Anda di halaman 1dari 7

Kewajiban Menggunakan Jilbab pada Perda Maros Nomor 16 Tahun 2005

Setiap warga negara memiliki hak untuk mengekspresikan dirinya temasuk


dalam tata cara berpakaian sesuai yang tekandung pada Pasal 28 dan kini
dipertegas dalam pasal 28E ayat (3) UUDNRI 1945. Hal ini menandakan bahwa kita
tidak dibatasi dalam memilih dan mengenakan pakaian sesuai dengan yang kita
inginkan, asalkan masih sesuai dengan etika dan norma yang berlaku di masyarakat.
Dengan berpakaian sesuai dengan apa yang kita inginkan, hal tersebut akan
memberikan rasa percaya diri yang lebih kepada kita, karena kita tidak merasakan
tekanan ataupun keterpaksaan dalam mengenakan pakaian atau atribut yang
menempel dalam diri kita.

Penjelasan tersebut berbanding terbalik dengan apa yang tercantum dalam


Perda Maros Nomor 16 Tahun 2005, yang didalamnya mengatur tentang tata cara
berpakain bagi muslim dan muslimah yang mewajibkan ASN dan peserta didik untuk
mengenakan jilbab, dan juga menekankan masyarakat untuk memakai jilbab dalam
kehidupan sehari-harinya.

Dalam Permendikbud nomor 45 tahun 2014 tentang penggunaan seragam,


tidak boleh adanya pemaksaan bahwa peserta didik harus menggunakan seragam
serta atribut dari suatu agama tertentu karena peserta didik harus mampu
merefleksikan Kebhinekaan. Hal tersebut sangat bertentangan dengan Perda Maros
yang mewajibkan peserta didik untuk mengenakan jilbab di lingkungan sekolah.
Peserta didik tidak mendapatkan kebebasannya dalam berpakaian akibat Perda
Maros Nomor 16 Tahun 2005 tersebut.

Begitu juga dengan ASN di daerah Maros. Mereka terhalang untuk


mengekspresikan dirinya dalam berpakaian. Padalah dalam Permendagri Pasal 24
Nomor 11 mengatakan “ASN di lingkungan Kementerian Dalam Negeri dan
Pemerintah Daerah wajib: a. berpakaian dinas dengan atribut lengkap; b. rambut
dipotong pendek rapi dan sesuai dengan etika bagi Pria; dan c. tidak mewarnai
rambut yang mencolok.” Dari pasal tersebut tidak ada bunyi yang mewajibkan
bahwa ASN haru mengenakan jilbab, dan menjadikan jilbab adalah atribut yang
bersifat optional. Dengan pasal tersebut menandakan bahwa Perda Maros Nomor 16
ini bertentangan denga pasal yang ada di atasnya.

Memakai jilbab memang merupakan bagian ibadah kepada Allah SWT dan
juga sudah menjadi identitas bagi muslimah. Tetapi memaksa orang lain untuk
mengenakan jilbab merupakan tindakan yang kurang tepat dan melanggar hak
kebebasan setiap manusia. Sebenarnya tidak ada salahnya jika menjadikan Perda
sebagai sarana untuk menyerukan ajaran islam, akan tetapi hal tersebut menjadi
kurang etis apabila terdapat unsur paksaan bagi orang lain untuk mengikuti apa
yang kita inginkan, termasuk memaksa dalam mengenakan jilbab.

Memaksa orang lain mengenakan hijab di muka umum dapat dijerat Pasal
156a Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dengan ancaman kurungan 5
tahun penjara. Bunyi dari pasal 156 sendiri adalah “ Barangsiapa dimuka umum
menyatakan perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap sesuatu
atau beberapa golongan penduduk Negara Indonesia, dihukum penjara selama-
lamanya empat tahun.” Golongan yang dimaksud adalah tiap-tiap bagian penduduk
Indonesia, yang berbeda dengan sesuatu karena bangsanya (ras), agamanya,
tempat asalnya, keturunannya, kebangsaannya atau keadaan hukum negaranya.
Sedangkan pada pasal 156a KUHP berbunyi “ Barangsiapa dengan sengaja dimuka
umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan; (a). Pada pokoknya
bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang
dianut di Indonesia dapat dipidana penjara selama-lamanya lima tahun. ” Di dalam
pasal ini secara tegas menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk beribadah
sesuai kepercayaannya masing-masing. Dapat dikartikan bahwa tidak ada dan tidak
boleh memaksakan ajaran agama kepada siapapun.

Padahal dalam islam kasih sayang dan toleransi dianggap sebagai


karakteristik penting umat muslim. Selain itu, agama islam juga melarang segala
bentuk pemaksaan dalam menyebarkan ajarannya. Dakwah atau menyampaikan
ajaran Islam memang dianggap sebagai kewajiban bagi umat muslim, tetapi islam
menekankan pentingnya melakukannya dengan cara yang baik, bijaksana, dan
penuh hikmah.
Dalam Al-Qur'an surat An-Nahl ayat 125, Allah SWT berfirman, "Serulah
(manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan
bantahlah mereka dengan cara yang baik." Ayat ini menggaris bawahi pentingnya
menyampaikan ajaran islam melalui pendekatan yang lembut, bijaksana, dan
mengutamakan kebaikan. Umat Muslim diarahkan untuk menggunakan
kebijaksanaan dan kebaikan dalam berinteraksi dengan orang lain, termasuk dalam
dakwah mereka.

Dalam Islam, niat yang tulus dan ikhlas sangatlah penting. Seorang individu
tidak boleh masuk Islam dengan niat selain karena Allah SWT, artinya keyakinan dan
keputusan untuk memeluk agama Islam haruslah didasarkan pada ketulusan hati
dan keinginan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Selain itu, Islam juga menekankan bahwa semua ibadah harus dilakukan
dengan niat yang lurus, yaitu semata-mata untuk mengharapkan keridhaan Allah
SWT. Ibadah yang dilakukan dengan niat selain kepada Allah SWT tidak akan
diterima.

Agama Islam juga menekankan pentingnya kebebasan memilih dan ketulusan


dalam menjalankan perintah agama. Tidak boleh ada pemaksaan dalam agama
Islam, karena agama mengajarkan bahwa keimanan dan ibadah haruslah berasal
dari kehendak bebas individu yang tulus. Apabila seseorang dipaksa untuk
melakukan sesuatu, termasuk dalam hal beragama, maka hal tersebut tidak akan
memiliki nilai dan akhirnya dapat menimbulkan perlawanan atau ketidakpuasan.

Meskipun menuai berbagai kontroversi dan melanggar kebebasan, nyatanya


Perda Maros Nomor 16 ini masih berlaku sampai sekarang. Dapat dibuktikan Perda
ini masih memiliki status ‘berlaku’ di dalam Perda Maros yang dapat diakses secara
online. Hal ini sangat disayangkan karena kebebasan ASN dan peserta didik dalam
berpakaian perlu dipertanyakan.

Sebagai mahasiswa yang mengetahui hal ini kami sepatutnya menyuarakan


ketidakbenaran perda Maros ini dengan cara menyerukan suara kita melalui media
sosial sebagai pemanfaatan dari kemajuan teknologi dengan harapan ketika semakin
terbukanya pemikiran dan pandangan masyarakat Indonesia, jajaran pemerintah
daerah Maros dapat mempertimbangkan kembali perda yang telah dibuatnya agar
diubah menjadi sesuai dengan peraturan-peraturan Indonesia yang ada di atasnya,
sehingga tidak ada penyelewengan perda terhadap peraturan-peraturan di atasnya
di Negara Indonesia ini, serta ASN dan peserta didik di Maros dapat menggunakan
haknya dalam kebebasan berpakaian.
KESIMPULAN

Setiap warga negara memiliki hak untuk mengekspresikan dirinya temasuk


dalam tata cara berpakaian sesuai yang tekandung pada Pasal 28 dan kini
dipertegas dalam pasal 28E ayat (3) UUDNRI 1945. Penjelasan tersebut berbanding
terbalik dengan apa yang tercantum dalam Perda Maros Nomor 16 Tahun 2005,
yang di dalamnya mengatur tentang tata cara berpakaian bagi muslim dan muslimah
yang mewajibkan ASN dan peserta didik untuk mengenakan jilbab, dan juga
menekankan masyarakat untuk memakai jilbab dalam kehidupan sehari-harinya.

Dalam Permendikbud nomor 45 tahun 2014 tentang penggunaan seragam,


tidak boleh adanya pemaksaan bahwa peserta didik harus menggunakan seragam
serta atribut dari suatu agama tertentu karena peserta didik harus mampu
merefleksikan Kebhinekaan. Peserta didik tidak mendapatkan kebebasannya dalam
berpakaian akibat Perda Maros Nomor 16 Tahun 2005 tersebut. Begitu juga dengan
ASN di daerah Maros. Mereka terhalang untuk mengekspresikan dirinya dalam
berpakaian.

Memakai jilbab memang merupakan bagian ibadah kepada Allah SWT dan
juga sudah menjadi identitas bagi muslimah. Akan tetapi, hal tersebut menjadi
kurang etis apabila terdapat unsur paksaan bagi orang lain untuk mengikuti apa
yang kita inginkan, termasuk memaksa dalam mengenakan jilbab. Memaksa orang
lain mengenakan hijab di muka umum dapat dijerat Pasal 156a Kitab Undang-
undang Hukum Pidana (KUHP) dengan ancaman kurungan 5 tahun penjara. Selain
itu, Islam juga menekankan bahwa semua ibadah harus dilakukan dengan niat yang
lurus, yaitu semata-mata untuk mengharapkan keridhaan Allah SWT. Ibadah yang
dilakukan dengan niat selain kepada Allah SWT tidak akan diterima. Agama Islam
juga menekankan pentingnya kebebasan memilih dan ketulusan dalam menjalankan
perintah agama. Tidak boleh ada pemaksaan dalam agama Islam, karena agama
mengajarkan bahwa keimanan dan ibadah haruslah berasal dari kehendak bebas
individu yang tulus. Apabila seseorang dipaksa untuk melakukan sesuatu, termasuk
dalam hal beragama, maka hal tersebut tidak akan memiliki nilai dan akhirnya dapat
menimbulkan perlawanan atau ketidakpuasan.

Meskipun menuai berbagai kontroversi dan melanggar kebebasan, nyatanya


Perda Maros Nomor 16 ini masih berlaku sampai sekarang. Sebagai mahasiswa yang
mengetahui hal ini kami sepatutnya menyuarakan ketidakbenaran perda Maros ini
dengan cara menyerukan suara kita melalui media sosial sebagai pemanfaatan dari
kemajuan teknologi dengan harapan ketika semakin terbukanya pemikiran dan
pandangan masyarakat Indonesia, jajaran pemerintah daerah Maros dapat
mempertimbangkan kembali perda yang telah dibuatnya agar diubah menjadi sesuai
dengan peraturan-peraturan Indonesia yang ada di atasnya, sehingga tidak ada
penyelewengan perda terhadap peraturan-peraturan di atasnya di Negara Indonesia
ini, serta ASN dan peserta didik di Maros dapat menggunakan haknya dalam
kebebasan berpakaian.
https://ro-organisasi.jatimprov.go.id/assets/peraturan/Permendagri-2020-11-
Pakaian_Dinas_Aparatur_Sipil_Negara_di_lingkungan_Kementerian_Dalam_Negeri_d
an_Pemerintah_Daerah.pdf

https://jogjaprov.go.id/berita/sekolah-negeri-tidak-boleh-memaksa-murid-
memakai-atribut-agama-tertentu

https://klikhukum.id/memaksa-pakai-hijab-adalah-perbuatan-melanggar-
hukum/

https://www.katalogika.com/hukum/pr-1444284039/paksa-gunakan-hijab-
dimuka-umum-dijerat-pasal-156a-kuhp#:~:text=KATA%20LOGIKA%20%2D
%20Memaksa%20gunakan%20hijab,dan%20termasuk%20dalam%20penodaan
%20agama.

Anda mungkin juga menyukai