigi
merupakan salah satu tindakan yang paling sering dilakukan dalam dokter gigi. Fraktur
mandibula merupakan salah satu komplikasi yang dapat terjadi pada saat proses ekstraksi.
Fraktur mandibula terjadi akibat adanya gaya yang berlebihan pada permukaan tulang pada
saat ekstraksi gigi. Fraktur pada mandibula yang paling sering terjadi salah satunya adalah
fraktur angulus. Terdapat beberapa metode tatalaksana yang dapat dilakukan pada kasus
fraktur angulus mandibula. Salah satunya seperti pada laporan kasus yang telah dibahas pada
bab sebelumnya, metode yang dilakukan pada kasus 1 adalah fiksasi intermaxillary (IMF)
dengan miniplate 8 lubang (sekrup 2 mm, Synthes GmbH, Swiss), dengan tie dan arch bar
selama 3 minggu dan reduksi terbuka dengan fiksasi internal (ORIF). Kemudian gigi molar
ketiga kanan rahang bawah dicabut. Pemberian antibiotik, analgesik anti inflamasi
nonsteroid, dan obat kumur antimikroba diresepkan selama 10 hari. Pada kasus 2, dilakukan
IMF dan fiksasi dengan miniplate 6 lubang dan pencabutan gigi molar ketiga selama fiksasi.
Hasil perawatan pada kedua laporan kasus tersebut menunjukkan adanya penyembuhan pada
tulang secara sempurna tulang tanpa komplikasi pada fraktur tanpa deformitas atau maloklusi
dan tanpa perlu intervensi lain yang ditunjukkan oleh radiografi panoramik pasca operatif.
DAFTAR PUSTAKA
3. Cankaya AB, Erdem MI, Cakarer S, Cifter M, Oral CK. Iatrogenic Mandibular
Fracture Associated with Third Molar Removal. Int. J. Med. Sci. 2012; 8(7):547-553
Puskesmas Kaluku Bodoa di Kota Makassar. Media kesehatan gigi journal poltekkes.
2020;19(1).
Gigi. 2021;8(2):86-95.
6. Himammi AN, Hartomo BT. Ekstraksi Gigi Posterior dengan Kondisi Periodontitis
Kronis Sebagai Persiapan Pembuatan Gigi Tiruan Lengkap pada Pasien Diabetes
7. Perbedaan Efektifitas Manajemen Nyeri Pasca Ekstraksi Gigi di RSUD dr. Soehadi
Prijonegoro Sragen dan Puskesmas Sidoharjo Sragen. Laporan Hasil Penelitian Karya
Complication of mandibular third molars extraction: a case report. Med Buccale Chir
Buccale. 2012;18:53-56.
9. Hakim AHA, Adhani R, Sukmana BI. Deskripsi Fraktur Mandibula Pada Pasien
Rumah Sakit Umum Daerah Ulin Banjarmasin Periode Juli 2013-Juli 2014 (Studi
Retrospektif Berdasarkan Insidensi, Etiologi, Usia, Jenis Kelamin dan Tatalaksana.
10. Helmi, ZN. 2014. Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal. Jakarta : Salemba Medika.
11. Tomruk CO, Arslan A. Mandibular angle fractures during third molar removal: a
12. Hupp J. Contemporary Oral and maxillofacial surgery. 7th ed. Philadelphia: Elsevier;
2019.
13. Santoso RG, Sjamsudin E, Adiantoro S. The the incidence of mandibular angle
fractures accompanied by impacted third molar at oral surgery clinic of hasan sadikin
14. Suriya M, Zurianti. Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Pada Sistem
16. Buckley R. General Principles of Fracture Care Treatment & Management. Medscape.
2018.
17. Soesetyo Ady. The ABC’s of Dentistry Knowledge and Skill. Dental Faculty