Anda di halaman 1dari 7

MAKALA MASALAH GIZI PADA IBU HAMIL, BAYI DAN BALITA

DOSEN PEMBIMBING: SUSI MARYANTI. S. Pd


DI SUSUN OLEH:
NAMA: ERNA SARI

STIKES PAYUNG NEGERI ACEH DARUSSALAM


TAHUN AJARAN 2022/2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas semua kehendaknya,
tim penyusun berhasil menyelesaikan tugas makalah dengan tepat waktu yang berjudul
"Struktur persebaran penduduk."
Dalam penyusunan makalah ini, semua isi ditulis berdasarkan buku-buku dan jurnal
referensi yang berkaitan dengan sistem periodik kimia. Apabila dalam isi makalah ditemukan
kekeliruan atau informasi yang kurang valid, tim penyusun sangat terbuka dengan kritik dan
saran yang membangun selanjutnya”
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Gizi pada ibu hamil, bayi, dan balita merupakan salah satu fokus perhatian kegiatan
perbaikan gizi masyarakat karena dampaknya yang signifikan terhadap kondisi janin dan
tumbuh kembang bayi/balita, masalah gizi kurang dan gizi lebih bayi dan balita masih
tantangan dalam perbaikan kesehatan masyarakat di Indonesia. Berdasarkan hasil Riset
Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2013 telah dikembangkan Indeks Pembangunan Kesehatan
(IPKM) yang dapat menjadi arah dalam menentukan prioitas pembangunan di bidang
kesehatan. Analisis ini dilakukan untuk mengetahui peran dari IPKM dan komponen –
komponen penyusunnya dengan msalah gizi bayi dan balita di Indonesia. IPKM 2013 terdiri
dari 7 indeks, yaitu kesehatan balita, kesehatan reproduksi, pelayanan kesehatan, perilaku
kesehatan, penyakit tidak menular, penyakit menular, serta kesehatan lingkungan.
Ibu hamil merupakan salah satu kelompok yang rentan menghadapi masalah gizi.
Hal ini berhubungan dengan proses pertumbuhan janin dan pertumbuhan berbagai
organ tubuhnya sebagai pendukung proses kehamilannya ibu hamil membutuhkan
tambahan energi, protein, vitamin dan mineral untuk mendukung pertumbuhan janin
dan proses metabolisme tubuh (Notoatmodjo, 2007). Bayi Lahir Rendah (BBLR) adalah
bayi dengan berat lahir kurang dari 2500 gram. Kejadian BBLR di Indonesia berdasarkan
hasil Riskesdas (2013) menunjukkan persentase balita (0-59 bulan) yang mengalami
BBLR sebesar 10,2%. Bayi dengan BBLR mempunyai risiko kematian lebih tinggi dari bayi
yang lahir normal.
BBLR diperkirakan menyebabkan kematian 20 kali dibandingkan dengan bayi yang
beratnya lebih dari 2500 gram. Bblr merupakan masalah kesehatan karena bbrl menjadi salah
satu penyebab utama kmatian neonatal. Depkes RI (2008) menyebutkan sebanyak 15-20%
kematian bayi di Indonesia disebabkan karena BBLR. Selain itu, BBLR dapat menurunkan
kualitas pertumbuhan dan perkembangan mental anak serta menyebabkan generasi yang akan
datang karena memperlambat penurunan kecerdasan (IQ) 10-13 poin (Amalia, 2011) Hasil
Penelitian Nova (2011) menunjukkan anak SD dengan riwayat BBLR mempunyai skor IQ yang
lebih rendah dibandingkan anak SD dengan riwayat lahir cukup. Akibat lain dari KEK adalah
kerusakan struktur susunan syaraf pusat terutama pada tahap pertama pertumbuhan otak (hiperplasia)
yang terjadi selama dalam kandungan. Masa rawan pertumbuhan sel-sel saraf terjadi pada trimester 3
kehamilan sampai sekitar 2 tahun setelah lahir. Kekurangan gizi pada masa dini perkembangan otak
akan menghentikan sintesis protein dan
DNA yang dapat mengganggu pertumbuhan otak terganggu sehingga sel-sel otak yang berukuran
normal lebih sedikit. Dampaknya akan terlihat pada struktur dan fungsi otak di masa mendatang yang
berpengaruh pada intelektual anak (Soetjiningsih, 2009).

Menurut Arisman (2007) beberapa penyebab yang mempengaruhi terjadinya gizi kurang adalah
kurangnya asupan makanan dan penyakit infeksi. Ibu hamil yang asupan makanannya cukup tetapi
menderita sakit akan mengalami gizi kurang. Adapun ibu hamil yang asupan makanannya
kurang maka daya tahan tubuh akan melemah dan akan mudah terserang penyakit. Faktor lain
yang mempengaruhi terjadinya KEK pada ibu hamil adalah tingkat pendidikan yang rendah,
pengetahuan ibu tentang gizi yang kurang, pendapatan keluarga yang tidak memadahi, usia ibu
yang kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun,serta jarak kelahiran yang terlalu dekat.Hasil
penelitian Handayani dan Budianingrum (2011) menunjukkan terdapat pengaruh umur ibu,
jarak kelahiran, tingkat pendidikan dan pengetahuan ibu terhadap kejadian KEK pada ibu hamil
di Wilayah Puskesmas Wedi Kabupaten Klaten. Ibu hamil yang berumur < 20 tahun atau > 35
tahun lebih rentan menderita KEK dibandingkan ibu hamil yang umurnya 20-35 tahun. Ibu hamil
dengan jarak kelahiran < 2 tahun berisiko menderita KEK karena masih memerlukan energi yang
besar untuk pemulihan. Semakin baik pendidikan ibu maka semakin baik pula pengetahuan
gizinya. Ibu dengan pengetahuan yang baik kemungkinan akan memberikan gizi yang
memenuhi kebutuhan diri dan janinnya. Adapun hasil penelitian Mahirawati (2014) di
Puskesmas Kamoning dan Tambelangan Kabupaten Sampang Jawa Timur menunjukkan sebagian ibu
hamil KEK memiliki suami dengan pendapatan rendah yaitu kurang dari Rp. 1.120.000,- per bulan.

BAB II

PEMBAHASAN
A. MASALAH GIZI PADA IBU HAMIL
Kehamilan dimulai saat konsepsi, yaitu ketika sperma bertemu dengan sel telur.
Terhitung setelah konsepsi, kehamilan berlangsung rata-rata rata selama 38 minggu,
atau 266 hari lamanya. Pada umumnya, lamanya kehamilan adalah sekitar 40 minggu
atau 280 hari. Sehingga kehamilan merupakan istilah yang diberikan untuk
mendeskripsikan periode dimana fetus tumbuh dan berkembang di dalam rahim ibu.
Pada ahli menyatakan bahwa kehamilan terdiri dari 3 trimester, yaitu trimester
pertama, trimester kedua dan trimester ketiga.
Pada trimester pertama (minggu ke 1 – minggu ke 12) berlangsung ketika konsepsi
terjadi. Konsepsi terjadi saat sperma bertemu dengan sel telur, sperma kemudian
melakukan penetrasi ke dalam sel telur. Telur yang sudah difertilisasi disebut dengan
zigot akan melewati tuba falopi menuju uterus untuk implantasi di dinding uterus.
Zigot ini berkembang menjadi fetus yang dilengkapi dengan plasenta.
Plasenta menghubungkan ibu dengan fetus dan memberikan zat gizi serta oksigen pada fetus,
mata, telinga, palate, dan alat genetalia mulai tumbuh di akhir trimester satu.
Pada trimester kedua yaitu minggu ke 13 – minggu ke 28 umumnya dapat mendeteksi
adanya kelainan pada janin. Begitu juga dengan jenis kelamin janin umumnya dapat dideteksi
mulai trimester kedua. Saat minggu ke-20 ibu hamil sudah dapat merasakan gerakan pada
janin. Pada minggu ke- 24 sidik jari kaki dan tangan janin sudah mulai terbentuk, janin pun
sudah memiliki regulasi untuk bangun dan tindur secara teratur.
Pada trimester ketiga yaitu minggu ke-29 sampai minggu ke 40, tepatnya
pada minggu ke- 3 tulang sudah hampir terbentuk dengan sempurna. Selain itu
mata juga sudah dapat membuka dan menutup. Apabila bayi lahir pada minggu –
ke 37 disebut dengan prematur. Bayi yang lahir secara premature dapat
meningkatkan beberapa resiko kesehatan diantaranya keterlambatan
pertumbuhan, masalah pada pengelihatan, pendengaran dan cerebral palsy. Bayi
yang lahir pada minggu ke – 39 atau minggu ke – 40 disebut dengan full term
atau bayi cukup bulan. Bayi yang lahir cukup bulan memiliki output kesehatan
yang lebih baik dibandingkan dengan bayi yang lahir premature karena
perkembangan beberapa organ bayi seperti paru-paru, otak dan hati sudah
sepenuhnya berkembang dengan baik.
Dalam proses perkembangan janin ini harus terjadi secara presisi sesuai
dengan usia kehamilannya. Oleh sebab itu dalam pertumbuhan dan
perkembangan sel menjadi jaringan dan organ pada janin dalam waktu spesifik
disebut dengan critical period. Masa kritis ini sebagian besar terjadi pada
trimester pertama dimana sebagian besar organ mulai tebentuk mulai trimester
pertama. Adanya kekurangan zat gizi atau kelebihan zat gizi, disertai dengan
adanya pathogen, trauma, radiasi, pajanan asap rokok dan toksin (obat atau
alcohol) pada periode kritis ini dapat berpengaruh pada perkembangan normal
janin. Adanya gangguangangguan tersebut dapat menyebabkan perkembangan
janin secara fisik maupun mental terganggu hingga dapat menyebabkan aborsi
spontan (sebelum minggu ke-20). Meskipun resiko terbesar adalah pada
trimester pertama, namun faktor-faktor lingkungan yang merugikan tersebut
dapat berpengaruh terhadap perkembangan janin. Adannya defisiensi zat gizi
dan pajanan toksin saat masa perkembangan janin dapat menyebabkan
penurunan cadangan zat gizi dalam tubuh, perkembangan bayi yang terlambat
dan fungsi organ abnormal.
Stunting adalah kondisi dimana balita memiliki panjang atau tinggi badan
yang kurang jika di bandingkan dengan anak seusianya. Stunting (pendek)
dikibatkan oleh kekurangan gizi secara kronik terkhususnya dalam keadaan
tumbuh kembang anak pada 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK). Anak dapat di
katakan stunting, jika kondisi panjang atau tinggi badan balita yang tidak sesuai
dengan umur, berbeda dengan tinggi badan seumurannya. Kondisi ini dapat di
ukur dengan standar pertumbuhan anak dari World Health Organization (WHO)
yaitu dengan mengukur Panjang atau Tinggi badan anak. Anak yang memiliki
hasil pengukuran di bawah minus dua standar deviasi median maka di katakan
stunting. WHO menyatakan stunting menjadi permasalahan kesehatan jika
prevalensi mencapai ≥ 20%. Berdasarkan Data World Health Organization pada
tahun 2017 terdapat 22,2% balita stunting atau sekitar 150,8 juta balita didunia
mengalami stunting. Angka ini sudah mengalami penurunan jika dibandingkan
dengan angka stunting pada tahun 2000 yaitu 32,6%. Pada tahun yang sama,
lebih dari setengah balita Stunting didunia berasal dari Asia (55%) sedangkan
lebih dari sepertiganya (39%) tinggal di Afrika, dari 83,6 juta balita stunting di
Asia proporsi terbanyak berasal dari Asia Selatan (58,7%) dan proporsi paling
sedikit berada di Asia Tengah (0,9%) (Kemenkes RI 2018)lebih dari setengah
balita Stunting didunia berasal dari Asia (55%) sedangkan lebih dari sepertiganya
(39%) tinggal di Afrika, dari 83,6 juta balita stunting di Asia proporsi terbanyak
berasal dari Asia Selatan (58,7%) dan proporsi paling sedikit berada di Asia
Tengah (0,9%) (Kemenkes RI 2018).
Balita stunting termasuk masalah gizi kronik yang disebabkan oleh banyak
faktor seperti kondisi sosial ekonomi, gizi ibu saat hamil, dan kurangnya asupan
gizi pada bayi. Balita stunting dimasa yang akan datang akan mengalami
kesulitan dalam mencapai perkembangan fisik dan kognitif yang optimal. Pada
umumnya, anak yang mengalami stunting akan mengalami penurunan prestasi
sekolah, tingkat pendidikan rendah dan pendapatan yang rendah ketika dewasa
nanti.
Terdapat hubungan antara BBLR dengan kejadian stunting pada balita.
Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) yaitu berat badan bayi kurang dari 2500 gram.
Selama masa kehamilan, pertumbuhan embrio dan janin berlansung sangat
cepat, mulai kurang satu miligram menjadi sekitar 3000 gram. Pertumbuhan
yang cepat ini sangat penting untuk janin agar dapat bertahan hidup ketika
berada diluar rahim. Bayi yang lahir dengan berat badan rendah biasanya akan
mengalami hambatan pada pertumbuhan dan perkembangannya sehingga
memungkinkan terjadinya kemunduran fungsi intelektual. Maka dari itu, berat
badan lahir sangat terkait dengan pertumbuhan dan perkembangan jangka
panjang anak balita.

B. MASALAH YANG DITIMBULKAN SAAT KEKURANGAN GIZI PADA IBU HAMIL, BAYI
DAN BALITA
a. Adapun masalah yang disebabkan akibat kekurangan gizi pada ibu hamil adalah sebagai
berikut
1. Kekurangan protein dapat menyebabkan ibu hamil merasa lemah, bukan hanya itu
kekurangan protein juga dapat mempengaruhi pertumbuhan janin.
2. Kekurangan asam folat dapat menyebabkan anemia megaloblastik  dan cacat tuba
saraf pada janin. 
3. Kekurangan yodium dapat mengakibatkan hipotiroid kongenital, keguguran,
kelahiran prematur, dan bayi meninggal dalam kandungan .
4. Kekurangan zat besi dapat menyebabkan ibu hamil mengalami anemia.
5. Kekurangan kalsium dapat memyebabkan bayi lahir secara premature
b. Adapun masalah yang disebabkan akibat kekurangan gizi pada bayi dan balita adalah
sebagai berikut:
1.

Anda mungkin juga menyukai