Anda di halaman 1dari 3

Hati-Hati dengan Waktu

Islam adalah agama kerja, artinya,yang meletakkan kerja sebagai suatu amal yang
harus dilakukan oleh seorang yang islam dan beriman.
Allah menciptakan manusia supaya bekerja dan berusaha menghasilkan sesuatu yang
diperlukan bagi kehidupannya, darimana saja yang ada di segenap penjuru dunia, agar ia
dapat memperoleh manfaat baginya serta seluruh umat di muka bumi ini.
Ada beberapa hal yang sering kita lupakan, diantaranya pertanyaan: Kenapa kita
diciptakan? Apa kepentingan dan tugas kita dalam kehidupan ini?
Sering sekali kita melupakan pertanyaan-pertanyaan ini sehingga kita hidup dalam
penuh kelalaian, hidup hanya dipergunakan untuk bersenang-senang, makan, minum, dan
kesenangan-kesenangan lain yang bersifat dunia.
Kita sama sekali tidak memikirkan tentang proses kejadian diri kita yang hina,
sehingga ketika ajal menjemputnya penyesalanlah yang menghinggapi kita, dimana saat itu
penyesalan sudah tidak berarti lagi.
Dari sinilah perlunya iman yang kuat dalam diri kita supaya kita dapat berhati-hati
dengan waktu, pandai-pandailah memanfaatkannya! Ingatlah! Hari-hari kita jangan lewati
begitu saja, sesaat demi sesaat, semua berlalu begitu cepatnya.
Begitulah. Diri kita berpindah dari pagi ke petang, dan dari petang hingga pagi
kembali. Apakah kita pernah bermuhasabah (introspeksi) terhadap diri kita sendiri pada suatu
hari? Sehingga kita bisa melihat lembaran-lembaran hari-hari kita, dengan amal apa kita
membukanya dan dengan amal apa pula kita menutupnya?
Oleh karena itu, Rasulullah saw memerintahkan umatnya agar memanfaatkan waktu
yang tersisa dengan lima hal. Sungguh telah merugi orang-orang yang tidak bisa
memanfaatkannya.
Pertama, masa muda.

Masa muda adalah masa keemasan seorang manusia. Ia merupakan masa ideal untuk
melakukan apa saja: mengukir prestasi dan menggapai cita-cita. Bahkan, masa muda adalah
masa yang harus “dipertanggungjawabkan” di hadapan Allah.

Hadirin sidang Jamaah Jumat yang dimuliakan oleh Allah SWT

Dalam Islam, masa muda adalah bagian dari “umur”. Ia dianggap sebagai masa yang dinamis,
energik dan kuat, karena ia merupakan “kekuatan” di antara dua kelemahan:

Oleh karenanya, Islam memiliki perhatian khusus kepada para pemuda. “Suatu ketika,
khalifah Umar radhiyallahu ‘anhu duduk dengan para sahabatnya. Ia berkata kepada mereka:
“Berangan-anganlah kalian!” Salah seorang dari mereka berkata: “Aku berangan-angan,
seandainya rumah ini dipenuhi oleh emas untuk aku infakkan di jalan Allah.”

Kedua, masa sehat.


Pepatah Arab menyatakan:
Artinya: “Kesehatan adalah mahkota di atas kepala orang yang sehat dan tidak ada yang
dapat melihatnya kecuali orang yang sakit”
Itulah kesehatan. Manusia terkadang lupa akan arti dan makna kesehatan, kecuali setelah
kesehatan itu hilang darinya. Ketika “sakit” datang menggantikannya, barulah ia sadar bahwa
kesehatan itu mahal.
Masa sehat sebaiknya digunakan untuk beramal saleh: membantu orang tua, menuntut ilmu,
mengamalkan ilmu. Kalau masa sakit sudah tiba, tidak akan pernah sempurna melakukan
apapun: ibadah terganggu, pekerjaan terbengkalai, semangat menurun, dan sebagainya. Maka
manfaatkanlah ‘masa sehat’ dengan sebaik-baiknya.
Ketiga, masa kaya.

Kekayaan adalah “titipan Allah”. Maka, ia tidak layak untuk dibanggakan. Selagi masih ada
waktu dan kesempatan, pergunakanlah kekayaan itu untuk berbakti kepada Allah. Karena,
jika sudah jatuh miskin, kesempatan untuk beramal saleh pun sirna. Maka, segeralah
nafkahkan harta yang ada, sebelum semuanya sia-sia.

Utsman ibn Affan adalah contoh ideal dalam berinfak. Ia membeli sumur Maimunah untuk
kepentingan kaum Muslimin. Begitu juga dengan Abdurrahman ibn ‘Auf. Ia adalah contoh
konglomerat yang dermawan: orang kaya tapi takut harta.

Keempat, masa luang.


Waktu luang adalah kesempatan emas untuk mengin-ventarisir kebajikan. Waktu luang ini
akan sia-sia jika tidak dikontrol. Ia akan terbuang begitu saja jika tidak langsung
dimanfaatkan. Oleh sebab itu makanya Nabi saw mengingatkan: “Ada dua nikmat yang
kebanyakan manusia tertipu di dalamnya: kesehatan dan waktu luang (kekosongan)” (HR.
Bukhari dari Ibnu Abbas).
Waktu luang adalah “kekosongan”: kosong dari kegiatan yang positif. Jangan biarkan waktu
itu kosong melompong dan berlalu tanpa makna. Bukankah waktu luang bias diisi dengan
membaca Alquran, shalat Dhuha, shalat Witir, shalat Tahajjud, dan sebagainya. Janganlah
waktu luang itu dikhianati dengan “senda gurau” yang tak bermakna. Karena jumlah waktu
itu sama di mana saja, 24 jam.
Kelima, hidup.
Kesempatan hidup hanya sekali. Umur begitu singkat. Kita mengira umur itu begitu panjang.
Padahal ia hanya terdiri dari tiga helaan nafas: nafas yang lalu, yang sudah kita hempaskan;
nafas yang sedang kita hirup dan akan kita hembuskan; dan terakhir nafas yang akan datang.
[7]

Kita hidup di dunia laksana seorang musafir. Tidak ada yang berharga bagi seorang musafir
selain “bekal”. Maka sejatinya, dunia ini adalah “pohon yang rindang”, tempat berteduh sang
musafir. Jika ia tertipu dengan indahnya pohon tempatnya berteduh, ia tidak akan sampai
pada tujuan.

Hadirin sidang Jamaah Jumat yang dimuliakan oleh Allah SWT

Kematian adalah suatu peristiwa yang mesti terjadi pada semua makhluk hidup sebagai tanda
habisnya masa kontrak di dunia. Firman Allah surat al-Imran ayat 185.

Artinya: “ setiap makhluk (berjiwa) pasti mengalami mati).”


Dunia ini adalah tempat berbuat dan berbuat, tempat untuk berusaha dan bekerja, tempat
untuk melakukan perbuatan baik dan meninggalkan perbuatan jahat. Tempat untuk mencari
bekal untuk kehidupan akhirat kelak.

Firman Allah: Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan)
negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan
berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah Telah berbuat baik, kepadamu, dan
janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang-orang yang berbuat kerusakan.

Hadirin sidang Jamaah Jumat yang dimuliakan oleh Allah SWT

Supaya manusia termotivasi untuk bisa memanfaatkan waktunya dengan sebaiknya, ada tiga
pertanyaan mendasar mengenai keberadaan dan tujuan manusia di dunia ini dan pertanyaan
itu berlaku sepanjang masa. Tiga pertanyaan tersebut akan membekas dalam hati manusia
jika ia menjawabnya dengan penuh perenungan.

Pertanyaan pertama, darimana aku?

Pertanyaan kedua, untuk apa aku diciptakan?

Pertanyaan ketiga, kemanakah tujuanku?

Anda mungkin juga menyukai