Anda di halaman 1dari 17

nd

This paper is part of the Proceeding of the 2 International Young Scholars Symposium of
Humanities and Arts (INUSHARTS 2017)
www.inusharts.ui.ac.id, ISSN: 2614-0586

Layanan Anak di Perpustakaan Umum Kota Depok

Diny Albayyinah, Margareta Aulia Rachman


Program Studi Ilmu Perpustakaan, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya,
Universitas Indonesia, Depok.
Email: diny.albayyinah@ui.ac.id, margareta.aulia@ui.ac.id

Abstrak

Penelitian ini membahas mengenai penyelenggaraan layanan anak di Perpustakaan


Umum Kota Depok dari aspek koleksi, jenis layanan, dan program layanan anak. Tujuan
penelitian ini untuk mendeskripsikan penyelenggaraan layanan anak di Perpustakaan Umum
Kota Depok. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus.
Informan penelitian ini adalah kepala perpustakaan, pustakawan, dan pemustaka yang terdiri
dari anak dan orang tua. Hasil dari penelitian ini adalah layanan anak yang telah tersedia di
Perpustakaan Umum Kota Depok dapat dikatakan belum sepenuhnya memberikan layanan
anak yang prima karena pada kenyataannya memiliki beberapa kekurangan diantaranya
adalah belum adanya pustakawan khusus anak, serta belum adanya kebijakan pengembangan
koleksi untuk layanan anak. Layanan anak yang kurang prima tersebut belum memenuhi
indikator penyediaan fasilitas informasi layak anak yang diusung oleh Program Kota Depok
Layak Anak.

Kata Kunci: Layanan Anak, Perpustakaan Umum, Koleksi Anak, Pustakawan Anak,
Perpustakaan Umum Kota Depok

127
nd
This paper is part of the Proceeding of the 2 International Young Scholars Symposium of
Humanities and Arts (INUSHARTS 2017)
www.inusharts.ui.ac.id, ISSN: 2614-0586

1. Pendahuluan
Peringkat Angka Melek Huruf masyarakat Indonesia masih berada di angka bontot
dari seluh negara di dunia. Salah satu faktor penyebab rendahnya angka melek huruf di
Indonesia adalah rendahnya budaya baca di masyarakat. Budaya baca perlu ditumbuhkan
kepada anak-anak sejak dini. Jika anak memiliki telah memiliki minat, membaca tidak akan
menjadi sebuah beban, membaca akan menjadi sebuah kebutuhan dan akan terasa
menyenangkan. Perpustakaan dapat dijadikan sarana untuk menumbuhkan dan
mengembangkan budaya baca kepada anak.

Perpustakaan umum merupakan perpustakaan yang bertugas untuk melayani


kebutuhan informasi masyarakat di sekitar perpustakaan itu berada. Perpustakaan umum
memiliki peran sebagai instansi pendidikan seumur hidup yang dimiliki oleh masyarakat
umum. Menurut Mcmenemy (2009:95), perpustakaan umum sebagai tempat belajar seumur
hidup harus terbuka kepada seluruh masyarakat dan harus mampu menyediakan akses dari
material dari berbagai rentang subyek secara cuma-cuma. Selanjutnya dapat memberikan
kemudahan akses dengan buka pada waktu-waktu yang tertentu. Sullivan (2005) menyatakan
bahwa perpustakaan umum harus menyediakan layanan untuk pemustaka dari berbagai
macam usia, namun anak-anak memiliki kebutuhan khusus untuk menunjang setiap tahap
perkembangannya. Maka layanan perpustakaan yang khusus diperuntukan untuk anak perlu
diselenggarakan.

Menurut IFLA Guidelines for Childrens Libraries Services (2003:5), dengan


menyediakan beragam koleksi dan aktivitas, perpustakaan umum menyediakan kesempatan
untuk anak dapat merasakan untuk menikmati membaca dan kegembiraaan dalam
menemukan ilmu pengetahuan serta berimajinasi. Koleksi perpustakaan umum seharusnya
memenuhi kebutuhan yang sangat beragam dari pemustakanya. Koleksi bahan pustaka
tersebut harus memenuhi kebutuhan informasi pemustaka untuk pendidikan, pengembangan
diri, pengetahuan budaya lokal, dan untuk mengisi waktu luang. Selain menyediakan koleksi
dari berbagi subjek, perpustakaan umum juga harus menyediakan koleksi yang dapat diakses
oleh masyarakat yang membutuhkan informasi. Demi dapat memenuhi kebutuhan informasi
yang beragam tersebut, perpustakaan umum dapat melakukan kegiatan pengembangan
koleksi yang terstruktur. Adapun Reitz (2004:137), menyatakan bahwa layanan anak adalah
layanan perpustakaan yang ditujukan untuk anak sampai dengan usia 12 – 13 tahun, termasuk
pengembangan koleksi anak, layanan balita, mendongeng, bantuan dalam mengerjakan
pekerjaan rumah, dan program membaca.

128

nd
This paper is part of the Proceeding of the 2 International Young Scholars Symposium of
Humanities and Arts (INUSHARTS 2017)
www.inusharts.ui.ac.id, ISSN: 2614-0586

Pada tahun 2013 Kota Depok telah menjadi salah satu Kota Layak Anak. Kota Layak
Anak (KLA) adalah istilah yang diperkenalkan pertama kali oleh Kementrian Pemberdayaan
Perempuan pada tahun 2005 melalui Kebijakan Kabupaten/Kota Layak Anak. Kota Layak
Anak merupakan sebuah langkah pemerintah untuk menjalankan implementasi Konvensi Hak
Anak ke dalam pembangunan sebagai langkah awal untuk memberikan yang terbaik bagi
kepentingan anak. Salah satu indikator Kota Layak Anak yang dapat dikaitkan dengan
perpustakaan adalah menyediakan fasilitas informasi layak anak yang dapat diakses oleh
semua anak dan jumlahnya meningkat setiap tahun. Untuk dapat memenuhi indikator tersebut,
Perpustakaan Umum Kota Depok menyediakan layanan anak.

Perpustakaan Umum Kota Depok mengadakan layanan anak untuk memenuhi


Program Kota Depok Layak Anak. Namun pada pelaksanaanya peneliti menemukan jumlah
koleksi anak yang jumlahnya minim dibandingankan dengan koleksi umum. Kemudian
penataaan koleksi di rak yang kurang memudahkan anak dalam mencari koleksi dan jenis
koleksi yang kurang beragam di layanan anak di perpustakaan untuk anak Kota Depok. Lalu
peneliti juga tidak melihat pustakawan khusus anak yang ditempatkan di ruang layanan anak.
Peneliti juga menemukan bahwa layanan anak yang dilakukan hanya sebatas layanan
sirkulasi untuk koleksi anak.

2. Metode Penelitian
Penelitian kualitatif dipilih dalam penelitian ini karena peneliti ingin memahami
makna yang berasal dari individu yakni informan yang terdiri dari pustakawan, kepala
perpustakaan, dan pemustaka layanan anak mengenai penyelenggaraaan layanan anak di
Perpustakaan Umum Daerah Depok. Peneliti juga memilih metode studi kasus karena ingin
menyelidiki secara cermat mengenai layanan anak dari segi koleksi, pemustaka, tenaga
pustakawan anak, jenis layanan, program yang ditawarkan, serta mengenai kebijakan
anggaran, kegiatan pemasaran serta jaringan kerjasama layanan anak di Perpustakaan Umum
Kota Depok. Penelitian ini menggunakan metode studi kasus karena menurut Lincoln dan
Guba dalam Mulyana (2003), salah satu keistimewaan studi kasus adalah merupakan sarana
utama bagi peneliti emik, yakni menyajikan pandangan subjek yang diteliti.

Teknik pengambilan data dalam penelitian ini adalah melalui wawancara, observasi,
dan analisis data. Wawancara dilakukan kepada dua orang pustakawan dan kepala seksi
perpustakaan guna mendapatkan informasi mengenai penyelenggaraan layanan anak di

129

nd
This paper is part of the Proceeding of the 2 International Young Scholars Symposium of
Humanities and Arts (INUSHARTS 2017)
www.inusharts.ui.ac.id, ISSN: 2614-0586

Perpustakaan Umum Kota Depok. Selain itu wawancara dilakukan kepada pemustaka
layanan anak untuk mengetahui pandangan mereka mengenai layanan anak yang mereka
gunakan di Perpustakaan Umum Kota Depok. Pemilihan pemustaka dilakukan dengan
melihat daftar peminjaman buku guna menemukan pemustaka yang paling banyak datang dan
meminjam buku di layanan anak. Kendala yang dihadapi saat wawancara adalah saat peneliti
mewawancarai pemustaka yang masih anak-anak sehingga pertanyaan perlu diperjelas sesuai
dengan bahasa yang anak-anak akan mengerti. Berikut adalah data informan dalam penelitian:

Table 2.1 Informan Pustakawan

No. Nama (Samaran) Jabatan


1. Ibu Marni Kepala Seksi Perpustakaan
2. Ibu Gadis Pustakawan
3. Ibu Novi Pustakawan

Table 2.2 Informan Pemustaka

No. Nama (Samaran) Pemustaka


1. Gina Pemustaka Anak
2. Ibu Rita Orang Tua Pemustaka
3. Sarah Pemustaka Anak
4. Ibu Endang Orang Tua Pemustaka

Observasi penelitian akan berlangsung di Ruang Layanan Anak Perpustakaan Umum


Kota Depok yang beralamat di Jalan Margonda Raya no. 54 Depok, Jawa Barat. Peneliti akan
mengamati penyelenggaraan layanan anak dari aspek koleksi, jenis layanan, dan program
layanan anak. Peneliti akan melakukan observasi kepada pemustaka yang menggunakan
koleksi dan layanan, serta pustakawan yang memberikan layanan kepada pemustaka di
layanan anak Perpustakaan Umum Kota Depok. Menurut Namawi dan Hadari (1992),
Analisis Dokumen adalah cara mengumpulkan data yang dilakukan dengan mempergunakan
bahan-bahan tertulis sebagai dokumen. Data tertulis dari dokumen tersebut diklasifikasikan
dan dibuat kategorinya agar dapat dimanfaatkan untuk memecahkan masalah penelitian.

130

nd
This paper is part of the Proceeding of the 2 International Young Scholars Symposium of
Humanities and Arts (INUSHARTS 2017)
www.inusharts.ui.ac.id, ISSN: 2614-0586

Dokumen yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah data sirkulasi perpustakaan, data
koleksi perpustakaan, dan denah ruang layanan anak.

3. Tinjauan Literatur
Salah satu Misi perpustakaan umum yang diungkapkan oleh Gill (2001:88) dalam The
Public Library Service: IFLA/UNESCO Guidelines for Development adalah Menciptakan dan
menguatkan kebiasaan membaca pada anak-anak dari usia dini dan Menstimulasi imajinasi
dan kreativitas anak-anak dan remaja. Berangkat dari misi tersebut, perpustakaan umum
memiliki kewajiban untuk menyebarkan dan menciptakan kebiasaan membaca pada anak
sejak dini serta menstimulasi imajinasi dan kreativitas pada anak. Maka perpustakaan umum
menyelenggarakan layanan anak untuk memenuhi misi tersebut.

Reitz (2004:137) mendefinisikan layanan anak sebagai layanan perpustakaan yang


diperuntukkan untuk anak sampai dengan usia 12-13 tahun, layanan tersebut termasuk
pengembangan koleksi anak muda, kegiatan mendongeng, bantuan mengerjakan pekerjaan
rumah, dan program membaca pada musim panas, umumnya layanan diberikan oleh
pustakawan anak di ruang anak-anak pada perpustakaan umum. Sementara Akanwa (2013:3)
mendefinisikan perpustakaan anak sebagai bagian dari perpustakaan umum yang
menyediakan buku, berbagai aktivitas, dan sumber edukasi lainya yang gratis untuk seluruh
anak sesuai dengan usia. Perpustakaan umum tidak hanya menyediakan sumber bahan
pustaka dan layanan untuk anak, tapi juga staf perpustakaan yang mengawasi dan memandu
mereka dalam memilih buku dan program.

Penelitian terdahulu tentang pelaksanaan layanan anak di perpustakaan umum pernah


dilakukan tahun 2011 oleh Lia Kurniawati, penelitian tersebut berjudul Layanan Anak: Studi
Kasus di Kantor Perpustakaan dan Arsip Kota Administrasi Jakarta Pusat. Penelitian
tersebut menggunakan pendekatan kualitatif dan metode studi kasus. Informan dalam
penelitian tersebut adalah pengelola dan pembuat kebijakan terkait layanan anak serta
pemustaka layanan yakni anak-anak pengunjung perpustakaan. Hasil dari penelitian ini
adalah secara umum pelaksanaan layanan anak di KPAK-JP belum berjalan dengan baik. Jika
dilihat dari pelaksanaan beberapa aspek layanan anak, masih terdapat banyak kendala yang
menghambat kegiatan layanan anak. Saran dari penelitian ini adalah untuk menambah jenis
layanan dan program untuk layanan anak seperti layanan bimbingan baca dan layanan
rujukan anak, lalu memberikan pelatihan kepada staf layanan anak, kemudian penambahan
buku fiksi untuk koleksi anak, memperbaiki ruangan dan mengganti perabot, melaksanakan

131

nd
This paper is part of the Proceeding of the 2 International Young Scholars Symposium of
Humanities and Arts (INUSHARTS 2017)
www.inusharts.ui.ac.id, ISSN: 2614-0586

pendidikan pemakai untuk anak, serta menambah persentase anggaran layanan anak di
Kantor Perpustakaan dan Arsip Kota Administrasi Jakarta. Penelitian berjudul Layanan Anak
di Perpustakaan Umum Kota Depok dilakukan guna melihat bagaimana pelaksanaan layanan
anak di perpustakaan umum lain di Indonesia yang bukan berada di ibukota. Perpustakaan
Umum selain yang berada di ibukota juga perlu meningkatkan layanan anak guna memajukan
pendidikan anak-anak di daerah.

4. Hasil dan Pembahasan


Koleksi di Layanan anak Perpustakaan Umum Kota Depok didominasi oleh buku
fiksi untuk anak. Pustakawan pun menyatakan hal serupa karena ia merasa bahwa anak-anak
menyukai cerita-cerita pendek dibandingkan dengan buku non-fiksi yang berisi informasi
seperti ensiklopedia. Selanjutnya peneliti menanyakan perihal koleksi yang sering digunakan
oleh pemustaka di layanan anak Perpustakaan Umum Kota Depok. Pengguna menyatakan
bahwa mereka memang sangat sering menggunakan koleksi buku fiksi untuk anak.

“Buku novel anak”. (Gina)

“Kebanyakan Kecil-Kecil Punya Karya (KKPK) dan Penulis Anak Cerdas Indonesia
(PACI)”. (Sarah)

Gina dan Sarah pun menyatakan bahwa mereka memang sangat sering menggunakan
koleksi buku fiksi untuk anak di Perpustakaan Umum Kota Depok dibandingkan dengan
buku non-fiksi. Selanjutnya peneliti menanyakan perihal jenis-jenis koleksi yang tersedia di
layanan anak Perpustakaan Umum Kota Depok kepada Ibu Gadis dan Ibu Novi.

“Koleksi… Oh anak, campur sih semuanya, ensiklopedi, terus buku-buku cerita,


kebanyakan sih kaya cerpen-cerpen gitu ye kayanya he eh soalnya anak-anak
senengnya cerpen-cerpen gitu cerita boboi boy lah, terus yang kkpk itu kaya gitu-gitu
sih. Kalo ensiklopedi jarang mereka disentuh, jarang ada yang minjem.” (Ibu Gadis)

“Banyaknya kaya cerita-cerita dongeng fabel yang kehidupan sehari hari kaya
misalnya aku bisa cuci tangan, aku bisa tidur sendiri gitu. Biar anak-anak lebih
mengembangkan imajinasinya gitu kan, sarana kan rekreasi gitu, belajar mah di
sekolah aja lah, disini yang seneng-seneng aja.” (Ibu Novi)

Berdasarkan hasil observasi peneliti menemukan bahwa koleksi anak di Perpustakaan


Umum Kota Depok didominasi oleh buku fiksi untuk anak. Ibu Gadis dan Ibu Novi pun

132

nd
This paper is part of the Proceeding of the 2 International Young Scholars Symposium of
Humanities and Arts (INUSHARTS 2017)
www.inusharts.ui.ac.id, ISSN: 2614-0586

menyatakan hal serupa karena ia merasa bahwa anak-anak menyukai cerita-cerita pendek
dibandingkan dengan buku non-fiksi yang berisi informasi seperti ensiklopedia. Keputusan
pihak perpustakaan untuk mengadakan buku fiksi yang lebih banyak dari buku non-fiksi
sesuai dengan IFLA The Background Text to the Guidelines for Children’s Libraries Services
(2003), dimana sebuah perpustakaan untuk anak akan cenderung meminjamkan buku fiksi
lebih banyak daripada buku informasi contohnya seperti 60% fiksi dan 40% untuk buku
informasi. Persentasi tersebut tidak jauh dari persentase koleksi yang disediakan di Layanan
anak Perpustakaan Umum Kota Depok. Peneliti melakukan analisis dokumen pada Laporan
Koleksi Anak bahwa koleksi anak didominasi oleh buku fiksi sebanyak 65% yakni berjumlah
1.137 eksemplar dari 1.755 eksemplar koleksi anak. Sementara buku non-fiksi tersedia
sebanyak 35% atau 618 eksemplar. Persentase ketersediaan buku fiksi yang mencapai 65%
sesuai dengan kebutuhan pemustaka anak yang sangat sering menggunakan buku fiksi anak
di layanan anak Perpustakaan Umum Kota Depok.

Proses seleksi koleksi yang akan diadakan di layanan anak Perpustakaan Umum Kota
Depok menggunakan kriteria berdasarkan saran pemustaka yang dimasukan ke kotak saran
perpustakaan. Setelah itu pustakawan melihat apakah harga koleksi tersebut cocok dengan
anggaran yang telah ditentukan serta apakah koleksi tersebut sudah dimiliki atau belum. Hal
tersebut sangat disayangkan mengingat koleksi anak diperuntukan untuk anak-anak segala
usia sehingga membutuhkan kebutuhan yang berbeda-beda sesuai dengan tahap
perkembangan anak. Menurut Connor (1990), sebagai pustakawan anak harus
menyeimbangkan antara kualitas koleksi dan permintaan pemustaka. Anak-anak akan
cenderung meminta buku dari karakter televisi atau film yang mereka lihat. Buku-buku yang
diminta tersebut belum tentu memenuhi standar kualitas buku perpustakaan. Maka
pustakawan anak harus dapat memilih secara bijak antara popularitas dan kualitas buku.
Kriteria seleksi koleksi yang digunakan untuk layanan anak di Perpustakaan Umum Kota
Depok adalah berdasarkan saran pemustaka dan anggaran. Pustakawan seharusnya tidak
hanya menyeleksi menggunakan kriteria tersebut. Pustakawan dapat menggunakan kriteria
yang dikeluarkan oleh IFLA Guidelines for Children’s Libraries Services (2003:11) yang
berisikriteria seleksi bahan pustaka untuk koleksi layanan anak adalah yang berkualitas tinggi,
sesuai dengan umur, terbitan terbaru dan akurat, merupakan sebuah refleksi dari berbagai
nilai-nilai dan opini, sebuah refleksi dari kebudayaan komunitas lokal, merupakan sebuah
pengenalan ke komunitas yang lebih global. Pustakawan dapat mengikuti kriteria tersebut

133

nd
This paper is part of the Proceeding of the 2 International Young Scholars Symposium of
Humanities and Arts (INUSHARTS 2017)
www.inusharts.ui.ac.id, ISSN: 2614-0586

guna mengadakan koleksi anak yang berkualitas, memenuhi kebutuhan pemustaka, serta
sesuai dengan perkembangan anak di berbagai usia.

Berkaitan dengan anggaran pengadaan koleksi di Perpustakaan Umum Kota Depok,


bagian layanan anak belum memiliki kebijakan pasti mengenai besaran dana yang didapatkan
khusus untuk pengadaan koleksi layanan anak. Menurut Connor (1990:17) besaran anggaran
yang umum diberikan untuk pengadaan koleksi layanan anak di sebuah perpustakaan umum
adalah sebesar 20 sampai 30 persen dari keseluruhan anggaran koleksi. Anggaran layanan
anak di Perpustakaan Umum Kota Depok tidak memiliki standar yang pasti, saat peneliti
menanyakan persentase dana yang di alokasikan ke layanan anak, pustakawan pun tidak
dapat memberi jawaban pasti karena anggaran yang juga selalu berubah-ubah setiap tahunnya.

“Kebijakan yang mengkhususkan banget sih belum ada, layanan anak itu
kebijakannya masih gabung secara keseluruhan sama layanan perpus yang lainnya
gitu jadi kaya kemaren renovasi segala macem itu anggarannya masih anggaran satu
kantor.” (Ibu Gadis)

Menurut Ibu Gadis, kebijakan anggaran khusus untuk koleksi layanan anak belum
dibuat di Perpustakaan Umum Kota Depok. Anggaran untuk layanan anak masih diambil dari
anggaran perpustakaan secara keseluruhan. Layanan anak belum memiliki perencanaan yang
matang mengenai besaran anggaran yang akan dialokasikan ke pengadaan koleksi anak.
Menurut Connor (1990) besaran pengadaan untuk koleksi dapat dibagi menjadi beberapa
bagian yakni seperti untuk buku dialokasikan sekitar 80-90% dengan pembagian untuk buku
bergambar sebanyak 30-40% lalu buku fiksi sebesar 20-25% dan untuk buku non-fiksi
sesebsar 34-40%. Kemudian untuk koleksi non-cetak dapat dianggarkan sebesar 10-20%.
Selain anggaran dari Perpustakaan Umum Kota Depok, pihak perpustakaan juga mengambil
inisiatif untuk menulis proposal permohonan dana untuk pengembangan layanan anak di
Perpustakaan Umum Kota Depok.

“Kita minta bantuan anggran ke Jawa Barat, gubernur, 500 juta buat anak tahun
2017 ini, cuma gatau nanti turunnya berapa kan bisa beda-beda. Itu ga untuk anak
doang sih. Anak tuh 3000 buku harga satuannya 100 ribu, 300.000 juta tuh buat anak
buat mainan sama buku.” (Ibu Gadis)

“Jadi kalo itu sih untung-untungan sebenernya, kita tuh ngajuin udah dari kapan tau
cuma kayanya hampir setiap tahun deh kerjaannya ngajuin proposal, cuma tembus

134

nd
This paper is part of the Proceeding of the 2 International Young Scholars Symposium of
Humanities and Arts (INUSHARTS 2017)
www.inusharts.ui.ac.id, ISSN: 2614-0586

atau engganya sih tergantung di sananya. Kita sih ngasih slotnya ya itu untuk koleksi
anak sama perpustakaan keliling, jadi kita minta dua bantuan untuk bantuan koleksi
dan perpustakaan keliling. Untuk bantuan koleksi ya iya kita banyakin ke anak
karena bisa dilihat juga sih masih sedikit koleksinya” (Ibu Novi)

Pustakawan Perpustakaan Umum Kota Depok pun mempunyai inisiatif untuk


menuliskan permohonan dana kepada Pemerintah Jawa Barat untuk meningkatkan koleksi
layanan anak di Perpustakaan Umum Kota Depok. Hal tersebut sesuai dengan IFLA
Guidelines for Children’s Libraries Services (2003) dimana selain standar anggaran
perpustakaan, anggaran untuk layanan anak dapat berasal dari luar, anggaran tambahan dapat
datang dari pemberian pemerintah, organisasi kebudayaan, penerbit, sponsor, agensi non-
pemerintah, dan dana pendamping. Perpustakaan Umum Kota Depok telah melakukan
inisiatif untuk meminta tambahan dana kepada Pemerintah Jawa Barat untuk meningkatkan
koleksi layanan anak.

Selanjutnya mengenai penataan koleksi anak di ruang layanan anak Perpustakaan


Umum Kota Depok dilakukan berdasarkan urutan nomor panggil dengan Dewey Decimal
Classification, namun pada praktiknya urutan buku dengan nomor panggil tersebut menjadi
tidak teratur karena anak-anak kerap meletakan buku yang telah dibaca secara sembarang ke
rak. Selain itu, tidak ada pemberitahuan mengenai bagaimana cara membaca nomor panggil
tersebut. Berdasarkan observasi, peneliti menemukan bahwa penataan koleksi yang tidak
teratur sesuai dengan nomor panggil disebabkan karena banyak anak-anak yang meletakkan
buku secara sembarang ke rak setelah selesai dibaca. Peneliti pun bertanya kepada Ibu Rita
mengenai apakah penataan koleksi telah mempermudah pencarian koleksi.

“Kalo pencarian belum ya mba, misalnya kan ya minggu ini saya rencana mau
minjem ini nih tapi karena kita kuota minjemnya ga cukup jadi minjemnya minggu
depan tapi udah ga ada lagi gitu di tempat yang sama, display ini indah tapi ga
memudahkan pencarian” (Ibu Rita)

Ibu Rita mengatakan bahwa koleksi yang dia cari sering tidak berada di tempat di
mana ia menemukannya sebelumnya. Berdasarkan observasi, peneliti menemukan bahwa
penataan koleksi yang tidak teratur sesuai dengan nomor panggil disebabkan karena dua hal
yakni karena penataan yang disasarkan pada ukuran buku dan banyak anak-anak yang
meletakkan buku secara sembarang ke rak setelah selesai dibaca. Sebenarnya pihak
perpustakaan telah menyediakan book drop untuk meletakkan buku setelah selesai dibaca

135

nd
This paper is part of the Proceeding of the 2 International Young Scholars Symposium of
Humanities and Arts (INUSHARTS 2017)
www.inusharts.ui.ac.id, ISSN: 2614-0586

oleh pemustaka. Sebenarnya pihak perpustakaan telah menyediakan book drop untuk
meletakkan buku setelah selesai dibaca oleh pemustaka. Selain itu, peneliti menemukan cara
unik untuk menata koleksi anak di rak layanan anak Perpustakaan Umum Kota Depok yakni
dengan menonjolkan sampul buku. Tidak seperti koleksi untuk orang dewasa yang disusun
dengan menonjolkan punggung buku, koleksi untuk anak disusun berbeda.

Penataan koleksi anak di Perpustakaan Umum Kota Depok menonjolkan sampul buku
untu mengisi ruang rak yang masih tersisa banyak serta agar menarik perhatian anak.
Penataan tersebut seusai dengan pendapat Blanshard (1998) yang menyatakan display koleksi
untuk anak sebaiknya menunjukan sampul buku karena hal itu dapat menjadi pendorong
untuk anak. Display sampul buku yang menghadap ke depan direkomendasikan untuk anak
dari segala usia dan untuk membuat anak dapat melihat buku yang berada rak yang terlalu
tinggi.

Layanan anak di Perpustakaan Umum Kota Depok dilakukan di sebuah ruangan


terpisah dengan perabot yang khusus diperuntukan untuk anak sampai umur 12 tahun beserta
pendamping anak (seperti orang tua/guru). Jenis layanan anak yang disediakan di
Perpustakaan Umum Kota Depok adalah layanan sirkulasi koleksi anak dan layanan rujukan.
Ruang layanan rujukan untuk anak terletak di lantai tiga bersama dengan ruang rujukan untuk
orang dewasa.

“Dulu itu karena belum ada layanan anak, buat apa ya kaya ngirit tempat kita
pisahin aja nah belum ini sih ruang refrensi belum kita apa-apain lagi belum kita ubah-ubah
lagi karena masih fokus di lantai dua.” (Ka Gadis)

Pemisahan ruang koleksi rujukan untuk anak pun berdampak pada pemustaka yang
tidak mengetahui bahwa terdapat layanan rujukan untuk anak. Seluruh informan pemustaka
tidak mengetahui keberadaan layanan rujukan untuk anak serta letak koleksi rujukan untuk
anak. Peneliti menanyakan perihal apakah pemustaka mengetahui mengenai keberadaan
layanan rujukan untuk anak yang terletak di lantai 3 Perpustakaan Umum Kota Depok. Para
pemustaka yang tidak mengetahui keberadaan layanan rujukan anak sangat disayangkan
karena mereka jadi tidak dapat memanfaatkan layanan tersebut. IFLA Guidelines for
Children Libraries Services (2003) menyebutkan bahwa layanan anak harus memenuhi
kebutuhan informasi, kebudayaan, dan hiburan untuk anak salah satunya adalah dengan
menawarkan layanan rujukan. Tidak hanya untuk mengadakan layanan rujukan untuk anak
namun pihak perpustakaan juga perlu menawarkan layanan tersebut agar pemustaka dapat

136

nd
This paper is part of the Proceeding of the 2 International Young Scholars Symposium of
Humanities and Arts (INUSHARTS 2017)
www.inusharts.ui.ac.id, ISSN: 2614-0586

menyadari keberadaan layanan tersebut dan memanfaatkannya untuk keperluan memenuhi


kebutuhan informasi anak.

Selain jenis layanan rujukan, Perpustakaan Umum Kota Depok pernah mengadakan
jenis layanan internet untuk anak, namun karena ada kasus anak-anak yang menyalahgunakan
akses internet yang disediakan, maka layanan ini pun dilarang untuk anak. Layanan internet
di Perpustakaan Umum Kota Depok hanya disediakan untuk anak usia 13 tahun ke atas.
Mengingat pentingnya layanan internet di era digital seperti sekarang ini, layanan internet
juga perlu diadakan untuk anak. Anak perlu dibimbing untuk menggunakan internet guna
memenuhi kebutuhan informasi mereka. Perpustakaan dapat berperan untuk menyediakan
akses kepada internet seperti perangkat komputer dan jaringan internet serta
pustakawanpendamping untuk mengawasi anak. Kasus anak yang menyalahgunakan layanan
internet di Perpustakaan Umum Kota Depok dapat ditanggulangi dengan menyediakan
pendamping seperti yang diungkapkan Sullivan (2005) bahwa dukungan terbaik yang dapat
perpustakaan berikan untuk akses internet adalah pendampingan personal untuk pemustaka
anak. Pendamping pemustaka anak tersebut tentu saja yang sudah memiliki

Layanan diadakan dan diberikan kepada pemustaka perpustakaan. Sasaran pemustaka


layanan anak yang telah ditetapkan Perpustakaan Umum Kota Depok sesuai dengan Reitz
(2004) yang mendefinisikan layanan anak sebagai layanan perpustakaan yang diperuntukkan
untuk anak sampai dengan usia 12-13 tahun. Namun, pemustaka layanan anak tidak hanya
terdiri dari anak-anak. Orang tua yang datang membawa anak mereka juga memiliki
keinginan agar pihak layanan anak menyediakan koleksi untuk orang tua seperti koleksi
parenting untuk diletakkan juga di ruang layanan anak.

“Ehm kalo saya bisa memilih sih lebih baik ditaro sini ya, kalo bagian untuk urusan
sama parenting, tentang anak-anak, jadi lebih enak sih sebenernya.” (Ibu Rita)

Bebagai layanan anak yang disediakan di Perpustakaan Umum Kota Depok tidak
dilakukan oleh Pustakawan khusus anak. Reitz (2004) mendefinisikan pustakawan anak
sebagai pustakawan yang dikhususkan dalam layanan dan koleksi untuk anak sampai dengan
usia 12 – 13 tahun. Pada umumnya pustakawan anak memiliki pengetahuan yang luas
terhadap literatur anak-anak dan terlatih untuk mendongeng. Layanan Anak di Perpustakaan
Umum Kota Depok tidak memiliki pustakawan anak yanag khusus untuk melayani anak di
ruang layanan anak. Ruang layanan anak dijaga oleh dua orang sumber daya manusia yang
melakukan praktik kerja lapangan dari Sekolah Menengah Kejuruan setempat. Alasan utama

137

nd
This paper is part of the Proceeding of the 2 International Young Scholars Symposium of
Humanities and Arts (INUSHARTS 2017)
www.inusharts.ui.ac.id, ISSN: 2614-0586

mengapa hal ini terjadi adalah karena keterbatasan sumber daya manusia di Perpustakaan
Umum Kota Depok.

“Belum, karena ini memang masih terbatas, yang PNS aja baru beberapa orang, itu
pun masih dalam usulan. Berarti kami pakai yang non PNS. Yang non PNS itupun
diambil dari lulusan UI sama UIN. Kalau anak-anak memang belum ada.” (Ibu
Murni)

Perpustakaan Umum Kota Depok belum memiliki pustakawan khusus untuk layanan
anak karena keterbatasan sumber daya yang ada. Sumber daya perpustakaan terdiri dari
sepuluh orang dan telah memiliki tanggung jawab masing-masing. Ruang layanan anak
sendiri dijaga oleh dua orang siswa Sekolah Menengah Kejuruan yang sedang melakukan
magang dan terus berganti setiap 3 bulan. Ketika penelitian berlangsung siswa magang yang
berjaga di ruang layanan anak Perpustakaan Umum Kota Depok berasal dari SMK Islam Jaya
Kusuma, Jakarta Selatan Jurusan Administrasi Perkantoran. Mereka bertugas untuk menjaga
buku pengunjung perpustakaan, meletakan buku ke rak, dan penitipan barang di loker.
Keterbatasan sumber daya manusia adalah alasan Perpustakaan Umum Kota Depok belum
memiliki pustakawan khusus layanan anak. Hal tersebut sangat disayangkan mengingat
pentingan pustakawan anak untuk menjalankan layanan anak. IFLA dalam The Background
Text to the Guidelines for Children’s Libraries Services (2003), menyatakan bahwa untuk
menjalankan sebuah layanan anak yang efektif dan professional, dibutuhkan seorang
pustakawan anak yang terlatih dan berkomitmen untuk fokus pada anak-anak dalam segala
kegiatannya. Pustakawan anak untuk menjalankan layanan anak yang efektif dan professional
juga dibutuhkan oleh Perpustakaan Umum Kota Depok agar terdapat pustakawan yang fokus
untuk mengembangkan dan meningkatkan kualitas layanan anak disana.

Program untuk layanan anak yang telah diadakan di Perpustakaan Umum Kota Depok
adalah lomba mendongeng untuk anak dan kunjungan sekolah yang berisi kegiatan menonton
film edukasi. membaca di ruang layanan anak, serta mendengarkan dongeng.
Penyelenggaraan Program Lomba Dongeng Anak tersebut, disamping untuk menyebarkan
budaya baca kepada anak-anak, dilakukan juga untuk memasarkan koleksi dan keberadaan
layanan anak di Perpustakaan Umum Kota Depok. Connor (1990) pun mengatakan bahwa
program dapat meningkatkan popularitas perpustakaan di tengah masyarakat dan sekolah
sekitar. Perpustakaan umum juga melakukan program untuk menarik perhatian sasaran

138

nd
This paper is part of the Proceeding of the 2 International Young Scholars Symposium of
Humanities and Arts (INUSHARTS 2017)
www.inusharts.ui.ac.id, ISSN: 2614-0586

pemustaka baru. Orang tua juga dapat membawa anak mereka ke perpustakaan untuk datang
mengikuti program dan bahkan menjadi pemustaka rutin juga.

“He eh itu mau ada lomba SD, itu acara bulanan, eh bulanan, tahunan jadi setaun
sekali kita bikin acara lomba mendongeng untuk sd kalau tahun lalu sih (2016) peminatnya
banyak banget 70 ya se-depok, kita emang khusus untuk warga depok.” (Ka Gadis)

Program Lomba Dongeng Anak yang diselenggarakan tersebut telah berhasil untuk
menarik perhatian warga Depok untuk mengetahui keberadaan layanan anak di Perpustakaan
Umum Kota Depok, hal tersebut terbukti dengan melonjaknya peserta lomba sehingga untuk
pelaksanaannya pada tahun 2017 ini jumlahnya harus dibatasi. Program untuk anak lain yang
peneliti temukan adalah saat kunjungan anak dari sekolah-sekolah ke Perpustakaan Umum
Kota Depok berlangsung. Saat kunjungan sekolah, pihak perpustakaan mengadakan program
untuk anak lainnya seperti menonton film edukasi, membaca ke ruang layanan anak, dan ada
pula program mendongeng. Kunjungan sekolah juga merupakan salah satu bentuk kerjasama
yang dilakukan perpustakaan dengan sekolah-sekolah yang ada di sekitar Perpustakaan
Umum Kota Depok.

Program yang paling umum diadakan di layanan anak perpustakaan adalah


mendongeng. Mendongeng dapat dilakukan untuk anak berbagai usia. Mendongeng adalah
mempersembahkan sebuah cerita tanpa naskah, ilustrasi, atau buku di tangan, dan melibatkan
lebih banyak interaksi dengan anak. Pada anak usia sampai dengan tiga tahun, kegiatan
bercerita dapat dilakukan selain dengan buku, yakni dengan ritme dan lagu. Program
mendongeng yang diadakan saat kunjungan sekolah sesuai dengan Connor (1990) yang
menyatakan bahwa anak usia sekolah lebih baik diberikan dongeng sebagai bagian dari
kegiatan lain seperti pada kunjungan sekolah ke perpustakaan umum. Saat ini, kegiatan
mendongeng saja tidak dapat menarik banyak anak usia sekolah, maka kegiatan mendongeng
dapat dilakukan sebagai bagian dari program layanan anak lain bersama kegiatan menonton
film, pertunjukan boneka, booktalking, workshop kerajinan tangan, dsb. Kegiatan
mendongeng yang diadakan di Perpustakaan Umum Kota Depok dilakukan dengan
memanggil pendongeng dari luar perpustakaan.

Pustakawan di Perpustakaan Umum Kota Depok telah berusaha untuk memenuhi


kebutuhan pemustaka layanan anak dengan mengadakan kegiatan mendongeng untuk
menghibur dan mempromosikan budaya membaca lewat dongeng dengan bekerjasama
bersama Komunitas Pensil Bambu. Komunitas tersebut adalah komunitas pecinta buku yang

139

nd
This paper is part of the Proceeding of the 2 International Young Scholars Symposium of
Humanities and Arts (INUSHARTS 2017)
www.inusharts.ui.ac.id, ISSN: 2614-0586

sering mengadakan pojok baca di acara Car Free Day. Komunitas tersebut menawarkan
kerjasama kepada layanan anak dengan melakukan dongeng kepada anak-anak saat
kunjungan sekolah. Program lain yang dapat ditawarkan untuk anak sangatlah beragam.
Sullivan (2005) menawarkan berbagai program lain seperti diskusi buku berkelompok, yakni
kegiatan diskusi mengenai buku yang telah dibaca oleh anggota kelompok. Selanjutnya
adalah program booktalking atau program bimbingan membaca yang diadakan untuk orang
banyak dalam suatu acara. Selain itu ada kegiatan hiburan lainnya seperti pertunjukan boneka
untuk anak-anak. Perpustakaan Umum Kota Depok dapat menawarkan berbagai program
yang menarik untuk anak-anak ikuti guna menyebarkan semangat minat baca untuk mereka.

5. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa Perpustakaan Umum Kota
Depok telah menyediakan layanan anak dengan menyediakan sebuah ruangan terpisah
dengan perabot yang khusus diperuntukan untuk anak sampai umur 12 tahun beserta
pendamping anak. Selain menyediakan ruangan layanan anak Perpustakaan Umum Kota
Depok juga telah menyediakan berbagai jenis koleksi anak berupa buku-buku fiksi dan non-
fiksi untuk anak-anak di Kota Depok. Jenis layanan dan program yang disediakan di
Perpustakaan Umum Kota Depok juga telah mendukung penyelenggaraan layanan anak,
yakni guna mendukung terciptanya Kota Depok Layak Anak. Namun, sebuah layanan anak
di perpustakaan umum juga memerlukan seorang pustakawan khusus anak untuk fokus dalam
menjalankan dan mengembangkan layanan anak di Perpustakaan Umum Kota Depok.

Layanan anak di Perpustakaan Umum Kota Depok merupakan bentuk penyediaan


sebuah fasilitas informasi layak anak guna memenuhi salah satu indikator program kota layak
anak yang diusung oleh Kota Depok. Layanan anak yang telah tersedia di Perpustakaan Kota
Depok dapat dikatakan belum sepenuhnya memerikan layanan anak yang prima karena pada
kenyataannya memiliki beberapa kekurangan diantaranya adalah belum adanya pustakawan
khusus anak, serta belum adanya kebijakan pengembangan koleksi untuk layanan anak.
Layanan anak yang kurang prima tersebut belum memenuhi indikator penyediaan fasilitas
informasi layak anak yang diusung oleh Program Kota Depok Layak Anak.

6. Saran
a. Memperbaiki penataan koleksi di rak berdasarkan jenis koleksi seperti pemisahan antara
buku bergambar untuk pembaca pemula, buku fiksi fantasi, buku fiksi ilmiah, buku fiksi
agama, dsb untuk mempermudah pengguna di layanan anak dan diberi tulisan di setiap

140

nd
This paper is part of the Proceeding of the 2 International Young Scholars Symposium of
Humanities and Arts (INUSHARTS 2017)
www.inusharts.ui.ac.id, ISSN: 2614-0586

rak sesuai dengan jenis koleksi yang ada di rak tersebut. Memaksimalkan penggunaan
book drop yang telah disediakan agar pemustaka tidak menaruh buku yang telah selesai
dibaca ke rak secara sembarang serta tidak lagi menata buku di rak hanya berdasarkan
ukuran tinggi buku.
b. Membuat kebijakan pengembangan koleksi anak yang mencakup besaran anggaran dan
kriteria seleksi koleksi anak dan tidak hanya berpatokan pada saran pemustaka,
ketersediaan koleksi dan harga koleksi. Pembuatan kriteria koleksi yang disesuaikan
dengan standar kualitas dan tahap perekembangan usia anak akan meningkatkan kualitas
koleksi yang akan dilayankan kepada pemustaka.
c. Menambahkan koleksi untuk orang tua di ruang layanan anak. Jika perpustakaan
menyediakan koleksi untuk orang tua di ruang layanan anak maka orang tua dapat
membaca sekaligus mengawasi anak mereka. Penyediaan koleksi tersebut juga bertujuan
untuk memberi bacaan kepada orang tua terkait pentingnya penanaman minat baca
kepada anak guna memenuhi hak anak untuk memperoleh informasi layak anak.
d. Menyediakan jenis layanan lain yang lebih beragam khusus untuk layanan anak seperti
layanan bantuan mengerjakan pekerjaan rumah dan layanan bimbingan membaca.
e. Guna mengadakan pustakawan khusus layanan anak untuk melakukan layanan kepada
anak dapat dilakukan dengan melakukan rolling pustakawan ke ruang layanan anak pada
jam tertentu saat layanan anak ramai pengunjung.
f. Perpustakaan Umum Kota Depok juga dapat mengadakan program untuk layanan anak
yang lebih beragam seperti diskusi buku berkelompok, program membaca saat liburan
sekolah, booktalking, atau pertunjukan boneka secara rutin.

Daftar pustaka
Akanwa, Pearl C. “Public Library Services to Children in Rural Areas”. Library Philosophy
and Practice (e-journal). (2013):1029

Blanshard, Catherine. Children and Young People: Library Association Guidelines for Public
Library Services. London: Library Association Publishing, 1997.

--------------------------. Managing Library Services for Children and Young People: A


Practical Handbook. London: Library Association Publishing, 1998.

Bunanta, Murti. Buku Mendongeng dan Minat Membaca. Jakarta: Pustaka tangga, 2004.

Connor, Jane G. Children’s Library Services Handbook. Arizona: Oryx Press, 1990.
141

nd
This paper is part of the Proceeding of the 2 International Young Scholars Symposium of
Humanities and Arts (INUSHARTS 2017)
www.inusharts.ui.ac.id, ISSN: 2614-0586

Cerny, Rosanne, Penny Markey. and Amanda Williams. Outstanding Library Service to
Children: Putting the Core Competencies to Work. Chicago: American Library, 2006.

Creswell, John W. Research Design: Qualitative, Quantitative, and Mixed Methods


Approaches. Fourth Edition. Los Angeles: Sage Publications, 2014.

Hamada, Dalia and Sylvia Stavridi. “Required Skills for Children’s and Youth Librarians in
the Digital Age”. International Federation of Library Accossiation and Institution
Article. 40(2), (2014):102-109.

IFLA. 2003. Guidelines for Children’s Libraries Services.


https://www.ifla.org/files/assets/libraries-for-children-and-ya/publications/guidelines-
for-childrens-libraries-services-en.pdf. Diakses pada 7 April 2017 pukul 10.40 WIB.

--------. 2003. The Background Text to the Guidelines for Children’s Libraries Services.
https://www.ifla.org/files/assets/libraries-for-children-and-ya/publications/guidelines-
for-childrens-libraries-services_background-en.pdf. Diakses pada 18 April 2017
pukul 08.26 WIB.

IFLA/UNESCO. 2001. The Public Library Service.


https://www.ifla.org/files/assets/hq/publications/archive/the-public-library-
service/publ97.pdf. Diakses pada 7 April 2017 pukul 17.10 WIB.

Indonesia. 2007. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2007 Tentang


Perpustakaan.

------------. Bahan Advokasi Kebijakan KLA: Kabupaten/Kota Layak Anak. Kementerian


Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia.
http://www.kemenpppa.go.id/lib/uploads/slider/09e6c-kla.pdf. Diakses pada 24 Maret
2017 pukul 11.28 WIB.

Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. Pedoman Umum Penyelenggaraan Perpustakaan


Umum. Jakarta: Perpustakaan Nasional RI, 1999.

Reitz, Joan M. Dictionary for Library and Information Science. Westport: Libraries
Unlimited, 2004.

Rowley, Jennifer. Information Marketing. Aldershot: Ashgate Publishing Limited, 2001.

142

nd
This paper is part of the Proceeding of the 2 International Young Scholars Symposium of
Humanities and Arts (INUSHARTS 2017)
www.inusharts.ui.ac.id, ISSN: 2614-0586

Sullivan, Michael. ALA Fundamentals Series: Fundamentals of Children’s Services. Chicago:


American Library Association, 2005.

Sutarno, N, S. Perpustakaan dan Masyarakat. Jakarta: Sagung Seto, 2006.

Sutton, Roger. “Reading, Responsibility, & Respect”. School Library Journal. (1994):134-
138.

Biografi Penulis

Diny Albayyinah menempuh jalur sarjana pada Program Studi Ilmu Perpustakaan di
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya. Saat ini Diny Albayyinah telah bekerja sebagai
pustakawan di perpustakaan salah satu bank swasta di Jakarta. Diny Albayyinah memiliki
minat penelitian terhadap layanan anak karena didasari pada kecintaannya pada anak-anak.

Margareta Aulia Rachman merupakan dosen di Program Studi Ilmu Perpustakaan,


Departemen Ilmu Perpustakaan, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia
(FIB UI). Lulus Strata Satu (S1) dan melanjutkan ke Strata Dua (S2) Ilmu Perpustakaan di
FIB UI. Salah satu mata kulah yang diajarkan adalah Manajemen Koleksi serta memiliki
ketertarikan penelitian pada minat baca khususnya pada anak, perilaku pencarian informasi.

143

Anda mungkin juga menyukai