Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA An.

H DENGAN DIAGNOSA BRONKOPNEUMONIA

MAKALAH

Diajukan untuk memenuhi mata kuliah Keperawatan Anak


Dosen Pengampu : Eleni Kenanga P., M.Kep., Sp.Kep., An

Disusun oleh Kelompok 2:

1. Dinda Huswa Hasanah 5. Nissa Amalia Soleha


(R.21.01.021) (R.21.01.055)
2. Khalimatul Alia (R.21.01.036) 6. Rahma Aulia Putri (R.21.01.061)
3. M. Naufal (R.21.01.048) 7. Siti Mu'afah A P (R 21.01.069)
4. Nisa Shakila Umi (R.21.01.054)
(Cover, Kata Pengantar, Daftar
Isi, BAB I)

SEMESTER 4B

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKes) INDRAMAYU

2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hida
yah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
“Laporan Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan Pada An. H Dengan Diagnosa
BRONKOPNEUMONIA” ini tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas p
ada mata kuliah Keperawatan Anak. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk
menambah wawasan tentang “Laporan Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan
Pada An. H Dengan Diagnosa BRONKOPNEUMONIA” bagi para pembaca dan j
uga bagi penulis.

Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Eleni Kenanga P., M.Kep.,
Sp.Kep., An selaku dosen mata kuliah Keperawatan Anak yang telah memberikan
tugas makalah ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai de
ngan bidang studi yang kami tekuni.

Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempur
na. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi k
esempurnaan Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan ISPA ini.

Indramayu, 18 Mei 2023

Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bronkopneumonia salah satu penyakit pernapasan pada balita yang
menjadi penyebab kematian tertinggi dikalangan anak-anak (Purnamawati &
Fajri, 2020). Bronkopneumonia termasuk kedalam salah satu jenis pneumonia
dan disebut juga pneumonia lobularis yang ditandai dengan adanya bercak-
bercak infiltrat yang mengelilingi dan melibatkan bronkus, yang sering
disebabkan oleh bakteri. Bakteri-bakteri ini mampu menyebar dalam jarak
dekat melalui percikan ludah saat penderita bersin atau batuk, yang kemudian
terhirup oleh orang disekitarnya. Inilah sebabnya lingkungan menjadi salah
satu faktor risiko berkembangnya bronkopneumonia (Alaydrus, 2018).
Bronkopneumonia ditandai dengan gejala demam tinggi, gelisah, dispnea,
napas cepat dan dangkal, muntah, diare, batuk kering (Amelia et al., 2018).
Proses peradangan dari penyakit bronkopneumonia menimbulkan manifestasi
klinis yang ada sehingga muncul beberapa masalah, salah satunya bersihan
jalan napas tidak efektif yaitu ketidak mampuan membersihkan sekret atau
obstruksi jalan napas untuk mempertahankan jalan napas tetap paten. Masalah
keperawatan bersihan jalan napas tidak efektif bila tidak ditangani secara
cepat dapat menimbulkan masalah yang lebih berat seperti pasien akan
mengalami sesak yang hebat dan bisa menimbulkan kematian (PPNI, 2018).
Bronkopneumonia merupakan salah satu bagian dari penyakit Pneumonia.
Bronkopneumonia juga merupakan penyebab tingginya angka kesakitan serta
kematian pada anak terutama pada negara-negara yang sedang berkembang
seperti Indonesia. Proses peradangan penyakit bronkopneumonia
mengakibatkan produksi sputum meningkat sampai menimbulkan manifestasi
klinis yang ada sehingga muncul masah. Salah satu masalah tersebut adalah
ketidakefektifan bersihan jalan napas. Ketidakefektifan bersihan jalan napas
merupakan masalah utama yang selalu timbul pada pasien dengan
bronkopneumonia karena pada umumnya pasien mengalami keluhan batuk
(Nuzul Mubarokah, 2017). Bronkopneumonia berdampak pada peradangan
yang terjadi pada ujung akhir bronkiolus yang tersumbat oleh eksudat mukosa
purulen untuk membentuk bercak konsolidasi pada lobus – lobus yang berada
didekatnya. Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan
salah satu penyebab kematian tersering pada anak di negara berkembang,
salah satunya yaitu Bronchopneumonia, Bronchopneumonia terjadi karena
rongga alveoli paru- paru yang disebabkan oleh mikroorganisme seperti
Streptococcus pneumonia, Haemophilus influeza, Eschericia coli dan
Pneumocytis jirovenci (Yulianti,2018).
Keluarga merupakan bagian dari tim pengobatan dan perawatan. Karena
keluarga merupakan unit paling dekat dengan pasien, dan merupakan perawat
utama bagi pasien. Keluarga memiliki peran dalam menentukan bagaimana
perawatan yang diperlukan pasien saat berada di rumah. Walaupun perawatan
di rumah sakit berhasil, tapi jika perawatan di rumah tidak diteruskan maka
keberhasilan perawat di rumah sakit akan sia-sia sehingga akan
mengakibatkan pasien akan mengalami kekambuhan. Peran serta keluarga
mulai dari awal perawatan akan meningkatkan kemampuan keluarga merawat
pasien sehingga memungkinkan pasien tidak kambuh atau dapat dicegah
(Padila, 2019; Isnaniny. et al, 2020).

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian dari penyakit BRONKOPNEUMONIA ?
2. Sebutkan etiologi dari penyakit BRONKOPNEUMONIA ?
3. Bagaimana patofisiologi dari penyakit BRONKOPNEUMONIA ?
4. Bagaimana manifestasi klinis dari penyakit BRONKOPNEUMONIA ?
5. Sebutkan pemeriksaan penunjang dari penyakit
BRONKOPNEUMONIA ?
6. Bagaimana penatalaksanaan dari penyakit BRONKOPNEUMONIA ?
7. Bagaimana asuhan keperawatan dari penyakit BRONKOPNEUMONIA ?

C. TUJUAN
a. Tujuan umum
Untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Anak
b. Tujuan khusus
1. Untuk mengetahui pengertian dari penyakit BRONKOPNEUMONIA
2. Untuk mengetahui etiologi dari penyakit BRONKOPNEUMONIA
3. Untuk mengetahui patofisiologi dari penyakit
BRONKOPNEUMONIA
4. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari penyakit
BRONKOPNEUMONIA
5. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang dari penyakit
BRONKOPNEUMONIA
6. Untuk mengetahui penatalaksanaan dari penyakit
BRONKOPNEUMONIA
7. Untuk mengetahui asuhan keperawatan dari penyakit
BRONKOPNEUMONIA

D. MANFAAT
a. Manfaat secara teoritis
Sebagai pijakan dan referensi pada penelitian - penelitian selanjutnya
yang berhubungan di asuhan keperawatan dengan BRONKOPNEUMONI
serta menjadi bahan kajian lebih lanjut.
b. Manfaat secara Praktis
Untuk menambah pengetahuan dalam pemberian asuhan keperawatan pada
pasien yang mengalami BRONKOPNEUMONIA.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. PENGERTIAN
Bronkopneumonia adalah peradangan pada parenkim paru yang
melibatkan bronkus yang ditandai dengan bercak-bercak yang disebabkan
oleh infeksi mikroorganisme (Rukmi et al., 2018).
Bronkopneumonia adalah penyakit infeksi saluran nafas bagian
bawah. Bila penyakit ini tidak segera ditangani, dapat menyebabkan
beberapa komplikasi bahkan kematian. Bronkopneumonia merupakan
salah satu bagian dari penyakit pneumonia. Bronkopneumonia adalah
peradangan yang terjadi pada ujung akhir bronkiolus, yang tersumbat oleh
eksudat mukosa purulen. (M. Raffi Ardian, 2019).
Bronkopneumonia adalah radang pada paru – paru yang
mempunyai penyebaran bercak, teratur dalam area atau lebih yang
berlokasi di dalam bronki dan meluas ke parenkim paru, yang disebabkan
oleh bakteri, virus, jamur, atapun benda asing. Ditandai dengan gejala
panas yang tinggi, gelisah, dispneu, nafas cepat dan dangkal, muntah,
diare serta batuk kering dan produktif (Nuryati, 2019).
Jadi kesimpulannya Bronkopneumonia adalah peradangan
parenkim paru yang mempunyai penyebaran langsung melalui saluran
pernapasan melalui hematogen sampai ke bronkus, di tandai dengan gejala
panas tinggi gelisah dipsnea, napas cepat dan dangkal, muntah, diare serta
batuk kering dan produktif.

B. ETIOLOGI
Etiologi terjadinya bronkopneumonia dapat disebabkan dari
beberapa faktor.
Berikut adalah penyebab bronkopneumonia antara lain :
a. Bakteri : Neumokokus, Streptokokus, Stafilokokus, Haemopilus
influenza dan Klebsiela mycoplasma pneumonia.
b. Virus : virus adena, virus parainfluenza, virus influenza.
c. Jamur/fungi : Histoplasma, capsutu, koksidiodes.
d. Protozoa : penumokistis katini.
e. Bahan kimia : aspirasi makanan/susu/isi lambung, keracunan
hidrokarbon(minyak tanah/ bensin).
(Riyadi, 2011 dalam Dewi & Erawati, 2016)

Faktor resiko penyebab bronkopneumonia antara lain :


a. Infeksi saluran pernafasan atas (ISPA).
b. Kekurangan nutrisi.
c. Tidak mendapat asi yang cukup.
d. Polusi udara dan kepadatan tempat tinggal.

C. PATOFISIOLOGI
Bronkopneumonia merupakan infeksi sekunder yang biasanya
disebabkan oleh virus penyebab bronkopneumonia yang masuk ke saluran
pernapasan sehingga terjadi peradangan bronkus dan alveolus dan jaringan
sekitarnya. Inflamasi pada bronkus ditandai adanya penumpukan secret,
sehingga terjadi demam, batuk produktif ronchi positif dan mual. Setelah
itu mikroorganisme tiba di alveoli membentuk suatu proses peradangan
yang meliputi empat stadium, yaitu:
a. Stadium I/Hiperemia (4-12 jam pertama/kongesti)
Disebut hiperemia, mengacu pada respon perdangan permulaan yang
berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini di tandai dengan
peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi
b. Stadium II/Hepatiasi Merah (48 jam berikutnya)
Disebut hepatiasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah
merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh pejamu (host) sebagai
bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh
karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit, dan cairan, sehingga
warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada
stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak
akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu
selama 48 jam.
c. Stadium III/Hepatisasi Kelabu (3-8 hari)
Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih
mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan
fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi
fagositostis sisa-sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai
diresorbsi, lobusmasih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit,
warna menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami
kongesti.
d. Stadium IV/resolusi (7-12 hari)
Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan
peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis diabsorbsi
oleh makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula.
Inflamasi pada bronkus ditandai adanya penumpukan secret, sehingga
terjadi demam, batuk produkif, ronchi positif dan mual.
(Wijayaningsih, 2013 dalam Dewi & Erawati, 2016).
D. PATHYWAY

(Nurarif, A.H & Kusuma,H, 2015).


E. MANIFESTASI KLINIS
Bronchopneumonia biasanya didahului oleh suatu infeksi di saluran
pernafasan bagian atas selama beberapa hari. Pada tahap awal, penderita
bronchopneumonia mengalami tanda dan gejala yang khas seperti
menggigil, demam, nyeri dada pleuritis, batuk produktif, hidung
kemerahan, saat bernafas menggunakan otot aksesorius dan bisa timbul
sianosis (Barbara C. long, 1996). Terdengar adanya krekels di atas paru
yang sakit dan terdengar ketika terjadi konsolidasi (pengisian rongga udara
oleh eksudat).
Tanda gejala yang muncul pada bronkopneumonia adalah:
1. Kesulitan dan sakit pada saat pernafasan
a. Nyeri pleuritik
b. Nafas dangkal dan mendengkur
c. Takipnea
2. Bunyi nafas di atas area yang menglami konsolidasi
a. Mengecil, kemudian menjadi hilang
b. Krekels, ronki,
c. Gerakan dada tidak simetris
3. Menggigil dan demam 38,8 ~ C sampai 41,19C, delirium
4. Diafoesis
5. Anoreksia
6. Malaise
7. Batuk kental, produktif Sputum kuning kehijauan kemudian berubah
menjadi
kemerahan atau berkarat
8. Gelisah
9. Sianosis Area sirkumoral, dasar kuku kebiruan
10. Masalah-masalah psikososial : disorientasi, ansietas, takut mati
(Martin tucker, Susan. (2000)
KOMPLIKASI
Komplikasi bronkopneumonia adalah sebagai berikut:
a. Atelektasis
Adalah pengembangan paru yang tidak sempurna atau kolaps paru
akibat kurangnya mobilisasi reflek batuk hilang apabila penumpukan
secret akibat berkurangnya daya kembang paru-paru terus terjadi dan
penumpukan secret ini menyebabkan obstruksi bronkus intrinsic.
b. Emfisema
Adalah suatu keadaan di mana terkumpulnya nanah dalam rongga
pleura terdapat di suatu tempat atau seluruh rongga pleura.
c. Abses paru
Adalah penumpukan pus dalam paru yang meradang.
d. Infeksi sistemike.
e. Endocarditis
Adalah peradangan pada katup endokardial.
f. Meningitis
Adalah infeksi yang menyerang pada selaput otak.
(Ngastiyah, 2012 dalam Dewi & Erawati, 2016).

F. PENATALAKSANAAN MEDIS
Penatalaksanaan medis pada pasien bronkopneumonia adalah.
1. Pasien diposisikan semi fowler 45⁰ untuk inspirasi maksimal.
2. Pemberian oksigen 1-5 lpm.
3. Infus KDN 1 500 ml/24 jam. jumlah cairan sesuai dengan berat badan,
kenaikan suhu dan status hidrasi.
4. Pemberian ventolin yaitu bonkodilator untuk melebarkan bronkus.
5. Pemberian antibiotic diberikan selama sekurang-kurangnya seminggu
sampai pasien tidak mengalami sesak nafas lagi selama tiga hari dan
tidak ada komplikasi lain.
6. Pemberian antipiretik untuk menurunkan demam.
7. Pengobatan simtomatis, Nebulizer, Fisioterapi dada.

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang pada bronkopneumonia adalah sebagai berikut:
a. Foto thoraks Pada foto thoraks bronkopneumonia terdapat bercak-bercak
infiltrat pad asatu atau beberapa lobus.
b. Laboratorium Leukositosis dapat mencapai 15.000 - 40.000 mm3
dengan pergeseran kekir.
c. GDA : tidak normal mungkin terjadi, tergantung pada luas paru yang
terlibat dan penyakit paru yang ada.
d. Analisa gas darah arteri bisa menunjukkan asidosis metabolik dengan
atautanpa retensi CO2
e. LED meningkat.
f. WBC (white blood cell) biasanya kurang dari 20.000 cells mm3.
g. Elektrolit natrium dan klorida mungkin rendah.
h. Bilirubin mungkin meningkat.
i. Aspirasi perkutan/biopsi jaringan paruh terbuka menyatakan intra
nuklear tipikal dan keterlibatan sistoplasmik.
(Padila, 2013 dalam Dewi & Erawati, 2016).

H. ASKEP SECARA TEORI


1. PENGEKAJIAN
a. Demografi meliputi;nama, umur, jenis kelamin, dan pekerjaan.
b. Keluhan utama
Saat dikaji biasanya penderita bronchopneumonia akan mengeluh
sesak nafas, disertai batuk ada secret tidak bisa keluar.
c. Riwayat penyakit sekarang
Penyakit bronchitis mulai dirasakan saat penderita mengalami batuk
menetap dengan produksi sputum setiap hari terutama pada saat bangun
pagi selama minimum 3 bulan berturut- turut tiap tahun sedikitnya 2 tahun
produksi sputum (hijau, putih/ kuning) dan banyak
sekali. Penderita biasanya menggunakan otot bantu pernfasan, dada
terlihat hiperinflasi dengan peninggian diameter AP, bunyi nafas krekels,
warna kulit pucat dengan sianosis bibir, dasar kuku.
d. Riwayat penyakit dahulu
Biasanya penderita bronchopneumonia sebelumnya belum pernah
menderita kasus yang sama tetapi mereka mempunyai Riwayat penyakit
yang dapat memicu terjadinya bronchopneumonia yaitu riwayat merokok,
terpaan polusi kima dalam jangka panjang misalnya
debu/ asap.
e. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya penyakit bronchopneumonia dalam keluarga bukan merupakan
faktor keturunan tetapi kebiasaan atau pola hidup yang tidak sehat seperti
merokok.
f. Pola pengkajian
1) Pemafasan
Gejala : Nafas pendek (timbulnya tersembunyi dengan batuk menetap
dengan produksi sputum setiap hari ( terutama pada saat bangun) selama
minimum 3 bulan berturut- turut) tiap tahun sedikitnya 2 tahun. Produksi
sputum (Hijau, putih/ kuning) dan banyak sekali.
Riwayat pneumonia berulang, biasanya terpajan pada polusi kimia/ iritan
pernafasan dalam jangka panjang (misalnya rokok sigaret), debu/ asap
(misalnya : asbes debu, batubara, room katun, serbuk gergaji). Pengunaaan
oksigen pada malam hari atau terus menerus.
Tanda : Lebih memilih posisi tiga titik (tripot) untuk bernafas, penggunaan
otot bantu pernafasan ( misalnya : meninggikan bahu, retraksi supra
klatikula, melebarkan hidung)
Dada : Dapat terlihat hiperinflasi dengan peninggian diameter
AP (bentuk barel), gerakan difragma mini mal.
Bunyi nafas : Krekels lembab, kasar
Warna : Pucat dengan sianosis bibir dan dasar kuku abu- abu keseluruhan.

2) Sirkulasi
Gejala : Pembengkakan ekstremitas bawah
Tanda : Peningkatan tekanan darah
Peningkatan frekuensi jantung / takikardi Berat, disritmia Distensi vena
leher (penyakit berat) edema dependen, tidak berhubungan dengan
penyakit jantung. Bunyi jantung redup ( yang berhubungan dengan
peningkatan diameter AP dada). Warna kulit / membrane
mukosa : normal atau abu-abu/ sianosis perifer. Pucat dapat
menunjukan anemia.
3) Makanan / cairan
Gejala : Mual / muntah, Nafsu makan buruk / anoreksia (emfisema)
Ketidakmampuan untuk makan karena distress pernafasan
Tanda : Turgor kulit buruk, Berkeringat Palpitasi abdominal dapat
menyebabkan hepatomegali.
4) Aktifitas / istirahat
Gejala : Keletihan, keletihan, malaise. Ketidakmampuan melakukan
aktifitas sehari- hari karena sulit bernafas. Ketidakmampuan untuk tidur,
perlu tidur dalam posisi duduk tinggi. Dispnea pada saat istirahat atau
respon terhadap aktifitas atau istirahat
Tanda : Keletihan, gelisah/ insomnia, kelemahan umum / kehilangan masa
otot
5) Integritas ego
Gejala : Peningkatan faktor resiko
Tanda : Perubahan pola hidup, ansietas, ketakutan, peka rangsang
6) Hygiene
Gejala : Penurunan kemampuan / peningkatan kebutuhan melakukan
aktifitas sehari- hari
Tanda : Kebersihan buruk, bau badan.
7) Keamanan
Gejala : riwayat alergi atau sensitive terhadap zat / faktor lingkungan,
adanya infeksi berulang.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan inflamasi
trakeobonkial. Pembentukan edema, peningkatan produksi sputum.
b. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan
kehilangan cairan berlebihan, penurunan masukan oral.
c. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
peningkatan kebutuhan metabolic sekunder terhadap demam dan
proses infeksi, anorexia, distensi abdomen
d. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan insufisiensi oksigen untuk
aktifitas sehari- hari.

3. INTERVENSI KEPERAWATAN
a. Diagnosa keperawatan : Bersihan jalan nafas tidak efektif
berhubungan dengan inflamasi trakeobronkial, pembentukan edema,
peningkatan produksi sputum.
Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan maka bersihan jalan napas
dapat mampu membersihkan secret atau obstruksi jalan napas untuk
mempertahankan jalan napas tetap paten, pertukaran gas dalam oksigenasi
atau eliminasi karbohidioksida pada membrane alveolus kapiler dalam
batas normal.
Kriteria hasil : dispnea menurun, gelisah menurun, frekuensi pernapasan
membaik, pola napas membaik.
Intervensi :
1) Manajemen jalan nafas.
Rasional : pemantauan respirasi.
1) Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha napas).
2) Monitor bunyi napas tambahan (misalnya gurgling, mengi,
wheezing, ronkhi kering).
3) Monitor sputum (jumlah, wama, aroma).
4) Posisikan semi-Fowler atau Fowler.
5) Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 menit.
6) Berikan oksigen jika perlu.
7) Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitik, jika perlu.

b. Diagnosa keperawatan : gangguan pertukaran gas berhubungan dengan


perubahan membrane alveolus kapiler, gangguan kapasitas pembawa
oksigen darah, gangguan pengiriman oksigen.
Tujuan : Menunjukan perbaikan ventilasi dan oksigen jaringan dengan
GDA dalam rentang normal dan tidak ada gejala distress pernafasan.

Kriteria Hasil : Berpartisipasi pada memaksimalkan oksigenasi.


Intervensi
1) Kaji frekuensi, kedalaman, dan kemudahan bernafas.
Rasional : Manifestasi distress pernafasan tergantung pada indikasi derajat
keterlibatan paru dan status kesehatan umum.
2) Observasi warna kulit, membrane mukosa, dan kuku. Catat adanya
sianosis perifer atau sirkulasi sentral.
Rasional : Sianosis kuku menunjukan vasokonstriksi atau respon tubuh
terhadap demam / menggigil. Namun, sianosis daun telinga, membrane
mukosa, dan kulit sekitar mulut menunjukan
hipoksemia sistemik.
3) Awasi frekuensi jantung / irama.
Rasional : Takikardia biasanya ada karena demam/ dehidrasi. Tetapi juga
dapat merupakan respon terhadap hipoksemia.
4) Pertahankan istirahat tidur. Dorong menggunakan teknik relaksasi
dan aktifitas senggang.
Rasional: Mencegah terlalu lelah dan menurunkan kebutuhan/ konsumsi
oksigen untuk memudahkan perbaikan infeksi.
5) Tinggikan kepala dan dorong untuk sering mengubah posisi, nafas
dalam dan batuk efektif.
Rasional : tindakan ini mengingatkan inspirasi maksimal, meningkatkan
pengeluaran secret untuk perbaikan ventilasi.
6) Kaji tingkat ansietas. Dorong menyatakan masalah / perasaan. Jawab
pertanyaan dengan jujur, kunjungi dengan sering sesuai indikasi.
Rasional : Ansietas adalah manifestasi masalah psikologi sesuai dengan
respon fisiologi terhadap hipoksia. Pemberian keyakinan dan peningkatan
rasa aman dapat menurunkan komponen psikologis, sehingga menurunkan
kebutuhan oksigen dan efek merugikan dari respon fisiologi.
7) Berikan terapi oksigen dengan benar.
Rasional : Tujuan terapi oksigen adalah mempertahankan PaO2 diatas 60
mmHg. Oksigen diberikan dengan metode yang memberikan pengiriman
dengan tepat dalam toleransi pasien.

c. Diagnosa keperawatan : Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh


berhubungan dengan peningkatan kebutuhan metabolic sekunder terhadap
demam dan proses infeksi, anorexia, distensi abdomen.
Tujuan : Pemenuhan nutrisi mencukupi kebutuhan
Kriteria Hasil : Menunjukan peningkatan nafsu makan, mempertahankan /
meningkatkan berat badan
Intervensi :
1) Identifikasi faktor yang menimbulkan mual / muntah, misalnya: Sputum
banyak, pengobatan, atau nyeri.
Rasional : Pilihan intervensi tergantung penyebab masalah.
2) Berikan / bantu kebersihan mulut setelah muntah, drainase postural dan
sebelum makan.
Rasional : Menghilangkan tanda bahaya, rasa, bau dari lingkungan pasien
yang dapat menurunkan mual.
3) Berikan makan porsi kecil dan sering, termasuk makanan kering dan
makanan yang menarik untuk pasien.
Rasional : Meningkatkan masukan walaupun nafsu makan mungkin
lambat untuk kembali.
4) Evaluasi status nutrisi umum, ukur berat badan.
Rasional : Adanya kondisi kronis (seperti PPOM atau alkoholisme) atau
keterbatasan keuangan dapat menimbulkan malnutrisi, rendahnya tahanan
terhadap infeksi, dan atau lambatnya respon terhadap terapi.

d. Diagnosa keperawatan: Intoleransi aktifitas berhubungan dengan


insufisiensi oksigen untuk aktivitas hidup sehari- hari.
Tujuan : Peningkatan toleransi terhadap aktivitas.
Kriteria Hasil : tidak ada dispneau, kelemahan berlebihan, dan tanda vital
dalam rentang normal.
Intervensi :
1) Evaluasi respon pasien terhadap aktifitas. Catat laporan dispneu,
peningkatan kelemahan, dan perubahan tanda vital selama dan setelah
aktifitas.
Rasional : Menetapkan kebutuhan / kemampuan pasien dan memudahkan
dalam pemilihan intervensi.
2) Berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung selama fase akut
sesuai indikasi. Dorong penggunaaan manajemen stress dan pengalihan
yang tepat.
Rasional : Menurunkan stress dan rangsangan berlebih.
3) Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan dan pentingnya
keseimbangan antara aktivitas dan istirahat.
Rasional : Tirah baring dipertahankan selama fase akut untuk menurunkan
kebutuhan metabolik, menghemat energy untuk penyembuhan.
Pembatasan aktivitas dengan respon individual pasien terhadap aktifitas
dan perbaikan kegagalan pernafasan.
4) Bantu pasien memilih posisi nyaman untuk istirahat / tidur.
Rasional : Pasien mungkin nyaman dengan kepala tinggi atau tidur di
kursi.
5) Bantu aktivitas perawatan diri yang diperlukan. Berikan kemajuan
peningkatan aktivitas selama fase penyembuhan.
Rasional : Menurunkan keletihan dan membantu keseimbangan suplai dan
kebutuhan oksigen.
DAFTAR PUSTAKA

Alaydrus, S. (2018). Evaluasi Penggunaan Antibiotik Pada Anak Penderita


Bronkopneumonia Di Rumah Sakit Provinsi Sulawesi Tengah Periode 2017.
Jurnal Mandala Pharmacon Indonesia

Amelia, S., Oktorina, R., & Astuti, N. (2018). Aromaterapi Peppermint Terhadap
Masalah Keperawatan Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas Anak Dengan
Bronkopneumonia. REAL in Nursing Journal

Nuzul Mubarokah. (2017) Asuhan Keperawatan Pada Klien Bronkopneumonia


Dengan Masalah Ketidakefektifan Jalan Nafas. Jombang : Cendekia Medika

Padila. (2019). Buku Ajar: Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 3. Yogjakarta: Nuh
a Medika.

PPNI. ( 2018 ). SDKI, Definisi dan Indikator Diagnostik Edisi I Cetakan III . Jaka
rta : PPNI

PPNI. ( 2018 ). SIKI, Definisi dan Tindakan Keperawatan Edisi I Cetakan II . Jak
arta : PPNI

PPNI. ( 2018 ). SLKI , Definisi dan Kriteria Hasil . Edisi I Cetakan II . Jakarta : P
PNI

Hidayat, A. A. (2018). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia Aplikasi Konsep dan

Proses Keperawatan (2 ed.). Jakarta: Salemba Medika.

Kartika Sari Wijayaningsih. 2013. Standar Asuhan Keperawatan : Jakarta. TIM Ri


ngel, Edward.(2012). Buku Saku Hitam Kedokteran Paru Alih

Bahasa:dr.Elfiawati Resipirologi (Respiratory Medicine). Jakarta: Penerbi Buku K


edokteran EGC

Riyadi, Sujono & Sukarmin, 2019, Asuhan Keperawatan Pada Anak, Edisi 2 Yog
yakarta : Graha Ilmu.

Anda mungkin juga menyukai