Anda di halaman 1dari 2

Memetik Pelajaran Dari Kisah Karun (QS.

Al Qashash: 76 – 83)
‫صبَ ِة ُأولِي ا ْلقُ َّوة‬
ْ ‫سى فَبَ َغى َعلَ ْي ِه ْم َوآتَ ْينَاهُ ِمنَ ا ْل ُكنُو ِز َما ِإنَّ َمفَاتِ َحهُ لَتَنُو ُء بِا ْل ُع‬
َ ‫ِإنَّ قَارُونَ َكانَ ِمنْ قَ ْو ِم ُمو‬
“Sesungguhnya Karun adalah Termasuk kaum Musa, Maka ia Berlaku aniaya terhadap
mereka, dan Kami telah menganugerahkan kepadanya perbendaharaan harta yang kunci-
kuncinya sungguh berat dipikul oleh sejumlah orang yang kuat-kuat.”

Karun sebelumnya adalah pengikut Nabi Musa ‘alaihissalam yang beriman. Ia juga


seorang pembaca Taurat yang bersuara indah. Mayoritas ahli tafsir menyebutkan Karun juga
sepupu Nabi Musa ‘alaihissalam. Pada saat ia beriman, kondisinya miskin dan kekurangan.
Namun tatkala Allah mengaruniakan kepadanya pundi-pundi kekayaan yang sangat banyak,
ia pun menjadi kufur, berbuat aniaya dan sombong.
Dari sini kita dapat memetik pelajaran, bahwa keimanan harus senantiasa kita jaga
dan pelihara, jangan sampai ia rusak atau hancur sehingga kita justru berbalik arah kepada
kekafiran setelah kita beriman, wal ‘iyaadzu billah. Selalu waspada lah dari kesesatan, karena
selama kita hidup, keimanan tidak bisa kita pastikan aman. Itu karena godaan dan ujian yang
menguji keimanan kita akan senantiasa hadir merintangi perjalanan kita kepada Allah.
Berdoa kepada Allah memohon keteguhan, menambah ilmu, bergaul dengan orang shaleh
dan sabar adalah diantara cara yang bermanfaat untuk menjaga keimanan kita.
Manusia memang cenderung berbuat melampaui batas dan aniaya, khususnya tatkala
ia merasa berkecukupan.
ْ ‫) َأنْ َرآهُ ا‬6( ‫سانَ لَيَ ْط َغى‬
‫ستَ ْغنَى‬ َ ‫كَاَّل ِإنَّ اِإْل ْن‬ 
“Ketahuilah! Sesungguhnya manusia benar-benar melampaui batas, karena Dia
melihat dirinya serba cukup.” (QS. Al ‘Alaq: 6-7)
Oleh karena itu, kekayaan, kemapanan dan kecukupan secara khusus perlu untuk kita
waspadai. Karena semua itu menyimpan potensi yang sangat besar menjerumuskan manusia
ke lembah kenistaan dan menariknya kepada perbuatan menyimpang.
ُ‫ِإ ْذ قَا َل لَهُ قَ ْو ُمه‬
“(Ingatlah) ketika kaumnya berkata kepadanya:”
Tatkala terjadi perubahan pada diri Karun seperti itu, para sahabatnya berusaha
menyadarkan Karun dan menasehatinya, mereka berharap agar Karun dapat kembali kepada
keadaan sedia kala yang beriman dan rajin beramal shaleh. Para sahabatnya menunaikan
kewajiban nasehat dan amar makruf nahi munkar sebagai salah satu pilar yang menopang
ajegnya perilaku manusia.
Ada lima nasehat yang disampaikan oleh mereka kepada Karun. Nasehat ini juga
penting untuk diresapi dan direnungkan oleh siapa pun, khususnya orang-orang yang sedang
diuji oleh Allah dengan kecukupan harta.
Pertama,
َ‫اَل تَ ْف َر ْح ِإنَّ هَّللا َ اَل يُ ِح ُّب ا ْلفَ ِر ِحين‬
“Janganlah kamu terlalu bangga; Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang
yang terlalu membanggakan diri.”
Mereka menasehati Karun agar tidak berbangga diri dengan harta kekayaan yang
dimilikinya, karena Allah benar-benar tidak suka orang yang sombong. Allah bahkan tidak
akan memasukkan orang yang dalam hatinya terdapat kesombongan walaupun hanya sedikit.
Kesombongan adalah kain atasan (ridaa) Allah dan keagungan adalah kain bawahan (izaar)
Allah, siapapun yang mengambil salah satu dari keduanya dari Allah, maka Allah akan
melemparkannya ke dalam neraka.
Kedua,
َ ‫َوا ْبت َِغ فِي َما آتَاكَ هَّللا ُ الد‬
َ‫َّار اآْل ِخ َرة‬
“dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan)
negeri akhirat.”
Mereka juga menasehati Karun agar ia mempergunakan karunia Allah berupa
kekayaan itu untuk meraih kebahagiaan akhirat kelak, bukan semata-mata untuk kesenangan
dunia saja. Harta kekayaan, selain memiliki daya tarik tersendiri yang kerap menjerumuskan
manusia kepada sikap aniaya dan dosa, ia juga menyimpan potensi yang sangat besar
menjadikan seorang hamba mulia dalam pandangan Allah, yaitu tatkala pemiliknya
mempergunakan harta tersebut untuk kepentingan akhiratnya.

Anda mungkin juga menyukai