Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Pustakawan diartikan sebagai seseorang yang telah bekerja di Perpustakaanyang pernah

mengenyam pendidikan minimal D-2 Perpustakaan dan Dokumentasi,ataupun sarjana /diploma

lain tetapi juga pernah mengikuti diklat / pelatihankepustakawanan. Tetapi ada juga yang

membatasi bahwa Pustakawan adalah orang yang sudah mendapatkan SK PNS.

Profesi pustakawan pada jaman Mesir Kuno telah diakui dan memilikikedudukan tinggi

dalam pemerintahan dan mereka telah berpengalaman tinggi danahli bahasa. Profesi pustakawan

di Indonesia secara resmi diakui berdasarkan SKMENPAN No. 18/MENPAN/1988 dan

diperbaharui dengan SK MENPAN No.33/MENPAN/1990, yang kemudian diperkuat dengan

keputusan-keputusan lain yang berkaitan dengan kewajiban dan hak sebagai profesi dan

fungsional pustakawan.

Pembinaan jabatan fungsional pustakawan di lingkungan instansi pemerintahantara lain

ditujukan untuk menjamin perkembangan profesionalisme yang berimplikasi pada peningkatan

kegiatan yang berdayaguna, dan berhasil guna bagimasyarakat. Perolehan angka kredit

merupakan indikator prestasi pejabat pustakawanyang berpedoman pada SK MENPAN No. 132

tahun 2002. Angka kredit adalahangka yang diberikan berdasarkan penilaian yang telah dicapai

oleh seorang pustakawan dalam mengerjakan butir-butir kegiatan yang digunakan sebagai

salahsatu syarat untuk pengangkatan dan kenaikan pangkat/jabatan.


2. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan jabatan fungsional pustakawan

2. Apa itu pustakawan

3. Apa saja tugas pokok pustakawan

4. Bagimana kondisi kepustakawanan saat ini (Kasus Di Perpustakaan Nasional RI

3. Manfaat

1. Mengetahui yang dimaksud jabatan fungsional

2. Mengetaui apa itu pustkawan

3. Mengetahui apa saja tugas pokok pustakawan

4. Mengetahui bagimana kondisi kepustakawan saat ini


BAB II

PEMBAHASAN

1. Jabatan Fungsional Pustakawan

Jabatan fungsional pustakawan merupakan salah satu jabatan fungsional yang ada di

lingkungan PNS di Indonesia. Jabatan fungsional pustakawan telah diakui eksistensinya dengan

diterbitkannya Keputusan Menteri Negara Pendayaan Aparatur Negara (MENPAN) Nomor 18

tahun 1988 tentang Jabatan Fungsional Pustakawan dan Angka kreditnya dan kemudian

dilengkapi dengan Surat Edaran Bersama (SEB) antara Kepala Perpustakaan Nasional RI dan

Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 53649/MPK/1998 dan Nomor 15/SE/1998. Dalam

BAB 2 Pasal 3 Ayat 2 Kepmenpan Nomor 132/KEP/M.PAN/12/2002 tentang Jabatan

Fungsional Pustakawan dan Angka Kreditnya, menjelaskan bahwa jabatan fungsional

pustakawan adalah jabatan karier yang hanya dapat diduduki oleh seseorang yang berstatus

sebagai Pegawai Negeri Sipil. Sedangkan menurut Lasa HS (2009:122), jabatan fungsional

pustakawan adalah jabatan karier pada unit perpustakaan, dokumentasi, dan informasi yang

hanya dapat diduduki oleh seseorang yang memiliki minimal pendidikan di bidang pusdokinfo

dan diangkat sebagai pegawai negeri sipil atau pegawai tetap perpustakaan lembaga tertentu.

Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara yang mengatur tentang jabatan

fungsional pustakawan dan angka kreditnya telah mengalami beberapa perubahan, yaitu :

a. Kepmenpan Nomor 33 Tahun 1998 tentang Jabatan Fungsional Pustakawan dan Angka

Kreditnya;

b. Kepmenpan Nomor 132/KEP/M.PAN/12/2002 tentang Jabatan Fungsional Pustakawan dan

Angka Kreditnya;
c. Peraturan Menteri Pendayagunan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 9 Tahun

2014 tentang Jabatan Fungsional Pustakawan dan Angka Kreditnya.

Dalam Peraturan yang baru tersebut terdiri dari 15 Bab, 46 Pasal dan disertai dengan

lampiran rincian kegiatan jabatan fungsional dan angka kreditnya. Terdapat penambahan 3

materi baru dalam peraturan menteri tersebut, yaitu kompetensi, formasi jabatan, dan penurunan

jabatan. Perubahan lainnya berkaitan dengan perubahan isi materi dan unsur dan sub unsur

kegiatan yang dapat dinilai angka kreditnya dan penetapan Angka Kreditnya.1

Jabatan Fungsional Pustakawan yang merupakan bagian dari jabatan fungsional pegawai

negeri sipil (PNS) yang selanjutnya dalam keputusan Presiden disebut jabatan fingsional adalah

kedudukan yang menunjukan tugas, tanggungjawab, wewenang dan hak seseorang pegawai

negeri sipil dalam suatu satuan organisasi yang dalam pelaksanan tugasnya didasarkan pada

keahlian dan/ atau keterampilan tertentu serta bersifat mandiri dan untuk kenaikan pangkatnya

disyaratkan dengan angka kredit. Angka kredit adalah angka yang diberikan berdasarkan

penilaian atas prestasi yang telah dicapai seorang pustakawan.2

SK Menpan Nomor 132/KEP/M.Pan/12/2002 merupakan surat keputusan Menteri

Pendayagunaan dan Aparatur Negara yang mengatur tentang jabatan fungsional pustakawan dan

angka kreditnya. Surat Keputusan Menpan ini diikuti dengan Keputusan Bersama Kepala

Perpustakaan Nasional RI dan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 23 Tahun 2003 dan

Nomor 21 Tahun 2003 tentang petunjuk pelaksanaan jabatan fungsional pustakawan dan angka

kreditnya serta peraturan kepala perpustakaan nasional republik indonesia nomor 2 tahun 2008

1
Yuyun Widayanti, “ Pengembangan Karier Pustakawan”, Jurnal Pustakawan Pelakasana
STAIN Kudus, Vol. 2, Nomor. 1, juni, 2014.hlm 2-3.
2
Agung Nugrohoadhi, “Motivasi Kinerja Pustakawan Universitas Atma Jaya Yogyakarta Setelah
Keluarnya Jabatan Fungsional Pustakawan”, Jurnal Khizanah Al-Hikmah, Vol. 2, Nomor. 1, Januari-Juni
2014.hlm 4-5.
tentang Petunjuk teknis jabatan fungsional pustakawan dan angka kreditnya. Menurut Dady P.

Rachmananta, diharapkan dengan terbitnya Petunjuk Teknis ini Pustakawan tidak lagi

mengalami kesulitan dalam mengimplementasikan ketentuan yang ada dalam keputusan

MENPAN Nomor 132/KEP/M.PAN/12/2002.

Jabatan fungsional pustakawan menurut Lasa adalah jabatan karier pada unit perpustakaan,

dokumentasi, dan informasi yang hanya dapat diduduki oleh seseorang yang memiliki minimal

pendidikan di bidang pusdokinfo dan diangkat sebagai pegawai negeri sipil atau pegawai tetap

perpustakaan lembaga tertentu. Dalam SK Menpan No.132/12/2002, jabatan fungsional

pustakawan adalah jabatan karier yang hanya dapat diduduki oleh seseorang yang telah

berstatus sebagai pegawai negeri sipil. Untuk pengangkatan/ kenaikan jabatan, pangkat,

golongannya disyaratkan dengan prestasi tertentu yang dapat dinilai sebagai angka kredit yang

ditentukan

2. Kepustakawan

Lasa (2009: 295-296) memberikan beberapa definisi pustakawan, diantaranya yaitu :

1. Seseorang yang melaksanakan kegiatan perpustakaan dengan jalan memberikan

pelayanan kepada msyarakat sesuai dengan tuggas lembaga induknya berdasarkan ilmu

perpustakaan, dokumentasi dan informasi yang dimilikinya melalui pendidikan (kode

etik Ikatan Pustakawan Indonesia);

2. Pegawai Negeri Sipil yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak secara

penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melakukan kegiatan kepustakawanan pada

unit- unit perpustakaan, dokumentasi dan informasi instansi pemerintah dan atau unit

tertentu lainnya ( SK Menpan No.132/2002)

Sedangkan menurut Undang-Undang Perpustakaan no. 43 tahun 2007 (2007: 58), pustakawan
adalah seseorang yang memiliki kompetensi yang diperoleh melalui pendidikan dan/atau

pelatihan kepustakawanan serta mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk melaksanakan

pengelolaan dan pelayanan perpustakaan.

Dari pengertian-pengertian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa tidak semua orang

yang bekerja di perpustakaan dapat sebagai pustakawan. Ia haruslah seorang pegawai Negeri

Sipil yang diangkat oleh Pemerintah yang mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk

mengelola perpustakaan.

3. Tugas Pokok Pustakawan

Berdasarkan Kepmenpan Nomor 132/KEP/M.PAN/12/2002, jabatan fungsional pustakawan

terdiri dari Pustakawan Tingkat Terampil dan Pustakawan Tingkat Ahli. Adapun tugas pokok

pustakawan telah diatur dalam BAB 2 Pasal 4, yaitu :

a. Pustakawan Tingkat Terampil meliputi :

1. Pengorganisasian dan pendayagunaan koleksi bahan pustaka/sumber informasi

2. Pemasyarakatan perpustakaan, dokumentasi dan informasi.

b. Pustakawan Tingkat Ahli meliputi :

1. Pengorganisasian dan pendayagunaan koleksi bahan pustaka/sumber informasi.

2. Pemasyarakatan perpustakaan, dokumentasi dan informasi.

3. Pengkajian pengembangan perpustakaan, dokumentasi dan informasi.

Sedangkan unsur-unsur kegiatan pustakawan yang dapat dinilai angka kreditnya, diatur

dalam BAB 3 Pasal 5, yaitu :

a. Pendidikan, meliputi :

1. Pendidikan sekolah dan memperoleh ijazah/gelar;


2. Pendidikan dan pelatihan fungsional di bidang kepustakawanan serta memperoleh Surat

Tanda Tamat Pendidikan dan Pelatihan (STTPP) atau sertifikat.

b. Pengorganisasian dan pendayagunaan koleksi bahan pustaka/sumber informasi, meliputi :

1. Pengembangan koleksi;

2. Pengolahan bahan pustaka;

3. Penyimpanan dan pelestarian bahan pustaka;

4. Pelayanan informasi.

c. Pemasyarakatan perpustakaan, dokumentasi dan informasi, meliputi :

1. Penyuluhan;

2. Publisitas;

3. Pameran.

d. Pengkajian dan pengembangan perpustakaan, dokumentasi dan informasi, meliputi :

1. Pengkajian;

2. Pengembangan perpustakaan;

3. Analisis/kritik karya kepustakawanan;

4. Penelaahan pengembangan di bidang perpustakaan, dokumentasi dan informasi;

e. Pengembangan profesi, meliputi :

1. Membuat karya tulis/karya ilmiah di bidang perpustakaan, dokumentasi dan informasi;

2. .Menyusun pedoman/petunjuk teknis perpustakaan, dokumentasi dan informasi;

3. Menerjemahkan/menyadur buku dan bahan-bahan lain di bidang perpustakaan,

dokumentasi dan informasi;

4. Melakukan tugas sebagai Ketua Kelompok/Koordinator Pustakawan atau memimpin unit

perpustakaan;
5. Menyusun kumpulan tulisan untuk dipublikasikan;6. Memberi konsultasi

kepustakawanan yang bersifat konsep.

f. Penunjang tugas Pustakawan, meliputi :

1. Mengajar;

2. Melatih;

3. Membimbing mahasiswa dalam penyusunan skripsi, tesis, disertasi yang berkaitan

dengan ilmu perpustakaan, dokumentasi dan informasi;

4. Memberikan konsultasi teknis sarana dan prasarana perpustakaan, dokumentasi dan

informasi;

5. Mengikuti seminar, lokakarya dan pertemuan bidang kepustakawanan;

6. Menjadi anggota organisasi profesi kepustakawanan;

7. Melakukan lomba kepustakawanan;

8. Memperoleh penghargaan/tanda jasa

9. Memperoleh gelar kesarjanaan lainnya;

10. Menyunting risalah pertemuan ilmiah;

11. Keikutsertaan dalam Tim Penilai Jabatan Pustakawan3

Untuk pemahaman dan penyatuan persepsi lebih lanjut, berikut dicoba untuk memberikan

beberapa batasan istilah yang digunakan atau disebut. Batasan-batasan yang disampaikan di sini

berdasarkan pendapat ilmuwan atau pemaknaan yang digunakan dalam berbagai keputusan

sebagai dasar hukum.

3
Laila Nur Fitriani, Yuniwati BYPMYRR, “Prengaruh Sk Menpan Nomor 132 /KEP /M.PAN /12 /
2002 Tentang Jabatan Fungsional Pustakawan Dan Angkanya Terhadap Produktivitas Karya Ilmiah Pustakawan
Universitas Diponegoro”, Jurnal Ilmu Perpustakaan, Vol. 2, Nomor 2, Tahun 2013.hlm 3-4.
1. Jabatan fungsional (misal, pustakawan) adalah kedudukan yang menunjukkan tugas,

tangungjawab, wewenang dan hak seorang pegawai negri sipil (tidak berlaku setelah terbit

UU no. 43 tentang perpustakaan) dalam suatu satuan organissi yang dalam pelaksanaan

tugasnya didasarkan pada keahlian dan/atau ketrampilan tertentu (keperpustakaan) serta

bersifat mandiri.(Keppres No. 87 Tahun 1992)

2. Jabatan struktural adalah suatu kedudukan yang menunjukkan tugas, tanggung jawab,

wewenang dan hak seorang pegawai negri sipil dalam rangka memimpin suatu satuan

organisasi negara. (Peraturan Kaperpusnas RI No.36 Tahun 2005).

3. Kelompok pejabat fungsional Pustakawan adalah kumpulan pejabat fungsional pustakawan

yang tergabung dalam satu unit organisasi perpustakaan, dokumentasi dan informasi dalam

rangka melaksanakan tugas kegiatan kepustakawanan sesuai dengan jenjang jabatan

fungsional masingmasing. (Peraturan Kaperpusnas RI No.36 Tahun 2005)

4. Mekanisme kerja adalah cara atau prosedur kerja yang disusun secara logis dan berurutan.

(Peraturan Kaperpusnas RI No.36 Tahun 2005).

5. Pustakawan profesional adalah pustakawan yang memiliki pengetahuan generalis tentang

berbagai ilmu, mampu memupuk self-esteem dan self-respect dalam memberdayakan

perpustakaan sebagai sebuah lembaga ilmu pengetahuan yang dinamis, pusat diskusi,

memberikan solusi kepentingan umum, serta berperan penting dan aktif untuk kemajuan

bangsa. (Azyumardi Azra, 2005).

6. Kompetensi adalah pengetahuan, ketrampilan dan karakteristik pribadi yang sangat penting

untuk mencapai keberhasilan pada suatu pekerjaan. (Supriyanto, 2008).


4. Kondisi Kepustakawanan Saat Ini (Kasus Di Perpustakaan Nasional RI

Sebelumnya telah diutarakan bahwa masalah yang paling banyak dikeluhkan oleh

penyandang jabatan fungsional pustakawan di Perpustakaan Nasional RI adalah kurangnya

kesempatan untuk memenuhi kebutuhan angka kredit, terutama bagi pemangku jenjang jabatan

pustakawan muda ke atas. Langkanya kesempatan diyakini terkait dengan penempatan mereka

untuk pelaksanaan tugas institusi. Dalam kaitan ini, Athaillah Baderi berpendapat bahwa

kesulitan pengumpulan angka kredit bagi para pustakawan, bukan semata-mata karena tidak bisa

bekerja, atau malas-malasan, tetapi sebagai faktor penghambat (inhibiting) utamanya adalah

tidak diberikannya kesempatan untuk berbuat, berpartisipasi atau menggarap lahan-lahan (2004,

3).

Dari pengamatan di lapangan diperkirakan ada beberapa kemungkinan yang berpotensi

menjadi penyebab sulitnya mendapatkan angka kredit yang diperlukan dalam jangka waktu yang

telah ditentukan. Di antaranya adalah : tidak profesionalnya pejabat fungsional pustakawan;

kurangnya jiwakorps atau rasa memiliki profesi pustakawan sebagai suatu kesatuan atau

kelompok kerja; kurangnya pembinaan profesi maupun talenta dalam pelaksanaan tugas di

lapangan dll.; tidak kalah pentingnya kurangnya pemahaman tentang jabatan fungsional

pustakawan di kalangan pejabat struktural; dan semuanya ini akan berujung karena pustakawan

belum diikat dalam suatu ikatan yang melembaga, meskipun telah tersedia sarang tawon dalam

struktur organisasi Perpustakaan Nasional RI sebagai wadahnya.

1. Pejabat fungsional pustakawan yang tidak profesional Kondisi ini terlihat pada sikap

dalam menghadapi masalah-masalah yang menuntut profesionalisme, seperti:


a) Keterbatasan wawasan dalam menyikapi kondisi lapangan dengan hanya terpaku pada

katakata dalam butir-butir kegiatan yang memiliki nilai angka kredit dalam SK

MENPAN;

b) Tidak adanya kemauan untuk memahami masalah-masalah yang berkaitan dengan

jabatan fungsional pustakawan, seperti penyusunan laporan kegiatan kepustakawanan,

penyusunan DUPAK, menyusun rencana kerja perorangan dll.;

c) Memilih untuk berusaha mencari jalan pintas dalam mendapatkan angka kredit dengan

cara yang kurang terpuji, dll.

2. Kurangnya jiwa korps atau rasa memiliki profesi pustakawan sebagai suatu kesatuan atau

kelompokYang dimaksud adalah kebersamaan memiliki profesi pustakawan sebagai suatu

kesatuan atau kelompok. Hal ini tercermin dari:

a) Sikap acuh tak acuh dalam menyikapi suatu masalah bersama;

b) Merasa tidak berkewajiban dan menyerahkan penyelesaian masalah kepada pihak lain,

dan ikut saja apa jadinya.

3. Kurangnya pembinaan profesi maupun talenta dalam pelaksanaan tugas di lapangan. Tidak

semua pustakawan memahami bagaimana menyikapi dan apa yang seharusnya dilakukan dalam

pelaksanaan tugas di lapangan sesuai kedudukannya sebagai pejabat fungsional pustakawan. Hal

ini dapat dilihat dari hasil akhir pelaksanaan tugas lapangan, meskipun diperlukan pengamatan

lapangan untuk membuktikan hal ini. Dari hasil akhir suatu kegiatan dapat dikenali apakah hanya

mengejar target, apakah hasil kerja seorang yang profesional, ataukah sekedar menghasilkan

laporan untuk pemeriksaan dll. Kerja yang demikian tentu saja tidak akan mencapai sasaran

kualitas yang baik, atau tidak profesional. Keadaan yang demikian diperkirakan terbentuk karena
selain keterbatasan kemampuan pustakawan pelaksana tugas, juga karena tidak adanya

bimbingan maupun arahan baik dari pejabat struktural terkait maupun ketua kelompok sebagai

kepanjangan tangan pejabat struktural di mana mereka ditempatkan. Dalam hal yang demikian

tidak ada yang bertanggungjawab terhadap profesionalitas pustakawan terkait.4. Kurangnya

tidak ada bertanggung jawab terhadap profesonal pustakawan terkait.

4. kurangnya pemahaman tentang jabatan fungsional pustakawan di kalangan pejabat struktural.

Hal ini sangat jelas terlihat dalam penerapan posisi pustakawan sebagai staf bidang, termasuk

pustakawan utama yang ditempelkan (tidak jelas statusnya) di Kepala Pusat. Padahal jelas dalam

struktur oraganisasi Perpustakaan Nasional RI pustakawan memiliki tempat tersendiri yaitu apa

yang disebut dengan istilah sarangtawon di setiap unit kerja eselon dua. Ciri lain misalnya, ada

pejabat struktural yang menolak pustakawan yang menduduki pangkat lebih tinggi berada di unit

kerjanya. Hal ini jelas menunjukkan bahwa pejabat struktural tersebut tidak memahami bahwa

tenaga fungsional (pustakawan) dibenarkan untuk menduduki pangkat lebih tinggi dari pejabat

struktural di mana mereka ditempatkan. Sampai saat ini pejabat struktural masih beranggapan

bahwa pustakawan adalah bagian dari stafnya, sehingga wajib bagi mereka melaksanakan

kegiatan unit kerjanya tanpa mempertimbangkan kebutuhan jejang jabatan fungsional

pustakawannya. Di sisi lain, pustakawan yang telah terkondisikan dalam tatanan kerja sebagai

staf bidang, bekerja atas dasar perintah atasan, tidak ada keinginan untuk berkarya, berkreasi

menciptakan kegiatan untuk memenuhi tuntutan profesi. Dampak dari kondisi yang demikian

adalah pustakawan tidak dapat mengumpulkan angka kredit dalam jangka waktu yang

ditetapkan.

Kurangnya pemahaman tentang jabatan fungsional pustakawan juga berdampak pada

munculnya berbagai persepsi yang tidak pas atau bahkan keliru, seperti anggapan bahwa
eksistensi kelompok pustakawan utama tidak perlu. Mungkin secara kasatmata memang tidak

terlihat kemanfaatan kegiatan, atau bahkan tidak ada kegiatan. Namun keberadaan pustakawan

utama ini senang atau tidak senang, bermanfaat atau tidak bermanfaat memang ada. Keberadaan

mereka bukan karena ditunjuk, tetapi memang jenjang kepangkatan mereka yang memungkinkan

menduduki posisijabatan itu. Masalah ada atau tidak adanya kegiatan merupakan akibat dari

tidak adanya uraian tugas institusional yang jelas. Namun semua itu sangat tergantung dari

bagaimana pustakawan utama tersebut menyikapinya, karena tugas pokok sebagai pejabat

fungsional telah jelas diuraikandalam SK MENPAN sebagai acuan utamanya.4

Anda mungkin juga menyukai