Anda di halaman 1dari 15

MENGENAL FUNGSI DAN TUJUAN OTONOMI DAERAH SERTA

IMPLEMENTASINYA DALAM KERANGKA NEGARA KESATUAN


REPUBLIK INDONESIA

Dibuat untuk memenuhi tugas pada mata Kuliah Hukum Pemerintahan Daerah yang
diampu oleh Bapak Daud Munasto

Oleh :

Ajeng Robiatul Adawiah (2010631010002)

FAKULTAS HUKUM
ROGRAM STUDI ILMU HUKUM
UNIVERSITAS SINGAPERBANGSA KARAWANG
2022/2023
DAFTAR ISI

PENDAHULUAN_____________________________________________________2
1.1 LATAR BELAKANG________________________________________________2
1.2 RUMUSAN MASALAH_____________________________________________3
1.3 TUJUAN__________________________________________________________3
BAB II_______________________________________________________________3
PEMBAHASAN______________________________________________________3
2.1 OTONOMI DAERAH_______________________________________________3
2.2 DAMPAK POSITIF OTONOMI DAERAH_____________________________10
2.3 PENERAPAN OTONOMI DAERAH DI INDONESIA____________________11
BAB III_____________________________________________________________15
PENUTUP__________________________________________________________15
3.1 KESIMPULAN____________________________________________________15
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Dalam sistem pemerintahan tentu kita sering mendengar istilah Otonomi Daerah.
Meski istilah tersebut sudah tidak asing lagi dalam kehidupan sehari-hari, masih
banyak yang belum memahami tujuan otonomi daerah itu sendiri. Padahal, sebagai
penduduk yang tinggal di negara kepulauan, yang mana terdapat beragam suku dan
adat istiadat, perlu memahami arti istilah tersebut.

Otonomi daerah adalah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah


otonom untuk mengatur dan mengelola urusan serta kepentingan masyarakat daerah
sendiri sesuai undang-undang yang dibuat. Otonomi daerah juga diadakan untuk
daerah itu sendiri dan juga untuk kepentingan daerah itu sendiri. Secara etimologi,
otonomi berasal dari Bahasa Yunani, yaitu Autos yang artinya sendiri, sedangkan
Namos yang artinya aturan atau Undang-undang. Sehingga dapat diartikan bahwa
otonomi daerah adalah suatu hak, wewenang, dan kewajiban yang dimiliki oleh suatu
daerah dalam mengurus dan mengatur sendiri, segala urusan pemerintahan dan
kepentingan masyarakatnya, sesuai peraturan perundang-undangan.

Otonomi Daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan


mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan
aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan (pasal 1 huruf (h)
UU NO. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah).Salah satu tujuan Otonomi
Daerah adalah agar pemerintah tidak hanya dijalankan oleh pemerintah pusat, tetapi
daerah pun dapat diberi hak untuk mengurus sendiri kebutuhannya. Selain itu, ada
beberapa tujuan otonomi daerah yang perlu diketahui masyarakat agar dapat
memahami bagaimana tujuan hingga sistem otonomi daerah.

1.2 RUMUSAN MASALAH


1. Apa yang dimakasud dengan Otonomi Daerah?
2. Apa saja dampak positif dan negatif dari Otonomi Daerah?
3. Bagaimana penerapan Otonomi Daerah di Indonesia?
1.3 TUJUAN
1. Agar masyarakat daerah dan masyarakat Indonesia pada umumnya dapat
mengetahui apa yang dimaksud dengan otonomi daerah.
2. Mengetahui dampak negatif dan dampak positif dari otonomi daerah.
3. Mengetahui Implementasi otonomi daerah di Indonesia

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 OTONOMI DAERAH

Menurut UU No. 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah bahwa otonomi


daerah adalah kewenangan Daerah Otonom untuk mengatur dan mengurus
kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi
masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Otonomi Daerah, sebagaimana dikandung dalarn UU No. 22/1999, adalah usaha
memberi kesempatan kepada daerah untuk memberdayakan potensi ekonomi, sosial-
budaya dan politik di wilayahnya.Pengertian Desentralisasi Dalam UU No. 22 Tahun
1999 disebutkan bahwa desentralisasi adalah penyerahan wewenag pemerintah oleh
Pemerintah kepada Daerah Otonom dalam kerangka Negara Kesatuan Republik.

Tujuan Utama Otonomi Daerah Otonomi daerah menurut UU No. 22/1999 dari
sudut pandang disentralisasi fiscal. Tujuan utama otonomi daerah adalah untuk
mendorong terselenggaranya pelayanan publik sesuai tuntutan masyarakat daerah,
mendorong efisiensi alokatif penggunana dana pemerintah melalui desentralisasi
kewenangan dan pemberdayaan daerah.
Tujuan otonomi daerah ini dapat dikategorikan dalam beberapa sudut pandang.
Berikut beberapa tujuan dari otonomi daerah:
1. Mengetahui masalah-masalah yang menjadi kewenangan atau acuan program suatu
daerah dalam meningkatkan produktivitas dalam bidang tertentu.

2. Mengetahui tingkat keberhasilan dalam pencapaian program/bidang tertentu


sehingga suatu daerah bisa menjadi daerah otonom.

3. Mengetahui sejauh mana arah dan sasaran suatu daerah dalam pencapaian menuju
daerah yang otonom.
Selain itu, dari berbagai sisi otonomi daerah juga memiliki tujuannya masing-masing.
Adapun tujuan otonomi daerah dari berbagai sisi, di antaranya sebagai berikut:

1. Dari sisi politik, tujuan otonomi daerah yaitu sebagai sebuah proses untuk
membuka ruang bagi lahirnya kepala pemerintahan daerah yang dipilih secara
demokratis, memungkinkan berlangsungnya penyelenggaraan pemerintahan yang
responsife.

2. Dari segi ekonomi, tujuan otonomi daerah yakni terbukanya peluang bagi
pemerintah di daerah mengembangkan kebijakan regional dan local untuk
mengoptimalkan pendayagunaan potensi.

3. Dari segi sosial, tujuan otonomi daerah yaitu menciptakan kemampuan masyarakat
dalam merespon dinamika di sekitarnya.

Dasar Hukum Otonomi Daerah

Penyelenggaraan otonomi daerah sudah diatur dan ditetapkan dalam peraturan


Undang-undang yang telah ada di Indonesia, yaitu sebagai berikut:

1. Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014, yaitu tentang Pemerintahan Daerah (Revisi


dari Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004).

2. Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004, yaitu tentang Perimbangan Keuangan


antara Pemerintahan Pusat dan Pemerintahan Daerah.

3. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004, yaitu tentang Pemerintahan Daerah.

4. Ketetapan MPR RI Nomor IV/MPR/2000, yaitu tentang Rekomendasi Kebijakan


Pemerintah dalam menyelenggarakan Otonomi Daerah.

5. Ketetapan MPR Ri Nomor XV/MPR 1998, yaitu tentang Penyelenggaraan Otonomi


Daerah, Pembagian, Pengaturan, dan Pemanfaatan Sumber Daya Alam Nasional yang
adil, dan keseimbangan Keuangan dari Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah,
dalam Kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.

6. Undang-undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dalam


Pasal 18 ayat 1-7, Pasal 18 A ayat 1-2, Pasal 18 B ayat 1-2.
Quo Vadis Otonomi Daerah
Hakikat dan spirit otonomi daerah sesuai dengan UU No.22 Tahun 1999 dan
No.25 Tahun 1999 adalah distribusi dan pembangunan kewenangan berdasarkan asas
desentralisasi, dekosentralisasi, dan perbantuan pada strata pemerintahan guna
mendorong prakarsa lokal dalam membangun kemandirian daerah dalam wadah
NKRI. Regulasi UU No.22 dan 25 Tahun 1999 merupakan manisfestasi dari
aktualisasi spirit otonomi daerah yang bermuatan political sharing, financial sharing,
dan empowering dalam mengembangkan kapasitas daerah (capacity building),
peningkatan SDM dan partisipasi masyarakat. Implementasi kebijakan otonomi secara
efektif dilaksanakan di Indonesia sejak 1 Januari 2001, memberikan proses
pembelajaran berharga, terutama esensinya dalam kehidupan membangun demokrasi,
kebersamaan, keadilan, pemerataan, dan keanekaragaman daerah dalam kesatuan
melalui dorongan pemerintah untuk tumbuh dan berkembangnya prakarsa awal
(daerah dan masyarakatnya) menuju kesejahteraan masyarakat. Prinsip dasar otonomi
daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah secara konsepsional
adalah: pendelegasian kewenangan (delegation of autority), pembagian pendapatan
(income sharing), kekuasaan (dicreation), keanekaragaman dalam kesatuan
(uniformity in unitry), kemandirian lokal , pengembangan kapasitas daerah (capacity
building).
Implementasi otonomi daerah memberi dampak positif dan negatif dalam
penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan di daerah. Dampak positif yang
menonjol adalah tumbuh dan berkembangnya prakarsa daerah menuju kemandirian
daerah dalam membangun. Dampak negatifnya yang paling mengemuka timbulnya
friksi pusat-daerah dan antar daerah, terutama dalam pengelolaan sumberdaya alam,
kewenangan dan kelembagaan daerah. Salah satu penyebabnya bersumber dari
harmonisasi kebijaksanaaan dengan kebijaksanaan otonomi daerah, misalnya
peraturan pertanahan, tata ruang, penanaman modal, perdagangan, perikanan dan
kelautan, jalan, UMKMK, Perda yang counter productive, dsb.

Akibatnya ketergantungan daerah terhadap Pemerintah Pusat sangat tinggi yang


mengakibatkan kreativitas masyarakat lokal berserta seluruh perangkat daerah dan
kota menjadi tak terbedayakan sedangkan kebijakan yang represif telah membunuh
secara dini aspirasi daerah untuk menuntut keadilan atas kekayaan alam yang
dimililiknya. Pemerintah Pusat yang telah mengalami kesulitan sumber dana agaknya
juga sangat kewalahan menghadapi persoalan dan gejolak yang terjadi di aras lokal.

Berarti selama lebih dari 52 tahun Merdeka, Indonesia gagal melakukan


konsolidasi dan persatuan daerah yang adil dan merata. Mungkin saja, karena
mempertahankan kekuasaan sebuah rezim lebih diutamakan bahkan cenderung
berlebihan sehingga urusan daerah bukan demi kemandirian tetapi justru dalam
format mempertahankan kekuasaan.

Pergeseran Paradigma dalam Menyikapi Desentralisasi


Globalisasi mengakibatkan kompetisi semakin terbuka dan tingkat tuntutan
masyarakat terhadap pelayanan publik yang memadai. Berbagai macam peresoalan
yang dihadapi masyarakat akhir-akhir ini selalu dikaitkan dengan otonomi daerah.
Persoalan yang sangat mendasar adalah implementasi yang tidak teratur karena
memang dibiarkan seperti itu. Ketidakteraturan tersebut salah satunya dikarenakan
lemahnya kepemimpinan. Dalam menghadapi perubahan tersebut, agar dapat adaptif
dengan perkembangan zaman diperlukan :
•Sumber daya Aparatur Pemerintah Daerah yang mempunyai orientasi baru sesuai
dengan tuntutan global.
•Kepemimpinan yang memberikan keteladanan.
•Peningkatan kemampuan birokrasi pemerintah daerah untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat, khususnya dalm menciptakan lapangan kerja dan
menyediakan pendidikan yang murah dan berkualitas.

Kebijakan otonomi daerah diharapkan mampu memelihara integrasi nasional dan


keutuhan bangsa Indonesia. Dengan otonomi daerah dapat mewujudkan hubungan
kekuasaan menjadi lebih adil, proses demokrasi di daerah berjalan baik dan adanya
peningkatan kesejahteraan di daerah. Daerah memiliki kepercayaan kepada
pemerintah pusat yang akhirnya dapat memperlancar pembangunan bangsa melalui
keutuhan nasional.

Implementasi kebijakan otonomi daerah berimplikasi pada pembangunan daerah.


Pembangunan daerah diharapkan "terwujudnya kemandirian daerah dalam
pengelolaan pembangunan secara serasi, profesional, dan berkelanjutan". Dalam
konteks tersebut pembangunan daerah yang dilakukan pemerintah pada daerah dalam
rangka reposisi paradigma baru pembangunan daerah yang berbasis kewilayahan,
kemitraan pembangunan, lingkungan hidup, serta penerapan good goverrurnce
dengan strategi sebagai berikut :
• Mendorong dan memfasilitasi koordinasi perencanaan pembangunan daerah.
• Mengembangkan kapasitas kelembagaan pembangunan daerah.
• Mendorong terciptanya keselara.5an dan keserasian pembangunan daerah.
• Mendorong dan memfasilitasi pengembangan/pendayagunaan potensi daerah.
• Mengembangkan fasilitasi penataan dan pengelolaan lingkungan hidup.
• Mengembangkan iklim yang kondusif bagi pengembangan investasi dan usaha
daerah.
• Mengembangkan SDM aparatur pengelola pembangunan daerah yang profesional
dalam pelayanan pembangunan di daerah.

Pembangunan daerah merupakan salah satu tujuan dalam meningkatkan


pertumbuhan ekonomi daerah yang berbasis kewilayahan dan lingkungan serta
berkelanjutan. Bahwa pembangunan ekonomi daerah didasarkan pada pengembangan
potensi daerah (manusia, alam, dan lingkungan hidup) dalam koridor ekonomi
kerakyatan dengan prinsip (productivity, effciency, redistribution income, realocate
economic, economic advantage and errvironmental sustainable). Arah kebijakan
pembangunan ekonomi daerah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah
melalui :
• Kebijakan daerah untuk menumbuhkan pelaku ekonomi (sektor pemerintah, swasta
dan masyarakat), arus perdagangan dan investasi daerah.
• Menciptakan dan memperluas kerjasama antardaerah, daerah dengan pusat, dan
daerah dengan LN di bidang ekonomi, yang didukung dengan perangkat hukum.
• Menggali dan memanfaatkan potensi dan keunggulan ekonomi daerah.
• Meningkatkan kegiatan ekonomi dan industrialiasi perdesaaan dengan agrobisnis
berbasis agraris dan maritim.
• Pengembangan kawasan ekonomi dan daerah perbatasan berdasarkan pengelolaaan
potensi sumber daya ekonomi dan lingkungan hidupnya.
Karakteristik umum organisasi pemerintah daerah (berdasarkan UU NO.22 Tahun
1999) adalah sebagai berikut:
• Diberi peluang untuk menyusun organisasi sesuai dengan kebutuhan dan
kemampuan daerah masing-masing (Self Renewing System).
• Ada kaitan langsung antara visi dan misi dengan bentuk dan susunan organisasi
• Diarahkan untuk memiliki susunan kinerja yang jelas dan terukur.
• Fungsi utamanya adalah memberi pelayanan kepada masyarakat sehingga unsur
pelaksana (teknis maupun kewilayahan) perlu memperoleh perhatian yang lebih besar,
baik dari segi kewenangan, dana, personal maupun logistik
• Orientasi mulai bergeser dari struktural ke arah fungsional (dari basis kewenangan
kepada basis kompetensi).
• Sistem hierarki menjadi lebih longgar, rentang kendali menjadi tidak beraturan,
sehingga pengembangan karir PNS secara struktural menjadi tidak pasti.

Berdasarkan pelaksanaan UU No. 5 tahun 1974 yang sesungguhnya punya


semangat yang sama dengan UU No. 22/1999, yakni memberi "otonomi yang nyata
dan bertanggung jawab." Hanya saja dalam prakteknya pemerintah Pusat tidak
mampu menjalankan amanat undang-undang itu karena unsur-unsur kepentingan di
Daerah khususnya menyangkut jaminan dan kemampuan daerah untuk mengurus
rumah tangganya sendiri, tidak diberikan secara adil dan merata, baik kemampuan
sumber daya manusia maupun sumber pembiayaan. Dalam hal ini Pemerintah Pusat
cenderung setengah hati dalam memberikan kewenangan kepada Daerah secara
penuh, karena daerah haus secara nyata menjalankan kewajiban dengan segala
resikonya
Dari pada memberi hak-hak yang penuh kepada daerah untuk penyelenggaraan
pemerintahan yang nyata dan bertanggung jawab. Sehingga tampak jelas bahwa
pengalihan tugas dan tanggung jawab kepada daerah bukanlah soal yang mudah
karena mempunyai implikasi yang besar terhadap berbagai persoalan daerah yang
selama ini masih mengandalkan ketergantungan yang besar terhadap pusat, seperti
subsidi dan pengelolaan sumber-sumber pendapatan nasional dan proyekproyek
nasional di daerah, seperti pertambangan, perkebunan, pelabuhan dan lain-lain.

Kesiapan Aparatur Pemerintah Daerah dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah


Dengan adanya globalisasi, teknologi, dan perubahan sosial mengakibatkan
dampak yang besar terhadap penyelenggaraan pemerintahan di daerah. Karena
perubahan-perubahan inilah maka kebijakan pemerintah daerah haruslah mempunyai
Standar Pertanggungjawaban (Accountability) yang tinggi dan dapat diandalkan.
Implikasinya jelas, Pemerintah Daerah harus memberikan pelayanan yang lebih
efektif dan Cost effisien dalam keterbatasan anggaran yang ada. Semua ini sangat
tergantung kepada kemampuan aparat Pemerintah daerah dalam berpikir, bersikap,
bertindak kreatif dan inovatif dalam memanfaatkan peluang-peluang serta mengatasi
tantangan dalam perubahan yang begitu cepat. Dalam menghadapi tantangan tersebut
itulah diperlukan sisi yang tepat tentang pemahaman dan pengelolaan manajemen
pemerintahan. Namun demikian harus disadari bahwa upaya melakukan perbaikan
dalam penyelenggaraan manajemen pemerintahan tidak semudah yang diperkirakan,
karena akan menghadapi berbagai tantangan dan resistensi berbagai pihak baik dari
dalam maupun dari luar yang merasa akan dirugikan atas adanya perubahan tersebut.
Bagi para pelaku baik di sektor publik maupun di sektor swasta perubahan dimaksud
pada intinya mencakup aspek-aspek :strategi (Strategic), sistem (System), kemampuan
(Abiliry), personil (staft gaya kepemimpinan (sryle), rekatan nilai budaya (Shared
Value.
Perubahan dalam penyelenggaran Birokrasi pemerintah Daerah harus mengacu:
• Birokrasi Pemerintah Daerah harus mampu mengarahkan dalam mengupayakan
terwujudnya potensi dan inisiatif masyarakat dalam mengatasi permasalahan atau
tuntutan kebutuhannya .
• Birokrasi Pemerintah Daerah harus mampu bersaing dalam memberikan pelayanan
(Delivery of Services) dengan menumbuhkan efisiensi, inovasi dan motivasi scrta
prestasi.
• Birokrasi Pemerintah Daerah harus mengupayakan bagaimana menjelaskan
kehendak atau keinginan pemerintahan kepada masyarakat daripada mengatur
masyarakat untuk tidak berbuat hal-hal yang tidak diinginkan oleh pemerintah
• Penyclenggaraan pemerintahan yang berorientasi kepada dampak hasil (outcome)
bukan atas bahan masukan (input) yang diperlukan
• Penyelenggara pemerintahan yang berorientasi pada upaya memenuhi kcbutuhan
masyarakat bukan kepada kepentingan dan data prosedur birokrasi pemerintahan.
• Penyelenggaraan pemerintahan harus memiliki wawasan dan pandangan
kewirausahaan.
• Penyelenggaraan pemerintahan lebih memanfaatkan dan berorientasi kepada
kekuatan mekanisme pasar dalam upaya mengarahkan (fasilitatif) prakarsa dan gerak
perubahan masyarakat.

2.2 DAMPAK POSITIF OTONOMI DAERAH


Disebut dampak positif paling terlihat pada efisiensi pemerintahan karena daerah
diberi hak untuk mengatur. Sehingga, daerah berkesempatan membentuk sebuah
sistem dan aturan yang cocok dengan wilayahnya tersebut tanpa perlu menunggu
arahan pemerintah pusat.
Berikut merupakan dampak positif dari otonomi daerah :
 Kegiatan pemerintahan dapat berjalan lebih efektif, karena kewenangan berada di
tangan daerah;
 Potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia dapat dimanfaatkan dengan
lebih efektif dan efisien;
 Daerah dapat menyelenggarakan kepentingannya sesuai dengan adat istiadat dan
budaya setempat;
 Dinamika dan perkembangan politik lebih mudah dikontrol; Laju pertumbuhan
ekonomi di daerah setempat lebih mudah dikontrol;
 Kriminalitas, masalah sosial, dan berbagai bentuk penyimpangan lebih mudah
dideteksi.

Dampak Negatif Otonomi Daerah


Namun, meskipun memiliki banyak dampak positif, otonomi daerah tidak
terlepas dari dampak negatif. Adapun beberapa dampak negatif yang bisa terjadi
akibat otonomi daerah, yaitu:
 Munculnya sifat kedaerahan atau etnosentrisme yang fanatik, sehingga dapat
menyebabkan konflik antar daerah;
 Munculnya kesenjangan antara daerah satu dengan yang lain, karena perbedaan
sistem politik, sumber daya alam, maupun faktor lainnya;
 Munculnya pejabat daerah yang sewenang-wenang; Pemerintah pusat kurang
mengawasi kebijakan daerah karena kewenangan penuh yang diberi pada daerah;
 Masing-masing daerah berjalan sendiri-sendiri, tanpa ada kerja sama, koordinasi,
atau bahkan inrteraksi.
2.3 PENERAPAN OTONOMI DAERAH DI INDONESIA
Konsepsi pelaksanaan Otonomi Daerah
Secara konseptual, pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia dilandasi oleh tiga
tujuan utama yang meliputi tujuan politik, tujuan administratif dan tujuan ekonomi.
Hal yang ingin diwujudkan melalui tujuan politik dalam pelaksanaan otonomi daerah
diantaranya adalah upaya untuk mewujudkan demokratisasi politik melalui partai
politik dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Perwujudan tujuan administratif yang
ingin dicapai melalui pelaksanaan otonomi daerah adalah adanya pembagian urusan
pemerintahan antara pusat dan daerah, termasuk sumber keuangan serta pembaharuan
manajemen birokrasi pemerintahan di daerah. Sedangkan tujuan ekonomi yang ingin
dicapai dalam pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia adalah terwujudnya
peningkatan Indeks pembangunan manusia sebagai indikator peningkatan
kesejahteraan masyarakat Indonesia. 
Dalam konsep otonomi daerah, pemerintah dan masyarakat di suatu daerah
memiliki peranan yang penting dalam peningkatan kualitas pembangunan di
daerahnya masing-masing. Hal ini terutama disebabkan karena dalam otonomi daerah
terjadi peralihan kewenangan yang pada awalnya diselenggarakan oleh pemerintah
pusat kini menjadi urusan pemerintahan daerah masing-masing.
Dalam rangka mewujudkan tujuan pelaksanaan otonomi daerah, terdapat
beberapa faktor penting yang perlu diperhatikan, antara lain :
 faktor manusia yang meliputi kepala daerah beserta jajaran dan pegawai, seluruh
anggota lembaga legislatif dan partisipasi masyarakatnya.
 Faktor keuangan daerah, baik itu dana perimbangan dan pendapatan asli daerah,
yang akan mendukung pelaksanaan pogram dan kegiatan pembangunan daerah.
 Faktor manajemen organisasi atau birokrasi yang ditata secara efektif dan efisien
sesuai dengan kebutuhan pelayanan dan pengembangan daerah.

Tantangan dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah


Gagasan pelaksanaan otonomi daerah adalah gagasan yang luar biasa yang
menjanjikan berbagai kemajuan kehidupan berbangsa dan bernegara yang lebih baik.
Namun dalam realitasnya gagasan tersebut berjalan tidak sesuai dengan apa yang
dibayangkan. Pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia pada gilirannya harus
berhadapan dengan sejumlah tantangan yang berat untuk mewujudkan cita-citanya.
Tantangan dalam pelaksanaan otonomi daerah tersebut datang dari berbagai aspek
kehidupan masyarakat. Diantaranya adalah tantangan di bidang hukum dan sosial
budaya. 

Pelaksanaan  otonomi daerah di Indonesia dimulai segera setelah angin sejuk


reformasi berhembus di Indonesia. Masih dalam suasana euphoria reformasi dan
dalam situasi dimana krisis ekonomi sedang mencekik tingkat kesejahteraan rakyat,
Negara Indonesia membuat suatu keputusan pemberlakuan dan pelaksanaan otonomi
daerah di Indonesia. Selanjutnya UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan
Daerah sebagai dasar pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia di Judicial Review
dengan UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Judicial review ini
dilakukan setelah timbulnya berbagai kritik dan tanggapan terhadap pelaksanaan
otonomi daerah di Indonesia. Judicial review tersebut dilaksanakan dengan
mendasarkannya pada logika hukum. 

Pada gilirannya, pemerintahan daerah berhadapan dengan keadaan dimana


mereka harus memahami peraturan perundang-undangan hasil judicial review. Tanpa
adanya pemahaman yang baik dari aparatur, maka bisa dipastikan pelaksanaan
otonomi daerah di Kab/Kota di Indonesia menjadi kehilangan maknanya. Hal ini
merupakan persoalan hukum yang sering terjadi dimana peraturan perundang-
undangan tidak sesuai dengan realitas hukum masyarakat sehingga kehilangan nilai
sosialnya dan tidak dapat dilaksanakan.

Aspek-aspek apa saja yang menyebabkan belum optimalnya pelaksanaan


otonomi daerah?

Dari berbagai hasil kajian dapat disimpulkan bahwa salah satu faktor
penyebabnya adalah kelemahan aspek regulasi yang terkait dengan penyelenggaraan
pemerintahan daerah dan implementasi regulasinya. UU Nomor 32 Tahun 2004 telah
berhasil menyelesaikan beberapa masalah dalam penyelenggaraan pemerintahan
daerah, namun dalam pelaksanaannya, ketidakjelasan pengaturan dalam UU ini sering
menimbulkan permasalahan baru yang dapat menjadi sumber konflik antarsusunan
pemerintahan dan aparaturnya yang pada akhirnya menyebabkan penyelenggaraan
urusan pemerintahan daerah tidak dapat berjalan secara efektif dan efisien. Sehingga
kita memandang perlu UU ini perlu diubah atau diganti.

Untuk itu, RUU tentang Pemerintahan Daerah (RUU Pemerintahan Daerah)


sebagai pengganti UU Nomor 32 Tahun 2004 yang saat ini sedang dibahas dengan
DPR, pada dasarnya mencoba memperbaiki kelemahan UU Nomor 32 Tahun 2004.
RUU Pemerintahan Daerah dimaksudkan untuk memperjelas konsep desentralisasi
dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia dan memperjelas pengaturan dalam
berbagai aspek penyelenggaraan pemerintahan daerah.

Selain itu, RUU ini juga menambah pengaturan baru sesuai dengan kebutuhan hukum
untuk mengakomodir dinamika pelaksanaan desentralisasi, antara lain pengaturan
tentang hak warga untuk berpartisipasi dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah,
adanya jaminan terselenggaranya pelayanan publik dan inovasi dalam
penyelenggaraan pemerintahan daerah.

Penyelenggaraan Otonomi Daearah di Indonesia sangat terkait dengan pola


pembagian. Kewenangan pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Daerah-daerah
otonom diadakan guna menyangga tatanan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dasar Negara Kesatuan ini sangat penting dan tidak bias ditawar-tawar lagi dalam
menempatkan dan mendudukkan otonomi yang seluas-luasnya. Otonomi seluas-
luasnya tidak boleh bertentangan dengan dasar Negara kesatuan , dan dasar kesatuan
sebaliknya tidak boleh mlenyapkan wujud dari otonomi seluas-luasnya. Dalam
konteks ini perlu dicari sebuah metode untuk menseimbangkan antara dasar kesatuan
dan dasar otonomi. Pembentukan daerah otonom dalam rangka desentralisasi di
Indonesia bercirikan pada karakteristik :

1. daerah otonom tidak memiliki kedaulatan


2. desentralisasi dimanifestasikan dalam bentuk penyerahan atau pengakuan atas
urusan pemerintahan
3. penyerahan atau pengakuan kekuasaan atas urusan tersebut didasarkan pada
pengaturan dan pengurusan kepentingan masyarakat setempat.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah


menggariskan bahwa maksud dan tujuan pembebrian otonomi daerah adalah memacu
kesejahteraan, pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya serta meningkatkan
kesejahteraan rakyat, menggalakkan prakarsa dan peran serta aktif masyarakat dalam
penyelenggaraan otonomi daerah secara luas, nyata dan bertanggungjawab serta
memperkuat persatauan dan kesatuan bangsa, peningkatan pelayanan public dan daya
saing daerah.
Perbandingan otonomi daerah diberbagai Negara terdapat dua pola besar dalam
merumuskan hukum yang terkait dengan pembagian urusan pemerintahan yaitu : 1.
Otonomi luas (general competence) 2. Otonomi terbatas ( ultra vires) Dalam pola
otonomi luas urusan –urusan yang dilakukan oleh pemerintah pusat bersifat limitative
dan sisanya menjadi kewenangan pemerintah daerah (teori residu). Sedangkan pola
otonomi terbatas , urusan-urusan daerahlah yang dirumuskan secara limitative dan
sisanya menjadi kewenangan pemerintah pusat. Lahirnya Undang-undang No 32
Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah menandai dianutnya paradigma baru dalam
penyelenggaraan pemerintah daerah, yang mengutamakan pelaksanaan asas
desentralisasi, yang sebelumnya desntralisasi dibatasi dan peranan pemerintah sangat
besar.

BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Otonomi daerah merupakan salah satu gagasan besar untuk mewujudakn
kesejahteraan rakyat melalui cara-cara yang demokratis. Pada dasarnya desentralisasi
dan otonomi daerah mempunyai makna besar bagi kepentingan masyrakat daerah
untuk menjadi pengambail manfaat dari setiap pengaturan dan pelayanan
pemerintahan. Dengan Lahirnya Undang-undang No 32 Tahun 2004 tentang
pemerintahan daerah menandai dianutnya paradigma baru dalam penyelenggaraan
pemerintah daerah, yang mengutamakan pelaksanaan asas desentralisasi.
Keberhasilan Otonomi daerah sangat tergantung pada niat baik para penyelenggara
Negara, aparatur birokrasi di pusat maupun didaerah untuk bersama-sama menjaga
maksud dan tujuan Otonomi daerah yang sebenarnya dalam kerangka Negara
kesatuan Republik Indonesia dan menciptakan kesejahteran rakyat Indonesia dengan
cara demokratis.

Anda mungkin juga menyukai