Anda di halaman 1dari 2

Jawa memiliki suatu pandangan hidup yakni sangkan parining dumadi yang

mengekspresikan kebangkitan spiritual bermakna bahwa kehidupan manusia berasal dari

tuhan dan kehidupan tersebut pasti akan kembali kepada-Nya. Orientasi tersebut selaras

dengan ajaran Islam yang bersumber dalam Q.S. al Baqarah ayat 156. Hal inilah yang

menjadi salah satu falsafah jawa yang menerima ajaran-ajaran Islam melalui pendekatan

spiritual bernuansa sufistik, sehingga orang Jawa era pra-modernitas lebih tertarik terhadap

ajaran pengolahan batin atau tarekat daripada pendekatan formalistik. (halaman 1-2)

Kedudukan Tarekat bagi orang Jawa pra modernitas mengajarkan bagaimana manusia

menuju ihsan melalui ajaran tasawuf. (halaman 6). Namun pada era modernitas pengaruh ini

mulai mereda. Hal ini disebabkan dengan masuknya pengaruh pemikiran barat sehingga

banyak lahirnya gerasakan rasionalitas dan puritan (halaman 7). Namun bukan berarti hilang

sama sekali melainkan pada abad 19 masih terdapat beberapa tarekat seperti Syadziliyyah

yang dipopukerkan oleh H. Mutamakin, Naqsabadinnyah Khalidiyyah oleh KH Abdullah

Salam, Qadariyyah Naqsabadinnyah oleh K.H. Ahmad Durri Nawawi (halaman 8), dan

Shidiqiyyah oleh KH Muchtar Muthi Jombang.

Keberadaan Tarekat tidak bisa dilepaskan dengan proses dakwah Islam yang

dilakukan oleh para raja. Selain menjadi pusat penyebaran Islam kraton juga merupakan

pusat dari kebudayaan yang memiliki kemajuan seni dan mengajarkan kehidupan keagamaan,

yang mana tercampurnya antara Hindhu, Budha, dan Islam. Kebudayaan Jawa memiliki

bentuk dari apa yang diekspresikan dari pemikiran manusia, perasaan, hubungan antara suatu

penafsiran dengan benda, tindakan, emosi serta orangnya. Didalamnya termuat suatu isi atas

segala petunjuk untuk menyebarkan dan menciptakan pola-pola dari nilai-nilai yang

berbentuk gagasan-gagasan dan sistem simbolik tang mengandung makna mendalam. Hal

inilah yang menjadi faktor terbentuknya suatu tindakan dan benda-benda hasil dari

pengetahuan. (halaman 11-12).


Kebudayaan Jawa dapat dipahami secara kompleks sebagai makhluk sosial yang

digunakan untuk menfaisrkan dan memahami lingkungan, sehingga menjadi dorongan untuk

terwujudnya suatu tindakan dan perilaku. (11-13) Dalam hal ini, Kerajaan Mataram Islam

yang tersebar dari Pajang, Demak, Yogyakarta, dan Kartasura yang kemudian dipindahkan ke

Surakarta merupakan penganut dari paham manunggaling kawulo lan gusti. (halaman 29).

Tentunya, tidak dapat dipungkiri bahwa proses Islamisasi yang dilakukan di Jawa dan

khususnya adalah Surakarta bernuansa sufistik.

PR....

Mencari data dalam serat-serat yang ada mengenai syattoriyyah

Menggabungkan dengan pembuatan kaligrafi yang ada

Anda mungkin juga menyukai