Dari data Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional (PIHPSN) pada
Jumat (02/09/2022), harga cabai merah keriting kembali naik rata-rata
Rp63.550/kg, harga telur ayam ras Rp31.300/kg, dan daging ayam ras
Rp34.500/kg.[1]
Semua pihak mengeluhkan kenaikan harga ini. Bukan hanya ibu-ibu rumah
tangga, para pedagang makanan, termasuk pedagang di pasar, semua
menjerit. Bagi masyarakat, naiknya harga jelas mempersulit mereka untuk
mendapatkan bahan pangan yang cukup demi memenuhi kebutuhan
keluarga, sedangkan penghasilan tidak bertambah.
Para pedagang juga merugi karena lonjakan harga makin mengurangi jumlah
pembeli. Begitu pula pedagang makanan, sangat dirugikan dengan naiknya
harga bahan baku, sedangkan sulit juga untuk menaikkan harga jual produk.
Mirisnya lagi, kesulitan rakyat ini tidak mendorong pemerintah mengambil
langkah yang benar-benar mampu mengatasi persoalan secara tuntas.
Beban masyarakat kian bertambah dengan naiknya harga BBM dan listrik.
Pemerintah merasa cukup dengan membagikan bantuan sosial ataupun
bantuan pangan yang nilainya jauh dari standar cukup dan bisa memenuhi
kebutuhan yang layak; atau menstabilkan harga cukup dengan operasi pasar
di sejumlah lokasi. Padahal, langkah-langkah klasik tersebut sama sekali tidak
mengatasi persoalan, terbukti dengan terus berulangnya lonjakan harga
pangan.
Negara juga absen dalam pengaturan rantai distribusi pangan sehingga para
spekulan/mafia pangan—yang notabene sebagiannya korporasi pangan itu
sendiri—menjadi tumbuh subur. Praktik spekulasi dan kartel pangan sukar
dihilangkan karena korporasi lebih berkuasa daripada pemerintah.
Terlebih lagi, dengan konsep good governance dalam negara neoliberal, ketika
lembaga negara BUMN/BUMD hadir untuk menstabilkan harga pangan,
kehadirannya justru sebagai korporasi yang bertujuan mencari untung. Tidak
aneh ketika saat ini BUMN bertransformasi menjadi holding company dan
bertujuan memperbesar keuntungan, bukan lagi melayani hajat rakyat.
Selain itu, penegakan sanksi yang lemah makin meleluasakan para pelaku
kejahatan pangan untuk beroperasi. Sanksi yang dijatuhkan tidak berefek jera
dan sifatnya pun tebang pilih. Hukum hanya menjerat pelaku kecil, tetapi para
kartel dan mafia kelas kakap sangat sulit ditindak.
Solusi Islam
Konsep kapitalisme sangat berbeda dengan Islam yang konsep
pengaturannya sepenuhnya menggunakan syariat Islam. Secara prinsip, kunci
kestabilan harga dan keterjangkauan oleh rakyat terletak pada berjalannya
fungsi negara yang sahih, yaitu sebagai raain (penanggung jawab) dan junnah
(pelindung rakyat).
Kedua fungsi ini harus diemban oleh seluruh struktur negara hingga unit
pelaksana teknis. Oleh karenanya, keberadaan badan pangan seperti Bulog
pun harus menjalankan fungsi pelayanan, bukan menjadi unit bisnis. Kalaupun
lembaga pangan ini melaksanakan fungsi stabilisator harga dengan operasi
pasar, harus steril dari tujuan mencari profit.
Khilafah Islam juga memiliki struktur khusus untuk ini, yaitu Kadi Hisbah yang
di antaranya bertugas mengawasi tata niaga di pasar dan menjaga agar bahan
makanan yang beredar adalah makanan yang halal dan tayib.
Umar ra. pernah melarang orang yang tidak memiliki ilmu untuk datang ke
pasar dengan mengatakan, “Jangan berjual beli di pasar kami, kecuali orang
yang berilmu. Apabila tidak, ia akan makan riba, baik disengaja atau tidak,