Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hak tanggungan adalah suatu jaminan pelunasan utang, dengan hak

mendahului, dengan objek jaminan berupa hak-hak atas tanah sebagaimana

yang dimaksud dalam Undang-Undang Pokok Agraria. Pada pelaksanaan Hak

Tanggungan dikenal Debitur (pemberi hak tanggungan) dan Kreditur

(penerima hak tanggungan), yang mana keduanya mempunyai syarat-syarat

yaitu Debitur (pemberi hak tanggungan), barang yang menjadi objek Hak

tanggungan tersebut tidak boleh digunakan tanpa persetujuan Kreditur

(penerima hak tanggungan) sehingga perlu adanya kejelasan jika terjadi

pengalihan fungsi.

Sedang Kreditur (penerima hak tanggungan) memerlukan adanya

penilaian terhadap barang jaminan berdasarkan lembaga penilaian barang yang

bersifat independen dan mampu melakukan penilaian terhadap status serta

reputasi dari Debitur (penerima hak tanggungan). Selain itu dikenal objek yang

digunakan sebagai jaminan harus jelas. 1

Pada dasarnya, sebagaimana maksud Pasal 6 UU No. 4 Tahun 1996

tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan

Dengan Tanah (UU HT), apabila debitor cidera janji, pemegang Hak

1
Boedi Harsono. 2005. Hukum Agraria Indonesia Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok
Agraria. Jakarta. Penerbit Djambatan. Hal. 210.

11
Tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual obyek Hak Tanggungan

atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan

piutangnya dari hasil penjualan tersebut.

Hal ini sesuai dengan makna lelang yaitu sebagai suatu lembaga hukum

yang mempunyai fungsi menciptakan nilai dari suatu barang atau mencairkan

suatu barang menjadi sejumlah uang dengan nilai objektif.

Landasan Hukum mengenai lelang atau eksekusi Hak Tanggungan

diatur dalam Pasal 20 UU HT, di mana dalam pasal tersebut dapat diketahui

bahwa pada dasarnya lelang atau eksekusi atau penjualan hak atas tanah yang

dibebani dengan Hak Tanggungan dapat dilaksanakan melalui 2 (dua) cara

yaitu : Pertama, Lelang Lelang berdasarkan ketentuan Pasal 6 UU HT, yang

menyatakan bahwa apabila debitur cidera janji, pemegang hak tanggungan

pertama mempunyai hak untuk menjual obyek hak tanggungan atas kekuasaan

sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari

hasil penjualan tersebut. Kedua, Lelang berdasarkan Pasal 20 Ayat (1) huruf b

juncto Pasal 14 Ayat (2) UU HT, yang menyatakan bahwa rumusan norma

Pasal 14 Ayat (2) UUHT secara jelas menyatakan bahwa Sertipikat Hak

Tanggungan (SHT) mempunyai kekuatan eksekutorial yang dipersamakan

layaknya suatu putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap

(inkracht van gewijsde).

Melalui penjualan secara lelang, seorang pembeli akan terjamin

kepastian hukumnya atas kepemilikan obyek lelang hak atas tanah tersebut,

karena setiap pelaksanaan lelang akan diterbitkan risalah lelang yang

12
merupakan akta otentik dari pembelian suatu barang melalui proses penjualan

secara lelang, sehingga dengan alat bukti risalah lelang tersebut hak

kepemilkan atas obyek lelang atas tanah akan jatuh kepada pihak pemenang

lelang, meskipun belum secara sempurna mendapat hak atas tanah tersebut,

karena hak atas tanah tersebut harus didaftarkan pada Kantor Pertanahan

setempat, untuk memperoleh legitimasi yang sempurna.

Pada lelang objek hak tanggungan sangat diperlukan surat keterangan

yang diterbitkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) dimana obyek lelang

itu berada berdasarkan adanya permintaan tertulis dari Kepala Kantor Lelang.

Surat Keterangan yang dimaksud adalah Surat Keterangan Tanah (SKT) atau

lebih dikenal sebagai Surat Keterangan Pendaftaran Tanah (SKPT). Fungsi

Surat Keterangan Pendaftaran Tanah tersebut sebagai sumber informasi yang

mutakhir mengenai hak atas tanah yang akan dilelang. Keterangan ini sangat

penting bagi pejabat dari kantor lelang untuk memperoleh keyakinan dan

kepastian tentang objek lelang. Keputusan mengenai dilanjutkannya

pelelangan setelah mengetahui data pendaftaran tanah mengenai bidang tanah

yang bersangkutan diambil oleh Kepala Kantor Lelang. 2

Bahwa SKPT sangat penting bagi pejabat lelang untuk memperoleh

keyakinan tentang objek lelang karena di dalam surat keterangan itu disebutkan

secara lengkap tempat dimana objek lelang tersebut, serta identitas dari pemilik

tanah dan bangunan, dan catatan tanah tersebut apakah dalam status sengketa

2
Urip Santoso. 2010. Pendaftaran Dan Peralihan Hak Atas Tanah. Jakarta. Penerbit Prenadamedia
Group. Hal. 389.

13
atau dalam status sitaan. Disinilah pentingnya SKPT dalam proses lelang

sehingga mutlak adanya.

Kepala kantor pertanahan dapat mengeluarkan SKPT dimaksud

selambat-lambatnya 5 (lima) hari kerja atau 7 (tujuh) hari kalender setelah

diterimanya permintaan dari kepala kantor lelang. SKPT akan kadaluarsa

setelah pemenang lelang dinyatakan berhak atas tanah dan bangunan tersebut,

tetapi apabila tidak adanya pemenang dalam lelang, maka SKPT tersebut akan

kadaluarsa dalam jangka waktu 6 bulan setelah dikeluarkannya. Namun dengan

berlakunya Permen ATR/BPN No. 5 Tahun 2017 tentang Layanan Informasi

Pertanahan Secara Elektronik, SKPT elektronik hanya memiliki masa berlaku

7 hari setelah diterbitkan.

Kelengkapan adanya SKPT dari kantor pertanahan setempat adalah

wajib adanya, karena lelang tanpa dilengkapi dengan SKPT, maka lelang

tersebut adalah cacat hukum dan akibatnya adalah batal demi hukum.

Tanggung jawab Pejabat Lelang yang melelang obyek hak tanggungan tanpa

dilengkapi SKPT, maka pejabat lelang tersebut dapat dimintakan

pertanggungjawaban berupa penggantian kerugian atas dasar karena

kelalaiannya mengakibatkan pihak lain menderita kerugian atas dasar telah

melakukan perbuatan melanggar hukum.

Bahwa terhadap hal tersebut di atas, diketahui perihal kekuatan hukum

titel eksekutorial pada SHT yang dipersamakan layaknya putusan pengadilan

berkekuatan hukum tetap sesuai norma dalam Pasal 20 Ayat (1) huruf b juncto

Pasal 14 Ayat (2) UU HT tidak serta merta berlaku mutlak/absolut dalam

14
proses mekanisme lelang eksekusi Hak Tanggungan sebab dapat batal/gugur

apabila keberadaan SKPT tidak dapat dipenuhi sebagaimana Pasal 39 huruf a

juncto Pasal 36 huruf c Peraturan Menteri Keuangan No. 213/PMK.06/2020

tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang (PMK Lelang). Sehingga tampak telah

terjadi kekaburan norma (vage normen) dan konflik norma (conflict of norm)

secara sekaligus dengan demikian perlu dilakukan pengkajian terkait seberapa

penting/urgensi dari keberadaan SKPT dalam mekanisme lelang eksekusi Hak

Tanggungan.3

Oleh karena itu, penulis tertarik untukmelakukan suatu penelitian

hukum yang berjudul, “URGENSI SURAT KETERANGAN PENDAFTARAN

TANAH (SKPT) PADA LELANG HAK TANGGUNGAN”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat ditentukan beberapa

rumusan masalah yakni, sebagai berikut :

1. Apa Urgensi Surat Keterangan Pendaftaran Tanah (SKPT) Pada Lelang

Hak Tanggungan?

2. Apa Implikasi Hukum Jika Lelang Hak Tanggungan Tanpa Surat

Keterangan Pendaftaran Tanah (SKPT)?

3
Ahmad Rifai. 2011. Penemuan Hukum oleh Hakim dalam Perspektif Hukum
Progresif.CetakanKedua. Jakarta. Penerbit Sinar Grafika. Jakarta.Hal. 90.

15
C. Tujuan Penelitian

Tujuan pada penelitian ini adalah, sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui dan mengkaji urgensi Surat Keterangan Pendaftaran

Tanah (SKPT) pada lelang hak tanggungan.

2. Untuk mengetahui dan mengkaji implikasi hukum jika lelang hak

tanggungan tanpa Surat Keterangan Pendaftaran Tanah (SKPT).

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang didapat dari penelitian ini diklasifikasikan sebagai berikut :

1. Bagi Pemerintah : Hasil penelitian ini dapat menjadi bahan pertimbangan

Pemerintah untuk menjamin kemudahan bagi pihak penjual dalam

mekanisme lelang hak tanggungan di Kantor Pelayanan Kekayaan Negara

Dan Lelang (KPKNL) serta kemudahan saat mengurus permohonan Surat

Keterangan Pendaftaran Tanah (SKPT) di Kantor Pertanahan (Kantah)/

Badan Pertanahan Nasional (BPN);

2. Bagi Masyarakat : Memberikan edukasi hukum bagi khalayak luas lebih

khusus masyarakat yang bekerja di lembaga keuangan baik bank maupun

non bank serta para calon pembeli produk lelang agar mengetahui urgensi

Surat Keterangan Pendaftaran Tanah (SKPT) pada lelang hak tanggungan.

3. Bagi Penulis : Memberikan pemahaman bagi penulis dalam mengetahui

hasil analisa hukum urgensi Surat Keterangan Pendaftaran Tanah (SKPT)

pada lelang hak tanggungan, juga sebagai syarat Penulisan Tugas Akhir dan

16
menyelesaikan studi Strata-1,Sarjana Hukum (S.H.) di Fakultas Hukum

Universitas Muhammadiyah Malang;

E. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini berguna sebagai rujukan bagi masyarakat untuk

mendapatkan wawasan hukum seputar topik lelang hak tanggungan maupun

informasi perihal Surat Keterangan Pendaftaran Tanah (SKPT) sekaligus

sebagai bahan pertimbangan Pemerintah untuk menjamin kemudahan

masayarakat yang terlibat dalam mekanisme lelang hak tanggungan baik

sebagai penjual maupun pembeli.

F. Metode Penelitian

Penelitian hukum dapat diartikan sebagai proses menemukan suatu

aturan hukum, prinsip hukum, dan/atau doktrin hukum dalam usahanya

menjawab suatu isu hukum tertentu.4Metode penulisan yang digunakan pada

penelitian ini adalah metode yuridis normatif, yaitu metode penelitian hukum

yang fokus pada kajian dari kaidah-kaidah, dan norma-norma dalam hukum

positif. Tahapan pertama penelitian hukum normatif adalah penelitian yang

ditujukan untuk mendapatkan hukum obyektif (norma hukum), yaitu dengan

mengadakan penelitian terhadap masalah hukum. Tahapan kedua penelitian

4
Peter Mahmud Marzuki. 2009. Penelitian Hukum. Jakarta. PenerbitKencana Prenada Media Grup.
Hal. 35.

17
hukum normatif adalah penelitian yang ditujukan untuk mendapatkan hukum

subjektif (hak dan kewajiban).5Oleh karenanya penelitian ini dapat dikatakan

pula sebagai penelitian hukum kepustakaan. 6

1. Metode Pendekatan

Metode pendekatan yang digunakan dalam penyusunan penulisan

hukum/skripsi ini adalah, sebagai berikut :

a. Pendekatan perundang-undangan (statue-approach) yaitu dengan

melakukan kajian dan analisa terhadap main issue yang diatur dalam

peraturan perundang-undangan terkait dengan pembentukan

peraturan perundang-undangan atau dengan menggunakan legalitas

dan regulasi. 7Hal tersebut dilakukan dengan menelaah semua undang-

undang dan regulasi yang berhubungan dengan isu hukum yang

sedang terjadi atau dibahas guna memahami permasalahan dan solusi

yang tepat berkaitan dengan ugensi SKPT pada lelang hak

tanggungan.8

b. Pendekatan konseptual (conseptual approach), yaitu dengan

menelaah dan memahami konsep-konsep relevan dengan urgensi

SKPT pada lelang hak tanggungan.9 Pendekatan ini dilakukan melalui

5
Hardijan Rusli. 2006. Metode Penelitian Hukum Normatif. Jakarta. Jurnal Law Review, Fakultas
Hukum. Universitas Pelita Harapan. Vol. V No. 3. Hal. 50, http://download.portalgaruda.org diakses
tanggal 12 Januari 2021.
6
Soejono Soekanto. 2001. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta. Penerbit UI Press. Hal. 56.
7
Peter Mahmud Marzuki, Op.cit. Hal. 96.
8
Ibid. Hal. 97.
9
Johnny Ibrahim. 2007. Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif. Malang. Penerbit
Bayumedia. Hal. 391.

18
proses yang dilakukan oleh peneliti terhadap berbagai konsep yang

terdiri dari pandangan dan doktrin hukum para ahli serta konsep yang

dihasilkan oleh peneliti-peneliti hukum terdahulu.10

2. Jenis Bahan Hukum

Bahan-bahan hukum yang digunakan bersumber dari studi kepustakaan,

yaitu sebagai berikut :

a. Bahan hukum primer yaitu bahan-bahan yang bersifat autoritatif, yang

artinya memiliki otoritas. Bahan hukum primer ini bersumber dari

peraturan perundang-undangan, adapun bahan hukum primer yang

digunakan dalam penelitian ini terdiri atas UU No. 4 Tahun 1996

tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang

Berkaitan Dengan Tanah (UU HT), PP No. 24 Tahun 1997 tentang

Pendaftaran Tanah, Permen ATR/BPN No. 3 Tahun 1997 tentang

Ketentuan Pelaksanaan PP No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran

Tanah, Permen ATR/BPN No. 5 Tahun 2017 tentang Layanan

Informasi Pertanahan Secara Elektronik, PMK No. 213/PMK.06/2020

tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang. 11

b. Bahan hukum sekunder yaitu bahan-bahan yang bersumber dari buku-

buku literatur, diskusi dengan para ahli dan dokumen resmi serta

penelitian terdahulu, makalah, tesis, disertasi, jurnal dan artikel-artikel

dari media cetak maupun elektronik terkait tentang pokok

10
Ibid. Hal. 137.
11
Peter Mahmud Marzuki,Op.cit. Hal. 181.

19
permasalahan dalam penelitian. Termasuk dokumen-dokumen yang

diperoleh penulis dari berbagai referensi yang relevan dengan urgensi

SKPT pada lelang hak tanggungan.Bahan hukum sekunder yang

dibutuhkan oleh peneliti sebagai bahan hukum pendukung yang

memuat perkembangan hukum di dalamnya dan bersifat menguatkan

bahan hukum primer.12

c. Bahan hukum tersier yaitu berupa kamus-kamus yang membantu

menunjang pemahaman, memberi petunjuk, maupun memberikan

penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder. Dalam

proposal penelitian ini menggunakan Kamus Besar Bahasa Indonesia

(KBBI).

3. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

Teknik Pengumpulan bahan hukum yang digunakan peneliti adalah

dengan studi kepustakaan (library research). Studi kepustakaan yakni

mencari dan mengumpulkan peraturan perundang-undangan. Selanjutnya

penulis membaca, memetakan dan menyusun bahan-bahan tersebut ke

dalam suatu kerangka metodis yang padu. Selain itu pengumpulan juga

dilakukan dengan membaca literatur, makalah, tesis, disertasi, jurnal, dan

artikel yang berkaitan dengan urgensi Surat Keterangan Pendaftaran

Tanah (SKPT ) Pada Lelang Hak Tanggungandan implikasi hukum jika

12
Zainuddin Ali. 2013. Metode Penelitiaan Hukum. Jakarta. Penerbit Sinar Grafika. Hal. 54.

20
lelang hak tanggungan tanpa Surat Keterangan Pendaftaran Tanah

(SKPT).

4. Analisis Bahan Hukum

Seluruh data yang berhasil dikumpulkan melalui teknis pengumpulan di

atas, selanjutnya bahan hukum diinventarisir, diklasifikasi, dan dianalisis

dengan menggunakan teknik content analysis atau analisis isi, yang

merupakan suatu teknik untuk membuat kesimpulan objektif dan

sistematis dalam mengidentifikasi karakter khusus yang terdapat dalam

suatu pesan atas bahan hukum tertentu. Analisa data dilakukan dengan cara

memaparkan isi hukum dengan menguraikannya secara lengkap dan jelas

untuk selanjutnya dilakukan klasifikasi terhadap bahan-bahan tertulis

melalui proses analisa dan dikaitkan dengan teori, konsep serta doktrin

para ahli hukum.

G. Sistematika Penelitian

Dalam penyusunan penulisan hukum/skripsi ini, penulis menyusun

dalam 4 (empat) bab yang di dalamnya terdiri atas sub bab agar mempermudah

memahami proposal penelitian hukum. Adapun sistematika penulisan adalah

sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Dalam pendahuluan ini terdiri dari beberapa sub bab yakni latar belakang yang

menjelaskan akar dari permasalahan yang diangkat, rumusan masalah yang

21
menjelaskan permasalahan, tujuan penulisan yang menjadi pencapaian dalam

penulisan dan manfaat yang menjelaskan kegunaan bagi pemerintah,

masyarakat dan penulis.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisi deskripsi atau uraian dari teori yang digunakan atau yang

melandasi dari penulisan proposal penulisan hukum. Dalam hal ini

menguraikan tinjauan umum tentang Pengaturan Hak Tanggungan Di

Indonesia,Mekanisme Lelang Hak Tanggungan dan Surat Keterangan

Pendaftaran Tanah (SKPT).

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Di dalam bab pembahasan, penulis akan menguraikan hasil penelitian berupa

analisis atau kajian yang merupakan jawaban dari 2 (dua) rumusan masalah

yaitu Apa Urgensi Surat Keterangan Pendaftaran Tanah (SKPT ) Pada Lelang

Hak Tanggungan dan Apa Implikasi Hukum Jika Lelang Hak Tanggungan

Tanpa Surat Keterangan Pendaftaran Tanah (SKPT) serta dikaitkan dengan

teori-teori yang telah dijelaskan.

BAB IV PENUTUP

Dalam bab penutup yang menjadi sub bab yakni kesimpulan dan saran dari

penulis. Kesimpulan berisikan inti dari hasil pembahasan yang didapatkan

dalam penelitian ini. Sedangkan saran berisikan rekomendasi dari penulis atas

permasalahan yang diangkat.

22

Anda mungkin juga menyukai