Anda di halaman 1dari 4

Menuju Post Realis: Teater Miskin Growtosky dan Teater

Ketiga Barba

Teater Miskin 

pojokseni.com - Masih rangkaian artikel teater bertema utama "Menuju Post Realis". Kali ini, yang
akan dibahas adalah Teater Miskin yang diperkenalkan oleh Grotowsky dan Teater Ketiga yang
dikenalkan oleh Barba. Sebelumnya, Anda bisa menyimak artikel bertema "Menuju Post Realis" yang
sudah ditulis sebelumnya, antara lain:
Jerzy Growtosky dan Teater Miskin

Jerzy Grotowski

Semboyan dari Jerzy Grotowski yang terkenal ialah "Inti teater adalah Aktor, perbuatan-perbuatannya
dan apa yang dia dapati". Jerzy Growtosky “hanya membutuhkan aktor” karena itu teater ini disebut
teater miskin. Jerzy Growtosky menganggap setting panggung, kostum dan lain-lain tidak dibutuhkan
karena akan mampu mempertunjukkan teater yang baik dengan keterampilannya dalam seni peran.

Satu hal yang dapat ditangkap dari Grotowski ialah teater itu aktor. Oleh sebab itu, untuk membangun
suatu pertunjukan yang baik, sebenarnya hubungan antara aktor dengan penonton benar-benar harus
diperhatikan. Namun, seperti biasa, ada "sekat" yang membatasi antara penonton dan aktor. Aktor
benar-benar merefleksikan diri dalam peran, agar dapat dinikmati oleh penonton sehingga
menimbulkan stimultan untuk ditonton kembali oleh penonton.

Beberapa teknik latihan Teater versi Jerzy Grotowski banyak yang memaksa aktor harus
mengeluarkan seluruh ekpresi yang bisa dilakukan. Teknik latihannya malah seperti permainan.
Persiapan diri pelaku menurut Jerzy Grotowski merupakan cara dan media pengungkapan jati diri
pelaku demi mempengaruhi katarsis penonton. Dinamika ini yang disebut dengan skoring, yaitu
pertemuan antara tubuh pelaku dengan gerak dan vokal yang ditujukan untuk berkomunikasi dengan
penonton.

Konsep yang diusung oleh Grotowski ini dikenal sebagai “Teater Miskin” (Poor Theatre). Grotowski
lebih mengembalikan “segalanya” pada kekuatan seorang aktor, ketimbang "kekuatan" sutradara.
Dalam hal ini di anggap sebagai sebuah lecutan. Agar tidak "manja" untuk membuat sebuah
pertunjukan "mewah" dengan balutan lighting, tata panggung dan lain-lain. Teater itu aktor. Tentu
untuk mengalahkan kemewahan itu, Teater miskin harus mengandalkan kekuatan dari aktor-aktornya.
Hal ini dianggap dapat terus berkembang seiring waktu berjalan, hal yang dinamakan proses.
Menuju Teater Miskin mengupas pemikiran tokoh teater terkemuka dunia Jerzey Growtosky
mengenai konsep teater eksperimentalnya yang secara kreatif dinamainya “Teater Miskin” (Poor
Theater). Dengan menghilangkan “bumbu-bumbu” berlebihan dalam proses penyatuan tersebut,
Growtosky sampai pada konsep tentang “Teater Miskin”.

Teater miskin meninggalkan make up, hidung palsu, perut bunting dengan ganjalan bantal, pokoknya
segala sesuatu yang dipakai oleh aktor dikamar rias sebelum pertunjukan. Teater miskin menemukan
bahwa adalah sempurna secara teaterikal bagi pemeran bila ia mengubah tipe yang satu ke tipe yang
lain, watak yang satu satu ke watak yang lain, siluet yang satu ke siluet yang lain sementara penonton
memperhatikan dalam kondisi yang miskin, dengan mempergunakan hanya tubuh dan keahliannya.
Teater miskin mengurangi unsur-unsur plastis yang mempunyai arti sendiri dan mencoba
memaparkan sesuatu yang berdiri sendiri untuk setiap aktivitas sang aktor yang semuanya
menumbuhkan kreativitas aktor untuk obyek-obyek yang paling elementer dan nyata. Dengan
mengontrol penggunaan geraknya, aktor dapat “mengubah” lantai menjadi laut, sebuah meja menjadi
sebuah kursi pengakuan dosa, sepotong besi menjadi teman atau lawan bermain, dan lain-lain.

Teater miskin tidak menjanjikan kepada para aktor kemungkinan sukses dalam satu malam. Teater ini
menolak konsepsi borjuis tentang suatu standar hidup. Tetapi mengusulkan penggantian kekayaan
material menjadi kekayaan moral sebagai tujuan utama hidup ini. Namun rasa puas terhadap cara-cara
kerja seperti itu memang besar. Sang aktor yang berada dalam proses disiplin khusus dan
pengorbanan diri, penetrasi diri dan pembentukan diri, tanpa takut dan ragu berjalan melewati batas-
batas normal yang dapat diterima akan mencapai semacam keharmonisan batiniah dan ketenangan
pikiran. Ia akan menjadi sehat raga dan piiran dan jalan hidupnya akan lebih normal dibandingkan
aktor-aktor pada teater Kaya.

Jika seseorang dapat menerima kemiskinan ke dalam teater dan membuang segala sesuatu yang tidak
pokok bagi teater maka akan tampak bagi kita apa yang menjadi tulang punggung daripadanya, juga
kekayaan-kekayaan terpendam yang terletak dalam sifat yang paling alamiah dari bentuk seni.

Teater Ketiga dan Eugenio Barba


Euginio Barba

Teater ketiga yang direkomendasikan Eugenio Barba, mencoba untuk bereksperimen dengan


penonton, di mana Barba membuat jaringan aktor dan grup. Setiap grup bergantian menonton
pertunjukan lain atau yang diistilahkannya sebagai “barter artistik”.

Dengan cara itu, sebuah grup dapat mengatasi soal artistik, semisal kekurangan aktor dan sebagainya,
selain itu juga dapat mengatasi biaya produksi, karena dimasa itu teater masih belum bisa dijual di
gedung-gedung pertunjukan berkelas dengan fasilitas pentas yang memang tidak ada.  Maka grup
teater ini menjadi syarat utama bagi Barba.

Oleh karena itu, teater Barba ini lebih memilih datang ke suatu pemukiman untuk menjadi tuan rumah
sekaligus membentuk grup teater yang akan membuat sebuah pertunjukkan dengan maksud agar
masyarakat menyadari dan mendapatkan kesempatan atau pengalaman untuk berperan sebagai orang
lain. (isi/pojokseni)

Anda mungkin juga menyukai