Anda di halaman 1dari 208

BAB I

DEFINISI DAN RUANG LINGKUP HUKUM KEPEGAWAIAN

A. Sejarah Kepegawaian
Penelusuran atau identifikasi sejarah hukum pegawai negeri di
Indonesia digolongkan menjadi dua, yaitu pada masa pra kemerdekaan dan
masa kemerdekaan.
1. Masa Pra – Kemerdekaan
Pada masa pra kemerdekaan Indonesia, Kolonial Belanda memegang
hampir seluruh elemen penting bangsa Indonesia pada waktu itu,
termasuk praktek – praktek birokrasi. Kolonialisme Belanda atas
Indonesia ditandai dengan kedatangan VOC (Verenigde Oostindische
Compagnie) pada tahun 1602, sebuah perusahaan monopoli dagang atas
nama pemerintah Belanda.VOC yang telah memonopoli sumber daya –
sumber daya yang ada di Indonesia waktu itu, mulai mengeluarkan
kebijakan – kebijakan yang terkait dengan birokrasi dan kepegawaian.
Kebijakan yang terkenal dari VOC pada saat itu adalah kebijakan
pembentukan Pangreh Praja atau Korps Kepegawaian Sipil
Pribumi.Sistem birokrasi yang dipakai pada saat itu adalah Sistem
pemerintahan tidak langsung, dimana pejabat Belanda yang berpangkat
Gubernur Jenderal menjalankan pemerintahan melalui perantara pejabat
pribumi.
Kemudian ditandai dengan terbitnya Regeling Reglement1854 oleh
Pemerintah Belanda sebagai dasar penerapan dekonsentrasi birokrasi
yang pada akhirnya membentuk Binnenlands Bestuur(pemerintahan
dalam negeri) atau yang disebut juga Gewestelijk Bestuur (pemerintahan
daerah). Pada tipe birokrasi ini, Pejabat seperti Resident diberikan
kewenangan namun tetap bertanggung jawab pada Gubernur Jenderal.
Pemekaran daerah adminitrasi terus dilakukan, menjadikan adanya
integrasi elite pribumi ke dalam dinas Negara daerah setempat yang baru.
Penggunaan model birokrasi dekonsentrasi banyak mendapatkan
tentangan dari berbagai pihak, hingga akhirnya terbit Undang – Undang

1
Desentralisasi 1903 (Decentralisatie Wet 1903). Undang-Undang
Desentralisasi membagi daerah – daerah otonom dengan bentuk
Gemeente (daerah kota), Gewest (Karesidenan), Afdelingen (kabupaten).
Pada masa ini, birokrasi semakin diperinci dengan menetapkan Pejabat
Belanda maupun pribumi sebagai Pegawai Dinas Kolonial Belanda dan
digaji sesuai Undang – Undang.
Sejarah lahirnya hukum kepegawaian dimulai pada Tanggal 7 Maret
1942 Panglima Angkatan Bersenjata Belanda menyerah tanpa syarat
kepada Bala Tentara Kerajaan Jepang, maka untuk mencegahtimbulnya
kekesongan dibidang pemerintahan setelah pemerintah " Nederland Oost
Indie”, diambil tindakan pertama yang dilakukan oleh Pemerintah
Tentara Pendudukan Jepang adalah menyatakan terus berlakunya segala
peraturan perundangan yang ada, kecuali jika bertentangan dengan
peraturan-peraturan yang akan dikeluarkan.Kemudian pada tanggal 15
Agustus 1945 Kerajaan Jepang bertekuk lutut kepada Negara-Negara
Sekutu.

2. Masa Kemerdekaan
a. Masa Awal Kemerdekaan
Terdapat Instruksi Pemerintah Republik Indonesia agar segenap
Pegawai Negeri Sipil tetap menduduki posnya, dan mendirikan
kekuasaan Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam segala
tingkatan.
Keadaan pasca proklamasi yang belum kondusif ditambah dengan
kedatangan tentara sekutu, menjadikan kedudukan pegawai negeri
menjadi bias.Pegawai Negeri Sipil saat itu terpecah menjadi dua jenis.
Pegawai Negeri Sipil yang berada dalam daerah-daerah yang dikuasai
oleh Republik menjadi Pegawai Negeri Sipil dan Negara Kesatuan
Republik Indonesia, sedang Pegawai Negeri Sipil yang berada pada
daerah-daerah pendudukan tentara Sekutu ada yang menjadi Pegawai
Negeri Sipil dan Belanda dan ada pula yang lari dan menjadi Pegawai
Negeri Sipil dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

2
Secara keseluruhan selama awal kemerdekaan, birokrasi masih tidak
berjalan lancar dikarenakan suasana konflik, dimulai perang dengan
Tentara sekutu (Oktober 1945), Agresi Militer Belanda I (21 Juli 1947),
Pemberontakan PKI Madiun (18 September 1948), dan Agresi Militer
Belanda II (19 Desember 1948)Tanggal 17 Agustus 1945 Proklamasi
Kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pemerintah
Indonesia secara resmi dinyatakan, bahwa semua bekas Pegawai
Pemerintah Pendudukan Jepang menjadi pegawai Negara RI.
Setelah Belanda datang kembali dibumi Indonesia dengan membawa
Tentaranya, dalam perkembangan kemudian para pegawai tersebut
terpecah dalam dua bagian besar yang masing-masing mengalami
perkembangan berbeda-beda.Sebagian besar pegawai yang tinggal di
daerah Pendudukan Belanda menjadi pegawai Belanda, selain itu
Tentara Pendudukan Belanda menambah jumlah pegawainya.
Pegawai negeri yang setia kepada RI juga banyak jumlahnya
kemudian jumlah ini ditambah lagi oleh Pemerintah RI, karena
dibutuhkan untuk dapat melanjutkan perjuangan melawan
Belanda.Perang Kemerdekaan Pertama dan Kedua yang mengakibatkan
banyak daerah-daerah RI berhasil diduduki oleh Tentara Belanda,
sehingga menimbulkan perubahan-perubahan dibidang kepegawaian.
Banyak pegawai-pegawai yang ikut terus berjuang bersama-sama
TNI, tetapi sebaliknya banyak juga yang tetap tinggal di daerah
pendudukan Belanda, mereka ada yang bekerjasama dengan Belanda
dan ada yang tidak (Koperator dan Non Koperator).Sementara
Pemerintah RI maupun Pemerintah pendudukan Belanda masing-
masing mengeluarkan peraturan-peraturannya sendiri dibidang
kepegawaian.
Pada tanggal 27 Desember 1949 penyerahan Kedaulatan, semua
pegawai Belanda dan semua Pegawai RI bergerilya maupun yang non
Koperator menjadi pegawai RIS.
b. Masa Demokrasi Liberal (1950 – 1959)

3
Sistem pemerintahan pada era demokrasi liberal adalah
menggunakan sistem pemerintahan parlementer, berdasarkan UUDS
1950.Pada saat penggunaan sistem parlementer ini juga terimbas dari
keluarnya Maklumat Pemerintah No. X Tanggal 3 November 1945
tentang pembentukan partai – partai politik, yang mangakibatkan
jumlah partai politik meningkat cukup tajam pada waktu itu.

Keadaan sosiologis pada saat itu adalah, dengan banyaknya jumlah


partai politik pada saat itu, pegawai negeri menjadi berafiliasi dengan
partai politik.Selain itu jumlah pegawai negeri juga meningkat tajam
akibat pengaruh partai politik. Pada bulan Agustus 1950 terbntuk
Negara Kesatuan, semuanya menjadi pegawai RI.

Dapat dibayangkan kesulitan-kesulitan yang dialami oleh


Pemerintah pada waktu itu dalam usaha penempatan dan penertiban
para pegawai tersebut.Dengan latar belakang politik yang berbeda-beda
dan dibawah naungan peraturan perundangan yang berbeda-beda pula.
Banyak pegawai yang mempunyai semangat dan jiwa patriot yang
tinggi, tetapi kurang dibidang keahlian,sebaliknya banyak yang ahli
dipelbagai bidang,tetapi keadaan fisiknya menyedihkan sekali ataupun
loyalitasnya diragukan, sehingga tidak mungkin untuk memenuhi
semua pihak.

Timbulah dimana-mana rasa tidak puas dan pegawai yang tidak puas
mencari penyaluran rasa tidak puasnya dengan caranya sendiri. Maka
timbul gejala-gejala klik-klikan dan kawanisme menuju kesatu "Spoils -
System"dan manipulasi-manipulasi dibidang kepegawaian. Dibawah
nauang UUDS 1950 berkecampuklah sistem Pemerintahan Parlementer
yang didasarkan pada Demokrasi Liberal – Individulis.

c. Masa Orde Lama (1959 – 1965)


Terbit Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang menjadi perdebatan oleh
pemimpin – pemimpin partai politik Kemudian diterbitkan Peraturan
Pemerintah No.2 Tahun 1959 yang isinya melarang pegawai golongan

4
F (golongan pejabat tinggi birokrasi) menjadi anggota parpol. Dengan
terbitnya Peraturan Pemerintah ini menimbulkan konsekuensi bagi
seorang pegawai negeri, apakah tetap menjadi pegawai dengan keluar
dari kepengurusan partai politik, atau berhenti dari pekerjaannya
sebagai pegawai negeri dengan aktif dalam partai politik.
d. Masa Orde Baru
Pada masa orde baru, peraturan yang terbit pertama kali adlah
Peraturan Pemerihntah No. 6 Tahun 1970 yang isinya mengatur
kedudukan dan landasan sistem pembinaan pegawai secara
komprehensif. Dalam Peraturan Pemerintah ini ditegaskan bahwa
Pegawai bukan sebagai alat partai politik, tetapi merupakan aparatur
Negara yang memegang peranan penting terlaksananya tugas
pemerintahan.

Kemudian pada tanggal 29 November 1971, disusul dengan terbitnya


Kepres No. 82 Tahun 1971 yang membentuk secara resmi Korps
Pegawai Republik Indonesia (KORPRI).Pasal 2 ayat 2 menegaskan
“KORPRI merupakan satu – satunya wadah untuk menghimpun dan
membina seluruh pegawai RI di luar kedinasan”.Adapun tujuan
pembentukan Korpri didasarkan agar “Pegawai Negeri RI ikut
memelihara dan memantapkan stabilitas politik dan sosial yang dinamis
dalam Negara RI”.PP No.32 tahun 1972 diterbitkan yang membentuk
Badan Administrasi Kepegawaian Negara (BAKN). Hingga pada
akhirnya disahkan UU No.8 Tahun 1974 tentang Pokok – Pokok
Kepegawaian yang menyatakan tegas bahwa pegawai sebagai unsur
aparatur Negara, abdi Negara, abdi masyarakat dan diperbaharui dengan
UU No. 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara1.

Perbedaan Substansi dasar yang ada dalam Undang-Undang No. 8


Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian dengan Undang-
Undang No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara yaitu terjadi
perubahan paradigma dari birokratis elitis menjadi system merit. Yang

1
Abdullah, Rozali. Hukum Kepegawaian. Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1996.

5
mana paradigma birokratis elitis merupakan sebuah pandangan tentang
pengambilan kebijakan yang dilakukan oleh orang yang berkuasa yang
memutuskan apa yang sudah digariskan secara politik dan tidak
berdasarkan aspirasi dari tataran bawah. Pola pelayanan dan mental
para pegawai saat itu masih merupakan mental elit yang harus dilayani
dan bukan seharusnya yang melayani. Maka muncullah ketidakpuasan
dalam pelayanan terhadap masyaraka sehingga tidak terwujudnya clean
and good govenece secara maksimal.

Kemudian diterbitkan Undang-Undang tentang Aparatur Sipil


Negara yang didalamnya menggunakan sistem merit. Berdasarkan Pasal
1 butir 22 Undang-Undang No. 5 Tahun 2014, Sistem Merit adalah
kebijakan dan Manajemen ASN yang berdasarkan pada kualifikasi,
kompetensi, dan kinerja secara adil dan wajar dengan tanpa
membedakan latar belakang politik, ras, warna kulit, agama, asal usul,
jenis kelamin, status pernikahan, umur, atau kondisi kecacatan. Pada
Sistem merit, cara penilaian pegawai yang dikaitkan dengan system
balas jasa, dan digunakan sebagai dasar penetapan promosi. Dalam
system ini, hasil penilaian menentukan besarnya kenaikan gaji tahunan
dan hak-hak pegawai sesuai dengan penilaian masing-masing pegawai.
Dalam pengadaan pegawai diadakan sesuai dengan kebutuhan.

B. Pengertian Hukum Kepegawaian


Menurut Para Ahli Hukum Administrasi Negara, dapat diklasifikasikan
pengertiannya yang berujung pada Administrasi Kepegawaian dan Hukum
Kepegawaian, antara lain :
Menurut Belifante yang dikutip oleh Philipus M.Hadjon dalam bukunya
Pengantar Hukum Adminstrasi Negara, Aministratief Recht berisi peraturan
yang berhubungan dengan administrasi. Administrasi dapat dipersamakan
artinya dengan bestuur, dengan demikian Administratief Recht disebut juga
dengan bestuur recht. Dalam fungsi penyelenggaraan pemerintahan, besturen
mengandung pengertian fungsional dan institusional/structural. Fungsional

6
bestuur berarti fungsi pemerintahan, sedangkan institusional/structural
bestuur berarti keseluruhan organ pemerintah. Bestuur dapat diartikan sebagai
fungsi pemerintahan yaitu fungsi penguasa diluar lingkungan regelgeving
(pembentukan peraturan) dan rechtspraak (peradilan).2
Pendapat Utrecht yang dikutip oleh Muchsan dalam bukunya Hukum
Kepegawaian menyatakan bahwa Negara merupakan badan hukum yang
terdiri atas persekutuan orang (Gemeenschaap van marten) yang ada karena
perkembangan factor-faktor social dan politik dalam sejarah. Berdasarkan
pendapat tersebut dapat diketahui bahwa Negara sebagai organisasi
kekuasaan merupakan suatu badan yang berstatus hukum sebagai pendukung
hak dan kewajiban (subjek hukum). Negara akan mencapai tujuannya dengan
menggunakan status badan hukum tersebut beserta hak dan kewajiban. Hak
dan kewajiban dilaksanakan oleh Aparatur Negara yang didistribusikan
kepada jabatan-jabatan Negara. Apartaur yang melaksankan hak dan
kewajiban Negara disebut subjek hukum adalah Pegawai Negeri.
Menurut Logemann, bilamana seseorang mengikat dirinya untuk tunduk
pada perintah dari pemerintah untuk melakukan sesuatu atau beberapa macam
jabatan yang dalam melakukan sesuatu atau beberapa macam jabatan itu
dihargai dengan pemberian gaji dan beberapa keuntungan lain. Berarti inti
dari hubungan dinas publik adalah kewajiban bagi pegawai yang
bersangkutan untuk tunduk pada pengangkatan dalam beberapa macam
jabatan tertentu yang berakibat bahwa pegawai yang bersangkutan tidk
menolak (menerima tanpa syarat) pengangkatannya dalam satu jabatan yang
telah ditentukan oleh pemerintah, sebaliknya pemerintah berhak mengangkat
seseorang pegawai dalamjabatan tertentu tanpa harus adanya penyesuaian
kehendak dari yang bersangkutan.3
Paul Pigors: Administrasi Kepegawaian adalah suatu kecakapan atau seni
dari perolehan, pengembangan dan pemeliharaan angkatan kerja, sedemikian
rupa untuk melaksanakan fungsi-fungsi dengan seefisien dan seefektif
mungkin.
2

Philipus M. Hadjon, dkk, 1994, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia,


Yogyakarta :Gadjah Mada University Press. Hlm 3.
3
Muchsan, op. cit., Hlm 12.

7
The Liang Gie: Administrasi Kepegawaian adalah segenap aktivitas yang
bersangkut paut dengan penggunaan tenaga kerja untuk mencapai tujuan
tertentu. masalah pokoknya berkisar pada hal penerimaan, pengangkatan,
pengembangan, balas jasa sampai pada pemberhentian.
Hukum administrasi yang dikenal dengan hukum studi hukum
administrasi Negara adalah hukum mengenai subjek hukum dalam lapangan
administrasi Negara yang dalam status kepegawaian itu mereka mempunyai
hubungan dinas public (sumber,moh. Mahfud. Md.sh (1988). hukum
kepegawaian Indonesia.yogyakarta.penerbit liberty.)
Hukum kepegawaian adalah hukum mengenai pegawai negeri sebagai
unsur aparatur Negara dalam pemerintahan, guna menyelenggarakan fungsi
umum pemerintahan secara berdaya guna dan hasil guna sumber ( soetomo.
Sh. (1978). Hukum kepegawaian dalam praktek. Penerbit usaha nasional
surabya-indonesia.)
Hukum kepegawaian adalah hukum mengenai pegawai negeri yang
secara tetap atau sementara yang diserahi suatu jabatan publik dalam
pemerintahan termasuk kedudukan, kewajiban, hak dan pembinaan pegawai
sumber ( djatmika, sastro. (1965).hukum kepegawaian di Indonesia.penerbit
djambatan.)
Hukum kepegawaian adalah hukum yang mengenai segala hal-hal
tentang kedudukan, kewajiban, hak, dan pembinaan pegawai negeri sumber
(hartini, sri.,dkk.(2008).hukum kepegawaian di Indonesia.jakarta.penerbit
sinar grafika.)
Dari definisi menurut para Ahli hukum di atas Penulis mengambil
kesimpulan bahwa pengertian dari definisi hukum kepegawaian menurut
Penulis adalah sebagai berikut :
Hukum Kepegawaian adalah seperangkat norma-norma yang mengatur
tentang manajemen sumber daya aparatur sipil Negara, dalam rangka
pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan negara .

C. Ruang Lingkup Hukum Kepegawaian

8
Penjelasan unsur-unsur yang terkandung dalam definisi Penulis adalah
sebagai berikut :
Seperangkat Norma-norma, mengandung arti : himpunan petunjuk
hidup yang mengatur tata tertib dalam suatu masyarakat dan seharusnya
ditaati oleh anggota masyarakat yang bersangkutan, oleh karenanya
pelanggaran terhadap petunjuk hidup itu dapat menimbulkan tindakan dari
pemerintah masyarakat itu (Utrecht). Dalam hal petunjuk hidup ini
maksudnya adalah hubungan antara pegawai dengan pemerintah atau pemberi
kerja dan pekerja yang dalam hal ini Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian
Kerja (PPPK). Hal ini sesuai dengan Pasal 6 Undang-Undang No 5 Tahun
2014 Tentang Aparatur Sipil Negara bahwa Pegawai ASN terdiri atas PNS
dan PPPK.
Manajemen sumber daya aparatur sipil Negara, mengandung
arti :manajemen kepegawaian pada hakikatnya melakukan dua fungsi yaitu
fungsi manajerial, dan fungsi operatif (teknis). Fungsi manajerial berkaitan
dengan pekerjaan pikiran atau menggunakan pikiran (mental) meliputi
perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengendalian pegawai.
Dengan kata lain fungsi penguasa diluar lingkungan regelgeving
(pembentukan peraturan) dan rechspraak (peradilan). Sedangkan fungsi
operatif (teknis), berkaitan dengan kegiatan-kegiatan yang dilakukan dengan
fisik, meliputi pengadaan, pengembangan, kompensasi, integrasi,
pemeliharaan, dan pemensiunan pegawai. Secara fungsional bestuur berarti
fungsi pemerintahan.
Pelaksanaan Penyelenggaraan Pemerintah Negara , mengandung
arti :bilamana seseorang mengikat dirinya untuk tunduk pada perintah dari
pemerintah untuk melakukan sesuatu atau beberapa macam jabatan yang
dalam melakukan sesuatu atau beberapa macam jabatan itu dihargai dengan
pemberian gaji dan beberapa keuntungan lain. Berarti inti dari hubungan
dinas publik adalah kewajiban bagi pegawai yang bersangkutan untuk tunduk
pada pengangkatan dalam beberapa macam jabatan tertentu yang berakibat
bahwa pegawai yang bersangkutan tidak menolak (menerima tanpa syarat)
pengangkatannya dalam satu jabatan yang telah ditentukan oleh pemerintah,

9
sebaliknya pemerintah berwenang mengangkat seseorang pegawai dalam
jabatan tertentu tanpa harus adanya penyesuaian kehendak dari yang
bersangkutan.4 Pelaksanaan penyelenggaraan pemerintah negara erat
kaitannya dengan fungsi pegawai ASN, dalam hal ini termaktub dalam Pasal
10 Undang-Undang No. 5 Tahun 2014 Tentang ASN yang menyatakan
bahwa, pegawai ASN berfungsi sebagai ; pelaksana kebijakan publik; pelayan
publik; dan perekat dan pemersatu bangsa.
Sebelum kepada definisi menurut penulis, bahwa terhadap Undang-
Undang No. 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian Negara
menetapkan penerapan system kepegawaian berbasis karir yang menekankan
pada hak, kewajiban, tugas dan tata cara pengelolaan pegawai negeri sipil
secara individu guna membangun sumber daya manusia Aparatur Negara
dengan manajemen yang tersentralisasi. Pada tahun 1998 Indonesia
mengalami krisis ekonomi yang sangat rendah sehingga harus mengadakan
reformasi pemerintahan, ekonomi, dan paradigm manajemen kepegawaian
seperti tersebut sudah ditinggalkan oleh banyak negara karena selain tidak
mampu membangun sumber daya manusia yang professional dan bebas dari
intervensi politik, system manajemen seperti tersebut menyebabkan
tanggungjawab Pemerintah dalam pembinaan pegawainya menjadi sangat
besar.5
Undang-Undang No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara sudah
jelas terjadi pergeseran filosofi atau paradigma terhadap kepegawaian di
Indonesia yaitu dari pendekatan administrasi kepegawaian menjadi
manajemen sumber daya manusia. Secara ringkas Manajemen Sumber Daya
Manusia adalah proses pengadaan sumber daya paling penting bagi suatu
organisasi, yaitu sumber daya manusia, yang mencakup pengadaan sumber
daya manusia yang diperlukan organisasi untuk mencapai tujuannya,
mengembangkan kapasitasnya, memanfaatkan kapasitas sumber daya
manusia yang dimiliki untuk mencapai tujuan organisasi, mempertahankan
sumber daya terbaik dengan menerapkan system kompensasi yang sesuai
dengan tanggungjawab dan kinerjanya dalam organisasi, serta menjamin
4
Muchsan, op. cit. Hlm 12.
5
Naskah Akademik Rancangan Undang-Undangtentang Aparatur Sipil Negara. Hlm 4.

10
loyalitas kepada organisasi melalui penyediaan jaminan kesejahteraan yang
memadai baik pada saat aktif maupun setelah pensiun.
Hakikat manajemen adalah mrupakan proses pemberian bimbingan,
pimpinan, pengaturan, pengendalian, dan pemberian fasilitas lainnya.
Manakala kita menoleh kebelakang sebelum zaman penjajahan Belanda dan
memperhatikan sejarah bangsa Indonesia, manajemen sudah dikenal dan
sudah ada sejak dahulu kala. Pengertian manajemen dapat disebut pembinaan,
pengendalian pengelolaan, kepemimpinan, ketatalaksanaan yang merupakan
proses kegairahan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya.
Prinsip-prinsip umum manajemen yang berkaitan dengan sumber daya
manusia adalah sebagai berikut :
1) Adanya pembagian pekerjaan. Kualitas anggota organisasi penting
diperhatikan, yaitu kualitasnya, fisiknya, moral dan lain-lain.
2) Disiplin, merupakan ketaatan, kepatuhan untuk mengikuti aturan,
yang menjadi tanggung jawabnya.
3) Kewenangan dan tanggungjawab, setiap pekerja diberikan
kewenangan untuk melaksanakan sesuatu pekerjaan.
4) Pusat kewenangan, dalam pemusatan kewenangan akan berdampak
perumusan pertanggungjawaban dalam rangka mencapai tujuan yang telah
ditentukan.
1. Pengertian Manajemen sumber Daya Manusia (MSDM)
Sumber daya manusia merupakan modal dan kekayaan yang terpenting
dari setiap kegiatan manusia. Manusia sebagai unsur terpenting mutlak
dianalisis dan dikembangkan dengan cara tersebut.Manajeman sumber daya
manusia terdiri dari empat suku kata yaitu manajemen, sumber, daya,
manusia, keempat suku kata terbukti tidak sulit untuk dipahami artinya.
Dimaksudkan dengan manajemen sumber daya manusia adalah proses
pengendalian berdasarkan fungsi manajemen terhadap daya yang bersumber
dari manusia. Seperti ditulis oleh Michael Amstrong, Manajemen Sumber
Daya Manusia dari hasil kerja Peter Drucker dan Souglas Mcgroger di tahun
1950-an. Sebagaimana dikemukakan oleh drucker, merintis jalan kearah

11
falsafah manajemen sumber daya manusia harus dimasukkan sebagai sasaran
dan rencana strategi dari perusahaan.
2. Pentingnya Manajemen Sumber Daya ManusiaTerhadap Pendekatan
Hukum
Salah satu indicator kehidupan masyarakat modern ialah makin tingginya
kesadaran para warga masyarakat akan pentingnya keseimbangan antara hak
dan kewajiban masing-masing. Semakin meningkatnya kesadaran demikian
biasanya dipandang sebagai salah satu akibat positif dari tingkat pendidikan
pada masyarakat.6
Instrument utama untuk menjamin keseimbangan tersebut adalah
ketentuan-ketentuan hukum.Artinya, hak para warga dijamin dalam berbagai
peraturan perundang-undangan.Begitu pentingnya perolehan hak tersebut
sehingga hak yang bersifat asasi tercantum dalam Undang Undang Dasar NRI
Tahun 1945 Bab XA Pasal 28 A-28J.situasi yang paling ideal adalah apabila
para anggota masyarakat sendiri yang mengetahui bukannya hanya batas-
batas haknya itu, akan tetapi juga tata karena yang berlaku di masyrakat untuk
memperoleh dan menggunakannya.

6
Fathoni Abdurrahman, Organisasi dan Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta : PT.
RINEKA CIPTA : Jakarta;2006. Hlm 81.

12
Hukum
Kepegawaian

Manajemen Aparatur
Kepegawaian Negara

PNS

PTTP TNI POLRI APARATUR SIPIL


Pengadaan
NEGARA
AES
Aparatur
KASN
Administrasi dan
Pembinaan LAN
Pegawai Negeri Aparatur Fungsional
Sipil Gol II/a-IV/b
BKN

Jabatan Struktural Aparatur Eksekutif


dan
Pegawai Senior (AES)
Penempatan
Fungsional

Pengembangan

Pegawai Negeri Sipil


Promosi
dan
Penilaian Kerja

Penggajian,
Tunjangandan
Kesejahteraan

Pemberhentian
Pegawai ASN

Perlindungan

Hak dan Kewajiban

Organisasi

Penyelesaian
Sengketa

Sejak menyatakan kemerdekaannya sampai saat ini Indonesia masih


menerapkan pendekatan “Administrasi Personalia” atau “Administrasi
Kepegawaian” dalam pengelolaan pegawai yang menjalankan tugas-tugas
pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan negara. Dalam system
pemerintahan yang relative stabil dan pengelolaan system ekonomi nasional

13
yang masih tertutup dan belum banyak persaingan, system administrasi
kepegawaian seperti yang ditetapkan oleh Undang-Undang No. 8 Tahun 1974
Juncto Undang-Undang No. 43 Tahun 1999 relatif masih cukup memadai.
Namun pada system pemerintahan negara yang semakin demokratis, semakin
desentralistis, dan ekonomi yang semakin terbuka, personalia yang dikelola
dengan pendekatan “Administrasi Pegawai” terasa tidak lagi mampu
mendukung system politik, system social, dan system ekonomi yang telah
mengalami perubahan fundamental sejak gelombang Reformasi melanda
Indonesia pada tahun 1998.
Secara teoritis pendekatan Manajemen Sumber Daya Manusia (Human
Resource Management) yang dipraktekkan secara luas pada organisasi bisnis
di Indonesia dan di negara maju digunakan sebagai landasan teoritis
manajemen Sumber Daya Manusia Aparatur Sipil Negara yang hendak
ditetapkan dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil
Negara.
Penelitian empiris tentang system Manajemen Sumber Daya Manusia
pada kurun waktu Tahun 1980-2000 telah memberikan perhatian besar pada
pengaruh praktek Manajemen SDM terhadap kinerja organisasi, antara lain
dengan variable-variabel utama, peningkatan komitmen pegawai, penurunan
bolos kerja dan pindah kerja, peningkatan keterampilan yang menimbulkan
efek positif, yaitu meningkatnya produktivitas kerja. Salah satu point penting
dalam pendekatan Manajemen Sumber Daya Manusia ialah Model
Konfigurasional (Configurational Model) yang mengasumsikan pentingnya
kesesuaian antara “Strategi” organisasi dengan kebijakan dan praktek
Manajemen Sumber Daya Manusia.
Unsur-Unsur Manajemen Kepegawaian yang diatur dalam Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara :
1. Pengadaan Pegawai ASN dan Pegawai Aparatur Eksekutif Senior
a. Pengadaan PNS dan PTTP
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 dan Undang-Undang
Nomor 43 Tahun 1999 menerapkan formasi dalam penerimaan PNS
baru pada setiap tahun anggaran. Formasi adalah prakiraan jumlah

14
pegawai baru yang harus diangkat untuk menggantikan PNS pensiun
dan meninggalkan abatan negeri karena meninggal, berhalangan tetap,
atau diberhentikan secara terhormat maupun tidak terhormat.
Pada system formasi pengadaan PNS baru setiap tahun dilakukan
berdasarkan tingkat dan jenis calon. Akibatnya banyak terjadi
ketidakcocokan antara keahlian yang diperlukan oleh jabatan dengan
pegawai yang diterima untuk jabatan tersebut. Selain itu penggunaan
system formasi telah menyuburkan praktek jual beli jabatan Aparatur
Sipil Negara.7
Untuk mengatasi praktek KKN tersebut dalam pengadaan
pegawai ASN, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang ASN
mengusulkan penerapan system pengadaan yang merupakan Best
Practices di banyak negara maju yaitu system pengadaan pegawai
berbasis jabatan (position based personnel management system)
dengan cara mengadakan seleksi terbuka bagi pegawai Aparatur Sipil
Negara. Selanjutnya perlu dilakukan pemilahan yang tegas antara
pegawai ASN yang menjalankan tugas dan fungsi manajemen
kebijakan pemerintah negara dengan pegawai yang menjalankan
fungsi pelayanan public dasar seperti pendidikan, pelayanan
kesehatan,serta fungsi pendukung manajemen kebijakan
pemerintahan.
Pegawai ASN yang menjalankan fungsi manajemen kebijakan
pemerintahan negara disebut pegawai sipil negara. Pegaawai ASN
yang menjalankan fungsi pelayanan public disebut pegawai tidak tetap
pemerintah (PTTP).
b. Pengadaan Pegawai Aparatur Eksekutif Senior (AES)
Aparatur Eksekutif Senior (AES) merupakan bagian dari aparatur
sipil Negara Republik Indonesia yang anggotanya adalah para pejabat
karir yang menduduki jabatan langsung dibawah Pejabat Eksekutif
yang berstatus sebagai Pejabat Negara. Para pejabat tersebut
diharapkan menjadi penggerak reformasi birokrasi untuk

7
Naskah AkademikRancangan Undang Undang Tentang ASN, BAB II Halaman 12.

15
meningkatkan kinerja pemerintah pusat dan daerah dalam
menyelenggarakan pelayanan public, meningkatkan integritas instansi
pemerintah, dan dalam membangun tata kepemerintahan yang baik.
2. Kelembagaan dalam Pembinaan Aparatur Sipil Negara
Dalam pembinaan pegawai ASN, sesuai ketetapan UUD NRI Tahun
1945 Presiden dibantu oleh Menteri, KASN, LAN, dan BKN dengan
rincian :
1) Menteri berkaitan dengan kewenangan perumusan kebijakan umum
pendayagunaan Pegawai ASN;
2) KASN berkaitan dengan kewenangan perumusan kebijakan
pembinaan profesi ASN dan pengawasan pelaksanaannya pada
instansi dan Perwakilan;
3) LAN berkaitan dengan kewenangan penelitian dan pengembangan
administrasi pemerintahan negara, pembinaan pendidikan dan
pelatihan Pegawai ASN, dan penyelengaraan Akademi Aparatur Sipil
Negara;
4) BKN berkaitan dengan kewenangan pembinaan manajemen pegawai
ASN, penyelenggaraan seleksi nasional calon ASN, pembinaan PUsat
Penilaian Kinerja Pegawai ASN, dan pembinaan pendidikan
fungsional analis kepegawaian.
3. Jabatan
Jabatan adalah kedudukan yang menunjukkan tugas, tanggungjawab,
wewenang, dan hak seseorang Pegawai Negeri Sipil dalam rangka susunan
satuan organisasi. Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974, jabatan
dibagi menjadi dua, yaitu :
a. Jabatan Struktural
Jabatan struktural adalah jabatan yang secara tegas diatur da nada
dalam susunan organisasi dari instansi yang bersangkutan, misalnya :
sekretaris jenderal, kepala bagian, kepala sub direktorat, kepala seksi
dan sebagainya.
b. Jabatan fungsional

16
Jabatan fungsional adalah jabatan yang tidak secara jelas disebutkan
atau digambarkan dalam bagan susunan organisasi instansi yang
bersangkutan, tetapi jabatan itu harus ada karena fungsinya yang
memungkinkan kelancaran pelaksanaan tugas instansi yang
bersangkutan. Jabatan fungsional dibagi atas dua kelompok, yaitu :
1) Jabatan Fungsional khusu (JFK) adalah jabatan yang hanya ada pada
instansi pemerintah tertentu yang didasarkan pada keahlian
substantive. Contohnya DOkter, Peneliti, Guru, Penyuluh Pertanian,
Analis Kepegawaian dll. Pada umumnya JF khusus memiliki angka
kredit sebagai syarat kenaikan pangkat dan tunjangan abatan.
2) Jabatan Fungsional Umum (JFU) adalah abatan yang ada atau
mungkin ada pada setiap instansi pemerintah. JFU bersifat fasilitatif,
yaitu menunjang pelaksanaan tugas pokok instansi pemerintah yang
bersangkutan. Contohnya sopir, pengetik, sekretaris dll.
4. Pengembangan
Salah satu peran Pegawai ASN adalah menjadi unsur perekat NKRI.
Untuk membangun peran tersebut serta guna membangun kualitas
kepemimpinan pada jabatan public, pegawai bru Aparatur Eksekutif,
Aparatur Fungsional khusunya yang menjalakan fungsi penegakan hukum,
yaitu hakim, jaksa, dan anggota polri, diwajibkan untuk mengikuti
pendidikan Aparatur Sipil Negara sebelum ditempatkan pada jabatan
masing-masing. Pendidikan tersebut dilakukan oleh Akademi Aparatur
Sipil Negara, yang secara administratif maupun teknis akademik berada
dibawah LAN.
5. Promosi dan Penilaian Kerja
Setiap pegawai ASN berhak memperoleh pengembangan kompetensi
dan promosi (dinaikkan jabatannya) secara kompetitif. Promosi pegawai
ASN dilaksaanakan berdasarkan hasil penilaian kompetensi, integritas,
moralitas oleh Tim Penilai Kinerja Pegawai ASN. Kompetensi meliputi :
a. Kompetensi teknis yang diukur dari tingkat dan spesialisasi
pendidikan, pelatihan teknis fungsional, dan pengalaman bekerja
secara teknis

17
b. Kompetensi manajerial yang diukur dari tingkat pendidikan, pelatihan
structural/manajemen, dan pengalaman kepemimpinan
c. Kompetensi social kultural yang diukur dari pengalaman kerja
berkaitan dengan masyarakat majemuk dalam hal pengalaman kerja
berkaitan dengan masyarakat majemuk dalam hal agama, suku, dan
budaya sehingga memiliki wawasan kebangsaan.
6. Penggajian, Tunjangan dan Kesejahteraan
Salah satu unsur manajemen Aparatur Sipil Negara adalah penggajian,
tunjangan, kesejahteraan, dan penghargaan. Gaji harus dapat memacu
produktivitas dan menjamin kesejahteraan Pegawai ASN. Gaji dibebankan
pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Selain gaji, pemerintah
daerah dapat memberikan tunjangan kepada Pegawai ASN di daerah
sesuai dengan tingkat kemahalan. Dalam pemberian tunjangan, Pemerintah
Daerah wajib mengukur tingkat kemahalan berdasarkan indeks harga yang
berlaku di daerahnya masing-masing. Tunjangan daerah tersebut
dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang diatur
dengan Peraturan Daerah.
7. Pemberhentian Pegawai ASN
Pegawai ASN diberhentikan dengan hormat karena: 1) meninggal
dunia; 2) atas permintaan sendiri; 3) mencapai batas usia pensiun; 4)
perampingan organisasi; atau 5) tidak cakap jasmani dan/atau rohani
sehingga tidak dapat menjalankan tugas dan kewajiban.
Pegawai ASN diberhentikan dengan hormat tidak atas permintaan
sendiri karena: 1) melanggar sumpah/janji dan sumpah/janji jabatan, tidak
setia kepada Pancasila, Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945; 2) dinyatakan bersalah berdasarkan putusan pengadilan yang
telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana
yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih.
Pegawai ASN diberhentikan tidak dengan hormat karena: 1)
melakukan penyelewengan terhadap Pancasila, Undang Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2) dihukum penjara atau
kurungan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai

18
kekuatan hukum yang tetap karena melakukan tindak pidana kejahatan
jabatan atau tindak pidana kejahatan yang ada hubungannya dengan
jabatan; atau 3) melakukan pelanggaran disiplin tingkat berat.
Pegawai ASN diberhentikan sementara karena menjadi tersangka
melakukan tindak pidana kejahatan sampai mendapat putusan pengadilan
yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
Pensiun ASN dan pensiun janda/duda diberikan sebagai jaminan hari
tua dan sebagai penghargaan atas pengabdian ASN.
a. Pegawai ASN yang berhenti dengan hormat berhak menerima pensiun
apabila telah mencapai batas usia pensiun;
b. Pegawai ASN yang telah mencapai batas usia pensiun, diberhentikan
dengan hormat sebagai Pegawai ASN;
c. Usia pensiun bagi Pegawai (Aparatur) Eksekutif Senior adalah 60
(enampuluh) tahun;
d. Usia pensiun bagi Pegawai Jabatan Administratif adalah 58 (lima
puluh delapan) tahun.
Sumber pembiayaan pensiun berasal dari iuran Pegawai ASN yang
bersangkutan dan pemerintah selaku pemberi kerja dengan perbandingan
1:2 (satu banding dua). Pengelolaan dana pensiun diselenggarakan oleh
pihak ketiga berdasarkan peraturan perundang-undangan.
8. Perlindungan
Pemerintah wajib memberikan perlindungan hukum serta
perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja terhadap Pegawai ASN
dalam melaksanakan tugas dan fungsinya. Perlindungan hukum meliputi
perlindungan hukum dalam melaksanakan tugasnya dan memperoleh
bantuan hukum secara cuma cuma terhadap kesalahan yang dilakukan
dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya sampai putusan terhadap perkara
tersebut memperoleh kekuatan hukum tetap. Perlindungan keselamatan
dan kesehatan kerja meliputi perlindungan terhadap resiko gangguan
keamanan kerja, kecelakaan kerja, kebakaran pada waktu kerja, bencana
alam, kesehatan lingkungan kerja, dan/atau risiko lain.
9. Hak Menduduki Jabatan Negara

19
Pegawai ASN yang mencalonkan diri untuk jabatan politik
mengajukan permohonan berhenti sebagai Pegawai ASN sejak masa
pencalonan. Pegawai ASN yang diangkat pada jabatan negara
diberhentikan sementara dari jabatan yang didudukinya dan tidak
kehilangan status sebagai Pegawai ASN. Pegawai ASN yang tidak
menjabat lagi pada jabatan negara diangkat kembali sebagai Pegawai
ASN. Pegawai (Aparatur) Eksekutif Senior yang tidak menjabat lagi pada
jabatan negara diangkat kembali untuk menduduki jabatan administratif
atau jabatan fungsional. Ketentuan lebih lanjut mengenai Pegawai ASN
yang menduduki jabatan politik dan jabatan negara diatur dengan
Peraturan Menteri.
10. Organisasi
Pegawai ASN yang berstatus PNS dapat membentuk Asosiasi Korps
Pegawai Aparatur Sipil Negara Republik Indonesia yang bersifat non
kedinasan untuk menyampaikan aspirasinya. Pegawai ASN yang berstatus
Pegawai Pemerintah dapat membentuk Serikat Pegawai Pemerintah untuk
menyampaikan aspirasinya. Ketentuan lebih lanjut mengenai organisasi
ASN yang berstatus PNS dan pegawai Pemerintah diatur dengan Peraturan
Menteri.
11.Sistem Informasi ASN dan Penyelesaian Sengketa
ASN diperlukan Sistem Informasi Aparatur Sipil Negara. Sistem
informasi Aparatur Sipil Negara diselenggarakan secara nasional dan
terintegrasi antar berbagai Instansi. Untuk menjamin keterpaduan dan
akurasi data dalam Sistem Informasi Aparatur Sipil Negara, setiap Instansi
wajib memutakhirkan data secara berkala dan menyampaikannya kepada
BKN. Sistem Informasi Aparatur Sipil Negara sebagaimana berbasiskan
teknologi informasi yang mudah diaplikasikan, mudah diakses dan
memiliki sistem keamanan yang dipercaya. BKN bertanggung jawab atas
penyimpanan informasi yang telah dimutakhirkan oleh Instansi serta
bertanggung jawab atas pengelolaan dan pengembangan Sistem Informasi
Aparatur Sipil Negara.

20
Sistem Informasi Aparatur Sipil Negara memuat sejumlah informasi
dan data Pegawai ASN. Data Pegawai ASN sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) paling sedikit memuat: 1) data riwayat hidup; 2) riwayat
pendidikan formal dan non formal; 3) riwayat jabatan dan kepangkatan; 4)
riwayat penghargaan/tanda jasa/tanda kehormatan; 5) riwayat pengalaman
berorganisasi; 6) riwayat gaji; 7) riwayat pendidikan dan latihan; 8) daftar
penilaian pekerjaan; dan 9) surat keputusan.
Sengketa Pegawai ASN diselesaikan melalui upaya administratif dan
Peradilan Tata Usaha Negara. Upaya administratif terdiri dari keberatan
dan banding administratif. Keberatan diajukan secara tertulis kepada
atasan pejabat yang berwenang menghukum dengan memuat alasan
keberatan dan tembusannya disampaikan kepada pejabat yang berwenang
menghukum. Banding administratif diajukan kepada Badan Pertimbangan
Aparatur Sipil Negara. Ketentuan lebih lanjut mengenai upaya
administratif diatur dengan Peraturan Pemerintah.

D. Hukum Kepegawaian dalam Sistem Hukum Indonesia


Perbedaan antara hukum privat dan hukum publik, dalam ilmu hukum
tradisional, dijadikan dasar sistematisasi hukum. Namun demikian kita sia-sia
mencari suatu definisi yang jelas mengenai kedua konsep tersebut. Diantara
berbagai teori tentang perseolan tersebut, yang paling umum adalah teori
yang mendasarkan pada perbedaan subjek dari hubungan hukum suatu
pernyataan khas menegnai pandangan ini dijumpai dalam Holland yang di
ikuti oleh Willoughby. Teori ini didasarkan pada fakta bahwa, dalam
lapangan hukumnya sendiri, yakni dalam hukum nasional, negara sebagai
subjek kewajiban dan hak selalu dihadapkan kepada orang perseorangan. Jika
ada suatu kewajiban yang pemenuhannya ditujukan kepada negara, maka
perbuatan individu yang merupakan isi hak yang berkaitan dengan kewajiban
tersebut tidak dituduhkan kepada negara. Ini adalah konsekuensi dari fakta
bahwa : di dalam suatu tata hukum nasional-hanya ada satu pribadi yang
harus dipandang sebagai negara. Oleh sebab itu, jika suatu subjek dalam suatu

21
hubungan hukum adalah negara, maka subjek lainnya tidak bisa negara itu
juga ; subjek lainnya harus orang “perseorangan”.

Konsep orang perseorangan mengandung konotasi negatif menyangkut


seseorang individu yang perbuatannya tidak dituduhkan kepada negara. Teori
tradisional menunjk norma-norma yang menetapkan kewajiban dan hak
antara orang perseorangan sebagai hukum privat, dan norma-norma yang
menetapkan kewajiban dan hak antara negara di satu pihak, dengan orang
perseorangan dipihak lainnya sebagai hukum publik. Gagasan tentang negara
dan apa yang disebut publik diidentikkan. Holland mendefinisikan hukum
publik sebagai “...hukum yang mengatur hak-hak dimana salah satu subjek
terkaitnya adalah publik (masyarakat umum) ; dimana negara, langsung atau
tidak langsung adalah salah satu pihaknya. Disini kekuasaan yang
mendefinisikan dan melindungi hak itupun dengan sendirinya merupakan
suatu pihak yang berkepentingan terhadap atau dipengaruhi oleh pihak
tersebut”. Jika salah satu subjek itu bukan negara, maka disana terdapat
hukum privat. Namun demikian definisi ini tidak dimaksudkan untuk
pengecualian negara dari hubungan hukum antar orang perseorangan. “dalam
hukum privat, negara tentu saja hadir, tetapi hadirnya hanya sebagai
penengah dan hak dan kewajiban yang ada diantara subjek yang satu dengan
subjek yang lainnya dalam hukum publik negara bukan hanya penengah
melainkan juga salah satu pihak yang berkepentingan. Hak dan kewajiban
yang ditangani negara disatu pihak menyangkut kepentingan sendiri dan
pihak lainya menyangkut kepentingan dari subjeknya”. Ciri khas dari hukum
publik adalah “penyatuan atribut hakim dan pihak berperkara dalam satu
kepribadian.8

Dalam menentukan apakah suatu cabang ilmu tersebut masuk kedalam


hukum public atau hukum privat ialah salah satunya menggunakan teori
melebur (Teori Hukum Yang Paling Mendominasi). Kita dapat menentukan
hukum manakah yang lebih dominan dalam suatu cabang ilmu hukum
tersebut, apakah hukum public atau hukum privat. Bandingkan dengan
8
Drs. Somardi, 2007, Teori Umum Hukum dan Negara, Jakarta : BEE Median Indonesia.
Hlm 248-249.

22
Hukum Administrasi Negara dalam menentukan kedudukan hukumnya
menggunakan teori Melebur. Mengapa menggunakan teori Melebur ? karena
ilmu administrasi itu berkembang berbeda dengan Hukum tata negara yang
bersifat statis. HAN berkembang karena terjadinya pergeseran fungsi negara.
Fungsi negara pada zaman klasik hanya untuk mengamankan negara atau
lebih dikenal dengan istilah negara penjaga malam kemudian berubah
menjadi lebih luas yaitu negara kesejahteraan (walfer state), hal ini
diakibatkan oleh karena aktifitas masyarakat yang semakin hari semakin luas
perkembangannya sehingga mempengaruhi kepada pemenuhan kehidupan
dalam masyarakat.

HAN berdasarkan definisi E.Utrecht bahwa “Hukum Administrasi


Negara menguji hubungan hukum istimewa yang diadakan akan
memungkinkan para pejabat administrasi negara melakukan tugas yang
khusus”.9

Tugas yang khusus ialah melaksanakan kesejahteraan masyarakat. HAN


ini diangkat dari hukum privat menjadi hukum public. Asasnya ialah barang.
Barang identic dengan hukum perdata (privat). Karena hukum perdata bersegi
dua (consensus) maka diubah menjadi kewenangan yaitu bersegi satu.

Terhadap kedudukan Hukum Kepegawaian bahwa dalam peraturan


perundang undangan yang terbaru yaitu Undang-Undang Nomor 5 Tahun
2014 Tentang Aparatur Sipil Negara bahwa adanya pergeseran pendekatan
dari pendekatan administrasi kepegawaian menjadi pendekatan Sumber Daya
Manusia. Hal ini mengakibatkan adanya perubahan ruang lingkup hukum
kepegawaian, salah satunya ialah terbaginya pegawai ASN, yaitu ada
Pegawai Sipil Negara terhadap fungsi manajemen kebijakan pemerintah
negara dan Pegawai Tidak Tetap Pemerintah terhadap fungsi pelayanan
publik.

9
M. Hadjon Philipus dkk, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia,Gadjah Mada University
Press, Surabaya: 2011, Halaman 24

23
Perlu diketahui terlebih dahulu bahwa Definisi dari hukum privat adalah
(hukum perdata) yang mengatur antara warga negara dengan warga negara,
warga negara dengan badan hukum.

Ciri-ciri dari hukum privat:

1. Tidak seluruhnya diatur oleh penguasa


2. Terkait hubungan individu dengan individu
3. Individu bertindak untuk kepentingannya sendiri
4. Tidak terkait muatan politik

Pegawai Tidak Tetap Pemerintah atau PPPK dalam Pasal 7 menerangkan


bahwa PPPK diangkat sebagai pegawai dengan perjanjian kerja. Konsekuensi
dari perjanjian kerja ialah adanya hubungan individu dengan individu atau
hubungan antara pemberi kerja dan pekerja. Perjanjian merupakan bagian dari
ciri perbuatan hukum perdata, ini artinya terhadap Pegawai Tidak Tetap
Pemerintah (PTTP) menggunakan landasan hukum ketenagakerjaan yang
bersumber nantinya kepada kontrak atau perjanjian.
Tenaga pekerja/buruh yang menjadi kepentingan pengusaha merupakan
sesuatu yang sedemikian melekatnya pada pribadi pekerja/buruh sehingga
pekerja atau buruh itu selalu mengikuti tenaganya ketempat dimana
dipekerjakan, dan pengusaha kadangkala seenaknya memutuskan hubungan
kerja pekerja/buruh karena tenaganya sudah tidak dibutuhkan lagi. Oleh
karena itu, pemerintah dengan mengeluarkan peraturan perundang-undangan
turut serta melindungi pihak yang lemah (pekerja/buruh) dari kekuasaan
pengusaha, guna menempatkan pada kedudukan yang layak sesuai dengan
harkat dan martabat manusia.
Dengan demikian, pada hakekatnya hukum kerja dengan peraturan
perundang-undangan yang ada bertujuan untuk melaksanakan keadilan sosial
dengan jalan memberikan perlindungan kepada pekerja/buruh terhadap
kekuasaan pengusaha. Tujuan tersebut akan tercapai apabila pemerintah
mengeluarkan peraturan perundang-undangan yang bersifat memaksa dan
memberikan sanksi yang tegas kepada pengusaha yang melanggarnya.

24
Dengan sifatnya yang memaksa ikut campur tangannya pemerintah, membuat
hukum kerja menjadi hukum publik dan hukum privat sekaligus. Dikatakan
menjadi hukum privat karena lahirnya hukum kerja adalah karena adanya
hubungan kerja antara pekerja atau buruh dengan pengusaha yang didasari
adanya suatu perjanjian. Sementara itu, dikatakan hukum publik karena untuk
menegakkan, pemerintah harus campur tangan dengan cara mengawasi
pelaksanaan peraturan perundang-undangan di bidang hukum kerja.10
Dengan demikian maka hukum Kepegawaian dapat bersifat Privat atau
perdata dan dapat pula bersifat Publik. Dikatakan bersifat perdata karena
hukum Kepegawaian mengatur pula hubungan antara hubungan orang-
perorangan dalam hal ini PTTP dimana dalam hubungan kerja yang dilakukan
membuat suatu perjanjian yang lazim disebut perjanjian kerja, sedangkan
ketentuan mengenai ketentuan perjanjian ini diatur dalam Buku ke III
KUHPerdata.

E. Perkembangan Peraturan Perundang-Undangan Tentang Kepegawaian

Peraturan perundang-undangan tentang Kepegawaian kedudukan dan


peranan Pegawai Negeri adalah penting dan menentukan, karena Pegawai
Negeri adalah unsur Aparatur Negara untuk menyelenggarakan pemerintahan
dan pembangunan dalam rangka usaha mencapai tujuan Nasional. Tujuan
Nasional seperti termaksud di dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945
ialah melindungi segenap Bangsa Indonesia dan seluruh Tanah Tumpah
Darah Indonesia danmemajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan Bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
Tujuan Nasional tersebut hanya dapat dicapai melalui Pembangunan
Nasional yang direncanakan dengan terarah dan realistis serta dilaksanakan
secara bertahap, bersungguh-sungguh, berdaya guna, dan berhasil guna.
Tujuan Pembangunan Nasional adalah untuk mewujudkan suatu masyarakat
adil dan makmur yang merata dan berkeseimbangan antara materiii dan
spirituil berdasarkan Pancasila di dalam wadah Negara Kesatuan Republik
10
Asyhadie Zaeni, 2007, Hukum Kerja : Hukum Ketenagakerjaan Bidang Hubungan Kerja,
Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada. Hlm 16.

25
Indonesia yang merdeka, berdaulat dan bersatu, dalam suasana peri
kehidupan Bangsa yang aman, tenteram, tertib, dan dinamis serta dalam
lingkungan pergaulan dunia yang merdeka, bersahabat, tertib, dan damai.
Kelancaran penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan
Pembangunan Nasional terutama tergantung dari kesempurnaan Aparatur
Negara dan kesempurnaan Aparatur Negara pada pokoknya tergantung dari
kesempurnaan Pegawai Negeri. Dalam rangka usaha mencapai tujuan
Nasional sebagai tersebut diatas diperlukan adanya Pegawai Negeri yang
penuh kesetiaan dan ketaatan kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945,
Negara, dan Pemerintah serta yang bersatu padu, bermental baik,
berwibawa,kuat, berdaya guna, berhasil guna, bersih, berkualitas tinggi, dan
sadar akan tanggungjawabnya sebagai unsur Aparatur Negara, Abdi Negara,
dan Abdi Masyarakat. Untuk mewujudkan Pegawai Negeri sebagai yang
dimaksud di atas, maka Pegawai Negeri perlu dibina dengan sebaik-baiknya
atas dasar sistim karier dan sistim prestasi kerja.
Sistem karier adalah suatu sistim kepegawaian, di mana untuk
pengangkatan pertama didasarkan atas kecakapan yang bersangkutan, sedang
dalam pengembangannya lebih lanjut, masa kerja, kesetiaan, pengabdian, dan
syarat-syarat obyektif lainnya juga menentukan. Sistim prestasi kerja adalah
suatu sistim kepegawaian, di mana pengangkatan seseorang untuk
mendudukisesuatu jabatan atau untuk naik pangkat didasarkan atas kecakapan
dan prestasi yang dicapai oleh pegawai yang diangkat. Kecakapan tersebut
harus dibuktikan dengan lulus dalam ujian dinas dan prestasi dibuktikan
secara nyata. Sistim prestasi kerja tidak memberikan penghargaan terhadap
masa kerja. Sistim yang dianut dalam Undang-undang No 8 Tahun 1974
Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, bukan hanya sistim karier dan bukan
pula hanya sistim prestasi kerja, tetapi adalah perpaduan antara sistim karier
dan sistim prestasi kerja, sehingga dengan demikian unsur-unsur yang baik
dari sistim karier dan sistim prestasi kerja dapat dipadukan secara serasi.
Perubahan UU No.8 Tahun 1974 kedalam UU No. 43 tahun 1999 tentang
Pokok-Pokok Kepegawaian menjadi isyarat adanya keinginan untuk
melakukan perubahan pengelolaan sistem kepegawaian terutama terkait

26
dengan fungsi dan tugas PNS. Misalnya, pada Pasal 3 UU No 8 Tahun
1974, pegawai negeri sipil (PNS) disebutkan sebagai perangkat negara yang
harus mempunyai kesetiaan terhadap negara. Dalam pasal tersebut disebutkan
bahwa “ PNS adalah abdi negara dan abdimasyarakat yang harus setia pada
Pancasila, UUD’45, negara dan pemerintah”. Kalimat ini menunjukkan
bahwa orientasi tugas dan fungsi PNS adalah memberikan pelayanan kepada
negara dan pemerintah. Melalui Pasal 3 UU No. 43 Tahun 1999 orientasi ini
kemudian diubah sehingga menjadi sangat berbeda dan sesuai dengan
paradigma baru yang berkembang, yaitu bahwa tugas dan fungsi PNS
berorientasi pada pelayanan kepada masyarakat. Pada Pasal 3 UU No 43
Tahun 1999 di atas disebutkan bahwa “pegawai negeri berkedudukan
sebagai unsur aparatur negara yang bertugas untuk memberikan pelayanan
kepada masyarakat secara profesional, jujur, adil dan merata dalam
penyelenggaraan tugas negara, pemerintah, dan pembangunan”.
Pegawai Negeri bukan saja unsur Aparatur Negara, tetapi juga adalah
Abdi Negara dan Abdi Masyarakat, yang hidup di tengah-tengah masyarakat
dan bekerja untuk kepentingan masyarakat, oleh sebab itu dalam
melaksanakan pembinaan, Pegawai Negeri bukan saja dilihat dan
diperlakukan sebagai Aparatur Negara tetapi juga harus dilihat dan
diperlakukan sebagai Warga Negara. Hal ini mengandung pengertian, bahwa
dalam melaksanakan pembinaan, hendaknya sejauh mungkin diusahakan
adanya keserasian antara kepentingan dinas dengan kepentingan Pegawai
Negeri sebagai perorangan, dengan ketentuan bahwa apabila ada perbedaan
antara kepentingan dinas dan kepentingan Pegawai Negeri itu sebagai
perorangan, maka kepentingan dinaslah yang diutamakan.
Pembinaan Pegawai Negeri Sipil perlu diatur secara menyeluruh, yaitu
dengan pengaturan pembinaan yang seragam bagi segenap Pegawai
NegeriSipil, baik Pegawai Negeri Sipil Pusat maupun Pegawai Negeri Sipil
Daerah, atau dengan perkataan lain, peraturan perundang-undangan yang
berlaku bagi Pegawai Negeri Sipil Pusat dengan sendirinya berlaku pula bagi
Pegawai Negeri Sipil Daerah, kecuali ditentukan lain dalam peraturan
perundang-undangan.

27
Dengan adanya keseragaman pembinaan sebagai tersebut di atas, maka
disamping memudahkan penyelenggaraan pembinaan, dapat pula
diselenggarakan keseragaman perlakuan dan jaminan kepastian hukum bagi
segenap Pegawai Negeri Sipil. Dalam rangka usaha memelihara kewibawaan
Pegawai Negeri, maka tindakan kepolisian terhadap Pegawai Negeri
dilakukan dengan tertib berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Dalam hubungan ini, apabila seorang Pegawai Negeri diperiksa,
ditangkap., dan atau ditahan sementara oleh pejabat yang berwajib karena
disangka melakukan sesuatu tindak pidana, maka pejabat yang berwajib
tersebut secepat mungkin memberitahukannya kepada atasan Pegawai Negeri
yang bersangkutan.
Sebagai landasan untuk melaksanakan pembinaan Pegawai Negeri
diperlukan adanya suatu Undang-undang yang mengatur tentang kepegawaian
antara lain tentang kedudukan, kewajiban, hak, dan pembinaan Pegawai
Negeri.Untuk maksud sebagai tersebut diatas, maka Undang-undang Nomor
18 Tahun 1961 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kepegawaian
(LembaranNegara Tahun 1961 Nomor 263) dan beberapa peraturan
perundang-undangan lainnya yang berhubungan dengan itu dipandang tidak
sesuai lagi, oleh sebab itu perlu diganti dengan yang baru. Pada umumnya,
yang dimaksud dengan kepegawaian adalah segala hal-hal mengenai
kedudukan, kewajiban, hak, dan pembinaan Pegawai Negeri. Dengan
demikian lahirlah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974.11
Dalam perkembangannya suatu Undang-Undang bergerak secara dinamis
mengikuti perkembangan zaman. Dengan berlakunya Undang-undang Nomor
22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah harus didorong desentralisasi
urusan kepegawaian kepada daerah. Untuk memberi landasan yang kuat bagi
pelaksanaan desentralisasi kepegawaian tersebut, diperlukan adanya
pengaturan kebijaksanaan manajemen Pegawai Negeri Sipil secara nasional
tentang norma, standar, dan prosedur yang sama dan bersifat nasional dalam
setiap unsur manajemen kepegawaian.

11
Penjelasan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian

28
Dalam upaya menjaga netralitas Pegawai Negeri dari pengaruh partai
politik dan untuk rnenjamin keutuhan, kekompakan, dan persatuan Pegawai
Negeri, serta agar dapat memusatkan segala perhatian, pikiran, dan tenaganya
pada tugas yang dibebankan kepadanya, maka Pegawai Negeri dilarang
menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik. Oleh karena itu, Pegawai
Negeri yang menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik harus
diberhentikan sebagai Pegawai Negeri. Pemberhentian tersebut dapat
dilakukan dengan hormat atau tidak dengan hormat.
Untuk meningkatkan profesionalisme dan kesejahteraan Pegawai Negeri,
dalam undang undang ini ditegaskan bahwa Pegawai negeri berhak
memperoleh gaji yang adil dan layak sesuai dengan beban kerja dan tanggung
jawabnya. Untuk itu Negara dan Pemerintah wajib mengusahakan dan
memberikan gaji yang adil sesuai standar yang layak kepada Pegawai negeri.
Gaji adalah sebagai balas jasa dan penghargaan atas prestasi kerja Pegawai
Negeri yang bersangkutan. Pada umumnya sistem penggajian dapat
digolongkan dalam 2 (dua) sistem, yaitu sistem skala tunggal dan sistem skala
ganda. Sistem skala tunggal adalah sistem penggajian yang memberikan gaji
yang sama kepada pegawai yang berpangkat sama dengan tidak atau kurang
memperhatikan sifat pekerjaan yang dilakukan dan beratnya tanggung jawab
pekerjaanya.
Sistem skala ganda adalah sistem penggajian yang menentukan besarnya
gaji bukan saja didasarkan pada pangkat, tetapi juga didasarkan pada sifat
pekerjaan yang dilakukan, prestasi kerja yang dicapai, dan beratnya tanggung
jawab pekerjaannya. Selain kedua sistem penggajian tersebut dikenal juga
sistem penggajian ketiga yang disebut sistem skala gabungan, yang
merupakan perpaduan antara sistem skala tunggal dan sistem skala ganda.
Dalam sistem skala gabungan, gaji pokok ditentukan sama bagi Pegawai
Negeri yang berpangkat sama, di samping itu diberikan tunjangan kepada
Pegawai Negeri yang memikul tanggung jawab yang lebih berat, prestasi
yang tinggi atau melakukan pekerjaan tertentu yang sifatnya memerlukan
pemusatan perhatian dan pengerahan tenaga secara terus menerus.

29
Dengan semua pertimbangan diatas maka, muncul Undang-Undang
Nomor 43 Tahun 1999 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian. Selain itu undang-undang
ini menegaskan bahwa untuk menjamin manajemen dan pembinaan karier
Pegawai Negeri Sipil, maka jabatan yang ada dalam organisasi pemerintahan
baik jabatan struktural maupun jabatan fungsional merupakan jabatan karier
yang hanya dapat diisi atau diduduki oleh Pegawai Negeri Sipil, dan/atau
Pegawai Negeri yang telah beralih status sebagai Pegawai Negeri Sipil.12
Aparatur Negara Republik Indonesia terdiri dari 4,7 juta pegawai
aparatur sipil negara, 360.000 anggota Polri, dan 330.000 anggota TNI.
Semuanya merupakan modal Bangsa dan Negara yang harus selalu dijaga
dengan baik, dikembangkan, dan dihargai. Manajemen sumber daya aparatur
sipil negara merupakan salah satu bagian penting dari pengelolaan
pemerintahan negara yang bertujuan untuk membantu dan mendukung
seluruh sumber daya manusia aparatur sipil negara untuk merealisasikan
seluruh potensi mereka sebagai pegawai pemerintah dan sebagai warga
negara.
Paradigma ini mengharuskan perubahan pengelolaan sumber daya
tersebut dari perspektif lama manajemen kepegawaian yang menekankan hak
dan kewajiban individual pegawai menuju pespektif baru yang menekankan
pada manajemen pengembangan sumber daya manusia secara strategis
(strategic human resource management) agar selalu tersedia sumber daya
aparatur sipil negara unggulan selaras dengan dinamika perubahan misi
aparatur sipil negara. Perubahan tersebut memerlukan manajemen
pengembangan sumber daya manusia aparatur negara agar selalu maju dan
memiliki kualifikasi dan kompetensi yang diperlukan untuk melaksanakan
tugas dan fungsi pemerintahan dan pembangunan selaras dengan berbagai
tantangan yang dihadapi bangsa Indonesia. Untuk memberikan landasan
hukum bagi manajemen pengembangan sumberdaya manusia aparatur negara
tersebut diperlukan perubahan terhadap Undang-Undang Nomor 8 Tahun

12
Penelasan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian.

30
1974 dan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Pokok-Pokok
Kepegawaian.13
Selain itu latar belakang di atas berikut ini adalah beberapa permasalahan
yang mendesak dibentuknya UU aparatur sipil Negara14:
1. Pengaturan kepegawaian terdapat di berbagai undang-undang (Undang-
undang Guru dan dosen; UU 32/2004 dan UU 43/1999) sehingga
menimbulkan komplikasi;
2. Pekerjaan tempat PNS mengabdi tidak dipandang sebagai profesi;
3. Pengadaan PNS melalui sistem formasi menjadi komoditi yang
menggiurkan;
4. Penempatan dan pengangkatan dalam jabatan struktural dicemari
intervensi politik;
5. Terbatasnya mobilitas PNS melemahkan NKRI;
6. 9 dari 10 PNS tidak pernah diberi kesempatan mengembangkan diri;
7. Kualifikasi dan kompetensi PNS tidak sesuai kebutuhan;
8. Desentralisasi pengadaan PNS suburkan semangat kedaerahan;
9. High cost and low performance. Belanja Aparatur ditingkat nasional
sekitar 38 persen dari APBN, dan mencapai lebih dari 63 persen di
daerah. Bahkan di 11 daerah mencapai 76 persen;
10. Tsunami pensiun pada 2025. Sebanyak 2.7 juta PNS akan pensiun dan
beban fiskal mencapai Rp 165 T;
11. Fragmentasi peraturan perundangan sistem kepegawaian berdasarkan
perjanjian kerja (UU Guru dan Dosen);
12. Sistem remunerasi dan tunjangan sangat bervariasi antar instansi
melemahkan esprit de corps;
13. Masalah Overstaff dan Understaff;
14. Remunerasi tidak terkait kinerja;
15. Promosi Jabatan Tertutup dan Penuh KKN;
16. Rekrutment tidak objektif dan Penuh KKN.

13
Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang Tentang Aparatur Sipil Negara
14
http://www.academia.edu/6396306/AK_UU_ASN, diakses pada tanggal 25 Mei 2014, pukul
14.00 WIB

31
Dengan demikian dengan permasalahan diatas kemudian disusun
Undang-Undang No 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara. Yang
perlu menjadi catatan penting adalah perubahan paradigma peraturan
perundang-undangan tentang kepegawaian. Dalam dua dekade ini
pengelolaan pegawai dalam organisasi telah bergeser dari pendekatan
administrasi kepegawaian menjadi manajemen sumber daya menusia. Secara
ringkas manajemen sumber daya manusia adalah proses pengadaan sumber
daya paling penting bagi suatu organisasi, yaitu sumber daya manusia, yang
mencakup pengadaan sumber daya manusia yang diperlukan organisasi untuk
mencapai tujuannya, mengembangkan kapasitasnya, memanfaatkan kapasitas
sumber daya manusia yang dimiliki untuk mencapai tujuan organisasi,
mempertahankan sumber daya terbaik dengan menerapkan sistem kompensasi
yang sesuai dengan tanggungjawab dan kinerjanya dalam organisasi, serta
menjamin loyalitas kepada organisasi melalui penyediaan jaminan
kesejahteraan yang memadai baik pada saat aktif maupun setelah pensiun.

Perbandingan Undang-Undang Aparatur Sipil Negaraterhadap UU


nomor 43 tahun 1999jo UU nomor 08 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok
Kepegawaian

Secara substansial terdapat perbedaan yang signifikan antara Undang-


Undang Aparatur Sipil Negara (yang selanjutnya dalam pembahasan ini
disebut ASN) terhadap undang-undang pokok kepegawaian sebelumnya.
Perbedaan substansial kedua perundang-undangan tersebut akan ditelaah
dengan semangat reformasi birokrasi sebagai berikut:

Undang-Undang Aparatur Sipil Negara

Undang-Undang tentang Pokok Kepegawaian


1. Tujuan
a. bahwa dalam rangka pelaksanaan cita-cita bangsa dan mewujudkan tujuan
negara sebagaimana tercantum dalam pembukaan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945, perlu dibangun aparatur sipil
negara yang memiliki integritas, profesional, netral dan bebas dari
intervensi politik, bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme, serta

32
mampu menyelenggarakan pelayanan publik bagi masyarakat dan mampu
menjalankan peran sebagai unsur perekat persatuan dan kesatuan bangsa
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
b. bahwa pelaksanaan manajemen aparatur sipil negara belum berdasarkan
pada perbandingan antara kompetensi dan kualifikasi yang diperlukan oleh
jabatan dengan kompetensi dan kualifikasi yang dimiliki calon
dalamrekrutmen, pengangkatan, penempatan, dan promosi pada jabatan
sejalan dengan tata kelola pemerintahan yang baik;
c. bahwa untuk mewujudkan aparatur sipil negara sebagai bagian dari
reformasi birokrasi, perlu ditetapkan aparatur sipil negara sebagai profesi
yang memiliki kewajiban mengelola dan mengembangkan dirinya dan
wajib mempertanggungjawabkan kinerjanya dan menerapkan prinsip merit
dalam pelaksanaan manajemen aparatur sipil negara;

a. bahwa dalam rangka usaha mencapai tujuan nasional untuk mewujudkan


masyarakat madani yang taat hukum, berperadaban modern, demokratis,
makmur, adil, dan bermoral tinggi, diperlukan Pegawai Negeri yang
merupakan unsur aparatur negara yang bertugas sebagai abdi masyarakat
yang menyelenggarakan pelayanan secara adil dan merata, menjaga
persatuan dan kesatuan bangsa dengan penuh kesetiaan kepada Pancasila
dan Undang‐Undang Dasar 1945;
b. bahwa untuk maksud tersebut pada huruf a, diperlukan Pegawai Negeri
yang berkemampuan melaksanakan tugas secara profesional dan
bertanggung jawab dalam menyelenggarakan tugaspemerintahan dan
pembangunan, serta bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme;
c. bahwa untuk membentuk sosok Pegawai Negeri Sipil sebagaimana
tersebut pada huruf b, diperlukan upaya meningkatkan manajemen
Pegawai Negeri Sipil sebagai bagian dari Pegawai Negeri;

Jika ditinjau dari segi tujuan, UU ASN memang dibutuhkan untuk


menggantikan UU Kepegawaian yang saya anggap semakin sulit
menciptakan PNS yang berkompetensi. Disitulah UU ASN hadir yang
diharapkan dapat mengurangi KKN  ditubuh aparatur sipil negara, jika
ditinjau lebih jauh UU ASN lebih mengedapankan penerapan profesionalitas
di tubuh PNS yang tanpa intervensi politik dan KKN.

2. Jenis dan Status Pegawai


Pasal 6)

Pegawai Aparatur Sipil Negara (ASN) terdiri atas:

33
a.Pegawai Negeri Sipil; dan

b.Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).

Status:

1.PNS merupakan Pegawai ASN yang diangkat sebagai pegawai tetap oleh
Pejabat Pembina Kepegawaian dan memiliki nomor induk pegawai secara
nasional.

2.PPPK merupakan Pegawai ASN yang diangkat sebagai pegawai dengan


perjanjian kerja oleh Pejabat Pembina Kepegawaian sesuai dengan kebutuhan
Instansi Pemerintah dan ketentuan UU ASN.

Pasal 2

Pegawai Negeri terdiri dari :

a.      Pegawai Negeri Sipil (PNS);

b.      Anggota Tentara Nasional Indonesia; dan

c.      Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia

Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud diatas, terdiri dari :

a.       Pegawai Negeri Sipil Pusat; dan

b.      Pegawai Negeri Sipil Daerah

Di samping Pegawai Negeri sebagaimana dimaksud diatas, pejabat yang


berwenang dapat mengangkat pegawai tidak tetap.

Dari 2 UU ini terdapat perbedaan yang sangat mencolok pada jenis dan
status kepegawaian, namun dalam kelangsungannya dipandang perlu kiranya
agar PNS Pusat dan Daerah tetap berada dalam daerah kekuasaannya masing
masing, walau maksud UU ASN untuk menasionalkan PNS, namun akan

34
lebih baiknya diatur juga status kepegawaian PNS didalam UU ASN untuk
mengatur lebih jauh mengenai status PNS.

3. Sistem Rekruitmen

Pasal 49:

Setiap instansi menyusun kebutuhan jumlah dan jenis jabatan PNS berdasarkan analisis
jabatan dan analisis beban kerja.

Pasal 50:

Penyusunan kebutuhan jumlah dan  jenis jabatan PNS sebagaimana dimaksud pada 
ayat   (1) dilakukan untuk jangka waktu 5 (lima) tahun yang diperinci per 1 (satu) tahun
berdasarkan prioritas kebutuhan dan sesuai dengan siklus anggaran.

Pasal 15:

1 Jumlah dan susunan pangkat Pegawai Negeri Sipil yang diperlukan ditetapkan
dalam formasi
2 Formasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ditetapkan  untuk jangka waktu
tertentu berdasarkan jenis, sifat, dan beban kerja yang harus dilaksanakan
Pasal 17:

Ditinjau dari sistem rekruitmen, dalam ASN penyusunan kebutuhan


pegawai diserahkan kepada setiap instansi masing-masing merujuk pada
analisis jabatan dan analisis beban kerja serta terdapat kejelasan dalam
periode pengadaan yakni jangka waktu lima tahun dengan perincian per
tahunnya. Sedangkan dalam UU Pokok Kepegawaian sebelumnya,
penyusunan kebutuhan kepegawaian ditetapkan berdasarkan formasi serta
jangka waktu tertentu.Secara garis besar, pengadaan pegawai dalam ASN
disusun berdasarkan prioritas kebutuhan sedangkan dalam UU Pokok
kepegawaian disusun berdasarkan kepangkatan.

Merujuk pada semangat reformasi birokrasi, pengadaan formasi dalam


UU pokok kepegawaian sebelumnya telah menjadi “komoditas” dalam
kancah politik, penempatan jabatan struktural PNS dintervensi oleh
kepentingan politik sehingga kompetensi dan kualifikasi PNS tidak sesuai

35
yang dibutuhkan. Permasalahan sebagaimana dimaksud merupakan dampak
dari lemahnya implementasi UU Pokok Kepegawaian serta kurangnya norma-
norma yang mengatur. Bila menelaah sistem rekruitmen PNS ASN melalui
analisis jabatan dan analisis beban kerja maka dapat diharapkan bahwa
pengadaan pegawai sesuai dengan kebutuhan yang ada sehingga mampu
menciptakan the right man in the right job, serta meminimalisir intervensi
politik dalam pengadaan pegawai di daerah dan meanggulangi semangat
kedaerahan.

4. Pengembangan Pegawai

Pasal 68A:

1  Setiap pegawai ASN berhak diberi kesempatan untuk mengembangkan diri.

2  Pengembangan diri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain melalui
pendidikan dan pelatihan, seminar,  kursus, workshop, dan penataran

Pasal 31:

Untuk mencapai daya guna dan hasil guna yang sebesar-besarnya diadakan pengaturan 
dan penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan jabatan Pegawai Negeri Sipil yang
bertujuan untuk meningkatkan pengabdian, mutu, keahlian, kemampuan, dan

Ditinjau dari aspek pengembangan pegawai, ASN telah mendeklarasikan


pengembangan pegawai sebagai hak bagi setiap pegawai dengan berbafai
perincian yang telah disebutkan padat pasal 68A ayat (2) sedangkan dalam
UU Pokok-Pokok Kepegawaian sebelumnya tidak dijelaskan secara rinci
mengenai hak setiap pegawai untuk melakukan pengembangan diri.

Dalam reformasi birokrasi, sumber daya pegawai negeri sipil yang


berkualitas sangat dibutuhkan dalam optimalisasi pelaksanaan tugas pokok
dan fungsi pemerintahan serta pelayanan secara prima. Dengan demikian,
setiap pegawai harus diberi kesempatan dan didorong untuk melakukan
pengembangan diri maka setiap instansi wajib memfasilitasi dengan
memberikan sarana pengembangan diri sebagaimana dimaksud.Lebih lanjut,

36
pengembangan diri yang terhambat akibat low law enforcement (penegakan
kebijakan yang lemah) pada UU Pokok Kepegawaian menyebabkan mobilitas
PNS juga menjadi terbatas yang secara lansung dapat melemahkan NKRI
secara keseluruhan.

5. Sistem Promosi

Pasal 19:

Pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi Utama dan Madya pada kementerian, kesekretariatan
lembaga negara, lembaga non struktural, dan Pemerintah Daerah dilakukan secara
terbuka dan kompetitif di kalangan PNS dengan memperhatikan  syarat kompetensi,
kualifikasi, kepangkatan, pendidikan dan latihan, rekam jejak jabatan dan integritas serta
persyaratan lain yang dibutuhkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan

Pasal 64:

Pengangkatan dan penetapan PNS dalam jabatan tertentu sebagaimana dimaksud  pada
ayat (1) ditentukan berdasarkan perbandingan obyektif antara kompetensi, kualifikasi,
dan persyaratan yang dibutuhkan oleh jabatan dengan kompetensi, kualifikasi, dan
persyaratan yang dimiliki oleh pegawai.

Pasal 17 (2):

Pengangkatan PNS dalam suatu jabatan dilaksanakan berdasarkan prinsip


profesionalisme sesuai dengan kompetensi, prestasi kerja, dan jenjang pangkat yang
ditetapkan untuk jabatan itu serta syarat obyektif lainnya tanpa membedakan jenis
kelamin, suku, agama, ras, atau golongan

Pasal 22:

Ditinjau dari Sistem Promosi, penempatan jabatan yang diatur oleh ASN
mengisyaratkan pengisian secara terbuka dan kompetitif sesuai dengan

37
persyaratan tertentu.Sedangkan dalam UU Pokok-Pokok Kepegawaian
penempatan jabatan dilaksanakan berdasarkan prinsip profesionalisme,
prestasi kerja, serta jenjang pangkat namun tanpa indikator yang jelas
mengenai sistem penilaiannya.Secara garis besar, ASN menciptakan basis
karir terbuka sedangkan UU Pokok Kepegawaian justru menyebabkan basis
karir tertutup.

Basis Karir Terbuka yang diusung ASN sangat sesuai dengan nilai-nilai
reformasi Birokrasi untuk menghapuskan intervensi politik dalam
penempatan jabatan terutama jabatan struktural di kalangan pegawai yang
selama ini dikenal dengan “my man”. My man atau orang saya, merukan
segelintir elite yang dekat dengan penguasa sehingga mendapat “amanah”
secara eksklusif untuk menguasai suatu jabatan dengan mengesampingkan
berbagai sumber daya manusia lainnya di luar kempok yang justru lebih
berkualitas. Dengan sistem terbuka dan kompetetitif, diharapkan setiap
pegawai yang telah memenuhi syarat dapat bersaing secara sehat dan mampu
menciptakan pejabat tinggi birokrasi yang kompeten

6. Kesejahteraan

Pasal 20:

Pegawai Negeri Sipil berhak memperoleh:

a. gaji, tunjangan, dan kesejahteraan yang adil dan layak sesuai dengan
beban pekerjaan  dan tanggung jawabnya;
b. cuti
c. pengembangan kompetensi;
d. biaya perawatan;
e. tunjangan bagi yang menderita cacat jasmani atau cacat rohani
dalam dan sebagai akibat menjalankan tugas kewajibannya yang
mengakibatkan tidak dapat bekerja lagi dalam jabatan apapun;
f. uang duka; dan
g. pensiun bagi yang telah mengabdi kepada Negara dan
memenuhi persyaratan yang ditentukan;
h. hak-hak lainnya yang diatur dalam peraturan pemerintah

38
Pasal 75:

Pemerintah wajib membayar gaji yang adil dan layak kepada PNS serta
menjamin kesejahteraan PNS

Pasal 76

Selain gaji sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75, PNS juga menerima
tunjangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

Pasal 7:

1 Setiap Pegawai Negeri berhak memperoleh gaji yang adil dan layak sesuai
dengan beban pekerjaan dan tanggungjawabnya
2 Gaji yang diterima oleh Pegawai Negeri harus mampu memacu produktivitas
dan menjamin kesejahteraannya.
Pasal 32:

1 Untuk meningkatkan kegairahan bekerja, diselenggarakan usaha


kesejahteraan Pegawai Negeri Sipil.
2 Usaha kesejahteraan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), meliputi program
pensiun dan tabungan hari tua, asuransi kesehatan, tabungan perumahan, dan
asuransi pendidikan bagi putra-putri Pegawai Negeri Sipil.
3 Untuk penyelenggaraan  usaha  kesejahteraan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (2), Pegawai Negeri  Sipil  wajib  membayar iuran setiap bulan dari
penghasilannya.
4 Untuk penyelenggaraan program pensiun dan penyelenggaraan asuransi
kesehatan, Pemerintah menanggung subsidi dan iuran.
5 Besarnya subsidi dan iuran  sebagaimana dimaksud  dalam  ayat  (4),
ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
6 Pegawai Negeri Sipil yang meninggal dunia, keluarganya berhak memperoleh
bantuan

Ditelaah dari segi kesejahteraan, ASN dan UU Pokok Kepegawaian


memfokuskan pemberian gaji dan tunjangan sesuai dengan beban kerja dan
tanggungjawab yang dimiliki oleh pegawai. Kedua Peraturan tersebut
berusaha menjamin kesejahteraan pegawai dengan berbagai insentif yang
telah dtentukan sebagaimana dimaksud.

Dalam pelaksanaan Reformasi Birokrasi, insentif yang diatur diharapkan


dapat diimplementasikan secara nyata untuk benar-benar menyejahterahkan
pegawai secara keseluruhan. Selain itu, pedistribusian kesejateraan dapat

39
dilaksanakan secara merata mengingat pelaksanaan remunerasi dan tunjangan
yang berbeda-beda di setiap instansi selama ini dapat melemahkan espirit de
corps.

7. Manajemen Kinerja

Pasal 73:

1 Penilaian kinerja PNS  berada dibawah kewenangan Pejabat yang Berwenang


pada Instansi masing-masing.
2 Penilaian kinerja PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didelegasikan secara
berjenjang kepada atasan langsung dari PNS.
3 Pendapat rekan kerja setingkat dan bawahannya dapat  juga dijadikan sebagai
bahan pertimbangan penilaian kinerja PNS Penilaian kinerja PNS dilakukan
berdasarkan perencanaan  kinerja pada tingkat individu dan tingkat
unit/organisasi, dengan  memperhatikan target, sasaran, hasil dan manfaat yang
dicapai.
4 Penilaian kinerja PNS dilakukan secara objektif, terukur, akuntabel, partisipasi,
dan transparan.
5 Hasil penilaian kinerja PNS disampaikan kepada Tim Penilai Kinerja PNS.
6 Hasil penilaian kinerja PNS dimanfaatkan untuk menjamin objektivitas dalam
pengembangan PNS, dan dijadikan sebagai persyaratan dalam pengangkatan
jabatan dan kenaikan pangkat, pemberian tunjangan dan  sanksi,  mutasi, dan
promosi, serta untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan.
7 PNS yang penilaian kinerjanya dalam waktu 3 (tiga) tahun berturut-turut tidak
mencapai target kinerja dikenakan sanksi.

Pasal 12:

1 Manajemen PNS diarahkan untuk menjamin penyelenggaraan tugas


pemerintahan dan pembangunan secara berdayaguna dan berhasil guna.
2 Untuk mewujudkan penyelenggaraan tugas pemerintah dan
pembangunan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), diperlukan PNS yang
profesional, bertanggung jawab, jujur, dan adil melalui pembinaan  yang
dilaksanakan berdasarkan sistem  prestasi  kerja  dan  sistem karier yang
dititikberatkan pada sistem prestasi kerja

Berdasarkan aspek manajeman kinerja PNS, dapat dipahami dalam ASN


dan UU Pokok-Pokok Kepegawaian bahwa penilaian kinerja masih dilakukan
oleh pejabat terkait di instansi masing-masing. Akan tetapi sistem tunjangan
dan posisi dalam ASN didasarkan pada performance dan position sedangkan
dalam UU Pokok-Pokok Kepegewaian hanya berdasarkan pada posisi semata

40
serta karir sangat bergantung pada sistem yang ada di dalam birokrasi
tersebut. Selain itu, ASN juga memberikan punishment terhadap pegawai
yang tidak mampu mencapai target kinerjanya yang diharapkan memacu
produktivitas pegawai.

Dalam Reformasi Birokrasi, peningkatan produktivitas pegawai sangat


penting untuk mencapai target kinerja yang dibutuhkan. Selama ini, UU
Pokok Kepegwaian belum memberikan penerapan sanksi secara tegas bagi
pegawai yang tidak mencapai target kinerjanya sehingga terkesan hanyalah
formalitas.Melalui penerapan sistem reward dan punishment yang diusung
PNS, maka diharapkan produktivitas pegawai lebih meningkat. Di sisi lain,
penilaian kinerja berdasarkan kedua peraturan tersebut masih belum
memberikan ruang bagi publik untuk menilai secara transparan.

8. Etika dan Disiplin

Pasal 83:

• PNS yang melanggar disiplin dikenakan sanksi administratif.


 Rindian Kode etik Profesi

Pasal  30:

1 Pembinaan jiwa korps, kode etik, dan peraturan disiplin Pegawai


Negeri Sipil tidak boleh bertentangan  dengan Pasal  27  ayat  (1)
dan Pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945
2 Pembinaan jiwa korps, kode etik, dan peraturan disiplin
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ditetapkan dengan Peraturan

Ditinjau dari Etika dan Disiplin, dipahami bahwa pembinaan etika dan
disiplin pegawai dalam UU Pokok-Pokok Kepegawaian masih sebatas
tinjauan umum terhadap kode etik umum namun dalam ASN telah diterapkan
secara normatif melalui sanksi administratif dan telah dijabarkan dalam
rincian kode etik profesi.

Berdasarkan semangat reformasi birokrasi, etika dan disiplin pegawai


merupakan elemen vital dalam melaksanakan tupoksi pemerintahan serta

41
pelayanan publik yang prima. Penegakan etika dan disiplin pegawai bukan
hanya menjadi kunci penting dalam mencapai target kinerja akan tetapi juga
berperan penting dalam peningkatan kepercayaan publik terhadap instansi
pemerintah. Lagipula, paradigma PNS yang dulu dicap sebagai “elite” telah
berubah menjadi “Civil Servant”. Di sisi lain diharapkan terdapat penerapan
secara tegas dalam etika dan disiplin pemanfaatan waktu untuk
mengeleminasi kecenderungan budaya korupsi waktu yang selama ini
dikesampingkan.

9. Pensiun

Pasal 86:

1 Jaminan Pensiun PNS dan Jaminan Janda/Duda PNS dan Jaminan


Hari Tua PNS diberikan sebagai perlindungan
kesinambunganpenghasilan hari tua, sebagai hak dan sebagai
penghargaan atas pengabdian PNS.
2 Jaminan Pensiun dan Jaminan Hari Tua PNS sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) mencakup jaminan pensiun dan jaminan hari tua yang
diberikan dalam rangka program jaminan sosial nasional.
3 Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
berlaku setelah Undang-undang tentang Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial berlaku efektif.
4 Sebelum ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat
(2) berlaku maka ketentuan mengenai Pensiun  dan  Tabungan Hari

Pasal 10

Setiap Pegawai Negeri yang  telah  memenuhi syarat-syarat yang


ditentukan, berhak atas pensiun

Kesejahteraan Pegawai di masa pensiun seharusnya menjadi perhatian


lebih mengingat jasa yang telah diberikannya selama mengabdi menjadi abdi
negara dan abdi masayarakat.Meninjau dari kesejahteraan pensiun, ASN
mengindikasikan jaminan pensiun yang lebih optimal dibandingkan dengan
UU Pokok-Pokok Kepegawaian. Akan tetapi perencanaan pensiun yang
diatur oleh ASN masih belum matang terkait batas usia pensiun justru dapat
menimbulkan celah disharmonisasi dalam tubuh birokrasi dalam suatu
intansi.

42
Sebagaimana diketahui dalam surat Kepala Badan Kepegawaian Negara
Nomor K.26-30/V.7-3/99 tahun 17 Januari 2014 sambil menunggu penetapan
Peraturan Pemerintah tentang batas usia pensiun telah diberlakukan sesuai
ASN bahwa usia pejabat Administrasi diberhentikan pada usia 58 tahun
sedangkan pejabat pimpinan tinggi diberhentikan pada usia 60 tahun.
Merujuk pada kondisi ini akan berdampak secara berantai terhadap jenjang
karir yang diretas oleh pegawai di bawahnya yang menjadi semakin lama.

Kondisi ini menyebabkan berbagai hal seperti terkendalanya pegawai


yang telah memenuhi syarat dan berpotensi baik untuk menduduki jabatan
yang seharusnya ditempatinya; pilihan bagi pejabat untuk melanjutkan atau
tidak jabatannya dapat menjadi preseden negatif dan ketidakadilan di mata
bawahan yang mampu melemahkan espirit de corps; dan belum selesainya
peraturan pemerintah untuk mengakomodasi permasalahan batas pensiun ini
dapat menjadi isu politik dalam tahun pemilu seperti 2014.

Ditinjau dari semangat reformasi birokrasi, perhatian pemerintah


terhadap pensiunan merupakan elaborasi pemerintah dengan instansi terkait
untuk menjamin kesejahteraan pegawai purna tugas15.

15
Riset Dikti,, Perbedaan Substansi antara UU Pokok-Pokok Kepegawaian dengan

RUU ASN
http://www.kopertis12.or.id/2013/10/19/perbedaan-substansi-antara-uu-pokok-pokok-
kepegawaian-dengan-ruu-asn.html diakses pada 1 Juni 2016 Pukul 20.00 WIB

43
BAB II
PENYELENGGARAAN APARATUR SIPIL NEGARA

A. Kedudukan, Fungsi, dan Peran Aparatur Sipil Negara


1. Kedudukan ASN
Di dalam Pasal 8 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang
Aparatur Sipil Negara (selanjutnya disebut UU ASN) dinyatakan bahwa
“Pegawai ASN berkedudukan sebagai unsur aparatur negara.”
Sebagaimana diketahui, bahwa di samping ASN terdapat pula unsur-unsur
aparatur negara lainnya, Menurut Prof. Eko Prasojo, selaku Wakil Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara, Aparatur Negara teridiri dari Pegawai
Negeri :Pegawai Negeri Sipil, Anggota Tentara Nasional Indonesia,
Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia. Pegawai Negara Non-
PNS :Pegawai Kontra dan Pegawai Honorer.16
Terkait dengan kedudukannya tersebut, maka lebih lanjut pada Pasal 9
ayat (1) UU ASN disebutkan bahwa,
“Pegawai ASN melaksanakan kebijakan yang ditetapkan oleh
pimpinan Instansi Pemerintah;”
Berdasarkan pada rumusan pasal di atas, maka dapat dipahami bahwa
ASN di Indonesia memilikikedudukan yang sangat strategis. Hal tersebut
mengingat pegawai ASN sebagai pelaksana kebijakan yang ditetapkan oleh
pimpinan Instansi Pemerintah, yang tidak lain Instansi Pemerintah tersebut
menurut ketentuan Pasal 1 angka 15 UU ASN adalah Instansi Pusat dan
Instansi Daerah. Pasal 1 angka 16 UU ASN menyatakan bahwa,
“Instansi Pusat adalah kementerian, lembaga pemerintah
nonkementerian, kesekretariatan lembaga negara, dan
kesekretariatan lembaga nonstruktural”
Sementara itu, yang dimaksud dengan instansi daerah menurut Pasal 1
angka 17 UU ASN ialah sebagai berikut.
“Instansi Daerah adalah perangkat daerah provinsi dan perangkat
daerah kabupaten/kota yang meliputi sekretariat daerah,

16
https://studiadministrasi.wordpress.com/2012/12/28/unsur-pokok-ruu-aparatur-negara/

44
sekretariat dewan perwakilan rakyat daerah, dinas daerah, dan
lembaga teknis daerah”
Oleh karena itu, sangat penting untuk menjaga pegawai ASN agar tetap
memiliki integritas, profesional, netral dan bebas dari intervensi politik,
bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme, sehingga mampu
mewujudkan cita-cita bangsa sebagaimana yang tercantum dalam alinea
keempat Pembukaan UUD NRI Tahun 1945.
Menangkap “kebutuhan” tersebut maka kemudian pada Pasal 9 ayat (2)
UU ASN dinyatakan bahwa,
“Pegawai ASN harus bebas dari pengaruh dan intervensi semua
golongan dan partai politik”
Disadari seutuhnya bahwa untuk menciptakan pegawai ASN
sebagaimana disebutkan di atas, maka perlu diadakan pemisahan secara
tegas antara jabatan politik(political positions) pada tiga cabang kekuasaan
pemerintahan (eksekutif, legislatif, dan yudikatif) dengan jabatan ASN yang
harus netral dari intervensi politik. Dalam administrasi kepegawaian
Republik Indonesia pemisahan dua jabatan tersebut dinyatakan memisahkan
antara jabatan negara dengan jabatan profesi pada tiga cabang pemerintahan,
serta pelarangan ASN menjadi pengurus dan anggota suatu partai politik.17

2. Fungsi Aparatur Sipil Negara


Sebagaimana telah disinggung sebelumnya, untuk mewujudkan cita-
cita/tujuan nasional dibutuhkan pegawai ASN. Pegawai ASN diserahi fungsi
seperti yang tercantum pada Pasal 10 UU ASN sebagai berikut.Pegawai
ASN berfungsi sebagai:
a. Pelaksana kebijakan publik;
Berdasarkan pasal 10 Undang-Undang No. 5 Tahun 2014 tentang
Aparatur Sipil Negara, salah satu fungsi ASN adalah sebagai pelaksana
kebijakan publik. Menurut Thomas R Dye dalam bukunya yang
berjudul Understanding Public Policy yang diterbitkan pada tahun 1981
menyebutkan bahwa kebijakan public adalah apapun yang dipilih oleh

17
Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang Tentang Aparatur Sipil Negara. Halaman 5.

45
pemerintah untuk dilakukan atau tidak dilakukan. Definisi ini
mencakup pengertian yang sangat luas. Segala hal yang merupakan
tiindakan pemerintah maupun diamnya pemerintah terhadap sesuatu
disebut sebagai kebijakan publik. Berdasarkan pengertian diatas, ASN
sebagai bagian dari pemerintah atau sebagai aparat sipil negara
memiliki kewajiban melaksanakan kebijakan publik. Dengan kata lain,
ASN adalah aparat pelaksana ( eksekutor ) yang melaksanakan segala
peraturan peruundang-undangan yang menjadi landasan kebijakan
publik di berbagai bidan dan sector pemerintahan. Menurut Anderson
yang membuat kebijakan publik adalah pemegang ototritas. Yaitu pihak
yang bergelut dalam keseharian sestem politik yang diakui oleh
anggota-anggotanya sebagai penanggung jawab yang mengambil suatu
tindakan yang diterima para anggotanya dan mengikat untuk
dilaksanakan sebagai bagian dari suatu peran. 18
Implikasi dari kebijakan public tersebut adalah bahwa kebijakan
dipahami merupakan suatu tindakan yang berorientasi pada pencapaian
tujuan (goal-oriented action). Bahwa kebijakan juga dipahami sebagai
suatu pola tindakan yang dilakukan oleh pemerintah. Bahwa kebijakan
muncul sebagai respon atas tuntutan kebijakan oleh pihak lain, seperti
privat organisasi masyarakat sipil dll. Bahwa suatu kebijakan berkaitan
dengan apa yang secara actual dilakukan oleh pemerintah, bukan hanya
apa yang hendak dikatakan atau dilakukan. Bahwa kebijakan publik
dapat bersifat positif maupun negative. Bahwa disinilah peran ASN
harus dapat memahami sifat-sifat dari kebijakan public sebagai
pelaksana kebijakan publik agar dapat mencapai tujuan yang telah
ditetapkan.
Peran ASN sebagai pelaksana kebijakan publik menjadi sangat
penting karena suatu kebijakan hanya akan menjadi angan-angan jika
tidak diimplementasikan selain itu ASN merupakan ujung tombak
dalam omplementasi dan operasionalisasi kebijakan untuk kepentingan
bangsa dan negara.

18

46
Terkait dengan fungsinya sebagai pelaksana kebijakan publik, Pegawai
ASN melaksanakan kebijakan yang ditetapkan oleh pimpinan Instansi
Pemerintah, harus bebas dari pengaruh dan intervensi semua golongan dan
partai politik" bunyi Pasal 8 dan Pasal 9 Ayat (1,2). Menurut Pasal 1 angka
14, Adapun tugas pemerintahan dilaksanakan dalam rangka
penyelenggaraan fungsi umum pemerintahan yang meliputi pendayagunaan
kelembagaan, kepegawaian, dan ketatalaksanaan. Sedangkan dalam rangka
pelaksanaan tugas pembangunan tertentu dilakukan melalui pembangunan
bangsa (cultural and political development) serta melalui pembangunan
ekonomi dan sosial (economic and social development) yang diarahkan
meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran seluruh masyarakat Pejabat
Pembina Kepegawaian adalah pejabat yang mempunyai kewenangan
menetapkan pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian Pegawai ASN
dan pembinaan Manajemen ASN di instansi pemerintah sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
b. Pelayan publik; dan
Pergeseran konsepsi nachwachterstaat (negara penjaga malam) ke konsepsi
welfarestaat (negara kesejahteraan) membawa pergeseran pada peranan dan
aktifitas pemerintah dimana dalam konteks ini peranan pemerintah tidak lagi
sekedar penjaga malam tetapi sebagai konsep welfarestaat, pemerintah wajib
menyelenggarakan bestuurzorg (kesejahteraan umum) yang untuk itu pemerintah
diberi kewenangan untuk campurtangan (staatbemoienis) dalam segala lapangan
kehidupan masyarakat.19Konsekuensi dalam penyelenggarakan kesejahteraan
umum, menuntut pemerintah untuk menyediakan sarana dan prasarana penunjang.
ASN sebagai sebuah profesi yang merupakan kepanjangan tangan pemerintah,
sebagai alat pemerintah yang ditugaskan untuk melaksanakan fungsi pelayanan
publik agar tercapainya kesejahteraan umum.

ASN dalam melaksanakan fungsi pelayanan publik harus lebih mengutamakan


apa yang menjadi keinginan masyarakat dan pada suatu hal tertentu masyarakat
dapat memberikan masukan kepeda pemerintah atas pelayanan yang dilaksanakan
oleh pemerintah tersebut. Menurut Sianipar (1998) dalam bukunya yang berjudul
managemen pelayanan maysarakat, pelayanan didefinisikan sebagai cara
melayani, membantu, menyiapkan dan mengurus, menyelesaikan keperluan,
kebutuhan seseorang atau sekelompok orang, artinya objek yang dilayani meliputi
indifidu, pribadi-pribadi dan kelompok-kelompok organisasi. Sedangkan
19
Nomansen Sinamo,Hukum Administrasi Negara, Penerbit: Jala Peermata Aksara, Jakarta, 2015,
hlm.163

47
pelayanan masyarakat atau publik adalah segala bentuk pelayanan sektor publik
yang dilaksankan aparatur pemerintah termasuk aparat yang bergerak dibidang
perekonomian dalam bentuk barang dan jasa yang sesuai dengan kebutuhan
masyarakat dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Jadi dari penjelasan
tersebut terdapat tiga poin penting yang harus diperhatikan, pertama tugas
pelayanan merupakan suatu kewajiban yang harus dilaksanakan oleh aparat
pemerintah, kedua yamg menjadi objek pelayanan adalah masyarakat atau public,
ketiga bentuk pelayanan yang diberikan dapat berupa barang dan jasa sesuai
kebutuhan masyarakat dan perundang-undangan yang berlaku.

Tujuan dari penyelengaraan pelayanan publik menurut UU No 25 Tahun 2009


tentang pelayanan publik:

1. Terwujudnya batasan dan hubungan yang jelas tentang hak, kewajiban,


tanggungjawab dan kewenangan seluruh pihak yang terkait dengan
penyelengaraan pelayan publik.
2. Terwujudnya sistem penyelengaraan pelayanan publik yang layak sesuai
dengan asas-asas umum pemerintahan dan korporasi yang baik.
3. Terpenuhinya penyelengaraan pelayanan publik sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
4. Terwujudnya perlindungan dan kepastian hukum bagi masyarakat dalam
penyelengaraan pelayanan publik.

Suatu pelayanan harus diberikan secara maksimal oleh aparat pemerintah


sampai tercapainya kepuasan pelanggan atau dalam hal ini adalah masyarakat
umum yang sering juga disebut pelayanan prima. SPM (standar pelayanan
minimum) merupakan tolak ukur yang digunakan sebagai pedoman
penyelengaraan pelayanan yang diberikan oleh aparat pemerintahdalam hal ini
adalah ASN kepada masyarakat untuk menyelengarakan pelayanan yang
berkualitas.

Sementara itu, terkait fungsi pegawai ASN sebagai pelayan publik


dilakukan dengan memberikan pelayanan atas barang, jasa, dan/atau
pelayanan administratif kepada masyarakat oleh pegawai ASN.20 Pemberian
pelayanan publik tersebut harus oleh pegawai ASN tersebut dilakukan
secara profesional, berintegritas, dan berkeadilan, sehingga menghasilkan
pelayanan publik yang berkualitas. Sebab penyelenggaraan pelayanan
publik yang berkualias merupakan salah satu kewajiban konstitusional yang
harus ditunaikan oleh negara, dalam hal ini oleh pemerintah.
20
Penjelasan Atas UU ASN.

48
c. Perekat dan pemersatu bangsa.
Untuk membentuk ASN yang mampu menyelenggarakan pelayanan
publik dan menjalankan peran sebagai perekat persatuan dan kesatuan
Negara Kesatuan Republik Indonesia, ASN sebagai individu dan sebagai
korp bagian integral dari pemerintahan negara dan NKRI, dituntut agar
memiliki loyalitas dan mampu menunjukan sikap yang mempererat
persatuan dan kesatuan NKRI. Hal tersebut mengingat wilayah Indonesia
yang terbagi atas banyak pulau dan keragaman etnis maupun suku bangsa
akan tetapi ASN dituntut harus mampu menjadi perekat dan pemersatu
bangsa berdasarkan pancasila.

3. Peran Aparatur Sipil Negara


Berkaca pada sebelum lahirnya UU ASN, pengelolaan pegawai dalam
organisasi hanya terfokus pada pendekatan administrasi kepegawaian saja.
Namun, dengan terbitnya UU ASN terjadi pergeseran dari yang sekedar
pendekatan “administrasi personalia” kepada manajemen sumber daya
manusia. Peralihan paradigma tersebut turut membawa dampak/konsekuensi
terhadap peran ASN, sebagaimana yang dijelaskan pada Pasal 12 UU ASN
berikut ini.
“Pegawai ASN berperan sebagai perencana, pelaksana, dan
pengawas penyelenggaraan tugas umum pemerintahan dan
pembangunan nasional melalui pelaksanaan kebijakan dan
pelayanan publik yang profesional, bebas dari intervensi politik,
serta bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme”
Berdasarkan bunyi pasal di atas, maka dapat diidentifikasi bahwa peran
ASN menurut UU ASN begitu kompleks yaitu sebagai perencana,
pelaksana, dan pengawas penyelenggaraan tugas umum pemerintahan dan
pembangunan nasional. Adapun tugas umum pemerintahan tersebut
meliputi pendayagunaan kelembagaan, kepegawaian, dan ketatalaksanaan.
Sedangkan dalam rangka pelaksanaan tugaspembangunan nasional
dilakukan melalui pembangunan bangsa (cultural and political
development) serta melalui pembangunan ekonomi dan sosial (economic

49
and social development) yang diarahkan meningkatkan kesejahteraan dan
kemakmuran seluruh masyarakat.21
Untuk mewujudkan keinginan akan ASN sebagaimana dijelaskan di
atas, maka UU ASN menetapkan bahwa pegawai ASN harus bebas dari
intervensi politik, serta bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme
sehingga dapat melaksanakan perannya tersebut secara profesional dalam
melaksanakan kebijakan dan melakukan pelayanan publik.

B. Prinsip-prinsip Aparatur Sipil Negara


Hans Kelsen mengatakan...every law is norm.... Perwujudan norma
nampak sebagai suatu bangunan atau susunan yang berjenjang mulai dari
norma positip tertinggi hingga perwujudan yang paling rendah yang disebut
sebagai individual norm. Teori Hans Kelsen ini, membentuk bangunan
berjenjang tersebut disebut juga stufen theory. Norma-norma yang
terkandung dalam hukum positif harus dapat ditelusuri kembali sampai pada
norma yang paling dasar yaitu Grundnorm.
Bicara tentang grundnorm berkaitan dengan asas, dalam penyelengaraan
prinsip-prinsip pegawai ASN tentunya harus berlandaskan asas agar
tercapainya suatu tujuan negara dalam rangka menjalankan pemerintahan.
Prinsip adalah asas, kebenaran yang jadi pokok dasar orang berfikir dan
bertindak. Disebutkan Bahwa, Undang-undang No. 5 tahun 2014 pasal 3,
ASN sebagai profesi berlandaskan pada prinsip sebagai berikut: a. nilai dasar;
b. kode etik dan kode perilaku; c. komitmen, integritas moral, dan tanggung
jawab pada pelayanan publik; d. kompetensi yang diperlukan sesuai dengan
bidang tugas; e. kualifikasi akademik; f. jaminan perlindungan hukum dalam
melaksanakan tugas; dan g. profesionalitas jabatan.
Dalam kedudukan Sebagai ASN yang ikut dalam Penyelenggaran negara
maka asas ASN mengacu dalam suatu undang-undang-undang dimana Asas
ini merupakan suatu aturan tapi tidak tertulis, yaitu pada UU No. 30/2014
tentang Administrai Pemerintahan Pasal 10 ayat 6 menyebutkan Asas-Asas
Umum Pemerintahan yang Baik meliputi asas:

21
Penjelasan Atas UU ASN.

50
a. kepastian hukum;
b. kemanfaatan;
c. ketidakberpihakan;
d. kecermatan;
e. tidak menyalahgunakan kewenangan;
f. keterbukaan;
g. kepentingan umum; dan
h. pelayanan yang baik.
Dalam penerapan asas-asas tersebut terkait dengan Prinsip-prinsip ASN
dijelaskan berikut:
1. Asas kepastian hukum, yaitu asas dalam negara hukum yang
mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan, kepatutan, dan
keadilan dalam setiap kebijakan penyelenggara negara. Asas ini
berkaitan dengan Prinsip jaminan perlindungan hukum dalam
melaksanakan tugas, dalam menjalankan tugas dan fungsi pemerintahan
Pegawai ASN harus memberikan kepastian hukum atas jaminan dan
perlindungan hukum yang diembanya.
2. Asas tertib penyelenggaraan negara, yaitu asas yang menjadi landasan
keteraturan, keserasian, dan keseimbangan dalam pengendalian
penyelenggara negara. Asas ini berkaitan dengan nilai dasar agat
tercapainya tertib penyelenggaraan pegawai ASN diharpakan mentaati
beberapa nilai desar seperti Ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa,
kesetiaan dan Ketaatan kepada Pancasila dan Undang-undang Dasar
1945, mengutamakan kepentingan Negara diatas kepentingan pribadi
atau golongan, ketaatan tehadap hukum dan peraturan perundang-
undangan, Penghormatan terhadap hak asasi manusia, tidak
diskriminatif, Profesionalisme, netralitas dan bermoral tinggi,Semangat
jiwa korps.
3. Asas kepentingan umum, yaitu asas yang mendahulukan kesejahteraan
umum dengan cara yang aspiratif, akomodatif, dan selektif. Dalam
prinsip Aparatur sipil negara asas ini berkaitan erat dengan komitmen,
integritas moral, dan tanggung jawab pada pelayanan publik, sehingga

51
dalam menjalankan prinsip ini pegawai ASN berlandaskan asas
kepentingan umum yaitu hak publik dapat di dahulukan, agar integritas
moral dan tanggung jawab dapat terpenuhi.
4.  Asas keterbukaan, yaitu asas yang membuka diri terhadap hak
masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak
diskriminatif tentang penyelenggraan negara dengan tetap
memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi, golongan, dan
rahasia negara.
5. Asas proporsionalitas, yaitu asas yang mengutamakan keseimbangan
antara hak dan kewajiban penyelenggara negara.
6.  Asas profesionalitas, yaitu asas yang mengutamakan keahlian yang
berlandaskan kode etik dan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku. dan profesionalitas jabatan, artinya pegawai ASN dituntut
untuk mempunyai keahlian dan kualifikasi akademik sesuai dengan
bidangnya agar tercapainya tujuan negara serta mematuhi kode etik dan
kode perilaku yang telah ditetapkan dalam undang-undang.
7. Asas akuntabilitas, yaitu asas  yang menentukan bahwa setiap kegiatan
dan hasil akhir dari kegiatan penyelenggara negara harus dapat
dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai
pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Asas ini berkaitan dengan Prinsip
kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas agar hasil yang
dicapai sesuai dengan yang diharapkan serta dapat di
pertanggungjawabkan.
Di Indonesia, pemikiran tentang asas-asas umum pemerintahan yang baik
secara populer kali pertama disajikan dalam buku Prof. Kuntjoro
Purbopranoto dalam bukunya yang berjudul ‘Beberapa Catatan Hukum Tata
Pemerintahan dan Peradilan Administrasi Negara’ mengetengahkan 13 asas
yaitu:
Asas kepastian hukum memiliki dua aspek, yang satu lebih bersifat
hukum material, yang lain bersifat formal. Aspek hukum material terkait erat
dengan asas kepercayaan. Dalam banyak keadaan asas kepastian hukum

52
menghalangi badan pemerintahan untuk menarik kembali suatu keputusan.
Dengan kata lain, asas ini menghendaki dihormatinya hak yang telah
diperoleh seorang berdasarkan suatu keputusan pemerintah. Jadi demi
kepastian hukum, setiap keputusan yang telah dikeluarkan oleh pemerintah
tidak untuk dicabut kembali, sampai dubuktikan sebaliknya dalam proses
peradilan. Adapun aspek yang bersifat formal dari asas kepastian hukum
membawa serta bahwa ketetapan yang memberatkan dan ketentuan yang
terkait pada ketetapan-ketetapan yang menguntungkan, harus disusun dengan
kata-kata yang jelas. Asas kepastian hukum memberikan hak kepada yang
berkepentingan untuk mengetahui dengan tepat apa yang dikehendaki
daripadanya.
Asas ini menghendaki adanya keseimbangan antara hukuman jabatan dan
kelalaian atau kealpaan seorang pegawai. Asas ini menghendaki pula adanya
kriteria yang jelas mengenai jenis-jenis atau kualifikasi pelanggaran atau
kealpaan yang dilakukan seorang sehingga memudahkan penerapannya dalam
setiap kasus yang ada dan seiring dengan persamaan perlakuan serta sejalan
dengan kepastian hukum. Artinya terhadap pelanggaran atau kealpaan serupa
yang dilakukan orang yang berbeda akan dekenakan sanksi yanga sama,
sesuai dengan kriteria yang ada dalam peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Asas Kesamaan dalam Mengambil Keputusan, asas ini menghendaki
badan pemerintahan mengambil tindakan yang sama (dalam arti tidak
bertentangan) atas kasus-kasus yang faktanya sama. Asas ini memaksa
pemerintah untuk menjalankan kebijaksanaan. Aturan kebijaksanaan,
memberi arah pada pelaksanaan wewenang bebas.
Asas Bertindak Cermat, asas ini menghendaki pemerintah bertindak
cermat dalam melakukan aktivitas penyelenggaraan tugas pemerintahan
sehingga tidak menimbulkan kerugian bagi warga negara. Dalam menerbitkan
ketetapan, pemerintah harus mempertimbangkan secara cermat dan teliti
semua faktor yang terkait dengan materi ketetapan, mendengar dan
mempertimbangkan alasan-alasan yang diajukan oleh pihak yang

53
berkepentingan, mempertimbangkan akibat hukum yang timbul dari
ketetapan.
Asas Motiasi untuk Keputusan, asas ini menghendaki setiap ketetapan
harus mempunyai motivasi/alasan yang cukup sebagai dasar dalam
menerbitkan ketetapan. Alasan harus jelas, terang, benar, obyektif, dan adil.
Alasan sedapat mungkin tercantum dalam ketetapan sehingga yang tidak puas
dapat mengajukan banding dengan menggunakan alasan tersebut. Alasan
digunakan hakim administrasi untuk menilai ketetapan yang disengketakan.
Asas tidak Mencampuradukkan Kewenangan, di mana pejabat Tata
Usaha Negara memiliki wewenang yang sudah ditentukan dalam perat
perundang-undangan (baik dari segi materi, wilayah, waktu) untuk
melakukan tindakan hukum dalam rangka melayani/mengatur warga negara.
Asas ini menghendaki agar pejabat Tata Usaha Negara tidak menggunakan
wewenangnya untuk tujuan lain selain yang telah ditentukan dalam peraturan
yang berlaku atau menggunakan wewenang yang melampaui batas.
Asas ini menghendaki agar warga negara diberi kesempatan yang seluas-
luasnya untuk mencari kebenaran dan keadilan  serta diberi kesempatan untuk
membela diri dengan memberikan argumentasi-argumentasi sebelum
dijatuhkannya putusan administrasi. Asas ini juga menekankan pentingnya
kejujuran dan keterbukaan dalam proses penyelesaian sengketa tata usaha
negara. Disamping itu, pejabat administrasi harus mematuhi aturan-aturan
yang yang telah ditentukan dalam peraturan perundang-undangan yang
berlaku, juga dituntut bersikap jujur dan terbuka terhadap segala aspek yang
berkaitan dengan hak-hak warga negara.
Asas Keadilan dan Kewajaran, asas keadilan menuntut tindakan secara
proposional, sesuai, seimbang, selaras dengan hak setiap orang. Asas
kewajaran menekankan agar setiap aktivitas pemerintah memperhatikan nilai-
nilai yang berlaku di tengah masyarakat, baik itu berkaitan dengan moral,
adat istiadat.
Asas Kepercayaan dan Menanggapi Penghargaan yang Wajar, asas ini
menghendaki agar setiap tindakan yang dilakukan pemerintah harus
menimbulkan harapan-harapan bagi warga negara. Jika suatu harapan sudah

54
terlanjur diberikan kepada warga negara tidak boleh ditarik kembali meskipun
tidak menguntungkan bagi pemerintah.
Asas ini menghendaki agar kedudukan seseorang dipulihkan kembali
sebagai akibat dari keputusan yang batal atau asas ini menghendaki jika
terjadi pembatalan atas suatu keputusan, maka yang bersangkutan harus
diberi ganti rugi atau rehabilitasi.
Asas Perlindungan atas Pandangan atau Cara Hidup Pribadi, asas ini
menghendaki pemerintah melindungi hak atas kehidupan pribadi setiap
pegawai negeri dan warga negara. Penerapan asas ini dikaitkan dengan sistem
keyakinan, kesusilaan, dan norma-norma yang dijunjung tinggi masyarakat.
Pandangan hidup seseorang tidak dapat digunakan ketika bertentangan
dengan norma-norma suatu bangsa.
Asas Kebijaksanaan, asas ini menghendaki pemerintah dalam
melaksanakan tugas dan pekerjaannya diberi kebebasan dan keleluasaan
untuk menerapkan kebijaksanaan tanpa harus terpaku pada perat perundang-
undangan formal.
Penyelenggaraan Kepentingan Umum, asas ini menghendaki agar
pemerintah dalam melaksanakan tugasnya selalu mengutamakan kepentingan
umum, yakni kepentingan yang mencakup semua aspek kehidupan orang
banyak. Mengingat kelemahan asas legalitas, pemerintah dapat bertindak atas
dasar kebijaksanaan untuk menyelenggarakan kepentingan umum.
Dalam menjalankan prinsipnya, sperti Berdasarkan Asas Motiasi untuk
Keputusan, asas ini menghendaki setiap ketetapan harus mempunyai
motivasi/alasan yang cukup sebagai dasar dalam menerbitkan ketetapan.
Alasan harus jelas, terang, benar, obyektif, dan adil. Alasan sedapat mungkin
tercantum dalam ketetapan sehingga yang tidak puas dapat mengajukan
banding dengan menggunakan alasan tersebut, pegawai ASN sering
mengeluarkan keputusan yang dikelurkan berupa keputusan tata negara yang
berfungsi untuk menjalankan roda pemerintahan, Beberapa keputusan yang
dikeluarkan mempunyai beberapa syarat agar terpenuhinya asas motivasi
untuk keputusan, Syarat sahnya menurut pasal 52
Ayat (1) undang-undang no 30 tahun 2014, Keputusan meliputi:

55
1. ditetapkan oleh pejabat yang berwenang;
2. dibuat sesuai prosedur; dan
3. substansi yang sesuai dengan objek Keputusan
Ayat (2) Sahnya Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan
pada ketentuan peraturan perundang-undangan dan AUPB.
Tatacatara pengeluaran keputusan diatur dalma pasal 53 yaitu:
1. Batas waktu kewajiban untuk menetapkan dan/atau melakukan
Keputusan dan/atau Tindakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
2. Jika ketentuan peraturan perundang-undangan tidak menentukan batas
waktu kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka Badan
dan/atau Pejabat Pemerintahan wajib menetapkan dan/atau melakukan
Keputusan dan/atau Tindakan dalam waktu paling lama 10 (sepuluh)
hari kerja setelah permohonan diterima secara lengkap oleh Badan
dan/atau Pejabat Pemerintahan.
3. Apabila dalam batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Badan
dan/atau Pejabat Pemerintahan tidak menetapkan dan/atau melakukan
Keputusan dan/atau Tindakan, maka permohonan tersebut dianggap
dikabulkan secara hukum.
4. Pemohon mengajukan permohonan kepada Pengadilan untuk
memperoleh putusan penerimaan permohonan sebagaimana dimaksud
pada ayat (3).
5. Pengadilan wajib memutuskan permohonan sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) paling lama 21 (dua puluh satu) hari kerja sejak
permohonan diajukan.
6. Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan wajib menetapkan Keputusan
untuk melaksanakan putusan Pengadilan sebagaimana dimaksud pada
ayat (5) paling lama 5 (lima) hari kerja sejak putusan Pengadilan
ditetapkan.
C. Netralitas Aparatur Sipil Negara
1. Latar Belakang Kebebasan Beserikat

56
Kebebasan berserikat adalah hak-hak dasar dan hak azazi manusia ,
hak-hak yang mendasar ini sangat menarik untuk dikaji. Setiap orang diberi
hak untuk bebas membentuk atau ikut serta dalam keanggotaan atau pun
menjadi pengurus organisasi dalam kehidupan bermasyarakat dalam
wilayah negara Republik Indonesia.Untuk itu, kita tidak lagi memerlukan
pengaturan oleh undang-undang untuk memastikan adanya kemerdekaan
atau kebebasan bagi setiap orang itu untuk berorganisasi dalam wilayah
negara Republik Indonesia. Hanya saja, bagaimana cara kebebasan itu
digunakan, apa saja syarat-syarat dan prosedur pembentukan, pembinaan,
penyelenggaraan kegiatan, pengawasan, dan pembubaran organisasi itu
tentu masih harus diatur lebih rinci, yaitu dengan undang-undang beserta
peraturan pelaksanaannya. Karena itu, dipandang perlu untuk menyusun
satu undang-undang baru, terutama untuk menggantikan undang-undang
lama yang disusun berdasarkan ketentuan UUD 1945 sebelum reformasi,
yaitu UU No. 8 Tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan.
Dalam kehidupan berbangsa, kita dapat membedakan adanya jenis-jenis
organisasi yang bekerja dalam tiga ranah kehidupan bersama, yaitu dalam
ranah negara (state), masyarakat (civil society), dan dunia usaha (market).
Pembedaan dan bahkan pemisahan ketiganya harus lah dijadikan perspektif
baru dalam  membangun pengertian-pengertian mengenai organisasi
modern, termasuk mengenai organisasi kemasyarakatan sejalan dengan
perkembangan ide mengenai prinsip “legal and constitutionaql government”
dan gagasan “good governance “. Bahkan dewasa ini berkembang pula
pandangan yang semakin kuat bahwa komunitas organisasi di ketiga ranah
negara, masyarakat, dan dunia usaha itu haruslah berada dalam posisi yang
seimbang dan saling menunjang satu sama lain untuk menopang dinamika
kemajuan bangsa.
Oleh sebab itu, dalam menyiapkan pengaturan-pengaturan oleh negara
terhadap aneka bentuk dan jenis organisasi tersebut, perlu diperhatikan
pentingnya (i) prinsip pemisahan (decoupling) antar ranah negara,
masyarakat, dan dunia usaha itu, (ii) prinsip “legal and onstitutional
organization”, (iii) prinsip “good governance”, dan (iv) kebutuhan akan

57
“organizational empowerment” dalam rangka (v) perwujudan prinsip
“freedom of association” yang (vi) tetap menjamin, mencerminkan, dan
tidak mengurangi arti dari prinsip-prinsip kebebasan berkeyakinan,
kebebasan berpikir, dan kebebasan berpendapat (freedom of belief, freedom
of thought, and  freedom of expression}.
Di masing-masing ranah, terdapat beraneka macam dan jenis organisasi
yang dibentuk oleh pendirinya dengan maksud untuk mencapai tujuan
bersama.Organisasi dalam ranah struktur negara tersusun atas dasar jabatan-
jabatan secara horizontral, vertical dan bahkan diagonal, sehingga oleh
Logemann organisasi negara itu disebut sebagai organisasi jabatan (ambten
organisatie). Secara umum, organisasi jabatan dibedakan dalam cabang-
cabang:
a. Cabang eksekutif.
b. Cabang legislative.
c. Cabang Judisial;
d. Cabang-cabang campuran atau cabang lainnya.
Sementara itu, organisasi dalam ranah dunia usaha dapat dibedakan
antara persekutuan orang dan persekutuan kekayaan kapital.Organisasi yang
dapat dikategorikan sebagai persekutuan orang adalah Koperasi, sedangkan
organisasi yang merupakan perkumpulan modal atau capital adalah
perseroan terbatas yang tersusun atas nilai saham.Organisasi negara juga ada
yang bersifat persekutuan kekayaan yang dipisahkan dari kekayaan negara,
yaitu Badan Hukum Milik Negara (BHMN) dan Badan Usaha Milik Negara
(BUMN).
Sehubungan dengan itu, organisasi dalam lingkungan
kemasyarakatan juga dapat kita bedakan antara persekutuan orang dan
persekutuan kekayaan itu.Bahkan, organisasi kemasyarakatan ada pula
yang merupakan pesekutuan organisasi atau institusi, seperti badan
kerjasama perguruan tinggi, dan sebagainya. Yang termasuk organisasi
kemasyarakatan dengan kategori persekutuan kekayaan adalah:
a. Yayasan yang diatur berdasarkan UU No. 28 Tahun 2004 tentang
Yayasan; dan

58
b. Badan wakaf yang diatur berdasarkan UU tentang Wakaf.
Sedangkan organisasi kemasyarakatan atau organisasi masyarakat
dengan kategori persekutuan organisasi dapat terdiri atas organisasi-
organisasi berbadan hukum atau organisasi bukan berbadan hukum.Di
samping itu, ada pula kemungkinan organisasi yang menjadi anggota itu,
tidak termasuk kategori organisasi kemasyarakatan.Misalnya, Asosiasi
Pemerintahan Daerah, Asosiasi DPRD, Asosiasi Gubernur, Asosiasi
Walikota, dan sebagainya.Apakah asosiasi-asosiasi semacam ini dapat
dikategorikan sebagai organisasi kemasyarakatan atau bukankah?Jika
asosiasi-asosiasi ini didaftarkan untuk mendapatkan status badan hukum,
dapatkah diterima dan diberikan status badan hukum? Menurut saya, yang
seharusnya diterima untuk membentuk organisasi bukanlah organisasi
negaranya seperti Gubernur, Walikopta, dan DPRD, tetapi orang per
orang yang menduduki jabatan-jabatan Gubernur, Bupati, Walikota, atau
Anggota DPRD yang bersangkutan. Jadi yang berorganisasi bukanlah
lembaganya melainkan orangnya. Kalau demikian maka nama organisasi
Asosiasi Pemerintahan Daerah, Asosiasi Gubernur, dan sebagainya itu
harus dipersoalkan, apalagi jika kegiatan organisasi itu menggunakan
anggaran belanja daerah.
Sementara itu, organisasi kemasyarakatan yang termasuk kategori
persekutuan orang adalah:
a. Partai Politik yang diatur dengan UU tentang Partai Politik;
b. Perkumpulan (Vereeniging) berbadan hukum yang diatur berdasarkan
Staatsblad 1870 No. 64;
c. Lembaga Swadaya Masyarakat yang diatur berdasarkan UU
Lingkungan Hidup Tahun 1982; dan
d. Organisasi Kemasyarakatan yang diatur berdasarkan UU No. 8 Tahun
1985.
Di samping itu, di pelbagai bidang kegiatan partisipasi masyarakat
yang terkait dengan kegiatan instansi-instansi pemerintahan, terdapat pula
berbagai macam organisasi yang diatur tersendiri instansi yang
bersangkutan.Misalnya, organisasi masyarakat penyelenggara dakwah

59
keagamaan, pendidikan, kesehatan, social, lingkungan hidup, dan
sebagainya.Kesemua jenis organisasi dimaksud dirangkumkan
pengaturannya oleh UU No. 8 Tahun 1985 yang bersifat mencakup.
Kesemua jenis dan macam-macam organisasi tersebut, perlu dibuat
kategorisasi dan klasifikasi agar dapat dipahami dengan jenis factor-faktor
pembedanya satu dengan yang lain.
Untuk itu, kategorisasi dimaksud dapat dibedakan antara (1) status
badan hukum dan bukan badan hukumnya dan (2) kategorinya sebagai
persekutuan orang atau persekutuan kekayaan.Di samping itu,
kategorisasi dapat pula dilihat dari (3) susunan organisasinya yang
bersifat massal atau merupakan sistem unit. Jika keanggotaan bersifat
massal, maka organisasi itu biasanya disebut sebagai organisasi massa
dengan susunan yang terdiri atas cabang-cabang dan ranting, seperti
Nahdhatul Ulama dan Muhammadiyah. Sedangkan keanggotaan
organisasi unit tidak bersifat massal, melainkan terbatas, sehingga struktur
organisasinya hanya sebagai 1 unit organisasi, tidak memiliki cabang di
daerah-daerah, melainkan hanya kantor perwakilan saja. Selain itu,
organisasi kemasyarakatan dapat pula dibedakan dari (4) lingkup
kegiatannya yang bersifat umum atau bersifat khusus menurut bidang-
bidang tertentu saja, misalnya hanya di bidang pendidikan, atau kesehatan
saja.Dalam praktik, ada organisasi dengan keangotaan yang bersifat
massal dan dengan kegiatan yang bersifat umum, mencakup semua
bidang yang sangat luas, seperti organisasi Nahdhatul Ulama dan
Muhammadiyah tersebut di atas.
Sebaiknya perbedaan-perbedaan tersebut diatur secara berbeda-
beda satu dengan yang lain atau setidaknya beberapa di antaranya diatur
berbeda. Demikian pula untuk memudahkan pemahaman, penamaan
pelbagai jenis organisasi itu juga dapat dibedakan. Misalnya, selama ini
pengertian ormas lebih dikenal sebagai organisasi massa, sampai 
ditetapkannya UU No. 8 Tahun 1985 yang mengatur tentang Organisasi
Kemasyarakatan yang biasa disingkat juga sebagai ormas. Padahal ada
perbedaan prinsipil antara pengertian organisasi kemasyarakatan dengan

60
organisasi masyarakat, dan apalagi dengan organisasi massa. Kata
kemasyarakatan menunjuk kepada pengertian sifat kemasyarakatan atau
sifat kegiatan kemasyarakatan, sedangkan masyarakat pada organisasi
masyarakat menunjuk kepada pengertian organisasi non-negara atau non-
pemerintah, atau organisasi milik masyarakat.
Demikian pula yang dimaksud dengan organisasi massa, adalah
organisasi masyarakat dengan keanggotaan yang bersifat massal. Oleh
sebab itu, dapat dipersoalkan mengapa para perancang RUU memilih
judul Organisasi Masyarakat, tidak seperti judul UU No. 8 Tahun 1985,
yaitu tentang Organisasi Kemasyarakatan.
1. Pengertian Netralitas Aparatur Sipil Negara
Netralitas atau neutrality itu (kenetralan) berasal dari kata neutral
yang berarti murni (Murni dalam hal ini disamakan dengan tidak
memihak. Sedagkan netral itu adalah :
a. Sikap tdk memihak dan tdk berpihak thd salah satu kelompok/
golongan.
b. Tidak diskriminatif.
c. Steril dari kepentingan kelompok.
d. Tidak terpengaruh dari kepentingan partai politik.
Maka dalam hal netralitas Aparatur sipil Negara harus senantiasa
menjaga netralitasnya, agar tidak memihak salah satu golongan, atau
dalam hal memihak ke salah satu partai politik, atau juga terlbat dalam
kampanye suatu partai politik.
2. Netralitas Aparatur Sipil Negara Dalam Organisasi Politik
Dalam pembahasan tentang Netralitas Aparatur Sipil Negara dalam
OrganisasiPolitik, sebelumnya perlu dipahami dulu pengertian dan
hubungan serta keterkaitanantara Organisasi Politik dengan Partai
Politik.Organisasi Politik adalah organisasi atau kelompok yang bergerak
atau berkepentingan atau terlibat dalam proses politik dan dalam ilmu
kenegaraan, secara aktif  berperan dalam menentukan nasib bangsa
tersebut. Organisasi politik dapat mencakup berbagai jenis organisasi
seperti :

61
a. partai politik yang mengajukan kandidat pada pemilihan umum,
b. kelompok advokasi yang melobi perubahan kepada politisi
c. kelompok teroris yang menggunakankekerasan untuk mencapai tujuan
politiknya.
Netralitas Aparatur Sipil Negara yang tidak terpengaruh politik belum
sepenuhnya terwujud.Padahal untuk melahirkan tatanan kepemerintahan yang
demokratis diperlukan Aparatur Sipil Negara yang netral dari kepentingan partai
atau kekuatan serta kepentingan politik. Jika Aparatur Sipil Negara
dibuat netral, maka rakyat secara keseluruhan akan bisa dilayani oleh Aparatur Sipil
Negara , karena Aparatur Sipil Negara tidak mengutamakan dan memihak kepada
salah satu kepentingan kelompok rakyat tertentu.Pemihakan kepada kepentingan
seluruh rakyat ini sama dengan melaksanakandemokrasi. Sedangkan
keberpihakan Aparatur Sipil Negara terhadap salah satu kekuatan partai
politik yangsedang memerintah cenderung akan memberikan peluang terhadap
suburnya penyelewengan-penyelewenganseperti korupsi, kolusi dan
nepotisme, Hal ini senadadengan yang diungkapkan oleh Sofian Effendi dalam
Seminar Dies Natalis MAP-UGM, Yogyakarta : bahwa, “Untuk Meningkatkan
Profesionalitas dan Kinerja aparatur Negara dan Aparatur Daerah harus steril
dari intervensi politik.
Steril dalam arti tidak ada samasekali intervensi dari hal-hal
Politik.Dalam membahas Netralitas Aparatur Sipil Negara perlu diketahui latar
belakang kebijakan Netralitas sejak awal dibentuknya. Pokok-pokok pikiran
dari keterangan Pemerintah yangdisampaikan pada pembicaraan Tingkat
Pertama pada tanggal 25 Agustus 1999 tersebutyang terkait dengan latar
belakang kebijakan netralitas adalah :
“Sebelum dan selama pemerintahan Orde Baru, birokrasi
pemerintahan dengan hamper  seluruh jajaran Pegawai Negeri Sipil di
tingkat Pusat maupun Daerah telah terimbasdan dibebani oleh
kepentingan-kepentingan politik, sehingga tidak dapat bersikap
netral dalam melaksanakan tugasnya. Pegawai Negeri Sipil dijadikan oleh
penguasa untuk memperkuat posisi politiknya dengan merekrut aparat

62
birokrasi menjadi anggota dan atau partai politik. Aparatur Sipil Negara
harus dilarang menjadi anggota dan atau pengurus partai politik.”
Netralitas Aparatur Sipil Negara sebenarnya telah merupakan tekad
dari Pemerintah semenjak dimulainya era reformasi dengan dikeluarkannya PP
Nomor 5 Tahun 1999 yangdisempurnakan dengan PP No. 12 tahun 1999
yang antara lain memuat tentang laranganterhadap PNS untuk menjadi
pengurus dan anggota partai politik. Karena jelas apa yang tertera dalam
undang-undang pokok kepagwaian yang mengatrakan :
a. Pegawai Negeri berkedudukan sebagai unsur aparatur negara yang bertugasuntuk
memberikan pelayanan kepada masyarakat secara professional, jujur,adil, dan
merata dalam penyelenggaraan tugas negara, pemerintah, dan pembangunan.
b. Dalam kedudukan dan tugas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
Pegawai Negeri harus netral dari pengaruh semua golongan dan partai
politik serta tidak diskriminatif dalam memberikan pelayanan kepada
masyarakat..
3. Pegawai Negeri Sipil Dan Partai Politik
A. Netralitas Pegawai Negeri Sipil dan Partai Politik
UUD 1945 amandemen, telah memberikan dasar-dasar
penyelenggaraan negara dan penataan kehidupan berbangsa yang
demokratis. Hal itu tercermin dalam Pasal 1 ayat (2) UUD 1945, yang
menyatakan bahwa kedaulatan adalah di tangan rakyat dan dilakukan
menurut Undang-Undang Dasar. Kemudian penegasan Indonesia
sebagai negara hukum terdapat dalam Pasal 1 ayat (3) yang
menyatakan bahwa negara Indonesia adalah negara hukum. Prinsip
dasar negara hukum yang demokratis itu diwujudkan dalam bentuk
pengakuan dan jaminan terhadap hak asasi manusia yang esensial
dalam proses demokrasi, pengaturan mekanisme pemilihan wakil
rakyat dan jabatan-jabatan publik sebagai perwujudan kedaulatan
rakyat, serta penataan lembaga-lembaga negara berdasarkan prinsip
chack and blancd (Jimly Asshiddiqie : 2008, hal 377).
Adanya kebebasan dalam sistem politik, merupakan
konsekwensi pengakuan hukum atau konstitusi atas hak asasi manusia

63
dalam kehidupan kenegaraan.Kebebasan mengeluarkan pendapat dan
pikiran merupakan indikasi bahwa suatu negara menjalankan
demokrasi.Setiap negara yang mengaku sebagai negara hukum yang
demokratis harus memasukkan aspek peranserta aktif rakyat dalam
konstitusinya yang dilandasi persamaan dan kebebasan.Kemerdekaan
ini dapat dilakukan melalui kebebasan untuk berserikat atau
berkumpul, yang merupakan bagian dari hak asasi manusia. Dengan
demikian setiap warga negara dijamin untuk berserikat dan
berkumpul, salah satunya melalui partai politik.
Pada era Orde Baru, ketentuan yang mengatur PNS berkaitan
dengan partai politik adalah Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1985
tentang Partai Politik dan Golongan Karya. Dalam pasal 8 ayat (2)
menetapkan bahwa (a) PNS dapat menjadi anggota Partai Politik dan
Golongan Karya dengan sepengetahuan pejabat yang berwenang; (b)
PNS yang memegang jabatan-jabatan tertentu tidak dapat menjadi
anggota Partai Politik dan Golongan Karya, kecuali dengan izin
tertulis dari pejabat yang berwenang. Ketentuan pasal 8 asyat (2) ini,
secara normatrif memberikan kebebasan kepada PNS untuk menjadi
anggota Partai Politik dan Golongan Karya, namun secara realistis izin
tersebut menjadi permasalahan hukum tersendiri. Pemberian izin
pada masa Orde Baru sering disalahgunakan oleh pejabat yang
berwenang. Izin digunaka sebagai alasan penolakan dengan alasan
mengganggu pelaksanaan tugas.
B. Pengaturan Kebebasan Berserikat Pegawai Negeri Sipil dalam
Partai Politik
Pengakuan kebebasan berserikat dalam sistem politik di
Indonesia merupakan konsekuensi logis bahwa Indonesia menjamin
perlindungan hak asasi manusia dalam bidang politik yang wajib
dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh Negara, Pemerintahan,
dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan
martabat manusia. Hal ini sebagaimana yang ditegaskan dalam
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal

64
28E ayat (3) yang menyatakan bahwa : “setiap orang berhak atas
kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat”.
Sebagai realisasi kebebasan berserikat dalam partai politik di
Indonesia, maka dibentuklah Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008
yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011
tentang Partai Politik. Toto Pandoyo menegaskan bahwa konsep
kebebasan berserikat sebagai bagian dari hak asasi manusia telah
diakui secara yuridis, baik internasional maupun nasional.4 Dengan
demikian, dapat dikatakan bahwa kebebasan berserikat adalah hak
setiap orang tanpa terkecuali, sepanjang masih tercatat sebagai warga
Negara Indonesia.
PNS dalam Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 43 Tahun
1999 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974
tentang Pokok-Pokok Kepegawaian dan di ubah dengan undang-
unang no 5 tahun 2014 tentang aparatur sipil Negara menyatakan
“Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disingkat PNS adalah warga
negara Indonesia yang memenuhi syarat tertentu diangkat sebagai
Pegawai ASN secara tetap oleh Pejabat Pembina kepegawaian untuk
menduduki jabatan pemerintahan”. Berdasarkan pengertian PNS
dalam UU tersebut, sebagai warga Negara Indonesia, maka PNS pula
memiliki kebebasan untuk berserikat dalam suatu partai politik.atan
negeri, atau diserahi tugas Negara lainnya, dan digaji berdasarkan
peraturan perundang-undangan.

4. Netralitas Aparatur Sipil Negara Pada Masa Reformasi


Reformasi 1998, secara nyata membawa iklim politik baru bagi
Indonesia yaitu lahirnya sistem demokrsi liberal.Sistem politik baru ini
memawa dampak terhadap kehidupan berpolitik dan sekaligus birokrasi di
Indonesia.Jika diawal dikatakan bahwa, Birokrasi dan politik adalah dua
stuktur yang berbeda namun tidak terpisahkan. Birokrasi memainkan
peranan aktif di dalam  proses politik di kebanyakan negara dan birokrasi

65
menggunakan banyak aktifitas-aktifitas, diantaranya usahausaha paling
penting berupa implementasi Undang-Undang, persiapan  proposal
legislatif, peraturan ekonomi, lisensi dalam perekonomian dan masalah-
masalah  profesional, dan membagi pelayanan kesejahteraan (Masyarakat
didominasi oleh para birokrat, ditulis oleh James Burnham tahun 1941
yang menekankan  pentingnya kelompok manajerial di dalam
perekonomian, dan tidak ada pemisahan yang tajam antara kelompok
manajerial clan pejabat Berdasarkan tulisan tersebut James member
persamaan antara kekuasaan kelas para manajer dengan kelas para
birokrasi negara.
Masyarakat yang dibentuk dan diperintah oleh para birokrat akan
menjadi masyarakat -masyarakat birokratis yang nantinya masyarakat
tersebut akan menjadi birokrasi-birokrasi masyarakat yang patuh dan
tunduk pada pengaruh sikap-sikap dan nilai-nilai para birokrat, karena
adanya perubahan sikap dari masyarakat akan bergantung kepada
pengaruh para birokrat. Hal ini akan cepat menjerat masyarakat akan
runtuhya nilai-nilai demokrasi sehingga ada suatu  pertentangan dengan
nilainilai tersebut yang dianggap sebagai suatu problema yang
memerlukan  pemecahan.
Kebanyakan orang menganggap bahwa konsep birokrasi sebagai
administrasi yang tidak efisien dan rasional, mencakup aplikasi kriteria
evaluatif dan spesifikasi sifat nilai-nilai tersebut Konsep birokrasi
cendrung dianggap sebagai suatu aspek ancaman terhadap demokrasi,
apalagi konsep birokrasi sebagai kekuasaan yang dijalankan oleh pejabat,
konsep ini diamati secara serius karena mendiskusikan tentang pejabat-
pejabat negara yang menjalankan tujuan-tujuan demokrasi.
Perlu dipertanyakan apakah tindakan tergantung pada  bagaimana
nilai-nilai demokrasl itu ditafsirkan dan mana diantara penafsiran itu yang
dipandang salah. Friedrich dan Finer prihatin terhadap masalah
kesesuaian praktek-praktek administrasi negara modem dengan nilai-nilai
demokrasi, karena mereka percaya bahwa bukan kekuasaan yang
dijalankan pejabat yang menimbulkan masalah tetap cara menggunakan

66
kekuasaan itulah yang menjadi masalahnya, untuk itu perlu dilihat
bagaimana masing-masing karakteristik antara  birokrasi dan demokrasi
digunakan dalam usaha mendiagnosis dan menyembuhkan masalah yang
terjadi. Martin Albrow membedakan tiga posisi dasar tentang fungsi-
fungsi pejabat di negara demokrasi, yaitu:
a. pejabat menuntut kekuasaan terlalu besar dan perlu dikembalikan pada
fungsinya semula.
b. pejabat benar-benar merniliki kekuasaan dan tugas yang semakin
besar sehingga jabatan tersebut harus dijalankan secara bijaksana .
c. kekuaasaan perlu bagi para pejabat sehingga harus dicari metode-
metode pelayanan yang dapat disalurkan bersama-sama. Problema
yang harus dipecahkan untuk dapat menumbuh kembangkan
demokrasi dengan menempatkan birokrasi secara konsisten di dalam
sistem politik. Dalam sistem politik demokrasi liberal yang berawal
dari Maklumat Wakil Presiden No.X tertanggal 3 November 1945.
terwujud konfirmasi, dimana politik yang ikut menentukan sosok
administrasi pemerintah pada waktu itu. Posisi infrastruktur politlk
vis-a-vis suprastruktur politik secara relatif lebih kuat, menciptakan
suatu sosok sistem politik bureau-nomia Menurut teori, agar dapat
memahami birokratisasi dalam pembangunan nasional, di Indonesia
terlebih dahulu didekatkan melalui 2 konsep yaitu :
1) konsep masyarakat politik birokratik yang dikembangkan pertama
sekali oleh Fred Riggs (1966) dan digunakan oleh Karl D.Jackson
(1978) dalam konteks Indonesia.
2) konsep kapitalisme birokratik yang dirumuskan oleh Wittfogel
(1957). Berdasarkan konsep Jackson tersebut maka ciri-ciri pokok
masyarakat politik birokratik adalah:
a) lembaga politik yang dominan adalah aparat birokrasi.
b) lembaga politik lainnya, seperti parlamenter, partai politik,
dan kelompok kepentingan semuanya lemah dan tidak
mampu melakukan kontrol terhadap birokrasi.

67
Masa diluar birokrasi secara politis dan ekonomis pasif, sehingga
menyebabkan lemahnya peranan partai politik dan dampaknya semakin
memperkuat peranan birokrasi. Bertitik tolak dari ciri-ciri tersebut maka
dapat kita simpulkan bahwa birokrasi di Indonesia cendrung mendekati
ke tiga ciri tersebut, sehingga perlu dipertanyakan kemampuan
masyarakat politik birokratik ini untuk melaksanakan
pembangunan ,terutama pembangunan yang mampu mengantisipasi dan
menahan gejolak-gejolak eksternal sehingga bisa mencapai tingkat
pertumbuhan yang memadai, yang dapat mendistribusikan secara merata
hasil dari  perjuangan masyarakat tersebut.
Ada tiga kecendrungan yang dialami oleh setiap birokrasi di
Indonesia, yaitu pertama proses weberisasi, yaitu suatu proses dimana
suatu biroksasi semakin mendekati tipe ideal.Kedua, proses
parkinsonisasi yaitu proses dimana birokrasi cendrung menuju kedalam
keadaan patologis yaitu kecendrungan birokrasi semakin menguasai
masyarakat, untuk birokrasi di Indonesia agaknya cendrung ke arah
parkinsonisasi dan orwelisasi ketimbang ke arah weberisasi Sehingga,
dengan kondisi birokrasi dan politik di Indonesia yang sulit dipisahkan
atau di  Netralisasi maka benar
Menurut bahwa birokrasi di Indonesia sedang “sakit” dengan titik
tekanannya berdasarkan hukum Parkinson, sedangkan parameter
birokrasi “ sehat “ yang dijadikan sandaran adalah konsep birokrasi
weber tetapi pada kenyataanya selalu menimbulkan masalah, karena ciri-
ciri organisasi yang diharapkan terlalu ideal sehingga kadang kala belum
tentu cocok dengan kondisi atau situasi di suatu negara. Padahal
Demokrasi dan birokrasi sesungguhnya sangat diperlukan dalam proses
pembangunan suatu negara , akan tetapi semakin kuat birokrasi dalam
negara maka akan semakin rendah demokrasi dan sebaliknya semakin
lemah birokrasi maka akan semakin tinggi demokrasi.

A. ETIKA PEGAWAI NEGERI SIPIL


1. Pengertian Etika

68
Dalam kehidupan masyarakat modern, setiap individu/anggota
masyarakat diharapkan untuk dapat bersosialisasi dengan anggota
masyarakat lainnya. Akan tetapi, dalam kehidupan masyarakat dibatasi
oleh kaidah-kaidah yang terdapat dalam lingkungannya, baik itu norma
hokum, kesopanan, kesusilaan, dan agama yang disebut sebagai etika.
Kondisi tersebut menimbu.lkan konsekuensi berupa penghormatan
terhadap nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat.
Istilah etika berasal dari Bahasa Yunani, ethos, yang berarti
kebiasaan atau watak.Jadi, dalam hal ini etika merupakan pola perilaku
atau kebiasaan yang baik dan diterima oleh lingkungan pergaulan sesorang
atau suatu organisasi tertentu. 22Dengan demikian, tergantung pada situasi
dan cara pandangnya, seseorang dapat menilai apakah etika yang
digunakan atau itu bersifat baik atau buruk. Dalam konteks organisasi
administrasi publik atau pemerintah, pola-pola sikap dan prilaku serta
hubungan antar manusia dalam organisasi maupun hubungan dengan pihak
luar organisasi pad umumnya diatur dalam peraturan perundangan yang
berlaku.Etika bagi apratur pemerintah merupakan hal penting yang harus
dikembangkan karena dengan adanya etika diharapkan mampu untuk
membangkitkan kepekaan birokrasi (Pemerintah) dalam melayani
kepentingan masyarakat.
Pihak pemerintah mempunyai tugas-tugas terhadap masyarakat
dengan melaksankan suatu kebijakan lingkungan dalam bentuk wewenang,
yaitu :kekuasaan yuridis akan orang-orang pribadi, badan-badan hukum
dan memberikan pegawai negeri hak-hak dan kewajiban – kewajiban yang
dapat dan merek pegang menrut hukum. Pegawai negeri sipil sebagi
aparatur Negara adalah abadi Negara dan abdi masyarakat.Sebagai abdi
Negara pegawai negeri terikat dengan segala aturan yang berlaku.23
Nilai-nilai etika yang harus ditaati oleh pegawai negeri sipil
tercermin dalam kewajiban PNS berdasarkan peraturan perundangan,
22
Desi Fernanda, 2003, Etika Organisasi Pemerintah, Lembaga Administrasi Negara-Republik
Indonesia,
Jakarta, hlm.2.
23
Philpus M. Hadjon, dkk, 1994, Pengantar Hukum administrasi Indonesia, Gadja Mada
University Pres,
Yogyakarta, hlm .39.

69
kewajiban pegawai negri adalah segala Sesuatu yang wajib dilakukan
berdsarkan peraturan perundangan.Bentuk kewajiban tersebut
terakumulasi dalam bentuk sikap perilaku yang harus dijaga oleh setia
pegawai negeri sipil.Bentuk konkret dari penjabaran itikad baik
pemerintah dalam menjunjung tinggi nilai-nilai etika di lingkungan
pegawai negri sipil sebagaimnana diatur di dalam Undang-undang Nomor
5 tahun 2015 tentan Aparatur Sipil Negara.
2. Kode Etik Pegawai Negari Sipil
Pada tahun 2003, Pemerintah melalui kantor Mentri
Pendayagunaan aparatur Negara (MENPAN) telah mengambil inisiatif
untuk menjabarkan pokok-pokok etika dalam peraturan perundangan dan
diaplikasikan dalam lingkugan pegawai negeri sipil. Selain dari penegasan
sanksi dalam peraturan pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang disiplin
Pegawai Negeri Sipil, terdapat pula usaha Pemerintah dengan nama
KOPRI (Korps Pegawai Republik Indonesia) dalam rangka meningkatkan
kualitas Pegawai Negeri Sipil dengan membuat Panca Prasetya KOPRI
Pegawai Republik Indonesia sebagai kode etik Pegawai republic Indonesia
yang dibacakan setiap apel bendera dan ditiru oleh seluruh peserta apel
bendera.
Pada umumnya yang dimaksud kode etik adalah sekumpulan asas,
dan nilai yang menjadi pedoman bagi anggota kelompok profesi dalam
bersikap, berperilaku dan melaksanakan kegiatan-kegiatan sebagai anggota
kelompok profesi tersebut.Di dalam keidupan sehari-hari, setiap manusia
memiliki keterikatan.Dalam lingkungan keluarga, kehidupan pribadi kita
dibatasi ketentuan-ketentuan ataupun pedoman hidup baik yang berasl dari
adat maupun agama. Dalam kehidupan bermasyarakat yang menjadi
patokan adalah hokum positif yang proses penerapannya untuk
memelihara dan menumbuhkan rasa keadilan, sedangkan di dalam
kehidupan profesi, martabat serta kehormatan anggota ditentukan oleh
kode etik. Menurut Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2004 Kode etik
pegawai Negeri Sipil adalah Peoman sikap, tingkah laku, dan perbuatan
PNS di dalam melaksankan tugasnya dan pergaula hidup sehari-hari.

70
Kode Etik Pegawai Negeri Sipil Dalam pelaksanaan tugas
kedinasan dan kehidupan sehari-harisetiap Pegawai Negeri Sipil wajib
bersikap dan berpedoman pada etika dalam bernegara,
dalampenyelenggaraan pemerintahan dalam berorganisasi, dalam
bermasyarakat, serta terhadap dirisendiri dan sesama Pegawai Neeeri Sipil.
Etika bernegara meliputi:
1. melaksanakan sepenuhnya Pancasila dan Undang-Undang Dasar
1945;
2. mengangkat harkat dan martabat bangsa dan negara;
3. menjadi perekat dan pemersatu bangsa dalam Negara Kesatuan
Republik Indonesia;
4. menaati semua peraturan perundang-undang yang berlaku dalam
melaksanakan tugas;
5. akuntabel dalam melaksanakan tugas penyelenggaraan pemerintahan
dan pembangunan;
6. tanggap, terbuka, jujur, dan akurat, serta tepat waktu dalam
melaksanakan setiapkebijakan program pemerintah;
7. menggunakan atau memanfaatkan semua sumber daya Negara secara
efisien dan efektif;
8. tidak memberikan kesaksian palsu atau keterangan yang tidak benar.
Etika dalam berorganisasi adalah :
1. tugas dan wewenang sesuai ketentuan yang berlaku;
2. menjaga informasi yang bersifat rahasia;
3. melaksanakan setiap kebijakan yang ditetapkan oleh pejabat yang
berwenang;
4. membangun etos kerja dan meningkatkan kinerja organisasi;
5. menjalin kerjasama secara kooperatif dengan unit kerja lain yang
terkait dalam rangkapencapaian tujuan;
6. memiliki kompetensi dalam pelaksanaan tugas;
7. patuh dan taat terhadap standar operasional dan tata kerja;
8. mengembangkan pemikiran secara kreatif dan inovatif dalam rangka
peningkatan kineriorganisasi;

71
9. berorientasi pada upaya peningkatan kualitas kerja.
Etika dalam bermasyarakat meliputi :
1. mewujudkan pola hidup sederhana;
2. memberikan pelayanan dengan empati, hormat, dan santun tanpa
pamrih dan tanpa unsurpemaksaan;
3. memberikan pelayanan secara cepat, tepat, terbuka, dan adil serta
tidak diskriminatif;
4. tanggap terhadap keadaan lingkunga masyarakat;
5. berorientasi kepada peningkatan kesejahtera masyarakat dalam
melaksanakan tugas.
Etika terhadap diri sendiri meliputi:
1. jujur dan terbuka serta tidak memberikan informasiyang tidak benar;
2. bertindak dengan penuh kesungguhan dan ketulusan;
3. menghindari konflik kepentingan pribadi, kelompok, maupun
golongan;
4. berinisiatif untuk meningkatkan kualitas pengetahuan, kemampuan,
keterampilan, dansikap;
5. memiliki daya juang yang tinggi;
6. memelihara kesehatan jasmani dan rohani;
7. menjaga keutuhan dan keharmonisan keluarga;
8. berpenampilan sederhana, rapih, dan sopan.
Etika terhadap sesama Pegawai Negeri Sipil:
1. saling menghormati sesama warga negara yang memeluk
agama/kepercayaan yang berlainan;
2. memelihara rasa persatuan dan kesatuan sesama Pegawai
Negeri Sipil;
3. saling menghormati antara teman sejawat baik secara
vertikal maupun horisontal dalamsuatu unit kerja, instansi,
maupun di luar instansi;
4. menghargai perbedaan pendapat;
5. menjunjung tinggi harkat dan martabat Pegawai Negeri
Sipil;

72
6. menjaga dan menjalin kerja sama yang kooperatif sesama
Pegawai Negeri Sipil;
7. berhimpun dalam satu wadah Korps Pegawai Republik
Indonesia yang menjamin
terwujudnya solidaritas dan soliditas semua Pegawai Negeri Sipil
dalammemperjuangkan hak-haknya.Penegakan Kode Etik Pegawai Negeri
Sipil yang melakukan pelanggaran Kode Etik PegawaiNegeri Sipil
dikenakan sanksi moral. Sanksi moral dibuat secara tertulis dan dinyatakan
secaratertutup atau secara terbuka oleh Pejabat Pembina Kepegawaian.
Pernyataan secara tertutup disampaikan oleh pejabat yang
berwenang atau pejabat lain yangditunjuk dalam ruang tertutup.
Pengertian dalam ruang tertutup yaitu bahwa penyampaianpernyataan
tersebut hanya diketahui oleh Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan dan
pejabatyang menyampaikan pernyataan. Dalam penyampaian pernyataan
secara tertutup dapat dihadirioleh pejabat lain yang terkait, dengan catatan
bahwa pejabat yang terkait tersebut tidak bolehberpangkat lebih rendah
dari Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan.Pernyataan sanksi
pelanggaran kode etik disampaikan secara terbuka melalui forum-
forumpertemuan resmi Pegawai Negeri Sipil, upacara bendera, media
masa, dan forum lainnya yangdipandang sesuai untuk itu.
Pegawai Negeri Sipil yang melanggar Kode Etik Pegawai Negeri
Sipil selain dikenakan sanksimoral dapat dijatuhi hukuman disiplin
Pegawai Negeri Sipil atau tindakan administratif lainnyaberdasarkan
rekomendasi dari Majelis Kode Etik. Penjatuhan hukuman disiplin bagi
PegawaiNegeri Sipil hams berdasarkan ketentuan yang diatur dalam
Peraturan Disiplin Pegawai NegeriSipil
KOPRI telah memiliki kode etik KOPRI, yaitu Saptaprasetya
KOPRI yang ditetapkan dengan keputusan MUNAS Pertama KOPRI
Nomor : 03/MUNAS/1978, kemudian disempurnakan dengan keputusan
MUNAS Ketiga KOPRI Nomor : Kep-05/MUNAS/1989 tanggal 1 juni
1989. Saptaprasetya terdiri atas 7 butir janji luhur dari segenap anggota
KOPRI untuk melaksankan kewajibannya sebagai warga Negara, unsur

73
aparatur Negara dan abdi masyarakat.24Kemudian degan perkembangan
yang akhirnya sapta parasetya KOPRI dikerucutkan menjadi Panca
Prasetya KOPRI sebagai kode etik yang berisi lima butir janji atau
Komitmen PNS terhadap Negara.
Panca prasetya KOPRI adalah sebagai berikut:
“ Kami anggota KOPRI yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, adalah insan yang :
a. Setia dan taat kepada Negara Kesatuan dan Pemerintah Indonesia, yang
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;
b. Menjunjung tinggi kehormatan bangsa dan negara serta memegang
teguh rahasia jabatan dan rahasia negara;
c. Mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat di atas kepentingan
pribadi dan golongan;
d. Bertekad memelihara persatuan dan kesatuan bangsa serta
kesetiakawanan KORPRI;
e. Berjuang menegakan kejujuran dan keadilan, serta meningkatkan
kesejahteraan dan profesionalisme.

Menurut Kandungan nilainya, Panca Prasetya KORPRI dapat


dikelompokan menjadi 2 (dua) kelompok, yang terdiri atas :
a. Kelompok Pertama
Prasetya pertama, kedua dan ketiga menunjukan harkat jati diri
anggota KORPRI yaitu sebagai warga negara yang setia kepada
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dan bertakwa kepada Tuhan
yang Maha Esa, yang diwujudkan sebagai pejuang dan pengabdi
terhadap negara dan bangsanya;
b. Kelompok Kedua
Prasetya keempat, dan kelima menunjukan sikap dan perilaku
yang harus diperankan oleh anggota KORPRI sebagai aparatur negara,
abdi negara dan abdi masyarakat.

24
Penjelasan Umum Keputusan Msyawarah Nasional Keempat KOPRI Nomor :
Kep-05/MUNAS/1994
tentang Pedoman Pengalaman Saptaprasetya KOPRI.

74
Berdasarkan Pasal 5 ayat (1), (2) dan (3) Undang-undang RI
Nomor 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara Menyatakan Bahwa
sebagai berikut :
a. Kode etik dan kode perilaku sebagaimana dimaksud dalam pasal 3
huruf b bertujuan untuk menjaga martabat dan kehormatan ASN.
b. Kode etik dan kode perilaku sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berisi
pengaturan perilaku agar pegawai ASN:
1) melaksanakan tugasnya dengan jujur, bertanggung jawab, dan
berintegritas tinggi;
2) melaksanakan tugasnya dengan cermat dan disiplin;
3) melayani dengan sikap hormat, sopan, dan tanpa tekanan;
4) melaksanakan tugasnya sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
5) melaksanakan tugasnya sesuai dengan perintah atasan atau Pejabat
yang Berwenang sejauh tidak bertentangan dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan dan etika pemerintahan;
6) menjaga kerahasiaan yang menyangkut kebijakan negara;
menggunakan kekayaan dan barang milik negara secara
bertanggung jawab, efektif, dan efisien;
7) menjaga agar tidak terjadi konflik kepentingan dalam
melaksanakan tugasnya;
8) memberikan informasi secara benar dan tidak menyesatkan kepada
pihak lain yang memerlukan informasi terkait kepentingan
kedinasan;
9) tidak menyalahgunakan informasi intern negara, tugas, status,
kekuasaan, dan jabatannya untuk mendapat atau mencari
keuntungan atau manfaat bagi diri sendiri atau untuk orang lain;
10) memegang teguh nilai dasar ASN dan selalu menjaga reputasi dan
integritas ASN;dan
11) melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai
disiplin Pegawai ASN.

75
Kode etik dan kode perilaku sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

76
BAB III
KELEMBAGAAN DAN MANAJEMEN ASN

Pada Bab III ini penulis akan membahas mengenai Kelembagaan Dalam
Manajemen Aparatur Sipil Negara, yang mana lembaga-lembaga dalam
kelembagaan yang dimaksud yaitu lembaga yang bersifat khusus di dalam
lingkungan pemerintahan yang merupakan instrumen dalam penyelenggaraan
urusan pemerintahan yang diselenggarakan dalam rangka manajemen Aparatur
Sipil Negara (selanjutnya disebut ASN) untuk tercapainya reformasi birokrasi.

A. Manajemen Aparatur Sipil Negara


Dalam dua dekade ini pengelolaan pegawai dalam organisasi telah bergeser
dari pendekatan administrasi kepegawaian menjadi manajemen sumber daya
manusia. Secara ringkas Manajemen Sumber Daya Manusia adalah proses
pengadaan sumber daya paling penting bagi suatu organisasi, yaitu sumber daya
manusia, yang mencakup pengadaan sumber daya manusia yang diperlukan
organisasi untuk mencapai tujuannya, mengembangkan kapasitasnya,
memanfaatkan kapasitas dumber daya manusia yang dimiliki untuk mencapai
tujuan organisasi, mempertahankan sumber daya terbaik dengan menerapkan
sistem kompensasi yang sesuai dengan tanggungjawab dan kinerjanya dalam
organisasi, serta menjamin loyalitas kepada organisasi melalui penyediaan
jaminan kesejahteraan yang memadai baik pada saat aktif maupun setelah
pensiun.
Sejak menyatakan kemerdekaannya sampai dengan berlakunya Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 1974 juncto Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999
tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, Indonesia masih menerapkan pendekatan
administrasi personalia atau administrasi kepegawaian dalam pengelolaan
pegawai yang menjalanakan tugas-tugas pelaksanaan penyelenggaraan
pemerintahan Negara. Dalam system pemerintahan yang relatif stabil dan
pengelolaan sistem ekonomi nasional yang masih tertutup dan belum banyak
persaingan, sistem administrasi kepegawaian seperti yang ditetapkan oleh
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 juncto Undang-Undang Nomor 43 Tahun
1999 relatif masih cukup memadai. Namun pada sistem pemerintahan Negara

77
yang semakin demokratis, semakin desentralistis, dan ekonomi yang semakin
terbuka, personalia yang dikelola dengan pendekatan administrasi pegawai terasa
tidak lagi mampu mendukung sistem politik, sistem sosial, dan sistem ekonomi
yang telah mengalami perubahan fundamental sejak gelombang Reformasi
melanda Indonesia pada Tahun 1998.
Secara teoritis pendekatan Manajemen Sumber Daya Manusia (Human
Resource Management) yang dipraktekkan secara luas pada organisasi bisnis di
Indonesia dan di negara maju digunakan sebagai landasan teoritis Manajemen
Sumber Daya Aparatur Sipil Negara yang kemudian ditetapkan dengan Undang-
Undang No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara. Undang-Undang
tentang Aparatur Sipil Negara ini mengusulkan pekerjaan pada instansi
pemerintahan di tingkat nasional dan subnasional serta perwakilan Republik
Indonesia ditetapkan sebagai profesi yang bebas dari intervensi politik, bebas dari
praktek penyalahgunaan wewenang seperti korupsi, kolusi dan nepotisme, yang
memiliki nilai-nilai dasar, kode etik, standar kualifikasi dan kompetensi tententu
yang pelaksanaannya ditetapkan dengan dengan undang-undang.
Manajemen Sumber Daya ASN pada Undang-Undang Aparatur Sipil Negara
tersebut bertujuan untuk sumber daya ASN Indonesia yang mampu mendukung
secara efektif pelaksanaan strategi pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan dan
pembangunan nasional dalam rangka mencapai tujuan Pembangunan Nasional
yaitu mewujudkan Indonesia yang Maju, Makmur dan Mandiri pada Tahun 2025.
Untuk mewujudkan Sumber Daya Aparatur Sipil Negara dengan jumlah,
komposisi, dan mutu sesuai dengan strategi pemerintahan Negara dan
pembangunan nasional sesuai dengan amanat UUD NKRI Tahun 1945, yang
dilaksanakan secara terencana dan bertahap dengan Rencana Pembangunan
Jangka Panjang Tahun 2005-2024, arah kebijakan dalam penciptaan tata
pemerintahan yang bersih dan berwibawa dari perspektif manajemen sumber daya
aparatur sipil Negara adalah dengan menetapkan Aparatur Sipil Negara sebagai
suatu profesi terhormat yang bebas dari intervensi politik, bebas dari praktek
KKN, dan memiliki kualifikasi dan kompetensi yang diatur dengan peraturan
perundang-undangan.

78
Pada Undang-Undang ASN mengandung ketentuan ketentuan pokok tentang
manajemen profesi Aparatur Sipil Negara yang mencakup ketentuan-ketentuan
mengenai norma-norma dasar, etika profesi untuk Aparatur Sipil Negara,
kualifikasi dan standar kompetensi untuk tiap tiap jabatan dalam profesi Aparatur
Sipil Negara, pengadaan, pembinaan, pemberhentian, penggajian dan
kesejahteraan, dan penyelesaian sengketa antara pegawai dan atasan, serta
kelembagaan dalam manajemen Aparatur Sipil Negara.

B. REGULASI MENGENAI KELEMBAGAAN DALAM MANAJEMEN


ASN
 Landasan filosofis

Pada hakikatnya diadakannya kelembagaan dalam manajemen ASN adalah


merupakan perwujudan dari kehendak konstitusi atau Undang Undang Dasar
Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disebut UUD
NKRI Tahun 1945). Dikatakan merupakan kehendak konstitusi karena dalam
Alinea Ke-empat UUD NKRI Tahun 1945 dicantumkan tugas konstitusional
Pemerintah Negara Republik Indonesia, adalah “.. melindungi segenap bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan
ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan
sosial …”. Pada Alinea Ke-empat tersebut tersirat makna bahwa Pemerintahan
Negara yang diperintahkan oleh UUD NKRI Tahun 1945 adalah pemerintahan
demokratis, desentralistis, bersih dari praktek KKN, serta yang mampu
menyelenggarakan pelayanan publik secara adil dalam hal untuk mewujudkan tata
pemerintahan yang baik atau good governance.

Untuk menyelengarakan pemerintahan seperti tersebut perlu dibangun


Aparatur Negara yang profesional, berintegritas tinggi, serta berkemampuan dan
kinerja tinggi. Manajemen sumber daya aparatur sipil negara merupakan salah
satu bagian penting dari pengelolaan pemerintahan negara yang bertujuan untuk
membantu dan mendukung seluruh sumber daya manusia aparatur sipil negara
untuk merealisasikan seluruh potensi mereka sebagai pegawai pemerintah dan

79
sebagai warga negara. Paradigma ini mengharuskan perubahan pengelolaan
sumber daya tersebut dari perspektif lama manajemen kepegawaian yang
menekankan hak dan kewajiban individual pegawai, menuju pespektif baru yang
menekankan pada manajemen pengembangan sumber daya manusia secara
strategis (strategic human resource management) agar selalu tersedia sumber
daya aparatur sipil negara unggulan selaras dengan dinamika perubahan misi
aparatur sipil negara. Maka dalam hal perwujudannya dibutuhkan sebuah
intrumen untuk dalam hal ini yaitu kelembagaan dalam manajemen Aparatur Sipil
Negara untuk terealisasinya tujuan terebut.

 Landasan Yuridis
Pengaturan ASN tidak terlepas dari pengaturan kepegawaian negara yang
telah berlangsung dalam perjalanan panjang yang dilakukan oleh pemerintah.
Undang-undang yang selama ini menjadi dasar pengelolaan kepegawaian
negara adalah: Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok
Kepegawaian sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 43
Tahun 1999. UU No. 8 Tahun 1974 pembuatannya dalam suasana sistem
politik dan sistem pemerintahan yang otoriter dan sentralistik. Sedangkan UU
No.43 Tahun 1999 pembuatannya dalam suasana pemerintahan reformasi. 25 Di
dalam pelaksanaannya kedua Undang-undang yang berbeda jiwa
pembuatannya digunakan bersama-sama. UU No.43 Tahun 1999 merevisi dan
bukan menghapus UU No 8 Tahun 1974.
Dari perjalanan pelaksanaan kedua Undang-Undang tersebut menurut
para pakar terjadi sikap yang ambivalen: di satu sisi sesuai dengan era
reformmasi dilakukan desentralisasi ke daerah, di sisi lain peranan pemerintah
pusat melalui kementerian sektor memperkuat peran sentralnya. Pada
Pelaksanaannya manajemen aparatur sipil negara belum berdasarkan pada
perbandingan antara kompetensi dan kualifikasi yang diperlukan oleh jabatan
dengan kompetensi dan kualifikasi yang dimiliki calon dalam rekrutmen,
pengangkatan, penempatan, dan promosi pada jabatan sejalan dengan tata
kelola pemerintahan yang baik. Misalnya seperti persoalan rekrutmen dan
25
Miftah Thoha, “Konsep Perubahan UU Kepegawaian” - Kantor Kota Sukabumi KONSEP
PERUBAHAN UNDANG-UNDANG KEPEGAWAIAN,” Management Kepegawaian Universitas Gajah
Mada, sukabumikota.kemenag.go.id file dokumen.

80
promosi menjadi rumit syarat dengan bisnis. Hal ini yang menjadikan DPR
sejak tahun 2011 berinisiatif merancang RUU Kepegawaian. Keberadaan UU
ASN sebagai pengganti UU Kepegawaiwan sebelumnya yang diperuntukan
untuk meningkatkan:
1. Efektivitas pelaksanaan tugas pemerintahan dan pembangunan
2. Independensi PNS dari tekanan politik
3. Profesionalisme birokrasi
4. Kompetensi aparatur
5. Kinerja PNS
6. Kapasitas kelembagaan bidang SDM Aparatur
7. Integritas birokrasi
8. Kesejahteraan PNS
9. Kualitas pelayanan public
10. Pembinaan dan pengawasan.

Perubahan regulasi atau pengaturan tersebut dilakukan untuk terlaksananya


manajemen pengembangan sumber daya manusia aparatur negara agar selalu maju
dan memiliki kualifikasi dan kompetensi yang diperlukan untuk melaksanakan
tugas dan fungsi pemerintahan dan pembangunan selaras dengan berbagai
tantangan yang dihadapi bangsa Indonesia.
Dalam mewujudkan “berlangsungnya kegiatan administrasi negara”
pelaksanaannya dilakukan oleh aparatur sipil negara sebagai sumber daya manusia
penggerak birokrasi pemerintah. Dalam hal untuk mewujudkan aparatur sipil
negara sebagai bagian dari reformasi birokrasi, dalam rangka pelaksanaan cita-
cita bangsa dan mewujudkan tujuan negara sebagaimana tercantum dalam
pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, perlu
dibangun aparatur sipil negara yang memiliki integritas, profesional, netral dan
bebas dari intervensi politik, bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme,
serta mampu menyelenggarakan pelayanan publik bagi masyarakat dan mampu
menjalankan peran sebagai unsur perekat persatuan dan kesatuan bangsa

81
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945.26

Maka berdasarkan hal-hal tersebut dibutuhkan lembaga-lembaga dalam


manajemen aparatur sipil negara yang harus diatur secara jelas dalam Undang-
Undang, khususnya dalam hal ini pengaturannya pada Undang-Undang No. 5
Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara. Kelembagaan dalam Manajemen ASN
ini terdiri dari Presiden, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara, Komisi
Aparatur Sipil Negara, Lembaga Administrasi Negara, dan Badan Kepegawaian
Negara. Selain itu, lembaga-lembaga menejemen aparatur sipil negara juga diatur
dalam Undang-undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, yaitu
Kepala Daerah sebagai pembina kepegawaian dan dilaksanakan oleh BKD.

C. Kelembagaan Dalam Majemen ASN Pada Undang-Undang No. 5 Tahun


2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN)
Kelembagaan dalam Manajemen ASN ini terdiri dari Presiden, Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara, Komisi Aparatur Sipil Negara, Lembaga
Administrasi Negara, dan Badan Kepegawaian Negara.
1. PRESIDEN
Berdasarkan Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, dinyatakan bahwa Presiden sebagai Kepala Pemerintahan.
Sebagai konsekuensi dari hal tersebut, Presiden berkedudukan sebagai pemegang
kewenangan atributif berdasarkan UUD 1945 yang artinya presiden memiliki
kekuasaan tertinggi dalam urusan pemerintahan atau dapat dikatakan juga sebagai
pemegang kekuasaan eksekutif tertinggi. Presiden dalam hal menjalankan fungsi
pemerintahan dan membuat suatu kebijakan dapat dikatakan juga sebagai sebuah
lembaga.
Dalam konsep Hukum Administrasi Negara, Presiden sebagai kepala
Pemerintah berdampak bahwa Presiden mempunyai kewenangan mengatur dan
mengurus dalam rangka melaksanakan tugas-tugas pemerintahan. Untuk
melaksanakan tugas maupun kewenangannya Presiden dibantu oleh para Menteri
di tingkat Pemerintah Pusat dan Gubernur, Bupati dan walikota di tingkat
26
Undang-Undang No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara.

82
Pemerintah daerah, yang berkedudukan sebagai aparatur pemerintah di bawah
Presiden. Pelaksanaan tugas-tugas umum Pemerintahan dilaksanakan melalui tata
kerja yang saling berkaitan dan berkesinambungan, dimana hal itu disebut sebagai
suatu “birokrasi Pemerintah”. Pada dasarnya tugas yang dibebankan kepada
aparatur pemerintah melalui birokrasi pemerintah, dilaksanakan oleh para pegawai
negeri baik yang berkedudukan di Pemerintah Pusat maupun di Pemerintah
Daerah.
Presiden sebagai penyelenggara tertinggi urusan pemerintahan merupakan
pelaksana pemerintahan negara termasuk fungsi pembinaan terhadap profesi dan
manajemen pengembangan sumber daya Aparatur Negara. Aparatur Negara ini
terdiri dari;
1. TNI,
2. POLRI, dan
3. unsur Aparatur Sipil Negara (ASN) yang mana ASN sebagai unsur
Aparatur Negara terdiri dari PNS dengan kualifikasi jabatan golongan II/a
sampai dengan IV/b dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja
(PPPK), Aparatur Administrasi dan Aparatur fungsional, dan Aparatur
eksekutif senior dengan kualifikasi jabatan golongan IV/c sampai dengan
IV/f.

Dalam pelaksanaan pembinaan TNI sebagai Aparatur Militer Negara, Presiden


mendelegasikan kewenangan administrasi dan personalia kepada menteri
pertahanan, dan kewenangan pengguaan kekuatan militer kepada panglima TNI.
Serta dalam pembinaan Polri, Presiden mendelegasikan kewenangannya kepada
Kapolri, Kemudian dalam penyelenggaraan Manajemen ASN Presiden
mendelegasikan kewenangannya kepada Mentri Pendayagunaan Aparatur Negara,
KASN, BKN dan LAN, kemudian terhadap pelaksanaan pembinaan Manajemen
ASN Presiden mendelegasikan kewenagannya kepada Pejabat yang Berwenang di
kementerian, sekretaris jenderal/sekretariat lembaga negara, secretariat lembaga
nonstruktural, sekretaris daerah provinsi dan kabupaten/kota. Presiden selaku
pemegang kekuasan dalam Pembina Manajemen ASN dapat dilihat pada Pasal 25
UU No.5 Tahun 2014 tentang ASN, yang mana pada pasal tersebut disebutkan
bahwa pemegang kekuasaan pemerintahan tertinggi dalam kebijakan, pembinaan

83
profesi, dan Manajemen Aparatur Sipil Negara (ASN). Presiden berdasarkan
kewenangan atributif yang di berikan oleh UUD 1945 memiliki tanggungjawab
akhir atas penyelenggaraan pemerintahan yang dilaksanakan baik oleh pemerintah
pusat maupun pemerintah daerah.

2. Menteri Pendayaguna Aparatur Negara dan Reformasi Birokrari


(MENPAN dan RB)
Sebagai sebuah kementrian negara, lembaga ini bertugas membantu presiden
dalam merumuskan kebijakan dan kordinasi di bidang pendayagunaan aparatur
sipil negara. Berdasarkan ketentuan umum Pasal 1 angka 18 Undang-Undang
No.5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara menteri ASN adalah menteri
pendayaguna aparatur negara yang dalam hal ini MENPAN Dan RB.27
Dalam menyelenggarakan manajemen aparatur sipil negara tersebut Menteri
Pendayagunaan Aparatur Sipil Negara (MENPAN) memperoleh kewenangan
delegasi yang diberikan oleh presiden selaku pemegang kekuasaan pemerintah
tertinggi/ pemegang kewenangan atributif dalam pembinaan profesi dan ASN.
MENPAN sebagai pemegang kewengan delegasi yang diberikan oleh presiden
Maka dalam hal ini pertanggung jawaban terhadap setiap kewenangan yang telah
diberikan melekat pada MENPAN itu sendiri, namun dalam hal ini MENPAN
memiliki kewajiban melaporkan laporan pertanggung jawaban kepada presiden
dan evaluasi dari setiap pelaksanaan tugas dan fungsinya sebagaiman diatur dalam
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2008 Tentang Kementerian
Negara pasal 3 yang menyatakan “Kementerian berada di bawah dan bertanggung
jawab kepada Presiden”. 28
Keberadaan Kementerian Negara Republik Indonesia diatur secara tegas
dalam Pasal 17 UUD Negara Republik Indonesia Tahun 194529 yang menyatakan:

1. Presiden dibantu oleh menteri-menteri negara.


2. Menteri-menteri itu diangkat dan diberhentikan oleh Presiden.
3. Setiap menteri membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan.

27
Sri Hartini, Hukum Kepegawaian di INDONESIA,HAL : 22
28
UU NO.39 Tahun 2008 Tentang Kementerian Negara
29
Undang-Undang Dasar 1945

84
4. Pembentukan, pengubahan, dan pembubaran kementerian negara diatur
dalam undang-undang.
Konsekuensi dari hal ini yaitu "Presiden yang berhak evaluasi. Presiden yang
menentukan dan mengeluarkan pertimbangan untuk melihat kinerja para
pembantunya,"

Kewenangan MENPAN : menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang


pendayagunaan aparatur negara, berkaitan dengan kewenangan perumusan dan
penetapan kebijakan, koordinasi dan sinkronisasi kebijakan, serta pengawasan
atas pelaksanaan kebijakan ASN;
Sebagaimana diatur dalam pasal 26 Undang-Undang no. 5 tahun 2014 tentang
Aparatur Sipil Negara30
(1) Menteri berwenang menetapkan kebijakan di bidang pendayagunaan
Pegawai ASN.
(2) Kebijakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. kebijakan reformasi birokrasi di bidang sumber daya manusia;
b. kebijakan umum pembinaan profesi ASN;
c. kebijakan umum Manajemen ASN, klasifikasi jabatan ASN, standar
kompetensi jabatan Pegawai ASN, kebutuhan Pegawai ASN secara
nasional, skala penggajian, tunjangan Pegawai ASN, dan sistem pensiun
PNS.
d. pemindahan PNS antarjabatan, antardaerah, dan antarinstansi;
e. pertimbangan kepada Presiden dalam penindakan terhadap Pejabat yang
Berwenang dan Pejabat Pembina Kepegawaian atas penyimpangan
Sistem Merit dalam penyelenggaraan Manajemen ASN; dan
f. penyusunan kebijakan rencanakerja KASN, LAN, dan BKN di bidang
Manajemen ASN.

Tugas dan Fungsi :


Dalam melaksanakan manajemen ASN Menteri Pedayagunaan Aparatur
Sipil Negara (MENPAN) memiliki tugas dan fungsi sebagaimana diatur dalam
Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Dan Reformasi Birokrasi

30
Undang-Undang no. 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara

85
Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2016 Tentang Organisasi Dan Tata Kerja
Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara Dan Reformasi Birokrasi adalah
sebagai berikut :
“Pasal 2 Kementerian PANRB mempunyai tugas menyelenggarakan urusan di
bidang pendayagunaan aparatur negara dan reformasi birokrasi untuk membantu
Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara.”
Pasal 3 Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2,
Kementerian PANRB menyelenggarakan fungsi:

a. perumusan dan penetapan kebijakan di bidang reformasi birokrasi,


akuntabilitas aparatur dan pengawasan, kelembagaan dan tata laksana,
sumber daya manusia aparatur, dan pelayanan publik;
b. koordinasi dan sinkronisasi pelaksanaan kebijakan di bidang reformasi
birokrasi, akuntabilitas aparatur dan pengawasan, kelembagaan dan tata
laksana, sumber daya manusia aparatur, dan pelayanan publik;
c. koordinasi pelaksanaan tugas, pembinaan, dan pemberian dukungan
administrasi kepada seluruh unsur organisasi di lingkungan Kementerian
PANRB;
d. koordinasi pelaksanaan supervisi dan pengawasan penyelengaraan
administrasi pemerintahan;
e. pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab
Kementerian PANRB; dan
f. pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan Kementerian PANRB.

Susunan Struktur :
Adapun susunan struktur organisasi dalam MENPAN yaitu :
Diatur dalam Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Dan Reformasi
Birokrasi Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2016 31
Tentang Organisasi Dan
Tata Kerja Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara Dan Reformasi
Birokrasi pasal 4 yang menyatakan Susunan organisasi Kementerian PANRB,
terdiri atas:
a. Sekretariat Kementerian;
31
Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Dan Reformasi Birokrasi Republik
Indonesia Nomor 3 Tahun 2016Tentang Organisasi Dan Tata Kerja Kementerian Pendayagunaan
Aparatur Negara Dan Reformasi Birokrasi

86
b. Deputi Bidang Reformasi Birokrasi, Akuntabilitas Aparatur, dan
Pengawasan;
c. Deputi Bidang Kelembagaan dan Tata Laksana;
d. Deputi Bidang Sumber Daya Manusia Aparatur;
e. Deputi Bidang Pelayanan Publik;
f. Inspektorat;
g. Staf Ahli Bidang Politik dan Hukum;
h. Staf Ahli Bidang Pemerintahan dan Otonomi Daerah;
i. Staf Ahli Bidang Administrasi Negara; dan
j. Staf Ahli Bidang Budaya Kerja.

3. KOMISI APARATUR SIPIL NEGARA (KASN)

87
Komisi Aparatur Sipil Negara (selanjutnya disingkat KASN) merupakan
bagian dari kelembagaan dalam manajemen Aparatur Sipil Negara (ASN) yang di
bentuk berdasarkan Undang-Undang No. 5 tahun 2014 tentang ASN. Lembaga
KASN berkedudukan di ibukota negara. KASN merupakan lembaga nonstruktural
yang mandiri dan bebas dari intervensi politik untuk menciptakan Pegawai ASN
yang profesional dan berkinerja, memberikan pelayanan secara adil dan netral,
serta menjadi perekat dan pemersatu bangsa. Dalam menyelenggarakan
manajemen aparatur sipil negara Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN)
memperoleh kewenangan delegasi yang diberikan oleh presiden selaku pemegang
kekuasaan pemerintah tertinggi/ pemegang kewenangan atributif dalam
pembinaan profesi dan ASN.

 Pengankatan dan Pemberhentian KASN


Pengangkatan dan pemeberhentian Komisi Aparatur Sipil Negara ini
dilakukan oleh Presiden selaku pemegang kekuasaan tertinggi pemerintahan
dalam pelaksanaan kebijakan, pembinaan profesi, dan Manajemen ASN. Adapun
tata cara/syarat-syarat pengangkatan dan pemeberhentian KASN diatur dalam
Pasal 38 sampai dengan Pasal 41 Undang-Undang No. 5 Tahun 2015 tentang
ASN.

Pengangkatan
Pengangkatan anggota KASN dilakukan dengan melalui proses seleksi oleh
tim seleksi yang dibentuk oleh Mentri. Tim seleksi melakukan proses seleksi
anggota KASN dengan mengumumkan secara terbuka lowongan tersebut kepada
masyarakat secara luas, melakukan penilaian pengetahuan, kompetensi, integritas
moral, rekam jejak calon, dan uji publik. Sebelum dilakukannya proses
penyeleksian dalam hal pengangkatan anggota KASN, tiap-tiap calon anggota
KASN harus memenuhi kriteria atau persyaratan yang telah ditentukan. Adapun
syarat yang harus dipenuhi untuk dapat menjadi anggota KASN yaitu antara
lain,sebagai berikut:
1. warga negara Indonesia;

88
2. setia dan taat kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945;
3. berusia paling rendah 50 (lima puluh) tahun pada saat mendaftarkan diri
sebagai calon anggota KASN;
4. tidak sedang menjadi anggota partai politik dan/atau tidak sedang
menduduki jabatan politik;
5. mampu secara jasmani dan rohani untuk melaksanakan tugas;
6. memiliki kemampuan, pengalaman, dan/atau pengetahuan di bidang
manajemen sumber daya manusia;
7. berpendidikan paling rendah strata dua (S2) di bidang administrasi
negara, manajemen sumber daya manusia, kebijakan publik, ilmu
hukum, ilmu pemerintahan, dan/atau strata dua (S2) di bidang lain yang
memiliki pengalaman di bidang manajemen sumber daya manusia;
8. tidak merangkap jabatan pemerintahan dan/atau badan hukum lainnya; dan
9. tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah
memiliki kekuatan hukum tetap.
Selanjutnya setelah dilakukannya proses penyeleksian Presiden menetapkan
ketua, wakil ketua, dan anggota KASN dari anggota KASN terpilih yang
diusulkan oleh tim seleksi. Ketua, wakil ketua, dan anggota KASN ditetapkan dan
diangkat oleh Presiden selaku pemegang kekuasaan tertinggi dalam pelaksanaan
kebijakan, pembinaan profesi, dan Manajemen ASN, untuk masa jabatan
selama 5 (lima) tahun dan hanya dapat diperpanjang untuk 1 (satu) kali masa
jabatan.

Pemberhentian
Anggota KASN berhenti atau diberhentikan oleh Presiden pada masa jabatannya,
apabila:
a. meninggal dunia;
b. mengundurkan diri;
c. tidak mampu jasmani atau rohani sehingga tidak dapat menjalankan
kewajiban sebagai anggota KASN;

89
d. dihukum penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memiliki
kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana kejahatan jabatan atau
tindak pidana umum; atau
e. menjadi anggota partai politik dan/atau menduduki jabatan negara.

Anggota KASN yang berhenti pada masa jabatannya digantikan oleh calon
anggota yang diusulkan oleh tim seleksi. Apabila Presiden tidak menyetujui atau
yang bersangkutan tidak bersedia, Menteri membentuk tim seleksi untuk
menyeleksi calon anggota pengganti yang kemudian akan diusulkan kepada
Presiden untuk dapat di sahkan sebagai anggota pengganti. Masa tugas dari
anggota pengganti KASN meneruskan sisa masa kerja anggota KASN yang telah
diberhentikan.

 Susunan Organisasi KASN


Susunan keanggotaan KASN diatur dalam Pasal 35 sampai dengan Pasal 37
Undang-Undang No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, yang mena
terdiri dari Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota KASN dari anggota KASN terpilih
yang diusulkan oleh tim seleksi ditetapkan oleh Presiden selaku Kepala Negara.
Anggota KASN terdiri dari unsur sebagai berikut:
1) wakil pemerintah sebanyak 1 (satu) orang;
2) akademisi sebanyak 2 (dua) orang;
3) tokoh masyarakat sebanyak 1 (satu) orang;
4) wakil organisasi ASN sebanyak 1(satu) orang; dan
5) wakil daerah sebanyak 2 (dua) orang.

KASN dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya dibantu oleh Asisten


dan Pejabat Fungsional keahlian yang dibutuhkan. Asisten KASN diangkat dan
diberhentikan oleh ketua KASN berdasarkan persetujuan rapat anggota KASN.
Asisten KASN dapat berasal dari PNS maupun non-PNS yang memiliki
kualifikasi akademik paling rendah strata dua (S2) di bidang administrasi negara,
manajemen publik, manajemen sumber daya manusia, psikologi, kebijakan
publik, ilmu hukum, ilmu pemerintahan, dan/atau strata dua (S2) di bidang lain

90
yang berkaitan dengan manajemen sumber daya manusia.Selain Asisten KASN,
KASN juga dibantu oleh sekretariat yang dipimpin oleh seorang kepala
sekretariat. Kepala sekretariat berasal dari PNS yang diangkat dan diberhentikan
oleh ketua KASN.

 Kewenangan KASN
Komisi Aparatur Sipil Negara memiliki kewenangan dalam hal manajemen
Aparatur Sipil Negara yang didasari atas kewenangan delegasi yang diberikan
oleh preaiden selaku penyelenggara tertinggi atau pemegang kekuasaan atributif
dalam pembinaan profesi dan ASN. Kewenangan yang didelegasikan presiden
kepada KASN yaitu berkaitan dengan kewenangan monitoring dan evaluasi
pelaksanaan kebijakan dan Manajemen ASN untuk menjamin perwujudan
Sistem Merit serta pengawasan terhadap penerapan asas serta kode etik dan
kode perilaku ASN.

Dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 2014 tentang ASN pada Pasal 32 ayat
(1), Komisi Aparatur Sipil Negara memiliki wewenang sebagai berikut :

1. mengawasi setiap tahapan proses pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi


mulai dari pembentukan panitia seleksi instansi, pengumuman lowongan,
pelaksanaan seleksi, pengusulan nama calon, penetapan, dan pelantikan
Pejabat Pimpinan Tinggi;
2. mengawasi dan mengevaluasi penerapan asas, nilai dasar serta kode etik
dan kode perilaku Pegawai ASN;
3. meminta informasi dari pegawai ASN dan masyarakat mengenai laporan
pelanggaran norma dasar serta kode etik dan kode perilaku Pegawai
ASN;
4. memeriksa dokumen terkait pelanggaran norma dasar serta kode etik
dan kode perilaku Pegawai ASN; dan
5. meminta klarifikasi dan/atau dokumen yang diperlukan dari Instansi
Pemerintah untuk pemeriksaan laporan atas pelanggaran norma dasar
serta kode etik dan kode perilaku Pegawai ASN.

91
Terkait dengan kewenangan pengawasan pengisian Jabatan Pimpinan
Tinggi yang dilakukan KASN Pada Pasal 120 UU ASN menyebutkan bahwa
dalam melakukan pengawasan tersebut KASN berhak mendapatkan laporan
dari Pejabat Pembina Kepegawaian mengenai proses pengisian Jabatan
Pimpinan Tinggi, selain itu KASN berhak melakukan penngawasan pengisian
Jabatan Pimpinan Tinggi baik berdasarkan laporan dari PPK maupun atas
inisiatif sendiri. Atas penngawasan yang dilakukan KASN, KASN berwenang
untuk memberikan rekomendasi-rekomendasi dalam pengisian Jabatan
Pimpinan Tinggi tertentu, dan rekomendasi-rekomendasi yang diberikan oleh
KASN terkait kewenangan pengawasan yang dilakukannya tersebut bersifat
mengikat.

Komisi Aparatur sipil Negara dalam melaksanakan kewenangan dalam hal


pengawasan dan evaluasi penerapan asas, nilai dasar serta kode etik dan
kode perilaku Pegawai ASN berwenang untuk memutuskan adanya
pelanggaran kode etik dan kode perilaku Pegawai ASN dan hasil pengawasan
tersebut disampaikan kepada Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) untuk
wajib ditindak lanjuti.

 Tugas dan Fungsi KASN


Dalam melaksanakan manajemen ASN Komisi Aparatur Sipil Negara
(KASN) memiliki tugas dan fungsi sebagaimana diatur dalam Undang-
Undang No.5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, yaitu sebagai
berikut:

Tugas KASN
Berdasarkan ketentuan dalam pasal 31 ayat (1) KASN memiliki tugas sebagai
berikut;
1. menjaga netralitas Pegawai ASN;
2. melakukan pengawasan atas pembinaan profesi ASN; dan
3. melaporkan pengawasan dan evaluasi pelaksanaan kebijakan Manajemen
ASN kepada Presiden.

92
Dalam melaksanakan tugas tersebut terdapat beberapa hal yang harus
dilakukan oleh KASN, diantaranya yaitu;
a) penelusuran data dan informasi terhadap pelaksanaan Sistem Merit dalam
kebijakan dan Manajemen ASN pada instansi Pemerintah,
b) melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan fungsi Pegawai ASN
sebagai pemersatu bangsa,
c) menerima laporan terhadap pelanggaran norma dasar serta kode etik dan
kode perilaku Pegawai ASN,
d) melakukan penelusuran data dan informasi atas prakarsa sendiri terhadap
dugaan pelanggaran norma dasar serta kode etik dan kode perilaku
Pegawai ASN, dan
e) melakukan upaya pencegahan pelanggaran norma dasar serta kode etik
dan kode perilaku Pegawai ASN.

Dalam hal melaksanakan tugas monitoring dan evaluasi pelaksanaan


manajemen Aparatur Sipil Negara, Komisi Aparatur Sipil Negara
berkoordinasi dengan lembaga yang menyelenggarakan urusan pemerintahan
di bidang kepegawaian khususnya terkait dengan pengawasan dan
pengendalian penyelenggaraan manajemen Aparatur Sipil Negara. Pelaksanan
tugas-tugas sebagaimana yang telah diuraikan tersebut berpedoman pada
kebijakan yang ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan di
bidang pendayagunaan aparatur negara dan reformasi birokrasi.

Pada tatanan praktik pelaksanaan tugas KASN wajib menerapkan prinsip


koordinasi, integrasi, dan sinkronisasi baik secara internal di lingkungan
Komisi Aparatur Sipil Negara maupun secara eksternal dengan instansi lain di
luar Komisi Aparatur Sipil Negara yang terkaitsesuai dengan tugas masing-
masing baik dengan instansi pusat maupun instansi daerah.

93
Fungsi KASN
Berdasarkan ketentuan Pasal 30 UU ASN, KASN berfungsi mengawasi
pelaksanaan norma dasar, kode etik dan kode perilaku ASN, serta penerapan
Sistem Merit dalam kebijakan dan Manajemen ASN pada Instansi Pemerintah.
KASN melaporkan pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenangnya,
termasuk yang berkaitan dengan kebijakan dan kinerja ASN paling kurang 1
(satu) kali pada akhir tahun kepada Presiden dan salinan laporannya
ditembuskan kepada menteri yang menyelenggarakan urusan di bidang
pendayagunaan aparatur negara dan reformasi birokrasi.

 Asas Dalam Penyelenggaraan Tugas dan Wewenang KASN


Penyelenggaraan tugas dan wewenang KASN dalam Manajemen ASN
berdasarkan pada asas:
1. Profesionalitas,
2. Keadilan,
3. Non-diskriminasi,
4. Tidak memihak,
5. Keterbukaan,
6. Akuntabilitas, dan
7. Kerahasiaan

 Tujuan KASN
Dalam rangka pelaksanaan manajemen Aparatur Sipil Negara (ASN)
memerlukan sebuah instrumen. Salah satu instrumen untuk melaksanakan
manajemen ASN tersebut yaitu lembaga KASN yang di bentuk berdasarkan
undang-undang dengan tujuan:
1. menjamin terwujudnya Sistem Merit dalam kebijakan dan
Manajemen ASN;
2. mewujudkan ASN yang profesional, berkinerja tinggi, sejahtera, dan
berfungsi sebagai perekat Negara Kesatuan Republik Indonesia;
3. mendukung penyelenggaraan pemerintahan negara yang efektif, efisien
dan terbuka, serta bebas dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme;

94
4. mewujudkan Pegawai ASN yang netral dan tidak membedakan
masyarakat yang dilayani berdasarkan suku, agama, ras, dan golongan;
5. menjamin terbentuknya profesi ASN yang dihormati pegawainya dan
masyarakat; dan
6. mewujudkan ASN yang dinamis dan berbudaya pencapaian kinerja.

Berdasarkan paparan tersebut dapat terlihat bahwa inti dari dibentuknya


lembaga manajemen ASN ini yaitu untuk tercapainya reformasi birokrasi
sehingga terwujudnya cita-cita negara sebagaimana yang tertuang dalam UUD
NKRI Tahun 1945 yaitu untuk memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia.

 Dasar Hukum KASN;


1. UU No. 5 tahun 2014 tentang ASN
2. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 118 Tahun 2014 Tentang
Sekretariat, Sistem Dan Manajemen Sumber Daya Manusia, Tata Kerja,
Serta Tanggung Jawab Dan Pengelolaan Keuangan Komisi Aparatur Sipil
Negara Pengertian lembaga (kasi sumber kutipan)

 Kewenangan Pejabat ASN Dikaitkan Dengan Pasal 10 UU ASN


Ada tiga fungsi dan tugas pegawai ASN yakni pelaksana kebijakan
publik, pelayanan publik dan perekat bangsa. Sedangkan tugasnya adalah
melaksanakan kebijakan publik yangdibuat oleh pejabat negara,
memberikan pelayanan publik yang profesional dan berkualitas serta
mempererat persatuan dan kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI).
Fungsi dantugas terakhir adalah bersifat normatif untuk menjaga
keutuhan bangsa dan negara.Jabatan pegawai ASN pun dibagi atas tiga
yakni jabatan administrasi, jabatan fungsionaldan eksekutif senior. Jabatan
administrasi meliputi jabatan pelaksana yang bertanggun gjawab

95
melaksanakan kegiatan pelayanan publik, administrasi pemerintahan, dan
pembangunan; jabatan pengawas bertanggungjawab mengawasi
pelaksanaan kegiatan yang dilakukan oleh pejabat pelaksana; sedang
jabatan administrator bertanggungjawab memimpin pelaksanaan
seluruhkegiatan pelayanan publik, administrasi pemerintahan dan
pembangunan.Jabatan pegawai ASN lainnya selain jabatan administrasi
adalah jabatan fungsional yang terdiri dari jabatan fungsional keahlian dan
jabatan fungsional keterampilan. Jabatan fungsional keahlian terdiri atas
ahli pertama, ahli muda, ahli madya dan ahli utama. Sedangkan
jabatanfungsional keterampilan terdiri atas jenjang: pemula, terampil dan
mahir.
Semua jabatanfungsional akan diatur lebih lanjut melalui Peraturan
Menteri teknis.Selain jabatan administrasi dan jabatan fungsional adalah
jabatan eksekutif senior.Jabatan ini memiliki kedudukan yang tertinggi
dalam struktur pegawai ASN. Fungsi jabatan ini memimpin dan
mendorong setiap pegawai ASN pada instansi pemerintah dan perwakilan
diluar negeri dalam berbagai bidang keahlian profesional, analis dan
rekomendasi kebijakan sertakepemimpinan manajemen. Untuk menduduki
jabatan eksekutif senior membutuhkan persyaratan tertentu berdasarkan
kompetensi, kualifikasi dan integritas. Fasilitas jabatan ini berupa gaji,
tunjangan dan jaminan sosial.Bagi seluruh PNS terbuka kesempatan
menduduki posisi jabatan eksekutif senior pada jabatan struktural tertinggi
di kementerian, kesekretariatan lembaga negara, lembaga pemerintahnon
kementerian, staf ahli dan analis kebijakan. Sedangkan pada jabatan
struktural tertinggi dilembaga pemerintahan non kementerian, staf ahli dan
analis kebijakan dapat diisi dari non PNS.Pengisian jabatan eksekutif
senior dilakukan oleh lembaga baru bernama KASN (KomisiAparatur
Sipil Negara).32

32
Penulis, Bekerja pada Ombudsman RI Perwakilan Sulsel

96
4. LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA (LAN)
Lembaga Administrasi Negara yang selanjutnya disingkat LAN adalah
lembaga pemerintah nonkementerian yang diberi kewenangan melakukan
pengkajian, pendidikan dan pelatihan ASN sebagaimana diatur dalam undang-
undang. Ketentuan fungsi, tugas, dan kewenangan LAN terdapat dalam Pasal
43, Pasal 44, dan Pasal 45 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang
Aparatur Sipil Negara dan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Presiden.

 Pengangkatan dan Pemberhentian Anggota LAN


Didalam Peraturan Presiden Nomor 57 tahun 2013 tentang LAN
BAB IV tentang Eselon, Pengangkatan, dan Pemberhentian Pasal 37
berbunyi :
a. Kepala adalah jabatan struktural eselon I.a.
b. Sekretaris Utama dan Deputi adalah jabatan struktural eselon I.a.
c. Kepala Biro, Kepala Pusat, dan Inspektur adalah jabatan struktural
eselon II.a.
d. Kepala Bagian dan Kepala Bidang adalah jabatan struktural eselon
e. Kepala Subbagian dan Kepala Subbidang adalah jabatan struktural
eselon IV.a

Kepala diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas usul menteri


yang membidangi urusan pemerintahan di bidang pendayagunaan aparatur
negara dan reformasi birokrasi. Kemudian Sekretaris Utama dan Deputi
diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas usul menteri yang
membidangi urusan pemerintahan di bidang pendayagunaan aparatur
negara dan reformasi birokrasi berdasarkan usulan Kepala. Sedangkan
Pejabat struktural eselon II ke bawah diangkat dan diberhentikan oleh
Kepala.Pejabat struktural eselon III ke bawah diangkat dan diberhentikan
oleh pejabat yang diberi pelimpahan wewenang oleh Kepala.

97
 Fungsi dan Tugas
Fungsi LAN:
a. pengembangan standar kualitas pendidikan dan pelatihan Pegawai
ASN;
b. pembinaan pendidikan dan pelatihan kompetensi manajerial Pegawai
ASN;
c. penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan kompetensi manajerial
Pegawai ASN baik secara sendiri maupun bersama-sama lembaga
pendidikan dan pelatihan lainnya;
d. pengkajian terkait dengan kebijakan dan Manajemen ASN; dan
e. melakukan akreditasi lembaga pendidikan dan pelatihan Pegawai ASN,
baik sendiri maupun bersama lembaga pemerintah lainnya.

Tugas LAN:
a. meneliti, mengkaji, dan melakukan inovasi Manajemen ASN sesuai
dengan kebutuhan kebijakan;
b. membina dan menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan Pegawai
ASN berbasis kompetensi;
c. merencanakan dan mengawasi kebutuhan pendidikan dan pelatihan
Pegawai ASN secara nasional;
d. menyusun standar dan pedoman penyelenggaraan dan pelaksanaan
pendidikan, pelatihan teknis fungsional dan penjenjangan tertentu, serta
pemberian akreditasi dan sertifikasi di bidangnya dengan melibatkan
kementerian dan lembaga terkait;
e. memberikan sertifikasi kelulusan peserta pendidikan dan pelatihan
penjenjangan;
f. membina dan menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan analis
kebijakan publik; dan
g. membina Jabatan Fungsional di bidang pendidikan dan pelatihan.

 Kewenangan LAN
LAN berwenang:

98
a. mencabut izin penyelenggaraan pendidikan dan latihan Pegawai ASN
yang melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan;
b. memberikan rekomendasi kepada Menteri dalam bidang kebijakan dan
Manajemen ASN; dan
c. mencabut akreditasi lembaga pendidikan dan pelatihan Pegawai ASN
yang tidak memenuhi standar akreditasi.

Di dalam Peraturan Presiden No 57 Tahun 2013 Pasal 1 ayat 1


yang berbunyi Lembaga Administrasi Negara yang selanjutnya disebut
LANadalah lembaga pemerintah nonkementerian yang berada di bawah
dan bertanggung jawab kepada Presiden melalui menteri yang membidangi
urusan pemerintahan di bidang pendayagunaan aparatur negara dan
reformasi birokrasi.
Dalam melaksanakan tugas dan fungsi, LAN dikoordinasikan oleh
menteri yang membidangi urusan pemerintahan di bidang pendayagunaan
aparatur negara dan reformasi birokrasi yang terdiri atas:
a. Kepala;
b. Sekretariat Utama;
c. Deputi Bidang Kajian Kebijakan;
d. Deputi Bidang Pendidikan dan Pelatihan Aparatur; dan
e. Deputi Bidang Inovasi Administrasi Negara.
Kepala mempunyai tugas memimpin LAN dalam melaksanakan
tugas dan fungsinya.Sekretariat Utama adalah unsur pembantu pemimpin
yang berada di bawah dan bertanggung jawabkepada Kepala. Sekretariat
Utama mempunyai tugas melaksanakan koordinasi pelaksanaan tugas,
pembinaan, dan pemberian dukungan administrasi kepada seluruh unit
organisasi di lingkungan LAN.
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8,
Sekretariat Utama menyelenggarakan fungsi:
a. koordinasi kegiatan di lingkungan LAN;
b. koordinasi penyusunan rencana program dan kegiatan di lingkungan
LAN;

99
c. pembinaan dan pemberian dukungan administrasi yang meliputi
ketatausahaan, kepegawaian, keuangan,
d. kerumahtanggaan, arsip, dan dokumentasi di lingkungan LAN;
e. pembinaan dan penyelenggaraan organisasi dan tata laksana, kerja
sama, dan hubungan masyarakat;
f. koordinasi dan penyusunan peraturan perundang-undangan dan bantuan
hukum;
g. penyelenggaraan pengelolaan barang milik negara/kekayaan negara;
dan
h. pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Kepala.

Deputi Bidang Kajian Kebijakan adalah unsur pelaksana sebagian


tugas dan fungsi LAN di bidang kajian kebijakan yang berada di bawah dan
bertanggung jawab kepada Kepala.Deputi Bidang Kajian Kebijakan
mempunyai tugas merumuskan dan melaksanakan kebijakan di bidang
pengkajian reformasi administrasi, sistem administrasi negara dan hukum
administrasi negara, desentralisasi dan otonomi daerah, serta pembinaan
jabatan fungsional analis kebijakan.
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12,
Deputi Bidang Kajian Kebijakan menyelenggarakan fungsi:
a. merumuskan, melaksanakan, serta melakukan pemantauan dan evaluasi
kebijakan di bidang pengkajian reformasi administrasi, sistem
administrasi negara dan hukum administrasi negara, desentralisasi dan
otonomi daerah, serta pembinaan jabatan fungsional analis kebijakan;
b. memberikan bimbingan teknis dan fasilitasi di bidang pengkajian dan
pelaksanaan kebijakan reformasi administrasi, sistem administrasi
negara dan hukum administrasi negara, desentralisasi dan otonomi
daerah, serta pembinaan jabatan fungsional analis kebijakan; dan
c. melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh Kepala.

100
Struktur Organisasi LAN dapat disajikan pada gambar di bawah ini :

5. Badan Kepegawaian Negara


Badan Kepegawaian Negara (BKN) adalah pelaksana dan pembina
administrasi pegawai Instansi pemerintah. Badan Kepegawaian Negara (BKN)
berwenang untuk :
a. Menyelenggarakan pembinaan manajemen kepegawaian ASN
b. Seleksi nasional calon pegawan ASN
c. Menyelenggarakan Pusat Penilaian Kinerja Pegawai ASN
d. Pembinaan pendidikan fungsional analis kepegawaian
Badan Kepegawaian Negara bertanggung jawab memelihara dan
mengembangkan sistem informasi pegawai Asn melalui:
a. Pengumpulan data dan pencatatan informasi pegawai ASN
b. Pemberian informasi data pegawai ASN
c. Penataan administrasi pegawai ASN
Setelah ditetapkan UU No. 43 tahun 1999 tentang pokok-pokok
kepegawaian, kedudukan BKN semakin kuat dan strategis dalam manajemen
PNS. Bukan tidak mungkin bahwa posisi ini kemudian akan bertabrakan
dengan lembaga lain yanng juga turut bertanggung jawab dalam membuat
kebijakan tentang PNS antara lain Kementrian Pendayagunaan Aparatur
Negara. Untuk mengatasi tumpah tindih kewenangan antara kementrian

101
pendayagunaan aparatur negara dengan BKN, presiden mengeluarkan Keppres
No. 103 tahun 2001 tentang kedudukan, tugas, fungsi, kewenangan, susunan
organisasi, dan tata kerja lembaga pemeintah non departemen.
Badan Kepegawaian Negara yang selanjutnya disingkat BKN adalah
lembaga pemerintah nonkementerian yang diberi kewenangan melakukan
pembinaan dan menyelenggarakan Manajemen ASN secara nasional
sebagaimana diatur dalam undang-undang ini. Ketentuan lanjut fungsi, tugas,
dan kewenangan BKN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47, Pasal 48, dan
Pasal 49 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara
dan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Presiden.

 Pengangkatan dan Pemberhentian Anggota BKN


Didalam Peraturan Presiden Nomor 58 tahun 2013 tentang Badan
Kepegawaian Negara didalam BAB IV tentang Eselon, Pengangkatan, dan
Pemberhentian.
Pasal 40 berbunyi Kepala adalah jabatan struktural eselon I.a.Wakil
Kepala, Sekretaris Utama, dan Deputi adalah jabatan struktural eselon I.a.
Kepala Biro, Direktur, Kepala Pusat, dan Inspektur adalah jabatan struktural
eselon II.a. Kepala Bagian, Kepala Subdirektorat, dan Kepala Bidang adalah
jabatan struktural eselon III.a. Kepala Subbagian, Kepala Seksi dan Kepala
Subbidang adalah jabatan struktural eselon IV.a. Didalam Pasal 41
menyebutkan bahwa Kepala diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas
usul menteri yang membidangi urusan pemerintahan di bidang
pendayagunaan aparatur negara dan reformasi birokrasi.
Pasal 42 Wakil Kepala, Sekretaris Utama, dan Deputi diangkat dan
diberhentikan oleh Presiden atas usul menteri yang membidangi urusan
pemerintahan di bidang pendayagunaan aparatur negara dan reformasi
birokrasi berdasarkan usulan Kepala.
Sedangkan Pejabat eselon II ke bawah diangkat dan diberhentikan
oleh Kepala dan Pejabat eselon III ke bawah diangkat dan diberhentikan
oleh pejabat yang diberi pelimpahan wewenang oleh Kepala.

102
 Fungsi BKN
a. pembinaan penyelenggaraan Manajemen ASN;
b. penyelenggaraan Manajemen ASN dalam bidang pertimbangan teknis
formasi, pengadaan,perpindahan antarinstansi, persetujuan kenaikan
pangkat, pensiun; dan
c. penyimpanan informasi Pegawai ASN yang telah dimutakhirkan oleh
Instansi Pemerintah serta bertanggung jawab atas pengelolaan dan
pengembangan Sistem Informasi ASN.

 Tugas BKN
a. mengendalikan seleksi calon Pegawai ASN;
b. membina dan menyelenggarakan penilaian kompetensi serta
mengevaluasi pelaksanaan penilaian kinerja Pegawai ASN oleh Instansi
Pemerintah;
c. membina Jabatan Fungsional di bidang kepegawaian;
d. mengelola dan mengembangkan sistem informasi kepegawaian ASN
berbasis kompetensi didukung oleh sistem informasi kearsipan yang
komprehensif;
e. menyusun norma, standar, dan prosedur teknis pelaksanaan kebijakan
Manajemen ASN;
f. menyelenggarakan administrasi kepegawaian ASN; dan
g. mengawasi dan mengendalikan pelaksanaan norma, standar, dan
prosedur manajemen kepegawaian ASN

 Susunan BKN
Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 58 tahun 2013 tentang
Badan Kepegawaian Negara pasal 1 ayat 1 berbunyi Badan Kepegawaian
Negara yang disebut BKN adalah lembaga pemerintah nonkementerian
yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden melalui
menteri yang membidangi urusan pemerintahan di bidang pendayagunaan
aparatur negara dan reformasi birokrasi.BKN terdiri atas:
a. Kepala;

103
b. Wakil Kepala;
c. Sekretariat Utama;
d. Deputi Bidang Pembinaan Manajemen Kepegawaian;
e. Deputi Bidang Mutasi Kepegawaian;
f. Deputi Bidang Sistem Informasi Kepegawaian; dan
g. Deputi Bidang Pengawasan dan Pengendalian.

Kepala mempunyai tugas memimpin BKN dalam melaksanakan


tugas dan fungsinya. Sedangkan Wakil Kepalamempunyai tugas membantu
Kepala dalam melaksanakan tugas dan fungsinya. Sedangkaan Sekretariat
Utamaadalah unsur pembantu pemimpin yang berada di bawah dan
bertanggung jawab kepada Kepala.
Sekretariat Utama mempunyai tugas melaksanakan koordinasi
pelaksanaan tugas, pembinaan, dan pemberian dukungan administrasi
kepada seluruh unit organisasi di lingkungan BKN.
Sekretariat Utama menyelenggarakan fungsi:
a. koordinasi kegiatan di lingkungan BKN;
b. koordinasi penyusunan rencana, program, dan kegiatan di lingkungan
BKN;
c. pembinaan dan pemberian dukungan administrasi yang meliputi
ketatausahaan, kepegawaian, keuangan, kerumahtanggaan, arsip, dan
dokumentasi di lingkungan BKN;
d. pembinaan dan penyelenggaraan organisasi dan tata laksana, kerjasama,
dan hubungan masyarakat;
e. penyelenggaraan pengelolaan barang milik negara/kekayaan negara; dan
f. pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Kepala.

Deputi Bidang Pembinaan Manajemen Kepegawaian dipimpin oleh


Deputi.Deputi Bidang Pembinaan Manajemen Kepegawaian adalah unsur
pelaksana sebagian tugas dan fungsi BKN di bidang pembinaan manajemen
kepegawaian, yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada
Kepala.Deputi Bidang Pembinaan Manajemen Kepegawaian mempunyai

104
tugas melaksanakan penyusunan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan
teknis di bidang pembinaan kinerja, jabatan karier, kompensasi Pegawai
Negeri Sipil, dan jabatan fungsional yang menjadi kewenangan BKN.

Deputi Bidang Pembinaan Manajemen Kepegawaian


menyelenggarakanfungsi:
a. penyusunan dan penetapan kebijakan teknis di bidang pembinaan kinerja,
jabatan karier, kompensasi Pegawai Negeri Sipil, jabatan fungsional yang
menjadi kewenangan BKN;
b. pelaksanaan kebijakan teknis di bidang pembinaan kinerja, jabatan
karier, kompensasi Pegawai Negeri Sipil, jabatan fungsional yang
menjadi kewenangan BKN;
c. koordinasi dan penyusunan peraturan perundang-undangan;
d. pemberian bimbingan teknis dan fasilitasi di bidang pembinaan kinerja,
jabatan karier, kompensasi Pegawai Negeri Sipil, jabatan fungsional yang
menjadi kewenangan BKN;
e. pelaksanaan pemantauan dan evaluasi di bidangnya; dan
f. pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Kepala.

Deputi Bidang Mutasi Kepegawaian adalah unsur pelaksana


sebagian tugas dan fungsi BKN di bidang mutasi kepegawaian, yang berada
di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala.Deputi Bidang Mutasi
Kepegawaian mempunyai tugas melaksanakan penyusunan, penetapan, dan
pelaksanaan kebijakan teknis di bidang pengadaan, mutasi, pemberhentian
dan pensiun, status dan kedudukan hukum Pegawai Negeri Sipil,
administrasi pensiun Pejabat Negara dan mantan Pejabat Negara.

Deputi Bidang Mutasi Kepegawaian menyelenggarakan fungsi:


a. penyusunan dan penetapan kebijakan teknis di bidang pengadaan, mutasi,
pemberhentian dan pensiun, status dan kedudukan hukum Pegawai Negeri
Sipil;
b. pelaksanaan kebijakan teknis di bidang pengadaan, mutasi, pemberhentian
dan pensiun, serta status dan kedudukan hukum Pegawai Negeri Sipil;

105
c. perumusan pertimbangan teknis perencanaan di bidang pengadaan, mutasi,
pemberhentian dan pensiun, serta status dan kedudukan hukum Pegawai
Negeri Sipil;
d. pelaksanaan administrasi pensiun Pejabat Negara dan mantan Pejabat
Negara;
e. pemberian bimbingan teknis dan fasilitasi di bidang pengadaan, mutasi,
pemberhentian dan pensiun, serta status dan kedudukan hukum Pegawai
Negeri Sipil;
f. pelaksanaan pemantauan dan evaluasi di bidangnya; dan
g. pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Kepala.

Struktur Organisasi BKN dapat disajikan pada gambar di bawah ini :

D. KEPALA DAERAH
Dalam melaksanakan tugas dan fungsi mengenai menejemen aparatur
sipil negara, tentu tidak terlepas dari adanya kepala daerah sebagai pembina
kepegawaian yang berfungsi untuk mengisi jabatan pimpinan tinggi madya.
Kepala daerah sebagaimana di atur dalam pasal 59 ayat (2) Undang-undang
nomor 23 tahun 2014 adalah gubernur untuk wilayah provinsi, Bupati untuk
wilayah kabupaten, dan walikota untuk wilayah Kota. Di dalam pasal 60
dikatakan bahwa Masa jabatan kepala daerah sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 59 ayat (1) adalah selama 5 (lima) tahun terhitung sejak pelantikan dan
sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama hanya untuk satu
kali masa jabatan.
1. Pengangkatan Kepala Daerah

106
Proses pengangkatan Kepaala daerah diatur dalam pasal Pasal 6,
yaitu :
(1) Kepala daerah sebelum memangku jabatannya dilantik dengan
mengucapkan sumpah/janji yang dipandu oleh pejabat yang melantik.
(2) Sumpah/janji kepala daerah sebagaimana dimaksud padaayat (1) adalah
sebagai berikut:
"Demi Allah/Tuhan, saya bersumpah/berjanji akanmemenuhi kewajiban
saya sebagai kepala daerah dengansebaik-baiknya dan seadil-adilnya,
memegang teguhUndang-Undang Dasar Negara Republik
IndonesiaTahun 1945, dan menjalankan segala undang-undang
danperaturannya dengan selurus-lurusnya serta berbaktikepada
masyarakat, nusa, dan bangsa".

Dalam melaksanakaan kewajibannya, kepala daerah ini memiliki


tugas yang harus dilaksanakan sebagaimana diatur dalam pasal 65 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014, yaitu :
a. memimpin pelaksanaan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan
Daerah berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dan
kebijakan yang ditetapkan bersama DPRD;
b. memelihara ketenteraman dan ketertiban masyarakat;
c. menyusun dan mengajukan rancangan Perda tentang RPJPD dan
rancangan Perda tentang RPJMD kepada DPRD untuk dibahas bersama
DPRD, serta menyusun dan menetapkan RKPD;
d. menyusun dan mengajukan rancangan Perda tentang APBD, rancangan
Perda tentang perubahan APBD, dan rancangan Perda tentang
pertanggungjawaban pelaksanaan APBD kepada DPRD untuk dibahas
bersama;
e. mewakili Daerahnya di dalam dan di luar pengadilan, dan dapat
menunjuk kuasa hukum untuk mewakilinya sesuai dengan ketentuan
peraturan perundangundangan;
f. mengusulkan pengangkatan wakil kepala daerah; dan

107
g. melaksanakan tugas lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Sebagai pemimpin daerah, kepala daerah ini juga memiliki
beberapa wewenang yang diatur dalam pasal 65 ayat (2), yaitu:
a. mengajukan rancangan Perda;
b. menetapkan Perda yang telah mendapat persetujuanbersama DPRD;
c. menetapkan Perkada dan keputusan kepala daerah;
d. mengambil tindakan tertentu dalam keadaan mendesakyang sangat
dibutuhkan oleh Daerah dan/ataumasyarakat;melaksanakan wewenang
lain sesuai dengan ketentuanperaturan perundang-undangan.

2. Pemberhentian Kepala Daerah


Dalam pasal 78 ayat (1), kepala aerah berhenti dari jabatannya
karena:
a. meninggal dunia;
b. permintaan sendiri; atau
c. diberhentikan.
Ayat (2) Kepala Daerah diberhentikan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf c karena:
a. berakhir masa jabatannya;
b. tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutanatau berhalangan
tetap secara berturut-turut selama6 (enam) bulan;
c. dinyatakan melanggar sumpah/janji jabatan kepaladaerah/wakil kepala
daerah;
d. tidak melaksanakan kewajiban kepala daerah dan wakilkepala daerah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67huruf b;
e. melanggar larangan bagi kepala daerah dan wakil kepaladaerah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 ayat (1),kecuali huruf c, huruf i,
dan huruf j;
f. melakukan perbuatan tercela;
g. diberi tugas dalam jabatan tertentu oleh Presiden yangdilarang untuk
dirangkap oleh ketentuan peraturanperundang-undangan;

108
h. menggunakan dokumen dan/atau keterangan palsusebagai persyaratan
pada saat pencalonan kepaladaerah/wakil kepala daerah berdasarkan
pembuktiandari lembaga yang berwenang menerbitkan
dokumen;dan/atau
i. mendapatkan sanksi pemberhentian.

E. Hubungan Antara Presiden, MENPAN, KASN, LAN, BKN, dan Kepala


Daerah
Pada dasarnya sesuai dengan UUD 1945 yang telah dijelakan pada
BAB sebelumnya Presiden merupakan penyelenggara tertinggi dalam hal
pelaksanaan pemerintahan negara (penentu kebijakan) termasuk fungsi
pembinaan terhadap profesi Aparatur Sipil Negara dan Manajemen Aparatur
Sipil Negara. Hubungan antara MENPAN, KASN, LAN, BKN adalah dalam
hal kepegawaian dimana presiden mendelegasikan sebagian kewenangnanya
kepada empat lembaga tersebut sesuai dengan UU Nomor 5 tahun 2014 yang
diatur didalam pasal 25 diantaranya :
1. Menpan dan RB Bab VII Bagian kesatu ps 25(2)b. Perumusan dan
Penetapan Kebijakan , koordinasi dan sinkronisasi kebijakan, serta
Pengawasan atas Pelaksanaan Kebijakan ASN
2. KASN Bab VII Bagian kesatu ps 25 (2).b Monitoring dan Evaluasi
pelaksanaan kebijakan dan Manajemen ASN untuk menjamin perwujudan
Sistem Merit serta pengawasan terhadap penerapan asas serta kode etik dan
kode perilaku ASN
3. LAN Bab VII Bagian kesatu ps 25 (2).c Penelitian, Pengkajian Kebijakan
Manajemen ASN, Pembinaan, dan Penyelenggaraan Pendidikan dan
Pelatihan ASN;
4. BKN Bab VII Bagian kesatu ps 25 (2).d Penyelenggaraan Manajemen ASN,
Pengawasan, dan Pengendalian pelaksanaan norma, standar, prosedur, dan
kriteria Manajemen ASN.
Untuk hubungan antara BKN dam KASN "Di dalam UU 5/2014
tentang ASN, disebutkan BKN merupakan perpajangan tangan dari KASN.
Kerja sama dan koordinasi KASN dengan BKN bukan hanya kebutuhan, tapi

109
juga suatu keniscayaan, ada empat instansi yang harus bersinergi dalam
manajemen kepegawaian, yaitu BKN, KASN, LAN, dan KemenPAN-RB.
Tanpa ada hubungan antar lemabag maka kepegawaian di Indonesia tidak akan
baik, sistem merit dan manajemen ASN pada instansi tak akan jalan. BKN
akan mendukung dan berkoordinasi dengan KASN. Sebagai langkah
konkritnya, BKN siap memberikan data-data kepegawaian yang dibutuhkan
KASN. Badan Kepagawaian Negara, Lembaga Administrasi Negara termasuk
kedalam lembaga negara non kementerian
"BKN siap bersinergi dan bekerja sama untuk menyiapkan SDM
profesional agar tujuan KASN dalam mewujudkan sistem merit dan
manajemen ASN dapat tercapai, Lembaga Nonstruktural yang mandiri dan
bebas dari intervensi politik untuk menciptakan Pegawai ASN yang
Profesional dan berkinerja, memberikan Pelayanan secara Adil dan Netral,
serta menjadi perekat dan Pemersatu Bangsa. Tujuannya menjamin
terwujudnya Sistem Merit dalam kebijakan dan Manajemen ASN.
BKN selain menetapkan kebijakan dan regulasi PNS juga
melaksanakan fungsifungsi operasional, seperti halnya Kementerian PAN. Di
bidang pendidikan dan pelatihan, LAN berfungsi sebagai instansi pembina
Diklat sedangkan BKN bertindak sebagai instansi pengendali diklat. Lembaga
Administrasi Negara sebagai salah satu institusi yang bertanggung jawab
dalam peningkatan dan pengembangan administrasi negara termasuk
didalamnya pengembangan sistem manajemen kepegawaian melakukan kajian
dalam rangka menjawab beberapa permasalahan sebagaimana diuraikan di atas
melalui serangkaian kajian.
Terdapat tumpang tindih dalam pengelolaan kepegawaian di Indonesia,
baik di tingkat pusat maupun daerah. Muncul egoisme sektoral antara
Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara, BKN, LAN, dan Departemen
Dalam Negeri. Akibatnya, kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan instansi
tersebut sering tidak sinkron, khususnya mengenai petunjuk teknis dan
petunjuk pelaksanaan. Selama ini karena tidak adanya sosialisasi kerap terjadi
suatu peraturan sudah dicabut tapi di daerah masih dipakai karena
ketidaktahuan mereka. Hal ini menunjukkan hubungan yang kurang bagus

110
antara pusat dan daerah yang bisa menimbulkan permasalahan. Problematika
PNS tidak pernah selesai, termasuk diantaranya tumpang tindih
kewenangan/urusan dan ‘rebutan lahan’ antara beberapa institusi. Kondisi ini
diperkirakan akan lebih buruk lagi jika Departemen Dalam Negeri juga
menangani urusan mananajemen PNSD yang selama ini telah dilakukan oleh
instansi-instansi terkait.
Mutasi PNS daerah ke Instansi Pusat atau sebaliknya, ditetapkan oleh
Pejabat yang Berwenang setelah mendapatkan pertimbangan teknis dari Kepala
BKN.Mutasi PNS antar Instansi Pusat ditetapkan oleh Kepala BKN.PNS
diberikan kesempatan untuk melakukan praktik kerja di instansi lain di
pusat/daerah yang dilakukan melalui pertukaran antara PNS dengan pegawai
swasta dalam waktu paling lama 1 (satu) tahun dan pelaksanaannya
dikoordinasikan oleh LAN dan BKN
Oleh karena itu, tidak jarang pejabat politik (misalnya menteri atau
kepala daerah) gagal menjalankan organisasinya karena tidak memiliki PNS
yang berkualitas baik. Apabila seluruh proses terkait manajemen PNS
diserahkan hanya kepada PNS (Kemenpanrb, BKN, LAN), maka terdapat
potensi “saling melindungi” yang berakibat tidak efektifnya manajemen PNS
tersebut. Oleh karenanya, dibutuhkan KASN yang keanggotannya dapat diisi
oleh PNS maupun non-PNS.Namun demikian, tentunya dibutuhkan pengaturan
yang lebih komprehensif agar KASN dapat berfungsi efektif. Hal ini terkait
dengan tugas dan kewenangan yang dimiliki KASN, salah satunya mengawasi
proses pengisian JPT.
Diharapkan dengan adanya KASN dapat terwujudnya Merit system ,
ASN yang Profesional dengan Kinerja Tinggi, Penyelenggaraan yang Effective
dan Efisien, ASN Netral dan ASN Dinamis. Berkaitan dengan kewenangan nya
akan mencakup monitoring dan Evaluasi pelaksanaan Kebijakan dan
Manajemen ASN untuk menjamin perwujudan Sistem Merit serta pengawasan
terhadap penerapan asas serta kode etik dan kode perilaku ASN.

111
BAB IV
JABATAN APARATUR SIPIL NEGARA

Lahirnya Undang-Undang Republik Indonesia No. 5 Tahun 2014


tentang Aparatur Sipil Negara merupakan langkah atau suatu bentuk untuk
mewujudkan cita-cita serta tujuan Negara Indonesia sendiri yang sebagaimana
tercantum dalam pembukaan Undang-undang Dasar Negara Republik
Indonesia tahun 1945 melalui pembentukan aparatur sipil negara yang
memiliki integritas, professional, netral dan bebas dari intervensi pihak
manapun termasuk politik, jujur, serta mampu menjalankan peran sebagai
unsur perekat persatuan dan kesatuan bangsa berdasarkan Pancasila dan
Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. Bukan hanya
itu saja, tetapi lahirnya undang-undang ini sebagai bentuk bahwa pelaksanaan
manajemen aparatur sipil Negara belum sesuai dengan perbandingan antara
kompetensi dan kualifikasi yang diperlukan oleh jabatan dengan yang dimiliki
oleh calon pegawai.
Pertimbangan lainnya juga menjelaskan bahwa aparatur sipil Negara
merupakan bagian dari reformasi birokrasi, sehingga perlu untuk ditetapkan
sebagai profesi yang mempunyai kewajiban mengelola dan mengembangkan
potensi yang ada pada dirinya serta wajib mempertanggungjawabkan
kinerjanya dan menerapkan prinsip merit dalam pelaksanaan manajemen
aparatur sipil negara. Kemudian, disisi lain juga disebutkan bahwa adanya
Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian sudah tidak
sesuai dengan tuntutan nasional dan tantangan global sehingga perlu diganti.
Adapun, pembahasan mengenai Undang-Undang Republik Indonesia No. 5
Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara adalah sebagai berikut: BAB I
KETENTUAN UMUM (Pasal 1) Dalam undang-undang yang dimaksud
dengan : Aparatur Sipil Negara yang selanjutnya disingkat ASN adalah profesi
bagi pegawai negeri sipil dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja yang
bekerja pada instansi pemerintah.

112
Pegawai Aparatur Sipil Negara yang selanjutnya disebut Pegawai
ASN adalah pegawai negeri sipil dan pegawai pemerintah dengan perjanjian
kerja yang diangkat oleh pejabat Pembina kepegawaian dan diserahi tugas
dalam suatu jabatan pemerintahan atau diserahi tugas Negara lainya dan digaji
berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya diangkat PNS adalah warga
Negara Indonesia yang memenuhi syarat tertentu, diangkat sebagai Pegawai
ASN secara tetap oleh Pembina kepegawaian untuk menduduki jabatan
pemerintahan. Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja yang selanjutnya
disingkat PPPK adalah warga Negara Indonesia yang memenuhi syarat
tertentu, yang diangkat berdasarkan perjanjian kerja untuk jangka waktu
tertentu dalam rangka melaksanakan tugas pemerintahan. Manajemen ASN
adalah pengolahan ASN untuk mengahasilkan Pegawai ASN yang
professional, memiliki nilai dasar, etika profesi, bebas dari intervensi politik,
bersih dari praktik korupsi, kondisi, dan nepotisme. System informasi ASN
adalah rangkaian informasi dan data mengenai pegawai ASN yang disusun
secara sistematis, menyeluruh, dan terintegrasi dengan berbasis teknologi.
Pegawai ASN yang menduduki Jabatan Pimpinan Tinggi adalah
Pejabat Pimpinan Tinggi. Adapun istilah-istilah dalam ASN, antara lain:
Jabatan Administrasi, Pejabat Administrasi, Jabatan Fungsional, Pejabat
Fungsional, Pejabat Yang Berwenang, Pejabat Pembina Kepegawaian, Instansi
Pemerintah, Instansi Pusat, Instansi Daerah, Menteri, Komisi ASN, maka oleh
sebab itu sangat penting bagi kami untuk mengangkat pembahasan mengenai
Jabatan ASN di dalam Undang-Undang Nomor 5 tahun 2014.33

A. JENIS JABATAN APARATUR SIPIL NEGARA


Jabatan ASN menurut Pasal 13 UU NO 5 Tahun 2014 Tentang ASN
terdiri atas:
a. Jabatan Administrasi;
b. Jabatan Fungsional; dan

33
http://www.bkdiklat.cirebonkota.go.id/index.php/artikel/14-inilah-pokok-pokok
undang-undang-aparatur-sipil-negara

113
c. Jabatan Pimpinan Tinggi.34
Jabatan Administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 UU ini
terdiri atas:
a. Jabatan administrator;
b. Jabatan pengawas; dan
c. Jabatan pelaksana.35
Pejabat dalam jabatan administrator menurut UU ini, bertanggung
jawab memimpin pelaksanaan seluruh kegiatan pelayanan publik serta
administrasi pemerintahan dan pembangunan. Adapun pejabat dalam jabatan
pengawas bertanggung jawab mengendalikan pelaksanaan kegiatan yang
dilakukan oleh pejabat pelaksana; sementara pejabat dalam jabatan pelaksana
melaksanakan kegiatan pelayanan publik serta administrasi pemerintahan dan
pembangunan "Setiap jabatan sebagaimana dimaksud ditetapkan sesuai
dengan kompetensi yang dibutuhkan," bunyi Pasal 16 Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 2014 ini.
Jabatan Fungsional dalam ASN terdiri atas jabatan fungsional
keahlian dan jabatan fungsional ketrampilan.
Untuk jabatan fungsional keahlian terdiri atas:
a. Ahli utama;
b. Ahli madya;
c. Ahli muda; dan
d. Ahli pertama.
Sementara jabatan fungsional ketrampilan terdiri atas:
a. Penyelia;
b. Mahir;
c. Terampil; dan
d. Pemula.36
Untuk jabatan Pimpinan Tinggi terdiri atas:
a. Jabatan pimpinan tinggi utama;
b. Jabatan pimpinan tinggi madya; dan

34
Lihat Pasal 13 UU ASN.
35
Lihat Pasal 14 UU ASN.
36
Lihat Pasal 18 UU ASN.

114
c. Jabatan pimpinan tinggi pratama.
Jabatan Pimpinan Tinggi berfungsi memimpin dan memotivasi
setiap Pegawai ASN pada Instansi Pemerintah melalui: a. Kepeloporan dalam
bidang keahlian profesional; analisis dan rekomendasi kebijakan; dan
kepemimpinan manajemen; b. Pengembangan kerjasama dengan instansi lain;
dan c. Keteladanan dalam mengamalkan nilai dasar ASN, dan melaksanakan
kode etik dan kode perilaku ASN.
"Untuk setiap jabatan Pimpinan Tinggi ditetapkan syarat
kompetensi, kualifikasi, kepangkatan, pendidikan dan pelatihan, rekam jejak
jabatan dan integritas, serta persyaratan lain yang dibutuhkan," bunyi Pasal 19
Ayat (3) UU ini sembari menambahkan, ketentuan lebih lanjut mengenai
kualifikasi, kepangkatan, pendidikan dan pelatihan, rekam jejak jabatan dan
integritas, serta persyaratan lain yang dibutuhkan diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
Menurut UU ini, jabatan ASN diisi dari Pegawai ASN. Adapun
jabatan ASN tertentu dapat diisi dari:
a. Prajurit TNI; dan
b. anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri).

Penjelesan terkait hubungan antara jabatan asn di atas, yaitu:


Baik kami akan menjelaskan terkait hal di atas mari kita
perhatikan adanya tingkatan dalam jabatan administrasi (Pasal 14) dan
hubungannya kelak dengan jabatan fungsional (Pasal 18). Memisahkan
antara alur tugas dan alur akuntabilitas antara pejabat struktural eselon III
ke bawah dengan pejabat fungsional tertentu (JFT). Oleh karena itu
diharapkan, bahwa kedua PP yang diamanatkan pada Pasal 17 dan Pasal
18 ayat (4) harus dapat memberikan gambaran peta hubungan yang jelas
antara jabatan administrasi dan jabatan fungsional dalam sebuah
organisasi.
Meskipun nantinya kedua jenis jabatan tersebut diatur dalam PP
terpisah, kerancuan hubungan antara keduanya harus dapat diminimasi.
Jangan sampai kedua PP seakan berdiri sendiri dan kembali membiarkan

115
instansi menerjemahkannya dalam organigram masing-masing. Untuk itu,
pembangunan jiwa fungsional menjadi wajib dilakukan oleh setiap
instansi. Dengan jiwa fungsional, maka mutasi jabatan fungsional ke
administrasi dan sebaliknya bukan menjadi persoalan pelik. Hubungan
antara pemangku kedua jenis jabatan juga akan berlangsung lebih
profesional karena pemangku jabatan administrasi (terutama di tingkat
administrator dan pengawas) juga memahami pola kerja para pemangku
jabatan fungsional.
Secara teoretik, bahwa filosofi awal pembentukan jabatan
pimpinan tinggi adalah mengadaptasi (jika enggan disebut mengadopsi)
pola senior executive services (SES) yang banyak diterapkan oleh negara-
negara maju terutama sejak berkembangnya paradigma New Public
Management (NPM). Di Amerika Serikat, pembentukan sistem SES
adalah untuk menjembatani pola dualisme jabatan karir dan jabatan politik
yang telah mereka adopsi sejak akhir abad ke-19. Di Australia,
pembentukan sistem SES dilakukan sebagai bagian dari paket reformasi
sektor publik yang dilakukan Perdana Menteri Bob Hawke pada tahun
1984.
Pola ini juga kemudian diikuti banyak negara lainnya termasuk
Korea Selatan karena dianggap mampu menjadi katalisator kinerja
birokrasi. Kesamaan praktik SES di kedua negara adalah bahwa setiap
pemangku SES berperan sebagai penasihat utama (senior advisor) kepada
pejabat politik (menteri dan kepala pemerintahan), penghubung antara
sistem politik murni dan sistem birokrasi murni, pemersatu (aktor utama)
dalam koordinasi antarinstansi, dan panutan (role model) bagi birokrat
dalam hal kode etik birokrat.
Kesamaan lain adalah dibutuhkannya keahlian tertentu untuk
dan selama menjadi SES (melalui diklat), diberikannya tunjangan khusus
SES, dan diterapkannya sanksi yang lebih berat bagi SES yang melakukan
pelanggaran dan/atau berkinerja buruk. Dalam UU ASN, sebagian besar
karakteristik ini tidak muncul secara eksplisit, sehingga saya katakan
bahwa JPT sebenarnya hanya perubahan nama saja dari eselon I dan II

116
yang berlaku saat ini. Oleh karena itu, untuk menjadikan JPT sebagai
sebuah katalisator kinerja birokrasi, maka RPP yang diamanatkan Pasal 19
ayat 4 perlu mengatur tidak hanya syarat untuk menduduki JPT, namun
juga syarat selama menduduki JPT.
Sebagian syarat dalam kelompok kedua ini sebenarnya sudah
diatur dalam Pasal 116-118, namun masih belum sepenuhnya
menggambarkan sebuah sistem SES yang utuh.RPP mengenai JPT perlu
mengatur adanya pendidikan dan pelatihan (diklat) yang wajib diikuti oleh
setiap pemangku JPT (dapat dibuat bergiliran sesuai capaian kinerja). Hal
ini bisa diintegrasikan dengan diklat yang disebutkan dalam Pasal 70 ayat
5 dan 6, yaitu diklat yang berupa kesempatan magang di instansi lain atau
di perusahaan swasta selama paling lama 1 (satu) tahun. Diklat lainnya
juga dapat dibuat dengan pola yang inovatif (misalnya pendekatan
70/20/10 yang digunakan SES Australia) dan berbasis target kinerja
masing-masing pemangku JPT.
Selain diklat, setiap pemangku JPT juga perlu diberikan
tanggung jawab khusus berupa pembangunan manajemen pengetahuan
(knowledge management) lintas unit organisasi. Sebagai contoh, setiap
JPT pratama di Kementerian X diwajibkan memaparkan progres kerjanya
kepada unit-unit kerja lain di kementerian tersebut melalui sebuah forum
semi-formal secara bergiliran setiap bulan. Sementara itu, setiap JPT
madya diwajibkan melakukan hal yang sama dalam forum JPT madya
setiap bulan secara bergiliran. Dengan demikian, fungsi JPT sebagai aktor
utama dalam koordinasi antarinstansi dapat berjalan secara sistemis, hal
ini juga akan mendorong organisasi pemerintah menjadi organisasi
pembelajar (learning organisation).
Tentunya bagi banyak pemangku JPT (atau eselon I dan II) saat
ini, mengikuti diklat atau melakukan diskusi semacam itu dianggap
sebagai kegiatan sia-sia. Pola pikir ini perlu diubah dengan merancang
diklat dan pembangunan knowledge management sebagai bagian dari
penilaian kelayakan setiap JPT. Tentu saja harus diiringi dengan catatan
agar diklat tersebut tidak menjadi “proyek mainan” instansi yang

117
bertanggung jawab dalam bidang diklat ini. Dengan sistem yang
terbangun sedemikian rupa, maka setiap JPT akan memiliki kesadaran
akan pentingnya koordinasi dan organisasi pembelajar, selain juga kinerja
yang tentunya akan mengiringi kedua hal tersebut.Yang sangat penting
adalah tidak kalah penting adalah RPP mengenai JPT ini nanti perlu pula
mengatur sanksi kepada pemangku JPT. Pasal 118 ayat 4 sudah
memfasilitasi sebagian dari hal ini dengan adanya ketentuan bahwa
pegawai JPT yang gagal memenuhi kompetensi jabatannya dapat
dipindahkan pada jabatan yang lebih rendah.Istilah “jabatan yang lebih
rendah” dapat diartikan sebagai “JPT madya turun menjadi JPT pratama”,
sementara “JPT pratama turun menjadi jabatan fungsional”. Tentu ini tidak
dimaksudkan untuk menekankan pada pendekatan sanksi, namun menjadi
penting untuk memastikan elemen diklat dan pembangunan organisasi
pembelajar sebagai pendamping dari kinerja dalam uji kompetensi JPT,
dan sanksi dapat mendorong itu.
Akan tetapi, tanpa adanya penghargaan, sistem ini akan menjadi
tidak adil. Oleh karenanya, RPP nanti juga sebaiknya memberikan sistem
penghargaan (finansial maupun non-finansial) kepada JPT yang berhasil
memenuhi persyaratan yang dibutuhkan dan mencapai kinerja yang
baik.Hanya dengan pembangunan sistem JPT yang komprehensif-lah maka
filosofi dasar pembentukan JPT dapat terlaksana dengan baik.37

B. Pengadaan Dan Pemberhentian

1. Pengadaan PNS jabatan administrasi dan/atau jabatan fungsional


Jabatan Administrasi merupakan jabatan yang berisi fungsi dan
tugas berkaitan dengan pelayanan publik serta administrasi pemerintahan
dan pembangunan. Setiap jabatan administrasi ditetapkan sesuai dengan
kompentensi yang dibutuhkan. Jabatan administrasi terdiri dari pertama,
jabatan administrator yang bertanggung jawab memimpin pelaksanaan
seluruh kegiatan pelayanan public serta administrasi pemerintahan dan
37
http://rajawaligarudapancasila.blogspot.com/2014/05/memahami-subtansi-uu-
nomor-5-tahun-2014.ht

118
pembangunan. Kedua, jabatan pengawas yang bertanggung jawab
mengendalikan pelaksanaan kegiatan kegiatan yang dilakukan oleh pejabat
pelaksana. Dan ketiga, kabatan pelaksana yang bertanggung jawab
melaksanakan kegiatan pelayanan publik serta administrasi pemerintahan
dan pembangunan.
Jabatan fungsional adalah sekelompok jabatan yang berisi fungsi
dan tugas berkaitan dengan pelayanan fungsional yang berdasarkan pada
keahlian dan ketrampilan tertentu. Jabatan fungsional dalam ASN tediri
dari jabatan fungsional keahlian ada 4 (empat) tingkatan yakni ahli utama,
madya, ahli muda, dan ahli pratama. Selanjutnya jabatan fungsional
ketrampilan yang terdiri dari 4 (empat) tingkatan yakni penyelia, mahir,
terampil dan pemula.
Bagi PNS yang akan mengisi jabatan administrasi dan jabatan
fungsional merupakan suatu proses pengadaan PNS yaitu kegiatan
untuk mengisi kebutuhan Jabatan Administrasi dan/atau Jabatan
Fungsional dalam suatu Instansi Pemerintah. Pengadaan PNS di Instansi
Pemerintah dilakukan berdasarkan penetapan kebutuhan yang
ditetapkan oleh Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ayat (3)
Undang-Undang No. 5 Tahun 2014 yang berbunyi “Berdasarkan
penyusunan kebutuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri
menetapkan kebutuhan jumlah dan jenis jabatan PNS secara
nasional”.
Pengadaan PNS dilakukan melalui tahapan perencanaan,
pengumuman lowongan, pelamaran, seleksi, pengumuman hasil
seleksi, masa percobaan, dan pengangkatan menjadi PNS. Setiap
Instansi Pemerintah merencanakan pelaksanaan pengadaan PNS. Setiap
Instansi Pemerintah juga mengumumkan secara terbuka kepada
masyarakat adanya kebutuhan jabatan untuk diisi dari calon PNS. Setiap
warga negara Indonesia mempunyai kesempatan yang sama untuk
melamar menjadi PNS setelah memenuhi persyaratan.
Penyelenggaraan seleksi pengadaan PNS oleh Instansi
Pemerintah melalui penilaian secara objektif berdasarkan kompetensi,

119
kualifikasi, dan persyaratan lain yang dibutuhkan oleh jabatan.
Penyelenggaraan seleksi pengadaan PNS terdiri dari 3 (tiga) tahap,
meliputi seleksi administrasi, seleksi kompetensi dasar, dan seleksi
kompetensi bidang. Peserta yang lolos seleksi diangkat menjadi calon
PNS. Pengangkatan calon PNS ditetapkan dengan keputusan Pejabat
Pembina Kepegawaian dan bagi calon PNS wajib menjalani masa
percobaan.
Masa percobaan dilaksanakan melalui proses pendidikan dan
pelatihan terintegrasi untuk membangun integritas moral, kejujuran,
semangat dan motivasi nasionalisme dan kebangsaan, karakter
kepribadian yang unggul dan bertanggung jawab, dan memperkuat
profesionalisme serta kompetensi bidang. Masa percobaan bagi calon
PNS dilaksanakan selama 1 (satu) tahun. Bagi Instansi Pemerintah wajib
memberikan pendidikan dan pelatihan kepada calon PNS selama masa
percobaan. Calon PNS yang diangkat menjadi PNS harus memenuhi
persyaratan, lulus pendidikan dan pelatihan dan sehat jasmani dan rohani.
Calon PNS yang telah memenuhi persyaratan diangkat menjadi PNS
oleh Pejabat Pembina Kepegawaian sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan. Calon PNS yang tidak memenuhi ketentuan
sebagaimana dimaksud diberhentikan sebagai calon PNS.
Setiap calon PNS pada saat diangkat menjadi PNS wajib
mengucapkan sumpah/janji. Sumpah/janji berbunyi sebagai berikut:

"Demi Allah/Atas Nama Tuhan Yang Maha Esa, saya


bersumpah/berjanji:bahwa saya, untuk diangkat menjadi
pegawai negeri sipil, akan setia dan taat sepenuhnya kepada
Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945, negara, dan pemerintah; bahwa saya, akan
mentaati segala peraturan perundang-undangan yang berlaku
dan melaksanakan tugas kedinasan yang dipercayakan kepada
saya dengan penuh pengabdian, kesadaran, dan tanggung
jawab; bahwa saya, akan senantiasa menjunjung tinggi

120
kehormatan negara, pemerintah, dan martabat pegawai negeri
sipil, serta akan senantiasa mengutamakan kepentingan
negara daripada kepentingan saya sendiri, seseorang atau
golongan;bahwa saya, akan memegang rahasia sesuatu yang
menurut sifatnya atau menurut perintah harus saya
rahasiakan;bahwa saya, akan bekerja dengan jujur, tertib,
cermat, dan bersemangat untuk kepentingan negara".

a. Pengisian jabatan pimpinan tinggi


Jabatan pimpinan tinggi adalah sekelompok jabatan tinggi pada
instansi pemerintah. Jabatan pimpinan tinggi terdiri atas jabatan
pimpinan tinggi utama, jabatan pimpinan tinggi madya, dan jabatan
pimpinan tinggi pratama.
Prosedur pengisian jabatan pimpinan tinggi utama dan
madya pada kementerian, kesekretariatan lembaga negara,
lembaga nonstruktural, dan Instansi Daerah dilakukan secara terbuka
dan kompetitif di kalangan PNS dengan memperhatikan syarat
kompetensi, kualifikasi, kepangkatan, pendidikan dan latihan,
rekam jejak jabatan, dan integritas serta persyaratan lain yang
dibutuhkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan. Pengisian jabatan pimpinan tinggi utama dan madya
dilakukan pada tingkat nasional.
Pengisian jabatan pimpinan tinggi pratama dilakukan secara
terbuka dan kompetitif di kalangan PNS dengan memperhatikan
syarat kompetensi, kualifikasi, kepangkatan, pendidikan dan
pelatihan, rekam jejak jabatan, dan integritas serta persyaratan
jabatan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang
undangan. Pengisian jabatan pimpinan tinggi pratama dilakukan
secara terbuka dan kompetitif pada tingkat nasional atau
antarkabupaten/kota dalam 1 (satu) provinsi.
Jabatan pimpinan tinggi utama dan madya tertentu pun juga
dapat berasal dari kalangan non-PNS dengan persetujuan Presiden

121
yang pengisiannya dilakukan secara terbuka dan kompetitif serta
ditetapkan dalam Keputusan Presiden. Jabatan Pimpinan Tinggi ini
juga dapat dimungkinkan diisi oleh prajurit Tentara Nasional
Indonesia dan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia
dengan syarat telah mengundurkan diri dari dinas aktif apabila
dibutuhkan dan sesuai dengan kompetensi yang ditetapkan
melalui proses secara terbuka dan kompetitif. Jabatan Pimpinan
Tinggi di lingkungan Instansi Pemerintah tertentu dapat diisi oleh
prajurit Tentara Nasional Indonesia dan anggota Kepolisian
Negara Republik Indonesia sesuai dengan kompetensi
berdasarkan ketentuan peraturan perundangundangan. Pengisian
Jabatan Pimpinan Tinggi yang dilakukan oleh Pejabat Pembina
Kepegawaian terlebih dahulu membentuk panitia seleksi Instansi
Pemerintah.
Dalam membentuk panitia seleksi Pejabat Pembina
Kepegawaian berkoordinasi dengan KASN. Panitia seleksi Instansi
Pemerintah terdiri dari unsur internal maupun eksternal Instansi
Pemerintah yang bersangkutan. Panitia seleksi dipilih dan
diangkat oleh Pejabat Pembina Kepegawaian berdasarkan
pengetahuan, pengalaman, kompetensi, rekam jejak, integritas
moral, dan netralitas melalui proses yang terbuka. Panitia seleksi
melakukan seleksi dengan memperhatikan syarat kompetensi,
kualifikasi, kepangkatan, pendidikan dan latihan, rekam jejak
jabatan, integritas, dan penilaian uji kompetensi melalui pusat
penilaian (assesment center) atau metode penilaian lainnya. Panitia
menjalankan tugasnya untuk semua proses seleksi pengisian
jabatan terbuka untuk masa tugas yang ditetapkan oleh Pejabat
Pembina Kepegawaian.
Ketentuan mengenai pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi
tersebut diatas dikecualikan pada Instansi Pemerintah yang telah
menerapkan Sistem Merit dalam pembinaan Pegawai ASN
dengan persetujuan KASN. Instansi Pemerintah yang telah

122
menerapkan Sistem Merit dalam pembinaan Pegawai ASN, wajib
melaporkan secara berkala kepada KASN untuk mendapatkan
persetujuan baru.
Sejalan dengan itu selain dalam Undang-Undang No. 5 Tahun
2014 Tentang Aparatur Sipil Negara mengenai pengisian jabatan
tinggi, Menteri Pendayaguna Aparatur Sipil Negara dan Reformasi
Birokrasi (MENPAN-RB) Azwar Abubakar pada 15 Maret 2014
telah menerbitkan Peraturan Menteri Nomor 13 Tahun 2014
tentang Tata Cara Pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi Secara
Terbuka di Lingkungan Instansi Pemerintah. Peraturan Menteri ini
mengatur lebih spesifik dan mengatur bagaimana teknis pengisian
jabatan pimpinan tinggi. Dalam lampiran Permen PAN-RB No.
13/2014 itu disampaikan secara rinci tata cara pengisian jabatan
pimpinan tinggi di instansi pemerintah. Dimulai dengan tahapan
pembentukan panitia seleksi.
Menurut Permen ini, Panitia Seleksi Pengisian Jabatan
Pimpinan Tinggi terdiri atas unsur:
1. Pejabat terkait di lingkungan instansi yang bersangkutan;
2. Pejabat dari instansi lain yang berkaitan dengan jabatan yang
lowong; dan
3. Akademisi/pakar/professional.
“Panitia seleksi berjumlah ganjil, paling sedikit 5 orang, paling
banyak 9 orang, dengan komposisi dari instansi internal paling
banyak 45%,” bunyi  Permen ini. Pengisian jabatan pimpinan tinggi
yang lowong harus diumumkan secara terbuka dalam bentuk surat
edaran melalui pengumuman, dan/atau media cetak, media elektronik
(termasuk media on-line/internet). Pengumuman harus dilaksanakan
paling kurang 15 (lima belas) hari sebelum batas akhir tanggal
penerimaan lamaran.
PERMEN ini menyebutkan, untuk pengisian jabatan pimpinan
tinggi utama dan madya (setara eselon Ia dan Ib) diumumkan terbuka
dan kompetitif kepada seluruh instansi secara nasional. Sementara

123
untuk jabatan pimpinan tinggi pratama (setara eselon IIa dan IIb)
diumumkan secara terbuka dan kompetitif paling kurang pada
tingkat kementerian yang bersangkutan. Sementara untuk Instansi
Pemerintah Daerah, pengisian jabatan pimpinan tinggi madya
diumumkan secara terbuka dan kompetitif kepada instansi lain paling
kurang pada tingkat provinsi. Adapun untuk jabatan pimpinan tinggi
pratama diumumkan secara terbuka dan kompetitif paling kurang
pada tingkat kabupaten/kota yang bersangkutan dan kabupatan/kota
lain dalam 1 (satu) provinsi. Selain itu dalam setiap jabatan yang
lowong, panitia seleksi harus menetapkan minimal 3 (tiga) calon
pejabat yang memenuhi persyaratan administratif untuk mengikuti
seleksi berikutnya. Syarat yang harus dipenuhi adalah keterkaitan
objektif antara kompetensi, kualifikasi, kepangkatan, pendidikan,
dan latihan, rekam jejak jabatan, dan integritas serta persyaratan lain
yang dibutuhkan.
Mengenai seleksi kompetensi, PERMEN PAN-RB ini
mengatur untuk jabatan pimpinan tinggi utama, madya, dan pratama
harus menggunakan metode assessment center sesuai kebutuhan
masing-masing instansi. Sedangkan instansi yang belum dapat
menggunakan metode assessment center dapat menggunakan metode
psikometeri, wawancara kompetensi, analisa kasus atau presentasi.
Selain harus melalui seleksi standar kompetensi itu, menurut Permen
ini, pengisian jabatan pimpinan tinggi juga harus melalui seleksi
wawancara yang dilakukan oleh panitia seleksi, dan penelusuran
rekam jejak calon. Selanjutnya, hasil seleksi pada tiap tahapan harus
diumumkan oleh panitia seleksi. “Panitia Seleksi menyampaikan
peringkat nilai hasil seleksi yang bersifat rahasia kepada Pejabat
Pembina Kepegawaian,” tegas Permen ini. Untuk pengisian jabatan
pimpinan tinggi utama dan madya (setara eselon Ia dan Ib), Panitia
Seleksi memilih 3 (tiga) calon sesuai urutan nilai tetringgi untuk
disampaikan kepada Pejabat Pembina Kepegawaian
(Menteri/Pimpinan Lembaga/Gubernur).

124
Selanjutnya Pejabat Pembina Kepegawaian mengusulkan 3
(tiga) nama calon yang dipilih Panitia Seleksi kepada Presiden.
Untuk jabatan tinggi pratama (setara eselon IIa dan IIb), panitia
seleksi memilih sebanyak 3 (tiga) calon sesuai urutan nilai tertinggi
untuk disampaikan kepada Pejabat yang Berwenang (pejabat yang
mempunyai kewenangan melaksanakan proses pengangkatan,
pemindahan, dan pemberhentian Pegawai ASN sesuai dengan
ketentuan peratuan perundang-undangan).
Kandidat yang sudah dipilih dan dilantik harus diberikan
orientasi tugas oleh Pejabat Pembina Kepegawaian dan pejabat yang
berwenang selama 1 (satu) bulan. Untuk kandidat yang terpilih dari
instansi luar, status kepegawaiannya ditetapkan sebagai dipekerjakan
paling lama 2 (dua) tahun untuk penilaian kinerja.

1) Pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi di Instansi Pusat


Untuk pengisian jabatan pimpinan tinggi utama dan/atau
madya, panitia seleksi Instansi Pemerintah memilih 3 (tiga)
nama calon untuk setiap 1 (satu) lowongan jabatan. Tiga
nama calon pejabat pimpinan tinggi utama dan/atau madya
yang terpilih sebagaimana disampaikan kepada Pejabat
Pembina Kepegawaian. Pejabat Pembina Kepegawaian
mengusulkan 3 (tiga) nama calon sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) kepada Presiden. Presiden memilih 1 (satu)
nama dari 3 (tiga) nama calon yang disampaikan untuk
ditetapkan sebagai pejabat pimpinan tinggi utama dan/atau
madya.
Pengisian jabatan pimpinan tinggi pratama dilakukan
oleh Pejabat Pembina Kepegawaian dengan terlebih dahulu
membentuk panitia seleksi. Panitia seleksi memilih 3 (tiga)
nama calon pejabat pimpinan tinggi pratama untuk setiap 1
(satu) lowongan jabatan. Tiga nama calon pejabat pimpinan

125
tinggi pratama yang terpilih sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) disampaikan kepada Pejabat Pembina Kepegawaian
melalui Pejabat yang Berwenang. Pejabat Pembina
Kepegawaian memilih 1 (satu) dari 3 (tiga) nama calon yang
diusulkan dengan memperhatikan pertimbangan Pejabat yang
Berwenang untuk ditetapkan sebagai pejabat pimpinan tinggi
pratama.

2) Pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi di Instansi Daerah


Pengisian jabatan pimpinan tinggi madya di tingkat
provinsi dilakukan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian
dengan terlebih dahulu membentuk panitia seleksi. Panitia
seleksi memilih 3 (tiga) nama calon pejabat pimpinan tinggi
madya untuk setiap 1 (satu) lowongan jabatan. Tiga calon nama
pejabat pimpinan tinggi madya yang terpilih disampaikan kepada
Pejabat Pembina Kepegawaian.Pejabat Pembina Kepegawaian
mengusulkan 3 (tiga) nama calon pejabat pimpinan tinggi madya
kepada Presiden melalui menteri yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan dalam negeri. Presiden memilih 1 (satu)
nama dari 3 (tiga) nama calon yang disampaikan untuk
ditetapkan sebagai pejabat pimpinan tinggi madya.
Pengisian jabatan pimpinan tinggi pratama dilakukan
oleh Pejabat Pembina Kepegawaian dengan terlebih dahulu
membentuk panitia seleksi. Panitia seleksi memilih 3 (tiga)
nama calon pejabat pimpinan tinggi pratama untuk setiap 1
(satu) lowongan jabatan. Tiga nama calon pejabat pimpinan
tinggi pratama yang disampaikan kepada Pejabat Pembina
Kepegawaian melalui Pejabat yang Berwenang. Pejabat
Pembina Kepegawaian memilih 1 (satu) dari 3 (tiga) nama
calon sebagaimana dimaksud pada ayat (3) untuk ditetapkan
dan dilantik sebagai pejabat pimpinan tinggi pratama. Khusus
untuk pejabat pimpinan tinggi pratama yang memimpin

126
sekretariat daerah kabupaten/kota sebelum ditetapkan oleh
bupati/walikota dikoordinasikan dengan gubernur.

3) Penggantian Pejabat Pimpinan Tinggi


Pejabat Pembina Kepegawaian dilarang mengganti
Pejabat Pimpinan Tinggi selama 2 (dua) tahun terhitung
sejak pelantikan Pejabat Pimpinan Tinggi, kecuali Pejabat
Pimpinan Tinggi tersebut melanggar ketentuan peraturan
perundang-undangan dan tidak lagi memenuhi syarat jabatan
yang ditentukan. Penggantian pejabat pimpinan tinggi utama
dan madya sebelum 2 (dua) tahun dapat dilakukan setelah
mendapat persetujuan Presiden. Jabatan Pimpinan Tinggi
hanya dapat diduduki paling lama 5 (lima) tahun. Jabatan
Pimpinan Tinggi dapat diperpanjang berdasarkan pencapaian
kinerja, kesesuaian kompetensi, dan berdasarkan kebutuhan
instansi setelah mendapat persetujuan Pejabat Pembina
Kepegawaian dan berkoordinasi dengan KASN.
Pejabat Pimpinan Tinggi harus memenuhi target kinerja
tertentu sesuai perjanjian kinerja yang sudah disepakati dengan
pejabat atasannya sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan. Pejabat Pimpinan Tinggi yang tidak
memenuhi kinerja yang diperjanjikan dalam waktu 1 (satu)
tahun pada suatu jabatan, diberikan kesempatan selama 6
(enam) bulan untuk memperbaiki kinerjanya. Dalam hal
Pejabat Pimpinan Tinggi tidak menunjukan perbaikan kinerja
maka pejabat yang bersangkutan harus mengikuti seleksi
ulang uji kompetensi kembali. Berdasarkan hasil uji
kompetensi Pejabat Pimpinan Tinggi dimaksud dapat
dipindahkan pada jabatan lain sesuai dengan kompetensi
yang dimiliki atau ditempatkan pada jabatan yang lebih
rendah sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

127
2. Pemberhentian
Proses pemberhentian Pegawai Negeri Sipil dalam Undang-
Undang ASN dibagi dalam beberapa bentuk yaitu mulai dari
pemberhentian dengan hormat, pemberhentian dengan hormat atau
diberhentikan karena dihukum penjara berdasarkan putusan
pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap karena
melakukan tindak pidana, pemberhentian dengan hormat tidak atas
permintaan sendiri karena melakukan pelanggaran disiplin berat,
hingga pemberhentian tidak dengan hormat.
Pegawai PNS diberhentikan dengan hormat karena :
a. meninggal dunia;
b. atas permintaan sendiri;
c. mencapai batas usia pensiun;
d. perampingan organisasi atau kebijakan pemerintah yang
mengakibatkan pensiun dini; atau
e. tidak cakap jasmani dan/atau rohani sehingga tidak dapat
menjalankan tugas dan kewajiban.
Mengenai pemberhentian Pegawai Negeri Sipil selain yang terdapat
dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara
juga dimuat dalam Peraturan Pemerintah No. 21 Tahun 2014 tentang
Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil yang Mencapai Batas Usia Pensiun
Bagi Pejabat Fungsional khusus bagi PNS yang menduduki jabatan
Fungsional.
Pemberhentaian merupakan suatu bentuk sanksi disiplin berat. Bagi
PNS yang diberhentikan karena melakukan pelanggaran disiplin berat
berupa pemberhentian tidak dengan hormat, hal tersebut merupakan
wujud dari penegakan hukuman disiplin PNS yang sebagaimana diatur
dalam Peraturan Pemerintah No. 53 Tahun 2014 tentang Disiplin PNS.

C. Promosi, Demosi, dan Mutasi


1. Promosi
a) Pengertian Promosi

128
Promosi adalah penghargaan dengan kenaikan jabatan dalam
suatu organisasi ataupun instansi baik dalam pemerintahan maupun
non pemerintah (swasta). Menurut Husein (2003) seseorang yang
menerima promosi harus memiliki kualifikasi yang baik dibanding
kandidat-kandidat yang lainnya. Terkadang gender pria wanita serta
senioritas tua muda mempengaruhi keputusan tersebut. Hal inilah
yang banyak diusahakan oleh kalangan pekerja agar bisa menjadi
lebih baik dari jabatan yang sebelumnya ia jabat. Dan juga demi
peningkatan dalam status social. Promosi merupakan kesempatan
untuk berkembang dan maju yang dapat mendorong karyawan untuk
lebih baik atau lebih bersemangat dalam melakukan suatu pekerjaan
dalam lingkungan organisasi atau perusahaan.
Dengan adanya target promosi, pasti karyawan akan merasa
dihargai, diperhatikan, dibutuhkan dan diakui kemampuan kerjanya
oleh manajemen perusahaan sehingga mereka akan menghasilkan
keluaran (output) yang tinggi serta akan mempertinggi loyalitas
(kesetiaan) pada perusahaan. Oleh karena itu, pimpinan harus
menyadari pentingnya promosi dalam peningkatan produktivitas yang
harus dipertimbangkan secara objektif. Jika pimpinan telah menyadari
dan mempertimbangkan, maka instansi ataupun organisasi akan
terhindar dari masalah-masalah yang menghambat peningkatan
keluaran dan dapat merugikan seperti: ketidakpuasan pegawai, adanya
keluhan, tidak adanya semangat kerja, menurunnya disiplin kerja,
tingkat absensi yang tinggi atau bahkan masalah-masalah pemogokan
kerja.
Melalui penilaian prestasi kerja akan diketahui seberapa baik Ia
telah melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya,
sehingga perusahaan dapat menetapkan balas jasa yang sepantasnya
atas prestasi kerja tersebut. Penilaian prestasi kerja juga dapat
digunakan untuk mengetahui kekurangan dan potensi seorang
pegawai. Dari hasil tersebut, instansi atau organisasi dapat
mengembangkan suatu perencanaan sumber daya manusia secara

129
menyeluruh. Perencanaan sumber daya manusia secara menyeluruh
tersebut berupa jalur-jalur karir atau promosi-promosi jabatan para
pegawainya. Lain halnya dengan demosi, demosi adalah penurunan
jabatan dalam suatu instansi yang biasa dikarenakan oleh berbagai
hal, contohnya adalah keteledoran dalam bekerja. Demosi adalah
suatu hal yang sangat dihindari oleh setiap pekerja karena dapat
menurunkan status, jabatan, dan gaji.

b) Dasar-dasar promosi
Pedoman yang dijadikan dasar untuk mempromosikan karywan
atau pegawai menurut Handoko (1999) adalah:
a. Pengalaman (lamanya pengalaman kerja).
b. Kecakapan (keahlian atau kecakapan).
c. Kombinasi kecakapan dan pengalaman (lamanya pengalaman
dan kecakapan)

c) Syarat-syarat promosi
Persyaratan promosi untuk setiap perusahaan tidak selalu
sama tergantung kepada perusahaan/lembaga/instansi masing-
masing. Menurut Handoko (1999) syarat-syarat promosi pada
umunya sebagai berikut.
1. Kejujuran
2. Disiplin
3. Prestasi kerja
4. Kerjasama
5. Kecakapan
6. Loyalitas
7. Kepemimpinan
8. Komunikatif
9. Pendidikan
Jika kita lihat lebih jauh lagi mengenai promosi PNS yang
pada dasarnya telah diatur dalam Pasal 72 Undang-Undang No. 5

130
Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara. BERDASARKAN
Undang-Undang ini Promosi PNS dilakukan berdasarkan
perbandingan objektif antara kompetensi, kualifikasi, dan
persyaratan yang dibutuhkan oleh jabatan, penilaian atas prestasi
kerja, kepemimpinan, kerja sama, kreativitas, dan pertimbangan
dari tim penilai kinerja PNS pada Instansi Pemerintah, tanpa
membedakan jender, suku, agama, ras, dan golongan. Setiap
PNS yang memenuhi syarat mempunyai hak yang sama untuk
dipromosikan ke jenjang jabatan yang lebih tinggi. Promosi
Pejabat Administrasi dan PejabatFungsional PNS dilakukan
oleh Pejabat Pembina Kepegawaian setelah mendapat
pertimbangan tim penilai kinerja PNS pada Instansi Pemerintah.
Tim penilai kinerja PNS dibentuk oleh Pejabat yang Berwenang.

d) Jenis-jenis Promosi Pegawai


Periode kenaikan pangkat Pegawai Negeri Sipil ditetapkan
tanggal 1 April dan 1 Oktober setiap tahun, kecuali kenaikan
pangkat anumerta dan kenaikan pangkat pengabdian. Masa kerja
untuk kenaikan pangkat pertama Pegawai Negeri Sipil dihitung
sejak pengangkatan sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil. Menurut
Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2002 jenis-jenis promosi
pegawai adalah sebagai berikut :
a. Kenaikan Pangkat Penyesuaian Ijazah
Kenaikan pangkat penyesuaian ijazah dapat diberikan
kepada Pegawai setelah yang bersangkutan mengikuti ujian
penyesuaian pangkat yang diselenggarakan oleh dinas dan
dinyatakan lulus serta memenuhi persyaratan lainnya yang
ditentukan.
Syarat Kenaikan Pangkat Penyesuaian Ijasah :
a) Memiliki STTB/Ijazah dari lembaga pendidikan yang telah
diakreditasi oleh Depdiknas atau instansi yang berwenang;

131
b) Lulus ujian penyesuaian ijazah, yaitu : TPA untuk kenaikan
pangkat ke golongan III/a dan TPIU untuk kenaikan
pangkat ke golongan II/a;
c) Pegawai yang bersangkutan sekurang-kurangnya telah 1
(satu) tahun dalam pangkat terakhir yang dimiliki;
b. Kenaikan Pangkat Pilihan
Syarat Kenaikan Pangkat Pilihan :
a) Berada satu tingkat di bawah jenjang pangkat terendah
yang ditentukan untuk jabatan yang didudukinya;
b) Menunjukkkan prestasi kerja luar biasa baiknya;
c) Menemukan penemuan baru yang bermanfaat bagi negara
d) Sekurang-kurangnya telah 1 (satu) tahun dalam pangkat
terakhir;
e) Sekurang-kurangnya telah 1 (satu) tahun dalam jabatan
struktural yang didudukinya (dihitung kumulatif dalam
tingkat jabatan struktural yang sama);
f) Setiap unsur DP-3 sekurang-kurangnya bernilai baik dalam
2 (dua) tahun terakhir.
c. Kenaikan Pangkat Reguler
Syarat Kenaikan Pangkat Reguler :
a) Tidak menduduki jabatan struktural/fungsional tertentu;
Diangkat dalam jabatan struktural dengan pangkat masih
dibawah jenjang pangkat yang ditentukan tetapi telah 4
tahun dalam pangkat terakhir yang dimiliki; Menduduki
jabatan struktural dan pangkatnya telah mencapai jenjang
pangkat terendah yang ditentukan untuk jabatan itu; atau
sedang tugas belajar dan sebelumnya menduduki jabatan
struktural/fungsional tertentu;
b) Sekurang-kurangnya telah 4 (empat) tahun dalam pangkat
terakhir;
c) Setiap unsur DP-3 sekurang-kurangnya bernilai baik dalam
2 (dua) tahun terakhir; dan

132
d) Tidak melampaui pangkat atasan langsungnya.
d. Kenaikan Pangkat Anumerta
a) Kenaikan pangkat anumerta diberikan setingkat lebih tinggi
tmt. PNS yang bersangkutan meninggal;
b) CPNS yang meninggal, diangkat menjadi PNS terhitung
mulai awal bulan yang bersangkutan meninggal dan
berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud dalam point a;
c) Keputusan kenaikan pangkat anumerta diberikan sebelum
Pegawai Negeri Sipil yang meninggal tersebut
dimakamkan.
e. Kenaikan Pangkat Pengabdian
a) Kenaikan pangkat pengabdian setingkat lebih tinggi
diberikan tmt. PNS yang bersangkutan dinyatakan cacat
karena dinas dan tidak dapat bekerja lagi dalam semua
jabatan negeri;
b) CPNS yang cacat karena dinas dan dinyatakan tidak dapat
bekerja lagi dalam semua jabatan negeri, diangkat menjadi
PNS dan berlaku ketentuan.
2. DemosI
Menurut Suratman (1998) demosi adalah penurunan jabatan dalam
suatu instansi yang biasa dikarenakan oleh berbagai hal, contohnya
adalah keteledoran dalam bekerja. Turun jabatan biasanya diberikan pada
karyawan yang memiliki kinerja yang kurang baik atau buruk serta bisa
juga diberikan pada instansi/lemabaga/organisasi yang bermasalah
sebagai sanksi hukuman. Demosi merupakan suatu hal yang sangat
dihindari oleh setiap pegawai karena dapat menurunkan status, jabatan,
dan gaji. Namun, demosi atau turun jabatan ini biasa dilakukan oleh
beberapa instansi ataupun perusahaan demi peningkatan kualitas kerja,
dan juga sebagai motivasi bagi pegawai agar mau berusaha untuk
memperoleh yang diinginkan yaitu mendapatkan promosi dan
menghindari demosi.

133
Jadi, memang benar jika ingin memajukan kualitas suatu instansi,
maka harus menciptakan kompetisi bagi para pegawainya agar mereka
tekun dalam bekerja dan tidak selalu berpangku tangan pada pegawai
lainnya. Apabila pegawai memiliki produktivitas dan motivasi kerja yang
tinggi, maka laju roda pun akan berjalan kencang, yang akhirnya akan
menghasilkan kinerja dan pencapaian yang baik bagi terwujudnya fungsi
Aparatur Sipil Negara.
Penurunan jabatan satu tingkat lebih rendah merupakan salah satu
bentuk sanksi disiplin sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah
No. 53 Tahun 2010 Tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil. Dalam
Peraturan Pemerintah ini, penurunan jabatan satu tingkat lebih rendah
bagi PNS ditetapkan dengan keputusan pejabat yang berwenang
menghukum, yang mana keputusan tersebut harus menyebutkan
pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh PNS yang bersangkutan.
Penurunan pangkat lebih rendah dibagi menjadi dua jenis yaitu penurunan
pangkat lebih rendah selama satu tahun yang merupakan bentuk sanksi
disiplin sedang, dan penurunan pangkat lebih rendah selama tiga tahun
yang merupakan bentuk sanksi disiplin berat.

3. Mutasi
a. Pengertian Mutasi
Mutasi atau transfer menurut Wahyudi (1995) adalah
perpindahan pekerjaan seseorang dalam suatu organisasi yang
memiliki tingkat level yang sama dari posisi perkerjaan sebelum
mengalami pindah kerja. Kompensasi gaji, tugas dan tanggung jawab
yang baru umumnya adalah sama seperti sedia kala. Mutasi atau
rotasi kerja dilakukan untuk menghindari kejenuhan pegawai pada
rutinitas pekerjaan yang terkadang membosankan serta memiliki
fungsi tujuan lain supaya seseorang dapat menguasai dan mendalami
pekerjaan lain di bidang yang berbeda. Transfer terkadang dapat
dijadikan sebagai tahapan awal atau batu loncatan untuk
mendapatkan promosi di waktu mendatang. Hakekatnya mutasi

134
adalah bentuk perhatian pimpinan terhadap bawahan. Disamping
perhatian internal, upaya peningkatan pelayanan kepada masyarakat
adalah bagian terpenting dalam seluruh pergerakan yang terjadi
dalam lingkup kerja pemerintahan. Kegiatan memindahkan pegawai
dari suatu tempat kerja ke tempat kerja lain disebut mutasi. Akan
tetapi, mutasi sebenarnya tidak selamanya sama dengan pemindahan.
Mutasi meliputi kegiatan memindahkan pegawai, pengoperan
tanggung jawab, pemindahan status kepegawaian, dan sejenisnya.
Adapun pemindahan hanya terbatas pada mengalihkan pegawai dari
suatu tempat ke tempat lain. Jadi, mutasi lebih luas ruang lingkupnya
ketimbang pemindahan. Salah satu perwujudan kegiatan mutasi
adalah pemindahan pegawai dari satu tempat kerja ke tempat kerja
lain. Kata mutasi atau pemindahan oleh sebagian masyarakat sudah
dikenal, baik dalam lingkungan maupun di luar lingkungan
perusahaan (pemerintahan).
Perpindahan pegawai terjadi dalam setiap organisasi baik
lembaga pemerintahan maupun organisasi perusahaan. Ada berbagai
istilah perpindahan yang digunakan setiap organisasi, istilah yang
umum digunakan adalah mutasi. Seperti yang dijelaskan
oleh Hasibuan (2002, h.102) “Istilah-istilah yang sama
pengertiannya dengan mutasi adalah pemindahan, alih tugas, transfer
dan job rotation karyawan”. Mutasi memiliki banyak arti yang
dijelaskan oleh para ahli. Menurut Moekijat (1987, h.152) yang
menggunakan istilah mutasi dengan istilah pemindahan men-
jelaskan bahwa “Pemindahan adalah suatu perubahan horizontal,
bukan suatu kenaikan atau suatu penurunan”. Selain itu
menurut Simamora (2006, h.640) mengutarakan mutasi dengan
istilah transfer: “Transfer adalah perpindahan seorang karyawan dari
satu pekerjaan ke posisi lainnya yang gaji, tanggung jawab dan/atau
jenjang organisasionalnya sama”.
H. Malayu S.P. Hasibuan (2008 : 102) menyatakan bahwa
mutasi adalah suatu perubahan posisi/jabatan/tempat/pekerjaan yang

135
dilakukan baik secara horizontal maupun vertikal di dalam satu
organisai. Pada dasarnya mutasi termasuk dalam fungsi
pengembangan karyawan, karena tujuannya untuk meningkatkan
efisiensi dan efektivitas kerja dalam perusahaan (pemerintahan )
tersebut.
Selanjutnya menurut Sastrohadiwiryo (2002:247) mutasi
adalah kegiatan ketenagakerjaan yang berhubungan dengan proses
pemindahan fungsi, tanggung jawab, dan status ketenagakerjaan
tenaga kerja ke situasi tertentu dengan tujuan agar tenaga kerja yang
bersangkutan memperoleh kepuasan kerja yang mendalam dan dapat
memberikan prestasi kerja yang semaksimal mungkin kepada
perusahaan. Sedangkan Nasution (1994:111), mutasi adalah
kegiatan memindahkan pegawai dari unit/ bagian yang kelebihan
tenaga ke unit/ bagian yang kekurangan tenaga atau yang
memerlukan.  Berdasarkan beberapa pengertian tersebut, maka dapat
dikatakan bahwa mutasi adalah suatu kegiatan dari suatu organisasi
dalam melaksanakan prinsip The Right Man On the Right Place, agar
pegawai yang bersangkutan mendapat kepuasan kerja setinggi
mungkin dan dapat memberikan prestasi sebesar-besarnya. Mutasi
diartikan sebagai perubahan mengenai atau pemindahan kerja/jabatan
lain dengan harapan pada jabatan baru itu dia akan lebih
berkembang. Jadi, dapat disimpulkan bahwa mutasi adalah sebagai
perubahan mengenai atau pemindahan kerja/ jabatan lain dengan
harapan pada jabatan baru itu dia akan lebih berkembang.
Sedangkan landasan hukum pelaksanaan mutasi Pegawai
Negeri Sipil diatur dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 2014 tentang
Aparatur Sipil Negara. Undang-Undang ini mengatur bahwa setiap
PNS dapat dimutasi tugas dan/atau lokasi dalam 1 (satu)
Instansi Pusat, antar-Instansi Pusat, 1 (satu) Instansi Daerah,
antar-Instansi Daerah, antar-Instansi Pusat dan Instansi Daerah,
dan ke perwakilan Negara Kesatuan Republik Indonesia di luar

136
negeri. Mutasi PNS dalam satu Instansi Pusat atau Instansi Daerah
dilakukan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian.
Mutasi PNS antar kabupaten/kota dalam satu provinsi
ditetapkan oleh gubernur setelah memperoleh pertimbangan kepala
BKN. Mutasi PNS antarkabupaten/kota antarprovinsi, dan antar
provinsi ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan dalam negeri setelah memperoleh pertimbangan
kepala BKN. Mutasi PNS provinsi/kabupaten/kota ke Instansi
Pusat atau sebaliknya, ditetapkan oleh kepala BKN. Mutasi PNS
antar-Instansi Pusat ditetapkan oleh kepala BKN.
Mutasi PNS dilakukan dengan memperhatikan prinsip
larangan konflik kepentingan. Pembiayaan sebagai dampak
dilakukannya mutasi PNS dibebankan pada anggaran pendapatan
dan belanja negara untuk Instansi Pusat dan anggaran pendapatan
dan belanja daerah untuk Instansi Daerah.
Mutasi jabatan merupakan program untuk menghargai prestasi
kerja yang diikuti dengan peningkatan kewajiban, hak, status dan
penghasilan pegawai. Dengan demikian mutasi jabatan merupakan
salah satu usaha dari pimpinan untuk memenuhi kebutuhan pegawai,
juga sebagai pengakuan dan aktualitas diri pegawai atas segala
kemampuan yang dimilikinya. Untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan, maka mutasi harus berjalan sesuai dengan prosedurnya
agar pelaksanaan terhadap rencana mutasi berjalan sesuai dengan
yang diharapkan.
b. Tujuan mutasi
Tujuan mutasi menurut Mudjiono (2000) adalah sebagai berikut :
1. Untuk meningkatkan poduktivitas kayawan.
2. Untuk menciptakan keseimbangan anatar tenaga kerja dengan
komposisi pekejaan atau jabatan.
3. Untuk memperluas atau menambah pengetahuan karyawan.
4. Untuk menghilangkan rasa bosan/jenuh tehadap pekerjaannya.

137
5. Untuk memberikan perangsang agar karyawan mau berupaya
meningkatkan karir yang lebih tinggi.
6. Untuk alat pendorong agar spirit kerja meningkat melalui
pesaingan terbuka.
7. Untuk menyesuaikan pekerjaan dengan kondisi fisik karyawan.

c. Sebab-sebab dan alasan Mutasi


Sebab-sebab pelaksanaan mutasi menurut Siswandi (1999)
digolongkan sebagai berikut :
a. Permintaan sendiri
Mutasi atas permintaan sendiri adalah mutasi yang
dilakukan atasa keinginan sendiri dari karywan yang
bersangkutan dan dengan mendapat persetujuan pimpinan
organisasi. Mutasi pemintaan sendiri pada umumnya  hanya
pemindahan jabatan yang peringkatnya sama baik, anatrbagian
maupun pindah ke tempat lain.
b. Alih tugas produktif (ATP)
Alih tugas produktif adalah mutasi karena kehendak
pimpinanan perusahaan untuk meningkatkan produksi dengan
menempatkan karywan yang bersangkutan ke jabatan atau
pekerjannya yang sesuai dengan kecakapannya.

138
BAB V
KEDUDUKAN APARATUR SIPIL NEGARA (ASN)

A. Kedudukan Aparatur Sipil Negara (ASN)


Pegawai Aparatur Sipil Negara yang selanjutnya disebut Pegawai ASN
adalah pegawai negeri sipil dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja
yang diangkat oleh pejabat pembina kepegawaian dan diserahi tugas dalam
suatu jabatan pemerintahan atau diserahi tugas negara lainnya dan digaji
berdasarkan peraturan perundang-undangan.Dalam Pasal 8 Undang-Undang
No 5 Tahun 2014 disebutkan bahwa :
“Pegawai ASN berkedudukan sebagai unsur Aparatur Negara”

Hal ini berarti pegawai negeri sebagai salah satu unsur dalam
masyarakat sangat penting dalam penyelenggaraan roda pemerintahan yang
keberadaannya untuk melaksanakan kebijakan yang ditetapkan oleh pimpinan
instansi pemerintah38 dan pegawai ASN harus bebas dari pengaruh dan
intervensi semua golongan dan partai politik.39 Menurut Kamus Besar bahasa
Indonesia, bahwa Aparatur Negara diartikan sebagai alat kelengkapan negara,
terutama meliputi bidang kelembagaan, ketatalaksanaan, dan kepegawaian,
yang mempunyai tanggung jawab melaksanakan roda pemerintahan sehari-
hari. Undang Undang Aparatur Sipil Negara yang disusun dengan landasan
pemikiran yang banyak digunakan oleh negara maju yang berdasarkan
paradigma manajemen kepegawaian pertimbangan bahwa untuk mendukung
pembangunan tata pemerintahan demokratis dan desentralistis, serta ekonomi
pasar sosial yang semakin terbuka perlu dibangun Aparatur Sipil Negara yang
memiliki kekuatan dan kemampuan yang semakin tinggi dan semakin mampu
melaksanakan pencapaian tujuan dan program politik pemerintah. Politik
pemerintah disini bukan diartikan dalam hal yang negatif terhadap perbuatan
pemerintah, namun adalah karena pemerintah dalam konsep ilmu administrasi
bahwa pemerintah tidak boleh mengalami kekurangan sedikit pun dalam hal

38
Pasal 9 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara.

39
Pasal 9 ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara.

139
mengeluarkan tindakan hukum atau dalam hal pelayanan publik, maka program
politik pemerintah ialah meningkatkan pelayanan publik.
Pada pasal 6 Undang-Undang No 5 Tahun 2014 tentang Aparatur sipil
Negara Pegawai ASN terdiri atas PNS dan PPPK. Selanjutnya, mengenai
Status ASN dijabarkan di dalam Pasal 7 Undang-Undang No 5 Tahun 2014
yakni :
1) PNS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf a merupakan Pegawai
ASN yang diangkat sebagai pegawai tetap oleh Pejabat Pembina
Kepegawaian dan memiliki nomor induk pegawai secara nasional.
2) PPPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf b merupakan Pegawai
ASN yang diangkat sebagai pegawai dengan perjanjian kerja oleh Pejabat
Pembina Kepegawaian sesuai dengan kebutuhan Instansi Pemerintah dan
ketentuan Undang-Undang ini.
3) Pengangkatan calon PPPK ditetapkan dengan keputusan Pejabat
Pembina Kepegawaian. Masa perjanjian kerja paling singkat 1 (satu)
tahun dan dapat diperpanjang sesuai kebutuhan dan berdasarkan
penilaian kinerja. Diatur dalam pasal 98 ayat (1) dan (2).

Pasal 105
(1) Pemutusan hubungan perjanjian kerja PPPK dilakukan dengan hormat
karena:
a. jangka waktu perjanjian kerja berakhir;
b. meninggal dunia;
c. atas permintaan sendiri;
d. perampingan organisasi atau kebijakan pemerintah yang
mengakibatkan pengurangan PPPK; atau
e. tidak cakap jasmani dan/atau rohani sehingga tidak dapat menjalankan
tugas dan kewajiban sesuai perjanjian kerja yang disepakati.
(2) Pemutusan hubungan perjanjian kerja PPPK dilakukan dengan hormat
tidak atas permintaan sendiri karena:
a. dihukum penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana
dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan tindak pidana
tersebut dilakukan dengan tidak berencana;
b. melakukan pelanggaran disiplin PPPK tingkat berat; atau
c. tidak memenuhi target kinerja yang telah disepakati sesuai dengan
perjanjian kerja.
(3) Pemutusan hubungan perjanjian kerja PPPK dilakukan tidak dengan
hormat karena:
a. melakukan penyelewengan terhadap Pancasila dan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. dihukum penjara atau kurungan berdasarkan putusan pengadilan yang
telah memiliki kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana

140
kejahatan jabatan atau tindak pidana kejahatan yang ada hubungannya
dengan jabatan dan/atau pidana umum;
c. menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik; atau
d. dihukum penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memiliki
kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam
dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun atau lebih dan
tindak pidana tersebut dilakukan dengan berencana.

Presiden selaku pemegang kekuasaan pemerintahan tertinggi dalam


kebijakan, pembinaan profesi, dan Manajemen Aparatur Sipil Negara (ASN).
Untuk menyelenggaraan kekuasaan dimaksud, Presiden mendelegasikan
kepada:
1. Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi (PAN-RB) berkaitan dengan kewenangan perumusan dan
penetapan kebijakan, koordinasi dan sinkronisasi kebijakan, serta
pengawasan atas pelaksanaan kebijakan ASN;
2. Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) berkaitan dengan
kewenangan monitoring dan evaluasi pelaksanaan kebijakan dan
Manajemen ASN untuk menjamin perwujudan Sistem Merit serta
pengawasan terhadap penerapan asas kode etik dan kode perilaku
ASN; KASN berkedudukan di Ibu kota Negara (Pasal 29 UU n0 5
tahun 2014)
3. Lembaga Administrasi Negara (LAN) berkaitan dengan
kewenangan penelitian, pengkajian kebijakan Manajemen ASN,
pembinaan, dan penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan ASN;
dan
4. Badan Kepegawaian Negara (BKN) berkaitan dengan kewenangan
penyelenggaraan Manajemen ASN, pengawasan dan pengendalian
pelaksanaan norma, standar, prosedur, dan kriteria Manajemen
ASN.

141
B. Hak Aparatur Sipil Negara (ASN)
Berbicara mengenai Hak Aparatur Sipil Negara artinya termasuk di
dalamnya hak bai PNS maupun PPPK. Di dalam BAB VI UU Nomor 5 Tahun
2014 tentang Aparatur Sipil Negara berbiacara khusus mengenai hak dan
kewajiban bagi aparatur sipil negara. Oleh karenanya, di dalam pembahasan ini
akan dijelaskan secara bersamaan karena hak yang dimiliki PNS dan PPPK
hanya berbeda pada hak PNS mengenai hak bagi PNS Memperoleh jaminan
pensiun dan jaminan hari tuasedangkan PPPK tidak diatur haknya mengenai
Memperoleh jaminan pensiun dan jaminan hari tua di dalam ketentuan UU
ASN.
1. Hak Pegawai Negeri Sipil
Sesuai Pasal 21 UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur
Sipil Negara bahwa PNS berhak memperoleh gaji, tunjangan, dan
fasilitas; cuti; jaminan pensiun dan jaminan hari tua; perlindungan; dan
pengembangan kompetensi. Adapun penjelasan dari hak-hak yang
dimiliki oleh PNS yakni :

a) Berhak Memperoleh Gaji, Tunjangan, dan Fasilitas


Gaji adalah kompensasi dasar berupa honorarium sesuai dengan
beban kerja, tanggung jawab jabatan dan resiko pekerjaan yang
ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan.PNS sebagai pegawai
tetap pemerintah berhak mendapatkan gaji dan tunjangan sesuai beban
pekerjaan dan tanggung jawabnya agar mendapatkan kesejahteraan
secara adil.

b) Berhak Memperoleh Cuti


PNS juga berhak mendapatkan fasilitas untuk pengembangan
kompetensi dan cuti serta biaya perawatan pada saat sakit. Apabila
dalam menjalankan tugasnya menderita cacat jasmani atau cacat
rohani yang mengakibatkan tidak dapat bekerja lagi tetap berhak
mendapatkan tunjangan.

142
c) Berhak Memperoleh jaminan pensiun dan jaminan hari tua
Demikian pula pada saat wafat dalam masa jabatan berhak
mendapatkan uang duka, sedangkan yang hidup hingga masa
pensiun diberikan hak berupa uang pensiun sesuai persyaratan yang
ditentukan.

d)Berhak Memperoleh perlindungan


PNS juga berhak mendapat perlindungan atass kemungkinan-
kemungkinan yang terjadi padanya.

e) Berhak Memperoleh pengembangan kompetensi


Dalam hidupnya, PNS juga memiliki hak untuk
mengembangkan potensi dan kompetensi yang ia miliki, dan potensi
tersebut haruss dihormati dan dihargai oleh semua pihak.

2. Hak Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK)


Sedangkan Pegawai Tidak Tetap Pemerintah berhak
mendapatkan honorarium yang adil dan layak sesuai dengan beban
pekerjaan dan tanggung jawabnya, tunjangan, biaya kesehatan, uang
duka, cuti dan pengembangan kompetensi.

C. Kewajiban Aparatur Sipil Negara (ASN)


Disamping PNS mendapatkan haknya PNS juga memiliki
kewajiban yang harus ditaati seperti kewajiban normatif setia dan taat pada
pancasila, UUD RI Tahun 1945 dan NKRI;
1. Menjaga persatuan dan kesatuan bangsa serta menaati semua
ketentuan peraturan perundang-undangan. Sedangkan kewajiban
yang berkaitan secara professional adalah melaksanakan tugas
kedinasan yang dipercayakan kepadanya dengan penuh
pengabdian, kejujuran, kesadaran dantanggungjawab;

143
2. Menunjukkan integritas dan keteladanan dalam sikap, perilaku,
tindakan dan ucapan kepada setiap orang,baik didalam maupun
diluar kedinasan;
3. Serta menyimpan rahasia jabatan dan hanya dapat
mengemukakanRahasia jabatan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan

1. Kewajiban Pegawai Negeri Sipil


Dalam menjalankan tugasnya, pegawai negeri sipil memiliki
beberapa kewajiban yang harus dilaksanakan, yaitu:
a. melaksanakan kebijakan publik yang dibuat oleh Pejabat Pembina
Kepegawaian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan;
b. memberikan pelayanan publik yang profesional dan berkualitas;dan
c. mempererat persatuyan dan kesatuan Negara Kesatuan Republik
Indonesia.

2. Kewajiban Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK)


Salah satu unsur manajemen Aparatur Sipil Negara adalah
penggajian, tunjangan, kesejahteraan, dan penghargaan. Gaji, tunjangan,
dan kesejahteraan yang adil dan layak sesuai dengan beban pekerjaan dan
tanggung jawabnya sekaligus merupakan hak pegawai ASN. Gaji harus
dapat memacu produktivitas dan menjamin kesejahteraan Pegawai ASN.
Gaji dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Selain
gaji, pemerintah daerah dapat memberikan tunjangan kepada Pegawai
ASN di daerah sesuai dengan tingkat kemahalan. Dalam pemberian
tunjangan, Pemerintah Daerah wajib mengukur tingkat kemahalan
berdasarkan indeks harga yang berlaku di daerahnya masing-masing.
Tunjangan daerah tersebut dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah yang diatur dengan peraturan daerah.
Selain gaji dan tunjangan, Pemerintah memberikan jaminan sosial
kepada Pegawai ASN yang dimaksudkan untuk menyejahterakan Pegawai

144
ASN. Pegawai ASN yang telah menunjukkan kesetiaan, pengabdian,
kecakapan, kejujuran dan kedisiplinan dalam melaksanakan tugasnya
dianugerahkan tanda kehormatan Satyalencana. Tanda kehormatan diberikan
secara selektif hanya kepada Pegawai ASN yang memenuhi persyaratan yang
ditetapkan dalam peraturan perundang undangan. Setiap penerima tanda
kehormatan berhak atas penghormatan dan penghargaan dari negara.
Penghormatan dan penghargaan dapat berupa:

1) pengangkatan atau kenaikan jabatan secara istimewa;


2) pemberian sejumlah uang sekaligus atau berkala; dan/atau
3) hak protokol dalam acara resmi dan acara kenegaraan.

Hak memakai Satyalancana dicabut apabila Pegawai ASN yang


bersangkutan dijatuhi hukuman disiplin tingkat berat berupa pemberhentian
tidak dengan hormat sebagai Pegawai ASN atau tidak lagi memenuhi syarat
syarat yang telah diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pencabutan tanda kehormatan ditetapkan dengan Keputusan Presiden setelah
mendengar pertimbangan Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan
atas usul Pejabat yang Berwenang.
1. Perlindungan
Pemerintah wajib memberikan perlindungan hukum serta perlindungan
keselamatan dan kesehatan kerja terhadap Pegawai ASN dalam melaksanakan
tugas dan fungsinya. Perlindungan hukum meliputi perlindungan hukum dalam
melaksanakan tugasnya dan memperolehbantuan hukum secara cuma cuma
terhadap kesalahan yang dilakukan dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya
sampai putusan terhadap perkara tersebut memperoleh kekuatan hukum tetap.
Perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja meliputi perlindungan terhadap
resiko gangguan keamanan kerja, kecelakaan kerja, kebakaran pada waktu
kerja, bencana alam, kesehatan lingkungan kerja, dan/atau risiko lain.

145
2. Hak Menduduki Jabatan Negara
Pegawai ASN yang mencalonkan diri untuk jabatan politik mengajukan
permohonan berhenti sebagai Pegawai ASN sejak masa pencalonan. Pegawai
ASN yang diangkat pada jabatan negara diberhentikan sementara dari jabatan
yang didudukinya dan tidak kehilangan status sebagai Pegawai ASN. Pegawai
ASN yang tidak menjabat lagi pada jabatan negara diangkat kembali sebagai
Pegawai ASN. Pegawai Eksekutif Senior yang tidak menjabat lagi pada jabatan
negara diangkat kembali untuk menduduki jabatan administratif atau jabatan
fungsional. Ketentuan lebih lanjut mengenai Pegawai ASN yang menduduki
jabatan politik dan jabatan negara diatur dengan Peraturan Menteri.
Sedangkan di pasal 23 Undang-UndangNomor 5 tahun 2014 tentang
Aparatur Sipil Negara kewajiban ASN:
a. setia dan taat pada Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan
pemerintah yang sah;
b. menjaga persatuan dan kesatuan bangsa;
c. melaksanakan kebijakan yang dirumuskan pejabat pemerintah yang
berwenang;
d. menaati ketentuan peraturan perundang-undangan;
e. melaksanakan tugas kedinasan dengan penuh pengabdian, kejujuran,
kesadaran, dan tanggung jawab;
f. menunjukkan integritas dan keteladanan dalam sikap, perilaku, ucapan dan
tindakan kepada setiap orang, baik di dalam maupun di luar kedinasan;
g. menyimpan rahasia jabatan dan hanya dapat mengemukakan rahasia jabatan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
h. bersedia ditempatkan di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia.

Ketentuan lebih lanjut mengenai hak PNS, hak PPPK, dan kewajiban
Pegawai ASN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21, Pasal 22, dan Pasal 23
diatur dengan Peraturan Pemerintah

146
Mengenai pemberhenti, UU ASN ini menyebutkan, bahwa PNS
diberhentikan dengan hormat karena:
a. Meninggal dunia
b. Atas permintaan sendiri
c. Mencapai batas usia pension
d. Perampingan organisasi atau kebijakan pemerintah yang mengakibatkan
pensiun diri; atau
e. Tidak cakap jasmani dan/atau rohani sehingga tidak dapat menjalankan
tugas dan kewajiban.
PNS dapat diberhentikan dengan hormat atau tidak diberhentikan
karena hukuman penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memiliki
kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana dengan hukuman
pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan pidana yang dilakukan tidak
berencana.
PNS juga dapat diberhentikan dengan hormat tidak atas permintaan
sendiri karena melakukan pelanggaran disiplin PNS tingkat berat.
Adapun PNS diberhentikan dengan tidak hormat karena:
1. Melakukan penyelewengan terhadap Pancasila dan UUD 1945;
2. Dihukum  penjara  atau  kurungan  berdasarkan  putusan
pengadilan  yang  telahmemiliki kekuatan hukum tetap karena
melakukan tindak pidana kejahatan jabatan atau tindak pidana
kejahatan yang ada hubungannya dengan jabatan dan/atau pidana
umum;
3. Menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik; dan
4. Dihukum penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah
memiliki kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana
dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan pindana
yang dilakukan dengan berencana.
Pasal 88 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 ini menyebutkan, PNS
diberhenikan sementara apabila:
1. Diangkat menjadi pejabat negara;
2. Diangkat menjadi komisioner atau anggota lembaga non structural

147
3. Ditahan karena menjadi tersangka tindak pidana.
Ada 7 (Tujuh) substansi penting dalam Rancangan Undang-Undang
Aparatur Sipil Negara (RUU ASN), yang membedakan dengan Undang-
Undang nomor 43 tahun 1999 jo Undang-Undang nomor 8 tahun 1974 tentang
Pokok-Pokok Kepegawaian yaitu :
1. rekrutmen
2. pengembangan pegawai
3. penempatan dalam jabatan atau promosi
4. kompensasi atau kesejahteraan
5. manajemen kinerja
6. penegakkan disiplin dan etika
7. serta pensiun

148
HAK DAN KEWAJIBAN
JENIS HAK K
gaji, tunjangan, dan
fasilitas;
setiadan
cuti;
UUD NR
PNS jaminan pensiun dan
pemerin
Pasal 1butir 3&Pasal7 jaminan hari tua;
menjaga
perlindungan; dan
bangsa;
pengembangankompeten
melaksa
si.
pemerin
menaati
gaji, tunjangan, dan perunda
fasilitas; melaksa
PPPK cuti; menunju
Pasal1butir 4 & Pasal 7 perlindungan; dan ketelada
pengembangankompete menyim
nsi. bersedia
seluruh

BAB VI
PENEGAKAN HUKUM KEPEGAWAIAN

149
A. Pengertian Penegakan Hukum
Menurut Jimly Asshidiqie40, Penegakan hukum adalah proses
dilakukannya upaya untuk tegaknya atau berfungsinya norma-norma
hukum secara nyata sebagai pedoman perilaku lalu lintas atau hubungan-
hubungan hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara .
Ditinjau dari subjeknya penegakan hukum itu dapat dilakukan oleh subjek
yang luas dan dapat diartikan sebagai upaya penegakan hukum oleh subjek
salam arti sempit atau terbatas. Dalam arti luas, proses penegakan hukum
itu melibatkan semua subjek hukum dalam setiap hubungan hukum.siapa
saja yang menjalankan aturan normative atau menjalankan sesuatu dengan
mendasarkan diri pada norma aturan hukum yang berlaku, berarti dia
menjalankan atau menegakkan aturan hukum. Dalam arti sempit , dari segi
subjeknya itu, penegakan hukum itu hanya diartikan sebagai upaya
aparatur penegak hukum tertentu untuk menjamin dan memastikan
tegaknya hukum itu, apabila diperlukan, aparatur penegak hukum itu
diperkenankan untuk menggunakan daya paksa.
Pengertian penegakan hukum itu dapat pula ditinjau dari sudut
pandang objeknya, yaitu dari segi hukumnya. Dalam hal ini pengertiannya
juga mencakup makna yang luas dan sempit. Dalam arti luas, penegakan
hukum itu mencakup pula nilai-nilai keadilan yang terkandung didalamnya
bunyi aturan formal maupun nilai-nilai keadilan yang hidup dalam
masyarakat. Tetapi dalam arti sempit penegakan hukum itu hanya
menyangkut penegakan peraturan yang formal dan tertulis saja.
Dengan kata lain berdasarkan uraian diatas, yang dimaksud dengan
penegakan hukum itu kurang lebih merupakan upaya yang dilakukan
untuk menjadikan hukum baik dalam arti formil yang sempit maupun
materil yang luas, sebagai pedoman perilaku dan setiap perbuatan hukum
baik oleh para subjek hukum yang bersangkutan maupun oleh aparatur
penegak hukumm yang resmi diberi tugas dan wewenang oleh Undang-

40
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Guru besar Hukum Tata Negara
Universitas Indonesia, Ketua dewan penasihat asosiasi Hukum Tata Negara dan Administrasi
Negara Indonesia.

150
undang untuk menjamin berfungsinya norma-norma hukum yang berlaku
dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Penegakan hukum adalah proses dilakukannya upaya untuk tegaknya
atau berfungsinya norma-norma hukum secara nyata sebagai pedoman
perilaku dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Satjipto Rahardjo
membedakan istilah penegakan hukum (law enforcement) dengan
penggunaan hukum (the use of law). Penegakan hukum dan penggunaan
hukum adalah dua hal yang berbeda. Orang dapat menegakkan hukum
untuk memberikan keadilan, tetapi orang juga dapat menegakkan hukum
untuk digunakan bagi pencapaian tujuan atau kepentingan lain.
Menegakkan hukum tidak persis sama dengan menggunakan hukum. 41
Menurutnya, penegakan hukum pada hakikatnya merupakan penegakan
ide-ide atau konsep-konsep yang abstrak. Penegakan hukum adalah usaha
untuk mewujudkan ide-ide tersebut menjadi kenyataan.42
Sudikno Mertokusumo menyatakan bahwa penegakan hukum
maknanya adalah pelaksanaan hukum atau implementasi hukum itu
sendiri.43 Pelaksanaan hukum akan terkait dengan dua komponen, yaitu:
Adanya seperangkat peraturan yang berfungsi mengatur prilaku manusia
dalam menyelesaikan sengketa yang timbul diantara anggota masyarakat.
Serta, adanya seperangkat orang atau lembaga yang melaksanakan tugas
agar peraturan yang dibuat itu dipatuhi dan tidak dilanggar.
Penegakan hukum (Law enforcement) merupakan bagian dari
penerapan hukum yang semestinya dapat berjalan selaras dengan
kesadaran hukum masyarakat. Kesadaran hukum masyarakat sangat
dipengaruhi oleh rasa keadilan masyarakat. Penegakan hukum pada
dasarnya harus memperhatikan aspek-aspek yang mempengaruhi upaya
penegakan hukum tersebut, yaitu meliputi; Materi hukum (peraturan
/perundangan-undangan), aparat penegak hukum (hakim, jaksa, polisi, dan
lembaga pemasyarakatan), Sarana prasarana hukum, serta Budaya hukum.

41
Satjipto Rahardjo. 2006. Sisi-Sisi Lain dari Hukum di Indonesia. Cetakan Kedua.
Penerbit Buku Kompas. Jakarta,. hlm. 169.
42
ibid
43
163 Sudikno Mertokusumo,1993, Bab-bab Tentang Penemuan Hukum, Citra Aditya
Bakti,Yoyakarta, hlm. 81.

151
Budaya hukum meliputi di dalamnya cita hukum masyarakat, kesadaran
hukum masyarakat dan etika profesi para aparat penegak hukum.
Dari beberapa definisi mengenai penegakan hukum maka dapat
disimpulkan bahwa penegakan hukum adalah serangkaian proses untuk
menyelaraskan norma yang ada dengan penerapan hukum itu sendiri di
dalam masyarakat. Artinya, apa yang termuat di dalam aturan-aturan
haruslah sesuai dengan implementasinya. Ketika implementasi itu telah
sesuai maka baru dapat dikatakan proses penegakan hukum itu berjalan.
Beranjak dari pengertian penegakan hukum menurut sudikno dimana
penegakan hukum adalah implementasi dari hukum itu sendiri, maka
aturan yang mengatur diharapkan dapat sesuai dengan pelaksanaan dari
aturan itu. Dari sanalah penulis beranggapan bahwa proses penegakan
hukum meliputi penyesuaian antara aturan dan pelaksanaannya.

B. Penegakan Hukum Kepegawaian


Demi tercapainya suatu ketertiban dan kedamaian hukum berfungsi
untuk memberikan jaminan bagi seseorang agar kepentingannya diperhatikan
oleh setiap orang lain. Hukum harus bisa melindungi jika ada kepentingan itu
terganggu, oleh karena itu hukum itu harus dilaksanakan dan ditegakkan
tanpa membeda-bedakan atau tidak memberlakukan hukum secara
diskriminatif. Sama halnya dalam penegakan hukum kepegawaian dimana
dalam proses pelaksanaan hukuman disiplin bagi aparatur sipil negara
haruslah berlandasakan keadilan tanpa mendiskriminasikan golongan/jabatan
tertentu.
Di dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur
Sipil Negara bahwa pengertian Aparatur Sipil Negara yang selanjutnya
disingkat ASN adalah profesi bagi pegawai negeri sipil (PNS) dan pegawai
pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) yang bekerja pada instansi
pemerintah. Artinya di dalam Undang-undang ini telah adanya pembagian
jenis pegawai yang tergolong aparatur sipil negara. Pembagian itu adalah
Pegawai Sipil Negara (PNS) dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian
Kerja yang selanjutnya disingkat PPPK.

152
Ketika berbicara soal penegakan hukum kepegawaian, maka tidak
terlepas dari pembagian makna aparatur sipil negara yang termuat di dalam
Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara. Ada
pengelompokan di dalam tataran penegakan hukumnya arena di dalam
Undang-undang ASN sendiri memang telah dibedakan jenis dari Aparatur
sipil negara. Adapun skema yang dimaksud dalam proses penegakan hukum
kepegawaian seperti di bawah ini :

UU Nomor 5 Tahun 2014

Aparatur Sipil Negara

Pegawai Negeri Sipil PPPK

Pegawai ASN diangkat Pegawai ASN yang


pemerintah sebagai diangkat sebagai pegawai
pegawai tetap oleh Pejabat dengan perjanjian kerja oleh
Pembina kepegawaian dan pejabat pembina
memiliki nomor Induk kepegawaian sesuai dengan
pegawai secara nasional kebutuhan instansi
pemerintah

 PP Nomor 53 Tahun Peraturan Pelaksana UU


2010 tentang Disiplin ASN tentang PPPK
Pegawai Negeri Sipil
 Perka 21 Tahun 2010
tentang ketentuan Tidak diatur dalam rezim
pelaksana PP 53/2010 UU Ketenagakerjaan tetapi
 PP 24 Tahun 2011 dalam UU ASN dan
tentang BAPEK peraturan pelaksananya

TUNDUK PADA UU ASN


SEBAGAI APARATUR
SIPIL NEGARA

153
1. Pegawai Negeri Sipil (PNS)
Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disingkat PNS adalah
warga negara Indonesia yang memenuhi syarat tertentu, diangkat sebagai
Pegawai ASN secara tetap oleh pejabat pembinam kepegawaian untuk
menduduki jabatan pemerintahan. Untuk mewujudkan PNS yang handal,
profesional, dan bermoral maka diperlukan peraturan disiplin PNS yang
dapat dijadikan pedoman dalam menegakkan disiplin, sehingga dapat
menjamin terpeliharanya tata tertib dan kelancaran pelaksanaan tugas
serta dapat mendorong PNS untuk lebih produktif. Untuk peraturan
pelaksana mengenai disiplin pegawai negeri sipil telah tertuang di dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang disiplin Pegawai
Negeri Sipil. Penjatuhan hukuman disiplin dimaksudkan untuk membina
PNS yang telah melakukan pelanggaran, agar yang bersangkutan
mempunyai sikap menyesal dan berusaha tidak mengulangi dan
memperbaiki diri pada masa yang akan datang.

a. Penegakan Kode Etik Pegawai Negeri Sipil

Kode etik Pegawai Negeri Sipil adalah pedoman tingkah laku


dan perbuatan Pegawai Negeri Sipil di dalam melaksanakan
tugasnya dan pergaulan hidup sehari-hari. Dalam penegakan kode
etik Pegawai Negeri Sipil tentulah diberikan sanksi-sanksi kepada
Pegawai Negeri Sipil yang melakukan pelanggaran kode etik.
Pegawai Negeri Sipil yang melakukan pelanggaran kode etik
dikenakan sanksi moral. Sanksi moral ini dibuat secara tertulis dan
dinyatakan oleh pejabat Pembina kepegawaian. Sanksi moral ini
berupa :
1) pernyataan secara tertutup
Pernyataan secara tertutup disampaikan oleh pejabat yang
berwenang atau pejabat lain yang ditunjuk dalam ruang
tertutup. Pengertian dalam ruang tertutup yaitu bahwa
penyampaian pernyataan tersebut hanya diketahui oleh pegawai

154
Negeri Sipil yang bersangkutan dan Pejabat yan
menyampaikan pernyataan serta pejabat lain yang terkait
dengan catatan pejabat terkait dimaksud tidak boleh berpangkat
lebih rendah dari pegawai negeri sipil yang bersangkutan.
2) Pernyataan secara terbuka
Pernyataan secara terbuka disampaikan melalui forum-
forum pertemuan resmi Pegawai Negeri Sipil, upacara bendera,
media massa dan forum lain yang dipandang pantas dan sesuai
untuk itu.

b. Disiplin Pegawai Negeri Sipil

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 Tentang


Disiplin Pegawai Negeri Sipil, Disiplin Pegawai Negeri Sipil adalah
kesanggupan Pegawai Negeri Sipil untuk menaati kewajiban dan
menghindari larangan yang ditentukan dalam peraturan perundang-
undangan dan/atau peraturan kedinasan yang apabila tidak ditaati
atau dilanggar dijatuhi hukuman disiplin. (Pasal 1 butir 1). Pelanggaran
disiplin adalah setiap ucapan, tulisan, atau perbuatan PNS yang tidak
menaati kewajiban dan/atau melanggar larangan ketentuan disiplin
PNS, baik yang dilakukan di dalam maupun di luar jam kerja.
(Pasal 1 butir 3)
Sanksi disiplin adalah hukuman yang dijatuhkan kepada PNS
karena melanggar peraturan disiplin PNS. Sanksi sudah ada sejak
jaman kerja rodi yang ada di Indonesia yang disebut perburuhan biasa
(punale sanksi), yaitu dimana pekerjaan dilakukan oleh buruh biasa
untuk dan dibawah pimpinan seseorang majikan dengan menerima
upah, disana-sini sudah ada, tetapi tidak dapat meluasa. Sebab
walaupun sampai 1839 oleh Gubernemenyang lalu disewakan berbagai
bidang tanah kepada orang-orang swasta bukan Indonesia, diantara

155
1830 sampai 1870 adalah Gubernemen yang merupakan pengusaha
yang terpenting dan Gubernemen ini menggunakan pekerjaan rodi.44
Jenis Sanksi dalam Sanksi Hukum Administrasi45, ditinjau dari segi
sasarannya, dalam hukum administrasi di kenal dua jenis sanksi yaitu :
1. sanksi reparatoir artinya sanksi yang diterapkan sebagai reaksi atas
pelanggaran norma, yang ditujukan untuk mengembalikan pada
kondisi semula sebelum atau menempatkan pada situasi yang sesuai
dengan hukum (legale situatie), dengan kata lain, mengembalikan
pada keadaan semula sebelum terjadinya pelanggaran.
misalnyapaksaan pemerintah (bestuursdwang), pengenaan uang
paksa (dwangsom),
2. sanksi punitif artinya sanksi yang ditujukan untuk memberikan
hukuman pada seseorang, misalnya adalah berupa denda
administratif,

Di samping dua jenis sanksi tersebut,ada sanksi lain yang oleh


J.B.J.M ten Berge disebut sebagai sanksi regresif (regressieve sancties),
yaitu sanksi yang diterapkan sebagai reaksi atas ketidakpatuhan terhadap
ketentuan yang terdapat pada ketetapan yang diterbitkan. Sanksi ini
ditujukan pada keadaan hukum semula, sebelum diterbitkannya
ketetapan. Contohnya: penarikan, perubahan, dan penundaan suatu
ketetapan.

Ditinjau dari segi tujuan diterapkannya sanksi, sanksi regresif ini


sebenarnya tidak begitu berbeda dengan sanksi reparatoir. Bedanya
hanya terletak pada lingkup dikenakannya sanksi tersebut. Sanksi
reparatoir dikenakan terhadap pelanggaran norma hukum administrasi
secara umum, sedangkan sanksi regresif hanya dikenakan terhadap
ketentuan-keentuan yang terdapat dalam ketetapan.

Pengenaan sanksi/hukuman merupakan akibat dari pelanggaran yang


dilakukan terhadap hukum. Menurut Drs.Sudarsono pelanggaran adalah perbuatan

44
Imam Soepomo,1990,pengantar Hukum Perburuhan, hlm 22
45
Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, (jakarta; PT Raja Grafindo Persada, 2006),h. 319)

156
pidana yang tergolong tidak seberat kejahataan, hal ini diatur antar lain di dalam
pasal 532 KUHPidana.46 Pada tahun 2003, Pemerintah melalui kantor Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara (MENPAN) telah mengambil inisiatif untuk
menjabarkan pokok-pokok etika dalam peraturan perundang dan diaplikasikan
dalam lingkungan Pegawai Negeri Sipil.47

Dalam hal menjatuhkan sanksi/hukuman disiplin, keputusan hukuman


yang ditetapkan oleh atasan pejabat yang berwenang menghukum dan keputusan
yang diambil oleh Badan Pertimbangan Kepegawaian tidak dapat diajukan
keberatan dan mengikat serta wajib dilaksanakan oleh semua pihak yang
bersangkutan, baik oleh Pegawai Negeri Sipil yang mengajukan keberatan
ataupun oleh pejabat yang berwenang menghukum.

a) Pejabat yang Berwenang Menghukum


Berdasarkan Perka 21 Tahun 2010 mengenai pejabat yang berwenang
menjatuhkan hukuman disiplin yakni :
 Pejabat yang berwenang menghukum wajib menjatuhkan hukuman
disiplin kepada PNS yang melakukan pelanggaran disiplin.
 Apabila pejabat yang berwenang menghukum tidak menjatuhkan
hukuman disiplin kepada PNS yang melakukan pelanggaran disiplin,
pejabat tersebut dijatuhi hukuman disiplin oleh atasannya.
 Ketentuan penjatuhan hukuman disiplin oleh atasan kepada pejabat
yang seharusnya menghukum, berlaku juga bagi atasan dari atasan
secara berjenjang.
 Penjatuhan hukuman disipiin oleh atasan kepada pejabat yang tidak
menjatuhkan hukuman disiplin, dilakukan setelah mendengar
keterangannya dan tidak perlu dilakukan pemeriksaan yang
dituangkan dalam berita acara pemeriksaan.
 Jenis hukuman disiplin yang dijatuhkan kepada atasan yang tidak
menjatuhkan hukuman disiplin kepada PNS yang melakukan

46
W.J.S. Poerwadarminta,1986,Kamus Besar Bahasa Indonesia,Jakarta: Balai pusataka ).
47
(Op.cit)

157
pelanggaran disiplin, sama dengan jenis hukuman yang seharusnya
dijatuhkan kepada PNS yang melakukan pelanggaran disiplin.
 Atasan pejabat yang berwenang menghukum, juga menjatuhkan
hukuman disipiin terhadap PNS yang melakukan pelanggaran disiplin.
 Apabila tidak terdapat pejabat yang berwenang menghukum, maka
kewenangan menjatuhkan hukuman disiplin menjadi kewenangan
pejabat yang lebih tinggi. Yang dimaksud dengan "tidak terdapat
pejabat yang berwenang menghukum" adalah terdapat satuan
organisasi yang pejabatnya lowong, antara lain karena berhalangan
tetap, atau tidak terdapat dalam struktur organisasi.

b) Tata Cara Penjatuhan Hukuman Disiplin PNS


1) Umum
a. Sebelum menjatuhkan hukuman disiplin, atasan langsung wajib
memeriksa Iebih dahulu PNS yang diduga melakukan
pelanggaran disiplin.
b. Untuk ancaman hukuman disiplin sedang dan berat maka PPK
atau pejabat lain yang ditunjuk dapat membentuk Tim Pemeriksa.
c. Tujuan pemeriksaan adalah untuk mengetahui apakah PNS yang
bersangkutan benar atau tidak melakukan pelanggaran disiplin,
dan untuk mengetahui faktor-faktor yang mendorong atau
menyebabkan PNS yang bersangkutan melakukan pelanggaran
disiplin serta untuk mengetahui dampak atau akibat dari
pelanggaran disiplin tersebut.
d. Pemeriksaan terhadap PNS yang melanggar disiplin harus
dilakukan dengan teliti dan obyektif, sehingga pejabat yang
berwenang menghukum dapat mempertimbangkan dengan
seksama tentang jenis hukuman disiplin yang akan dijatuhkan
kepada PNS yang bersangkutan.

2) Pemanggilan

158
1. PNS yang diduga melakukan pelanggaran disiplin, dipanggil secara
tertulisuntuk diperiksa oleh atasan langsung atau Tim Pemeriksa. Surat
panggilandibuat menurut contoh sebagaimana tersebut dalam Anak
Lampiran I-aPeraturan Kepala Badan Kepegawaian Negara ini.
2. Pemanggilan secara tertulis bagi PNS yang diduga melakukan
pelanggarandisiplin, dilakukan paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sebelum
tanggalpemeriksaan.
3. Apabila PNS yang diduga melakukan pelanggaran disiplin pada tanggal
yangseharusnya yang bersangkutan diperiksa tidak hadir, maka
dilakukanpemanggilan kedua paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak
tanggalseharusnya yang bersangkutan diperiksa pada pemanggilan
pertama.
4. Dalam menentukan tanggal pemeriksaan dalam surat pemanggilan
pertamadan pemanggilan kedua hares memperhatikan waktu yang
diperlukan untukmenyampaikan dan diterimanya surat panggilan.
5. Apabila pada tanggal pemeriksaan yang ditentukan dalam surat
pemanggilankedua PNS yang bersangkutan tidak hadir juga, maka
pejabat yangberwenang menghukum menjatuhkan hukuman disiplin
berdasarkan alatbukti dan keterangan yang ada tanpa dilakukan
pemeriksaan.

3) Pemeriksaan
1. Sebelum melakukan pemeriksaan, atasan Iangsung atau Tim
Pemeriksamempelajari Iebih dahulu dengan seksama laporan-laporan
atau bahanbahanmengenai pelanggaran disiplin yang diduga dilakukan
oleh PNS yangbersangkutan.
2. Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada angka 1 dilakukan
secaratertutup, hanya diketahui dan dihadiri oleh PNS yang diperiksa
danpemeriksa.
3. PNS yang diduga melakukan pelanggaran disiplin yang
kewenanganpenjatuhan hukuman disiplinnya menjadi wewenang
Presiden dan PNS yangdiduga melakukan pelanggaran disiplin yang

159
pemeriksaannya menjadikewenangan PPK atau Gubernur sebagai atasan
langsungnya,pemeriksaannya dilakukan oleh PPK atau Gubernur yang
bersangkutan.Untuk mempercepat pemeriksaan, PPK atau Gubernur
dapat memerintahkanpejabat di bawahnya dalam lingkungan
kekuasaannya untuk melakukanpemeriksaan terhadap PNS yang diduga
melakukan pelanggaran disiplin,dengan ketentuan bahwa pejabat yang
diperintahkan untuk melakukanpemeriksaan itu tidak boleh berpangkat
atau memangku jabatan yang Iebihrendah dad PNS yang diperiksa. Surat
perintah untuk melakukanpemeriksaan.
4. PNS yang diperiksa karena diduga melakukan pelanggaran disiplin,
wajib menjawab segala pertanyaan yang diajukan oleh atasan
langsungnya.
5. Apabila PNS yang diperiksa itu tidak mau menjawab pertanyaan, maka
yang bersangkutan dianggap mengakui pelanggaran disiplin yang
dituduhkan kepadanya.
6. Hasil pemeriksaan harus dituangkan dalam bentuk berita acara
pemeriksaan.
7. Apabila PNS yang diperiksa mempersulit pemeriksaan, maka hal itu
tidak menjadi hambatan untuk menjatuhkan hukuman disiplin
berdasarkan buktibukti yang ada.
8. Apabila menurut hasil pemeriksaan, ternyata kewenangan untuk
menjatuhkanhukuman disiplin kepada PNS tersebut merupakan
kewenangan :
a. atasan langsung yang bersangkutan, maka atasan langsung
tersebutwajib menjatuhkan hukuman disiplin;
b. pejabat yang lebih tinggi, maka atasan langsungnya wajib
melaporkansecara hierarki disertai berita acara pemeriksaan, laporan
kewenanganpenjatuhan hukuman disiplin.
9. Apabila terdapat pelanggaran disiplin yang ancaman hukumannya sedang
dan berat maka PPK atau pejabat yang ditunjuk dapat membentuk Tim
Pemeriksa yang terdiri dari atasan langsung, unsur pengawasan, dan
unsur kepegawaian atau pejabat lain yang ditunjuk.

160
10. Apabila atasan langsung dari PNS yang bersangkutan terlibat dalam
pelanggaran tersebut, maka yang menjadi anggota Tim Pemeriksa
adalah atasan yang lebih tinggi secara berjenjang atau memangku
jabatan yang lebih rendah dari PNS yang diperiksa.
11. Susunan Tim Pemeriksa terdiri dari:
a. 1 (satu) orang Ketua merangkap anggota;
b. 1 (satu) orang Sekretaris merangkap anggota; dan
c. paling kurang 1 (satu) orang anggota.
Persyaratan untuk menjadi Tim Pemeriksa tidak boleh berpangkat atau
memangku jabatan yang lebih rendah dari PNS yang diperiksa.
12. Tim Pemeriksa bersifat temporer (Ad Hoc) yang bertugas sampai proses
pemeriksaan selesai terhadap suatu dugaan pelanggaran disiplin yang
dilakukan seorang PNS.
13. Apabila diperlukan, untuk mendapatkan keterangan yang lebih lengkap
clan dalam upaya menjamin obyektifitas dalam pemeriksaan, atasan
langsung, tim pemeriksa atau pejabat yang berwenang menghukum
dapat meminta keterangan dari orang lain.
14. Untuk memperlancar pemeriksaan, PNS yang diduga melakukan
pelanggaran disiplin dan kemungkinan akan dijatuhi hukuman disiplin
tingkat berat dapat dibebaskan sementara dari tugas jabatannya oleh
atasan langsungnya sejak yang bersangkutan diperiksa sampai dengan
ditetapkannya keputusan hukuman disiplin. Keputusan pembebasan
sementara dari tugas jabatannya.
15. Agar pelaksanaan tugas organisasi tetap berjalan sebagaimana
mestinya,, maka selama PNS yang bersangkutan dibebaskan sementara
dari tugas jabatannya, diangkat Pejabat Pelaksana Harian (PLH).
16. PNS yang dibebaskan sementara dari tugas jabatannya, tetap masuk
kerja dan diberikan hak-hak kepegawaiannya sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
17. Apabila atasan langsung dari PNS yang diduga melakukan pelanggaran
disiplin tidak ada ataupun terjadi kekosongan, maka untuk pembebasan

161
sementara dari tugas jabatannya dilakukan oleh pejabat yang lebih
tinggi atau secara berjenjang.
18. Berita acara pemeriksaan harus ditandatangani oleh atasan Iangsung
atau Tim Pemeriksa dan PNS yang diperiksa. Apabila ada isi berita
acara pemeriksaan itu yang menurut pendapat PNS yang diperiksa tidak
sesuai dengan apa yang diucapkan, maka hal itudiberitahukan kepada
pemeriksa dan pemeriksa wajib memperbaikinya.
19. Apabila PNS yang diperiksa tidak bersedia menandatangani berita acara
pemeriksaan, maka berita acara pemeriksaan tersebut cukup
ditandatangani oleh pemeriksa, dengan memberikan catatan dalam
berita acara pemeriksaan, bahwa PNS yang diperiksa tidak bersedia
menandatangani berita acara pemeriksaan. Walaupun PNS yang
diperiksa tidak bersedia untuk menandatangani berita acara
pemeriksaan tersebut, tetap dijadikan sebagai dasar untuk menjatuhkan
hukuman disiplin.
20. PNS yang telah diperiksa berhak mendapat foto kopi berita acara
pemeriksaan.

c) Penjatuhan Hukuman Disiplin


1. Umum
a. Tujuan penjatuhan hukuman disiplin pada prinsipnya bersifat pembinaan
yaitu untuk memperbaiki dan mendidik PNS yang melakukan
pelanggaran disiplin agar yang bersangkutan mempunyai sikap menyesal
dan berusaha tidak mengulangi serta memperbaiki diri pada masa yang
akan datang. Juga dimaksudkan agar PNS lainnya tidak melakukan
pelanggaran disiplin.
b. Pejabat yang berwenang menghukum sebelum menjatuhkan hukuman
disiplin wajib mempelajari dengan teliti hasil pemeriksaan, dan
memperhatikan dengan seksama faktor-faktor yang mendorong atau
menyebabkan PNS tersebut melakukan pelanggaran disiplin dan dampak
atas pelanggaran disiplin tersebut.

162
c. Meskipun bentuk pelanggaran disiplin yang dilakukan sama, tetapi
faktor-faktor yang mendorong dan dampak yang ditimbulkan dari
pelanggaran disiplin itu berbeda, maka jenis hukuman disiplin yang
akan dijatuhkan berbeda.
d. PNS yang telah terbukti melakukan pelanggaran disiplin, harus dijatuhi
hukuman disiplin yang setimpal dengan pelanggaran yang dilakukan.
Tingkat dan jenis hukuman disiplin yang dijatuhkan tidak harus secara
berjenjang.
e. Apabila tidak terdapat pejabat yang berwenang menghukum misalnya
jabatan yang lowong karena pejabatnya berhalangan tetap, belum
diangkat pejabat untuk jabatan tersebut, atau tidak terdapat dalam
struktur organisasi, maka kewenangan menjatuhkan hukuman disiplin
menjadi kewenangan pejabat yang lebih tinggi.
f. Dalam hal PNS yang dipekerjakan atau diperbantukan di
lingkungannya akan dijatuhi hukuman disiplin yang bukan menjadi
kewenangannya, Pimpinan Instansi atau Kepala Perwakilan
mengusulkan penjatuhan hukuman disiplin kepada PPK instansi
induknya disertai berita acara pemeriksaan.
g. Penjatuhan hukuman disiplin yang menjadi wewenang Presiden
diusulkan oleh PPK dan tembusannya disampaikan kepada BAPEK
dengan melampirkan:
1. berita acara pemeriksaan;
2. bukti-bukti pelanggaran disiplin; dan
3. bahan-bahan lain yang diperlukan.

2. Berlakunya Hukuman Disiplin


a. Apabila tidak diajukan keberatan atau banding administratif, maka
hukuman disiplin mulai berlaku pada hari ke 15 (lima belas) setelah
keputusan hukuman disiplin diterima.
b. Apabila diajukan keberatan atau banding administratif,  maka mulai
berlaku pada tanggal ditetapkannya keputusan atas keberatan atau
banding administratif.

163
c. Apabila PNS yang dijatuhi hukuman disiplin tidak hadir pada waktu
penyampaian keputusan hukuman disiplin maka hukuman disiplin
berlaku pada hari ke 15 (lima belas) sejak tanggal yang ditentukan
untuk penyampaian keputusan hukuman disiplin
d. Keputusan hukuman disiplin wajib didokumentasikan oleh pejabat
pengelola kepegawaian di instansi yang bersangkutan sebagai salah satu
bahan penilaian dalam pembinaan PNS yang bersangkutan.

Selanjtnya, ketika berbicara mengenai hukuman disiplin bagi


pegawa negeri sipil artinya tidak terlepas dari ketentuan yang termuat di
dalam Undang-Undang Administrasi Pemerintahan yakni UU Nomor 30
Tahun 2014. Pengertian administrasi pemerintahan di dalam Undang-
Undang ini adalah tata laksana dalam pengambilan keputusan dan/atau
tindakan oleh badan dan/atau pejabat pemerintahan. Pejabat pemerintahan
adalah bagian dari PNS itu sendiri. Di dalam UU ini juga diatur mengenai
sanksi administratif yang dapat dijatuhkan kepada PNS yang merugikan
masyarakat akibat keputusan dan/atau tindakan pejabat pemerintahan yang
menetapkan dan/atau melakukan keputusan dan/atau tindakan.
Pejabat Pemerintahan dikenakan sanksi administratif ringan yang
melanggar ketentuan seperti :
1. Menggunakan wewenang tidak berdasaran peraturan perundang-
undangan dan AUPB (pasal 8 ayat 2 UU 30/2014).
2. Badan dan/atau pejabat yang berwenang dalam menetapkan dan/atau
melakukan keputusan tidak mencamtumkan atau menunjukkan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar
kewenangan dan dasar dalam menetapkan dan/atau melakukan
keputusan dan/atau tindakan. (pasal 9 ayat 3 UU 30/2014).
3. Pejabat pemerintahan yang berpotensi memiliki konflik kepentingan
yang menetapkan dan/atau melakukan keputusan dan/atau tindakan.
(pasal 42 ayat 1)Serta ketentuan lain yang termuat di dalam UU Nomor
30 Tahun 2014 pada pasal 26, pasal 27, pasal 28, pasal 36 ayat (3),
pasal 39 ayat (5), pasal 43 ayat (2), pasal 44 ayat (3), pasal 44 ayat (4),

164
pasal 44 ayat (5), pasal pasal 47, pasal 49 ayat (1), pasal 50 ayat (3),
pasal 50 ayat (4), pasal 51 ayat (1), pasal 61 ayat (1), pasal 66 ayat (6),
pasal 67 ayat (2), pasal 75 ayat (4), pasal 77 ayat (3), pasal 77 ayat (7),
pasal 78 ayat (3), pasal 78 ayat (6).
Pejabat Pemerintahan dikenakan sanksi administratif sedang yang
melanggar ketentuan seperti :
1. Pasal 25 ayat (1), pasal 25 ayat (3), pasal 53 ayat (2), pasal 53 ayat (6),
pasal 70 ayat (3), pasal 72 ayat (1).
2. Pejabat Pemerintahan dikenakan sanksi administratif berat yang
melanggar ketentuan seperti :
3. Badan dan/atau pejabat pemerintahan yang menyalahgunakan
wewenang meliputi melampaui wewenang, mencampuradukkan
wewenang, dan bertindak sewenang-wenang. (Pasal 17 UU Nomor 30
Tahun 2014)
4. Pasal 42 UU Nomor 30 Tahun 2014.
Bagi pejabat pemerintahan yang dikenakan sanksi administratif
ringan dapat dapat dikenakan teguran lisan, teguran tertulis, dan
penundaan kenaikan pangkat, golongan, dan/atau hak-hak jabatan. Bagi
pejabat pemerintahan yang dikenakan sanksi administratif sedang dapat
dapat dikenakan pembayaran uang paksa dan/atau ganti rugi,
pemberhentian sementara dengan memperoleh hak-hak jabatan, dan
pemberhentian sementara tanpa memperoleh hak-hak jabatan. Bagi pejabat
pemerintahan yang dikenakan sanksi administratif berat dapat dapat
dikenakan pemberhentian tetap dengan memperoleh hak-hak keuangan
dan fasilitas lainnya, pemberhentian tetap tanoa memperoleh hak-hak
keuangan dan fasilitas lainnya, pemberhentian tetap dengan memperoleh
hak-hak keuangan dan fasilitas lainnya serta dipunlikasikan di media masa,
dan pemberhentian tetap tanpa memperoleh hak-hak keuangan dan fasilitas
lainnya serta dipublikasikan di media massa.
Penjatuhan sanksi dilakukan oleh:
a. Atasan Pejabat yang menetapkan Keputusan;
b. kepala daerah apabila Keputusan ditetapkan oleh pejabat daerah;

165
c. menteri/pimpinan lembaga apabila Keputusan ditetapkan oleh pejabat
di lingkungannya; dan
d. Presiden apabila Keputusan ditetapkan oleh para menteri/pimpinan
lembaga.
e. gubernur apabila Keputusan ditetapkan oleh bupati/walikota; dan
f. menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri
apabila Keputusan ditetapkan oleh gubernur.

3. Jenis Hukuman Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun


2010 Tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil
Dalam menjatuhkan hukuman disiplin, maka pejabat yang berwenang
menghukum sebelumnya wajib memeriksa terhadap tersangka yang telah
melanggar ketentuan, tujuannya ialah untuk mengetahui apakah yang
bersangkutan benar telah melakukan pelanggaran serta untuk mengetahui
faktor-faktor yang mendorong dilakukan pelanggaran tersebut (Sudibyo
Triatmodjo,1983:166).
Berdasarkan Pasal 7 Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 Tentang
Disiplin Pegawai Negeri Sipil, Hukuman yang dapat dijatuhkan sebagai
sanksi terhadap pelanggaran disiplin PNS ialah :
a. Teguran Lisan
1) Jenis hukuman disiplin berupa teguran lisan ditetapkan dengan
keputusan pejabat yang berwenang menghukum, dibuat menurut
contoh sebagaimana tersebut dalam Anak Lampiran I-g Peraturan
Kepala Badan Kepegawaian Negara. (Untuk penerapan sanksi
disiplin yang berupa teguran lisan dinyatakan dan disampaikan
secara lisan oleh pejabat yang berwenang menghukum kepada
Pegawai Negeri Sipil yang melakukan pelanggaran disiplin.
Apabila seorang atasan menegur bawahannya tetapi tidak
dinyatakan secara tegas sebagai hukuman disiplin, itu bukan
hukuman disiplin).

166
2) Dalam keputusan hukuman disiplin berupa teguran lisan, harus
disebutkan pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh PNS yang
bersangkutan.

b. Teguran Tertulis
1) Jenis hukuman disiplin berupa teguran tertulis ditetapkan dengan
keputusan pejabat yang berwenang menghukum, dibuat menurut
contoh sebagaimana tersebut dalam Anak Lampiran I-h Peraturan
Kepala Badan Kepegawaian Negara.
2) Dalam keputusan hukuman teguran tertulis, harus disebutkan
pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh PNS yang bersangkutan.

c. Pernyataan Tidak Puas Secara Tertulis


1) Jenis hukuman disiplin berupa pernyataan tidak puas secara tertulis
ditetapkan dengan keputusan pejabat yang berwenang
menghukum, dibuat menurut contoh sebagaimana tersebut dalam
Anak Lampiran I-i Peraturan Kepala Badan Kepegawaian Negara .
2) Dalam keputusan hukuman disiplin berupa pernyataan tidak puas
secara tertulis, harus disebutkan pelanggaran disiplin yang
dilakukan oleh PNS yang bersangkutan.

d. Penundaan Kenaikan Gaji Berkala selama I (satu) tahun


1) Jenis hukuman disiplin berupa penundaan kenaikan gaji berkala
selama 1 (satu) tahun, ditetapkan dengan keputusan pejabat yang
berwenang menghukum, dibuat menurut contoh sebagaimana tersebut
dalam Anak Lampiran 1-j Peraturan Kepala Badan Kepegawaian
Negara.
2) Jenis hukuman disiplin yang berupa penundaan kenaikan gaji berkala
ditetapkan untuk selama 1 (satu) tahun.

167
3) Dalam keputusan hukuman disiplin berupa penundaan kenaikan gaji
berkala selama 1 (satu) tahun, harus disebutkan pelanggaran disiplin
yang dilakukan oleh PNS yang bersangkutan. Masa penundaan
kenaikan gaji berkala, dihitung penuh untuk kenaikan gaji berkala
berikutnya.

Contoh 1:
Sdr. Kurniawan, S.E., M.M., pangkat Pembina Tingkat I golongan
ruang IV/b, Kepala Bagian Umum (eselon lll.a). Pada tanggal 1 Juli
2010 yang bersangkutan baru memperoleh kenaikan gaji berkala
(KGB) dengan masa kerja 18 tahun 00 bulan dengan gaji pokok
sebesar Rp.2.667.900,00. Terhitung mulai tanggal 1 September 2010
dijatuhi hukuman disiplin tingkat sedang berupa penundaan KGB
selama 1 (satu) tahun. Dalam hal demikian, maka KGB yang
seharusnya diberikan mulai 1 Juli 2012, baru dapat dipertimbangkan
terhitung mulai 1 Juli 2013. Yang bersangkutan dari bulan Juli
2012 sampai dengan Juni 2013, masih menerima gaji pokok lama.

e. Penundaan Kenaikan Pangkat Selama 1 (satu) tahun


1) Jenis hukuman disiplin berupa penundaan kenaikan pangkat
ditetapkan dengan keputusan pejabat yang berwenang
menghukum, dibuat menurut contoh sebagaimana tersebut dalam
Anak Lampiran 1-k Peraturan Kepala Badan Kepegawalan Negara
ini.
2) Jenis hukuman disiplin yang berupa penundaan kenaikan pangkat,
ditetapkan berlaku untuk selama 1 (satu) tahun, terhitung mulai
tanggal kenaikan pangkat yang bersangkutan dapat
dipertimbangkan.
3) Masa kerja selama penundaan kenaikan pangkat, tidak dihitung
untuk masa kerja kenaikan pangkat berikutnya.

Contoh:

168
Sdr. Drs. Badrun, jabatan fungsional umum, pangkat Penata
Muda, golongan ruang III/a, terhitung mulai tanggal 1 April
2007. Pada tanggal 12 Nopember 2010, yang bersangkutan
dijatuhi hukuman disiplin berupa penundaan kenaikan pangkat
selama 1 (satu) tahun. Berdasarkan peraturan perundang-
undangan, untuk kenaikan pangkat regulernya menjadi Penata
Muda Tingkat I golongan ruang ill/b seharusnya dapat
dipertimbangkan terhitung mulai tanggal 1 April 2011, karena
yang bersangkutan dijatuhi hukuman disiplin berupa penundaan
kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun, maka kenaikan pangkat
menjadi Penata Muda Tingkat I golongan ruang Ill/b baru dapat
dipertimbangkan terhitung mulai tanggal 1 April 2012 clan
kenaikan pangkat berikutnya menjadi Penata golongan ruang III/c
baru dapat dipertimbangkan untuk periode 1 April 2016.
4) Dalam keputusan hukuman disiplin berupa penundaan kenaikan
pangkat, harus disebutkan pelanggaran disiplin yang dilakukan
oleh PNS yang bersangkutan.

f. Penurunan Pangkat setingkat lebih rendah selama 1 (satu) tahun.


1) Jenis hukuman disiplin berupa penurunan pangkat setingkat lebih
rendah selama 1 (satu) tahun ditetapkan dengan keputusan
pejabat yang berwenang menghukum, dibuat menurut contoh
sebagaimana tersebut dalam Anak Lampiran I-I Peraturan Kepala
Badan Kepegawaian Negara ini.
2) Dalam keputusan hukuman disiplin berupa penurunan pangkat
selama 1 (satu) tahun harus disebutkan pelanggaran disiplin yang
dilakukan oleh PNS yang bersangkutan.
3) Setelah menjalani hukuman disiplin penurunan pangkat selesai,
maka pangkat PNS yang bersangkutan dengan sendirinya kembali
kepada pangkat yang semula.
4) Masa kerja selama menjalani hukuman disiplin penurunan pangkat
setingkat lebih rendah selama I (satu) tahun tidak dihitung sebagai

169
masa kerja kenaikan pangkat. Kenaikan pangkat berikut nya,
baru dapat dipertimbangkan setelah PNS yang bersangkutan
paling singkat 1 (satu) tahun setelah kembali pada pangkat semula.

Contoh :
Sdr. Andri Subono, S.E., pangkat Penata Muda Tingkat I
golongan ruang Ill/b terhitung mulai tanggal 1 April 2010
dengan masa kerja 4 tahun 2 bulan dengan gaji pokok
Rp.1.907.500,00. Yang bersangkutan dijatuhi hukuman disiplin
berupa penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 1 (satu)
tahun TMT 10 September 2010 sampai dengan tanggal 9
September 2011. Dalam hal demikian maka:
a) TMT 1 Oktober 2010 Sdr. Andri Subono, S.E.,
pangkatnya turun dari Penata Muda Tingkat I golongan
ruang Ill/b menjadi Penata Muda golongan ruang Ill/a
dengan gaji pokoknya turun dari Rp.1.907.500,00
menjadi Rp.1.830.100,00.
b) TMT I Oktober 2011, pangkatnya kembali menjadi Penata
Muda Tingkat I golongan ruang Ill/b dan gaji pokoknya
kembali menjadi Rp.1.907.500,00.
c) TMT 1 April 2015 kenaikan pangkatnya baru dapat
dipertimbangkan dari Penata Muda Tingkat I golongan
ruang Ill/b menjadi Penata golongan ruang 111/c apabila
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

g. Penurunan pangkat setingkat Iebih rendah selama 3 (tiga) tahun.


1) jenis hukuman disiplin yang berupa penurunan pangkat setingkat
lebih rendah selama 3 (tiga) tahun ditetapkan dengan keputusan
pejabat yang berwenang menghukum, dibuat menurut contoh
sebagaimana tersebut dalam Anak Lampiran I-m Peraturan
Kepala Badan Kepegawaian Negara ini.

170
2) Jenis hukuman disiplin yang berupa penurunan pangkat ditetapkan
setingkat Iebih rendah untuk selama 3 (tiga) tahun.
3) Dalam keputusan hukuman disiplin berupa penurunan pangkat
setingkat Iebih rendah berlaku untuk selama 3 (tiga) tahun harus
disebutkan pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh PNS
yang bersangkutan.
4) Setelah menjalani hukuman disiplin penurunan pangkat setingkat
Iebih rendah selama 3 (tiga) tahun selesai, maka pangkat PNS yang
bersangkutan dengan sendirinya kembali kepada pangkat yang
semula.
5) Masa kerja selama menjalani hukuman disiplin penurunan pangkat
setingkat Iebih rendah selama 3 (tiga) tahun tidak dihitung sebagai
masa kerja kenaikan pangkat. Kenaikan pangkat berikutnya, baru
dapat dipertimbangkan setelah PNS yang bersangkutan paling
singkat 1 (satu) tahun setelah kembali pada pangkat semula.

Contoh :
Sdr. Jeffry Woworuntu, S.E., pangkat Penata Muda Tingkat I
golongan ruang III/b terhitung mulai tanggal 1 April 2010 masa
kerja 4 tahun 3 bulan dengan gaji pokok Rp.1.907.500,00. Yang
bersangkutan dijatuhi hukuman disiplin berupa penurunan pangkat
setingkat Iebih rendah selama 3 (tiga) tahun TMT 10 Agustus 2010
sampai dengan tanggal 9 Agustus 2013. Dalam hal demikian
maka:
a) TMT 1 September 2010 Sdr. Jeffry Woworuntu, S.E.,
pangkatnya turun dari Penata Muda Tingkat I golongan
ruang Ill/b menjadi Penata Muda golongan ruang Ill/a
dengan gaji pokoknya turun dari Rp.1.907.500,00 menjadi
Rp.1.830.100,00.
b) TMT 1 September 2013, pangkatnya kembali menjadi
Penata Muda Tingkat I golongan ruang Ill/b dan gaji
pokoknya kembali menjadi Rp.1.907.500,00.

171
c) TMT 1 April 2017 kenaikan pangkatnya baru dapat
dipertimbangkan dari Penata Muda Tingkat I golongan
ruang Ill/b menjadi Penata golongan ruang Ill/c apabila
memenuhi syaratsyarat yang ditentukan.

h. Pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat Iebih rendah


1) Pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat lebih
rendah dilakukan dengan mempertimbangkan lowongan jabatan
yang Iebih rendah dan kompetensi yang bersangkutan sesuai
dengan persyaratan jabatan yang ditentukan.
2) Jenis hukuman disiplin yang berupa pemindahan dalam rangka
penurunan jabatan setingkat Iebih rendah ditetapkan dengan
keputusan pejabat yang berwenang menghukum dibuat menurut
contoh sebagaimana tersebut dalam Anak Lampiran I-n
Peraturan Kepala Badan Kepegawaian Negara ini.
3) Dalam surat keputusan hukuman disiplin tersebut, harus
disebutkan pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh PNS yang
bersangkutan.
4) PPK harus segera menetapkan keputusan tentang pengangkatan
dalam jabatan baru yang telah ditentukan sesuai dengan
kompetensi dan persyaratan jabatan serta harus segera dilantik dan
diambil sumpahnya.
5) Tunjangan jabatan yang lama dihentikan mulai bulan berikutnya
sejak ditetapkannya keputusan hukuman disiplin berupa
pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat Iebih
rendah.
6) PNS yang dijatuhi hukuman disiplin pemindahan dalam rangka
penurunan jabatan setingkat lebih rendah, diberikan tunjangan
jabatan berdasarkan jabatan baru yang didudukinya sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan.
7) PNS yang dijatuhi hukuman disiplin berupa pemindahan dalam
rangka penurunan jabatan struktural setingkat Iebih rendah, baru

172
dapat dipertimbangkan kembali dalam jabatan yang lebih tinggi
paling singkat 1 (satu) tahun setelah yang bersangkutan dijatuhi
hukuman disiplin. Dalam waktu 1 (satu) tahun, dianggap sudah
cukup untuk menilai apakah yang bersangkutan sudah dapat
dipercaya atau belum untuk menduduki sesuatu jabatan lain.
Pengangkatan kembali dalam jabatan satu tingkat Iebih tinggi
dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
8) Penurunan jabatan bagi PNS yang menduduki jabatan fungsional
tertentu PNS yang dijatuhi hukuman disiplin berupa pemindahan
dalam rangka penurunan jabatan fungsional tertentu setingkat
Iebih rendah, tetap menduduki pangkat sebelum diturunkan
jabatannya. PPK harus segera menetapkan keputusan tentang
pengangkatan dalam jabatan baru yang telah ditentukan. PNS
yang dijatuhi hukuman disiplin pemindahan dalam rangka
penurunan jabatan fungsional tertentu setingkat lebih rendah,
diberikan tunjangan jabatan berdasarkan jabatan baru yang
didudukinya sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Jumlah angka kredit yang dimiliki sebelum diturunkan
jabatannya, tetap dimiliki oleh PNS yang bersangkutan. PNS
tersebut dapatdipertimbangkan diangkat kembali dalam jabatan
semula paling singkat 1 (satu) tahun sejak yang bersangkutan
dijatuhi hukuman disiplin sesuai peraturan perundang-undangan
dengan menggunakan angka kredit yang dimiliki sebelum
diturunkan dari jabatannya. Angka kredit yang diperoleh dari
prestasi kerja dalam jenjang jabatan yang diduduki setelah
diturunkan jabatannya, diperhitungkan untuk kenaikan pangkat
atau jabatan setelah diangkat kembali dalam jabatan yang
semula. Kenaikan jabatan setingkat lebih tinggi setelah yang
bersangkutan diangkat kembali dalam jabatan semula, baru
dapat dipertimbangkan apabila paling singkat 1 (satu) tahun.

Contoh :

173
Sdr. Dian Supardi, S.Sos., jabatan Analis Kepegawaian Muda
pangkat Penata Tingkat I golongan ruang HIM dengan angka
kredit 300. Yang bersangkutan dijatuhi hukuman disiplin
tingkat berat berupa pemindahan dalam rangka penurunan
jabatan setingkat lebih rendah TMT 9 November 2010. Dalam hal
demikian, maka :
1) Sdr. Dian Supardi S.Sos., pangkat Penata Tingkat I
golongan ruang III/d jabatannya diturunkan dari Analis
Kepegawaian Muda menjadi Analis Kepegawalan
Pertama dengan angka kredit tetap 300.
2) Sdr. Dian Supardi S.Sos., diberikan tunjangan jabatan
fungsional Analis Kepegawaian Pertama.
3) Sdr. Dian Supardi S.Sos., dapat diangkat kembali ke
jabatan Analis Kepegawaian Muda dengan ketentuan
sebagai berikut:

1) paling singkat telah 1 (satu) tahun terhitung sejak


dijatuhi hukuman disiplin;
2) menggunakan angka kredit terakhir sebelum
dijatuhi hukuman disiplin yaitu 300 angka kredit;
dan
3) memenuhi syarat lain sesuai peraturan
perundangundangan.

4) Selama menduduki jabatan Analis Kepegawaian Pertama,


Sdr. Dian Supardi S.Sos., memperoleh angka kredit 50.
5) Setelah 2 (dua) tahun diangkat kembali ke dalam jabatan
Analis Kepegawaian Muda, Sdr. Dian Supardi
S.Sos.,memperoleh angka kredit 55.
6) Dalam hal demikian, Sdr. Dian Supardi S.Sos., dapat
dipertimbangkan untuk naik jabatan menjadi Analis
Kepegawaian Madya dengan angka kredit 405 yang
berasal dari:

174
a) angka kredit terakhir yaitu 300;
b) angka kredit yang diperoleh selama menduduki jabatan
fungsional Analis Kepegawaian Pertama yaitu 50; dan
c) angka kredit yang diperoleh setelah diangkat kembali
dalam jabatan fungsional Analis Kepegawaian Muda yaitu
55.

i. Pembebasan Dari Jabatan


1) Jenis hukuman disiplin berupa pembebasan dari jabatan ditetapkan
dengan keputusan pejabat yang berwenang menghukum dibuat
menurut contoh sebagaimana tersebut dalam Anak Lampiran I-o
Peraturan Kepala Badan Kepegawaian Negara ini.
2) Dalam keputusan hukuman disiplin berupa pembebasan dari
jabatan, harus disebutkan pelanggaran disiplin yang dilakukan
oieh PNS yang bersangkutan. Selama dibebaskan dari jabatan,
PNS yang bersangkutan masih tetap menerima penghasilan
sebagai PNS kecuali tunjangan jabatan. PNS yang dijatuhi
hukuman disiplin berupa pembebasan dari jabatan, baru dapat
diangkat kembali dalam suatu jabatan setelah PNS yang
bersangkutan paling singkat 1 (satu) tahun setelah dibebaskan dari
jabatannya. Dalam waktu 1 (satu) tahun, dianggap sudah cukup
untuk menilai apakah yang bersangkutan sudah dapat dipercaya
atau belum untuk menduduki sesuatu jabatan lain.

j. Pemberhentian Dengan Hormat Tidak Atas Permintaan Sendi(Sebagai


PNS)
1) Jenis hukuman disiplin berupa pemberhentian dengan hormat
tidak atas permintaan sendiri sebagai PNS ditetapkan dengan
keputusan pejabat yang berwenang menghukum, dibuat menurut
contoh sebagaimana tersebut dalam Anak Lampiran I-p Peraturan
Kepala Badan Kepegawaian Negara ini.

175
2) Dalam keputusan hukuman disiplin pemberhentian dengan hormat
tidak atas permintaan sendiri sebagai PNS, harus disebutkan
pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh PNS yang bersangkutan.
3) PNS yang dijatuhi hukuman disiplin pemberhentian dengan hormat
tidak atas permintaan sendiri sebagai PNS, diberikan hak -hak
kepegawaian sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

k. Pemberhentian Tidak Dengan Hormat Sebagai PNS


1) Jenis hukuman disiplin berupa pemberhentian tidak dengan
hormat sebagai PNS ditetapkan dengan keputusan pejabat yang
berwenang menghukum, dibuat menurut contoh sebagaimana
tersebut dalam Anak Lampiran I-q Peraturan Kepala Badan
Kepegawaian Negara ini.
2) Dalam keputusan hukuman disiplin pemberhentian tidak dengan
hormat sebagai PNS harus disebutkan pelanggaran disiplin yang
dilakukan oleh PNS yang bersangkutan.
3) PNS yang dijatuhi hukuman disiplin pemberhentian tidak dengan
hormat sebagai PNS, tidak diberikan hak pensiun.

2. Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK)


Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja yang selanjutnya
disingkat PPPK adalah warga negara Indonesia yang memenuhi
syarat tertentu, yang diangkat berdasarkan perjanjian kerja untuk
jangka waktu tertentu dalam rangka melaksanakan tugas
pemerintahan. PPPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf b
merupakan pegawai ASN yang diangkat sebagai pegawai dengan
perjanjian kerja oleh Pejabat Pembina Kepegawaian sesuai dengan
kebutuhan Instansi Pemerintah dan Ketentuan Undang-Undang ini.
Keberadaan aturan mengenai PPPK dalam UU ASN merupakan
angin segar karena membuka pintu kepastian hukum atas praktik

176
pegawai kontrak yang selama ini banyak diterapkan di instansi
pemerintah. Dengan adanya pengaturan terkait PPPK, maka pegawai
dimaksud tidak diatur dalam rezim UU Ketenagakerjaan tetapi
dalam UU ASN dan peraturan pelaksananya. Di dalam Pasal 107
UU No 5 tahun 2014 tentang ASN menyatakan bahwa Ketentuan
lebih lanjut mengenai manajemen PPPK sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 95 sampai dengan Pasal 106 diatur dalam Peraturan
Pemerintah, Namun Peraturan Pemerintah yang dimaksud pada pasal
107 belum ada.
Manajemen PPPK (Pasal 93) yaitu :48
1. Penetapan Kebutuhan
2. Pengadaan
3. Penilaian Kinerja
4. Penggajian dan tunjangan
5. Pengembangan Kompetensi
6. Pemberian Penghargaan
7. Disiplin
8. Pemutusan Hubungan Perjanjian Kerja
9. Perlindungan

Adapun yag dimaknai dengan pemutusan hubungan perjanjian


kerja adalah penjantuhan hukuman bagi PPPK yang melakukan
pelanggaran-pelanggaran selama masa perjanjian kerja berlaku.
Pemutusan Hubungan Perjanjian Kerja diatur dalam pasal 105
Undang -Undang No. 5 Tahun 2014 Tentang ASN yang berbunyi
sebagai berikut:
(1)PHK PPPK dilakukan dengan hormat karena :
1. jangka waktu perjanjian kerja berakhir
2. meninggal dunia
3. atas permintaan sendiri

48
Undang – Undang No. 5 tahun 2014 tentang ASN.

177
4. perampingan organisasi atau kebijakan pemerintah
yangmengakibatkanpengurangan PPPK, atau
5. tidak cakap jasmani dan/atau rohani sehingga tidak dapat
menjalankantugas dan kewajiban sesuai perjanjian kerja yang
disepakati.

(2) PHK PPPK dilakukan dengan hormat tidak atas pemintaan sendiri
karena :
1. dihukum penjara berdasrkan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak
pidana paling singkat dua tahun dan tindak pidana tersebut
dilakukan dengan tidak berencana,
2. melakukan pelanggaran disiplin PPPK tingkat berat; atau
3. tidak memenuhi target kinerja yang telah disepakati sesuai dengan
perjanjian kerja.

(1) PHK PPPK dilakukan tidak dengan hormat karena :


1. melakukan penyelewengan terhadap Pancasila dan UUD tahun
1945,dihukum penjara atau kurungan berdasarkan putusan
pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap karena
melakukan tindak pidana kejabahatan jabatan atau tindak pidana
kejahatan yang ada hubungannya dengan jabatan dan/atau pidana
umum,
2. menjadi anggota/atau pengurus partai,
3. dihukum penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah
memiliki kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana
yang diancam dengan pidana penjara paling singkat dua tahun
atau tindak pidana tersebut dilakukan dengan berencana.

Sanksi tersebut akan dijatuhkan kepada PPPK apabila mereka


tidak disiplin dalam bekerja. Sanksi yang diberikan sesuai dengan apa
yang di langgar oleh PPPK.

178
Ketika berbicara mengenai penegakan hukum kepegawaian
khususnya bagi pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK)
memang tidak sepenuhnya mampu dijelaskan. Karena belum ada aturan
pelaksana yang mengatur secara jelas mengenai manajemen dari PPPK
ini selain yang telah dijelaskan secara umum di dalam UU Aparatur Sipil
Negara. Pada pasal 52 UU ASN sendiri telah dijelaskan bahwa
manajemen ASN meliputi manajemen PNS dan manajemen PPPK arinya
pengaturan mengenai PPPK tidak terlepas dari kesatuan bagian di dalam
manajemen ASN. Sehingga mengenai penegakan hukum PPPK sendiri
tidak dapat disamakan dengan sistem yang ada di dalam ketenagakerjaan.

UU ASN memberikan koridor yang cukup baik dalam


pengaturan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK). Sudah
menjadi rahasia umum bahwa pengelolaan pegawai pemerintah non-PNS
alias honorer telah menjadi masalah. Banyak instansi yang merekrut
pegawai kontrak dengan mekanisme yang terkesan mengada-ada suntuk
mengakali ketentuan dalam UU Ketenagakerjaan. Penegasan aturan soal
PPPK ini merupakan jalan keluar yang patut diapresiasi, karena ini akan
memisahkan PPPK dari ketentuan dalam UU Ketenagakerjaan karena
UU ASN akan menjadi lex specialis dari masalah ini.

Berkaitan dengan bunyi Pasal 30 Undang-Undang No. 5 Tahun


2014 tentang Aparatur Sipil Negara yang menyatakan bahwa “KASN
berfungsi mengawasi pelaksanaan norma dasar, kode etik dan kode
perilaku ASN, serta penerapan Sistem Merit dalam kebijakan dan
Manajemen ASN pada Instansi Pemerintah. Ini berarti KASN memiliki
peran yang sangat penting untuk mengawasi setiap tindak tanduk
Aparatur Sipil Negara (ASN) baik Pegawai Negeri Sipil maupun
Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja.

Pegawai Negeri Sipil adalah unsur Aparatur Negara, Abdi Negara, dan
Abdi Masyarakat yang harus menjadi teladan yang baik bagi masyarakat dalam
tingkah laku, tindakan, dan ketaatan kepada peraturan perundang-undangan yang

179
berlaku. Untuk dapat melaksanakan kewajiban yang demikian itu, maka
kehidupan Pegawai Negeri Sipil harus ditunjang oleh kehidupan berkeluarga yang
serasi, sehingga setiap Pegawai Negeri Sipil dalam melaksanakan tugasnya tidak
akan banyak terganggu oleh masalah-masalah dalam keluarganya. Sehubungan
dengan contoh dan keteladanan yang harus diberikan oleh Pegawai Negeri Sipil
kepada bawahan dan masyarakat, maka kepada Pegawai Negeri Sipil dibebankan
ketentuan disiplin yang tinggi.

Mengingat hal tersebut kemudian Pemerintah pada tahun 1983


menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 tentang Izin
Perkawinan dan Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil yang kemudian diubah
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990. Dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983, setiap peristiwa perkawinan pertama Pegawai
Negeri Sipil wajib menyampaikan pemberitahuan tertulis kepada Pejabat yang
berwenang. Untuk perkawinan kedua dan seterusnya tidak dicantumkan secara
tegas mengenai kewajiban penyampaian pemberitahuan pelaksanaan perkawinan.
kemudian Pegawai Negeri Sipil pria yang akan beristeri lebih dari seorang dan
Pegawai Negeri Sipil wanita yang akan menjadi isteri kedua/ketiga/keempat dari
seorang yang bukan Pegawai Negeri Sipil diharuskan memperoleh izin terlebih
dahulu dari Pejabat. Demikian juga Pegawai Negeri Sipil yang akan melakukan
perceraian harus memperoleh izin terlebih dahulu dari Pejabat. Sedangkan
Pegawai Negeri Sipil wanita tidak diizinkan untuk menjadi isteri
kedua/ketiga/keempat dari Pegawai Negeri Sipil. Ketentuan berupa keharusan
memperoleh izin terlebih dahulu dari Pejabat bagi perkawinan dan perceraian
Pegawai Negeri Sipil tersebut tidak mengurangi ketentuan-ketentuan yang berlaku
bagi lembaga perkawinan dan perceraian itu sendiri. Keharusan adanya izin
terlebih dahulu tersebut mengingat yang bersangkutan mempunyai kedudukan
sebagai Pegawai Negeri Sipil.

Di dalam peraturan perundang-undangan tentang kepegawaian tidak ada


klausul mengenai makna “pemecatan”, namun yang ada adalah “pemberhentian”
yang dibagi menjadi dua kategori, yakni “pemberhentian dengan hormat” dan
“pemberhentian dengan tidak hormat”. 49

Selain itu, ketentuan mengenai pelarangan menjadi istri kedua bagi PNS
hanya diatur dalam peraturan pemerintah, yaitu PP No.10 th 1983 sebagaimana

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata pe-me-cat-an berarti proses, cara,
49

perbuatan memecat(kan) yang berasal dari katadasar pecat yang berarti


1.melepaskan (dr jabatan); memberhentikan (dr keanggotaan perkumpulan dsb);
2. Mengeluarkan (dr sekolah); 3. Membebaskan dari pekerjaan (jabatan dsb untuk
sementara waktu); 4. Mengabaikan; tidak mengindahkan. (dinduh dari
http://bahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/index.php)

180
dirubah dengan PP No. 45 th 1990 tentang  Izin Perkawinan dan Perceraian bagi
PNS. Pasal 4 PP a quo menyebutkan bahwa “Pegawai Negeri Sipil wanita tidak
diizinkan untuk menjadi istri kedua/ketiga/keempat”. Dari ketentuan a quo maka
untuk PNS wanita dilarang menjadi istri kedua, ketiga, dst dari seorang pria, baik
pria tersebut berstatus sebagai PNS atau tidak.

Terdapat perbedaan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990,


dimana setiap persitiwa perkawinan baik pertama, kedua dan seterusnya wajib
dilakukan penyampaian pemberitahuan secara tertulis kepada pejabat.

Kemudian pada Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 disebutkan dalam


Pasal 16 dan Pasal 17 yang berbunyi:

Pasal 16

Pegawai Negeri Sipil yang melanggar ketentuan Pasal 3 ayat (1) dan Pasal 4
ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), dijatuhi hukuman disiplin berupa pemberhentian
dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai Pegawai Negeri Sipil. 

Pasal 17

Pegawai Negeri Sipil yang melakukan hidup bersama dengan wanita atau pria
sebagai suami isteri, dan setelah ditegur atasannya sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 15 masih terus melakukannya, dijatuhi hukuman disiplin berupa
pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai Pegawai
Negeri Sipil. 

Pada Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 disebutkan dalam Pasal 15 dan
Pasal 16 yang berbunyi:

Pasal 15

(1) Pegawai Negeri Sipil yang melanggar salah satu atau lebih kewajiban/
ketentuan Pasal 2 ayat (1), ayat (2), Pasal 3 ayat (1), Pasal 4 ayat (1), Pasal 14,
tidak melaporkan perceraiannya dalam jangka waktu selambat-lambatnya satu
bulan terhitung mulai terjadinya perceraian, dan tidak melaporkan
perkawinannya yang kedua/ketiga/keempat dalam jangka waktu selambat-
lambatnya satu tahun terhitung sejak perkawinan tersebut dilangsungkan,
dijatuhi salah satu hukuman disiplin berat berdasarkan Peraturan Pemerintah
Nomor 30 Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil;

 (2) Pegawai Negeri Sipil wanita yang melanggar ketentuan Pasal 4 ayat (2)
dijatuhi hukuman disiplin pemberhentian tidak dengan hormat sebagai Pegawai

181
Negeri Sipil; (3) Atasan yang melanggar ketentuan Pasal 5 ayat (2), dan Pejabat
yang melanggar ketentuan Pasal 12, dijatuhi salah satu hukuman disiplin berat
berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang Peraturan
Disiplin Pegawai Negeri Sipil.”

Pasal 16

Pegawai Negeri Sipil yang menolak melaksanakan ketentuan pembagian gaji


sesuai dengan ketentuan Pasal 8, dijatuhi salah satu hukuman disiplin berat
berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang Peratuan
Disiplin Pegawai Negeri Sipil.” 13.

Kemudian dalam Pasal 17 disebutkan bahwa:

Pasal 17

(1)    Tata cara penjatuhan hukuman disiplin berdasarkan ketentuan Pasal 15 dan
atau Pasal 16 Peraturan Pemerintah ini dilaksanakan sesuai dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri
Sipil;

(2)    Hukuman disiplin berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun


1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil terhadap pelanggaran
Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 dan Peraturan Pemerintah ini,
berlaku bagi mereka yang dipersamakan sebagai Pegawai Negeri Sipil menurut
ketentuan Pasal 1 huruf a angka 2 Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983

Dari pasal-pasal yang telah dikemukakan terlihat jelas bahwa: Peraturan


Pemerintah Nomor 10 Tahun 1980 tidak menunjuk secara eksplisit peraturan
mana yang akan dijadikan acuan dalam mengenakan disiplin. Sehingga dapat
dibaca bahwa pengenaan disiplin dilakukan sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.

Sedangkan Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1980 menunjuk secara


tegas bahwa pengenaan hukuman disiplin berdasarkan Peraturan Pemerintah
Nomor 30 Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil. Sehingga
dapat dibaca bahwa pengenaan disiplin hanya dapat dilaksanakan berdasarkan
Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980.

Ketentuan khusus yang mengatur tentang izin perkawinan PNS untuk


beristri lebih dari satu (poligami) terdapat dalam Peraturan Pemerintah No. 45
Tahun 1990 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983

182
tentang Izin Perkawinan dan Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil (“PP
45/1990”), khususnya dalam Pasal 4 PP 45/1990 yang berbunyi:

(1) Pegawai Negeri Sipil pria yang akan beristri lebih dari seorang, wajib
memperoleh izin lebih dahulu dari Pejabat.

(2) Pegawai Negeri Sipil wanita tidak diizinkan untuk menjadi istri


kedua/ketiga/keempat.

(3) Permintaan izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diajukan


secara tertulis.

(4) Dalam surat permintaan izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (3),


harus dicantumkan alasan yang lengkap yang mendasari permintaan
izin untuk beristri lebih dari seorang

Selanjutnya dalam penjelasan Pasal 4 ayat (2) PP 45/1990 disebutkan


bahwa ketentuan ini mengandung pengertian bahwa selama berkedudukan sebagai
istri kedua/ketiga/keempat dilarang menjadi PNS.

Mengenai syarat memperoleh izin terlebih dahulu dari Pejabat, adapun


yang dimaksud dengan pejabat menurut Pasal 1 huruf b Peraturan Pemerintah
Nomor 10 Tahun 1983 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian Bagi Pegawai
Negeri Sipil (“PP 10/1983”)adalah:

1. Menteri;
2. Jaksa Agung;
3. Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen;
4. Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara;
5. Gubernur Kepala Daerah Tingkat I;
6. Pimpinan Bank milik Negara;
7. Pimpinan Badan Usaha milik Negara;
8. Pimpinan Bank milik Daerah;
9. Pimpinan Badan Usaha milik Daerah.
 
Pejabat yang menerima permintaan izin untuk beristri lebih dari seorang ini
wajib memperhatikan dengan seksama alasan-alasan yang dikemukakan dalam
surat pemintaan izin dan pertimbangan dari atasan PNS yang bersangkutan.
Demikian yang disebut dalam Pasal 9 ayat (1) PP 45/1990.
 
Pemberian atau penolakan pemberian izin bagi PNS untuk beristri lebih dari
seorang dilakukan oleh Pejabat secara tertulis dalam jangka waktu selambat-
lambatnya tiga bulan terhitung mulai ia menerima permintaan izin tersebut. Hal

183
ini disebut dalam Pasal 12 PP 45/1990. Jika Pejabat menilai bahwa alasan-alasan
dan syarat-syarat yang dikemukakan dalam permintaan izin tersebut kurang
meyakinkan, maka Pejabat harus meminta keterangan tambahan dari istri PNS
yang mengajukan permintaan izin atau dari pihak lain yang dipandang dapat
memberikan keterangan yang meyakinkan. Ketentuan ini disebut dalam Pasal 9
ayat (2) PP 10/1983.Sebelum mengambil keputusan, pejabat tersebutpun
memanggil Anda atau bersama-sama dengan istri Anda untuk diberi nasihat [lihat
Pasal 9 ayat (3) PP 10/1983].
 
Kemudian, apa saja syarat-syarat yang wajib Anda penuhi sebagai bahan
pertimbangan dari Pejabat itu? Berdasarkan Pasal 10 ayat (1) PP 10/1983, izin
untuk beristri lebih dari seorang hanya dapat diberikan oleh Pejabat apabila
memenuhi sekurang-kurangnya salah satu syarat alternatif dan ketiga syarat
kumulatif yang disebut dalam Pasal 10 ayat (2) dan (3) PP 10/1983.

Syarat alternatif dan kumulatif tersebut adalah:


1.    Syarat Alternatif:
a.    istri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai istri;
b.    istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan; atau
c.    istri tidak dapat melahirkan keturunan.
2.    Syarat Kumulatif:
a. ada persetujuan tertulis dari istri;
b. Pegawai Negeri Sipil pria yang bersangkutan mempunyai penghasilan yang
cukup untuk membiayai lebih dari seorang istri dan anak anaknya yang
dibuktikan dengan surat keterangan pajak penghasilan; dan
c. ada jaminan tertulis dari Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan bahwa ia
akan berlaku adil terhadap istri-istri dan anak-anaknya
 
Salah satu contoh alasan seorang PNS laki-laki untuk beristri lebih dari satu
adalah karena istri tidak bisa melahirkan anak. Berkaitan dengan hal ini, yang
dimaksud dengan tidak dapat melahirkan keturunan dalam salah satu syarat
alernatif di atas adalah apabila isteri yang bersangkutan menurut keterangan
dokter tidak mungkin melahirkan keturunan atau sesudah pernikahan sekurang-
kurangnya 10 (sepuluh) tahun tidak menghasilkan keturunan (Penjelasan Pasal 10
ayat (2) huruf c PP 10/1983). Oleh karena itu, perlu memastikan kembali bahwa
istri tersebut berdasarkan keterangan dokter tidak bisa melahirkan keturunan atau
dalam usia pernikahan sekurang-kurangnya 10 tahun ini istri Anda tidak
menghasilkan keturunan.
Selain hal-hal di atas, ada syarat lain yang harus dipenuhi agar dapat
berpoligami, yaitu bahwa hal tersebut tidak bertentangan dengan ajaran agama
Anda. Hal ini karena izin untuk beristri lebih dari seorang tidak diberikan oleh
Pejabat apabila [lihat Pasal 10 ayat (4) PP 10/1983]:

184
a. bertentangan dengan ajaran/peraturan agama yang dianut PNS yang
bersangkutan;
b. tidak memenuhi setidaknya salah satu syarat alternatif dan ketiga syarat
kumulatif;
c. bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
d. alasan yang dikemukakan bertentangan dengan akal sehat; dan/atau
e. ada kemungkinan mengganggu pelaksanaan tugas kedinasan
BAB VII
PENGADILAN KEPEGAWAIAN

A. Pengadilan Kepegawaian
Dasar hukum peradilan di Indonesia ada pada Pasal 24 ayat (2) Undang-
Undang Dasar Tahun 1945 1945 tentang kekuasaan kehakiman yang
dilakukan oleh mahkamah agung dan badan peradilan yang berada
dibawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama,
lingkungan peradilan militer dan lingkungan peradilan tata usaha negara dan
mahkamah konstitusi.
Peradilan Tata Usaha Negara baru terbentuk tanggal 29 Desember 1986
dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang
Peradilan Tata Usaha Negara. Peradilan Tata Usaha Negara atau Peradilan
Administrasi Negara adalah suatu peradilan yang menyelesaikan
perselisihan/sengketa yang terjadi antara pihak-pihak yang salah satu pihak
adalah aparat pemerintah dan warga masyarakat dipihak lain, atau antara
sesama aparat pemerintah mengenai perbuatan/tindakan dalam rangka
melaksanakan tugasnya dimana para pihak (terhadap siapa perbuatan-
perbuatan itu ditujukan) tidak menerimanya dengan alasan tindakan itu
tidaksah atau dengan alasan lain50.
Apabila kita membicarakan kepegawaian maka fokus pembahasan pada
saat ini adalah Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil
Negara yang menggantikan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang
Pokok-Pokok Kepegawaian sebagaimana telah diubah dengan Undang-
Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Undang-Undang
50
Safri Nugraha, et. al., Hukum Administrasi, Depok, Center For Law and Good Governance
Studies Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007, hlm 401.

185
Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian. Sejak Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara membawa
banyak perubahan penting. Antara lain adalah hadirnya Pegawai Negeri Sipil
dan Pegawai Pemerintah Berdasarkan Perjanjian Kerja (PPPK) sebagai satu
kesatuan yang disebut Aparatur Sipil Negara.
Menimbang setelah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-
Pokok Kepegawaian sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian yang sudah tidak sesuai lagi
dengan tuntutan nasional dan tantangan global sehingga perlu diganti. Setelah
diundangkannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur
Sipil Negara itu juga membawa pengaruh dan akibat hukum tentang upaya
hukum untuk penyelesaian sengketa aparatur sipil negara.
Pengaruh dan akibat hukum itu terkhusus akan ditelusuri melalui suatu
pendekatan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang dapat
digunakan untuk menyelesaikan sengketa aparatur sipil negara. Pendekatan
peraturan perundang-undangan itu adalah dengan menelaah semua undang-
undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang
ditangani. Hasil dari telaah tersebut merupakan suatu argumen untuk
memecahkan isu yang dihadapi.51
Menurut Peter Mahmud Marzuki, untuk pendekatan peraturan perundang-
undangan maka perlu memahami hierarki, asas-asas dalam peraturan-
perundangan-undangan.52 Hierarki dan asas-asas dalam peraturan perundang-
undangan yang nantinya akan menjawab rumusan masalah yang akan
dituangkan kemudian.Karena Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang
Aparatur Sipil Negara untuk menjawab perubahan global dan tuntutan
nasional, maka dimuatnya pasal-pasal yang mengatur penyelesaian sengketa
adalah salah satu bagian untuk menjawab perubahan dan tuntutan nasional
untuk mewujudkan suatu peraturan perundang-undangan yang baik.

51
Peter Mahmud Marzuki,Penelitian Hukum, Kencana Edisi I Cetakan ke-3,Jakarta, 2007,
hlm. 93.
52
Ibid.

186
Penyelesaian sengketa kepegawaian sebelum dikeluarkannya Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara dikenal melalui
suatu upaya hukum administratif atas suatu keputusan badan atau pejabat tata
usaha negara. Upaya hukum administratif sebelumnya secara normatif
menurut Pasal 48 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan
Tata Usaha Negara menyebutkan “ Dalam hal suatu Badan atau Pejabat Tata
Usaha Negara diberi wewenang oleh atau berdasarkan peraturan perundang-
undangan untuk menyelesaikan secara administratif sengketa tata usaha
negara tertentu, maka batal atau tidak sah dengan atau tanpa disertai tuntutan
ganti rugi dan/administratif yang tersedia”. Dengan demikian upaya hukum
administratif adalah upaya hukum yang dapat ditempuh untuk menyelesaikan
sengketa kepegawaian.
Seirama dengan ketentuan Pasal 48 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986
tentang Peradilan Tata Usaha Negara dalam Bab XIII Pasal 129 Tentang
Penyelesaian Sengketa disebutkan pada ayat (1) “Penyelesaian Sengketa
Pegawai ASN diselesaikan melalui administratif”. Namun pada Penjelasan
Pasal 129 ayat (1) menyebutkan “ Yang dimaksud sengketa pegawai Aparatur
Sipil Negara adalah sengketa yang diajukan oleh pegawai Aparatur Sipil
Negara terhadap keputusan yang dilakukan oleh Pejabat Pembina
Kepegawaian terhadap seorang pegawai”.
Apabila penyelesaian sengketa melalui upaya administratif Pasal 129 kita
tafsirkan sama dengan Pasal 48 karena upaya administratif yang tersedia
sebagaimana pada Pasal 48 adalah penyelesaian sengketa tata usaha negara,
sementara menurut Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 Angka 4 menyebutkan “
Sengketa Tata Usaha Negara adalah sengketa yang timbul dalam bidang Tata
Usaha Negara antara orang atau badan hukum perdata dengan Badan atau
Pejabat Tata Usaha Negara, baik di pusat maupun di daerah, sebagai akibat
dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha Negara, termasuk sengketa
kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku” yang
juga secara normatif berlaku peraturan pelaksana yang memberikan
kewenangan kepada badan atau pejabat atasan untuk menyelesaikan secara
administratif dengan kata lain badan atau pejabat atasan tersebut berlaku

187
sebagai badan peradilan yang memutus sengketa kepegawaian secara
administratif sebagaimana pada Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2011
Tentang Badan Pertimbangan Kepegawaian.
Permasalahannya adalah setelah diundangkanya Undang-Undang Nomor 5
Tahun 2014 yang mencabut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang
Pokok-Pokok Kepegawaian sebagaimana telah diubah dengan Undang-
Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, Aparatur Sipil
Negara adalah Pegawai Negeri Sipil dan Pegawai Pemerintah berdasarkan
Perjanjian Kerja sebagaimana diatur pada Pasal 6 Tentang Jenis Aparatur
Sipil Negara, apakah dengan demikian kedudukan Aparatur Sipil Negara
dapat mengajukan upaya-upaya hukum yang tersedia menurut peraturan
perundang-undangannya ? upaya hukum apa yang dapat ditempuh mengingat
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2011 Tentang Badan Pertimbangan
Kepegawaian menyelesaikan dan memutus sengketa kepegawaian sebagai
peraturan pelaksana Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-
Pokok Kepegawaian sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian yang telah diganti.
Sejak Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil
Negara dikeluarkan seluruh penyelesaian sengketa aparatur sipil negara
diselesaikan melalui upaya administratif. Setelah diundangkannya Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 2014 yang mencabut Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian,
maka terkhusus Pasal 35 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang
Pokok-Pokok Kepegawaian menyebutkan :

“Penyelesaian Sengketa di bidang Kepegawaian dilakukan


melalui upaya peradilan untuk itu, sebagai bagian dari Peradilan
Tata Usaha Negara yang dimaksud dalam Undang-Undang

188
Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok
Kekuasaan Kehakiman”

Namun Peradilan Tata Usaha Negara saat itu belum terbentuk, karena
sesudah tahun 1986 Peradilan Tata Usaha Negara baru dibentuk. Melalui
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara
itulah kemudian terkhusus Pasal 48 bahwa Badan atau Pejabat Atasan diberi
wewenang menyelesaikan sengketa tata usaha negara yang termasuk sengketa
kepegawaian sampai pada itu Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok
Kepegawaian merubah Pasal 35 menjadi yaitu:

Ayat (1) Sengketa Kepegawaian diselesaikan melalui Peradilan


Tata Usaha Negara
Ayat (2) Sengketa kepegawaian sebagai akibat pelanggaran
terhadap peraturan displin Pegawai Negeri Sipil diselesaikan
melalui upaya banding administratif kepada Badan
Pertimbangan Kepegawaian.
Ayat (3) Badan Pertimbangan sebagaimana pada ayat (2)
ditetapkan melalui Peraturan Pemerintah.

Dengan demikian pengaruh dan akibat dari diundangkannya Undang-


Undang Nomor 5 Tahun 2014 yang mencabut Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian
yaitu sebagai berikut :

Pertama, diundangkannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 yang


mencabut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok
Kepegawaian sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 43
Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974
tentang Pokok-Pokok Kepegawaian melalui Pasal 129 ayat (2) memperluas

189
ketentuan mengenai upaya administratif yang tersedia yaitu keberatan dan
banding. Keberatan yaitu melalui surat permohonan tertulis kepada pejabat
atasan yang mengeluarkan keputusan dan menguraikan alasan-alasan
keberatannya. Banding yaitu pengajuan permohonan kepada Badan
Pertimbangan Aparatur Sipil Negara.

Kedua, apakah dengan demikian karena diundangkannya Undang-Undang


Nomor 5 Tahun 2014 yang mencabut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974
tentang Pokok-Pokok Kepegawaian sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian berakibat
Peradilan Tata Usaha menjadi tidak berwenang.

Maka dengan pendekatan peraturan perundang-undangan sebagaimana


yang dinyatakan oleh Peter Mahmud Marzuki, yaitu melakukan penelahaan
melalui hirarki dan asas-asas peraturan perundang-undangan. Menurut Pasal
12 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan menyebutkan :

“Materi muatan Peraturan Pemerintah berisi materi untuk


menjalankan undang-undang sebagaimana semestinya”

Atas hal dasar itu kemudianlah walaupun setelah diundangkannya


Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 yang mencabut Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan
atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok
Kepegawaian, Karena pada Bab XV Penutup, Pasal 139 menyebutkan

“Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua peraturan


perundang-undangan yang merupakan peraturan pelaksana dari
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok
Kepegawaian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974
Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

190
Nomor 3041) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 169,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3890)
dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan
dan belum diganti berdasarkan Undang-Undang ini.

Karena Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2011 materi muatannya


adalah pelaksana Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-
Pokok Kepegawaian sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian yang diganti Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara berlaku karena
tidak bertentangan dan belum adanya peraturan pelaksana yang melaksanakan
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara
terkhusus tentang penyelesaian sengketa aparatur sipil negara.

Ketiga, dilakukanlah penelahaan asas-asas peraturan perundang-


undangan yaitu lex posteriori derogat legi priori, yang artinya peraturan
perundang-undangan yang terkemudian menyisihkan peraturan perundang-
undangan yang terdahulu. Asas ini berkaitan dengan peraturan perundang-
undangan yang sama, yaitu Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang
Pokok-Pokok Kepegawaian sebagaimana telah diubah dengan Undang-
Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian dan Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara. Adanya asas ini
dapat dipahami mengingat peraturan perundang-undangan yang baru lebih
mencerminkan kebutuhan dan situasi yang sedang berlangsung. Akan tetapi
dapat pula dibayangkan sebaliknya, yaitu peraturan perundang-undangan
yang baru tidak memuat ketentuan yang dibutuhkan untuk situasi yang
sedang dihadapi. Ketentuan demikian justru termuat didalam peraturan
perundang-undangan yang telah digantikan. Apabila ketentuan yang termuat

191
di dalam peraturan perundang-undangan yang lama tersebut tidak
bertentangan dengan landasan filosofis peraturan perundang-undangan yang
baru, maka dapat penulis nyatakan bahwa ketentuan itu tetap berlaku melalui
aturan peralihan peraturan perundang-undangan yang baru.53

Mengingat dari upaya hukum apa yang dapat dilakukan, penulis


menyatakan landasan filosofis dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974
tentang Pokok-Pokok Kepegawaian sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian yang
diganti Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara
adalah sama aparatur negara yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang
Dasar 1945, kemudian karena pertimbangan Undang-Undang Nomor 5 Tahun
2014 tentang Aparatur Sipil Negara adalah untuk menjawab perubahan,
tantangan global dan tuntutan nasional terkhusus untuk menyelesaikan
sengketa kepegawaian atau aparatur sipil negara belum terpenuhi maka segala
peraturan perundang-undangan yang lama dan tidak bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan yang baru, Peradilan Tata Usaha Negara
berwenang untuk mengadili sengketa kepegawaian berdasarkan Pasal 48
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 apabila telah dilaksanakan seluruh
upaya administratif yang tersedia yaitu keberatan tertulis sebagaimana pada
Pasal 129 ayat (2) dan banding administratif oleh badan pertimbangan
aparatur sipil negara atau badan pertimbangan kepegawaian yang diatur
menurt Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 2011 yang masih dinyatakan
berlaku oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil
Negara.

B. Prosedur Penyelesaian Upaya Administratif


Upaya administratif sebagaimana dalam pasal 129 terdiri dari keberatan
dan banding administratif. Apabila dilihat dalam PP No 24 tahun 2011.
Keputusan BAPEK dapat memperkuat, memperberat, memperingan, atau
membatalkan keputusan Pejabat Pembina Kepegawaian atau Gubernur selaku

53
Ibid

192
Wakil Pemerintah. Keputusan BAPEK mengikat dan wajib dilaksanakan oleh
semua pihak yang terkait.
PNS yang dapat mengajukan banding administratif kepada BAPEK adalah
PNS yang dijatuhi hukuman disiplin oleh Pejabat Pembina Kepegawaian atau
Gubernur selaku Wakil Pemerintah berupa pemberhentian dengan hormat
tidak atas permintaan sendiri atau pemberhentian tidak dengan hormat
sebagai Pegawai Negeri Sipil. Sedangkan bagi PNS yang menduduki jabatan
struktural eselon I dan pejabat lain yang pengangkatan dan pemberhentiannya
menjadi kewenangan Presiden, yang dijatuhi hukuman disiplin berupa
pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri, pemberhentian
tidak dengan hormat sebagai PNS, pemindahan dalam rangka penurunan
jabatan setingkat lebih rendah atau pembebasan jabatan, tidak dapat
mengajukan banding administratif. Hal ini karena sebelum Presiden
menjatuhkan hukuman disiplin tersebut terlebih dahulu telah mendapat
pertimbangan tertulis dari BAPEK.
a) Banding Administratif
Banding Administratif adalah penyelesaian sengketa TUN secara
administratif yang dilakukan oleh instansi atasan atau instansi lain dari
yang mengeluarkan keputusan yang berangkutan. Banding administratif
dilakukan dengan prosedur pengajuan surat banding administratif yang
ditujukan pada atasan pejabat atau instansi lain dan badan/pejabat tata
Usaha Negara yang mengeluarkan keputusan yang berwenang
memeriksa ulang KTUN yang disengketakan (SEMA No.2 tahun 1991
tanggal 9 juli 1991). Dilihat dari Penjelasan Pasal 48 UU PTUN,
terdapat dua kategori lembaga/instansi yang berwenang untuk
menangani adanya Banding Administratif yaitu:
1. Instansi atasan dari Pejabat yang mengeluarkan KTUN dan
2. Instansi lain yang berwenang. 54

54
http://lawandbeauty.blogspot.com/2013/07/proses-penyelesaian-sengketa-tata-
usaha.htmldilihatharikamistanggal 19 maret jam15.00wib

193
Instansi atasan tersebut menunjukkan adanya hubunan heirarkhis
baik secara struktural ataupun koordinatif, sedangkan instansi lain
menunjukkan tidak adanya hubungan hirarki antara  pembuat KTUN
dengan instansi lain tersebut. Sebagai contoh Banding Administrasi
yang dilakukan oleh instansi atasan, misalnya Keputusan Bupati
1. Banding Administratifnya ke Gubernur, Keputusan Menteri
(terhadap kewenangan yang telah didelegasikan)
2. Banding Administrasinya ke Presiden. Sedangkan contoh Banding
Administrasi yang dilakukan pada Instansi lain yang berwenang,
misalnya seorang Pegawai Negeri Sipil yang dipecat oleh Pejabat
Pembina Kepegawaian karena melanggar PP Nomor 53 Tahun 2010,
dapat mengajukan Banding Administrasi kepada Badan
Pertimbangan Kepegawaian.55

Prosedur banding administratif yang termuat di dalam PP


Nomor 24 Tahun 2011 yaitu
Pasal 7
(1) PNS yang dijatuhi hukuman disiplin berupa pemberhentian
denganhormat tidak atas permintaan sendiri atau pemberhentian
tidak dengan hormat sebagai PNS oleh Pejabat Pembina
Kepegawaian atau Gubernur selaku Wakil Pemerintah dapat
mengajukan banding administrative kepada BAPEK
(2) Banding administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diajukan secara tertulis kepada BAPEK dan tembusannya
disampaikan kepada Pejabat Pembina Kepegawaian atau
Gubernur selaku Wakil Pemerintah yang memuat alasan
dan/atau bukti sanggahan.

55
Ibid

194
(3) Banding administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diajukan paling lama 14 (empat belas) hari, terhitung sejak
tanggal surat keputusan hukuman disiplin diterima.
(4) Banding administratif yang diajukan melebihi tenggang waktu
sebagaimana dimaksud pada ayat (3), tidak dapat diterima.

Apabila telah mengajukan upaya banding administrative


namun tetap tidak puas terhadap putusan bapek maka dapat
mengajukan ke PTTUN untuk melakukan upaya hukum
lanjutan.
2. Keberatan
Keberatan adalah penyelesaian sengketa TUN secara
administratif yang dilakukan sendiri oleh badan/ pejabat TUN yang
mengeluarkan keputusan itu. Keberatan dilakukan dengan prosedur
pengajuan surat keberatan yang ditujukan kepada badan atau pejabat
TUN yang mengeluarkan keputuan semula.
Kriteria untuk membedakan penyelesaian ialah ketentuan dalam
peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar dikeluarkannya
KTUN atau tolok ukur yuridis formal. Dari hal itu dapat diketahui,
apakah dapat digunakan atau tidak upaya administratif. Kriteria tersebut
di atas dapat dilihat dengan mengkaitkan substansi ketentuan Pasal 53
ayat 1 Undang-Undang Nomor 5 tahun 1986 (sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 9 tahun 2004)  dengan pasal 48 UU
Nomor 05 tahun 1986. Pasal 48 dapat digunakan sebagai tolok ukur
yuridis manakala terjadi sengketa Tata Usaha Negara yang menentukan
efektivitas gugatan. Sebab, pasal 48 ayat (2) menegaskan bahwa upaya
administratif yang disediakan oleh pasal 48 merupakan syarat imperatif
yang wajib dilalui jika peraturan dasar dan KTUN tersebut
mengharuskan dilakukannya upaya administratif. Jadi jika dikaitkan
dengan obyek sengketa TUN, perlu dilakukan atau tidaknya upaya
administratif harus dilihat pada konsideran yuridis KTUN.

195
Sebelum menggunakan ketentuan pasal 53 ayat 1 untuk
menempuh prosedur gugatan di PTUN terlebih dahulu harus dilihat
ketentuan pasal 48 ayat 1 yang menyatakan bahwa dalam hal suatu
badan atau pejabat tata Usaha Negara diberi wewenang oleh atau
berdasarkan peraturan perundang-undangan untuk menyelesaikan
secara administratif sengketa TUN tertentu, maka sengketa TUN
tersebut harus diselesaikan melalui upaya administratif yang tersedia.
Pasal 48 (1) itu dapat diinterpretasikan :
 Tidak setiap Keputusan Tata Usaha Negara dapat langsung
diselesaikan di Pengadilan Tata Usaha Negara;
 Kewenangan bagi badan atau pejabat TUN untuk menyelesaikan
secara administratif sengketa TUN tertentu meliputi dua hal :
I. Wewenang itu sifatnya diberikan kepada Badan atau
Pejabat TUN sesuai dengan lingkup tugas Badan atau
pejabat TUN oleh peraturan perundang-undangan (jadi
wewenang itu baru diperoleh badan atau pejabat TUN
setelah secara formal diberikan oleh peraturan
perundang-undangan).
II. Wewenang itu memang sudah ada pada badan atau
pejabat TUN berdasarkan pada peraturan perundang-
undangan yang berlaku, sehingga penggunaan wewenang
itu hanya tinggal melihat pada peraturan perundang-
undangan yang mengatur masalah tersebut.
III. Penyelesaian sengketa TUN oleh badan atau pejabat
TUN adalah penyelesaian sengketa secara administratif
sehingga penilaian dilakukan dengan memperhatikan
aspek doelmatiegheid dan rechtsmatigheid(aspek hukum
dan kebijaksanaannya) atas KTUN itu.
IV. Penyelesaian melalui upaya administratif yang tersedia
merupakan ketentuan yang bersifat imperatif, wajib
harus dilakukan sebelum menggunakan upaya melalui
pasal 53. Hal itu berkaitan dengan pasal 48 ayat 2 yang

196
menegaskan bahwa pengadilan baru berwenang
memeriksa, memutus dan menyelesaiakan sengketa TUN
sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 jika seluruh upaya
administratif yang bersangkutan telah digunakan.
Apabila seluruh prosedur dan kesempatan tersebut pada
penjelasan ayat 1 telah ditempuh dan pihak yang
bersangkutan masih tetap belum merasa puas, barulah
persoalannya dapat digugat dan diajukan ke
pengadilan(penjelasan pasal 48 ayat 2). Undang-Undang
menentukan bahwa atas suatu Keputusan Tata Usaha
Negara yang tersedia prosedur upaya administratif, maka
upaya administrative tersebut harus dijalankan terlebih
dahulu. Bila hasil upaya dirasa kurang memuaskan
barulah diajukan gugatan Tata Usaha Negara, langsung
ke PengadilanTinggi Tata Usaha Negara sebagai
Peradilan Tingkat Pertama, tanpamelalui Peradilan Tata
Usaha Negara.

C. Proses Penyelesaian Sengketa Melalui Pengadilan

Penyelesaian sengketa melalui pengadilan digunakan terhadap gugatan


dengan objeknya berupa Keputusan Tata Usaha Negara yang dalam peraturan
dasarnya tidak mengisyaratkan adanya penyelesaian sengketa melalui upaya
administratif terlebih dahulu, maka dapat digunakan prosedur gugatan
langsung ke Pengadilan Tata Usaha Negara. Dalam hal digunakan upaya
peradilan, maka segi penilaian Hakim terhadap Keputusan TUN didasarkan
aspek rechtmatigheid (aspek legalitasnya) saja.
Tahapan menggugat melalui Peradilan Tata Usaha Negara diawali pada
saat penggugat berniat memasukkan gugatan di Pengadilan Tata Usaha
Negara. Sudah dari awal harus dipikirkan bahwa sebelum secara resmi
gugatan tersebut akan diperiksa di persidangan akan ada tiga tahap
pemeriksaan pendahuluan atau tahap pra pemeriksaan persidangan yang

197
semuanya saling berkaitan yang harus dilalui, yaitu pemeriksaan administratif
oleh kepaniteraan, Rapat Permusyawaratan (prosedur dismisal), dan
Pemeriksaan Persiapan dengan spesifikasi kewenangan dan prosedur untuk
masing-masing tahap tersebut berbeda-beda.56
Penelitian Administrasi dilakukan oleh Kepaniteraan, merupakan tahap
pertama untuk memeriksa gugatan yang masuk dan telah didaftar serta
mendapat nomor register yaitu setelah Penggugat/kuasanya menyelesaikan
administrasinya dengan membayar uang panjar perkara. UU No. 5 Tahun
1986 jo UU No. 9 Tahun 2004 dari ketentuan Pasal 62 ayat (1) huruf b UU
No. 5 Tahun 1986 jo UU No. 9 Tahun 2004 yang antara lain menyatakan,
“Syarat-syarat gugatan sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 56 tidak
terpenuhi oleh penggugat sekalipun ia telah diberitahukan dan diperingatkan”.
Setelah Penelitian Administrasi, Ketua melakukan proses dismissal,
berupa prosses untuk meneliti apakah gugatan yang diajukan penggugat layak
dilanjutkan atau tidak. Pemeriksaan Dismissal, dilakukan secara singkat
dalam rapat permusyawaratan oleh ketua dan ketua dapat menunjuk seorang
hakim sebagai reporteur (raportir). Dalam Prosedur Dismissal Ketua
Pengadilan berwenang memanggil dan mendengar keterangan para pihak
sebelum menentukan penetapan disimisal apabila dipandang perlu.Ketua
Pengadilan berwenang memutuskan dengan suatu penetapan yang dilengkapi
dengan pertimbangan-pertimbangan bahwa gugatan yang diajukan itu
dinyatakan tidak diterima atau tidak berdasar,dalam hal :
a. Pokok gugatan tersebut nyata-nyata tidak termasuk dalam wewenang
Pengadilan.
b. Syarat-syarat gugatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 tidak
dipenuhi oleh penggugat sekalipun ia telah diberitahu dan
diperingatkan.
c. Gugatan tersebut tidak didasarkan pada alasan-alasan yang layak.
d. Apa yang dituntut dalam gugatan sebenarnya sudah terpenuhi oleh
Keputusan TUN yang digugat.
e. Gugatan diajukan sebelum waktunya atau telah lewat waktunya.

56
R.wiyono,SHhukumacaraperadilantatausaha Negara, sinargrafika, Jakarta, 2013 hal 144

198
Dalam hal adanya petitum gugatan yang nyata-nyata tidak dapat
dikabulkan, maka kemungkinan ditetapkan dismissal terhadap bagian petitum
gugatan tersebut. Hal ini dalam praktek tidak pernah dilakukan karena adanya
perbaikan gugatan dalam pemeriksaan persiapan.
Terhadap penetapan dismissal dapat diajukan perlawanan kepada
Pengadilan dalam tenggang waktu 14 (empat belas) hari setelah diucapkan.
Proses perlawanan dilakukan secara singkat, serta setidak-tidaknya
Penggugat/Pelawan maupun Tergugat/Terlawan didengar dalam persidangan
tersebut. Sedangkan penetapan dismissal harus diucapkan dalam sidang yang
terbuka untuk umum.- Pemeriksaan gugatan perlawanan dilakukan secara
tertutup, akan tetapi pengucapan putusannya harus diucapkan dalam sidang
yang terbuka untuk umum.Terhadap perlawanan yang dinyatakan benar maka
dimulailah pemeriksaan terhadap pokok perkaranya mulai dengan
pemeriksaan persiapan dan seterusnya.Majelis yang memeriksa pokok
perkaranya adalah Majelis yang sama dengan yang memeriksa gugatan
perlawanan tersebut tetapi dengan penetapan Ketua Pengadilan. Jadi tidak
dengan secara otomatis.
Dalam hal perlawanan tersebut dibenarkan oleh Pengadilan maka
penetapan dismissal itu gugur demi hukum dan pokok gugatan akan
diperiksa, diputus, dan diselesaikan menurut acara biasa. Terhadap putusan
mengenai perlawanan itu tidak dapat digunakan upaya hukum. Baik upaya
hukum biasa maupun upaya hukum luar biasa. Apabila pihak Pelawan
mengajukan permohonan banding atau upaya hukum lainnya, maka Panitera
berkewajiban membuat akte penolakan banding atau upaya hukum lainnya.
Sebelum pemeriksaan pokok sengketa dimulai, Hakim wajib mengadakan
pemeriksaan persiapan untuk melengkapi gugatan yang kurang jelas. Tujuan
pemeriksaan persiapan adalah untuk mematangkan perkara. Segala sesuatu
yang akan dilakukan dari jalan pemeriksaan tersebut diserahkan kearifan dan
kebijaksanaan ketua majelis. Oleh karena itu dalam pemeriksaan persiapan
memanggil penggugat untuk menyempurnakan gugatan dan atau tergugat
untuk dimintai keterangan/ penjelasan tentang keputusan yang digugat, tidak
selalu harus didengar secara terpisah. Pemeriksaan persiapan dilakukan di

199
ruangan musyawarah dalam sidang tertutup untuk umum, tidak harus di
ruangan sidang, bahkan dapat pula dilakukan di dalam kamar kerja hakim
tanpa toga. Pemeriksaan persiapan dapat pula dilakukan oleh hakim anggota
yang ditunjuk oleh ketua majelis sesuai dengan kebijaksanaan yang
ditetapkan oleh ketua majelis.
Tenggang waktu 30 hari untuk perbaikan gugatan dalam fase pemeriksaan
persiapan, janganlah diterapkan secara ketat sesuai bunyi penjelasan Pasal 63
ayat 3 UU No. 5 Tahun 1986. Tenggang waktu 30 hari tersebut tidak bersifat
memaksa maka hakim tentu akan berlaku bijaksana dengan tidak begitu saja
menyatakan bahwa gugatan penggugat tidak dapat diterima kalau penggugat
baru satu kali diberi kesempatan untuk memperbaiki gugatannya. (Penjelasan
Pasal 63 ayat 3 UU No. 5 Tahun1986).Dalam pemeriksaan perkara dengan
acara cepat tidak ada pemeriksaan persiapan. Setelah ditunjuk Hakim tunggal,
langsung para pihak dipanggil untuk persidangan.
Dalam pemeriksaan persidangan ada dengan acara biasa dan acara cepat
(Pasal 98 dan 99 UU No. 5 Tahun 1986 jo UU No. 9 Tahun 2004). Dalam
pemeriksaan dengan acara biasa, Pengadilan memeriksa dan memutus
sengketa TUN dengan tiga orang Hakim, sedangkan dengan acara cepat
dengan Hakim Tunggal. Apabila Majelis Hakim memandang bahwa sengketa
yang disidangkan menyangkut ketertiban umum atau keselamatan negara,
persidangan dapat dinyatakan tertutup untuk umum, namun putusan tetap
diucapkan dalam persidangan yang terbuka untuk umum. Peranan hakim
ketua sidang dalam proses pemeriksaan sengketa TUN adalah aktif dan
menentukan serta memimpin jalannya persidangan agar pemeriksaan tidak
berlarut-larut. Oleh karena itu, cepat atau lambatnya penyelesaian sengketa
tidak semata-mata bergantung pada kehendak para pihak, melainkan Hakim
harus selalu memperhatikan kepentingan umum yang tidak boleh terlalu lama
dihambat oleh sengketa itu.Hakim menentukan apa yang harus dibuktikan,
beban pembuktian beserta penilaian pembuktian, dan untuk sahnya
pembuktian diperlukan sekurang-kurangnya dua alat bukti berdasarkan
keyakinan hakim. Pasal 107 UU No.5 Tahun 1986 jo UU No. 9 Tahun 2004
mengatur ketentuan dalam rangka usaha menemukan kebenaran materil.

200
Dalam hal pemeriksaan sengketa sudah diselesaikan, kedua belah pihak diberi
kesempatan untuk mengemukakan pendapat yang terakhir berupa kesimpulan
masing-masing.
Setelah kedua belah pihak mengemukakan kesimpulan, maka Hakim
Ketua Sidang menyatakan bahwa sidang ditunda untuk memberikan
kesempatan kepada Majelis Hakim bermusyawarah dalam ruangan tertutup
untuk mempertimbangkan segala sesuatu guna putusan sengketa
tersebut.Putusan dalam musyawarah majelis yang dipimpin oleh Hakim
Ketua Majelis merupakan hasil permufakatan bulat, kecuali setelah
diusahakan dengan sungguh-sungguh tidak dapat dicapai permufakataan
bulat, putusan diambil dengan suara terbanyak. Apabila musyawarah majelis
tersebut tidak dapat menghasilkan putusan, permusyawaratan ditunda sampai
musyawarah majelis berikutnya. Apabila dalam musyawarah majelis
berikutnya tidak dapat diambil suara terbanyak, maka suara terakhir Hakim
Ketua Majelis yang menentukan.
Putusan Pengadilan dapat dijatuhkan pada hari itu juga dalam sidang yang
terbuka untuk umum atau ditunda pada hari lain yang harus diberitahukan
kepada kedua belah pihak.Putusan Pengadilan harus diucapkan dalam sidang
terbuka untuk umum. Apabila salah satu pihak atau kedua belah pihak tidak
hadir pada waktu putusan pengadilan diucapkan, atas perintah Hakim Ketua
Sidang salinan putusan itu disampaikan dengan surat tercatat kepada yang
bersangkutan. Tidak diucapkannya putusan dalam sidang terbuka untuk
umum mengakibatkan putusan Pengadilan tidak sah dan tidak mempunyai
kekuatan hukum. Berdasarkan pasal 97 ayat 7 Undang-Undang nomor 5
tahun 1986, isi putusan TUN dapat berupa :
a. Gugatan ditolak
Putusan hakim Peradilan TUN yang menyatakan gugatan ditolak
adalah berupa penolakan terhadap gugatan penggugat, berarti
memperkuat KTUN yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat TUN
yang bersangkutan. Pada umumnya suatu gugatan ditolak oleh Majelis
Hakim karena alat-alat bukti yang diajukan pihak penggugat tidak

201
dapat mendukung gugatannya, atau alat-alat bukti yang diajukan pihak
tergugat lebih kuat
b. Gugatan dikabulkan
Gugatan dikabulkan bisa berarti pengabulan seluruhnya atau
pengabulan sebagian. Gugatan dikabulkan berarti paula pernyataan
bahwa KTUN yang digugat dinyatakan batal atau tidak sah.
c. Gugatan tidak dapat diterima
Putusan yang berupa gugatan tidak dapat diterima berarti bukan
putusan terhadap pokok perkara tetapi gugatan tersebut tidak
memenuhi persyaratan yang ditentukan. Persyaratan tersebut
sebagaimana dimaksud dalam prosedur dismissal dan/atau
pemeriksaaan persiapan.
d. Gugatan gugur
Putusan pengadilan yang menyatakan gugatan gugur dalam hal para
pihak atau kuasanya tidak hadir dalam persidangan yang telah
ditentukan dan mereka telah dipanggil secara patut, atau perbaikan
gugatan yang diajukan oleh pihak penggugat telah melampaui
tenggang waktu yang ditentukan (daluwarsa).

Dalam hal gugatan dikabulkan, maka dalam putusan pengadilan dapat


ditetapkan kewajiban yang harus dilakukan oleh Badan atau Pejabat TUN.
Kewajiban sebagaimana dimaksud dalam pasal 97 ayat (8) dapat disertai
pembebanan ganti rugi berupa :
1. Pencabutan keputusan TUN yang bersangkutan atau
2. Pencabutan keputusan TUN yang bersangkutan dan penerbitan
keputusan TUN yang baru; atau
3. Penerbitan keputusan TUN dalam hal gugatan didasarkan pada
Pasal 3 ayat (10).

Kewajiban sebagaimana dimaksud dalam ayat (9) dapat disertai


pembebanan ganti rugi. Dalam hal putusan pengadilan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (8) menyangkut kepegawaian, maka disamping

202
kewajiban sebagaimana dimaksud dalam (9) dan ayat (10) dapat disertai
pemberian rehabilitasi.
Bagi pihak yang tidak sependapat dengan Putusan PTUN dapat
mengajukan upaya hukum banding ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara
(PT.TUN) dalam tenggang waktu 14 hari setelah putusan PTUN
diberitahukan secara sah. Mengenai pencabutan kembali suatu permohonan
banding dapat dilakukan setiap saat sebelum sengketa yang dimohonkan
banding itu diputus oleh Pengadilan Tinggi TUN. Terhadap putusan
pengadilan tingkat Banding dapat dilakukan upaya hukum Kasasi ke
Mahkamah Agung RI. Pemeriksaan ditingkat Kasasi diatur dalam pasal 131
UU Peratun, yang menyebutkan bahwa pemeriksaan tingkat terakhir di
Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara dapat dimohonkan pemeriksaan kasasi
kepada Mahkamah Agung.
Sementara itu apabila masih ada diantara para pihak masih belum puas
terhadap putusan Hakim Mahkamah Agung pada tingkat Kasasi, maka dapat
ditempuh upaya hukum luar biasa yaitu Peninjauan Kembali ke Mahkamah
Agung RI.

D. Tinjauan Pegawai Pemerintah berdasarkan Perjanjian Kerja

Kedudukan Pegawai Pemerintah berdasarkan Perjanjian Kerja adalah


suatu poin kajian penting sejak dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 5
Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara yang menggantikan Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999
tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang
Pokok-Pokok Kepegawaian.
Pasal 1 angka 1 menyatakan “Aparatur Sipil Negara adalah Pegawai
Negeri Sipil dan Pegawai Pemerintah berdasarkan Perjanjian Kerja’. Pasal 1
angka 4 menyatakan Pegawai Pemerintah berdasarkan Perjanjian Kerja
adalah warga negara Indonesia yang memenuhi syarat tertentu, yang
diangkat berdasarkan perjanjian kerja untuk jangka waktu tertentu dalam

203
rangka melaksanakan tugas pemerintahan. Perjanjian kerja apabila dibagi
jenisnya terdapat 2 (dua) jenis berdasarkan waktu kerja, yaitu : Perjanjian
Kerja berdasarkan Waktu Tertentu (PKWT) dan Perjanjian Kerja berdasarkan
Waktu Tidak Tertentu (PKWTT).
Sebagaimana rumusan Pasal 1 angka 4 Pegawai Pemerintah berdasarkan
Perjanjian Kerja adalah warga negara Indonesia artinya bahwa untuk dapat
diangkat menjadi Pegawai Pemerintah berdasarkan Perjanjian Kerja harus
warga negara Indonesia, memenuhi syarat tertentu artinya walaupun
didalam hukum perdata bahwa kedudukan kedua belah pihak setara dan
memiliki kebebasan untuk memilih dan menentukan hukumnya akan tetapi
dari rumusan tersebut telah dikualifikasi sebagai suatu perjanjian baku
dimana satu pihak hanya dapat menerima dan menyetujui isi dari perjanjian
tersebut, perjanjian kerja untuk jangka waktu tertentu artinya hubungan
hukum antara pemberi kerja dan penerima kerja sudah menetapkan dalam
perjanjian atau telah ditetapkan oleh satu pihak sampai pada batas waktu
tertentu berakhirnya hubungan hukum tersebut, tugas pemerintahan artinya
melaksanakan tugas yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia, memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan melaksanakan
ketertiban dunia sebagaimana yang terdapat dalam pembukaan Undang-
Undang Dasar Tahun 1945.
Pegawai Pemerintah berdasarkan Perjanjian Kerja diangkat berdasarkan
kebutuhan instansi pemerintah yang bersangkutan dan diangkat dengan
Keputusan Pejabat Pembina Kepegawaian. Pada saat pengangkatan calon
Pegawai Pemerintah berdasarkan Perjanjian Kerja oleh Pejabat Pembina
Kepegawaian maka ada 2 (dua) kemungkinan yaitu perjanjian kerja dibuat
sebelum pengangkatan dan sesudah pengangkatan terjadi.Akibat hukum yang
terjadi adalah hubungan hukum berdasarakan perjanjian kerja maka ada
pemutusan hubungan kerja.

E. Penyelesaian Sengketa bagi Pegawai Pemerintah berdasarkan


Perjanjian Kerja

204
Sengketa bagi Pegawai Pemerintah berdasarkan Perjanjian Kerja tidak
dimaknai berbeda atau secara khusus akan tetapi perlu dijelaskan bahwa
kedudukan Pegawai Pemerintah berdasarkan Perjanjian Kerja tidak sama
apabila dalam hal penyelesaian sengketa dengan Pegawai Negeri Sipil, oleh
karena itu perlu uraian teoritis untuk menemukan jawaban dari persoalan
diatas tentang bagaimana kedudukan Pegawai Pemerintah berdasarkan
Perjanjian Kerja dalam hal penyelesaian sengketa.
Diatas sudah dijelaskan bahwa Penyelesaian sengekta dapat ditempuh
melalui upaya administratif dan pengadilan. Setiap perjanjian perdata yang
dilakukan oleh pemerintah selalu didahului oleh adanya suatu Keputusan Tata
Usaha Negara untuk melakukan suatu tindakan hukum perdata baik yang
berupa perjanjian perdata biasa maupun bentuk perjanjian yang lain57.
Apabila terjadi pemutusan hubungan kerja maka apakah Keputusan Tata
Usaha Negara melebur menjadi perbuatan hukum perdata atau sebaliknya.
Ten Berge & TAK memerinci Keputusan Tata Usaha Negara yang dapat
dianggap sebagai perbuatan hukum perdata.
a. Keputusan TUN (termasuk yang merupakan penolakan) yang
jangkauannya sampai tindakan hukum perdata : contohnya
Keputusan TUN yang isinya memberi izin atau menolak penjualan
rumah dinas kepada seorang pegawai;
b. Keputusan yang melebur dalam suatu tindakan hukum perdata
contoh dalam butir a juga dapat diterapkan disini;
c. Keputusan TUN yang menyebabkan dipenuhi tidaknya suatu syarat
untuk dapat bekerjanya secara sah suatu tindakan menurut hukum
perdata. Ini terjadi dalam suasana pengawasan administratif yang
preventif sifatnya; contohnya dulua ada masa waktu berlakunya
ketentuan bahwa pemborongan pekerjaan yang dilakukan oleh
suatu instansi diatas 500 juta rupiah harus memperoleh persetujuan
lebih dahulu dari Setneg.
d. Keputusan TUN yang merupakan pelaksanaan dari suatu tindakan
hukum perdata; contohnya setelah dilakukan perjanjian ruilslag
57
Indroharto, Usaha memahami Undang-Undang tentang Peradilan Tata Usaha Negara,
Midyas Surya Grafindo, Jakarta, 1996, hlm 117

205
atas sebidang tanah milik suatu departemen dengan suatu PT, maka
perlu ada Keputusan TUN lain sebagai kelanjutan tindakan ruilslag
tersebut yang berupa suatu Keputusan TUN sebagai tindakan
hukum yang bertujuan untuk melakukan tindakan balik nama.58
Sehingga apabila hal tersebut terjadi pemutusan hubungan kerja menjadi
kewenangan Peradilan Tata Usaha Negara yaitu Sengketa Tata Usaha Negara
adalah Keputusan Tata Usaha Negara Peradilan Tata Usaha Negara
berwenang untuk memeriksa, memutus dan menyelesaikan sengketa
kepegawaian termasuk Pegawai Pemerintah berdasarkan Perjanjian Kerja
apabila Pegawai Pemerintah berdasarkan Perjanjian Kerja mengajukan
gugatan atas penjatuhan hukuman displin berat sehingga dilakukan
pemutusan hubungan kerja oleh instansi pemerintah sebagaimana menurut
Indroharto bahwa tidak tertutup kemungkinan semua perjanjian yang
dilakukan dengan pihak pemerintah itu selalu action administrative yang ada
di Perancis dan melalui suatu Yurisprudensi. Salah satu contoh adalah
Pengadilan Tata Usaha Negara Semarang mengabulkan gugatan penggugat
yang menjadi seorang dosen di perguruan tinggi swasta melalui Putusan
Nomor 48/G/2009/PTUN.Smg.

58
Ibid, hlm 118

206
Daftar Pustaka

Abdurrahman, Fathoni, 2006, Organisasi dan Manajemen Sumber Daya Manusia,


Jakarta: PT. Rineka Cipta
Fernanda, Desi, 2003, Etika Organisasi Pemerintah, Lembaga Administrasi
Negara-Republik Indonesia, Jakarta
Hadjon, Philipus M, 1994, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia,Yogyakarta:
Gadjah Mada University
Hadjon, Philipus M, 2011Pengantar Hukum Administrasi Indonesia,Yogyakarta:
Gadjah Mada University
Soemardi, 2007, Teori Umum Hukum dan Negara, Jakarta: BEE Median
Indonesia
Mertokusumo, Sudikno, 1993, Bab-Bab Tentang Penemuan Hukum, Yogyakarta:
Citra Aditya Bakti
Naskah Akademik Undang-Undang Aparatur Sipil Negara
Rahardjo, Satjipto, 2006, Sisi-Sisi Lain Dari Hukum Indonesia, Jakarta: Buku
Kompass
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah
Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian
Wiyono, R, 2013, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, Jakarta: Sinar
Grafika
Zaeni, Asyhadie, 2007, Hukum Kerja: Hukum Ketenagakerjaan Bidang
Hubungan Kerja, Jakarta: PT Raja Grafindo
http://lawandbeauty.blogspot.com/2013/07/proses-penyelesaian-sengketa-tta-
usaha.html.
http://studiadministrasi.wordpress.com/2012/12/28/unsur-pokok-ruu-aparatur-
negara/
http://www.bkdiklat.cirebon.go.id/index.php/artikel/14-inilah-pokok-pokok-
undang-undang-aparatur-sipil-negara

207
208

Anda mungkin juga menyukai