BANDAR UDARA
OLEH :
MUH. ROYAN PURNAMA
2019 10 055
Dalam analisis dimensi runway yang perlu diketahui dahulu adalah karakteristik pesawat rencana
yang akan beroperasi di bandar udara baru kabupaten ketapang, yaitu pesawat Boeing 737- 200,
lokasi rencana Bandar Udara Baru kabupaten Ketapang tidak pada kondisi yang disyaratkan
1. Koreksi terhadap elevasi Panjang runway akan bertambah 7% untik setiap kenaikan 300 m
dihitung dari muka laut. Maka berdasarkan Laporan Studi kelayakan Bandara Baru Kabupaten
Ketapang Tahun 2014 elevasi rencana lokasi Bandar udara baru kabupaten ketapang yang
memiliki elevasi yang terletang 104,8 m diatas permukaan laut diperlukan koreksi sebesar :
Fe = 1 + 0,07 ℎ
300
104,8
= 1 + 0,07
300
= 1 + 0,0245
= 1,0245 meter
2. Koreksi terhadap temperatur Berdasarkan data temperatur yang diperoleh dari Stasiun Badan
Klimatologi dan Geofisika Rahadi Oesman kelas III selama 10 Tahun terakhir (data terlampir).
- Ta = 27,5 oC
- Tm = 28,03 oC
Untuk mengetahui data temperatur yang akan digunakan atau temperatur referensi dicari dengan
rumus :
𝑡𝑚 −𝑡𝑎
Tr = Ta +
3
28,03−27,5
Tr = 27,5 + 3
Tr = 27,67 oC
Maka untuk temperatur 27,267oC dan elevasi 104,8 m dari permukaan laut dilakukan koreksi
temperatur sebesar :
Ft = 1 + 0,01 x 13,3468
Ft = 1,1335
3. Koreksi terhadap kemiringan landasan Oleh ICAO panjang runway ditambah 10% untuk
setiap 1% kemiringan landasan. Dari Laporan Studi kelayakan Bandara Baru Kabupaten
Ketapang Tahun 2014, dalam analisis tugas akhir ini direncanakan dibangun dengan kemiringan
Fs = 1 + 0,1 x 0,242
Fs = 1,0242 4.
Koreksi terhadap angina permukaan Pada analisis tugas akhir ini angin yang bertiup di
: Rw = (Fe x Ft x Fs x L) + Fw
Kelas bandar udara dengan panjang landasan pacu (2400 m) dan jenis pesawat ( bentang sayap
pesawat 28,4 m) berdasarkan Tabel Aeredrome Refrence Code (ARC) Peraturan Direktur
Jenderal Perhubungan udara Nomor: KP 39 Tahun 2015 masuk dalam kelas Bandar Udara 4C.
Dalam perencanaan dimensi taxiway mengacu Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan udara
Nomor: KP 39 Tahun 2015. Penentuan lebar berdasarkan Tabel 4.24. Lebar Landasan Hubung
dan Bahu didapat lebar landas hubung adalah 15 m. Panjang landasan hubung sampai dengan
garis tengah runway adalah 168 m, dengan kondisi eksisting lebar runway 45 m, maka panjang
Berdasarkan Dari Tabel 4.27 Direncanakan dengan pesawat rencana Boeing 737-200 dengan
Ve = 7,72 m/dt
α1 = 0,76 m/dt2
α2 = 1,52 m/dt2
(𝑉𝑜𝑡)2 −(𝑉𝑡𝑑 )2
D1 = 2 𝑎1
(71,94)2−(61,67)2
D1= 2 𝑥 0,76
(61,67)2−(7,72)2
D2 = 2 𝑥 1,52
= 0,0105
Koreksi Temperatur
Setiap kenaikan 5,6oC dari kondisi standard (15oC = 59oF), jarak bertambah 1%. Temperatur
untuk Bandara baru di kabupaten Ketapang di Subbab sebelumnya (Temperatur refrensi) yaitu
= 0,01 ( )
= 0,0226
Dalam analisis ini pesawat yang direncanakan akan parkir nantinya adalah 4 pesawat dengan
Spesifikasi pesawat :
Untuk wing tip clearance : 4,5 meter didapat dari Tabel 2.8. sesuai code letter
D = 2 x 17,4 meter
D =34,8 meter
P = 6D + 7s
P = 240 meter
L = 2 x 30,48 + (2 x 4,5)
Luas Apron
Luas apron = P x L
= 240 x 70 = 16.811 m2
2. Peramalan lalu lintas
1, terlihat tren pola pergerakan trafik penumpang CGK memiliki tren positif yang cenderung
meningkat. Dimulai dengan beroperasinya Terminal 1 pada tahun 1986, pada akhir tahun mampu
melayani 3,8 juta penumpang domestik dengan pertumbuhan di tahun-tahun berikutnya dengan
kisaran rata-rata 8% per tahun hingga tahun 1994. Dengan rampungnya Terminal 2 pada tahun
1992 yang ditujukan untuk lalu-lintas internasional menggantikan peran bandara Halim
Perdanakusuma, maka di tahun 1995 terjadi peningkatan dibanding tahun sebelumnya hingga
Periode 1995-1998 di kawasan Asia terjadi krisis moneter, dan hal ini berimbas pada
penurunan yang signifikan terhadap jumlah penumpang di Soekarno-Hatta hingga 32% pada
tahun 1998 dibandingkan tahun 1997, dari 14 juta menjadi 9,5 juta penumpang per tahun. Seiring
oleh pemerintah Indonesia pada tahun 2000, berdampak pada peningkatan jumlah permintaan
angkutan udara secara tajam. Secara mencolok terjadi pertumbuhan dua digit pada tahun 2002
hingga 2004 sekitar 26%-33% per tahun, dari 14,5 juta meningkat menjadi 25 juta penumpang
per tahun. Selama periode 2005-2008 pertumbuhan cenderung stagnan di kisaran 7% per tahun
mencapai 32 juta penumpang di akhir tahun 2008, disinyalir merupakan imbas dari resesi
ekonomi dunia pada tahun 2007-2008 yang berimbas pada permintaan jasa sektor transportasi
udara. Hal tersebut tidak berlangsung berlarut-larut, dan momen pertumbuhan dua digit terjadi
kembali pada periode tahun 2009-2013, dari 37 juta penumpang melejit mencapai 60 juta
penumpang per tahun. Tetapi pada tahun-tahun berikutnya, antara 2014-2015 mengalami
Secara umum tren pertumbuhan penumpang di CGK bergerak secara positif antara tahun
1986-2017. Pada periode-periode awal mengalami pertumbuhan konstan dan linier mengikuti
pola deret hitung, namun semenjak diberlakukan kebijakan deregulasi penerbangan di tahun
2000 dan munculnya penerbangan murah (LCC: Low Cots Carrier) ternyata memiliki dampak
signifikan terhadap tren pertumbuhan di periode-periode berikutnya hingga tahun 2017 yang
ditemui pergerakan yang sifatnya naik dan turun (siklikal) akibat pengaruh situasi ekonomi
global dan regional. Lebih lanjut, pertumbuhan permintaan transportasi udara di Indonesia
sebenarnya sangat dipengaruhi oleh permintaan domestik, dimana setiap tahun secara signifikan
terjadi peningkatan selama musim puncak menjelang dan sesudah Hari Raya Idul Fitri, periode
Juni-Juli liburan sekolah, dan libur Natal dan Tahun Baru pada Desember-Januari. Maka
sebenarnya dapat diasumsikan bahwa terdapat komponen yang bersifat musiman dalam setiap
Gambar 2a. Proyeksi Tren Linier Gambar 2b. Proyeksi Tren Eksponensial
𝑌𝑡 = 2056692𝑡 − 9269536
persamaan:
𝑌𝑡 = 1,10453𝑡 × 3211002
Berdasarkan hasil pengamatan terhadap kedua model pada gambar 2a dan 2b tersebut, maka
kecenderungan pertumbuhan yang bersifat eksponensial daripada linier. Hal ini terlihat pada
gambar 2b, bahwa grafik tren eksponensial cenderung terlihat lebih konsisten antara data aktual
dengan data model, sehingga kedua garis tampak lebih rapat dibandingkan tren pertumbuhan
linier pada gambar 2a yang cenderung terlihat lebih renggang. Sehingga dapat diprediksi terdapat
tingkat selisih perbedaan yang lebih besar antara nilai data aktual dan hasil nilai data model pada
(MAPE), didapatkan bahwa untuk tren linier dan eksponesial masing-masing menghasilkan
MAPE sebesar 5,40 persen dan 1,58 persen (gambar 2a dan 2b). Berdasarkan hal ini maka dapat
dikatakan tingkat kesalahan pada model persamaan linier lebih besar dibandingkan model
berdasarkan model linier dan eksponensial dapat mencapai 60,7 juta hingga 94,3 juta penumpang
per tahun. Pada tahun 2027, diperkirakan menurut pemodelan linier dan eksponensial jumlah
dari tahun 1986-2017 cenderung memiliki tren positif dengan fluktuasi di periodeperiode tertentu
secara tidak signifikan, maka teknik Simple Exponential Smoothing tidak dapat dilakukan.
Namun teknik double exponential smoothing dapat dilakukan, karena menggabungkan teknik
smoothing eksponensial sederhana dan teknik linier tren secara bersamaan, dengan
mengesampingkan faktor musiman dan fluktuasi/siklus yang terjadi pada data historis
Sementara itu, bila faktor fluktuasi, musiman, atau siklus dipertimbangkan dalam
perhitungan prediksi, maka dapat dilakukan dengan metode Winter, dengan melibatkan tiga
parameter yang sesuai untuk menganalisa data historis berupa data serial waktu, berpola
musiman, dan memiliki tren. Metode ini sangat cocok dalam menganalisa tren yang berfluktuasi
pada data historis, namun kelemahannya apabila data terlalu panjang sebagaimana data historis
Tabel 2. Hasil Prediksi Jumlah Penumpang Soekarno-Hatta Tahun 2017 – 2027 (sumber: penulis
metode peramalan Double Exponential akan mengalami kenaikan dengan pertumbuhan ratarata
sekitar 3 persen per tahun, sementara dengan metode peramalan Winter diperkirakan
sebesar 6 persen pada periode waktu yang sama. Pada tahun tahun 2019, berdasarkan dua metode
68 juta hingga 74 juta penumpang dan diprediksikan pada tahun 2027 akan mengalami kenaikan
Dengan membandingkan nilai MAPE pada motode Double Exponential Smoothing dan
Winter, masing-masing 9,75 persen dan 1,89 persen, maka dapat dikatakan pada model
peramalan Winter memiliki tingkat rata-rata selisih kesalahan antara nilai data aktual dengan
nilai prediksi yang lebih rendah dibandingkan dengan model peramalan Double Exponential
Smoothing.
pada dekade mendatang hingga mencapai 200 juta penumpang di tahun 2027, meskipun
berdasarkan analisa tren dengan metode eksponensial memiliki reliabilitas hingga 84 persen
(MAPE = 1,58 %). Hal ini sebenarnya dapat diprediksikan apabila melihat kembali data
pertumbuhan penumpang mulai tahun 2012 hingga saat ini yang cenderung fluktuatif. Dengan
pemberlakuan kebijakan deregulasi penerbangan yang dimulai pada tahun 2000, hal ini sama
artinya dengan membuka keran pasar baru bagi maskapai berbiaya murah dan sekaligus
menciptakan segmen permintaan bagi masyarakat menengah untuk menggunakan pesawat udara
sebagai sarana transportasi. Dan pada akhirnya dengan terserapnya permintaan pasar tersebut,
akhirnya pertumbuhan penumpang CGK cenderung berkembang mengikuti deret ukur selama 10
tahun berikutnya. Sementara itu Angkasa Pura II sendiri telah memprediksi bahwa Soekarno-
Hatta akan melayani sebanyak 67 juta penumpang hingga akhir tahun 2018 (Soekarno-Hatta
Airport, 2018). Dimana pada tahun sebelumnya yaitu tahun 2017, Soekarno-Hatta telah melayani
ANNEX 14 to the Convention on International Civil Aviation Aerodromes (Volumes I and II) A
distinction of Annex 14 is the broad range of subjects it contains. It extends from the planning of
airports and heliports to such details as switch-over times for secondary power supply; from civil
engineering to illumination engineering; from provision of sophisticated rescue and fire fighting
equipment to simple requirements for keeping airports clear of birds. The impact of these
numerous subjects on the Annex is compounded by the rapidly changing industry which airports
must support. New aircraft models, increased aircraft operations, operations in lower visibilities
and technological advances in airport equipment combine to make Annex 14 one of the most
rapidly changing Annexes. In 1990, after 39 amendments the Annex was split into two volumes,
Volume I dealing with aerodrome design and operations and Volume II dealing with heliport
design. Annex 14, Volume I, is also unique: it is applicable to all airports open to public use in
accordance with the requirements of Article 15 of the Convention. Historically, it came to life in
1951 with 61 pages of Standards and Recommended Practices and 13 additional pages on
guidance for their implementation. That edition included specifications for water aerodromes and
aerodromes without runways; specifications that no longer appear. Today over 180 pages of
specifications and additional pages of guidance material set forth the requirements for
international airports around the world. The contents of Volume I reflect, to varying extents, the
planning and design, as well as operation and maintenance, of aerodromes. The heart of the
airport is the vast movement area extending from the runway, along the taxiways and onto the
apron. Today's large modern aircraft require a more exacting design of these facilities.
Specifications on their physical characteristics, i.e. width, surface slope and separation distances
from other facilities, form a principal part of this Annex. Specifications for new facilities,
unheard of at the beginning of ICAO, such as runway end safety areas, clearways and stopways,
are all set forth. These facilities are the building blocks for airports which define its over-all
shape and size and permit engineers to lay out the skeleton that forms the airport's basic
structure. Along with defining the ground environment of an airport, specifications are also
required to define its airspace requirements. Airports must have airspace free from obstacles in
order for aircraft to approach and depart safely from the airport. It is also important that the
volume of this space be defined so that it may be protected to ensure the continued growth and
existence of the airport or, as stated in the Annex, ". . . to prevent the aerodromes from becoming
that define the limits to which objects may project into the airspace". The requirements to
provide a particular obstacle limitation surface and the dimensions of the surfaces are classified
in the Annex by runway type. Six different types of runway are recognized: non-instrument
and III, and takeoff runways. A striking feature of airports at night are the hundreds, sometimes
thousands of lights used to guide and control aircraft movements. In contrast to flight, where
guidance and control are done through radio aids, movements on the ground are primarily guided
and controlled through visual aids. Annex 14, Volume I, defines in detail numerous systems for
use under various types of meteorological conditions and other circumstances. As these visual
aids must be immediately understandable by pilots from all over the world, standardization of
their location and light characteristics is highly important. Recent advances in lighting
technology have led to great increases in the intensity of lights. Also in recent years, the
development of small light sources has facilitated the installation of lights in the surface of
pavements that can be run over by aircraft. Modern high intensity lights are effective for both
day and night operations and, in some day conditions, simple markings may be highly effective.
Their uses are defined in the Annex as well. Airport signs are a third type of visual aid. At large
airports and airports with heavy traffic it is important that guidance be provided to pilots to
permit them to find their way about the movement area. The objective of most specifications is
to improve the safety of aviation. One section of Annex 14, Volume I, is devoted to improving
concerning the construction and siting of equipment near runways. This is to reduce the hazard
such equipment might pose to aircraft operations. Requirements for secondary power supply are
also specified, along with the characteristics of light circuit design and the need to monitor the
operation of visual aids. In recent years more attention has been given to the operation of
airports. The current edition of Annex 14, Volume I, includes specifications on maintenance of
airports. Particular emphasis is given to pavement areas and visual aids. Attention is also given
to eliminating features of airports which may be attractive to birds that endanger aircraft
operation. Of critical importance to the operation of any airport is the rescue and fire fighting
service which, according to Annex 14, all international airports are required to have. The Annex
sets forth the agents to be used, their amounts and the time limits in which they must be
delivered to the scene of an aircraft accident. To take off and land safely and routinely today’s
aircraft require accurate information on the condition of facilities at airports. Annex 14, Volume
reported; and to whom it is to be reported. (Specifications for the transmittal of this information
through AIPs and NOTAMs are set out in Annex 15 — Aeronautical Information Services.)
Typical of the type of information to be reported are elevation of different parts of the airport,
strength of pavements, condition of runway surfaces and the level of airport rescue and fire
fighting services. Provisions for heliports are included in Volume II of Annex 14. These
specifications complement those in Volume I which, in some cases, are also applicable to
heliports. The provisions address the physical characteristics and obstacle limitation surfaces
required for helicopter operations from surface level and elevated on-shore heliports and
helidecks, under both visual and instrument meteorological conditions. Material dealing with the
marking and lighting of heliports, as well as rescue and fire fighting requirements for heliports,
also have been included in Volume II. Although specifications on marking and lighting of
heliports are only applicable to operations in visual meteorological conditions, work is under
way on the development of appropriate visual aids for helicopter operations in instrument
meteorological conditions.