Anda di halaman 1dari 94

ADMINISTRASI DAN

MANAJEMEN
Garis batas antara administrasi dan manajemen sangat tipis
dan tidak jelas. Mereka kelihatannya serupa, tetapi sangat
berbeda satu sama lain. Administrasi berarti proses mengelola
keseluruhan organisasi secara efektif. Manajemen adalah
tindakan menyelesaikan pekerjaan melalui yang lainnya. Kita
sering kali mudah bingung antara keduanya. Namun, titik
perbedaan utama antara keduanya adalah bahwa manajemen
dapat dipertanggungjawabkan terhadap administrasi.
A. Administrasi
1. Pengertian Administrasi
Administrasi berasal dari bahasa Latin : Ad = intensif dan
ministrare= melayani, membantu, memenuhi. Administrasi
merujuk pada kegiatan atau usaha untuk membantu,
melayani, mengarahkan, atau mengatur semua kegiatan di
dalam mencapai suatu tujuan.
 Administer = pembantu, abdi, kakitangan,
penganut.
 Adminitratio = pemberian bantuan, pemeliharaan,
perlakuan, pelaksanaan, pimpinan, pemerintahan,
pengelolaan.
 Administro = membantu, mengabdi, memelihara,
menguruskan, memimpin, mengemudikan,
mengatur.
 Administrator = pengurus, pengelola, pemimpin.
Administrasi adalah proses yang pada umumnya
terdapat pada semua usaha kelompok, pemerintah atau
swasta, sipil atau militer, besar atau kecil (White, 1958).

1
Administrasi sebagai kegiatan kelompok yang
mengadakan kerjasama guna menyelesaikan tugas bersama
(Simon, 1958).
Administrasi didefinisikan sebagai bimbingan,
kepemimpinan dan pengawasan usaha kelompok individu
guna mencapai tujuanbersama (Newman, 1963).
Dalam Bahasa Indonesia, administrasi dibedakan dalam
2 pengertian, yaitu :
a. Administrasi dalam arti Sempit
 FX. Soedjadi (1989), Administrasi berasal dari bahasa
Belanda, “Administratie” yang merupakan pengertian
Administrasi dalam arti sempit, yaitu sebagai kegiatan
tata usaha kantor (catat-mencatat, mengetik,
menggandakan, dan sebagainya). Kegiatan ini dalam
bahasa Inggris disebut : Clerical works
 Prajudi Atmosudirjo (1980), Tatausaha pada
hakikatnya merupakan pekerjaan pengendalian (the
handling) informasi.
 J. Wajong (1962), Kegiatan administrasi meliputi
pekerjaan tatausaha yang bersifat mencatat segala
sesuatu yang terjadi dalam organisasi untuk menjadi
bahan keterangan bagi pimpinan.
 Ali Mufiz yang mengutip pendapat Munawardi
Reksohadiprawiro (1984), Administrasi berarti
tatausaha yang mencakup setiap pengaturan yang
rapi dan sistematis serta penentuan fakta-fakta secara
tertulis dengan tujuan memperoleh pandangan yang
menyeluruh serta hubungan timbal balik antara satu
fakta dengan fakta lainnya.
b. Administrasi dalam arti Luas
 S.P. Siagian (1973), Administrasi berasal dari bahasa
Inggris “Administration” yaitu proses kerjasama
antara dua orang atau lebih berdasarkan rasionalitas

2
tertentu untuk mencapai tujuan bersama yang telah
ditentukan.
 The Liang Gie (1980), Administrasi adalah segenap
rangkaian kegiatan penataan terhadap pekerjaan
pokok yang dilakukan oleh sekelompok orang dalam
kerja sama mencapai tujuan tertentu.
 Sondang P. Siagian (1980), Administrasi adalah
keseluruhan proses pelaksanaan kegiatan yang
dilakukan oleh dua orang atau lebih yang terlibat
dalam suatu bentuk usaha kerja sama demi
tercapainya tujuan yang ditentukan sebelumnya.
 Ensiklopedia Indonesia (1980), Administrasi (lat.
Administrare), meliputi segala proses pelaksanaan
tindakan kerja sama sekelompok manusia untuk
mencapai suatu tujuan yang telah ditentukan.
 Dwight Waldo (1971), Administrasi adalah suatu daya
upaya manusia yang kooperatif, yang mempunyai
tingkat rasionalitas tinggi.
 Stephen P. Robins (1983), Administrasi adalah
keseluruhan proses dari aktivitas-aktivitas
pencapaian tujuan secara efesien dengan dan melalui
orang lain.

2. Konsep Dasar Administrasi


a. Administrasi sebagai Seni
Sebagaimana dikemukakan pada uraian dimuka,
bahwa gerakan manajemen ilmiah yang dipelopori F.W.
Taylor tahun 1886 menandai berakhirnya status
administrasi dan manajemen sebagai seni semata-mata,
dan mulai berdwistatus, yaitu disamping sebagai seni
juga sebagai ilmu.
Istilah “seni” atau art ini berasal dari bahasa Latin
yang berarti “skill”atau keahlian, kemahiran yang timbul

3
dari dalam untuk mewujudkan sesuatu. Dengan
demikian, administrasi dan manajemen yang dianggap
seni adalah keahlian atau kemampuan kerja untuk
mencapai sesuatu hasil yang diinginkan atau dengan
kata lain administrasi dan manajemen ditinjau dari segi
praktisnya.
Menurut The Liang Gie dalam buku Kamus
Administrasi menjelaskan mengenai hal ini sebagai
berikut : Pengertian seni Administrasi biasanya
dilawankan denga ilmu Administrasi (The Science of
Administration). Di sini, seni administrasi diartikan
sebagai penggunaan kemahiran, kecerdikan,
pengalaman, firasat dan penerapan pengetahuan secara
sistematis yang dilakukan oleh seorang pejabat
pimpinan dalam suatu usaha kerja sama sehingga tujuan
usaha itu tercapai.
b. Administrasi sebagai Ilmu
Disamping administrasi dan manajemen sebagai seni
juga sebagai ilmu. Administrasi sebagai ilmu melalui
perjuangan yang cukup lama dan diawali dengan
praktek, ingat penyelidikan yang dilakukan oleh F.W.
Taylor dan Henri Fayol yang kemudian melahirkan teori-
teori yang sangat diperlukan dalam usaha meningkatkan
efesiensi perusahaan. Kemudian perkembangan
selanjutnya, administrasi tergolong sebagai ilmu karena
telah memenuhi syarat-syarat ilmu pengetahuan.
Adapun syarat-syarat yang dimaksud adalah :
1) Tersusun secara sistematis
2) Obyektif-rasionil sehingga dapat dipelajari
3) Menggunakan metode ilmiah
4) Mempunyai prinsip-prinsip tertentu
5) Dapat dijadikan teori.
Semua syarat-syarat tersebut telah dipenuhi oleh
Administrasi, seperti sistematika dapat dilihat dari segi

4
unsur-unsurnya, obyek permasalahannya yaitu soal-soal
kegiatan manusia dalam bekerja sama untuk mencapai
tujuan yang telah ditentukan, hal ini dapat ditelaah
secara obyektif dan rasionil. Sedangkan mengenai
metode penyelidikannya meliputi pengamatan,
percobaan dan analisis. Dan prinsip-prinsipnya ialah
dari segi efesiensi.
Selanjutnya sebagai bukti administrasi dan
manajemen sebagai ilmu pengetahuan ialah adanya
lembaga-lembaga pendidikan yang membina ilmu
administrasi ini. Seperti AIA (Akademi Ilmu
Administrasi), STAN (Sekolah Tinggi Administrasi
Negara), Jurusan Administrasi Niaga/Negara dari
perguruan tinggi baik yang berstatus negeri maupun
swasta.
Disamping itu sebagai bukti pula beberapa sarjana
yang berpendapat bahwa Administrasi sebagai ilmu
diantaranya dapat dikemukakan sebagai berikut :
Luther Gullick, beliau mengatakan bahwa
Administrasi berkenaan dengan terciptanya tujuan yang
telah ditentukan. Jadi ilmu Administrasi adalah system
pengetahuan, dengan pengetahuan tersebut manusia
dapat mngerti hubungan-hubungan, meramalkan akibat-
akibat dengan mempengaruhi hasil-hasil pada suatu
keadaan di mana orang-orang secara teratur bekerja
sama untuk tujuan bersama. Dalam ilmu Administrasi,
baik Administrasi negara, Administrasi swasta hal baik
menjadi asasnya ialah efisiensi. Tujuan pokok lmu
Administrasi adalah terselenggaranya pekerjaan dengan
penggunaan tenaga manusia dan benda yang sedikit-
dikitnya.
Siagian (1977) mengemukakan pula bahwa, ilmu
pengetahuan didefenisikan sebagai suatu obyek ilmiah
yang memiliki sekelompok prinsip, dalil dan rumus

5
melalui percobaan-percobaan yang sistematis dilakukan
berulang kali telah teruji kebenarannya, prinsip-prinsip,
dalil-dalil dan rumus-rumus mana dapat diajarkan dan
dipelajari. Administrasi adalah suatu obyek ilmiah, yang
telah memiliki prinsip-prinsip, rumus-rumus, dalil-dalil
sehingga ia merupakan ilmu pengetahuan.
Akan tetapi harus diingat bahwa ilmu Administrasi
yang tergolong kedalam ilmu-ilmu sosial mempunyai
karakterstik yang berbeda dengan karateristik ilmu-
ilmu eksakta. Ilmu-ilmu eksakta mempunyai karateristik
utama, yaitu bahwa keseluruhan prinsip-prinsip, rumus-
rumus dan dalil-dalilnya berlaku universal dan dapat
diterapkan melalui proses adopsi karena prinsip-prinsip,
rumus-rumus dan dalil-dalil tersebut tidak mengenal
batas waktu dan tempat. Dimanapun, bilamanapun dan
oleh siapapun diterapkan pasti mendatangkan hasil yang
sama. Misalnya, jumlah sudut suatu segi tiga berjumlah
180 derajat.
Sebaliknya, ilmu-ilmu sosial memang juga mempunyai
prinsip-prinsip, rumus-rumus dan dalil-dalil yang
bersifat universal. Akan tetapi didalam penerapannya
harus di sesuaikan dengan kondisi, tempat, waktu, dan
manusia agar memberikan hasil yang diharapkan. Satu-
satunya rumus yang sungguh-sungguh berlaku bagi
ilmu-ilmu sosial ialah : Dalam ilmu-ilmu sosial satu-
satunya kepastian adalah ketidakpastian.
Memperhitungkan faktor keadaan, tempat, waktu, dan
manusia dan ilmu Administrasi disebut
memperhitungkan faktor-faktor ekologis ( lingkungan ).
Dengan demikian jelas sekali bahwa Administrasi
disamping sebagai seni, juga sebagai ilmu. Hal ini diakui
oleh Siagian di mana beliau mengemukakan sebagai
berikut : “Administrasi sekarang ini dikenal
sebagai Artistic Science karena didalam penerapannya

6
seninya masih tetap memegang peranan yang
menentukan, sebaliknya seni Administrasi dikenal
sebagai suatu Scientific Art, karena seni itu sudah
didasarkan atas sekelompok prinsip-prinsip yang telah
teruji kebenarannya “.
c. Administrasi sebagai Bidang Studi atau Disiplin
Akademik
Perkembangan dewasa ini menunjukkan bahwa disiplin
ilmu administrasi telah diajarkan dan sekaligus menjadi
bidang studi dan kajian dalam Fakultas Ilmu
Administrasi dengan spesialisasi administrasi negara
dan administrasi niaga.
d. Administrasi sebagai Profesi
Hal ini dapat dijabarkan sebagai berikut :
1) Profesi memiliki badan pengetahuan dan teori yang
esoterik artinya tidak dimiliki oleh sembarang orang
kecuali yang sudah pernah mendapatkannya
2) Profesi merupakan suatu keahlian yang diperoleh
melalui proses pendidikan formal yang ketat, melalui
latihan dan pengalaman dalam praktek
3) Profesi memiliki kode etik yang ketat yang mengatur
hubungan antar anggota profesional dan anggota
profesional dan pelanggan, konsumen atau klien
4) Profesi mempunyai tanggung jawab dan dedikasi
sosial dan institusional atau organisasional sesuai
dengan kode etik
5) Profesi memiliki perhimpunan yang mendapat
pengakuan dari Pemerintah, masyarakat dan
lingkungan
6) Untuk memasuki profesi ditetapkan berdasarkan
kriteria dan syarat-syarat tertentu.

3. Unsur-unsur Administrasi
a. Organisasi

7
Organisasi adalah sistem usaha kerjasama sekelompok
orang yang terikat secara formal untuk mencapai tujuan
yang telah ditentukan sebelumnya
b. Manajemen
Manajemen adalah kemampuan manajer untuk
menggerakkan orang dan mengerahkan segenap fasilitas
yang ada dalam organisasi untuk mencapai tujuan yang
telah ditentukan sebelumnya.
c. Komunikasi
Komunikasi adalah proses penyampaian informasi atau
berita dari satu pihak ke pihak lain sehingga timbul
adanya timbal balik dan saling pengertian.
d. Kepegawaian
Kepegawaian adalah suatu proses untuk merencanakan,
mengembangkan, dan memelihara potensi-potensi yang
ada pada manusia untuk mencapai tujuan.
e. Perbekalan
Perbekalan adalah kegiatan mengadakan,
mendayagunakan dan memelihara sarana, prasarana,
yang sudah tidak layak digunakan.
f. Keuangan
Keuangan adalah proses yang berkenaan dengan
pengadaan, pengalokasian, penggunaan dan
pertanggungjawaban tentang uang.

g. Ketatausahaan
Ketatausahaan adalah proses menghimpun, mencatat,
mengolah, mengirim dan menyimpan bahan-bahan
informasi.

B. Manajemen
1. Pengertian Manajemen
Seperti ilmu-ilmu yang lain manajemen sulit
didefinisikan, adapun pengertian yang ada hanya

8
pengertian dari para ahli manajemen. Dalam kenyataannya
tidak ada pengertian manajemen yang dapat diterima
secara umum di masyarakat. Berikut ini diuraikan
pengertian manajemen dari para ahli:
a. Marry Parker Follet
Manajemen merupakan seni dalam menyelesaikan
pekerjaan melalui orang lain.Pengertian ini memberikan
penjelasan bahwa manajemen dapat
dilaksanakandengan adanya campur tangan orang lain,
tanpa bantuan orang lain manajemen sulit untuk
dilaksanakan.
b. Stoner
Manajemen adalah proses perencanaan,
pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan usaha-
usaha para anggota organisasi dan penggunaan sumber
daya organisasi lainnya agar mencapai tujuan organisasi
yang telah ditetapkan.
c. George R. Terry
Manajemen adalah suatu proses atau kerangka kerja
yang melibatkan bimbingan atau pengarahan suatu
kelompok orang-orang ke arah tujuan-tujuan
organisasional maksud yang nyata.
d. Hilman
Manajemen ialah sebuah fungsi yang bertujuan untuk
mendapatkan sesuatudengan kegiatan orang lain &
mengawasi berbagai usaha individu agar mencapai
tujuan yang sama. Manajemen merupakan kolektivitas
dari berbagai orang yangmelakukan suatu aktivitas
manajemen. Jadi bisa dikatakan, bahwa beberapa
orangyang sedang melakukan suatu aktivitas
manajemen dalam suatu organisasi tertentu disebut
manajemen.
Dari pengertian beberapa ahli di atas kita dapat
menyimpulkan bahwa manajemenmerupakan suatu proses

9
yang terdiri dari empat unsur pokok yaitu: perencanaan,
pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan yang
dilakukan kepada orang-orang dan sumber daya yang ada
untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Seperti yang
telah disebutkan diatas bahwa dalam manajemen ada 4
unsur pokok yaitu:
a. Perencanaan (Planning)
Para manajer memikirkan perencanaan-perncanaan
terlebih dahulu sebelum melaksanakan suatu kegiatan.
Tentunya perencanaan ini adalah hasil pemikiran yang
mendalam dan bukan merupakan suatu firasat tertentu.
b. Pengorganisasian (Organizing)
Orang-orang, sumber daya dan hal lain yang ada dalam
suatu perusahaan harusdiorganisasikan sedemikian
rupa sehingga tujuan organisasi dapat tercapai.
c. Pengarahan (Actuating)
Manajer tidak dapat mencapai tujuan dengan usaha yang
dilakukan oleh seorang diri akan tetapi manajer
membutuhkan orang lain dalam artian tenaga kerja
dalam mencapai tujuan. Tujuan akan tercapai apabila
ada pengarahan dari manajer, pengarahan ini berguna
sebagai panduan dasar bagi para tenaga kerja dalam
melaksanakan tugasnya dalam rangka pencapaian
tujuan.
d. Pengawasan (Controlling)
Suatu usaha membutuhkan pengawasan dari manajer,
pengawasan ini bertujuan untuk membatasi
kegiatan/tindakan yang menyimpang dari tujuan
perusahaan. Bila ada satu unsur yang menyimpang
manajer harus membetulkannya
2. Konsep Dasar Manajemen
a. Manajemen sebagai ilmu
Dalam Ilmu Pengetahuan (science) manajemen selalu
berusaha secara sistematis agar dapat memahami

10
bagaimana dan mengapa manusia harus bekerja
bersama agar dapat mencapai tujuan & membuat
sebuah sistem kerjasama ini bisa bermanfaat bagi
kepentingan kemanusiaan.
b. Manajemen sebagai seni
Manajemen merupakan sebuah seni untuk tercapainya
suatu hasil yang optimal dengan usaha yang standar,
dan juga agar tercapainya sebuah kebahagiaan dan
kesejahteraan yang optimal bagi sebuah pemimpin
maupun pekerja serta mampu memberikan layanan
yang sangat baik bagi masyarakat.
c. Manajemen sebagai profesi
Ialah suatu bidang pekerjaan atau kegiatan yang
dikerjakan oleh banyak orang yang mempunyai
keterampilan dan keahlian sebagai pemimpin, manajer
atau leader pada sebuah perusahaan atau organisasi
tertentu.
d. Manajemen sebagai proses
Manajemen merupakan sebuah proses khas yang
terdiri dari sebuah tindakan yang direncanakan,
diorganisasikan, dilaksanakan dan dikendalikan
dimana pada masing-masing bidang tersebut
menggunakan ilmu pengetahuan dan skill yang diikuti
secara urut dalam usaha untuk mencapai sasaran dan
tujuan yang telah ditentukan
3. Perkembangan Teori Manajemen
Dalam modul ini akan dibahas tiga aliran pemikiran
manajemen yaitu: aliran klasik (yang dibagi menjadi
aliran manajemen ilmiah dan aliran manajemen teori
organisasi klasik), aliran hubungan manusiawi (aliran
neoklasik) dan aliran manajemen modern.
a. Teori manajemen klasik
1) Perkembangan awal teori manajemen

11
Robert Owen pada permulaan tahun 1800-an
menekankan pentingnya unsur manusia dalam
produksi. Dia mengemukakan bahwa melalui
perbaikan kondisi karyawanlah yang akan
menaikkan produksi dan keuntungan serta investasi
yang paling menguntungkan adalah karyawan.
Charles Babbage (1792-1871) mencurahkan
waktunya untuk membuat operasi-operasi pabrik
menjadi lebih efisien. Dia prcaya bahwa aplikasi-
aplikasi prinsip ilmiah dalam proses kerja akan
meningkatkan produktifitas dan menurunkan biaya.
2) Manajemen ilmiah
Frederick W. Taylor (1856-1915) mengembangkan
manajemen ilmiah pertama kali sekitar tahun 1900-
an. Dia mengartikan manajemen ilmiah sebagai
penerapan metode ilmiah pada studi, analisa dan
pemecahan masalah-masalaah 8 organisasi,
manajemen ilmiah adalah seperangkat mekanisme-
mekanisme atau teknik-teknik untuk meningkatkan
efisiensi kerja organisasi.
3) Teori organisai klasik
Henri Fayol (1841-1925) dalam teori
administrasinya Fayol merinci manajemen menjadi
lima unsur yaitu perencanaan, pengorganisasian,
pemberian perintah, pengkoordinasian dan
pengawasan. Fayol membagi operasi-operasi
perusahaan menjadi enam kegiatan, yang semuanya
saling tergantung satu dengan yang lain. Kegiatan-
kegiataan tersebut adalah: teknik; produksi dan
manufacturing produk, komersial; pembelian bahan
baku dan penjualan produk, keuangan; perolehan
dan penggunaan modal, keamanan; perlindungan
karyawan dan kekayaan, akuntansi; pelaporan dan

12
pencatatan biaya, laba dan utang, pembuata neraca
dan pengumpulan data statistik.
b. Aliran hubungan manusiawi
Aliran ini muncul karena ketidakpuasan atas apa yang
dikemukakan mengenai pendekatan klasik karena
pendekatan klasik tidak sepenuhnya menghasilkan
efisiensi produksi dan keharmonisan kerja. Para manajer
masih menghadapi kesulitan-kesulitan karena karyawan
tidak selalu mengikuti pola-pola perilaku yang rasional.
Sehingga pembahasan “sisi perilaku manusia” dalam
organisasi menjadi penting. Hugo Munsterbeg (1863-
1916) sebagai pencetus psikologi industri menguraikan
penerapan peralataan-peralatan psikologi untuk
membantu pencapaian tujuan produktifitas. Dia
menyarankan penggunan teknik-teknik teknologi
eksperimen. Sebagai contoh berbagai metode tentang
psikologi dapat digunakan untuk memilih karakteristik
tertentu yang cocok dengan kebutuhan 9 suatu jabatan.
Untuk mencapai peningkatan produktifitas dapat
dilakukan melalui penemuan best possible person,
penciptaan best possible work, penggunaan best
possible effect untuk memotivasi karyawan.
c. Aliran manajemen modern
Masa manajemen modern berkembang melalui dua jalur
yang berbeda. Jalur pertama merupakan pengembangan dari
aliran hubungan manusiawi yang dikenal sebagai perilaku
organisasi, dan yang lain dibangun atas dasar manajemen
ilmiah, dikenal sebagai aliran kuantitatif (operation search dan
management science atau manajemen operasi).

C. Perbedaan Utama Antara Manajemen dan Administrasi


Perbedaan utama antara manajemen dan administrasi
adalah sebagai berikut:

13
1. Manajemen adalah cara sistematis dalam mengatur
orang dan hal-hal di dalam organisasi. Administrasi
didefinisikan sebagai suatu tindakan mengelola
keseluruhan oganisasi oleh sekelompok orang.
2. Manajemen adalah aktivitas pada tingkat fungsional dan
bisnis, sementara administrasi adalah aktivitas pada
level tinggi.
3. Manajemen memainkan peran eksekutif di organisasi.
Tidak seperti administrasi yang memiliki peran
menentukan.
4. Administrasi menentukan semua keputusan penting dari
organisasi sementara manajemen membuat keputusan
di dalam batas yang ditentukan administrasi.
5. Suatu kumpulan orang yang merupakan karyawan dari
organisasi secara kolektif disebut sebagai manajemen. Di
sisi lain, administrasi mewakili pemilik dari organisasi.
6. Manajemen bisa dilihat pada organisasi yang
menghasilkan keuntungan seperti usaha bisnis.
Sebaliknya, administrasi ditemukan pada kantor
pemerintah dan militer, perkumpulan, rumah sakit,
organisasi keagamaan, dan semua usaha yang tidak
menghasilkan profit.
7. Manajemen merupakan semua tentag rencana dan
tindakan, tetapi administrasi lebih berhubungan dengan
penyusunan kebijakan dan penentuan tujuan.
8. Manajer mengurus manajemen dari organisasi, sementar
administrator bertanggung jawab untuk administrasi
organisasi.
9. Manajemen berfokus pada pengelolaan orang dan
pekerjaannya. Di sisi lain, adminitrasi berfokus pada
pembuatan pemanfaatan terbaik yang memungkinkan
dari sumber daya organisasi.
Secara teoritis, bisa dibilang bahwa keduanya memiliki
istilah yang berbeda, tetapi secara praktek, Anda akan

14
menemukan bahwa kedua istilah tersebut kurang lebih sama.
Anda akan menyadari bahwa seorang manajer melakukan
kedua aktivitas fungsional dan administratif. Meskipun manajer
yang bekerja pada level yang paling tinggi dikatakan sebagai
bagian dari administrasi walaupun manajer bekerja pada level
bawah atau menengah mewakili manajemen. Jadi, kita bisa
bilang bahwa administrasi di atas manajemen.

15
ADMINISTRASI PENDIDIKAN
PENGERTIAN, SCOPE, DAN FUNGSI POKOK

A. Pengertian Administrasi Pendidikan


Untuk menjelaskan arti Administrasi PAK, ada baiknya kita
terlebih dahulu mengerti tentang pengertian Ilmu Administrasi
pada umumnya. Bahkan dapat pula dikatakan, bahwa
Administrasi Pendidikan adalah penggunaan suatu aplikasi
Ilmu Adminstrasi ke dalam pendidikan. Oleh karena itu sebelum
menguraikan apakah Administrasi PAK itu, ada baiknya kita
mengetahui terlebih dahulu apakah yang dimaksud dengan
Administrasi.
Kata “administrasi” berasal dari bahasa Latin yang terdiri
dari kata “ad” dan “ministrare”. Kata “ad” mempunyai arti yang
sama dengan kata “to” dalam bahasa Inggeris yang berarti ke
atau kepada. Dan “ministrare” sama artinya dengan kata “to
serve” atau to conduct” yang berarti melayani, membantu, atau
mengarahkan. Dalam bahasa Inggeris, “to administer” berarti
pula mengatur, memelihara (to look after), dan mengarahkan 1.
Jadi kata “Administrasi” dapat diartikan sebagai suatu
kegiatan / usaha untuk: membantu, melayani, mengarahkan,
atau mengatur semua kegiatan di dalam mencapai suatu tujuan.
Sekalipun dalam prakteknya Administrasi sudah sejak dahulu
kala dilaksanakan orang, namun admnistrasi sebagai ilmu baru
muncul pada permulaan pertengahan abad ke-19 . Seorang
pelopor dari timbulnya ilmu Administrasi yang bernama
Frederick Taylor (1856) mengemukakan dalam tulisannya
beberapa prinsip manajemen dalam pengelolaan perusahaan
antara lain: prinsip waktu, upah, pemisahan antara
perencanaan dan pelaksanaan, metode kerja, pengawasan, dan

1
M. Ngalim Purwanto Dkk. Administrasi Pendidkan .Jakarta: Mutiara Sumber
Widya.Hlm 11

16
fungsi manajemen. Semua usaha yang produktif harus diukur
dengan waktu yang digunakan, upah harus disesuaikan dengan
hasil dan waktu; pekerja harus mendapat latihan agar mereka
dapat bekerja dengan metode yang praktis dan efektif.
Perkembangan ilmu administrasi yang pada mulanya
bergerak dalam dunia industri dan perusahaan, kemudian
menjalar ke dalam pemerintahan atau negara, sehingga kini kita
mengenal adanya business administration dan governmental
administration atau public administration.
Sekarang kita mengenal Administrasi Pendidikan sebagai
salah satu cabang ilmu administrasi pada umumnya. Para ahli
pendidikan mulai menyadari, bahwa meskipun prinsip-prinsip
administrasi berbagai lapangan memiliki kesamaan, baik dalam
proses maupun tujuannya, namun dalam dunia pendidikan
mempunyai kekhususan yang tidak dapat disamakan begitu saja
dengan dunia perusahaan ataupun pemerintahan. Jika dalam
perusahaan yang diolah adalah benda-benda mati atau bahan-
bahan mentah, maka dalam dunia pendidikan yang diolah
adalah benda-benda hidup atau anak didik. Demikian juga jika
kita tinjau dari tujuannya, peruhaan tujuannya adalah
memperoleh keuntungan yang besar atau menghasilkan
produksi yang sebanyak-banyaknya dengan kualitas yang
tinggi. Sementara dalam dunia pendidikan hasil produksi yang
banyak dan kwlitas tinggi menjadi tujuan, namun hasil produksi
dan kualitas yang diharapkan itu adalah dari anak didik.
a. Pengertian Administrasi Pendidikan
Setelah diuraikan secara singkat bagaimana hubungan
perkembangan ilmu administrasi dan administrasi pendidikan,
sampailah kita sekarang pada pertanyaan: Apakah Administrasi
Pendidikan itu? Samakah Ilmu pendidikan dengan Administrasi
Pendidikan?
Meskipun segala kegiatan yang dilakukan di dalam proses
administrasi pendidikan pada akhirnya bermaksud untuk
mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan namun

17
administrasi pendidikan tidak sama dengan pendidikan. Tidak
semua kegiatan pencapaian tujuan pendidikan itu adalah
administrasi pendidikan. Maka pengertian Administrasi
Pendidikan adalah: “Sekalian usaha serta proses tindakan,
penyelenggaraan, pengaturan, pemenuhan serta pelayanan
yang berlangsung di dalam lembaga pendidikan dalam
mencapai tujuan pendidikan itu secara intensif”.2
Ditinjau dari segi aspeknya, Administrasi Pendidikan dpat
dipahami sebagai berikut:
Pertama: Administrasi Pendidikan mempunyai pengertian
kerja sama untuk mencapai tujuan pendidikan. Seperti kita
ketahui, tujuan pendidikan merentang dari tujuan yang
sederhana sampai dengan tujuan yang kompleks, tergantung
lingkup dan tingkat pengertian pendidikan yang dimaksud.
Tujuan pendidikan Agama dalam satu jam pelajaran di kelas
satu sekolah menengah atas, misalnya, lebih mudah dirumuskan
dan dicapai dibandingkan dengan pendidikan luar sekolah
untuk orang dewasa, atau tujuan pendidikan nasional. Jika
tujuan itu kompleks, maka untuk mencapai tujuan itu juga
kompleks, dan seringkali tujuan yang demikian itu tidak dapat
dicapai oleh satu orang saja, tetapi harus melalui kerja sama
dengan orang lain , dengan segala aspek kerumitannya.
Kedua: Administrasi pendidikan mengandung pengertian
proses untuk mencapai tujuan pendidkan. Proses itu dimulai
dari perencanaan. Pengorgnisasian, pengarahan,
pemanduan,dan penilaian. Perencanaan meliputi kegiatan
menetapkan apa yang ingin dicapai. Bagaimana mencapainya,
berapa lama, berapa orang yang diperlukan dan berapa banyak
biaya. Perencanaan ini dibuat sebelum suatu tindakan
dilaksanakan.

2
R.A. Moerdjono Tjitrodirdjo, Kepemimpinan Admin istrator Pendidikan, IKIP
Semarang, Semarang, 1994, hal 8.

18
Ketiga: Administrasi pendidikan dapat dilihat dengan kerangka
berfikir system. Sistem adalah keseluruhan yang terdiri dari
bagian-bagian dan bagin-bagian itu berinteraksi dalam suatu
proses untuk mengubah masukan menjadi keluaran.
Keempat: Administrasi pendidikan juga dapat dilihat dari segi
manajemen. Jika administrasi dilihat dari sudut ini, perhatian
tertuju kepada usaha untuk melihat apakah pemanfaatan
sumber-sumber yang ada dalam mencapai tujuan pendidikan
sudah mencapai sasaran yang ditetapkan dan apakah dalam
pencapaian tujuan itu tidak terjadi pemborosan. Sumber yang
dimaksud dpat berupa sumber manusia, uang, sarana, dan
prasana maupun waktu.
Kelima: Administrasi pendidikan juga dapat dilihat dari segi
kepemimpinan . Administrasi pendidikan dilihat dari
kepemimpinan merupakan usaha untuk menjawab pertanyaan
bagaimana kemampuan Administrator pendidikan itu, apakah
ia dapat melaksanakan tut wuri handayani, Ing madyo mangun
karso, dan ing karso sung tulodo dalam mencapai tujuan
pendidikan.
Keenam: Administrasi pendidikan juga dapat dilihat dari proses
pengambilan keputusan. Kita tahu bahwa melakukan kerjasama
dan memimpin kegiatan sekelompok orang bukanlah pekerjaan
yang mudah. Setiap kali, administrator dihadapkan kepada
bermacam-macam masalah , dan ia harus memecahkan masalah
itu.
Ketujuh : Administrasi pendidikan juga dapat diliht dari segi
komunikasi. Komunikasi dapat diartikan secara sederhana
sebagai usaha untuk membuat orang lain mengerti apa yang
kita maksudkan dan kita juga mengerti apa yang dimaksudkan
orang lain itu.
Kedelapan: Administrasi seringkali diartikan dalam
popengertin yang sempit yaitu kegiatan ketatausahaan yang in
tinya adalah kegiatan rutin, catat-mencatat,
mendokumentasikan kegiatan, menyelenggarakan surat-

19
menyurat dengan segala aspeknya, serta mempersiapkan
laporan.
Ditinjau dari segi fungsi administrasi pendidikan paparan
tentang fungsi administrasi pendidikan terutama dalam
konteks sekolah perlu dimulai dari tinjauan tetang tujuan
pendidikan. Hal ini disebabkan oleh adanya prinsip bahwa pada
dasarnya kegiatan administrasi pendidikan dimaksudkan untuk
pencapaian tujuan pendidikan itu. Tujuan itu dicapai dengan
melalui serangkaian usaha, mulai dari perencanaan sampai
melaksanakan evaluasi terhadap usaha tersebut. Pada dasarnya
fungsi administrasi merupakan proses pencapaian tujuan
melalui serangkaian usaha itu (Longenecker, 1964). Oleh
karena itu, fungsi administrasi pendidikan dibicarakan sebagai
serangkaian proses kerja sama untuk mencapai tujuan
pendidikan itu.
Tujuan pendidikan perlu dibicarakan di sini karena alasan
sebagai berikut:
a) Tujuan pendidikan merupakan jabaran dari tujuan
pendidikan nasional. Oleh kerena itu, pemahaman
tentang keduanya perlu dilakukan.
b) Tujuan pendidkan merupakan titik berangkat
administrasi pendidikan pada jenjang sekolah.
c) Tujuan pendidikan itu juga merupakan tolak ukur
keberhasilan kegiatan administrasi pendidikan di
jenjang pendidikan itu.
Agar kegiatan dalam komponen administarsi pendidikan
dapat berjalan dengan baik dan mencapai tujuan, kegiatan
tersebut harus dikelola melalui sesuatu tahapan proses yang
merupakan daur (siklus), mulai dari perencanaan,
pengorganisasian, pengarahan, pengkoordinasian ,
pembiayaan, pemantauan dan penilaian seperti telah
disinggung secara garis besar pada bagian terdahulu . Di bawah
ini akan diuraikan proses tersebut lebih rinci.
a). Perencanaan

20
Perencanaan adalah pemilihan dari sejumlah alternative
tentang penetapan prosedur pencapaian, serta perkiraan
sumber yang dapat disediakan untuk mencapai tujuan
tersebut. Yang dimaksud dengan sumber meliputi sumber
manusia, material, uang dan waktu. Dalam perencanaan, kita
mengenal beberapa tahap yaitu : a) penetapan tujuan, b)
perumusan masalah, c) penetapan tujuan, d) identifikasi
alternative, e) pemilihan alternative, f) elaborasi alternative.
b). Pengorganisasian
Pengorganisasian di sekolah dapat didefenisikan sebagai
keseluruhan proses untuk memilih dan memilah orang-
orang (guru dan personal sekolah lainnya) serta
mengalokasikan prasarana dan sarana untuk menunjang
tugas orang-orang itu dalam rangka mencapai tujuan
sekolah. Termasuk di dalam kegiatan pengorganisasian,
adalah penetapan tugas, tanggung jawab dan wewenang
orang-orang tersebut serta mekanisme kerjanya sehingga
dapat menjadi tercapainya tujuan sekolah itu.
c). Pengarahan
Pengarahan dapat diartikan sebagai suatu usaha untuk
menjaga agar apa yang telah direncanakan dapat berjalan
seperti yang dikehendaki. Suharsimi Arikunto (1988)
memberikan defenisi pengarahan, sebagai penjelasan,
petunjuk serta perkembangan dan bimbingan terhadap para
petugas yang terlibat baik secara structural maupun
fungsional agar pelaksanaan tugas berjalan dengan lancer.
d). Pengkoordinasian
Pengkoordinasian di sekolah diartikan sebagai usaha untuk
menyatupadukan kegiatan dari berbagai individu atau unit di
sekolah agar kegiatan mereka berjalan selaras dengan
anggota atau unit lainnya dalam usaha mencapai tujuan
sekolah.

21
e). Pembiayaan
Pembiayaan sekolah adalah kegiatan mendapatkan biaya
serta mengelola anggaran pendapatan dan belanja
pendidikan. Kegiatan ini dimulai dari perencanaan biaya,
segala usaha untuk mendapatkan dana yang mendukung
rencana itu, penggunaan serta pengawasan penggunaan
anggaran tersebut.
f). Penilaian
Pada waktu-waktu tertentu, sekolah pada umumnya atau
anggota organisasi seperti guru, kepala sekolah dan murid
pada umumnya harus melaksanakan penilaian tentang
seberapa jauh tujuan yang telah ditetapkan tercapai, serta
mengetahui kekuatan dan kelemahan program yang
dilaksanakan. Secara lebih rinci, maksud penilaian adalah
untuk:
(a) Memperoleh dasar bagi pertimbangan apakah pada
akhir satu periode kerja, pekerjaan itu berhasil atau
tidak.
(b) Menjamin cara bekerja yang efektif dan efesien
(c) Memeperoleh fakta-fakta tentang kesukaran-
kesukaran dan untuk menghindarkan situasi yang dapat
merusak
(d) Memajukan kesanggupan para guru dan orang tua
murid dalam mengembangkan organisasi sekolah.
Dari uraian di atas, tampak bahwa administrasi pendidikan
pada pokoknya adalah semua bentuk usaha bersama untuk
mencapai tujuan pendidikan dengan merancang, mengadakan,
dan memnfatkn sumber-sumber (manusia, uang, peralatan, dan
waktu). Tujuan pendidikan memberikan arah kegiatan serta
kriteria keberhasilan kegiatan itu dalam bidang:
* Bidang administarsi material: kegiatan administrasi yang
menyangkut bidang-bidang materi seperti: ketatausahaan
sekolah, administrasi keuangan, alat-alat perlengkapan.

22
* Bidang administrasi personal, yang mencakup di dalamnya
persoalan guru dan pegawai sekolah dan sebagainya.
* Bidang administrasi kurikulum, yang mencakup di dalamnya
pelaksanaan kurikulum, pembinaan kurikulum, penyusunan
silabus, persiapan harian dan sebagainya.
Peranan guru dalam administrasi pendidikan yaitu
mengelola proses belajar-mengajar dalam suatu lingkungan
tertentu, yaitu sekolah. Sekolah merupakan subsistem
pendidikan nasional dan di samping sekolah, system pendidikan
nasional itu juga mempunyai komponen-komponen lainnya.
Guru harus memahami apa yang terjadi di lingkungan kerjanya.
Di sekolah guru berada dalam kegiatan administrasi sekolah,
sekolah melaksanakan kegiatannya untuk menghasilkan
lulusan yang jumlah serta mutunya telah ditetapkan. Dalam
lingkup administrasi sekolah itu peranan guru amat penting.
Dalam menetapkan kebijaksanaan dan melaksanakan proses
perencanaan, pengorganisasian, pengarahan,
pengkoordinasian, pembiayaan, dan pendidikan kegiatan
kurikulum, kesiswaan, sarana dan prasarana, personalia
sekolah, keuangan dan hubungan sekolah masyarakat, guru
harus aktif memberikan sumbangan, baik pikiran maupun
tenaganya. Administrasi sekolah adalah pekerjaan yang sifatnya
kolaboratif, artinya pekerjaan yang di dasarkan atas kerja sama,
dan bukan bersifat individual. Oleh karena itu semua personal
sekolah termasuk guru harus terlibat.

B. Manajemen dan Administrasi Pendidikan


Istilah manajemen lebih terkenal dan umum dipakai dalam
perusahaan/ekonomi dibanding di dalam dunia pendidikan.
Ada beberapa defenisi manajemen seperti berikut “ manajemen
adalah proses untuk menyelenggarakan dan mengawasi suatu

23
tujuan tertentu”3. Kalau dilihat dari defenisi administrasi
pendidikan, ternyata mengandung pengertian yang hamper
sama dengan defenisi manajemen. Masih dari buku yang sama
dan halaman yang sama pula, kita membuat defenisi yang lain
:”Manajemen adalah fungsi dewan manajer ( yang biasanya
dinamakan manajemen), untuk menetapkan kebijakan (policy)
mengenai apa macam produk yang akan dibuat, bagaimana
pembiayaannya, memberikan servis dan memilih serta melatih
pegawai, dan lain-lain factor yang mempengaruhi kegiatan suatu
usaha.
Di dalam sekolah kata “manajer’ kita artikan sebagai kepala
sekolah atau pemimpin pendidikan yang lain kata penyaluran
(menyalurkannya) kita artikan ke mana anak didik kita itu kita
arahkan supaya dapat bekerja (sekolah kejuruan) atau untuk
dapat melanjutkan ke sekolah yang lebih tinggi dalam hal ini
menyangkut soal tujuan pendidikan.
Demikian pula apa yang dikatakan oleh The Liang Gie dan
Sutarto tentang tata pimpinan sebagai unsure administrasi
administrasi yang bersifat dinamis, juga menyangkut
pengelolaan orang-orang sebagai pelaksana. Oleh karena di
dalam keseluruhan proses administarsi pembinaan atau
pengelolaan orang-orang sebagai pelaksana merupakan
kegiatan yang sangat penting dan menentukan, maka tepatlah
seperti yang telah dikatakan bahwa manajemen adalah inti
administrasi.
Dari apa yang telah diuraikan di atas tentang manajemen
dan administrasi, maka jelas pula bahwa di dalam administrasi
pendidikan terdapat kegiatan manajemen. Kita mengetahui dari
rumusan-rumusan yang telah dikemukakan terdahulu bahwa
dalam keseluruhannya proses bukan hanya menyangkut
urusan-urusan materil, tetapi juga personel dan spiritual.

3
M Ngalim Purwanto, Administrasi dan Supervisi Pendidikan, Remaja karya,
Bandung , Thn 1987 hal 6

24
C. Scope (Bidang Garapan) Administrasi Pendidikan
Setiap kegiatan di dalam proses administrasi pendidikan
diarahkan untuk mencapai tujuan pendidikan. Tujuan
pendidikan tergambarkan di dalam kurikulum sekolah masing-
masing. Adanya unsure tujuan ini menimbulkan perlunya
pengadministrasian pelaksaan kurikulum yang menjadi tugas
dan tanggung jawab kepada sekolah bersama guru-guru dan
pegawai sekolah lainnya.
Peralatan dan perlengkapan, termasuk keuangan,
merupakan unsure administrasi yang tidak dapat diabaikan.
Bagaimanapun pandainya dan berkualitas baiknya personel
sebagai pelaksana pendidikan, dan baiknya system dan
program pendidikan yang tersusun di dalam kurikulum, tanpa
ditunjang oleh peralatan dan perlengkapan yang cukup dan
sesuai, akan sukar mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Untuk itu maka diperlukan adanya administrasi material atau
lebih terkenal dengan istilah bisnis pendidikan. Dengan
kesimpulan bahwa administrasi pendidikan mencakup bidang-
bidang garapan yang sangat luas, yang termasuk di dalamnya
administrasi personel, kurikulum, bisnis pendidikan, organisasi
lembaga pendidikan dsb.
Lebih jelasnya, bidang garapan administrasi pendidikan
dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Administrasi tata laksana sekolah meliputi:
a) Organisasi dan struktur pegawai tata usaha.
b) Otorisasi dan anggaran belanja keuangan sekolah.
c) Masalah kepegawaian dan kesejahteraan personel
sekolah.
d) Masalah perlengkapan dan perbekalan.
e) Keuangan dan pembukuannya.
f) Korespondensi/ surat menyurat.
g) Laporan-Laporan (bulanan, kuartalan, dan tahunan).
h) Masalah pengangkatan, pemindahan, penempatan,
dan pemberhentian pegawai.

25
i) Pengisian buku pokok, klapper, rapor, dsb.
2. Administrasi personel guru dan pegawai sekolah
meliputi:
a) Pengangkatan dan penempatan tenaga guru.
b) Organisasi personel guru-guru.
c) MaSalah kepegawaian dan kesejahteraan guru.
d) Rencana orientasi bagi tenaga guru-guru.
e) Konduite dan penilaian kemajuan guru-guru.
f) Inservice training dan up grading guru-guru.
3. Administrasi murid mencakup:
a) Organisasi dan perkumpulan murid
b) Masalah kesehatan dan kesejahteraan murid.
c) Penilaian dan pengukuran kemajuan murid.
d) Bimbingan dan penyuluhan bagi murid-murid.
4. Supervisi pengajaran meliputi:
a) Usaha membangkitkan dan merangsang semangat
guru-guru dan Pegawai-pegawai tata usaha dalam
menjalankan tugasnya masing-masing sebaik-biknya.
b) Usaha mengembangkan, mencari dan menggunakan
metode-metode baru dalam mengajar yang lebih baik.
c) Mengusahakan dan mengembangkan kerja sama yang
baik antara guru, murid dan pegawai tata usaha
sekolah.
d) Mengusahakan cara-cara menilai hasil-hasil
pendidikan dan peng-ajaran .
e) Usahakan mempertinggi mutu dan pengalaman guru-
guru (inservice-training dan up-grading).
5. Pelaksanaan dan pembinaan kurikulum
a) Mempedomani dan merealisasikan apa yang
tercantum di dalam kurikulum sekolah yang
bersangkutan dalam usaha mencapai dasardasar dan
tujuan pendidikan dan pengajaran.

26
b) Menyusun dan melaksanakan organisasi kurikulum
beserta materi-materi, dan metode-metode
pelaksanaanya, disesuaikan dengan pembaharuan
pendidikan dan pengajaran serta kebutuhan
masyarakat dan lingkungan sekolah.
c) Kurikulum bukanlah merupakan sesuatu yang harus
diikuti dan diturut
d) Begitu saja dengan mutlak tanp perubahan dan
penyimpangan. Kurikulum lebih merupakan pedoman
bagi para guru dalam menjalankan tugasnya.
6. Pendirian dan perencanaan bangunan sekolah meliputi:
a) Cara memilih letak dan menentukan luas tanah yang
dibutuhkan.
b) Mengusahakan, merencanakan dan menggunakan
biaya pendirian gedung
c) sekolah.
d) Menentukan jumlah dan luas ruangan- ruangan kelas,
kantor, gudang asrama, lapangan olah raga, podium,
kebun sekolah, ruang serba guna dll, serta
komposisinya satu sama lain.
e) Cara-cara penggunaan gedung sekolah dan fasilitas-
fasilitas lain yang efektif
f) dan produktif serta pemeliharaannya secara kontinyu.
g) Alat-alat perlengkapan sekolah dan alat-alat pelajaran
yang dibutuhkan.
7. Hubungan sekolah dan masyarakat.
Sekolah-dengan sekolah lain mempunyai hubungan, demikin
juga dengan pemerintah setempat, hubungan sekolah dengan
instansi lain dan jawatan-jawatan lain dan hubungan sekolah
dengan masyarakat pada umumnya, yang semuanya itu
merupakan hubungan kerja sama yang bersifat paedagogis,
sosiologis, dan produktif, yang dapat menguntungkan kedua
belah pihak. Dalam hal ini dibutuhkan peranan kepala sekolah.

27
Dari apa yng telah diuraikan di atas, bidang-bidang yang
tercakup di dalam administrasi pendidikan dapat
dikelompokkan sebagai berikut:
Administrasi material , yaitu kegiatan administrasi yang
menyangkut bidang- bidang materi/ benda-benda, seperti
ketatausahaan sekolah, administrasi keuangan, gedung dan
alat-alat perlengkapan sekolah, dan lain-lain.
Administrasi personal, yang mencakup di dalam
administrasi personel guru dan pegawai sekolah, dan juga
administrasi murid. Dalam hal ini masalah kepemimpinan
dan supervise atau masalah kepegawaian memegang
peranan yang sangat penting.
Administrasi kurikulum, yang mencakup di dalamnya
penyusunan kurikulum, pembinaan kurikulum, pelaksanaan
kurikulum seperti antara lain pembagian tugas mengajar
pada guru-guru, penysunan syllabus atau rencana
pengajaran tahunan, persiapan harian dan mingguan, dan
sebagainya.

D. Pentingnya administrasi pendidikan


Tanpa administrasi dan kepemimpinan yang baik, sulit
kiranya bagi sekolah untuk berjalan lancar menuju arah tujuan
pendidikan dan pengajaran yang seharusnya dicapai oleh
sekolah itu. Tidak pula dapat diabaikan bahwa untuk
melaksanakan rencana atau program untuk mendapat hasil
yang baik, diperlukan adanya organisasi dan koordinasi yang
baik dan teratur, adanya kmunikasi yang jelas dan lancer,
pengawasan dan supervise yang kontinyu dan konsekwen, dan
adanya penilaian (evaluasi) yang dilakukan dengan teratur dan
tepat. Untuk itu setiap akhir tahun perlu diadakan evaluasi
untuk menilai rencana mana yang telah berhasil dan dapat
berjalan lancer, dan mana yang mengalami kesukaran dan perlu
diperbaiki. Perencanaan , organisasi, koordinasi, komunikasi,

28
supervise, dan evaluasi, kesemuanya adalah fungsi-fungsi
administrasi pendidikan yang pokok dan sangat penting.

E. Fungsi-fungsi pokok administrasi pendidikan


Adapun proses Administrasi PAK itu meliputi fungsi-fungsi
perencanaan organisasi, koordinasi, komunikasi, supervise
kepengawasan, pembiayaan dan evaluasi. Semua fungsi
tersebut berhubungan sangat erat. Untuk lebih jelas tentang
gambaran fungsi-fungsi tersebut, di bawah ini akan diuraikan
satu persatu.
1. Perencanaan (planning)
Setiap program ataupun konsepsi memerlukan perencanaan
terlebih dahulu sebelum dilaksanakan. Perencanaan adalah
suatu usaha menghampiri masalah-masalah. Dalam
penghampiran masalah itu si perencana berbuat
merumuskan apa saja yang harus dikerjakan dan bagaimana
mengerjakannya. Perencanaan adalah salah satu syarat
mutlak bagi setiap kegiatan administrasi PAK. Tanpa
perencanaan atau planning, pelaksanaan suatu kegiatan akan
mengalami kesulitan dan bahkan kegagalan dalam mencapai
tujuan yang diinginkan. Di dalam setiap perencanaan ada dua
factor yang yang harus diperhatikan, yaitu factor tujuan dan
factor sarana, baik sarana personil maupun materil.
Langkah-langkah dalam perencanaan meliputi hal-hal
sebagai berikut:
1) Menentukan dan merumuskan tujuan yang hendak
dicapai.
2) Meneliti masalah-masalah atau pekerjaan-pekerjaan yang
akan dilakukan .
3) Mengumpulkan data dan informasi-informasi yang
diperlukan.
4) Menentukan tahap-tahap atau rangkaian tindakan.

29
5) Merumuskan bagaimana masalah-masalah itu akan
dipecahkan dan bagaimana pekerjaan-pekerjaan itu akan
diselesaikan.
Dalam menyusun perencanaan syarat-syarat berikut perlu
diperhatikan :
- Perencanaan harus didasarkan atas tujuan yang jelas.
- Bersifat sederhana, realistis, dan praktis.
- Terinci, memuat segala uraian serta klasifikasi kegiatan
dan rangkaian tindakan sehingga mudah dipedomani dan
dijalankan.
- Memiliki fleksibilitas sehingga mudah disesuaikan dengan
kebutuhan serta kondisi dan situasi sewaktu-waktu.
- Terdapat perimbangan antara bermacam-macam bidang
yang akan digarap dalam perencanaan itu, menurut
urgensinya masing-masing.
- Diusahakan adanya penggunaan tenaga, waktu dana
seefesien mungkin.
2. Pengorganisasian (Organizing)
Pengorganisasian merupakan aktivitas menyusun dan
membentuk hubungan-hubungan kerja antara orang-orang
sehingga terwujud suatu kesatuan usaha dalam mencapai
tujuan-tujuan yang telah ditetapkan. Di dalam
pengorganisasian terdapat adanya pembagian tugas,
wewenang, dan tanggung jawab secara terinci menurut
bidang-bidang dan bagian-bagian, sehingga terciptalah
adanya hubungan kerja sama yang harmonis dan lancer
menuju pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.
3. Perancangan
Setiap pekerjaan yang berjangka panjang dan bersifat
menentukan, seperti halnya pendidikan; memerlukan suatu
perencanaan yang teliti. Gereja juga tidak dapat mengerjakan
segala tugasnya dengan sepertinya, kecuali ia memikirkan
dan merancangkannya lebih dulu. Misalnya dalam mengajar

30
PAK, Seharusnyalah seorang guru agama merancangkan
materi pelajaran atau pokok-pokok pembahasan sesuai
kurikulum sebelum mengajar, supaya pengajaran itu sesuai
dengan tujuan umum dan khusus yang sudah direncanakan.
Jikalau kita tidak menysun rancangan dengan baik, pasti kita
tidak akan dapat menyajikan segala makanan rohani yang
dibutuhkan kawanan domba kita. Seorang gembala atau guru
yang setia dan rajin tentu akan menyediakan makanan itu
sebelumnya, dan bukan satu macam makanan saja, tetapi
segala sesuatu yang perlu untuk menjamin kesehatan dan
pertumbuhan domba-dombanya itu. Kita wajib
memberitakan seluruh Firman Tuhan , bukan sebagian saja.
Hendaknya kita mencontoh Rasul Paulus, yang mengatakan
kepada pemimpin-pemimpin jemaat di Efesus, tatkala ia
berpisah dengan mereka: “Sebab aku tidak lalai
memberitakan seluruh maksud Allah kepadamu” (Kis.
20:27). Demikian pula tugas kita terhadap Pendidikan Agama
Kristen . Tiap-tiap jemaat wajib merancangkan segala cabang
pengajarannya dengan seksama. Di bawah pimpinan Tuhan,
pendeta beserta majelis gereja wajib menyiapkan program
yang terbaik bagi segala bagian pekerjaannya: untuk Sekolah
Minggu dan pengajaran agama dalam sekolah-sekolah
umum, untuk katekisasi, untuk pemuda-pemudi, untuk orang
dewasa dan seterusnya.

31
ADMINISTRASI PENDIDIKAN
GURU DAN PERENCANAAN MATERI PENGAJARAN

A. Pentingnya Partisipasi Guru Dalam Administrasi PAK


Panggilan untuk mmenjadi seorang pendidik tidaklah
dimiliki semua orang, bahkan pendeta sekalipun tidak
semua menaroh minat menjadi pendidik PAK. Bahkan di
dalam gereja-gereja masih banyak yang belum memberi
perhatian pada PAK. Mungkin karena sudah disibukkan
oleh berbagai macam pelayanan sehingga pendeta tersebut
tidak member perhatian lagi terhadap pendidikan Agama.
Kelangsungan gereja itu adalah ditentukan bagaimana kita
menanamnya melalui pelayanan kepada generasi melalui
pendidikan agama memperkenalkan ajaran Kristen kepada.
Pendeta adalah merupakan tokoh kunci dalam program
PAK dari jemaat, terlebih-lebih tidak ada pendeta PAK atau
guru agama atau pembantu khusus PAK atau direktur PAK.
Fungsi seorang pendeta di Indonesia pada umumnya
diuraikan oleh Prof Dr. J.L. Ch. Abneno demikian :
1. Melayani pem beritaan firman Allah dan sakramen.
2. Memimpin katekisasi (pengajaran agama).
3. Meneguhkan anggota sidi.
4. Menahbiskan pelayan-pelayan khusus dalam jabatan
mereka.
5. Memberkati dan meneguhkan nikah.
6. Memimpin penguburan orang mati.
7. Menggembalakan anggota-anggota jemaat.
8. Bersama-sama dengan penatua memimpin jemaat
dan menjalankan disiplin gerejani.

32
9. Bersama-sama dengan diaken-diaken melakukan
pelayanan diakonia.4
Selain pendeta atau gereja yang harus memberikan
perhatian terhadap pendidikan PAK, sekolah juga
memberikan perhatian terhadap pendidikan PAK.
Perlu disadari bahwa PAK berbeda dengan ilmu-ilmu
lain, dimana PAK bukan saja mau mengajarkan
pokok-pokoknya sampai dipahami oleh akal murid,
akan tetapi ingin menyampaikan Injil Yesus Kristus
tentang jalan keselamatan bagi manusia berdosa,
supaya Injil itu disambut dan dialami oleh batin
murid-murid.5
Oleh sebab itu menjadi seorang guru agama
Kristen di sekolah haruslah memperhatikan dengan
sungguh-sungguh layak atau tidak menjadi guru
agama yang akan membawa anak kepada pengenalan
tentang Yesus Kristus dan menjadikanNya sebagai
juruselamat pribadinya. Di bawah ini dikemukakan
beberapa masalah-masalah mengenai PAK di
sekolah-sekolah:
a. Guru-guru. Seorang guru di sekolah harus
diperhatikan latar belakang pendidikannya,
apakah pernah mempelajari azas-azas cara ilmu
mendidik? Apakah mempunyai kecakapan dan
keahlian dalam menyampaikan Firman Tuhan?
Apakah telah mendapat pelajaran dalam sekolah
Teologia mengenai teori dan praktek PAK? Dan
apakah sudah cukup mahir dalam pokok-pokok
Alkitab dan kepercayaan Kristen yang hendak

4
Eli Tanya, Gereja dan Pendidikan Agama Kristen, STT Cipanas, Cianjur tahun
1999 hal83-84.
5
Dr. E.G.Homrighausen & Dr.I.H.Enklaar, Pendidikan Agama Kristen BPK
Gunung Mulia, Jakarta, tahun 1999 hal 152.

33
diajarkan? Dan ada dua dua syarat mutlak yang
harus dipenuhi oleh guru-guru yang memberikan
PAK yaitu: mereka harus cakap mengajar, dan
mereka harus orang Kristen sejati yang
menghormati dan melayani Tuhandalam segenap
hidupnya,(2 Timotius 3:2). Tentu lebih tinggi
tuntutannya daripada mengajarkan Matematika
misalnya.
b. Rencana Pelajaran. Untuk menyusun program
pembelajaran atau rencana pelajaran PAK, perlu
berkoordinasi dengan wali kelas, wakil kepala
sekolah bidang kurikulum untuk melakukan
langkah-langkah persiapan sebagai berikut:
Program pelajaran disusun bersama dengan para
guru PAK di wilayah MGMP PAK (Musyawarah
Guru Mata Pelajaran Pendidikan Agama Kristen)
untuk mengimplementasikan kompetensi dasar
dan materi pokok dalam krikulum sesuai
kebutuhan siswa di sekolahnya, dilingkungannya
dan didaerahnya. Bahan bahan apakah yang yang
perlu diajarkan, dan bagaimanakah
pembagiannya atau tahun-tahun pelajaran di
sekolah-sekolah umumnya?
c. Metode pengajran yang dipilih dapat disepakati,
tentu tidak semua sama metode dalam
penyampaian materi yang sama karena situasi
dan kondisi sekolah yang berbeda, demikian juga
evaluasinya. Namun metode tersebut tetap
mengacu pada pendekatan dialogis partisipatif
yang berpusat pada kehidupan siswa.
Pembelajaran dirancang agar terjadi
komunikasi refleksi, berbagai pengalaman iman
antara siswa dan siswa dengan guru, serta siswa
dengan lingkungan hidupnya. PAK dapat

34
mencapai sasaranny jika terjalin komunikasi dari
pelaku-pelaku PAK dengan keluarga, sekolah,
gereja sehingga saling melengkapi sesuai dengan
fungsinya. Guru PAK harus melengkapi
administrasinya antara lain: Silabus, RPP,
Skenario Pembelajaran, Daftar Hadir siswa, test
siswa, dll.

B. PERENCANAAN MATERI PENGAJARAN


1. Cara Perumusan Bahan
Salah satu tugas yang sangat menyita waktu , tenaga, dan
pemikiran guru namun sangat penting adalah
perencanaan bahan atau materi pengajaran. Menjadi
keharusan bagi guru untuk melakukan persiapan yang
matang dan saksama apabila ingin melihat kualitas
belajar dan mengajar yang memuaskan. Walaupun guru
guru memiliki peran sebagai fasilitator atau manajer
pembelajaran, ia juga perlu tampil sebagai seorang ahli
yang menguasai dan antusias terhadap materi
pengajarannya. Contoh, kalau seorang guru agama
Kristen mengajarkan Allah Tri Tunggal dan karyaNya,
maka ia harus yakin terhadap hal-hal yang
dibicarakannya. Di samping membawa manfaat bagi
sang guru, hal demikian akan membangkitkan semangat
atau gairah belajar anak didik. Di bawah ini adalah
langkah-langkh yang sering ditempuh oleh seorang guru
dalam merumuskan bahan antara lain:
Pertama, guru menetapkan bahan yang akan diajarkan
dengan kehendaknya, karena merasa bahwa dirinya
“ahli” dalam bidang studinya. Guru seperti itu bahkan
pada pertemuan pertama telah datang dengan
rancangan pengajaran (silabus) yang lengkap yang siap
untuk dibagikan dan diajarkan kepada peserta didik.
Dengan sikap guru seperti itu murid hanya siap

35
menerima apa yang disajikan, mereka hanya berharap
dan menggantungkan diri pada apa yang direncanakan
dan dikatakan sang ahli, dalam hal ini peserta didik tidak
berdaya dan tidak banyak yang dapat kita harapkan dari
peserta didik.
Kedua, guru menetapkan dan mengembangkan bahan
pengajaran setelah lebih dahulu berkonsultasi atau
berdiskusi dengan peserta didiknya. Pada cara kedua itu
pun guru masih dapat tetap memainkan perannya
sebagai “ahli” dan sumber otoritas dalm pengajaran yang
akan dikelola.
Ketiga, guru menetapkan bahan pembelajarannya
bersama-sama dengan peserta didik. Dalam acara
pembinaan remaja, pemuda, dan orang dewasa di jemaat,
tindakan itu perlu dilakukan supaya sejak awal
berkembang rasa dan sikap memiliki. Di sini guru bukan
saja berperan sebagai instruktur, melainkan juga sebagai
fasilitator. Dalam kaitan itu, ia perlu memahami bahwa
kehadirannya ialah sebagai “rekan” yang memberikan
bantuan serta dorongan bagi peserta didik supaya
melakukan kegiatan belajar bagi dirinya sendiri. Ia juga
perlu memandang dirinya sebagai pribadi yang harus
mengembangkan diri serta dapat diperkaya oleh mereka
yang sedang dilayani atau dibimbingnya.
Keempat, guru menetapkan dan mengembangkan
bahan berdasarkan kurikulum baku , seperti Garis-garis
Besar Program Pengajaran (GBPP) yang telah ditetapkan
oleh pihak berwewenang (misalnya pihak sekolah atau
synode jemaat). Berdasarkan topic utama yang
dijadwalkan, guru dapat mengembangkan pokok
bahasan secara lebih rinci. Bahkan adakalanya detail isi
pengajaran sudah tersedia dalam bentuk buku pedoman.
Dalam keadaan demikian guru akan berperan sebagai
administrator atau mandataris dari sistim yang berlaku.

36
Meskipun tampak mudah dan telah memiliki pola atau
pedoman kerja, guru yang bersangkutan perlu
melakukan inovasi dan mengembangkan kreatifitasnya.
Ia harus aktif merumuskan tema-tema yang ada dalam
GBPP ke dalam bahan pengajaran secara operasional
serta relevan dengan tingkat perkembangan dan
kebutuhan peserta didik
2. Silabus dan Rencana Pembelajaran
Sebelum melaksanakan proses belajar mengajar, guru
atau pengajar terlebih dahu membuat silabus bahan
pengajaran. Pembuatan silabus lajim kita dengar di
perguruan tinggi, namun sekarang di kalangan
sekolahpun silabus I ni tidak asing lagi. Ada beberapa hal
yang perlu diperhatikan dalam pembuatan silabus.
Pertama, tujuan pengajaran selama jangka waktu
tertentu. Guru / dosen harus merumuskan tujuan Umum
maupun tujuan khusus pengajaran agar siswa atau
mhasiswa tahu apa yang harus dilakukannya dalam
kegiatan pembelajaran /perkuliahan dan bagaimana ia
akan dinilai oelh guru atau dosen.
Kedua, silabus yang jelas sangat penting bagi kelancaran
tugas mengajar. Silabus yang cukup terinci merupakan
investasi bagi peserta didik. Dengan adanya silabus yang
baik dan lengkap (terinci), peserta didik cenderung lebih
menghargai dosennya atau gurunya. Akibatnya, mereka
dapat mengetahui hal apa saja yang akan diperoleh dari
keseluruhan kegiatan, termasuk nilai dan bagaimana
cara memperolehnya. Melalui penjelasan silabus, guru
atau dosen juga turut menanamkan kesadaran dalam diri
peserta didik mengenai tugas dan tanggung jawabnya.
Sebuah silabus seharusnya memuat pokok-pokok
berikut;
a. Penjelasan tentang nama mata pelajaran/ mata
kuliah, kode, bobot, masa belajar/kuliah, waktu

37
belajar, jam, status belajar untuk siapa, ruang belajar,
dan nama pengajar.
b. Deskripsi ringkas dari mata kuliah. Silabus harus
menyatakan untuk apa perkuliahan itu.
c. Penegasan tentang tujuan umum dan khusus. Dengan
membaca tujuan, peserta didik memahami tujuan
mengenai apa yang ingin dan dapat dicapainya dari
kegiatan belajar dan mengajar. Bila perlu, dosen dapat
menjelaskan pengertian dari rumusan tujuannya,
misalnya dalam pertemuan pertama atau kedua.
Penjelasan itu sangat perlu, terutama bagi peserta
didik yang belum terbiasa dengan sistim belajar
dengan silabus yang baik.
d. Materi kuliah. Pokok-pokok bahasan yang
dikemukakan untuk dibahas selama kegiatan belajar
dan mengajar tentulah bertitik tolak dari rumusan
tujuan khusus yang jelas. Artinya rincian pokok-pokok
bahan pengajaran itu harus menggambarkan upaya
pencapaian tujuan. Pokok-pokok bahasan itu
disesuaikan pula dengan waktu perkuliahan, misalnya
efektif untuk sepuluh dan dua belas kali pertemuan
(kegiatan belajar).
e. Kegiatan perkuliahan. Hal itu menjelaskan pokok-
pokok kegiatan kuliah, yaitu mengemukakan apa saja
yang harus dikerjakan oleh peserta didik. Misalnya,
berapa kali mereka harus hadir dalam kuliah,
pendekatan dan metode mengajar apakah yang akan
ditempuh bersama, tugas harian apakah yang harus
dikerjakan, adakah kuis sebelum memulai
perkuliahan, kapan ujian diadakan, kapan tugas
diserahkan dan berapa banyak, serta berapa bobot
tiap-tiap kategori tugas ( mis. Tugas harian, tugas
bacaan, paper utama, ujian tengah semester dan akhir
semester).

38
f. Bahan sumber yang harus dan perlu dibaca bagi tugas-
tugas. Dosen harus mendaftarkan secara jelas
literature wajib yang harus dibaca peserta didiknya,
berapa halaman yang harus dibaca, dan pasal-pasal
mana yang sangat diprioritaskan. Dosen juga perlu
mendaftarkan literature tambahan sebagai referensi
bagi peserta didik apabila mereka harus menulis
makalah barang kali pada suatu saat ada diantara
mereka yang ingin mengembangkan pokok kuliah
yang bersangkutan.
g. Kriteria penilaian. Jika dosen belum mengemukakan
bagian pokok-pokok kegiatan tersebut, bagian inilah
yang menjelaskan hal-hal yang bersangkutan dengan
bobot kehadiran, tugas-tugas, ujian tengah semester
(UTS), dan ujian akhir semester (UAS). Hal yang perlu
diperhatikan lagi oleh dosen ialah bahwa ia harus
konsisten terhadap “aturan” penilaian yang telah
dikemukakannya. Janganlah ia memberikan nilai
akhir (angka) terhadap peserta didik setelah
dipengaruhi factor-faktor subjektif.
h. Jadwal kegiatan perkuliahan. Hal itu mengemukakan
aktivitas pembelajaran (setiap hari kalau kuliah
padat) berdasarkan instruksional khusus dan pokok
materi yang dikemukakan. Dalam hal itudosen perlu
menuliskan apa yang harus dilakukan peserta didik
sebelum dan ketika berada di ruang perkuliahan.
i. Bibliografi. Bagian itu mendaftarkan literature yang
berkaitan dengan pokok bahasan secara lebih
lengkap. Daftar semacam itu penting untuk keperluan
riset dan pengembangan tema serta bahan kuliah.
j. Keterangan yang berkaitan dengan konsultasi,
masalah waktu dan tempat, serta tentang hal lain yang
perlu diingat oleh peserta didik. Karena tugas dosen
ialah melayani peserta didiknya, informasi mengenai

39
kesediaannya memberikan bantuan harus
dikemukakan, apakah ia dapat ditemui di kantornya
atau apakah ia dapat dihubungi melalui telepon dan
atau e-mail.
Ketiga, persiapan bahan perkuliahan bagi dosen juga
menyangkut strategi pembelajaran. Dosen memikirkan
dengan cara bagaimana peserta didik dapat efekti
melakukan kegiatan belajar, bukan hanya merencanakan
dengan cara bagaimana pengajar menyampaikan ilmu
maupun pengetahuannya. Dalam konteks sekolah,
dewasa ini guru dituntut mampu merumuskan silabus
dan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). Silabus
merupakan rencana pengajaran dalam satu semester,
sedangkan RPP memuat rencana pembelajaran dalam
dua atau tiga kali pertemuan. Seorang guru PAK, dalam
konteks sekolah, harus berlatih merumuskan silabus
untuk menjawab tiga pertanyaan penting berikut:
a. Apakah kompetensi yang harus dicapai siswa?
Pertanyaan itu dijawab dengan merumuskan standar
kompetensi, kompetensi dasar, dan materi pokok.
b. Bagaimanakah mewujudkan kompetensi itu?
Pertanyaan itu dijawab guru dengan cara
menjabarkan pengalaman belajar beserta alokasi
waktu, alat, dan sumber belajar yang diperlukan.
c. Bagaimanakah guru dapat mengetahui pencapaian
kompetensi itu? Pertanyaan itu dijawab dengan
penyusunan indicator sebagai acuan untuk
menentukan jenis dan aspek yang akan dinilai.

40
ADMINISTRASI PENDIDIKAN
EVALUASI BELAJAR

Seorang guru perlu tahu keberhasilan tugas yang telah


dilaksanakannya. Ia patut mengukur sejauh mana peserta didik
sudah belajar secara efektif. Melaksankan tes dapat saja
merupakan sebuah tindakan untuk mengukur kompetensi anak
didik. Hasil pengukuran itu kemudian dijadikan bahan untuk
penilaian. Atinya selalu terdapat hubungan antara tes,
pengukuran, dan penilian (evaluasi).
Dalam kitab Injil dijelaskan bahwa Yesus juga menyediakan
waktu bersama-sama dengan murid-muridNya untuk
mengadakan evaluasi setelah selesai melaksanakan tugas –
tugas tertentu.Sebagai contoh Ia mengevaluasi pemahaman
muridNya mengenai siapa diri-Nya. Mula-mula merek ditanya
mengenai pendapat orang lain sebelum mengorek pendapat
murid-muridNya sendiri (bdk. Mat. 16:13-20). Evaluasi dapat
kita pahami sebagai e-value-ation. Menurut Pazmino
(1992:145-168; 1998:75-99) evaluasi sebenarnya merupakan
upaya untuk mengetahui sejauh mana nilai-nilai yang kita anut
dan tegakkan, kemudian diwujudkan dalam kegiatan
pendidikan dan pembelajaran itu telah dipahami atau direspons
oleh peserta didik.
Pendidikan dan pembelajaran sebenarnya merupakan
aktifitas transfer atau pengkomunikasian nilai (value) hidup
melalui interaksi guru dengan peserta didiknya. Hal yang
tercakup ke dalam nilai hidup itu, antara lain ialah kebenaran,
keadilan, kejujuran, kasih, iman, pengharapan, dan sukacita.
Apakah nilai-nilai itu bertumbuh dalam kehidupan peserta
didik melalui kegiatan belajar yang ditempuhnya? Kalau guru
melakukan penilaian terhadap anak didiknya, seharusnya nilai-
nilai hidup, seperti kasih, kepedulian, kejujuran, dn keterbukaan

41
itulah yang mewarnainya. Penilaian itu dapat kita lihat di gereja
dan sekolah.

A. Evaluasi Pembelajaran di Gereja.


Kerapkali guru yang mengajar di gereja melalui program
sekolah minggu, kegiatan pembinaan remaja, pemuda, atau
orang dewasa- termasuk aktifitas katekhisasi, enggan
merencanakan dan melaksanakan evaluasi program atau
kegiatan pembelajaran yang telah berlangsung. Hal itu dapat
disebabkan oleh beberapa factor berikut:
1. Merasa tidak memiliki waktu atau tidak mau repot dan
menganggap bahwa masalah evaluasi sukar dilakukan.
Mungkin juga guru tidak tahu bagaimana
melaksanakannya sebab belum pernah mendapatkan
pelatihan.
2. Menganggap bahwa evaluasi itu tidak perlu karena
masalah kerohanian tidak bisa kita ukur hanya sebatas
nilai atau angka yang dapat diberikan. Manusia menabur
benih Firman Tuhan, Roh Tuhanlah yang mengerjakan
pertumbuhan jadi, guru berserah saja kepada Tuhan dan
biar Ia yang menilai.
3. Memandang bahwa evalusi merupakan tugas
“menghakimi”. Bukankah Firman Tuhan menyatakan agar
kita jangan menghakimi (Mat 7: 1-5)? Tentu saja evaluasi
merupakan kegiatan penghakiman (judgement), dalam
arti positif. Kita” melihat selumbar” lebih dahulu di mata
kita sebelum “melihat ada balok” di mata orang lain, yaitu
peserta didik dan rekn-rekan guru.
Dalam rangka menilai keberhasilan kegiatan pembelajran di
gereja, kita dapat melakukan beberapa kegiatan:
Pertama, mengajukan sejumlah pertanyaan secara lisan
kepada peserta didik di akhir aktifitas pembelajaran.
Pertanyaan itu dapat berkaitan dengan bahan pengajaran,
apakah peserta didik mengingat yang dibicarakan.

42
Kedua, guru dapat melakukan wawancara (interviu) secara
ringkas kepada beberapa peserta di akhir pelajaran.
Ketiga, dengan memberikan sebuah angket ringkas untuk
ditanggapi oleh peserta didik. Hal semacam itu khiususnya tepat
di kalangan peserta didik remaja, pemuda, dan orang dewasa.
Kelompok usia itu diharapkan sudah bersedia menyatakan
pandangan dan sikapnya secara tertulis.
Keempat, guru juga dapat menilai keberhasilan mengajar yang
dilangsungkan dengan mengamati perubahan sikap dan
perilaku peserta didik. Pserta didik yang rajin hadir dan
antusias di dalam kegiatan belajar, seperti kerap bertanya dan
memberikan pendapat, menun jukkan bahawa kegdiam saja
malah mengganggu rekannya, perlu dibimbing oleh guru.
Kepada mereka, dapat diajukan sejumlah pertanyaan untuk
mengetahui penyebabnya.

B. Evaluasi Di Sekolah
Dalam konteks sekolah, lazimnya guru mengadakan
evaluasi, baik secara formatif maupun sumatif. Evaluasi formatif
berlangsung di tengah-tengah berjalannya program
pembelajaran. Kalau sebuah program pembelajaran
berlangsung selama dua bulan, misalnya, setiap dua minggu
evaluasi itu dapat dilakukan agar kegiatan berikutnya dapat
lebih efektif. Dalam konteks sekolah, evaluasi formatif itu
dilakukan guru melalui ulangan harian, tes, atau ulangan
mingguan dan ujian tengah semester. Bahkan, tugas-tugas
murid juga mendapat perhatian guru sebagai bagian dari
portofolio.
Evaluasi sumatif dilaksanakan pada akhir keseluruhan
program, sebagai kegiatan klimaks. Tidak jarang dalam konteks
pendidikan formal (sekolah dan perguruan tinggi ), penilaian
ditekankan pada jenis evaluasi itu. Atas dasar penilaian sumatif
itulah, yang biasanya dalam bentuk ujian akhir, peserta didik
mendapatkan penilaian dari pengajar dalam bentuk angka atau

43
huruf. Dalam hal itu, aspek kognitif (pengetahuan) peserta
didik sajalah yang dapat diketahui oleh pengajar, sedangkan
dimensi lainnya tidak.
Evaluasi seharusnya bersifat holistic, menyeluruh. Dimensi
pengetahuan, sikap, perasaan, perbuatan, dan relasi sepatutnya
mendapat perhatian guru di dalam menilai peserta didiknya.
Selain itu tidak cukup guru hanya member tekanan pada
penilaian sumatif, tetapi juga formatif; tidak cukup guru hanya
memberikan penilaian formatif, tetapi juga mencakup sumatif.
Keduanya harus berjalan seimbang dan saling terkait.
Di bawah ini beberapa manfaat evaluasi:
1. Guru dapat menilai sejauh mana tujuan umum dan tujuan
operasional yang dirumuskan itu relevan dan telah
tercapai dalam kegiatan belajar dan mengajar. Evaluasi
merupakan sarana untuk mengukur sejauh mana tujuan
belajar itu tercapai.
2. Guru dapat memberitahu kemajuan prestasi belajar
peserta didiknya. Apabila ditemukan ada kelemahan, ia
dapat menjelaskan serta membantunya mencari jalan
keluar.
3. Guru dapat mengetahui kemajuan keterampilan
mengajarnya, apakah metodenya relevan, apakah
hubungan antar pribadi dengan peserta didik sangat
membangun dan mendorong, serta apakah bahan yang
diajarkan itu dapat diterima dengan baik oleh peserta
didiknya. Ecaluasi itu seharusnya mengukur keterampilan
mengajar guru atau kompetensi paedagogiknya, yang
mencakup aspek komunikasi, relasi penyajian, dan
penguraian, serta pelatihan.
4. Guru dapat “mengadakan perubahan” di tengah-tengah
keseluruhan program berdasarkan hasil evaluasi formatif.
Bahkan, ia dapat merevisi silabus pembelajaran demi
efektifitas. Dengan demikian, bahan pengajaran menjadi

44
selalu relevan dengan evaluasi yang akan berlangsung dan
hasilnya dapat diketahui oleh mereka.
5. Penilaian terhadap peserta didik seharusnya berlangsun g
secara kontinu. Selama kegiatan belajar berlaku (satu
semester atau satu tahun).
6. Penilaian seharusnya meliputi kompetensi pengetahuan,
kerohanian, sikap, relasi social dan keterampilan karya
peserta didik.
7. Penilaian yang dipahami peserta didik, guru, dan orang tua
memiliki manfaat untuk mengetahui kekuatan dan
kekurangan serta untuk meningkatkan kualitas belajar
dan pembelajaran.

C. Beberapa Jenis Evaluasi


Kita dapat melaksanakan evaluasi kegiatan belajar ataupun
program
melalui berbagai pendekatan. Tentu saja setiap pendekatan
memiliki kekuatan dan kelemahannya sendiri. Berikut di
bawah ini beberapa jenis evaluasi yang perlu dibahas.
1. Penilaian berdasarkan ujian. Alat yang sering dipakai
dalam kegiatan ini disebut tes. Ada tiga jenis tes yang
utama yaitu: Tes objektif, tes esai tertutup, tes esai
terbuka.
2. Penilaian melalui tugas (PR). Tugas yang diberikan
dengan baik dan jelas dapat membantu peserta didik
untuk menampilkan kemampuan belajarnya termasuk
spiritualitas, pengetahuan dan pengertian, keterampilan,
serta orisionalitasnya.
3. Penilaian berdasarkan pengamatan. Hal itu penting dalam
rangka mengukur keterampilan dan sikap yang dituntut
berkembang dalam diri peserta didik.
4. Penilaian berdasarkan wawancara (interview), termasuk
ujian lisan komprehensif. Dalam kegiatan itu guru dapat
mengukur kemajuan peserta didik dengan cara

45
mengajaknya berbincang-bincang mengenai pokok
tertentu, dan sebaiknya yang disepakati bersama (prinsip
terbuka). Artinya evaluasi itu sudah diberitahukan kepada
peserta didik.
5. Penilaian berdasarkan portofolio. Penilaian ini adalah
suatu usaha untuk memperoleh berbagai informasi secara
berkala, berkesinambungan, serta menyeluruh tentang
proses dan hasil perkembangan wawasan, pengetahuan,
sikap, dan keterampilan siswa yang bersumber dari
dokumentasi pengalaman belajarnya.

D. Evaluasi Bahan Pengajaran


Guru perlu merencanakan alat untuk mengukur sejauh
mana relevansi atau kegunaan dari bahan pengajarannya bagi
peserta didik. Hal itu dapat dilakukan dengan merancang bahan
evaluasi tertulis dapat juga disertai wawancara. Melalui
evaluasi bahan pengajaran, guru harus mengajak peserta didik
untuk melaksanakan dan mengetahui beberapa hal penting
berikut.
1. Menilai sejauh mana bahan yang telah dipelajari
membawa manfaat positif. Hal-hal apa yang diperoleh?
Bahan-bahan mana yang paling dan kurang menolong?
Penilaian bahwa pengajaran (isi kurikulum) itu berguna
un tuk mengukur sejauh mana tujuan telah tercapai.
2. Menilai topic-topik mana yang kurang membawa manfaat
selama kegiatan belajar berlangsung. Peserta didik sendiri
dapat member masukan mengenai urutan dari isi
pengajaran, yaitu bagaimana sebaiknya di kemudian hari.
3. Memberi usulan terhadap topic yang dipandang perlu
dibicarakan dalam program berikutnya. Hal itu menjadi
masukan bagi guru dalam meningkatkan kualitas
pelayanan. Karena keterbatasannya, guru tidak selalu
mampu memahami keluasan dan kedalaman bahan
pengajaran. Mungkin saja ada topic pengajran yang

46
diperlukan peserta didik, tetapi tidak diikutsertakan guru
karena alasan tertentu.
4. Bila perlu, guru bisa meminta peserta didiknya untuk
membuat rencana pengajaran yang akan ditempuhnya.
Peserta didik remaja sudah bisa didorong untuk
mewujudkan hal itu, apalagi peserta didik dewasa. 6

E. Evaluasi Terhadap Guru


Evaluasi terhadap guru banyak yang tidak melakukan
karena hasilnya akan memperlihatkan kekuatan dan
kelemahannya. Tetapi guru kalau mau maju dalam profesinya
perlu meminta peserta didiknya untuk member penilaian. Di
bawah ini beberapa penilaian terhadap gurunya yang
dipengaruhi beberapa factor :
1. Ketulusan guru untuk dinilai peserta didik. Untuk itu
guru harus mengembangkan diri dalam segi perumusan
alat evaluasi yang tepat dan relevan.
2. Perasaan aman yang dimiliki peserta didik sekalipun
mengemukakan hal-hal yang subjektif. Misalnya, nilai
belajarnya terjamin tidak terancam karena hasil evaluasi
yang dikemukkannya.
3. Relasi yang dikembangkan oleh peserta didiknya selama
interaksi belajar dan mengajar berlangsung.
Penilaian mutu professi dapat kita lakukan melalui
bantuan rekan. Sering
rekan pengajar lainnya dapat memberitahukan dengan baik
sisi-sisi kekuatan dan kelemahan kita sendiri dalam banyak segi,
seperti kerohanian, watak dan sikap, minat, pengetahuan, dan
keterampilan. Diharapkan bahwa rekan kita mengemukakan
apa yang didengar, dilihat, dan dirasakannya.

6
B.S. Sidjabat, Ed.D, Mengajar secara Profesional, Yayasan Kalam Hidup,
Bandung tahun 2009 hal347-348

47
Guru dapat merencanakan alat bagi keperluan itu, yaitu
dengan memmperhatikan prinsip-prinsip yang telah
dikemukakan. Untuk itu sepatutnyalah guru memandang
peserta didiknya (khususnya remaja, pemuda, dan orang
dewasa) sebagai “rekan sekerja” yang dapat membantu dirinya
sendiri dalam meningkatkan wawasan dan keterampilan
keguruannya.
Dalam bagian berikut, kita dapat melihat contoh muatan
yang perlu diajukan untuk dinilai peserta didik. Alat itu
memperlihatkan aspek-aspek yang patut dievaluasi, yaitu
mencakup suasana dan kesan umum, kedalaman dan relevansi
bahan pengajaran, serta kualitas guru sebagai pribadi, pengajar
dan rekan atau sahabat. Peserta juga mendapat kesempatan
untuk merefleksikan usulan yang dianggapnya penting.
Meskipun contoh itu berkaitan dengan program
perkuliahan dalam konteks sekolah, model yang sama dapat
saja kita terapkan dengan lebih sederhana di dalam konteks luar
sekolah (pendidikan non formal). Untuk kegiatan belajar dan
mengajar di gerejapun, pola yang sama tetap dapat kita
kembangkan.

48
ADMINISTRASI DAN
MANAJEMEN
GEREJA

A. Pengertian Administrasi Gereja


Administrasi adalah usaha dan kegiatan yang meliputi
penetapan tujuan serta penetapan cara-cara penyelenggaraan
pembinaan organisasi, atau usaha dan kegiatan yang berkaitan
dengan penyelenggaraan kebijakkan untuk mencapai tujuan.
Administrasi dalam arti luas adalah proses rangkaian kegiatan
terhadap pekerjaan pokok yang dilakukan oleh sekelompok
orang secara dinamis dalam kerjasama dengan pola pembagian
kerja untuk mencapai sasaran dan tujuan tertentu yang
rasional, secara efektif dan efisien.
Sedangkan arti kata “gereja” berasal dari kata Portugis
igreya, yang jika mengingat akan cara pemakaiannya sekarang
ini, adalah terjemahan dari kata Yunani kyriake, yang berarti
menjadi milik Tuhan. Adapun yang dimaksud dengan “milik
Tuhan” adalah orang-orang yang percaya kepada Tuhan Yesus
sebagai Juruselamatnya. Jadi yang dimaksud gereja adalah
persekutuan para orang beriman. Di dalam PB, kata yang
dipakai untuk menyebutkan persekutuan para orang beriman
adalah ekklesia, yang berarti rapat atau perkumpulan yang
terdiri dari orang-orang yang dipanggil untuk berkumpul.
Mereka berkumpul karena dipanggil atau dikumpulkan.
Namun penjelasan Hadiwijono tentang definisi gereja
sepertinya masih belum jelas, mengapa orang- orang tersebut
dikumpulkan. Oleh karena itu, saya mencoba mengutip
penjelasan Fitriyanti A. Massel, dkk dikutip (dalam Aritonang,
2008 & Soedarmo, R. 2009) bahwa gereja adalah persekutuan

49
orang-orang percaya yang mengaku Yesus Kristus sebagai
Tuhan dan Juruselamat. Gereja adalah persekutuan orang-orang
kudus, yaitu persekutuan orang-orang yang menjadi suci
kembali di hadapan Allah oleh karena perbuatan Tuhan Yesus
Kristus. Jadi berdasarkan penjelasan itu, maka saya meyakini
bahwa gereja dalam bahasa Yunani yaitu Ekklesia/milik Tuhan,
yang disebut kata kuriakon. Kuriakon adalah lebih
mengarahkan kepada orangnya atau manusia/ pribadi itu
sendiri.
Atas dasar itulah administrasi gereja sangat diperlukan
dalam gereja, karena yang diurus oleh gereja adalah orang-
orang. Menurut hemat Simson A. Keo mengatakan bahwa
“setiap gereja baik kecil maupun besar harus mempunya sistem
administrasi dan manajemen yang jelas. Mengapa? karena kalau
gereja mempunyai sistem yang mantap dan tersusun otomatis
fungsi gereja sebagai gereja tubuh Kristus akan berjalan dengan
baik sesuai dengan arah kehendak Tuhan. Itulah sebabnya
gereja harus mempunyai pemahaman yang benar tentang
pengertian administrasi dan manajemen.
Saya kira, apa yang disampaikan oleh Simon di atas menjadi
salah satu koreksi bagi gereja-gereja yang sedang menjalankan
tugas pastoralnya. Benar atau tidaknya masih banyak gereja-
gereja, yang belum menerapkan sistem administrasi dan
manajemen yang baik di dalam gereja saat ini, bahkan ada
beberapa pendeta memiliki asumsi bahwa gereja ini adalah
milik Tuhan dan harus berjalan sesuai dengan pimpinan roh
kudus.
Di satu sisi ada benarnya, namun di sisi lain tanpa
administrasi dan manajemen yang transparan maka gereja akan
mengalami kesulitan-kesulitan dalam mengembangkan
fungsinya. Makanya, kita jangan heran jika gereja seringkali
menghadapi persolan- persoalan yang datang dalam internl,
bahkan tidak sedikit gereja pecah atau bubar hanya karena
masalah administrasi yang tidak jelas.

50
Administarsi gereja sering dilupakan, padahal administrasi
gereja adalah sebagai usaha atau kegiatan yang meliputi
penetapan tujuan serta penerapan cara- cara penyelenggaraan
pembinaan organisasi atau cara bagaimana umat Tuhan dapat
mengenal Allah dengan baik. Karena tugas panggilan gereja
merupakan kelanjutan dari misi Tuhan Yesus kepada dunia.
Salah satu tugas panggilan gereja adalah mengajar (didaskalia),
persekutuan (koinonia), pelayanan (diakonia), dan kesaksian
(marturia).
Jadi, dari pengertian dan penjelasan di atas, maka saya
menyimpulkan bahwa administrasi gereja bukan hanya sekedar
surat-menyurat atau menyimpan data- data gereja, tetapi yang
lebih penting dalam administrasi gereja adalah adanya
keteraturan dalam pelayanan sebagaimana yang dilakukan oleh
Tuhan Yesus kepada murid-murid-Nya. Yesus menjadi
pemimpin dan melayani murid-murid-Nya demi sebuah visi
Ilahi, supaya murid-murid-Nya mengenal Dia sebagai Tuhan
yang menyelamatkan dunia.
Begitu pula dengan gereja, gereja harus berusaha
membangun persekutuan yang kuat dengan Tuhan, agar jemaat
dapat mengenal Tuhan dengan benar. Tujuan ini dapat berjalan
denga baik apa bila pemimpin gereja memiliki sasaran dan
keterbukaan dalam menata pelayanan dalam gereja.
Dalam administrasi gereja harus diketahui empat hal di
dalamnya, yang seperti dituliskan oleh Yakub Susabda. 7
1. Bersangkut-paut dengan Iman
Oleh karena administrasi gereja tidak sama dengan
administrasi dan organisasi apapun juga. Administrasi
gereja hanyan dapat dilaksanakan oleh orang Kristen
yang beriman sehat, yang mempunyai teologi dan
pengetahuan Alkitab yang sehat pula.
2. Bersangkut-paut dengan situasi dan kondisi jemaat

7
Yakub Susabda, Administrasi Gereja, …hal. 10-11

51
Oleh karena administrasi gereja selalu fleksibel dan tidak
perlu dipaksakan. Admnistrasi gereja hanya lahir dari
suatu pergumulan dengan Tuhan. Dan Tuhan adalah
Tuhan yang hidup yang menyatakan firman-Nya sesuai
dengan situasi dan kondisi jemaat-Nya.
3. Bersangkut-paut dengan misi gereja
Oleh karena administrasi hanyalah alat supaya gereja
bisa melaksanakan misi yang dipercayakan Allah
padanya. Administrasi gereja adalah ekspresi dari
kepekaan pemimpin-pemimpin gereja terhadap
kehendak Allah atas gereja-Nya.
4. Bersangkut-paut dengan pengetahuan sejarah
Oleh karena gereja yang kelihatan wujudnya dibumi ini
(visible) tidak pernah sempurna pada dirinya. Ia menjadi
sempurna dalam ikatan kesatuan dengan gereja-gereja
lain, gereja segala tempat dan segala zaman.
Administrasi gereja tidak lepas juga dari pemimpin yang
mengatur di dalamnya. Diperlukan seorang pemimpin yang baik
dan berkualitas untuk memajukan suatu administrasi dalam
gereja. Tentu saja pemimpin yang takut akan Tuhan. Berkenaan
dengan itu, Yakob Tomatala sudah menuliskan dengan baik
dalam bukunya “kepemimpinan yang dinamis”:8
a. Pengertian Kepemimpinan Kristen
Kepemimpinan Kristen ialah suatu proses terencan yang
dinamis dalam konteks pelayanan Kristen (yang
menyangkut faktor waktu, tempat, dan situasi khusus)
yang di dalamnya oleh campur tangan Allah, Ia
memanggil bagi diri-Nya seorang pemimpin (dengan
kapasitas penuh) untuk memimpin umat-Nya (dalam
pengelompokan diri sebagai suatu institusi/orgnisasi)
guna mencapai tujuan Allah (yang membawa

8
Yakob Tomatala, Kepemimpina yang Dinamis, (Malang: Gandum Mas, 1997),
hal. 42-50

52
keuntungan bagi pemimpin, bawahan, dan lingkungan
hidup) bagi dan melalui umat-Nya, untuk kejayaan
kerajaan-Nya.
b. Panggilan sebagai Pemimpin Kristen
Kepemimpinan Kristen didasarkan atas premis utama
bahwa Allah di dalam kehendak-Nya yang berdaulat,
telah menetapkan serta memilih setiap pemimpin
Kristen kepada pelayanan memimpin.
c. Dasar Etik-moral Kepemimpinan Kristen
Kepemimpinan Kristen memiliki dasar etika moral yang
Alkitabiah. Dalam kepemimpinan Kristen, presuposisi
dasar etik-moral dilandaskan atas “inkarnasi” Yesus
Kristus.
Dari sini dapat ditarik benang merah antara administrasi
gereja dan kepemimpinan Kristen. Masih dalam bukunya, Yakob
Tomatala memberikan lima tugas administrasi gereja berkaitan
dengan kepemimpinan Kristen: 9
1. Strategi koordinatif
Disini administrator harus mengkoordinasi hubungan
dengan top leader dan para manajer serta para bawahan
dalam pelaksanaan tugas yang memuluskan pelaksanaan
kerja. Untuk melaksanakan semua fungsi yang
disinggung di atas, seorang administrator perlu
memahami dengan baik dan mampu menerjemahkan
tujuan organisasi, sistem manajemen organisasi, gaya
kepemimpinan, kondisi organisasi serta lingkungan
kerja. Ia pun harus mengenal orang-orang (membina
hubungan dengan para bawahan) dan tugas yang
dipercayakan kepadanya.
2. Strategi perencanaan dan perencanaan strategis
Strategi perencanaan berkenaan dengan faktor-faktor
dasar yang harus dikenal atau diketahui sebagai

9
Ibid., hal. 163-171

53
landasan membuat perencanaan. Perencanaan strategis
adalah penataan dasar-dasar strategis bagi perencanaan,
yang dapat diwujudkan seorang administrator.
3. Strategi pengorganisasian
Berkenaan dengan memperhatikan struktur serta
ketentuan keorganisasian untuk mengelola “orang” guna
bekerja pada satuan kerja khusus bagi setiap individu;
dan menetapkan dan mengelola semua “satuan kerja”
yang ada dan mungkin ada dengan mengelompokkan
semua satuan kerja tersebut pada bidang-bidang kerja
secara departmental.
4. Strategi memimpin
Fokus utama yang diberikan ialah mencipta kinerja kerja
tinggi secara keseluruhan melalui proses pelaksanaan
kerja. Dengan asumsi bahwa proses kinerja kerja sedang
berjalan, administrator kini sedang dalam aktualisasi
memimpin. Dalam aktualisasi memimpin, faktor utama
yang perlu memperoleh perhatian ialah “orang”
(pemimpin dan bawahan).
5. Strategi mengawasi
Sangat menentukan sejauh mana akan terwujud kualitas
kerja dan produktivitas kerja yang bermutu tinggi. Disini
administrator harus memastikan bahwa setiap orang
(bawahan) tetap bekerja dengan baik dan proses serta
produksi kerja berjalan sesuai dengan rencana.

B. Sikap Gereja pada umumnya dengan Administrasi


Gereja
Ada dua sikap gereja dalam memahami administrasi.
Seperti yang dituliskan oleh Susabda: 10
1. Pandangan negatif di antara gereja-gereja Injili.

10
Yakub Susabda, Administrasi Gereja, …, hal. 13-15

54
Pada umumnya gereja-gereja Injili acuh tak acuh
terhadap masalah-masalah sekitar administrasi gereja.
Pertama, disebabkan oleh karena salah pengertian
terhadap administrasi gereja itu sendiri, dan kedua oleh
karena salah pengertian tentang keberadaan dan
panggilan gereja. Tidak heran kalau mereka berpikir,
a. Administrasi gereja akan mengurangi energy yang
sangat diperlukan untuk pemberitaan firman Tuhan.
b. Administrasi gereja mematikan kehidupan spiritual
dari gereja dan mengubah hakikat gereja dan
persekutuan orang-orang percaya, tubuh Kristus,
menjadi lembaga (institusi) Kristen saja.
2. Salah pengertian dari gereja-gereja non Injili.
Pada umumnya gereja-gereja non injili menaruh
perhatian yang lebih besar kepada urusan administrasi.
Pertama oleh karena munculnya kesadaran yang lebih
besar akan tuntutan yang nyata dari kebutuhan
administrasi gereja yang rapi (hasil dari keterbukaan
dalam komunikasi dengan dunia), tetapi kedua, ada
kecenderungan yang besar untuk memakai administrasi
gereja secara keliru. Saat ini banyak pendeta yang lebih
mengutamakan pekerjaan administrasi karena:
a. Gambaran tentang “pendeta yang sukses” sudah
berubah. Pendeta akan merasa lebih dihargai kalau ia
sukses sebagai administrator, sering keluar kota
untuk menghadiri rapat, seminar atau diundang
untuk menghadiri diskusi, dsb.
b. Kegagalan yang dialami banyak pendeta dalam
kehidupan rohaninya sendiri
Bagi banyak orang, administrasi gereja (dalam
pengertian sempit) menjadi satu-satunya tempat
perlindungan dan persembunyian dari akibat-akibat
yang tidak diinginkan oleh karena kegagalan dalam
kehidupan rohani.

55
ADMINISTRASI DAN
MANAJEMEN GEREJA
ORGANISASI DAN MANAJEMEN SDM GEREJA

A. ORGANISASI GEREJA
1. Kristus adalah Kepala Gereja
Perjanjian Baru dengan jelas mengatakan bahwa Kristus
adalah kepala jemaat, “Yang dikerjakan-Nya di dalam Kristus
dengan membangkitkan Dia dari antara orang mati dan
mendudukkan Dia di sebelah kanan-Nya di sorga, Dan segala
sesuatu telah diletakkan-Nya di bawah kaki Kristus dan Dia
telah diberikan-Nya kepada jemaat sebagai Kepala dari
segala yang ada” (Efesus 1:20, 22). Allah telah memberi
wewenang (kuasa) kepada Kristus untuk menjadi kepala
segala sesuatu. Di dalam pasal 5:23 kitab Efesus, Paulus
menggambarkan kepala jemaat di Efesus bahwa Kristus
adalah kepala jemaat sama dengan suami adalah kepala istri
(Efesus 4:15; Kolose 2:14).
Kalau Kristus adalah kepala jemaat maka kuasa Kristus-
lah yang berlaku bagi jemaat atau gereja itu. Kuasa Kristus
untuk mengatur jemaatNya adalah Perjanjian Baru, sehingga
segala sesuatu yang berhubungan dengan gereja agar
berkenan kepada Kristus sebagai kepala jemaat harus sesuai
dengan Perjanjian Baru, segala aktivitas dalam jemaat itu
harus sesuai dengan Firman Tuhan. Kita harus menghargai
wewenang Kristus dengan mengikuti FirmanNya. Sebelum
Yesus terangkat ke surga, Ia berkata kepada Rasul-rasulNya,
"Kepada-Ku telah diberikan segala kuasa di sorga dan di
bumi” (Matius 28:18). Semua kuasa adalah milik Kristus
khususnya mengenai gereja, manusia tidak memiliki kuasa
sama sekali atas gereja, manusia hanya mengikuti aturan-
aturan gereja yang telah ditetapkan Kristus dalam Perjanjian

56
Baru tetang gereja. Kita harus menyadari bahwa Kristus
adalah Penguasa Mutlak dalam gereja karena Ia adalah
kepala atau Pemilik atau Pendiri gereja. Manusia tidak
memiliki hak untuk mendirikan gereja karena Kristus
sendirilah yang mendirikannya, manusia tidak memiliki
kemampuan untuk mendirikan gereja. Kalaupun banyak
orang yang mengaku bahwa kepala gereja itu bukan Kristus
melainkan Paus atau Ephorus, maka dapat kita pastikan
bahwa gereja itu bukanlah gereja Kristus, gereja itu bukanlah
gereja yang mengikuti Perjanjian Baru. Kita juga perlu
menyadari bahwa Kristus tidak pernah mendelegasikan
kuasa yang diberikan Allah Bapa kepada siapapun kecuali
kepada RasulNya, “Kepadamu akan Kuberikan kunci
Kerajaan Sorga. Apa yang kauikat di dunia ini akan terikat di
sorga dan apa yang kaulepaskan di dunia ini akan terlepas di
sorga" (Matius 16:19).
Dan kemudian kelak gereja itu akan diserahkan oleh
Yesus kepada Bapa, bukan kepada manusia, “Kemudian tiba
kesudahannya, yaitu bilamana Ia menyerahkan Kerajaan
kepada Allah Bapa, sesudah Ia membinasakan segala
pemerintahan, kekuasaan dan kekuatan” (1 Korintus 15:24).
Firman Tuhan yaitu Perjanjian Baru jelas sekali
mengatakan bahwa kepala dari gereja itu adalah Kristus,
tetapi sebagian orang berkata bahwa Kristus adalah kepala
gereja di Surga dan sebagai wakil Kristus di dunia perlu
seseorang untuk mengatur organissi gereja. Manusia boleh
saja mengatakan apa saja tetapi itu tidak benar karena tidak
berdasarkan Firman Tuhan. Kita tidak pernah dapat
menemukan kata Paus dan kata Ephorus dalam Perjanjian
Baru, dan kita harus menyadari segala kuasa baik di surga
maupun di bumi adalah milik Kristus (Matius 28:18). Soal
mengawasi gereja di bumi itu tidak perlu karena ada Firman
Tuhan sebagai standar bagi kita untuk mengetahui apakah
gereja itu palsu atau murni, “Sebab firman Allah hidup dan

57
kuat dan lebih tajam dari pada pedang bermata dua mana
pun; ia menusuk amat dalam sampai memisahkan jiwa dan
roh, sendi-sendi dan sumsum; ia sanggup membedakan
pertimbangan dan pikiran hati kita” (Ibrani 4:12). Dan
Kristus yang adalah Illahi sangat sanggup untuk mengatur
GerejaNya yang ada di bumi ini melalui FirmanNya.
2. Bentuk-bentuk Pemerintahan Gereja
a. Episkopal
Istilah ‘episkopal’ berasal dari bahasa Yunani (bahasa asli
Alkitab Perjanjian Baru), yakni: ‘episkopos’ (tunggal) atau
‘episkopoi’ (jamak), yang artinya uskup atau bishop. Jadi jenis
kepemimpinan episkopal adalah sistem kepemimpinan
gereja yang otoritas tertingginya berada di tangan para
uskup/bishop. Sistem kepemimpinan episkopal adalah
bersifat hirearkis, dari atas ke bawah. Ada kepemimpinan
paling rendah, yakni di gereja lokal, kemudian
kepemimpinan tingkat wilayah, dari wilayah yang lebih kecil
hingga wilayah yang lebih luas, lalu para uskup di atasnya.
Tidak ada satu pemimpin yang berada di puncak, yang
memimpin semua para uskup dan gereja lokal/gereja-gereja
wilayah. Para uskup dianggap setara kedudukannya, walau
ada satu orang uskup yang umumnya dipandang sebagai
yang dituakan. Namun uskup yang satu itu bukanlah
pemimpin puncak, melainkan lebih pada simbol pemersatu
atau semacam koordinator para uskup. Kendati demikian,
sistem kepemimpinan episkopal juga mempunyai beberapa
variasi, yang berbeda di antara aliran gereja yang
menerapkannya.
Sistem kepemimpinan episkopal umumnya dipakai di gereja-
gereja Ortodoks, baik Ortodoks Oriental maupun Ortodoks
Timur. Sistem pemerintahan gereja episkopal muncul dari
pandangan bahwa di Alkitab, istilah ‘presbuteros’ (tunggal)
atau ‘presbuteroi’ (jamak), yang artinya penatua, dan istilah
‘episkopos/episkopoi, yang artinya penilik, menunjuk pada

58
dua jabatan yang berbeda. Artinya, Episkopos
(penilik/pengawas jemaat) dipandang lebih tinggi daripada
presbuteros (penatua jemaat). Jadi menurut penganut sistem
kepemimpinan episkopal, penilik yang disebut dalam 1
Timotius 3 dan penatua dalam Titus 1 adalah dua jabatan
yang berbeda. Dalam perkembangannya, misalnya dalam
gereja Katolik, penilik itu disebut uskup, sedangkan penatua
itu disebut imam, yang posisinya lebih rendah dari uskup. Di
samping itu juga dipandang ada hirearki jabatan dari para
rasul ke para utusan rasul, dan dari para rasul ke para
penatua. Misalnya, Timotius dan Titus yang diberi hak dan
wewenang untuk mengangkat para penatua, yang
mengindikasikan posisi mereka lebih tinggi daripada para
penatua, dan lebih rendah daripada para rasul (1 Timotius 3;
Titus 1).
b. Presbiterian
Istilah ‘presbiterian’ berasal dari bahasa Yunani (bahasa asli
Alkitab Perjanjian Baru), yakni: ‘presbuteros’ (tunggal) atau
‘presbuteroi’ (jamak), yang artinya penatua atau tua-tua. Jadi
sistem kepemimpinan presbiterian adalah sistem
pemerintahan gereja di mana otoritas tertinggi berada di
tangan para penatua jemaat, dan penatuanya selalu jamak.
Mereka tidak memiliki hirearki jabatan, karena semua gereja
lokal adalah sama dan setara, dan para penatuanya tentu juga
setara, tidak ada yang lebih tinggi dan yang lebih rendah.
Sistem pemerintahan gereja presbiterian ini muncul dari
pandangan bahwa para penatua adalah para pemimpin
jemaat lokal di Alkitab. Dan bertentangan dengan sistem
episcopal, mereka menyamakan kata presbuteroi dengan
episkopoi. Dasarnya adalah karena presbuteroi (penatua)
dipertukar-tempatkan dengan episkopoi (penilik) dalam
Titus 1:5-7. Dengan kata lain, menurut gereja-gereja yang
menganut sistem kepemimpinan gereja presbiterian, penilik
dan penatua menunjuk pada jabatan yang sama.

59
Sistem kepemimpinan gereja presbiterian merupakan
“penemuan” John Calvin, seorang reformator utama gereja,
sebagai kritik terhadap gereja Katolik yang menerapkan
sistem pemerintahan gereja episkopal, bahkan kepausan.
Calvin beranggapan bahwa sistem presbiterian adalah sistem
yang diterapkan pada gereja-gereja Perjanjian Baru. Sistem
ini adalah bagian dari prinsip “imamat am semua orang
percaya” (tidak membedakan secara tajam antara rohaniwan
dan jemaat awam), salah satu hal yang diperjuangkan oleh
para reformator. Sistem presbiterian banyak dianut oleh
gereja-gereja protestan, khususnya Calvinis/Reformed,
yakni gereja-gereja yang berpegang pada ajaran Calvin.
Di Indonesia gereja-gereja penganut sistem presbiterian
sinodal antara lain adalah GKI dan GPIB. Namun dalam
perkembangannya, dan penerapannya zaman sekarang,
kepemimpinan gereja seperti ini umumnya tidak murni
presbiterian, tetapi semi sinodal. Karena itu sistem
kepemimpinan gereja ini disebut juga dengan istilah
presbiterian sinodal. Sistem sinodal adalah sistem yang yang
memberi otoritas pada sinode atau rapat para penatua dari
berbagai gereja. Dengan demikian, maka sistem presbiterian
sinodal memiliki otoritas baik pada para penatua maupun
pada sinod. Dalam sistem presbiterian, para penatua, yang
disebut majelis jemaat, terdiri dari dua macam, yakni
penatua rohaniwan dan penatua awam. Penatua rohaniwan
ini disebut juga pendeta, sedangkan penatua awam biasa
disebut sebagai majelis, sekalipun pendeta juga termasuk
majelis. Pendeta biasanya sekolah Alkitab formal dan
melayani gereja secara penuh, berkhotbah serta melayankan
sakramen. Sedangkan majelis umumnya tidak berkhotbah
(atau jarang) dan biasanya tidak melayankan sakramen
(tetapi ini tergantung pada denominasi gereja masing-
masing). Namun, seorang majelis awam bisa menjadi ketua

60
majelis jemaat, bahkan ketua sinode gereja, yang tentu
membawahi para majelis rohaniwan (pendeta).
c. Kongregasional
Kongregasional adalah sistem pemerintahan gereja yang
berada pada gereja lokal, atau pada para anggota jemaat.
Istilah “kongregasional” berasal dari kata Inggris
“congregation”, yang artinya jemaat. Sistem kepemimpinan
kongregasional pertama kali muncul dari jemaat Skotlandia
pada abad ke-16, sebagai protes terhadap gereja Anglikan
(gereja induk mereka), yang mempunyai sistem
kepemimpinan monolitik. Jemaat Skotlandia ini kemudian
menjadi Gereja Kongregasional pertama di dunia, yang
menyebar ke berbagai negara.Tetapi sistem kepemimpinan
Kongregasional juga menyebar ke berbagai aliran gereja
Protestan, bukan hanya bagi gereja yang menyebut diri
Gereja Kongregasional.
Sistem kepemimpinan Kongregasional juga banyak
ditemukan di gereja-gereja beraliran Baptis. Dalam sistem
Kongregasional, kedudukan anggota jemaat sangat kuat. Para
pemimpin gereja bertanggung jawab kepada jemaat, serta
diangkat dan diberhentikan oleh anggota jemaat. Jadi ketika
seorang pendeta/gembala gereja dianggap melakukan
pelanggaran atau dinilai kurang “performed”, maka jemaat
bisa memberhentikannya. Di sisi lain, dalam gereja-gereja
yang menganut sistem Kongregasional, seorang pendeta bisa
“melamar” menjadi gembala jemaat. Sistem Kongregasional
mendapat dukungan dari beberapa ayat Alkitab, antara lain
dari Kisah Para Rasul. Ketika ada pemilihan diaken di jemaat
mula-mula di Yerusalem, jemaatlah yang memilih mereka,
bukan para rasul yang pada saat itu bertindak sebagi para
pemimpin gereja (Kisah Para Rasul 6:3-5). Dan juga ketika
mereka meilih pemimpin/rasul pengganti Yudas, juga
melibatkan jemaat (Kisah Para Rasul 1:23).

61
d. Monolitik
Sistem kepemimpinan monolitik adalah kepemimpinan yang
menjulang dengan seorang pemimpin tertinggi di atasnya.
Istilah monolitik menunjuk pada “monolit” atau tugu, yang
menjulang tinggi dan mempunyai satu “kepala” di atasnya.
Sistem kepemimpinan ini berbeda dengan sistem episkopal,
sebab sistem episkopal umumnya tidak mempunyai satu
kepala sebagai pemimpin tertinggi, walau ada satu uskup
yang dituakan. Sistem monolitik diterapkan oleh gereja
Katolik dengan sistem kepausan yang dipakainya, di mana
paus merupakan pemimpin tertinggi gereja Katolik sedunia.
Gereja-gereja Protestan juga cukup banyak yang menerapkan
sistem kepemimpinan monolitik. Salah satunya, di Indonesia,
adalah HKBP, di mana Ephorus bertindak sebagai pemimpin
tertinggi atas seluruh gereja HKBP. Seorang Ephorus
membawahi seluruh pendeta secara berjenjang, mulai dari
Praeses (pendeta distrik/wilayah besar), pendeta Resort
(wilayah kecil), hingga Parhangir/Guru Jemaat (pemimpin
tertinggi sebuah gereja lokal).
e. Sinodal
Sistem kepemimpinan sinodal adalah kepemimpinan gereja
yang pimpinan tertingginya berada pada sinode. Secara
etimologis, istilah Sinode (dari bahasa Yunani) artinya adalah
rapat umum. Dalam konteks gereja, rapat umum para
pimpinan gereja lokal dari sebuah organisasi gereja. Tetapi
dalam perkembangannya, istilah sinode mendapat makna
sebagai dewan tertinggi dari sebuah organisasi gereja, yang
membawahi banyak gereja lokal. Jadi sistem kepemimpinan
sinodal adalah sistem kepemimpinan gereja di mana otoritas
tertingginya adalah ketua sinode ataupun hasil keputusan
rapat sinode.
Sistem seperti ini berbeda dengan sistem monolitik. Sistem
monolitik mempunyai seorang pimpinan yang otoritasnya
sangat kuat. Sedangkan dalam sistem sinode, ketua

62
sinodenya (atau keputusan rapat sinodenya) umumnya tidak
sekuat sistem monolitik. Tetapi dalam sistem sinodal,
besarnya otoritas seorang ketua sinode sangat bervariasi,
tergantung organisasi gerejanya. Sistem sinodal banyak
diterapkan di gereja-gereja aliran Protestan.
f. Kependetaan
Sistem kepemimpinan kependetaan adalah sistem
pemerintahan gereja di mana otoritas tertingginya berada di
tangan pendeta gereja lokal. Dalam sistem seperti ini, gereja
lokal dipimpin oleh seorang pendeta/gembala sidang
tunggal, dengan dibantu oleh satu atau lebih wakil
gembala/asisten gembala/majelis/penatua (atau memakai
istilah lain). Sebenarnya secara teori sistem kependetaan ini
tidak ada, namun dalam prakteknya banyak diterapkan.
Peran pendeta sangat kuat dalam sistem seperti ini, baik
terhadap sinode di mana ia bernaung, maupun terhadap
jemaat yang dipimpinnya. Hal ini terjadi karena sang pendeta
adalah pendiri gereja lokal yang dipimpinnya, bukan
didirikan oleh sinode gerejanya. Itulah sebabnya otoritasnya
atas jemaatnya sangat besar, lebih besar dari otoritas sinode.
Akibatnya dalam sistem ini, seorang Pendeta punya kekuatan
“melawan” keputusan sinode, bahkan bisa dengan mudah
keluar dari sinodenya bilamana ada pertentangan di antara
mereka. Pendeta dalam sistem ini juga punya kuasa yang
besar dalam regenerasi kepemimpinan. Dia berhak
“mendudukkan” istri/suami, anak, atau anggota keluarganya
sebagai “pendeta penerus” di gerejanya. Sistem
kepemimpinan kependetaan banyak ditemui di gereja-gereja
beraliran Karismatik dan Pentakosta.
g. Kepenatuaan
Sistem kepenatuaan adalah sistem kepemimpinan gereja di
mana pimpinan tertinggi gereja berada di tangan para
penatua jemaat. Sekalipun istilah “penatua” punya asal kata
yang sama dengan istilah “presbiter”, namun sistem

63
kepemimpinan kepenatuaan berbeda dengan sistem
presbiterian.
Dalam sistem presbiterian masa kini, umumnya bersifat
sinodal, ada pimpinan sinode sebagai posisi yang lebih tinggi
daripada penatua, atau setidaknya ada pimpinan lain selain
para penatua/majelis jemaat (lihat poin 2 di atas). Sementara
dalam sistem kepenatuaan, tidak ada sinode yang
membawahi sejumlah gereja lokal. Gereja hanya terdiri dari
satu jemaat lokal, yang terdiri dari sejumlah satelit atau
cabang yang tidak independen. Sistem kepemimpinan
kepenatuaan banyak diterapkan di gereja-gereja beraliran
Karismatik sebagai kritik terhadap sistem kepemimpinan
gereja yang sudah ada, yang umumnya bersifat sinodal.
Sebab penganut sistem kepenatuaan meyakini bahwa sistem
ini adalah sistem yang diterapkan dalam gereja-gereja
Perjanjian Baru.Gereja-gereja di Indonesia yang menerapkan
sistem kepenatuaan yang tidak bersifat sinodal antara lain
adalah gereja Abba Love dan JPCC.

B. Manajemen Sumber Daya Manusia Gereja


1. Pengurus dalam Manajemen Gereja
Untuk menjalankan fungsi-fungsi dari manajemen,
manajemen didalam setiap organisasi memiliki pengurus-
pengurus dalam manajemennya yang dipimpin oleh seorang
pimpinan dengan anggota-anggota organisasi yang dipilih
untuk memegang jabatan penting lainnya didalam organisasi.
Manajemen gereja memiliki pengurus-pengurus yang
berperan aktif dalam mengelola kepentingan-kepentingan
yang diperlukan oleh gereja dalam pelayanan yang akan
dilakukan. Pengurus-pengurus tersebut terdiri dari seorang
pemimpin utama didalam gereja dan orang-orang yang diberi
kepercayaan oleh pemimpin utama dalam membantu
pekerjaannya melakukan tugas-tugas gereja. Untuk itu
pengurus-pengurus dalam manajemen gereja, mempunyai

64
tugas dan tanggung jawab masing-masing. Pengurus-
pengurus dalam manajemen gereja yaitu:
a. Pendeta Sebagai Eksekutif
Pendeta bertugas sebagai pelayan firman Tuhan, yang
melakukan banyak tugas sebagai fungsi-fungsi pastoral.
Fungsi-fungsi Pastoral tesebut termasuk dalam memimpin
kebaktian, berkhotbah, melayani sakramen, melayani
kelompok dan individu-individu. Pendeta juga bertugas
mengawasi berbagai aktivitas anggota-anggota gereja yang
juga melakukan sebagian fungsi pastoral. Pendeta harus
bertanggung jawab atas segala hal yang ada dalam gereja.
Pendeta harus mempunyai kesanggupan dan pengalaman
untuk mengatur segala sesuatu. Eksekutif bukan berarti
melaksanakan sendiri segala pekerjaan, melainkan
mengangkat dan melatih rekan kerja serta mengatur
pekerjaan bagi mereka, dan dia sendiri berkedudukan
sebagai pemimpin. Tetapi harus bersikap hati-hati, bukan
hanya berpangku tangan, melainkan bekerjasama dengan
mereka, jangan segala sesuatu dipegang sendiri. Pada saat
memimpin, jangan sembarangan mengkritik, melainkan
harus menghargai dan memberi petunjuk yang positif
kepada mereka. Oleh karena itu pendeta selain sebagai
pelayan Firman Tuhan juga harus dapat menjadi rekan kerja
yang baik bagi orang-orang yang ada didalam gereja. Pendeta
sebagai pemimpin didalam manajemen gereja, harus dapat
memimpin domba-domba-Nya (Maz. 23:1), dan menjadi
teladan bagi domba-domba-Nya (I Pet. 5:2-3). Yesus telah
memberikan teladan bagaimana menjadi gembala yang baik,
yang memimpin dan menggembalakan domba- domba-Nya
dengan dengan penuh kasih dan sebelum Ia naik kesurga, Ia
mempercayakan pemeliharaan domba-domba-Nya kepada
pengikut-pengikut-Nya (Yoh. 21:15-19).

65
b. Sekretaris
Sekretaris bertugas mengurus semua kepentingan-
kepentingan yang diperlukan oleh Pendeta. Peter Wongso
mengatakan, ia bertidak sebagai pembantu utama Pendeta. Ia
memberi informasi dan pendapat serta mengatur jadwal
berbagai kegiatan Pendeta. Dalam membantu Pendeta,
sekretaris bertugas mengurus administrasi surat-menyurat,
menyusun arsip gereja baik surat masuk maupun surat
keluar dan bertugas menjadi notulen rapat. Didalam gereja
terdapat banyak program-program gereja dan data-data
keanggotaan gereja, maka sekretaris bertugas dalam
menyimpan salinan program gereja dan data-data
keanggotaan gereja tersebut. Bersama-sama dengan
Pendeta, sekretaris bertugas mengurus pembuatan jadwal
kegiatan- kegiatan rutin ibadah gereja. Menjadi seorang
sekretaris tentunya membutuhkan keterampilan dalam
melakukan pekerjaannya. Octavianus mengatakan, untuk
menolong para sekretaris banyak sekolah yang mengarahkan
pendidikan khusus administrasi dan keterampilan lainnya
demi lancarnya perusahaan ataupun suatu lembaga. Oleh
karena itu gereja sebagai lembaga, didalam manajemennya
haruslah juga memikirkan bagaimana menolong sekretaris
gereja agar dapat bekerja dengan terampil sehingga
sekretaris dapat berperan aktif didalam melancarkan
aktivitas-aktivitas gereja.
c. Bendahara dan Sekretaris Keuangan
Didalam manajemen gereja, bendahara memegang peranan
penting dalam mengurus administrasi keuangan gereja. Oleh
karena itu dalam menjalankan tugasnya bendahara dibantu
oleh sekretaris keuangan untuk mencatat keuangan gereja.
Bendahara bertanggung jawab menjaga uang gereja dan
mengeluarkannya sesuai anggaran-anggaran biaya yang
telah ditetapkan, karena itu bendahara dibantu oleh
sekretaris keuangan perlu membuat catatan dan data-data

66
keuangan gereja. Hal yang harus dilakukan adalah membuat
catatan keuangan seperti mengenai uang yang ada,
pemasukan, pengeluaran dan sisa uang, serta tanda-tanda
terima yang sah dalam setiap pengeluaran yang akan
dipertanggungjawabkan kepada pemimpin gereja. Oleh
karena itu bendahara harus mampu mengatur lalu-lintas
keuangan. Ia tidak bekerja sendiri tetapi memiliki hubungan
yang integral dengan pemimpin. Keuangan gereja diketahui
sepenuhnya oleh bendahara, sekretaris keuangan dan
Pendeta sebagai pemimpin. Namun bendahara bertanggung
jawab penuh dalam mengurus keuangan gereja, dengan
berbagai aturan-aturan yang ditetapkan oleh Pendeta.
Keuangan gereja harus dipergunakan sesuai dengan aturan-
aturan yang ada, keuangan gereja hanya bisa dipergunakan
untuk kepentingan gereja. Seperti yang dikatakan oleh
Robert Cowles, dalam keadaan apapun bendahara tidak
boleh mengizinkan uang gereja dipinjam atau dipergunakan
untuk maksud-maksud lain daripada apa yang sudah
ditentukan. Maka bendahara dalam tanggung jawabnya
mengurus keuangan gereja haruslah benar-benar menjadi
bendahara yang jujur, dengan tidak menyimpang dari
peraturan-peraturan yang ada.
d. Kelompok Pendukung
Kelompok pendukung didalam gereja terdiri dari beberapa
kelompok, seperti organisasi sekolah minggu, organisasi
pemuda, organisasi kaum wanita (Ibu) dan organisasi kaum
pria (Bapak). Masing-masing dari kelompok-kelompok
tersebut juga memiliki ketua, wakil ketua, sekretaris dan
bendahara. Untuk sekolah minggu diurus oleh guru-guru
sekolah minggu. Adanya kelompok pendukung ini membantu
Pendeta, sekretaris, dan bendahara gereja dalam
memudahkan semua pekerjaan gereja. Antara sekretaris
gereja dengan sekretaris masing- masing kelompok akan
bekerjasama dalam hal surat-menyurat, sekretaris gereja

67
akan menugaskan sekretaris dari masing-masing kelompok
untuk pengurusan surat masuk dan keluar yang
berhubungan dengan kegiatan dari masing-masing
kelompok dan antara bendahara gereja dengan bendahara
masing-masing kelompok akan bekerjasama dalam hal
keuangan gereja, bendahara masing-masing kelompok akan
ditugaskan membuat rincian setiap keuangan dari masing-
masing kelompok untuk diserahkan kepada bendahara.
Dalam hal ini peran Pendeta untuk dapat membuat hubungan
yang baik diantara mereka sangat diperlukan. Oleh karena itu
Pendeta sebagai gembala seluruh jemaat, bertanggung jawab
atas teologi yang memimpin kehidupan dan kegiatan semua
organisasi pendukung.
2. Pengorganisasian
Sondang P. Siagian mengartikan pengorganisasian sebagai
“keseluruhan proses pengelompokan orang-orang, alat-alat,
tugas-tugas serta wewenang dan tanggung jawab sedemikian
rupa sehingga tercipta suatu organisasi yang dapat
digerakkan sebagai satu kesatuan yang utuh dan bulat dalam
rangka pencapaian tujuan yang telah ditentukan
sebelumnya”. Dari pengertian ini dapat dijelaskan bahwa
pengorganisasian merupakan suatu cara bagaimana
pekerjaan disusun dan dialokasikan kepada anggota-anggota
organisasi sehingga tujuan organisasi yang ditetapkan pada
perencanaan dapat tercapai. Untuk tujuan tersebut dapat
tercapai secara efisien, maka dalam pengorganisasian
dilakukan langkahlangkah:
a. Pembagian Kerja
Melakukan seleksi atau pemilihan didalam pembagian kerja
untuk mendapatkan orang-orang yang akan memikul
tanggung jawab, merupakan awal yang penting untuk
dilakukan. Yakub B.Subsada mengatakan, “oleh karena itu
jangan pilih orang-orang yang pemarah, mudah tersinggung,
sombong, pembosan, rendah diri, terlalu sibuk dengan

68
pekerjaannya sehari-hari (sering keluar daerah), sakit-
sakitan, dan sebagainya.” Setelah ditentukan orang yang
tepat dalam melakukan suatu tugas/pekerjaan, maka
dilakukan pembagian tugas dan menurut Sondang P. Siagian
pembagian tugas tersebut harus dilakukan dengan syarat:
“semua tugas harus jelas wadahnya dan jangan sampai ada
tugas yang tidak diketahui dengan pasti ‘berinduk’ kemana-
mana. Jangan sampai terjadi bahwa ada kegiatan tertentu
yang menjadi rebutan dan diwadahi oleh lebih dari satu-
satuan kerja.”
b. Pendelegasian
Delegasi adalah proses penyerahan tanggung jawab dan
wewenang kepada seseorang. Wewenang untuk melakukan
dan tidak melakukan sesuatu serta tanggung jawab yang
merupakan kewajiban untuk melakukan sesuatu dalam
kehidupan organisasi. Dalam pendelegasian, anggota
organisasi yang diserahkan suatu jabatan harus diberikan
pengarahan tentang batasan-batasan yang boleh dilakukan
dan tidak boleh dilakukan, yang merupakan suatu perintah
oleh atasan kepada bawahan. Sugiyanto Wiryoputro
mengatakan, dalam memberikan perintah prinsip-prinsip
yang harus diperhatikan oleh seorang atasan/pimpinan
yaitu: Perintah harus jelas. Perintah harus diberikan satu
persatu. Perintah harus dimengerti oleh bawahan mengenai
apa yang harus dikerjakan dan bila perlu diberi bimbingan
atau pedoman. Perintah harus diberikan kepada orang yang
tepat disertai sarana atau peralatan yang cukup untuk
melaksanakannya. Memberikan perintah perlu disertai
dengan pendelegasian wewenang kepada bawahan, sehingga
bawahan mersa diakui dan dipercaya. Di dalam Alkitab
Perjanjian Lama, salah satu pola pendelegasian yang benar
dapat dilihat dari kepemimpinan Musa (Keluaran 18:25-26).
Dalam organisasi, manfaat dari pendelegasian yang
dilakukan memungkinkan seorang pemimpin untuk dapat

69
melakukan banyak hal bagi dan melalui orang lain sehingga
masing-masing dapat melakukan tugastugasnya dengan baik.
Pendelegasian yang dilakukan haruslah mengarah kepada
suatu hal yang positif dalam mendelegasikan tugas-tugas
oganisasi kepada anggota-anggota organisasi.
c. Pelaksanaan
Pelaksanaan merupakan usaha dalam menggerakkan atau
menjalankan aktivitas didalam organisasi, dan yang menjadi
motor penggerak atau pengambil inisiatif untuk
menggerakkan adalah pimpinan tertinggi. Penggerakan
dilakukan agar semua anggota kelompok mau bekerjasama
dan bekerja secara ikhlas serta bergairah untuk mencapai
tujuan sesuai dengan perencanaan dan usaha-usaha
pengorganisasian. Dalam hal ini pemimpin sebagai
penggerak utama berfungsi untuk dapat menggerakkan
aktivitas dan semua anggota organisasi agar bergerak
bersama melaksanakan tugas-tugas sesuai dengan lingkup
tugasnya masing-masing yang telah didelegasikan
sebelumnya. Menggerakkan dengan memberikan penugasan
kepada anggota-anggota organisasi harus selalu dikoordinasi
dan diawasi oleh pemimpin, agar semua kegiatan yang
dilakukan selalu mengarah kepada sasaran yang sudah
direncanakan. Dalam pelaksanaan yang dilakukan
dibutuhkan kerjasama yang baik diantara anggota-anggota
organisasi.
d. Pengawasan
Pengawasan merupakan usaha sadar dan sistematik untuk
lebih menjamin bahwa semua tindakan operasional yang
diambil dalam organisasi benar-benar sesuai dengan rencana
yang telah ditetapkan Sehingga tercapai tujuan utama dari
pengawasan yaitu mengusahakan agar apa yang
direncanakan menjadi kenyataan. Usaha yang dilakukan
adalah dengan membuat suatu peraturan dalam melakukan
tugas-tugas organisasi, sehingga tidak terjadi

70
penyimpangan/pelanggaran dalam melakukan setiap
pekerjaan. Untuk mencegah terjadinya
penyimpangan/pelanggaran, pengawasan yang dilakukan
harus diikuti oleh adanya pengendalian yang memiliki unsur
tanggung jawab. Pengendalian adalah suatu proses untuk
menetapkan pekerjaan apa yang sudah dilaksanakan,
menilainya dan mengoreksi bila perlu dengan maksud
supaya pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan rencana
semula. Menurut Sugiyanto Wiryoputro, pengendalian
melibatkan kegiatan “melaporkan hasil kerja atau kegiatan,
menilai laporan, menetapkan standar untuk penilaian,
membandingkan antara hasil kerja dengan standar yang
telah ditetapkan, melakukan tindakan perbaikan bila
dipandang perlu.
3. Syarat Menjadi Seorang Administrator Gereja
Kita harus mengakui bahwa menjadi seorang administrasi
adalah orang-orang yang terpercaya dalam bidangnya.
Sebagai seorang administrasi harus memiliki keahlian
sebagai administrasi. Memang tidak semua orang memiliki
kemampuan dibagian ini. Namun menjadi seorang
administrasi tidak cukup hanya memiliki kemampuan secara
intelektual, tetapi harus memiliki kepribadian yang baik atau
karakter. Tidak ada seorangpun administrasi di dunia yang
dilahirkan langsung menjadi seorang administrator yang
baik, tentu hal itu tidak pernah akan terjadi.
Karakter seseorang menjadi penting untuk memberi
pengaruh kepada orang lain. Ada banyak teori yang sudah
berkembang saat ini bahwa menjadi seorang administrasi
diperlukan kepribadian yang suka dengan kerapian,
mengatur dan mengorganisir kegiatan, serta tidak keberatan
untuk menghabiskan waktu dengan berbagai detail laporan
kerja.

71
Jadi, berdasarkan penjelasan di atas, maka saya menguraikan
beberapa syarat menjadi seorang administrasi yang
diharapkan saat ini, yaitu:
1. Memiliki Kredibilitas
Ada banyak orang-orang di luar sana yang memiliki
kemampuan secara akademik, namun secara kepercayaan
susah didapat. Salah satu indikator penting yang dicari
pada pribadi seorang administrasi adalah kredibilitas. Kata
kerdibilitas berasal dari bahasa Inggris yaitu “Credibility”
yang artinya keadaan dapat dipercaya. Sementara itu
dalam kamus Bahasa Indonesia kontemporer, kredibilitas
diartikan sebagai perihal yang dapat diyakini oleh orang lain
atau pihak lain.111 Kredibilitas seorang berbicara tentang
kualitas, kapabilitas, atau kekuatan untuk
menimbulkan kepercayaan.
Yusuf adalah salah satu pribadi yang dapat dipercayai atau
memiliki kredibilitas. Alkitab menjelasakan bahwa “Setelah
dilihat oleh tuannya, bahwa Yusuf disertai TUHAN dan bahwa
TUHAN membuat berhasil segala sesuatu yang
dikerjakannya, maka Yusuf mendapat kasih tuannya, dan
ia boleh melayani dia; kepada Yusuf diberikannya kuasa atas
rumahnya dan segala miliknya diserahkannya pada
kekuasaan Yusuf”. Sejak ia memberikan kuasa dalam
rumahnya dan atas segala miliknya kepada Yusuf, TUHAN
memberkati rumah orang Mesir itu karena Yusuf, sehingga
berkat TUHAN ada atas segala miliknya, baik yang di rumah
maupun yang di ladang. Segala miliknya diserahkannya pada
kekuasaan Yusuf, dan dengan bantuan Yusuf ia tidak usah
lagi mengatur apa-apapun selain dari makanannya
sendiri. Kej. 39:3-6a.
Jika kita memperhatikan ayat 3-4, maka kita dpat
menyimpulkan bahwa Yusuf seorang yang dipercayai oleh
Potifar. Mengapa Yusuf dipercayai ? Karena Yusuf memiliki
kredibilitas pekerjaan yang bisa dipercayai dan

72
diandalkan, (Kej. 39:2). Kepercayaan adalah refleksi
sebuah harapan, asumsi atau keyakinan seseorang
tentang kemungkinan bahwa tindakan seseorang dimasa
mendatang akan bermanfaat, baik, dan tidak merusak
kepentingannya. Sokrates mengatakan, "Kunci utama
untuk kejayaan adalah membuat apa yang nampak dari
diri kita menjadi kenyataan."
Maksudnya adalah kredibilitas berkaitan dengan diri sendiri.
Seseorang dikatakan kredibilitas apabila mutu pekerjaannya
bagus. Maka sebagai seorang administrasi harus dapat
dipercayai dalam segala hal, sebab kepercayaan memegang
peranan penting dalam pekerjaan. Orang dikatakan sukses
bila dirinya dapat dipercayai oleh siapapun termasuk
pimpinan dalam perusahaan atau gereja.
Nilai-nilai kepercayaaan seperti ini harus ada, agar orang-
orang lain melihat bahwa kita berbeda dengan mereka.
Dengan kepercayaan yang kita miliki maka kita bisa
berhubungan dengan siapapun. Menurut Solomon dan
Flores, 2003 menyatakan bahwa hubungan seseorang
dengan orang lain memerlukan keberadaan kepercayaan.
Menurut kepercayaan sangat dibutuhkan dalam rangka
menjalin hubungan interpersonal dan melakukan adaptasi.
Oleh kerena itu, untuk menjadi seorang administrasi
yang baik dan kredibel harus memiliki sikap: (1) bekerja
tanpa tekanan. (2) bekerja sepenuh waktu/ loyalitas. (3)
bekerja dengan mengedepanka kualitas. (4) bekerja
dengan takut akan Tuhan, dll. Alkitab berkata “Dan
segala sesuatu yang kamu lakukan dengan perkataan atau
perbuatan, lakukanlah semuanya itu dalam nama Tuhan
Yesus, sambil mengucap syukur oleh Dia kepada Allah,
Bapa kita”. Kolose 3:17.
2. Memiliki Akuntabilitas
Dibagian sebelumnya, kita sudah membahas tentang
kredibel. Tetapi dibagian selanjutnya adalah akuntabel.

73
Tidak cukup hanya dapat dipercayai oleh orang karena di
luar sana ada banyak orang-orang yang dipercayai, namun
faktanya sangat sedikit orang yang bertanggungjawab atas
kepercayaan itu. Akuntabilitas adalah dapat dipertanggung
jawabkan. Menurut pengertian Mardiasmo bahwa
akuntabilitas adalah kewajiban pihak pemegang amanah
untuk memberikan pertanggungjawaban, menyajikan,
melaporkan dan menngungkapkan segala aktivitas
kegiatan yang memiliki tanggungjawbnya kepada pihak
pemberi amanah yang memiliki hak dan kewenangan
untuk meminta pertanggungjawaban tersebut.Selanjutnya
Haris mengtakan akuntabilitas merupakan kewajiban dari
individu-individu atau penguasa yang dipercayakan
untuk mengelola sumber daya publik dan yang bersangkutan
dengannya untuk dapat menjawab hal-hal yang
menyangkut kebijakan fiskal, managerial dan program.
Berdasarkan pengertian di atas, maka akuntabilitas dapat
diartikan sebagai suatu upaya untuk memberi
pertanggungjawaban kepada pimpinan. Jika kita hubungkan
hal ini dengan Yusuf, maka kita menemukan bahwa Yusuf
memiliki akuntabilitas yang baik. Artinya Yusuf tidak
menyalahgunakan setiap kepercayaan yang sudah
dipercayakan kepadanya. Alkitab memberitahukan kepada
kita bahwa:
“Adapun Yusuf itu manis sikapnya dan elok parasnya. Selang
beberapa waktu isteri tuannya memandang Yusuf dengan
berahi, lalu katanya:
"Marilah tidur dengan aku. “ Tetapi Yusuf menolak
dan berkata kepada isteri tuannya itu: "Dengan bantuanku
tuanku itu tidak lagi mengatur apa yang ada di rumah
ini dan ia telah menyerahkan segala miliknya
pada kekuasaanku, bahkan di rumah ini ia tidak lebih
besar kuasanya dari padaku, dan tiada yang tidak
diserahkannya kepadaku selain dari pada engkau, sebab

74
engkau isterinya. Bagaimanakah mungkin aku melakukan
kejahatan yang besar ini dan berbuat dosa terhadap
Allah?” Kej. 39:6b-9.
Jika kita mengamati ayat-ayat tersebut di atas, maka kita
menemukan bahwa Yusuf adalah orang yang
bertanggungjawab dalam pekerjaan. Bukti bahwa Yusuf
memiliki tanggungjawab/kredibel yang murni, dia sanggup
menolak segala bentuk rayuan dan iming- iming yang dapat
menghacurkan tanggungjawabnya, ayat 8. Sebagai seorang
administrasi gereja, apa lagi sebagai administrasi keuangan
dalam gereja sebaiknya memiliki sikap seperti Yusuf ini.
Yusuf telah memberi teladan yang baik kepada kita semua,
bagaimana mempertanggungjawabkan sebuah pekerjaan
yang baik.
Arti akuntabilitas dalam bidang ilmu Akuntansi adalah
sebagai pertanggungjawaban yang jelas tentang apa yang
sudah dikerjakan dan dilaksanakan. Seorang administrasi
yang memiliki tanggungjawab yang tinggi, dia akan
menyadari dirinya bahwa dia adalah sebagai orang yang
diberi tanggungjawab dalam pekerjaan itu dan tidak akan
melakukan pekerjalan lain, selain tugasnya sendiri.
Tanpa tanggung jawab yang baik pasti dirinya akan
sulit memperoleh keberhasilan. Karena tanpa tanggung
jawab maka susah orang lain mempercayainya. Oleh
karena itu, ada beberapa prinsip penting yang perlu kita
ambil dari sikap Yusuf sebagai orang yang memiliki
tanggung jawab tinggi dalam pekerjaan, antara lain: (1)
sanggup menghadapi segala tawaran dengan bijak. (2)
berani menolak segala bentuk iming-iming dari siapapun.
(3) mengendalikan diri dalam segala situasi (4)
mengutamakan pekerjaan bukan diri sendiri. (5) takut akan
Tuhan.

75
3. Memiliki Integritas
Integritas adalah kekonsistensi dan keteguhan, yang tidak
tergoyahkan dalam menjunjung tinggi nilai- nilai luhur dan
keyakinan. Dalam Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, arti
integritas adalah kejujuran; mutu, sifat atau keadaan yang
menunjukkan kesatuan yang utuh sehingga memiliki
kemampuan yang memancarkan kewibawaan. Integritas
merupakan pondasi utama dalam kehidupan seorang
pemimpin Kristen. Dengan kata lain bahwa integritas
juga merupakan tiang utama dalam menjalani berbagai
macam kegiatan, baik dalam pelayanan kerohanian
maupun dalam di bidang sekuler. Orang yang memiliki
integritas adalah orang-orang yang memiliki keutuhan
secara pribadi dalam mengerjakan segala sesuatu tanpa
melakukan tindakan-tindakan di luar kewajaran.
Contohnya Yusuf, Yusuf memiliki integritasi yang tinggi
melebihi orang-orang pada zamannya. Ketika Yusuf
dipercayakan dalam suatu pekerjaan, dia mengerjakan
pekerjaan itu dengan penuh kepercayaan, bukan hanya itu
saja yang dilakukan oleh hamba Potifar itu, tapi dapat
mempertanggungjawabkan setiap kepercayaan secara
moral. Walaupun dalam banyak kesempatan bisa saja dia
bertindak sesuka hatinya. Namun pada faktanya Yusuf tetap
menjaga keteguhan hatinya untuk tidak ternoda dengan
apapun.
Alkitab mengisahkan bahwa “Walaupun dari hari ke hari
perempuan itu membujuk Yusuf, Yusuf tidak
mendengarkan bujukannya itu untuk tidur di sisinya dan
bersetubuh dengan dia. Pada suatu hari masuklah Yusuf ke
dalam rumah untuk melakukan pekerjaannya, sedang dari
seisi rumah itu seorangpun tidak ada di rumah. Lalu
perempuan itu memegang baju Yusuf sambil berkata:
"Marilah tidur dengan aku." Tetapi Yusuf meninggalkan

76
bajunya di tangan perempuan itu dan lari ke luar”. Kej. 39:10-
12.
Orang yang memiliki integritas yang tinggi, dia pasti tidak
akan terpengaruh dan mendengar berbagai macam rayuan-
rayuan yang menggiurkan hati. Menurut hemat
Yeakley bahwa “Integritas adalah ditunjukkan dan
dibangun dari perkara-perkara kecil dalam hidup kita.
Ketika diperhadapkan pada suatu keputusan yang berkaitan
dengan integritas, kita sering berpikir, “Ah, itu cuma
perkara kecil, ‘kan? Tidak ada yang akan tahu merasakan
dampaknya, kecuali saya. Artinya integritas adalah sikap
hati yang selalu berpegang teguh pada kebeneran
ilahi, yang diwujudkan melalui kesalehan hidup yakni
saat tiada orang yang tahu, transparan dan tidak menipu
orang lain (jujur), diri sendiri dan Allah.
Integritas sangat penting untuk dimiliki oleh seorang
administrasi gereja karena dirinya berhubungan dengan
berbagaimacam pekerjaan yang sangat strategi khususnya
dalam mengelola keuangan gereja. Tidak sedikit anak-anak
Tuhan jatuh dalam hal keuangan (korupsi) dan juga dalam
hal perselingkuhan (moral), antara Sekretaris dengan
Pendetanya dan antara jemaat dengan jemaat lain. Dengan
kata lain, begitu gampangnya berkompromi dalam area
kuasa, uang dan seks.
Menurut penjelasan Gunawan bahwa di gereja saat ini begitu
maraknya perselingkuhan. Perselingkuhan dalam gereja
sudah menjadi permasalahan serius yang perlu ditangani
oleh gereja. Oleh karena itu gereja perlu adanya
kesiapan dan kerjasama yang baik dalam menangani
masalah ini, agar setiap jemaat tidak terpengaruh dengan
budaya perselingkuhan tersebut. Jalan menuju integritas
begitu sulit dan berliku.
Namun bukan berarti kita menyerah tetapi kita harus
melawan dan belajar dari kehidupan seorang Yusuf yang

77
memiliki mental dan pribadi yang kuat dalam menghadapi
tantangan tersebut. Kunci kekuatan Yusuf adalah
mengandalkan Tuhan. Bagi Yusuf integritas adalah menjaga
kekudusan dihadapan Tuhan dan tidak berbuat dosa.
Mengapa integritas hidup sangat penting? Frans Pantan
mengemukakan alasan mengapa integritas penting, yaitu:
a. Ada sebuah standar kualitas dari Allah (1Raja-Raja 9:4;
Ayub 2:3; Matius 22:16)
b. Integritas membawa percaya diri bagi yang
melakukannya (Amsal 10:9)
c. Integritas memberikan kuasa atas kata-kata kita (Titus
2:7-8, Markus 1:27 kaitan dengan Kisah Rasul 19:14-15)
d. Orang percaya perlu dipimpin oleh kejujuran dan
ketulusannya (Amsal 11:3) yaitu dapat mengendalikan diri
dan mengalahkan pencobaan serta berani mempertahankan
kebenaran (Ayub 27:5)
e. Tidak dapat dipersalahkan (Ayub 2:3; Kej. 20:6)
dimana berani diadili (Ayub 31:6; Maz. 7:8) dan ada percaya
diri – ada damai meski difitnah, dsb.
f. Memiliki hubungan yang harmonis dengan diri sendiri,
sesama dan Tuhan.
Alasan lain adalah integritas membina kepercayaan (trust),
integritas punya pengaruh, integritas memiliki standar yang
tinggi, integritas menghasilkan reputasi yang kuat, integritas
berarti menghayati sendiri sebelum memerintahkan orang
lain dan integritas adalah prestasi yang dicapai dengan susah
payah.
4. Konsisten dalam Tanggung Jawab
Selain kepercayaan, tanggung jawab dan integritas, kita juga
harus memiliki konsisten dalam mengerjakan segala sesuatu.
Ada banyak orang yang melakukan pekerjaan namun tidak
konsisten. Apalagi kalau orang itu memiliki motivasi lain. Jika
seseorang memiliki motivasi lain maka sikapnya akan
berubah dengan sendiriannya.

78
Konsisten adalah melakukan suatu kegiatan secara terus
menerus dengan tekun dan benar tanpa keluar dari jalur
yang sudah ditentukan sebelumnya dan sesudahnya. Sikap
seperti ini dapat kita lihat bagaimana sikap Yusuf dalam
melakukan pekerjaannya di rumah Potifar.
Dalam Kitab Kejadian 39:5-11 dikisahkan bahwa Yusuf
sangat konsisten dengan apa yang sudah dipercayakan
kepadanya. Hal ini kita dapat mengamati beberapa poin
penting apa saja sikap konsisten yang ditampilkan oleh
Yusuf berdasarkan nats di atas antara lain adalah:
a. Yusuf mengerti bahwa pekerjaan yang dipercayakan
kepadanya adalah pekerjaan yang berasal dari Tuhan. Ayat. 5
b. Yusuf bekerja sesuai dengan tugas. Ay. 6
c. Yusuf tegas terhadap apa yang membahayakan dirinya.
Ay. 7-8.
d. Yusuf menghargai kekudusan Allah dalam dirinya. Ay. 9
e. Yusuf tidak tergiur dengan apa yang ditawarkan
kepadanya. Ay. 10
f. Yusuf tetap fokus pada pekerjaannya sekalipun banyak
tekanan. Ay. 11.

79
ADMINISTRASI DAN
MANAJEMEN GEREJA
PELAKSANAAN ADMINISTRASI GEREJA PADA PRINSIP
YANG BENAR

Ada banyak gereja zaman ini yang sudah mencoba


menerapkan prinsip-prinsip administrasi yang benar. Di mana
pemimpin-pemimpin gereja tahu apa itu administrasi gereja,
tahu bagaimana mengatur dan menyusun program gereja,
bagaimana mengarhan dan mengikut sertakan semua jemaat,
tahu akan arah kehidupan pelayanan gereja, dst.
Tetapi tetap saja ada hal-hal yang menghambat
pertumbuhan dan kehidupan gereja. Oleh sebab itu perlu
diketahui apa sebenarnya titik persoalannya. Apa segi positif
dari gereja-gereja yang sudah mencoba hidup dengan prinsip-
prinsip administrasi gereja yang benar, dan apa kemungkinan-
kemungkinan negatif yang biasanya dihadapi.
1. Dasar Administrasi Gereja
Alkitab adalah dasar dalam membangun suatu
administrasi gereja yang baik. Dari situ dikembangkan
dalam teologi yang sesuai dengan Alkitab. Teologi
seorang pemimpin gereja tentang hakekat dan panggilan
gereja sangat menentukan administrasi gereja yang
dipimpinnya. Fungsi administrasi gereja sebenarnya
adalah menentukan dan menetapkan (atas dasar
pengertiannya tentang hakikat dan panggilan gereja) apa
tujuan misi gereja, kemudian menyiapkan jalan untuk
mencapai tujuan itu.
2. Langkah Pertanggungjawaban Administrasi
Membuat suatu kompetensi transformasi administrasi
gereja harus ada langkah-langkah yang menjadi standar

80
atau titik tolak untuk melakukannya. Langkah itu antara
lain:
a. Mengenali kebutuhan yang ada.
Langkah pertama yang harus diambil dalam proses
pertanggungjawaban administrasi gereja ialah
mengenali adanya kebutuhan-kebutuhan yang
konkret dalam jemaat. Dan menurut pengamatan
banyak ahli administrasi ada tiga bagian penting
dalam hal ini:
1. Pemimpin Gereja mengerti tentang konkretnya
kebutuhan itu.
Pemimpin gereja harus berani menilai dan
mengevaluasi apakah usul-usul dari jemaat
ataupun ide-idenya sendiri tentang kebutuhan
jemaat, adalah betul-betul suatu kebutuhan yang
konkret. Untuk ini, mau tidak mau mereka harus
betul-betul mengenal “nature dan missi”
“keberadaan dan panggilan” gereja, karena hanya
dengan itu mereka mampu menilai konkret
tidaknya suatu kebutuhan.
2. Jemaat mengerti tentang konkretnya kebutuhan
itu.
Pemimpin-pemimpin gereja harus menolong
jemaat (bisa melalui khotbah, rapat majelis
terbuka, ataupun media-media gereja, dsb)
supaya mereka dapat juga menilai secara benar
tentang konkret tidaknya kebutuhan gereja itu.
Seperti kita ketahui, sebagian besar dari jemaat
belum betul-betul mengerti gereja itu apa. Dan
apa tujuan akhir dari semua kegiatan gereja. Apa
itu “keberadaan dan panggilan” gereja. Oleh
karena itu, penilaian mereka tentang baik
tidaknya suatu program sering kali cuma
didasarkan pada pengamatan atas gereja-gereja

81
lain dan penilaian-penilaian pribadi. Jadi banyak
hal-hal yang penting justru diabaikan dan
dianggap tidak penting, dan hal-hal yang kurang
penting (yang sebenarnya tidak menjadi
kebutuhan konkret dari jemaat) dianggap
penting.
3. Seluruh jemaat merasakan konkretnya
kebutuhan itu.
Banyak anggota jemaat yang mengerti dan
mengakui tentang konkretnya suatu kebutuhan,
tetapi tidak merasakannya, karena itu mereka
tetap setengah hati dalam menyokong usaha
untuk memenuhi kebutuhan itu.
Gereja harus dapat menolong jemaatnya untuk
juga merasakan bahwa kebutuhan itu betul-betul
konkret. Oleh karena aktivitas dan program
gereja hanya dapat berhasil jikalau sebagian
besar dari jemaat ikut berpartisipasi secara aktif
di dalamnya. Partisipasi semacam ini hanya
terjadi jikalau mereka betul-betul merasakan
bahwa program gereja itu merupakan kebutuhan
yang konkret bukan hanya bagi gerejanya
(sebagai suatu organisasi) tetapi juga bagi
mereka secara pribadi.
b. Perencanaan.
Langkah kedua dalam proses pertanggungjawaban
administrasi gereja ialah perencanaan tentang
bagaimana kebutuhan-kebutuhan dari gereja itu
dapat dipenuhi. Pemimpin-pemimpin gereja harus
sadar, bahwa selain sebab “adanya kebutuhan yang
konkret yang sesuai dengan ‘keberadaan dan
panggilan’ gereja”, maka perencanaan suatu program
kegiatan ataupun proyek jangan sekali-kali dilakukan
oleh karena alasan-alasan lain, seperti misalnya:

82
 Karena gereja-gereja lain juga punya program
serupa itu.
 Karena sejak semula gereja kita sendiri memang
sudah mempunyai program seperti itu.
 Usul-usul pribadi satu atau dua orang tentang
perlunya program itu.
Lebih baik gereja tidak usah punya terlalu banyak
kegiatan dan program (selain kebaktian hari Minggu,
katekisasi dan PA), jikalau pemimpin-pemimpin
gereja dan jemaat belum menyadari tentang
konkretnya kebutuhan untuk diadakan program
tertentu itu. Karena jikalau dipaksakan, jemaat akan
terbiasa menjadi jemaat yang tidak ikut
berpartisipasi. Gereja yang suam oleh karena sebab-
sebab seperti ini sulit sekali diperbaiki. Perencanaan
baru boleh dilakukan setelah sebagian besar jemaat
mengakui dan merasakan konkretnya kebutuhan itu.
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam
langkah ini:
1. Tidak setiap kebutuhan yang riel dapat segera
direncanakan.
2. Mengikutsertakan jemaat dalam perencanaan.
3. Mempertimbangkan setiap detail dari
perencanaan.
c. Pengorganisasian.
Adalah pertanggungjawaban administrasi yang
mengatur sehingga perencanaan atau hal-hal yang
sudah direncanakan dapat berhasil, yaitu memenuhi
apa yang dibutuhkan. Tiga hal pertanyaan yang
penting dalam pengorganisasian adalah:
1. Apa?
Yaitu hal-hal apakah yang perlu dilakukan untuk
mengkonkretkan rencana. Kebutuhannya sudah

83
jelas, tujuannya pun sudah jelas. Yang perlu
dipikirkan adalah sarana apa yang dapat dipakai
untuk mencapai tujuan itu.
2. Kapan?
Kapan rencana itu dapat segera dimulai. Kapan
panitia atau komisi dapat mulai bekerja.
Penentuan “timing” sangat penting sekali. Karena
rencana yang baik tetap tidak akan berhasil
jikalau timingnya tidak tepat. Misalnya:
 Pada masa-masa menjelang ujian, padahal
sebagian besar dari panitia itu mahasiswa.
 Pada bulan Januari (setelah Natal dan Tahun
Baru) dimana hampir setiap aktivitas gereja
membutuhkan liburan.
3. Siapa?
Siapa yang akan bertanggung jawab? Apakah
seluruh majelis? Apakah panitia? Apakah komisi?
Bagaimana kita memilih orang-orang yang tepat?
Ada empat hal yang harus dipertimbangkan
dalam memilih orang-orang yang akan diserahi
tanggung jawab dalam suatu program atau
aktivitas gereja:
 Pemilihan personel sedapat-dapatnya tidak
berdasarkan sistem sukarela voluntarism (supaya
jangan sampai tanggung jawab dipegang oleh
orang-orang yang ternyata tidak mampu), atau
pun prinsip kira-kira (berdasarkan pengamatan
satu atau dua orang saja).
Personel harus dipilih secara formal setelah
pergumulan doa dan pembicaraan-pembicaraan
pendahuluan yang matang. Gereja tidak boleh
mempunyai satu program pun yang dianggap

84
tidak terlalu penting sehingga personelnya
diangkat secara asal saja.
 Job description yang lengkap harus diberikan
dalam bentuk tertulis pada setiap personel yang
dipilih.
 Hindarkan pemberian tanggung jawab rangkap
pada seseorang.
 Pertimbangkan unsur-unsur pribadi dalam
pemilihan personel. Mereka adalah orang-orang
yang akan memikul tanggung jawab untuk
kepentingan seluruh jemaat, oleh karena itu
jangan pilih orang-orang yang pemarah, mudah
tersinggung, sombong, pembosan, rendah diri,
terlalu sibuk dengan pekerjaannya sehari-hari
(sering keluar daerah berminggu-minggu, dsb),
sakit-sakitan, dan sebagainya, disamping syarat-
syarat pada umunya untuk pejabat gereja (seperti
misalnya, orang Kristen baru, dsb).
Banyak jemaat mengalami persoalan “kurang
tenaga”. Dan untuk mengatasi persoalan ini setiap
jemaat harus mengadakan pengaderan sebagai
suatu acara rutin sepanjang tahun, tetapi
disamping itu setiap jamat harus sadar, lebih baik
mereka menunda program-program baru
daripada memaksakan untuk mengadakannya
dengan memberikan tugas-tugas rangkap pada
orang-orang tertentu. Program gereja yang
setengah-setengah tidak ada faedahnya (Lukas
14:28).
d. Perangsangan.
Menyerahkan seluruh tanggung jawab pada personel
yang sudah terpilih adalah hal yang sangat penting,
tetapi pemimpin-pemimpin gereja sebenarnya tetap

85
tidak boleh lepas tangan sama sekali. Mereka harus
terus-menerus mendorong dan merangsang kerja
setiap personel. Karena dalam mengerjakan
pekerjaan Tuhan, sukacita, dan semangat bekerja
seringkali lebih penting daripada rasa tanggung
jawab itu sendiri (Tuhan tidak memakai orang-orang
untuk mengerjakan lading-Nya dengan terpaksa).
Oleh sebab itu, hubungan pribadi (yang penuh
pengertian dan ramah-tamah) harus terus terjalin
antara pemimpin-pemimpin gereja dan personel itu.
Caranya bergantung pada tiap pemimpin gereja,
seperti misalnya:
 Secara resmi mengangkat mereka dimuka jemaat.
 Setiap bulan mengundang mereka untuk
beramah-tamah dalam suasana yang informal,
misalnya: persekutuan ramah-tamah (open house,
informal gathering) di rumah pendeta.
 Memberikan penghargaan-penghargaan yang
disampaikan secara resmi pada tiap-tiap personel
setiap akhir tahun.
e. Pengevaluasian.
Langkah terakhir dalam pertanggungjawaban
administrasi gereja ialah evaluasi. Langkah ini
sebetulnya bertujuan untuk menciptakan suatu
diskusi terbuka untuk program yang sedang dan
telah dilaksanakan, demi untuk sesuatu yang lebih
baik.
Oleh karena gereja adalah persekutuan, maka ikut
sertanya setiap anggota jemaat dalam evaluasi
adalah syarat mutlak untuk suksesnya program itu.
Tetapi pemimpin gereja harus sadar bahwa faktanya
sebagian besar dari jemaat tidak secara langsung
mau ikut berpartisipasi dalam setiap program gereja.

86
Dan seringkali evaluasi yang mereka berikan
merusak, tanpa dasar dan tak berbeda dari kritik
yang tidak membangun.
Untuk menghindarkan hal-hal yang negatif ini:
1. Pemimpin gereja harus mengikutsertakan jemaat
terus-menerus sejak permulaan dengan setiap
kali memberikan informasi yang lengkap (bisa
melalui buletin gereja) tentang perkembangan,
kemajuan, kesulitan dan kebutuhan-kebutuhan
sekitar program itu. Semakin jemaat mengerti,
semakin mereka mau melibatkan diri dan
semakin kurang mereka memberikan kritik yang
tidak membangun.
2. Pemimpin-pemimpin gereja harus berpegang
pada prinsip tentang “keberadaan dan panggilan”
gereja, jikalau mereka mau supaya evaluasi selalu
terarah untuk kemajuan gereja dan kemuliaan
nama Tuhan (dan tidak menjadi tempat di mana
masing-masing bertahan pada pendapat-
pendapat pribadi).
Evaluasi yang terencana dan sudah disiapkan
penting sekali, supaya jemaat punya tempat
untuk mengemukakan pendapat-pendapat
pribadi mereka secara sehat (dan tidak
menyebarkan desas-desus).
Selain langkah-langkah dalam administrasi gereja yang
sudah dituliskan di atas, administrasi gereja juga memerlukan
suatu bentuk perubahan yang memajukan dan mampu
mentransformasi administrasi yang ada dengan baik. Seperti
yang dituliskan oleh Thom dan Joani Schultz: “tahu apa yang
benar dan apa yang salah saja tidaklah cukup. Pengetahuan
tanpa tindakan hanya membawa sedikit hasil. Gereja tidak akan
pernah menjadi satu tempat yang potensial untuk belajar

87
sampai orang-orangnya mau berubah”.11 Perubahan dalam
gereja perlu dilakukan guna meningkatkan kualitas dan
kuantitas dari gereja. Ketidakmampuan berubah dapat
mempunyai banyak bentuk. Penolakan dalam berbagai macam
bentuk menjadi penghalang yang baik untuk berubah. Yang
menyedihkan adalah bahwa gereja sering terhanyut dalam jalan
penghancuran diri sendiri apabila menghadapi keadaan yang
mengharuskan adanya satu perubahan besar. Bentuk lain dari
penolakan ditandai oleh akronim BLK yaitu kependekan dari
BERUSAHA LEBIH KERAS. Banyak orang menolak perubahan
karena menyadari adanya beberapa masalah.
Tetapi mereka memilih tetap memegang masalah-masalah
itu dengan mengintensifkan tingkah laku yang menimbulkan
masalah mereka. Sudah tiba waktunya untuk berubah,
meskipun banyak orang tidak memahami perlunya perubahan.
Kita sedang menghadapi suatu keadaan sulit yang tidak sehat.
Hal yang terjadi juga dengan gereja yang secara perlahan-lahan
mencekik dirinya sendiri, meskipun sebagian besar disebabkan
karena mereka lupa pada kebiasaan-kebiasaan yang tidak sehat.
Kita harus membunyikan tanda bahaya. Kita harus
menyentakkan gereja agar menyadari kebiasaan pendidikan
yang menghancurkan diri sendiri. gereja tidak menyadari
penyakit yang menginfeksi dan menggerogoti hidupnya. Kita
tidak dapat terus berdiam diri. Dan kita tidak dapat menambal
sulam. Waktunya telah tiba untuk berubah. Bukan perubahan
karena terpaksa, melainkan satu perubahan yang revolusioner.
Kita harus menstruktur bagaimana orang belajar di gereja.
Dalam perubahan, perlu diketahui juga dan dipahami akan
proses perubahan yang ada. Hal ini seperti yang dituliskan oleh
Thom dan Joani Schultz dengan tiga tahap:12

11
Thom dan Joani Schultz, Meningkatkan Kinerja Jemaat. (Bandung: Kalam
Hidup, 2000), hal. 227.
12
Thom dan Joani Schultz, Meningkatkan Kinerja Jemaat,…, hal. 232-233

88
1. Status Quo (keadaan tetap)
 Segala sesuatu kelihatannya baik-baik.
 Cara kerja sekarang telah ditemukan dan
kelihatannya telah berhasil dalam ujian waktu.
 Tumbuh kebiasaan, sistem dan birokrasi.
 Aturan dan peraturan telah ditetapkan.
 “Sistem kekebalan” berusaha menghentikan
usaha pengubahan pola.
 Fokusnya beralih dari tujuan awal atau dari unsur
pokok yang sebenarnya
 Sasarannya ialah pengendalian.
2. Bahaya
 Keadaan berubah.
 Cara-cara lama tidak cocok lagi untuk lingkungan
yang baru.
 Keefektifan memburuk.
 Orang-orang mulai meninggalkan.
 Mulai timbul rasa tidak senang.
3. Keputusan
Pada tahap ini pribadi dan organisasi memilih antara dua
jalan. Yang satu menuju kematian sedangkan yang lain
menuju kehidupan.
Ada beberapa alasan orang menolak perubahan di dalam
administrasi gereja, diantaranya adalah:
1. Mereka merasa sudah puas.
Mereka sudah terbiasa dengan cara mereka. Mereka
senang dalam kebiasaan lingkungan mereka. Mereka
merasa puas dengan status quo – betapapun berbahaya,
ketinggalan zaman, atau tidak efektinya cara itu. Apabila
hal ini sudah sampai kepada pembelajaran di gereja,
mereka merasa puas dengan hasil-hasil yang tidak
berharga sekarang.
2. Mereka kurang pengertian.

89
Mereka tidak mengerti masalahnya maupun usulan
pemecahannya. Apabila anda tidak menunjukkan bahwa
usaha pendidikan di gereja macet, mereka akan sulit
melihat bagaimana hal itu bisa terjadi. Apabila anda
menyarankan perubahan, mereka akan bingung
mengenai apakah jalan keluar itu akan berhasil.
3. Mereka tidak bersedia membayar harganya.
Seandainya mereka mengerti perlunya satu perubahan
sekalipun, mereka tidak mau mendukung gagasan itu,
karena mereka tidak percaya bahwa hal ini seimbang
dengan waktu, usaha, dan uang yang akan dikeluarkan,
atau kesulitan yang akan dihadapi.
4. Mereka terikat pada tradisi.
Motto mereka, “begitulah cara kita melakukannya.”
Pemikiran terhadap perubahan itu sendiri – perubahan
apa saja – rasanya melanggar kekudusan.
5. Mereka takut merugi.
Apabila satu gagasan baru diusulkan, pikiran mereka
secara otomatis segera beralih kepada pendapat bahwa
mereka akan kehilangan sesuatu apabila gagasan baru
itu diberlakukan.
Disamping dari mengapa orang menolak perubahan, ada
hal-hal yang harus dilakukan supaya orang itu mau menerima
perubahn. Perlu dibuat rencana perubahan dalam administrasi
gereja. Ada beberapa saran praktis dalam rencana perubahan
administrasi gereja:
1. Sampaikan kebutuhannya.
Banyak orang gereja seperti orang gendut dan jago
makan di masa lalu. Mereka benar-benar sudah puas
dengan kebiasaan lama itu. Mereka hanya tidak tahu
bahwa mereka sedang menghancurkan diri sendiri.
tetapi kebodohan mereka tidak akan menyelamatkan
mereka dari melukai diri sendiri dan orang lain.

90
Pertama, orang harus mengerti masalahnya. Mereka
tidak akan tertarik untuk mengubah kebiasaan mereka
sampai mereka yakin bahwa kebiasaan-kebiasaan
mereka merugikan.
2. Arahkan fokus kepada keuntungan-keuntungan dengan
perubahn yang perlu.
Apabila dikonfrontasikan dengan satu perubahan yang
harus dilakukan, kebanyakan orang mulai memikirkan
tentang apa yang akan hilang. Sarana-sarana perubahan
menolong mereka untuk memusatkan pada apa yang
akan mereka peroleh.
Setiap kali seseorang menyatakan takut kehilangan,
jelaskan keuntungan lain yang bisa diperoleh. Bersiaplah
dengan satu daftar panjang tentang keuntungan yang
akan diperoleh gereja anda. Hendaklah anda tetap dan
memberikan keyakinan dalam mempromosikan
keuntungan-keuntungan ini.
3. Sadarilah bahwa tidak ada hal seperti perubahan yang
menyebabkan setiap orang senang.
Ini adalah konsep lain yang berat untuk warga gereja
yang merasa ngeri kalau berpikir akan membuat orang
lain merasa tidak enak – sekalipun hanya sementara.
Perubahan – perubahan apapun – akan membuat orang
menjadi gusar. Tetapi apakah kita harus berpura-pura
karena alasan itu? Semua kemajuan manusia dicapai
melalui – dan walaupun ada – suara-suara yang
menentang.
Apabila kita memusatkan perhatian pada orang-orang
yang menentang perubahan, maka kita akan mengalah
terhadap ketakutan yang sama, yang membuat lumpuh
para penentang – yaitu ketakutan akan kerugian. Sekali
lagi, kita harus mengarahkan kembali pikiran-pikiran
kita kepada keuntungan-keuntungan yang akan
dihasilkan oleh adanya perubahan.

91
4. Jangan mencoba melaksanakan semua perubahan yang
perlu sekaligus.
Bimbing orang-orang anda melalui proses perubahan
selangkah demi selangkah. Pikirkan kembali beberapa
unsur utama dari perubahan seperti:
 Komunikasikan apa yang paling penting
 Kejarlah pengertian
 Berikan kesempatan untuk berpikir
 Ajukan pertanyaan-pertanyaan setelah ada
kegiatan
Jika kita mencoba menerapkan semua perubahan ini
sekaligus, maka kita akan membingungkan dan
mengacaukan jemaat kita. Ambillah dua sasaran dan
perkenalkanlah kepada mereka. Kemudian tambahkan
lagi dua sasaran yang lain. Demikian seterusnya.
Sementara kita mengadakan penemuan-penemuan baru
itu, dukunglah orang-orang di gereja kita. Ingatkan
mereka kepada visinya. Berilah mereka jaminan bahwa
perubahan, meskipun barangkali mula-mula tidak enak,
tetapi akan menjadi lebih nyaman di kemudian hari.
Buatlah rencan perubahan yang revolusioner. Ciptakan
satu visi yang besar. Kemudian terapkan itu sedikit demi
sedikit. Tetapi jangan berhenti. Teruslah maju. Bentuklah
satu suasana yang mengharapkan perubahan.
Perubahan yang ada akan menjadi suatu hal yang
memberikan semangant dengan adanya motivasi dalam
perubahan untuk mencapai kebaikan. Motivasi yang benar dan
baik sesuai dengan firman Tuhan, membuat administrasi gereja
menuju transformasi yang membangun. Motivasi harus
diberikan oleh pemimpin yang baik. Dalam kehidupan
organisasi motivasi bagi setiap unsur pemimpin mempunyai

92
arti tersendiri. Motivasi sebagai sesuatu yang dirasakan sangat
penting, tetapi motivasi juga dirasakan sebagai sesuatu yang
sulit. Seperti yang dituliskan oleh Wahjosumidjo:13
a. Motivasi sebagai sesuatu yang penting (Important
Subject)
Dikatakan penting karena peran pemimpin itu sendiri
kaitannya dengan bawahan.
b. Motivasi sebagai sesuatu yang sulit (Puzzling Subject)
Dikatakan sulit sebab, motivasi sendiri tidak bisa diamati
dan diukur secara pasti.
Motivasi yang berlandaskan pada firman Tuhan tidak akan
membuat sulit bagi orang-orang yang melaksanakannya. Hal ini
disebabkan karena dengan firman Tuhan, orang yang
melaksanakan motivasi akan tetap terus optimis dengan
bantuan dari Tuhan Yesus Kristus sendiri. Transformasi
administrasi gereja yang baik dan benar adalah dilandaskan
berdasarkan firman Tuhan. Lepas dari firman Tuhan sebagai
landasannya, membuat orang yang akan mentransformasi
administrasi gereja berpikiran bisnis dalam mengembangkan
suatu gereja.
Pada akhirnya, suatu perubahan dalam administrasi gereja
perlu adanya pengambilan keputusan didalamnya.
Pengambilan keputusan yang dilakukan harus dilakukan
berdasarkan damai sejahtera dan kehendak Tuhan melalui
berdoa. Disisi lain, Siagian memberikan pengertian dalam
mengambil keputusan:14
1. Dalam proses pengambilan keputusan tidak ada hal yang
terjadi secara kebetulan.
2. Pengambilan keputusan tidak dapat dilakukan secara
“asal jadi” karena cara pendekatan kepada pengambilan

13
Wahjosumidjo. Kepemimpinan dan Motivasi. (Jakarta: Ghalia Indonesia,
1992), hal. 173
14
Sondang P. Siagian, Filsafat Administrasi edisi revisi, …, hal. 39

93
keputusan harus didasarkan kepada sistematika
tertentu.
3. Bahwa sebelum suatu masalah dapat dipecahkan dengan
baik, hakikat masalah itu harus terlebih dahulu diketahui
dengan jelas. Perlu diperhatikan bahwa pada
hakekatnya, pengambian keputusan adalah pemecahan
masalah dengan cara yang sebaik-baiknya.
4. Bahwa pemecahan tidak dapat dilakukan dengan hanya
mencari “ilham” atau dengan intuisi, akan tetapi juga
perlu didasarkan kepada fakta yang terkumpul dengan
sistematis, terolah dengan baik dan tersimpan secara
teratur sehingga fakta-fakta/data itu sungguh-sungguh
dapat dipercayai dan masih bersifat up to date.
5. Bahwa keputusan yang diambil adalah keputusan yang
dipilih dari berbagai alternative yang telah dianalisis
secara matang.
Sesuatu keputusan diambil untuk dilaksanakan dalam
rangka pencapaian tujuan yang telah ditentukan.

94

Anda mungkin juga menyukai