Oleh:
i
DAMPAK PERCERAIAN TERHADAP KONDISI PSIKOLOGIS
DAN EKONOMI ANAK (STUDI KASUS DI DESA LAJUT
KECAMATAN PRAYA TENGAH)
Skripsi
Oleh:
ii
iii
iv
v
vii
MOTTO
viii
PERSEMBAHAN
ix
KATA PENGANTAR
x
4. Segenap Dosen Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri
Mataram yang telah memberikan ilmu kepada penulis;
5. Teman-teman serta saudara-saudara yang telah banyak
membantu penulis, semoga Allah SWT senantiasa
melimpahkan rahmat, kasih sayang, karunia serta magfirahnya
kepada mereka semua dan dicatat sebagai amal kebaikan dan
dilipat gandakan pahalanya.
Penulis,
xi
DAFTAR ISI
xii
BAB II: PAPARAN DATA DAN TEMUAN LAPANGAN .............. 29
A. Kesimpulan................................................................................. 63
B. Saran .......................................................................................... 64
LAMPIRAN ....................................................................................... 68
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Rincian Dusun Beserta Nama Kepala Dusun Di Desa Lajut
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
xv
Dampak Perceraian Terhadap Kondisi Psikologis Dan Ekonomi Anak
(Studi Kasus Di Desa Lajut Kecamatan Praya Tengah)
Oleh:
ABSTRAK
xvi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perceraian adalah perpisahan antara pasangan suami istri
akibat dari kegagalan menjalankan peran masing-masing. Perceraian
dilihat sebagai akhir dari suatu ketidak stabilan perkawinan dimana
pasangan suami istri kemudian hidup terpisah dan secara resmi diakui
oleh hukum yang berlaku.1 Dalam pernikahan, perceraian merupakan
suatu peristiwa yang kadang tidak dapat dihindarkan oleh pasangan
menikah, baik mereka yang baru saja menikah atau mereka yang sudah
lama menikah.
Perceraian merupakan salah satu sebab putusnya ikatan
perkawinan di luar sebab lain yaitu kematian dan atau atas putusan
pengadilan. Dalam hal perceraian dapat dilakukan dan diputuskan
apabila memiliki alasan-alasan, baik dari pihak suami maupun istri.
Alasan terjadinya perceraian harus berdasarkan pada ketentuan
peratuiran yang berlaku, sebagaimana yang tercantum di dalam pasal
19 peraturan pemerintah nomor 9 tahun 1975, yang menyebutkan
alasan-alasan untuk melakukan perceraian antara lain: Salah satu pihak
berbuat zina atau menjadi pemabok, pemadat dan lain sebagainya yang
sukar disembuhkan, salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2
(dua) tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang
sah atau karena hal lain diluar kemampuannya, salah satu pihak
mendapatkan hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih
berat setelah perkawinan berlangsung, salah satu pihak melakukan
kekejaman atau penganiayaan yang membahayakan pihak lain, salah
1
Rahmatia, Dampak perceraian pada anak usia remaja, Artikel Program
Pascasarjana Jurusan Pendidikan Sosiologi, 2019, hlm. 5.
1
satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat dengan
tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami atau istri, antara
suami dan istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran
serta tidak ada harapan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.2
Permasalahan dalam rumah tangga sulit untuk di pecahkan dan
kadang-kadang berakibat putusnya hubungan ikatan perkawinan suami
istri. Banyak faktor yang menyebabkan pertikaian dalam keluarga yang
berakhir dengan perceraian. Faktor-faktor tersebut antara lain;
persoalan ekonomi, perbedaan usia yang besar, keinginan memperoleh
anak putra (putri), dan persoalan prinsip hidup yang berbeda. Faktor
lainnya berupa perbedaan penekanan dan cara mendidik anak, juga
pengaruh dukungan sosial dari pihak luar, tetangga, sanak saudara,
sahabat, dan situasi masyarakat yang terkondisi dan lain-lain. Semua
faktor ini menimbulkan suasana keruh dan meruntuhkan kehidupan
rumah tangga.3
Pada perceraian setiap keluarga akan memiliki dampak
terhadap berbagai pihak, terutama dari pihak anak dari keluarga
tersebut. Anak adalah korban yang paling terluka ketika ayah ibunya
memutuskan untuk bercerai. Anak merasakan ketakutan ketika orang
tua bercerai, anak takut tidak akan mendapakan kasih sayang ayah
ibunya yang tidak tinggal satu rumah. Prestasi di sekolahnya pasti akan
menurun, dan anak lebih senang menyendiri. Kondisi rumah tangga
yang broken seiring anak-anak mengalami depresi mental (tekanan
mental). Sehingga tidak jarang anak-anak yang hidup dalam
keluarganya yang demikian cenderung akan berperilaku sosialnya
2
Irma Garwan, (dkk), Tingkat Perceraian Dan Pengaruh Ekonomi Di
Kabupaten Karawang, Jurnal Ilmiah Hukum, Mei 2018, hlm. 81.
3
Save M. Dagun, Psikologi Keluarga, Jakarta: PT Rineka Cipta, Maret 2002,
hlm. 114.
2
jelek. Jadi salah satu penyebab anak yang bermasalah di sekolah adalah
karena faktor broken home keluarga mereka. 4
Setelah peneliti melakukan observasi awal dengan cara
mewawancara kepala Dusun yakni 10 Dusun di Desa Lajut pada kurun
waktu dua tahun terakhir jumlah perceraian yang terjadi adalah
sebanyak 28 kasus yang dimana tingkat perceraian yang paling tinggi
terjadi di Dusun Lajut yakni sebanyak 8 kasus, faktor yang paling
menonjol yang menyebabkan perceraian adalah faktor dari segi
perselingkuhan, faktor ekonomi dan faktor perselisihan.
Perceraiaan secara otomatis akan menimbulkan perubahan
status serta perubahan hak dan kewajiban, karena pada dasarnya kedua
belah pihak harus terbiasa untuk tidak bergantung satu sama lain lagi.
Ketika orang tua sudah tidak saling bergantung sama sama lain,
otomatis komunikasi dengan anak menjadi kurang baik, kurang
perhatian dan jarang meluangkan waktu bermain dengan anak. Tentu
hal tersebut akan membuat anak merasa kesepian, menjadi pendiam,
bingung, cemas, gelisah dan sulit untuk membentuk keperibadian
mereka. Perhatian orang tua kepada anak merupakan hal yang sangat
penting bagi perkembangan anak. Dengan tidak memperhatikan anak,
akan menyebabkan anak tidak terpacu semangatnya, terlebih jika anak
mulai tumbuh dewasa dan menginjak usia remaja, akan beresiko
mengalami kegagalan akademik, kenakalan remaja, dan bukan tidak
mungkin akan terjerumus kedalam penyalahgunaan narkoba. Oleh
karena itulah peran orang tua sangat penting dalam pembentukan
kepribadian anak, mereka harus mengesampingkan permasalahan yang
4
Uswatun Hasanah, Pengaruh perceraian orang tua bagi psikologis anak,
Jurnal Analisi Gender dan Agama, Desember 2019, hlm. 1.
3
terjadi diatara keduanya setelah terjadi perceraian, dengan berusaha
melindungi, membimbing dan memperhatikan anaknya.
Perpisahan orang tua tidak hanya berdampak bagi psikologis
anak akan tetapi juga berdampak terhadap perekonomian anak, adanya
kesulitan dalam hal pendidikan dan pemenuhan kebutuhan hidup.
Karena biasanya yang memenuhi kebutuhan hidup adalah kedua orang
tuanya, namun setelah bercerai otmatis akan berubah menjadi salah
satunya sehingga pemenuhan kebutuhan anak menjadi terabaikan, serta
anak akan mengalami gangguan dalam belajarnya karena biaya sekolah
seperti biaya SPP dan biaya pembangunan sekolah, hal tersebut
mungkin saja akan membuat pendidikan anak menjadi terganggu dan
bahkan berujung putusnya pendidikan.
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka peneliti tertarik
untuk melakukan penelitian tentang Dampak Perceraian Terhadap
Kondisi Psikologis dan Ekonomi Anak. Dari masalah tersebut peneliti
merumuskan masalah; Faktor Yang Melatarbelakangi Terjadinya
Perceraian, Dampak Perceraian Terhadap Kondisi Psikologis Anak dan
Dampak Perceraian Terhadap Kondisi Ekonomi Anak.
B. Rumusan Masalah
1. Apa faktor yang melatarbelakangi terjadinya perceraian di Desa
Lajut Kecamatan Praya Tengah?
2. Bagaimana dampak perceraian terhadap kondisi psikologis anak di
Desa Lajut Kecamatan Praya Tengah?
3. Bagaimana dampak perceraian terhadap kondisi ekonomi anak di
Desa Lajut Kecamatan Praya Tengah?
4
C. Tujuan Penelitian dan Manfaat penelitian
1. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian tersebut adalah sebegai berikut:
a. Untuk mengetahui apa saja faktor yang menyebabkan terjadinya
Perceraian di Desa Lajut Kecamatan Praya Tengah?
b. Untuk mengetahui Dampak Perceraian Terhadap Kondisi
Psikologis Anak di Desa Lajut Kecamatan Praya Tengah?
c. Untuk mengetahui Dampak Perceraian Terhadap Kondisi
Ekonomi Anak di Desa Lajut Kecamatan Praya Tengah?
2. Manfaat Penelitian
Dalam setiap penelitian, selain memiliki tujuan, juga memiliki
manfaat baik secara Teoritis maupun Praktis. Adapun manfaat
dalam pelaksanaan penelitian tersebut adalah:
a. Manfaat Teoritis
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan
dan pengetahuan bagi mahasiswa maupun masyarakat umum
tentang faktor yang melatarbelakangi terjadinya perceraian,
terutama dampak dari perceraian terhadap kondisi psikologis dan
ekonomi anak.
b. Manfaat Praktis
Dengan adanya hasil dari penelitian tersebut dapat di jadikan
acuan serta bahan kajian dalam mengembangkan keilmuan yang
berkaitan dengan Dampak Perceraian Terhadap Kondisi Psikologis
dan Ekonomi Anak di Desa Lajut Kecamatan Praya Tengah.
5
Adapun ruang lingkup dari penelitian ini terbatas hanya pada
keluarga yang bercerai yang mengakibatkan Dampak Psikologis
dan Ekonomi terhadap anak di Desa Lajut Kecamatan Praya
Tengah Kabupaten Lombok Tengah pada tahun 2021 sampai
dengan 2022.
2. Setting penelitian
Setting penelitian ini di lakukan di Kabupaten Lombok
Tengah, dengan fokus lokasi di Desa Lajut. Dengan alasan bahwa
banyaknya tingkat perceraian yang menimbulkan Dampak
Psikologis dan Ekonomi terhadap Anak, terlebih lagi tempatnya
yang strategis dan ekonomis membuat penulis bisa mengunjungi
setiap waktu, sehingga penulis bisa mendapatkan data yang lebih
akurat.
E. Telaah Pustaka
Untuk mendukung pembahasan yang lebih mendalam
mengenai permasalahan di atas, maka penulis berusaha melakukan
kajian pustaka atau karya-karya yang mempunyai hubungan dengan
permasalahan yang akan dikaji.
1. Artikel Jurnal yang dibuat oleh Berlia Sukmawati, yang berjudul
“Dampak Perceraian Terhadap Kondisi Psikologis Anak”. 5
Hasil penelitian dalam Artikel tersebut yakni, setelah
melakukan pengajaran untuk 3 orang anak didapatkan hasil bahwa 1
anak broken home mengalami kesulitan untuk menerima pelajaran
sedangkan yang tidak broken home cepat dalam menangkap
5
Berlia Sukmawati, Dampak Perceraian Orang Tua Bagi Psikologi Anak,
JSGA Vol. 03. No. 02 Tahun 2002, hlm. 24.
6
pelajaran. Diketahui anak broken home tersebut seharusnya
sekarang sudah menginjak kelas 2 Sekolah Dasar tetapi ia tidak naik
kelas karena ia mengalami kesulitan saat belajar membaca, menulis,
dan berhitung yang disebabkan kurangnya sikap peduli dari ayah
dan ibunya yang menyebabkan anak tersebut lambat dalam belajar.
Sang ayah bekerja dan jarang pulang sedangkan sang ibu bekerja
diluar kota, dikarenakan hal tersebut sang anak dirawat oleh kakek
dan nenek dari sang ayah. Kurangnya interaksi dengan anak
merupakan masalah besar, terutama yang masih duduk dibangku
sekolah dasar karena anak pada usia tersebut membutuhkan kasih
sayang dan perhatian penuh dari kedua orang tuanya. Hal ini juga
berdampak pada pendidikan mereka, suasana belajar yang tidak
nyaman, yang berdampak negatif bagi perkembangan anak.
Berdasarkan uraiaan dan pembahasan diatas memang memiliki
keterkaitan dengan penelitian yang akan dilakukan peneliti, karena
didalamnya terdapat dampak psikologis anak, akan tetapi pada
obyek penelitian terdahulu dari keluarga yang belum bercerai
sedangkan penelitian yang akan dilakukan peneliti dari obyek
keluarga yang bercerai, hal tersebutlah yang akan menjadi pembeda
dalam penelitian yang akan dilakukan oleh penulis dengan penelitian
terdahulu, fokus penelitian dari penulis juga tidak hanya dampak
psikologis bagi anak akan tetapi dampak ekonomi anak dari kasus
perceraiaan.
7
2. Artikel yang dibuat oleh Ramhatia, yang berjudul “Dampak
Perceraian Terhadap Anak Usia Remaja (Studi Pada Di Kecamatan
Wonomulyo Kabupaten Polewali Mandar)”.6
Kesimpulan dari hasil penelitian dalam Artikel tersebut
mencakup 3 poin diantaranya:
a. Penyebab banyaknya perceraiaan antara suami dan istri,
beberapa faktor yang melatarbelakangi perceraiaan di
kecamatan Wonomulyo kabupaten Polewali Mandar yakni
Ketidak setiaan salah satu pasangan, tekanan kebutuhan
ekonomi, penganiayaan, adanya campur tangan keluarga.
b. Bentuk interaksi pada keluarga bercerai, pasca perceraiaan
interaksi antara anak dan orang tua intensitas interaksinya
menjadi renggang dan jarang bertemu bahkan menjadi sangat
rumit. Interaksi yang terjadi di dalam keluarga yang mengalami
perceraiaan di kecamatan Wonomulyo Kabupaten polewali
Mandar merupakan hal yang sangat penting. Apabila didalam
keluarga kurang adanya interaksi maka akan banyak
menimbulkan masalah terutama pada keluarga yang tidak utuh.
c. Dampak perceraiaan terhadap anak, ada beberapa dampak
psikologis yang di alami anak pasca orangtuanya bercerai antara
lain: kesedihan karena kehilangan anggota keluarganya,
ketakutan akan ditolak, marah, sakit hati dan kesepian, bersalah
dan menyalahkan diri sendiri, dan kecemasan.
Berdasarkan uraiaan yang dipaparkan diatas, pembahasan
tersebut berkaitan dengan penulisan skripsi ini, dimana yang
menjadi pembahasan didalamnya adalah dampak perceraiaan
6
Rahmatia, Dampak Perceraiaan Pada Anak Usia Remaja, Artikel Program
Pascasarjana Jurusan Pendidikan Sosiologi, 2019, hlm. 1.
8
terhadap kondisi psikologis anak, namun pembahasannya
terbilang cukup luas karena bukan saja dampak perceraiaan
akan tetapi penyebab perceriaan juga menjadi pokok
pembahasan didalamnya. Yang menjadi pembeda terletak pada
fokus penelitian dimana penelitian terdahulu mencakup hanya
pada kondisi psikologis anak, sedangkan fokus peneliti juga
akan meneliti tentang dampak ekonomi anak pasca perceraiaan.
3. Artikel yang dibuat oleh Rina Nur Azizah, yang berjudul “Dampak
Perceraian Orang Tua Terhadap Perkembangan Psikologis Anak”. 7
Pernikahan merupakan peristiwa besar dalam kehidupan
manusia dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia.
Keutuhan rumah tangga dibutuhkan dalam membantu
perkembangan psikologis dan pendidikan anak. Keluarga yang utuh
dirasakan oleh anak dalam menerima arahan, bimbingan, kasih
sayang, dan perhatian penuh sehingga anak akan mudah untuk
berupaya melangkah ke masa depan. Perceraiaan mempunyai
dampak negatif terhadap perkembangan psikologis anak karena pada
umumnya perkembangan psikologis anak yang orang tuanya
bercerai sangat terganggu, selain itu dampak dari perceraiaan juga
kurangnya kasih sayang dan perhatian kedua orang tuanya. Secara
psikologis perceraiaan oran tua akan berakibat terhadap perubahan
sikap, tanggung jawabdan stabilitas emosional. Kurangnya perhatian
dan kasih sayang terhadap anak akan menimbulkan perasaan cemas,
bingung, resah, malu, dan sedih. Terlebih jika anak sudah menginjak
7
Rina Nur Azizah, Dampak Perceraian Orang Tua Terhadap Perkembangan
Psikologis Anak, Artikel: Dampak Perceraian Orang Tua, Vol. 2 No.2, Desember 2017,
hlm. 152.
9
usia remaja, maka akan mengalami gangguan emosional dan akan
berujung pada kenakalan remaja.
Dari apa yang diuraikan dalam permbahasan diatas, Artikel
tersebut tidak mencantumkan obyek penelitian atau informan dalam
peneltiannya, melainkan mengkaji secara umum dampak psikologis
anak dari perceraiaan. Memang Artikel tersebut memiliki persamaan
pembahasan dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti
yakni terkait dengan Dampak Psikologis anak pasca perceraiaan,
yang menjadi pembeda nantinya penulis akan turun langsung
kelapangan melakukan observasi dan meneliti secara langsung
dampak dari pada perceraiaan terhadap anak baik dampak psikologis
maupun ekonomi anak pasca perceraiaan.
4. Artikel Jurnal yang dibuat oleh Ahmad Al Yakin, yang berjudul
“Dampak Perceraian Orang Tua Terhadap Anak (Studi Kasus Di
SMA Negeri 1 Kecamatan Nosu Kabupaten Mamasa)”.8
Hasil penelitian dalam artikel tersebut ditemukan bahwa
dampak perceraiaan kepada peserta didik di SMA Negeri 1 Nosu,
Kecamatan Nosu, Kabupaten Mamasa yang orang tuanya bercerai
yakni Mega dan Risnawati Rena, setelah melakukan wawancara
dengan guru dan teman kelas didapati bahwa memiliki dampak
negatif dan dampak positif. Dampak negatif yang terlihat pada
subyek pertama (Mega) yakni emosi sedih dan marah, lebih tampak
menunjukkan sikap pendiam, perasaan dendam, rasa tidak percaya
diri dan kebencian, hingga perilaku agresif dengan teman sebayanya,
sedangkan dampak positif dari subyek adalah kematangan emosi dan
senang berdamai, tidak dendam kepada teman jika mengalami
8
Ahmad Al Yakin, Dampak Perceraian Orang Tua Terhadap Anak, Jurnal
Pepatuzdu, Vol. 8, No. 1, November 2014, hlm. 1.
10
konflik, tetap rajin bersekolah dan semngat mengikuti pelajaran.
Selanjutnya danmpak negatif yang terjadi pada subyek kedua
(Rismawati Rena) yakni tidak mampu mengontrol emosi dengan
baik dan sering menyendiri, sedangkan dampak positif yang di
dapati dari subyek kedua adalah mandiri dalam belajar (mengerjakan
PR), mudah menerima arahan dan nasehat dari siapapun,
keterbukaan. Kesimpulan dari penelitian tersebut adalah anak yang
berasal dari keluarga yang baru saja bercerai, biasanya berdampak
pada persoalan emosi yang dideskripsikan dengan tidak dapat
mengelola emosinya dengan baik, baik itu emosi marah ataupun
sedih, sering menyendiri dan menarik diri dari pergaulan.
Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan diatas, Pembahasan
tersebut memiliki keterkaitan dengan penelitian yang akan dilakukan
oleh peneliti dikarenakan sama-sama membahas tentang dampak
perceraian terhadap komdisi psikologis anak, Akan tetapi penelitian
yang akan dilakukan penulis lebih luas lagi bukan hanya tentang
dampak psikologis akan tetapi juga dampak ekonomi anak pasca
perceraiaan, itulah yang nantinya akan membedakan penelitian ini
dengan penelitian terdahulu.
5. Artikel Junal yang dibuat oleh Ayescha Ajrina, yang berjudul
“Dampak Perceraian Orang Tua Terhadap Prilaku Sosial Anak Di
Kecamatan Pontianak Barat Kalimantan Barat”.9
Berdasarkan hasil penelitian yang peneliti lakukan dilapangan,
dimana peneliti mengambil 5 informan untuk dilakukan wawancara,
dimana 2 diantaranya mengalami cerai talak dan 3 karena cerai
9
Ayescha Ajrina, Dampak Perceraiaan Orang Tua Terhadap Perilaku Sosial
Anak Di Kecamatan Pontianak Barat Kalimantan Barat, Jurnal S-1 Sosiologi, Vol. 3 No.
3, September 2015, hlm. 1.
11
gugat. Dari hasil penelitian tersebut disimpulkan bahwa dampak
perceraiaan orang tua terhadap prilaku anak dapat berdampak
negatif maupunm positif, prilaku sebelum terjadi perceraiaan lebih
menunjukkan perilaku positif, seperti memiliki semangat yang
tinggi, mempunyai sikap empati dan mampu menyesuaikan diri.
Sedangkan kondisi sosial anak korban perceraiaan anak cenderung
menunjukkan perilaku negatif, seperti tidak memiliki semangat
dalam belajar, emosional atau sulit mengontrol emosi, kurang
memiliki kepekaan terhadap apa yang dirasakan orang lain, seolah-
olah tidak peduli dan rentan untuk menjadi rendah diri karena
keadaan lingkungan sekitarnya.
Berdasarkan Pembahasan dan hasil penelitian diatas memang
memiliki keterkaitan dengan penelitian yang akan dilakukan oleh
peneliti, dimana peneliti juga akan meneliti tentang dampak
psikologis anak dari kasus perceraiaan, akan tetapi yang menjadi
pembeda nantinya terletak pada fokus penelitian dimana peneliti
hanya akan berfokus pada dampak setelah perceraiaan, tidak seperti
penelitian terdahulu yang pembahasnnya membandingkan tentang
prilaku sebelum dan sesudah terjadinya perceraiaan, dan juga
peneliti tidak hanya akan terfokus kepada dampak pesikologis atau
sosial anak pasca perceraiaan akan tetapi disamping itu akan
terfokus juga pada dampak ekonomi yang ditimbulkan kepada anak
pasca perceraiaan orang tua.
12
F. Kerangka Konseptual
a. Perceraian
Putusnya hubungan perkawinan karena perceraian adalah
putusnya ikatan perkawinan sebab dinyatakan talak oleh seorang
suami terhadap istrinya yang perkawinannya dilangsungkan
menurut agama Islam, yang dapat pula disebut dengan cerai
talak.10 Cerai talak ini selain diperuntukan bagi seorang suami
yang telah melangsungkan perkawinan menurut agama Islam
yang akan menceraikan istrinya, juga dapat dimanfaatkan oleh
istri jika suami melanggar perjanjian taklik talak. Dalam Pasal
39 Undang-Undang tentang Perkawinan menyatkan bahwa: (1)
perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang pengadilan
setelah pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak
berhasil mendamaikan kedua belah pihak. (2) untuk melakukan
perceraian itu harus ada cukup alasan, bahwa antara suami istri
itu tidak akan dapat hidup rukun sebagai suami istri. Ini berarti
Undang-Undang tentang Perkawinan menganut prinsip untuk
mempersukar terjadinya perceraian. Untuk memungkinkan
perceraian harus ada alasan-alasan tertentu serta harus dilakukan
di depan sidang pengadilan. Prinsip yang demikian ini sejalan
dengan tujuan perkawinan untuk membentuk kelarga yang
bahagia, kekal, dan sejahtera berdasarkan Ketuhanan Yang Maha
Esa.
Masalah putusnya perkawinan, Undang-Undang Nomor 1 Tahun
1974 mengaturnya dalam Bab VIII Pasal 38 sampai Pasal 41 Tahun
1975 Pasal 14 sampai dengan Pasal 36, dan hal-hal teknis lainnya
10
Dahwadin, Hakikat Perceraian Berdasarkan Ketentuan Hukum Islam Di
Indonesia, Yudisia : Jurnal Pemikiran Hukum Dan Islam, No. 1, Juni 2020, hlm. 89.
13
dalam Peraturan Menteri Agama Nomor 3 Tahun 1975. Ketentuan
Pasal 38 UU No 1 Tahun 1974 menyebutkan suatu perkawinan dapat
putus karena tiga hal, yaitu kematian salah satu pihak, perceraian, dan
atas putusan hakim. Selanjutnya dalam Pasal 39 ayat (1), (2) dan (3),
disebutkan pula bahwa perceraian hanya dapat dilakukan di depan
sidang Pengadilan setelah pengadilan (Majelis Hakim) tidak berhasil
mendamaikan ke dua belah pihak, serta cukup alasan bagi mereka
untuk bercerai karena tidak ada harapan lagi untuk hidup rukun dalam
suatu rumah tangga, perkawinan mereka betul-betul sudah pecah.
Gugatan perceraian dapat diajukan oleh pihak suami atau pihak istri
dengan alasan yang telah ditentukan oleh peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
merupakan sumber hukum perkawinan dan hukum keluarga Islam
yang mengatur secara lengkap dan modern tentang perkawinan dan
perceraian umat Islam yang berakar pada agama Islam. sebenarnya
Undang-undang ini jauh lebih sempurna dan lengkap mengenai
substansi yang diatur di dalamnya, baik sempurna dan lengkap
mengenai substansi yang diatur di dalamnya, baik berupa asas-asas
maupun norma-norma hukum perkawinan dan perceraian serta
kehidupan berkeluarga. Akan tetapi, dalam realitas keberlakuannya
dalam masyarakat Muslim sendiri. 11
b. Faktor Yang Menyebabkan Perceraian
Jika dirinci secara sistematis ada dua faktor besar yang
menyebabkan keretakan keluarga yakni : faktor internal dan faktor
eksternal. Yang termasuk faktor internal adalah : beban psikologis
11
Dahwadin, Hakikat Perceraian Berdasarkan Ketentuan Hukum Islam Di
Indonesia, Yudisia: Jurnal Pemikiran Hukum Dan Islam, No. 1, Juni 2020, hlm. 93.
14
ayah/ibu yang berat, tafsiran dan perlakuan marah dan sebagainya,
kecurigaan suami/istri bahwa salah satu diantara mereka diduga
berselingkuh, kurang berdialog atau berdiskusi tentang masalah
keluarga. Sedangkan faktor eksternal antara lain : campur tangan
pihak ketiga dalam masalah keluarga, persoalan ekonomi, perbedaan
usia yang besar, keinginan memperoleh anak, dan persoalan prinsip
hidup yang berbeda. Semua faktor ini menimbulkan suasana keruh
dan meruntuhkan kehidupan rumah tangga.Perceraian setidaknya
dapat menimbulkan kekacauan jiwa meski mungkin ini tidak terlalu
jauh. Peran keluarga yang dijalankan dan dibebani kepada satu
orang saja akan menjadi jauh lebih sulit jika dibandingkan oleh dua
orang.12
Faktor pendukung akibat terjadinya perceraian adalah:
4) Konflik antara suami dan istri yang tidak bisa dihentikan dan
tidak dapat diselesaikan sehingga makin berlarut-larut. Konflik
ini terjadi bila masing-masing tidak mau saling mengalah,
tidak ada lagi kesediaan untuk saling mendengar dan
menghargai salah satu pihak berbicara hanya untuk
memaksakan keinginan saja;
12
Rahmatia, Dampak Perceraian Pada Anak Usia Remaja, Artikel Program
Pascasarjana Jurusan Pendidikan Sosiologi, 2019, hlm. 4.
15
5) Tidak ada rasa cinta lagi;
13
Berlia Sukmawati, Dampak Perceraian Orang Tua Bagi Psikologis Anak,
JSGA Vol.03. No. 02 Tahun 2002, hlm. 30.
16
orang, terasa menjadi momen tragis paling drastis. Rasanya
kamu itu ingin bersembunyi saja di dalam cangkang‟ berupa
rumah atau kamar. Malu sekali untuk bertemu apalagi
berinteraksi dengan manusia lainnya.
3. Tidak Percaya Diri
Karena rasa malunya sudah berlebihan, otomatis
kepercayaan dirimu juga anjlok. Kondisi ini tentu enggak asyik.
Kamu seakan ikut menyalahkan diri sendiri atas perceraian yang
terjadi. Kamu sadar ada yang tidak beres dengan keluargamu.
Kamu berbeda, sehingga kamu tidak percaya diri untuk aktif di
sekolah, ikut perlombaan, apalagi sampai tampil di atas
panggung. 14
4. Takut dan Cemas Berlebihan (Kadang Irasional)
Merasa was-was dan takut pada segala sesuatu, bahkan
yang dianggap sepele sekali pun, tentu sangat menyiksa. Orang
lain, yang jelas-jelas tak merasakan, mungkin akan
memandangnya sebagai sesuatu yang lebay. Namun kondisi ini
memang nyata dan berdampak terhadap kehidupan seseorang.
Kalau dirasa sudah parah, boleh jadi kamu memerlukan terapi
atau konseling tersendiri.
5. Depresi
Salah satu gangguan kesehatan mental ini memang tidak
bisa diabaikan. Depresi bisa mengeruhkan mood, perasaan,
pikiran, bahkan aktivitas sehari-hari. Hal ini terlihat dari caramu
berinteraksi, negative thinking, memendam banyak hal, dsb,
yang terus menjadi bom waktu dan bisa meledak kapan saja.
6. Prestasi/Pengembangan Akademik
Ketika kamu menjadi anak broken home dalam keadaan
masih sekolah, bukan tak mungkin konsentrasimu akan
terganggu. Bagaimana pun, terlalu banyak hal yang masuk
dalam pikiran. Akibatnya bisa berupa nilai yang anjlok,
kepatuhan menurun, mudah tersulut amarah sehingga kerap
berselisih menggunakan mitra-mitra, dsb. Di satu sisi, keadaan
goncang ini memang bisa dimaklumi. Namun di sisi lain, tetap
saja perlu usaha untuk mengembalikan segala sesuatu sesuai
treknya. kamu harus berkonsultasi, atau berteman dengan sosok
yang saling support.15
14
Berlia Sukmawati, Dampak perceraian orang tua bagi psikologi anak, JSGA
Vol. 03 No. 02 Tahun 2002, hlm. 32.
15
Berlia Sukmawati, Dampak Perceraian Orang Tua Bagi Psikologi Anak,
JSGA Vol. 03 No. 02 Tahun 2002, hlm. 33
17
7. Tidak Mudah Percaya
Dua orang dewasa yang terpercaya di dunia malah
berpisah, menghancurkan kepercayaanmu bahwa keduanya
akan tetap bahagia bersama selamanya. tak ayal kalau rasa
percayamu jadi tergerus. kamu jadi skeptis pada segala janji dan
impian manis. kamu jadi ikut ragu dengan hubungan antara
murid serta guru, sahabat dengan sahabat, atau kekasih dengan
kekasih. Segala ketidaksetiaan atau pengkhianatan ada di
hadapan semakin menambah keraguan. Tetapi begitu
menemukan figur yang terpercaya, kamu akan mulai percaya,
oh cinta sejati itu mungkin belum benar-benar punah”
8. Gangguan Emosional
Keadaan emosi yang kacau bisa dipengaruhi oleh
banyak hal. Ya usia anak broken home-nya, kepribadiannya,
proses perpisahan orang tuanya, dsb. Namun keadaan rumah
atau keluarga yang goncang akan tetap memengaruhi kesehatan
mental. Kamu akan sangat sensitif, sering menangis diam-diam,
stress, marah, dsb.
9. Kurang Cukup Secara Materi
Ketika masih “lengkap Segala kebutuhan pun serasa bisa
ditebus dengan mudah. Namun ketika berpisah, kamu juga
menyadari kalau pendapatan keluarga ikut terpengaruh. Apalagi
kalau salah-satu dari keduanya, misal ibu, belum memiliki
penghasilan. Meski sudah dibuatkan kesepakatan, terkadang
segala yang sudah dirancang tidak terlaksana dengan baik.
Ujung-ujungnya, kamu ditempa untuk hidup seadanya. Kamu
belajar hemat dan bijak. Kalau sudah terbiasa sih tentu cukup
mudah. Namun jika situasi ini bikin kaget, kamu harus ekstra
sabar untuk beradaptasi.16
10. Tingkah Laku Anti-Sosial
Sebagian anak broken home menunjukkan emosinya
dengan cara bertingkah-laku kasar atau kurang sopan. Kalau
tidak dikendalikan, sikap itu bisa berlanjut menjadi
pemberontakan, melanggar aturan sekolah, berbohong pada
keluarga, dsb.
d. Dampak Perceraian Bagi Ekonomi Anak
16
Berlia Sukmawati, Dampak Perceraian Orang Tua Bagi Psikologi Anak,
JSGA Vol.03. No. 02 tahum 2002, hlm. 33.
18
Secara ekonomi keluarga yang baru bercerai akan mengalami
perubahan keuangan (kebutuhan hidup), dimana sang istri tidak lagi
mendapatkan nafkah dari mantan suami, sehingga sang istri akan
berusaha memenuhi kebutuhan anak dengan sendirinya (meskipun
mantan suami wajib memberi nafkah anak sampai anaknya mandiri).
Jika mantan ayah atau ibunya yang sudah menikah lagi maka
kebutuhan sang anak tidak akan terpenuhi lagi secara maksimal,
karena penghasilan orang tuanya yang sudah menikah lagi dibagi ke
istri barunya. Selain perubahan kebutuhan hidup atau keuangan,
perceraiaan tersebut membawa dampak terhatap pendidikan anak.
Setelah orang tuanya bercerai anak kurang mendapatkan perhatian
dari ayah atau dari ibunya. Anak tersebut akan terganggu dalam
proses pembelajarannya. Bahkan karena tidak ada yang menanggung
biaya sekolah seperti telat membayar SPP dan pembangunan
akhirnya anak akan terganggu proses belajarnya di sekolah bahkan
bisa jadi sampai putus sekolah.
Hak nafkah anak pasca perceraian di atur dalam pasal 41
undang- undang nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan,
menentukan bahwa akibat dari putusnya perkawinan suami tetap
memiliki kewajiban memberikan nafkah kepada anak-anaknya.
Ketentuan ini juga dipertegas dalam pasal 105 huruf (c) kompilasi
hukum islam bahwa biaya pemeliharaan ditanggung oleh ayahnya.
Kemudian diperjelas lagi didalam pasal 156 huruf (d) yang
menegaskan bahwa “Semua biaya hadhanah dan nafkah anak
menjadi tanggungan ayah menurut kemampuannya, sekurang
kurangnya sampai anak tersebut dewasa dan dapat mengurus diri
sendiri (21 tahun)”. Menurut islam kewajiban suami untuk
19
memenuhi segala kebutuhan rumah tangga yang menyangkut
pasangan, membiayai pendidikan anak, kesehatan dan sebagainya.
Kewajiban ayah (suami) memberikan nafkah ini di atur didalam Al-
Qur’an diantaranya: At-Thalaq :7. Kewajiban suami memberi
nafkah ini dilegalkan didalam hukum positif Indonesia yakni melalui
Undang-Undang perkawinan nomor 1 tahun 1974 yang kemudian di
kuatkan dengan Kompilasi Hukum Islam. Terlebih legbih dengan
keluarnya undang-undang nomor 35 tahun 2014 tentang
perlindungan anak dan undang-undang nomor 4 tahun 1979 tentang
kesejahtraan anak. Di dalamnya Undang-Undang nomor 1 tahun
1974 diatur tentang kewajiban ayah memberikan nafkah kepada
anaknya, bahkan setelah terjadi perceraian. 17
G. Metode Penelitian
1. Pendektan Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan jenis atau
metode penelitian yang bersifat kualitatif. Penelitian kualitatif
merupakan peroses penelitian yang menghasilkan data-data
deskriptif yakni kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan
perilaku yang dapat di amati. Di dalam penelitian ini, peneliti akan
mendeskripsikan tentang Dampak Perceraian Terhadap Kondisi
Psikologis dan Ekonomi Anak di Desa Lajut, Kecamatan Praya
Tengah, Lombok Tengah.
2. Kehadiran Peneliti
17
Nurjana Antareng, Perlindungan atas hak nafkah anak setelah perceraian
menurut perspektif Hukum islam. Study pengadilan agama manado, Lex et Societatis,
Vol. 6 No. 4, 2018, hlm.1.
20
Maksud daripada kehadiran peneliti disini adalah peneliti
terjun langung ke lokasi penelitian dengan dilakukan secara terus
menerus guna mendapatkan data yang valid. Kehadiran peneliti
dalam penelitian kualitatif sifatnya wajib dan mutlak dibutuhkan.
Dengan peneliti terjun langsung ke lokai penelitian maka bisa
mengetahui serta mendapatkan gambaran tentang Dampak
Perceraian Terhadap Kondisi Psikologis dan Ekonomi Anak di Desa
Lajut, Kecamatan Praya Tengah, Lombok Tengah.
3. Lokasi Penelitian
Dalam penelitian ini berdasarkan pada paparan sebelumnya
setelah peneliti melakukan pengamatan maka peneliti akan
melaksanakan penelitian di Desa Lajut, Kecamatan Praya Tengah,
Lombok Tengah. Adapun alasan peneliti memilih lokasi penelitian
tersebut adalah peneliti menemukan banyak keluarga yang bercerai
dan mengakibatkan dampak bagi anak-anak yang menjadi korban
daripada kasus perceraian, terlebih lagi lokasi yang strategis dan
ekonomis membuat peneliti bisa mengunjngi setiap waktu, sehingga
data yang di dapatkan juga akan lebih akurat.
4. Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
kualitatif. Data kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk
memahami fenomena tentang apa yang di alami oleh subjek
penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan dan lain-
lain secarara holistik dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata
dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan
memanfaatkan berbagai metode alamiah.
21
Sumber data merupakan sumber dimana data dapat
diperoleh. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
datya primer dan skunder:
a. Data perimer, yaitu data yang diperoleh langsung melalui
wawancara dengan masyarakat yang menjadi pelaku perceraiaan
di Desa Lajut, Kecamatan Praya Tengah, Lombok Tengah.
b. Data sekunder, yaitu data yang diperoleh secara tidak langsung
melalui arsip, data dan dokumen yang memiliki hubungan erat
dengan permasalahn kajian penelitian.
5. Teknik Pengumpulan Data
a. Metode Obervasi
Observasi adalah metode pengumpulan data yang
digunakan untuk menghimpun data penelitian dengan cara
melakukan pengamatan dan pengindraan. Beberapa informasi
yang diperoleh dari hasil observasi adalah ruang, pelaku,
kegiatan, objek, perbuatan, peristiwa atau kejadian, waktu, dan
perasaan. Alasan peneliti melakukan observasi adalah untuk
menyajikan gambaran realistik perilaku atau kejadian, untuk
menjawab pertanyaan, untuk membantu memahami prilaku
manusia, dan untuk evaluasi yaitu melakukan pengukuran
terhadap aspek tertentu melakukan umpan balik terhadap
pengukuran tersebut. Dalam observasi ini peneliti mengamati
Dampak Perceraian Terhadap Kondisi Psikologis dan Ekonomis
Anak.
b. Metode Wawancara
Wawancara merupakan alat checking atau pembuktian
terhadap informasi atau keterangan yang diperoleh sebelumnya.
22
Teknik wawancara yang digunakan dalam penelitian kualitatif
adalah wawancara mendalam. Wawancara mendalam adalah
proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan
cara Tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara
dengan informan atau orang yang diwawancarai, dengan
menggunakan pedoman wawancara, dimana informan terlibat
dalam kehidupan sosial.
Dalam penelitian ini informan yang di wawancarai
adalah masyarakat/keluarga yang menjadi pelaku perceraian di
Desa Lajut, Kecamatan Praya Tengah, Lombok Tengah
c. Metode Dokumentasi
Dokumentasi merupakan catatan-catatan peristiwa yang
sudah berlalu. Sejumlah besar fakta dan data tersimpan dalam
bahan yang berbentuk dokumentasi, sebagaian data yang
tersedia adalah berbertuk surat-surat, foto dan sebagainya. Sifat
data ini terbatas pada ruang dan waktu sehingga memberi
peluang kepada peneliti untuk mengetahui hal-hal yang pernah
terjadi diwaktu yang silam. Dalam teknik ini peneliti
mengumpulkan dokumen berupa foto, surat-surat dan lainnya
yang disampaikan oleh narasumber.18
6. Teknik Analisa Data
Menurut basrowi dan suwandi dalam buku memahami
penelitian kualitatif analisis data kualitatif di temukan oleh Miles
dan Huberman pada prinsipnya analisis kualitatif dilakukan
bersamaan dengan proses pengumpulan data. Menurut miles dan
huberman teknik analisis data mencangkup 3 tahapan yaitu:
18
Pupu Saeful Rahmat, Penelitian Kualitatif, Equilibrium, vol. 5, No. 9, Januari-
Juni 2009, hlm. 6-7.
23
a. Redukasi Data
Redukdsi data merupakan proses pemilihan, pemusatan
perhatian, pengabstraksikan dan pentransformasian data kasar
dari lapangan. Proses ini berlangsung selama penelitaian, dari
awal hingga akhir penelitian. Produk dari reduksi data adalah
berupa ringkasan dan catatan. Pada proses ini penulis
melakukan pengumpulan data melalui proses awal yaitu
melakukan observasi ke lapangan, wawancara, dan berbagai
dokumen berdasarkan kategorisasi yang sesuai dengan maasalah
penelitian kemudian dikembangkan penajaman data melalui
pencarian data selanjutnya.
b. Penyajian Data
Penyajian data adalah suatu proses dimana pengumpulan
informasi yang disusun berdasarkan pengelompokan atau
kategori yang diperlukan. Penyajian data bisa dilakukan dalam
bentuk uraian singkat, bagan hubungan antar kategori, dan
sejenisnya. Yang paling sering digunakan untuk menyajiakan
data dalam penelitian kualitatif adalah dengan teks yang bersifat
naratif. Melalui data yang disajikan kita dapat memahami apa
yang sedang terjadi dan tindakan apa yang yang harus
dilakukan, atas pemahaman yang didapat dari data tersebut.19
c. Penarikan Kesimpulan
Penarikan kesimpulan atau proses verifikasi adalah
proses penyederhanaan makna daripada hasil penelitian yang
dituangkan dalam kalimat yang lebih sederhana, singkat padat
19
Sandi Hesti Sondak, Faktor-Faktor Loyalitas Pegawai Dinas Pendidikan
Daerah Provinsi Sulawesi Utara, Jurnal EMBA, Vol.7 No 1 Januari 2019, hlm. 671-680.
24
dan mudah dipahami, dilakukan melalui proses berulangkali
agar keabsahan dan validitasnya terjamin.
Dari penjelasan di atas dalam menganalisa data yang
telah terkumpul, peneliti melengkapi dan mengklasifikasikan
data-data yang diperoleh dilapangan, baik data yang diperoleh
melalui observasi, wawancara dan dokumentasi. Kemudian
peneliti memberikan kesimpulan terhadap data yang telah
dianalisis.
7. Keabsahan Data
Setelah data dikumpulkan dan di analisis, langkah selanjutnya
yakni memeriksa keabsahan. Beberapa cara yang dapat digunakan
oleh peneliti untuk memeriksa keabsahannya yakni:
a. Perpanjangan Kehadiran Peneliti
Artinya peneliti harus lebih giat lagi turun kelapangan
melakukan pengamatan secara lebih cermat dan berkelanjutan.
Dengan cara tersebut keabsahan dan urutan peristiwa dapat
diperoleh secara pasti dan sitematis.
b. Trianggulasi
Teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan
bentuk lain selain data untuk keperluan pengecekan atau sebagai
perbandingan terhadap data yang diperoleh. Teknik Trianggulasi
data dibagi menjadi 2 bagian, yakni:
1. Trianggulasi Sumber
Trianggulasi sumber dilakukan dengan cara
membandingkan data hasil wawancara dengan hasil observasi,
data hasil observasi yang satu dengan hasil observasi yang
25
lain, dan membandingkan hasil wawancara dengan hasil
wawancara yang lain.
2. Trianggulasi Metode
Trianggulasi metode dilakukan dengan berbagai teknik
pengumpulan data yang diajukan untuk memperoleh informasi
yang serupa. Trianggulasi metode dilakukan secara bersama
saat kegiatan wawancara dengan responden atau narasumber
yang ada dilokasi.
c. Pembahasan Dengan Teman Sejawat
Teknik ini dilakukan dengan cara mendiskusikan hasil
penelitian dengan teman sejawat, dosen pembimbing atau dengan
seseorang yang ahli guna memperoleh kritik-kritik dan saran.
Dengan cara tersebut peneliti dapat mencari kelemahan
penafsiran yang kurang jelas agar data yang ditampilkan peneliti
dalam laporannya benar-benar valid.
d. Kecukupan refrensi
Peneliti harus memiliki refrensi yang cukup seperti
observsi, wawancaa dan dokumentasi, agar penyajian data lebih
akurat dan valid.
26
H. Sistematika Pembahasan
27
I. Rencana Jadwal Kegiatan
Adapun mengenai rencana jadwal kegiatan penelitian, yaitu akan
dilaksanakan selama 5 bulan dengan rincian sebagai berikut:
Bulan Ke-
No Kegiatan
1 2 3 4 5
1. Penyusunan Proposal
2. Seminar Proposal
3. Pelaksanaaan Penelitian
28
BAB II
29
Sebelah Utara : Desa Batunyala
Sebelah Selatas : Desa Kawo
Sebelah Timur : Desa Pejanggik
Sebelah Barat : Kelurahan Sesake
30
Lembaga Keagamaan/Nonformal
Dusun Lajut terbilang sangat aktif atau hampir setiap hari
diadakan pengajian di beberapa pondok pesantren sekaligus
majlis Taklim dibeberapa dusun, diantaranya;
1. Pondok Pesantren Ihya Ulumuddin: Dusun ledang
2. Pondok Pesantren/Majlis Hubbun Nabi Muhammad:
Dusun Tempas
3. Pondok Pesantren Assarhiyah Datok Lopan: Dusun
Lingkuk Baru
4. Majlis Baitul Makmur: Dusun Lajut
3. Tempat Ibadah
Di Desa Lajut terdapat beberapa tempat ibadah atau masjid
yang ada disetiap dusun di wilayah Desa Lajut, diantaranya;
1. Masjid Al-ittihad : Dusun Lajut
2. Masjid Jami’ Al-Muttaqin : Dusun Ledang
3. Masjid Darul Mu’min : Dusun Ngolak
4. Masjid Miftahul Jannah : Dusun Mertak
5. Masjid Bitul Jannah : Dusun Setai
6. Masjid Nurul Huda : Dusun Lengkok Baru
7. Masjid Darussalam : Dusun Tempas
8. Masjid Nurul Hidayah : Dusun Selebung
9. Masjid Miftahul ula : Dusun Selebung
10. Masjid Nurul muttaqin : Dusun Pelendek
11. Masjid Baiturrahman : Dusun Kandong
12. Masjid Baiturrahim : Dusun Kandong
4. Penduduk dan Agama/Kepercayaan
31
Jumlah penduduk di Desa Lajut dengan update data terbaru
berjumlah 8671 jiwa, dengan rincian sebagai berikut:
a. Laki-laki : 4413 jiwa
b. Perempuan : 4258 jiwa
32
Tabel 2.2
Jenis Pekerjaan Masyarakat Di Desa Lajut 20
No Jenis pekerjaan Jumlah
1. Sektor Pertanian 2070
2. Buruh Tani 359
3. Buruh Pabrik 464
4. PNS 72
5. Pegawai Swasta 252
6. Wiraswasta 176
7. Polisi 8
8. TNI 1
9. Bidan 3
10. Perawat 1
11. Pekerjaan Lainnya 150
6. Budaya
Budaya merupakan sesuatu yang dapat dijadikan sebagai
identitas atau ciri khas yang dilakukan dalam suatu daerah. Untuk
itu masyarakat di daerah tersebut harus tetap menjaga dan
mengembangkan budaya yang telah ada. Sedangkan keadaan
budaya yang masih dilakukan atau yang masih diterapkan
masyarakat di Desa Lajut yaitu dapat dilihat dari partisipasi
masyarakat yang diadakan dalam proses berlangsungnya acara
tersebut. Adapun budaya yang masih diterapkan atau dilakukan
oleh masyarakat di Desa Lajut sampai saat ini adalah Budaya
20
Arsif Profile Desa Lajut, Dikutip 2 Oktober 2022
33
zikiran orang mati dari malam pertama sampai ke Sembilan
(Nyiwak), Roah, Perak Api, Budaya Belangar, Budaya Sorong
Serah (Bagi Menak) atau keturunan lalu, dan Budaya Nyongkolan.
7. Jumlah kasus perceraiaan di Desa Lajut dari tahun 2021 sampai
dengan tahun 2022 atau dalam kurun waktu 2 tahun terakhir
berjumlah 28 kasus dengan rincian sebagai berikut;
Tabel 2.3
Jumlah Kasus Perceraian Di Desa Lajut Tahun 2021-202221
No Nama Dusun Jumlah Kasus
1. Dusun Lajut 8
2. Dusun Ledang 1
3. Dusun Ngolak 2
4. Dusun Kandong 6
5. Dusun Tempas 7
6. Dusun Setui 1
7. Dusun Lingkuk Baru 1
8. Dusun Selebung 1
9. Dusun Mertak Baru -
10. Dusun Pelendek 1
21
Arsip Data 10 Kepala Dusun Di Desa Lajut, Tahun 2021- 2022
34
Tabel 2.4
Data Informan
No Nama/Inisial Alamat Usia Pekerjaan Tahun Nama/Inisial Usia
Ayah/Ibu Bercerai Anak Anak
1. Ibu BF Dusun 31 Pengangguran Tahun SA 11
Lajut Tahun 2022 Tahun
2. Bapak WS Dusun 26 Wiraswasta Tahun MMD 5
Lajut Tahun 2021 Tahun
3. Bapak MT Dusun 40 Wiraswasta Tahun NP 14
Lajut Tahun 2021 Tahun
4. Ibu M Dusun 39 Pedagang Tahun AH 15
Pelendek Tahun 2021 Tahun
5. Bapak SS Dusun 30 Wiraswasta Tahun DD 13
Ledang Tahun 2022 Tahun
6. Bapak MR Dusun 40 Buruh Tahun MS 17
Lingkuk Tahun Bangunan 2021 Tahun
Baru
35
Dalam kehidupan berumah tangga segala aspek kebutuhan
harus terpenuhi salah satunya dalam hal kebutuhan seksual, jika
kebutuhan tersebut tidak terpenuhi dan salah satu pasangan merasa
tidak puas, bukan tidak mungkin salah satu pasangan akan mencari
kepuasan dengan orang lain, yang biasa kita sebut sebagai
perselingkuhan.
Seperti perselingkuhan yang dilakukan oleh mantan suami
dari ibu BF yang berujung dengan perceraiaan. Berikut adalah
hasil wawancara dengan ibu BF tentang faktor yang menyebabkan
perceraiaannya:
“Sejak akhir tahun 2021 kemarin saya banyak mendapati
laporan dari tetangga saya bahwa suami saya sering mampir
kerumah janda di dusun sebelah, Namun saat saya bertanya
dia selalu mengelak dan menjawab dengan nada tinggi serta
berkata kasar, bahkan saya pernah memergokinya sedang
video call dengan wanita lain, sejak saat itulah sering
terjadi pertengkaran dengan masalah yang sama terus-
menerus sehingga pada awal tahun kemarin saya meminta
cerai kepada mantan suami saya karena saya tidak tahan
lagi dengan sikap dia yang sering berkata kasar, pulang
tengah malam dan kadang tidak pulang semalaman”. 22
22
BF, Wawancara, Lajut, 16 September 2022, Pukul 17.00 WITA
36
sekarang, memang saya dan mantan istri saya jarang atau
bahkan tidak pernah bertengkar meskipun dia mengetahui
bahwa saya berselingkuh, karena memang belakangan
sebelum bercerai dia menjadi pendiam dan hal semacam itu
yang membuat keluarga saya menjadi kurang harmonis dan
akhirnya saya memutuskan untuk menceraikannya”.23
2. Faktor Ekonomi
Kesetabilan ekonomi di dalam suatu keluarga akan
berpengaruh besar terhadap kebahagiaan didalam keluarga
tersebut, usaha-usaha yang penghasilannya berjalan dengan baik
dan teratur memungkinkan terjadinya kesetabilan ekonomi yang
kemungkinan akan lebih besar terjadinya kebahagiaan. Namun
berbanding terbalik dengan apa yang di alami keluarga Bapak MR
23
MT, Wawancara, Lajut, 27 September 2022, Pukul 16.30 WITA
24
M, Wawancara, Pelendek, 6 Oktober 2022, Pukul 16.30 WITA
37
yang bercerai karena alassan ekonomi yang tidak menentu/tidak
stabil dan tuntutan dari istrinya. Berikut hasil wawan cara dengan
Bapak MR tentang faktor penyebab perceraiannya:
“Pertengkaran dengan istri saya sering terjadi terlebih
setelah terjadinya pandemi kemarin, karena sulit mencari
termpat bekerja dan mantan istri saya selalu menuntut
untuk selalu ada, dia terkadang tidak mau tau dan tidak
mengerti dengan keadaan, dia ingin selalu kepentingannya
terlebih dalam hal pribadi selalu terpenuhi. Sedangkan saya
hanya bekerja sebagai buruh bangunan, yang dimana
terkadang ada dan tidak ada proyek yang saya kerjakan.
Oleh karena itulah sering terjadi pertengkaran dan akhirnya
saya memutuskan untuk menceraikannya”. 25
3. Faktor Perselisihan
Dalam sebuah rumah tangga pasti perselisihan atau
pertengkaran dan salah faham antara satu dengan yang lain hal
yang biasa terjadi, namun perselisihan dalam bentuk apapun jika
tidak ada yang mau mengalah dan mengedepankan kepentingan
demi kebaikan bersama dalam konteks menjaga keharmonisan
rumah tangga pasti akan berujung pada perceraian. Seperti yang di
alami oleh Bapak WS yang bercerai akibat dari perselisihan yang
sering terjadi. Berikut adalah hasil wawancara dengan Bapak WS
terkait dengan penyebab dari perceraiannya:
“Semenjak saya menikah dengan mantan istri saya memang
sering terjadi perselisihan, karena hal sepele misalkan
karena saya memperingatinya untuk tidak terlalu main hp
dan lebih memperhatikan anak, terkadang lupa untuk
memasak dan mengerjakan pekerjaan rumah tangga
lainnya. Setiap saya mencoba untuk menasehati atau
mencoba menyelesaikan secara baik-baik namun respon dia
kurang baik atau tidak ada itikad baiknya terhadap nasehat
yang saya berikan, malah sikapnya semakin melunjak dan
25
MR, Wawancara, Lingkuk Baru, 18 Oktober 2022, Pukul 17.30 WITA
38
dia selalu ingin sesuai dengan apa yang dia inginkan, dia
tidak pernah mau salah meskipun kenyatannya dia berbuat
salah, saya memang tidak ada niatan untuk menceraikannya
namun setelah mendengar nasehat dari orang tua saya yang
menyuruh saya menceraikannya, karena memang bukan
hanya nasehat dan perkataan saya saja yang dia hiraukan
namun dari kedua orang tua saya juga, dan pada akhirnya
saya memutusan untuk menceraikannya karena saya rasa
juga sudah tidak mungkin untuk dipertahankan lagi”. 26
26
WS, Wawancara, Lajut, 22 September 2022, Pukul 14.00 WITA
27
SS, Wawancara, Lajut, 10 Oktober 2022, Pukul 15.00 WITA
39
Perceraiaan dapat berdampak langsung terhadap perubahan
sikap maupun stabilitas emosional pada seseorang atau yang biasa
kita sebut dengan psikologis, seperti yang di sampaikan beberapa
responden berikut ini:
Wawancara yang pertama yakni dengan keluarga ibu BF yang
menceritkan tentang perubahan sikap dan prilaku anaknya setelah dia
bercerai:
“Hubungan saya dengan anak saya alhamdulillah sampai
Sekarang terbilang cukup baik, namun ada yang berubah dari
keperibadiaan anak saya mulai dari sering berkelahi di sekolah
maupun dirumah, sikapnya juga lebih pendiam dan terkadang
saya sesekali melihat dia merenung seperti mempunyai banyak
beban pikiran”.28
Ibu BF juga menuturkan tentang prihal Pendidikan anaknya:
28
BF, Wawancara, Lajut, 16 September 2022, Pukul 17.00 WITA
29
BF, Wawancara, Lajut, 16 September 2022, Pukul 17.00 WITA
40
“Saya sering berkelahi karena saya tidak suka dengan teman-
teman yang mengolok-olok saya dengan menyebut nama
orang tua, saya jarang mematuhi perintah ibu saya, dan saya
kadang marah jika disuruh-suruh”30
Wawancara yang kedua yakni dengan keluarga Ibu M yang
dimana anaknya menunjukkan perubahan sifat dan perilaku yang
drastis, berikut adalah hasil wawancara dengan Ibu M dan Anaknya
AH:
30
SA, Wawancara, Lajut, 16 September 2022, Pukul 17.30 WITA
31
M, Wawancara, Pelendek, 6 Oktober 2022, Pukul 16.30 WITA
41
sering menjahili teman dan sering berkelahi lantaran mereka
suka melaporkan saya ke guru jika membolos, dan tidak
mengerjakan tugas, saya juga sering marah jika teman saya
mengolok-olok saya dengan panggilan nama yang jelek dan
memanggil dengan menyebut nama orang tua”.32
32
AH, Wawancara, Pelendek, 6 Oktober 2022, Pukul 17.00 WITA
33
MR, Wawancara, Lingkuk Baru, 18 Oktober 2022, Pukul 17.00 WITA
42
itu yang membuat saya lupa pergi kesekolah, disekolah juga
saya sering berkelahi karena prihal taruhan bola dengan teman
dan saya paling tidak suka dengan teman yang memanggil
nama orang tua saya serta teman yang suka melapor ke guru
saat saya bolos jam pelajaran, terkadang saya berbohong
meminta uang untuk pembayaran SPP ke Bapak saya namun
saya menggunakannya ke hal lain”.34
34
MS, Wawancara, Lingkuk Baru, 20 Oktober 2022, Pukul 16.00 WITA
35
MT, Wawancara, Lajut, 27 September 2022, Pukul 16.00 WITA
43
baik saja dengan Ibu saya biasa menelpon 1x sebulan karena
memang Ibu saya berasal dari luar daerah (medan) dan sejak
bercerai dengan Ayah saya, saya tidak pernah bertemu
langsung dengannya, hanya sesekali lewat panggilan video,
disekolah saya selalu mengerjakan tugas dan apa yang
diperintahkan Guru, saya hanya sering di hukum karena
terlambat datang ke sekolah, karena memang saya
menggunakan angkutan umum. Saya tidak pernah berkelahi
tetapi saya sesekali marah jika ada teman yang jail kepada
saya”. 36
Penuturan tentang perilaku dan sikap anak yang baik baik saja
setelah perceraian juga di sampaikan oleh Bapak SS yang anaknya
terlihat seperti biasanya, berikut hasil wawancara dengan Bapak SS:
“Anak saya salah satu anak yang baik menurut saya, dia
penurut dan selalu menghormati orang lain, dia juga jujur
kepada saya dan orang sekitarnya, saya sering memberinya
nasehat agar pandai pandai dalam memilih teman bergaul,
meskipun dia tinggal terpisah dengan saya semenjak saya
menikah lagi, dia rajin bersekolah dan inisiatif serta semangat
belajarnya tetap ada, dia juga rajin membantu pekerjaan rumah
seperti menyapu dan mencuci piring, dia juga terlihat lebih
bertanggung jawab kepada dirinya sendiri (lebih mandiri),
setau saya juga dia tidak pernah mendapatkan masalah
disekolah maupun dirumah, karena setiap saya menjenguknya
dia selalu bercerita tentang hal yang terbilang positif’. 37
36
NP, Wawancara, Lajut, 27 September 2022, Pukul 15.00 WITA
37
SS, Wawancara, Ledang , 10 Oktober 2022, Pukul 16.00 WITA
44
saya, menasehati saya agar selalu taat dengan perkataan orang
tua maupun orang lain selagi itu bersifat baik bagi saya dan
ayah saya juga selalu memperingati saya untuk tetap tekun
belajar dan fokus dalam hal pendidikan, disekolah saya tidak
pernah dihukum karena tidak mengerjakan tugas dan
alhamdulillah saya selalu masuk peringkat 10 besar dikelas,
hubungan saya dengan teman-teman saya juga baik, akan
tetapi teman cowok kadang suka usil itu yang membuat saya
marah”. 38
38
DD, Wawancara, Ledang, 10 Oktober 2022, Pukul 17.00 WITA
45
saya berikan dan saya usahakan karena saya tidak tega melihat
anak saya berangkat ke sekolah tanpa uang saku”. 39
39
BF, Wawancara, Lajut, 16 September 2022, Pukul 17.00 WITA
40
SA, Wawancara, Lajut, 16 September 2022, Pukul 17.30 WITA
41
M, Wawancara, Pelendek, 6 Oktober 2022, Pukul 16.30 WITA
46
ujar AH saat sesi wawancara, berikut adalah hasil wawancara dengan
AH:
“Setelah Ayah dan Ibu saya bercerai, Ayah saya pergi bekerja
keluar negeri dan biaya keseharian saya lebih sering diberikan
oleh bibik saya, Ayah saya memang mengirimkan saya uang
tetapi itu terjadi beberapa bulan sekali kadang 2/3 bulan sekali,
dan jumlahnya pun tidak mencukupi untuk keperluan sehari
hari saya”. 42
42
AH, Wawancara, Pelendek, 6 Oktober 2022, Pukul 17.00 WITA
43
MR, Wawancara, Lingkuk Baru, 18 Oktober 2022, Pukul 17.00 WITA
47
yang membuat saya terkadang malas masuk sekolah, dan juga
pembayaran SPP sering menunggak atau tidak tepat waktu,
memang saya sering menggunakan uang SPP untuk keperluan
lain untuk pribadi saya, tapi diluar itu memang sering sekali
terlambat membayar dan terkadang guru saya memberikan
surat peringatan penunggakan SPP”.44
44
MS, Wawancara, Lingkuk Baru, 20 Oktober 2022, Pukul 16.00 WITA
45
SS, Wawancara, Ledang, 10 Oktober 2022, Pukul 16.00 WITA
46
DD, Wawancara, Ledang, 10 Oktober 2022, Pukul 17.00 WITA
48
Berbeda dengan informan sebelumnya Bapak MT menuturkan
keadaan ekonomi keluarganya baik-baik saja terutama kebutuhan dari
putrinya NP, berikut hasil wawancara dengan keuarga Bapak MT:
“Pembiayaan putri saya seluruhnya dari saya sediri, pekerjaan
saya sendiri sebagai wiaswasta dengan penghasilan -+3 juta
perbulannya hal tersebut sudah cukup untuk membiayai
keperluan anak saya, karena memang belum ada pembayaran
sekolah yang cukup membebani, kalua sebatas biaya
keseharian alhamdulillah terpenuhi”.47
47
MT, Wawancara, Lajut, 27 September 2022, Pukul 16.00 WITA
48
NP, Wawancara, Lajut, 27 September 2022, Pukul 15.00 WITA
49
WS, Wawancara, Lajut, 22 September 2022, 14.00 WITA
49
BAB III
PEMBAHASAN
Pada bab ini peneliti akan membahas dan menganalisis tentang hasil
temuan di lapangan mengenai faktor yang melatarbelakangi terjadinya
Perceraian, dampak Psikolgis dan dampak Ekonomi anak pasca perceraian
orang tua yang terjadi di Desa Lajut Kecamatan Praya Tengah Kabupaten
Lombok Tengah.
Faktor
Perselisihan
33%
Faktor
Perselingkuhan
50%
Faktor
Ekonomi
17%
50
1. Perceraiaan Karena Faktor Perselingkuhan
Keluarga responden pertama yang mengakui bercerai karena
faktor perselingkuhan adalah Ibu BF yang kecewa dengan suaminya
karena berselingkuh dengan wanita lain, hal tersebut sesuai dengan
penuturan yang dikatakan oleh beliau saat sesi wawancara, dia sering
sekali mendapati laporan dari tetangga bahwa suaminya sering
mampir kerumah wanita lain, bahkan pernah juga dia memergokinya
sedang video call dengan seorang wanita yang dia yakini bahwa itu
selingkuhannya, masalah yang sama terus menerus terulang dalam
keluarga Ibu BF sehingga pada akhirnya dia menggugat dan minta
untuk di ceraikan oleh mantan suaminya tersebut.
Hal yang sama juga di katakan pada saat wawancara dengan
Ibu M yang menggugat/meminta cerai kepada mantan suaminya,
dalam wawancara yang peneliti lakukan dengan Ibu M, beliau
menuturkan bahwa memang sering sekali terjadi perselisihan akibat
kemunculan orang ketiga, hal tersebut di ketahuinya lantaran sering
sekali mendapati suaminya menelpon dengan seseorang sampai larut
malam, ibu M juga menambahkan bahwa mantan suaminya itu pernah
menyampaikan keinginan untuk melakukan poligami terhadapnya,
namun karena sakit hati dan tidak sudi di poligami ia meminta untuk
di ceraikan namun mantan suaminya mengatakan tidak akan
menceraikannya, singkat cerita mereka menyelesaikan secara
kekeluargaan dan menemukan solusi dengan jalan keluar melalui
perceraian.
Berbeda dengan 2 responden di atas yang menyampaikan
gugatan kepada suaminya lantaran perselingkuhan, responden Bapak
MT malah mengakui dan menceritakan tentang dirinya yang
51
berselingkuh, dia menyebutkan bahwa dia sudah nyaman dengan
wanita lain yang hubungan mereka jalani sudah cukup lama secara
diam-diam, dia menceritakan alasan berselingkuh dan menceraikan
istrinya lantaran sudah tidak tahan dengan sikap pendiam dari mantan
istrinya, dia menuturkan karena sikap pendiam dari istrinya suasana
dalam keluarganya pun belakangan ikut berubah, dia merasa
kehangatan dalam keluargaya sudah hilang, dia tidak begitu mengerti
dengan sikap istrinya yang berubah seperti itu. Sehingga ia memilih
keputusan untuk menceraikan mantan istrinya tersebut.
Perselingkuhan akan terjadi apabila salah satu pihak tidak puas
dengan pasangannya, motif perselingkuhan biasanya terjadi akibat
dari dorongan, hasrat, rasa ketertarikan atas lawan jenis, dan
keinginan atau nafsu yang berasal dari diri seseorang, untuk
melakukan suatu hubungan yang bertentangan dengan norma dan
hukum yang berlaku di dalam tatanan masyarakat yang dilakukan
dengan orang lain diluar pernikahannya dilakukan dengan cara
sembunyi-sembunyi untuk memenuhi kebutuhan seksual yang tidak
bisa dipenuhi oleh pasangannya yang sah.
Secara etimologi, motif perselingkuhan yakni gerakan,
dorongan atau pembangkit tenaga yang dilakukan untuk melakukan
hubungan pribadi diluar nikah melibatatkan dua orang yang salah satu
atau kedua-duanya berstatus sudah menikah, dan didasari oleh tiga
unsur yakni saling ketertarikan, saling ketrgantungan, saling
memenuhi secara emosional dan seksual. Perselingkuhan tidak selalu
berarti hubungan yang melibatkan kontak seksual. 50
50
Glass and Staebeli, Permasalahan Perkawinan, (Bandung: PT Citra Aditya
Bakti), 2003, hlm.45.
52
2. Perceraian Karena Faktor Perselisihan
Dalam rumah tangga sebuah perselisihan dan pertengkaran
adalah hal yang biasa dan sering terjadi, namun bila tidak
diselesaikan dengan baik bukan tidak mungkin akan berakhir
dengan perceraian. Seperti yang terjadi dalam keluarga Bapak WS
dan Bapak SS.
Dalam sesi wawancara dengan Bapak WS beliau
menuturkan bahwa semenjak menikah dengan mantan istrinya
memang sering terjadi konflik atau perselisihan karena hal-hal
kecil seperti memperingati istrinya untuk memperhatikan anaknya,
mencuci dan memasak tanpa disuruh, namun jika diperingati
istrinya malah balik memarahinya. Ketika beliau mencoba untuk
menyelesaikan dengan baik namun respon dari mantan istrinya
selalu dengan respon yang kurang baik. Beliau juga menuturkan
sikap istrinya yang selalu melunjak jika di nasehati dan semua
harus sesuai keinginanya, istrinya yang memiliki ego yang besar
dan tidak mau terlihat salah meskipun keyataannya dia salah dan
enggan meminta maaf.
Sedangkan Bapak SS menuturkan sering terjadi
perselisihan karena istrinya selalu memarahinya ketika dia pergi
kerumah temannya, istrinya memarahinya ketika dia menasehati
untuk lebih giat lagi menabung dan mengurangi untuk membeli hal
yang kurang bermanfaat, beliau juga mengatakan istrinya sering
melawan jika dinasehati.
Konflik antara suami dan istri yang tidak bisa di hentikan
dan tidak dapat diselesaikan sehingga makin berlarut-larut, konflik
ini terjadi bila masing-masing tidak mau saling mengalah, tidak
53
ada lagi kesediaan untuk saling mendengar dan menghargai salah
satu pihak berbicara hanya untuk memaksakan keinginan saja. 51
Didalam peraturan pemerintah nomor 9 tahun 1975 pasal
19 dinyatakan hal-hal yang menyebabkan terjadinya perceraian.
Perceraian terjadi karena alasan sebagai berikut: antara suami istri
terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada
harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga (poin e).52
51
Berlia Sukmawati, Dampak Perceraian Orang Tua Bagi Psikologis Anak,
JSGA Vol.03. No. 02 Tahun 2002, hlm. 30.
52
Akmal Dan Nurdin, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perceraian Dalam
Tinjauan Perundang-Undangan Negara, Volume III. No. 01. Januari-Juni 2018, hlm. 90.
54
faktor moralitas, pendapatan ekonomi yang rendah dan sumber
daya manusia yang rendah. Mereka beranggapan bahwa
pernikahan adalah ekonomi segalanya dan kebutuhan pokok yang
cukup, tidak menjamin bahagia dalam hidup berumah tangga. 53
53
Sugianor, (dkk), Perceraian Karena Tekanan Ekonomi Ditinjau Dari
Perspektif Hukum Islam, Jurnal 4, hlm. 4-5.
55
Dampak tersebut sesuai dengan apa yang terdapat didalam
artiker jurnal karya Berlia Sukmawati, ada 10 dampak perceraiaan
yang dirasakan anak pasca orantuanya bercerai:
1. Masalah Kesehatan
Rata-rata problemnya tak jauh dari kesehatan mental atau
yang berkaitan dengan psikologis. Anak broken home jadi
emosional, stres, sering merasakan sakit kepala, dan bahkan
asthma. Kalau sampai mengganggu aktivitas, tentu bantuan
dokter harus segera dikerahkan.
2. Rasa Malu Berlebih dan Kurangnya Skill Bersosialisasi
Kenyamanan dan rasa percaya diri langsung terusik begitu
orang tua bercerai. Perpisahan orang tua, bagi sebagian orang,
terasa menjadi momen tragis paling drastis. Rasanya kamu itu
ingin bersembunyi saja „di dalam cangkang‟ berupa rumah
atau kamar. Malu sekali untuk bertemu apalagi berinteraksi
dengan manusia lainnya.
3. Tidak Percaya Diri
Karena rasa malunya sudah berlebihan, otomatis
kepercayaan dirimu juga anjlok. Kondisi ini tentu enggak
asyik. Kamu seakan ikut menyalahkan diri sendiri atas
perceraian yang terjadi. Kamu sadar ada yang tidak beres
dengan keluargamu. Kamu berbeda, sehingga kamu tidak
percaya diri untuk aktif di sekolah, ikut perlombaan, apalagi
sampai tampil di atas panggung.54
4. Takut dan Cemas Berlebihan (Kadang Irasional)
54
Berlia Sukmawati, Dampak perceraian orang tua bagi psikologi anak, JSGA
Vol. 03 No. 02 Tahun 2002, hlm. 32.
56
Merasa was-was dan takut pada segala sesuatu, bahkan
yang dianggap sepele sekali pun, tentu sangat menyiksa.
Orang lain, yang jelas-jelas tak merasakan, mungkin akan
memandangnya sebagai sesuatu yang lebay. Namun kondisi
ini memang nyata dan berdampak terhadap kehidupan
seseorang. Kalau dirasa sudah parah, boleh jadi kamu
memerlukan terapi atau konseling tersendiri.
5. Depresi
Salah satu gangguan kesehatan mental ini memang tidak
bisa diabaikan. Depresi bisa mengeruhkan mood, perasaan,
pikiran, bahkan aktivitas sehari-hari. Hal ini terlihat dari
caramu berinteraksi, negative thinking, memendam banyak
hal, dsb, yang terus menjadi bom waktu dan bisa meledak
kapan saja.
6. Prestasi/Pengembangan Akademik
Ketika kamu menjadi anak broken home dalam keadaan
masih sekolah, bukan tak mungkin konsentrasimu akan
terganggu. Bagaimana pun, terlalu banyak hal yang masuk
dalam pikiran. Akibatnya bisa berupa nilai yang anjlok,
kepatuhan menurun, mudah tersulut amarah sehingga kerap
berselisih menggunakan mitra-mitra, dsb. Di satu sisi, keadaan
goncang ini memang bisa dimaklumi. Namun di sisi lain, tetap
saja perlu usaha untuk mengembalikan segala sesuatu sesuai
treknya. kamu harus berkonsultasi, atau berteman dengan
sosok yang saling support.55
7. Tidak Mudah Percaya
55
Berlia Sukmawati, Dampak Perceraian Orang Tua Bagi Psikologi Anak,
JSGA Vol. 03 No. 02 Tahun 2002, hlm. 33
57
Dua orang dewasa yang terpercaya di dunia malah
berpisah, menghancurkan kepercayaanmu bahwa keduanya
akan tetap bahagia bersama selamanya. tak ayal kalau rasa
percayamu jadi tergerus. kamu jadi skeptis pada segala janji
dan impian manis. kamu jadi ikut ragu dengan hubungan
antara murid serta guru, sahabat dengan sahabat, atau kekasih
dengan kekasih. Segala ketidaksetiaan atau pengkhianatan ada
di hadapan semakin menambah keraguan. Tetapi begitu
menemukan figur yang terpercaya, kamu akan mulai percaya,
“oh cinta sejati itu mungkin belum benar-benar punah”
8. Gangguan Emosional
Keadaan emosi yang kacau bisa dipengaruhi oleh banyak
hal. Ya usia anak broken home-nya, kepribadiannya, proses
perpisahan orang tuanya, dsb. Namun keadaan rumah atau
keluarga yang goncang akan tetap memengaruhi kesehatan
mental. Kamu akan sangat sensitif, sering menangis diam-
diam, stress, marah, dsb.
9. Kurang Cukup Secara Materi
Ketika masih lengkap Segala kebutuhan pun serasa bisa
ditebus dengan mudah. Namun ketika berpisah, kamu juga
menyadari kalau pendapatan keluarga ikut terpengaruh.
Apalagi kalau salah-satu dari keduanya, misal ibu, belum
memiliki penghasilan. Meski sudah dibuatkan kesepakatan,
terkadang segala yang sudah dirancang tidak terlaksana
dengan baik. Ujung-ujungnya, kamu ditempa untuk hidup
seadanya. Kamu belajar hemat dan bijak. Kalau sudah terbiasa
58
sih tentu cukup mudah. Namun jika situasi ini bikin kaget,
kamu harus ekstra sabar untuk beradaptasi.
10. Tingkah Laku Anti-Sosial
Sebagian anak broken home menunjukkan emosinya
dengan cara bertingkah-laku kasar atau kurang sopan. Kalau
tidak dikendalikan, sikap itu bisa berlanjut menjadi
pemberontakan, melanggar aturan sekolah, berbohong pada
keluarga, dsb.56
56
Berlia Sukmawati, Dampak Perceraian Orang Tua Bagi Psikologi Anak,
JSGA Vol.03. No. 02 tahum 2002, hlm. 33.
59
2. Anak mempunyai kemampuan bertahan (survive) karena
terlatih unuk mendapatkan sesuatu dalam hidup bukan hal yang
mudah
3. Beberapa anak jadi lebih kuat dan bangkit. 57
57
Heri Widodo, Ini Dampak Positif Dan Negatif Perceraian Ke Anak,
www.liputan6.com, di akses 02 November 2022, Pukul 20.30 WITA
60
dimana di atur dalam pasal 41 undang- undang nomor 1 tahun 1974
tentang perkawinan, menentukan bahwa akibat dari putusnya
perkawinan suami tetap memiliki kewajiban memberikan nafkah
kepada anak-anaknya. Ketentuan ini juga dipertegas dalam pasal 105
huruf (c) kompilasi hukum islam bahwa biaya pemeliharaan
ditanggung oleh ayahnya. Kemudian diperjelas lagi didalam pasal 156
huruf (d) yang menegaskan bahwa “Semua biaya hadhanah dan
nafkah anak menjadi tanggungan ayah menurut kemampuannya,
sekurang kurangnya sampai anak tersebut dewasa dan dapat mengurus
diri sendiri (21 tahun)”. Menurut islam kewajiban suami untuk
memenuhi segala kebutuhan rumah tangga yang menyangkut
pasangan, membiayai pendidikan anak, kesehatan dan sebagainya.
Kewajiban ayah (suami) memberikan nafkah ini di atur didalam Al-
Qur’an diantaranya: At-Thalaq :7
61
Hukum Islam. Terlebih legbih dengan keluarnya undang-undang
nomor 35 tahun 2014 tentang perlindungan anak.58
Dalam pasal 41, Undang-Undang No 1 tahun 1974 tentang
perkawinan mencantumkan: “akibat putusnya perkawinan karena
perceraian ialah:
a. Baik Ibu atau bapak berkewajiban memelihara dan mendidik
anak-anaknya, semata-mata untuk kepentingan anak; bilamana
ada perselisihan mengenai penguasaan anak-anak pengadilan
memberikan keputusannya;
b. Bapak yang bertanggung jawab atas semua biaya pemeliharaan
dan Pendidikan yang diperlukan anak itu; bilamana bapak dalam
kenyataannya tidak dapat memenuhi keinginan tersebut
pengadilan dapat menentukan bahwa ibu dapat memikul biaya
tersebut;
c. Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk
memberikan biaya penghidupan dan/atau menentukan suatu
kewajiban atas isteri.
Undang-Undang No 4 tahun 1979 tentang kesejahtraan anak
dicantumkan hak-hak anak, pasal 2 menyatakan;
58
Nurjana Antareng, Perlindungan atas hak nafkah anak setelah perceraian
menurut perspektif Hukum islam. Study pengadilan agama manado, Lex et Societatis,
Vol. 6 No. 4, 2018, hlm.1.
59
Awaluddin Sallatu, Efektivitas Pemenuhan Hak Anak Setelah Perceraiaan,
artikel el-iqstihady, Volume 1 Nomor 2 desember 2019, hlm. 3-4.
62
BAB IV
63
2. Dampak dari perceraian terhadap kondisi psikologis Anak di Desa
Lajut Kecamatan Praya Tengah yakni: Menunjukkan sikap yang
lebih pendiam, sering merenung (depresi), sering berbohong,
sering membantah orang tua, jarang pulang/keluyuran, prestasi
akademik menurun, sering berkelahi/mudah marah, tidak
mengerjakan tugas sekolah, bolos dan bahkan sering tidak masuk
sekolah.
3. Dampak dari perceraiaan terhadap kondisi ekonomi anak di Desa
Lajut Kecamatan Praya Tengah yakni: Dari 6 jumlah responden,
Terdapat 3 responden/keluarga yang mengalami kesulitan dalam
hal pemenuhan kebutuhan daripada anak, karena setelah bercerai
salah dari kedua orang tua yang akan bertanggung jawab, oleh
karena itulah keadaan ekonomi menjadi sulit terpenuhi terlebih lagi
jika ayah yang seharusnya bertanggung jawab penuh malah
melalaikan tugas dan tanggung jawabnya.
B. Saran
1. Setelah perceraiaan terjadi hendaknya kedua orang tua ikut serta
dalam menjaga dan merawat serta memberikan segala kebutuhan yang
berkaitan dengan anak mereka, lebih menunjukkan sikap perhatian
dengan cara menjaga komunikasi, agar kondisi psikologis anak tetap
stabil terlebih lagi dalam hal pemenuhan kebutuhan hidup anak.
Sehingga laun lambat anak akan bisa menerima perpisahan dari kedua
orang tuanya dan bisa menyesuaikan diri dengan kedaan yang baru.
2. Dalam hal tersebut seorang ayah harus mampu bertanggung jawab
penuh dalam segala pemenuhan kebutuhan anak, jangan sampai
seorang ayah yang mempunyai tanggung jawab besar terhadap anak
sesuai dengan UU melalaikan tugas dan tanggung jawabnnya.
64
DAFTAR PUSTAKA
Buku/Artikel/Jurnal
65
Nurjana Antareng, Perlindungan atas hak nafkah anak setelah perceraian
menurut perspektif Hukum islam. Study pengadilan agama manado,
Lex et Societatis, Vol. 6 No. 4, 2018
Pupu Saeful Rahmat, Penelitian Kualitatif, Equilibrium, vol. 5, No. 9,
Januari-Juni 2009
Rahmatia, Dampak perceraian pada anak usia remaja, Artikel Program
Pascasarjana Jurusan Pendidikan Sosiologi, 2019
Rina Nur Azizah, Dampak Perceraian Orang Tua Terhadap
Perkembangan Psikologis Anak, Artikel: Dampak Perceraian Orang
Tua, Vol. 2 No.2, Desember 2017
Sandi Hesti Sondak, Faktor-Faktor Loyalitas Pegawai Dinas Pendidikan
Daerah Provinsi Sulawesi Utara, Jurnal EMBA, Vol.7 No 1
Januari 2019
Save M. Dagun, Psikologi Keluarga, Jakarta: PT Rineka Cipta, Maret
2002
Wawancara/Arsip Data
66
BF, Wawancara, Lajut, 16 September 2022.
67
LAMPIRAN
Lampiran 1: Pedoman Wawancara
Pertanyaan Untuk Ayah atau Ibu
1. Tahun berapa anda bercerai ?
2. Apa penyebab perceraiaan anda ?
3. Apakah selama menikah anda sering bertengkar dengan pasangan anda ?
4. Bagaimana hubungan anda dengan anak setelah bercerai ?
5. Apakah komunikasi anda dengan anak baik-baik saja ?
6. Bagaimana kepribadian anak anda sebelum dan sesudah anda bercerai ?
7. Apakah anda mengetahui dengan siapa saja anak anda bergaul ?
8. Apakah anak anda sering berkelahi ?
9. Apakah anak anda sering berbohong ?
10. Apakah anak anda sering bercerita prihal masalah yang dihadapinya baik
disekolah maupun dirumah ?
11. Apakah anda pernah menanyakan tentang pendidikan dan kesulitan apa
yang di hadapi anak di sekolah ?
12. Apakah anak anda rajin dalam hal Pendidikan ?
13. Bagaimana dengan pretasi anak anda, pernahkah mendapat juara disekolah
maupun diluar sekolah ?
14. Siapakah yang membiayai anak anda sepenuhnya setelah anda brcerai ?
15. Apa pekerjaan anda dan berapa penghasilan anda perbulannya ?
16. Apakah penghasilan anda cukup membiayai kebutuhan anak anda baik
dalam hal pendidikan maupun kebutuhan sehari-hari ?
17. Apakah selama ini anda selalu memenuhi kebutuhan anak anda ?
68
3. Bagaimana komunikasi kamu dengan ayah atau ibu kamu setelah mereka
bercerai ?
4. Apakah ayah atau ibu kamu selalu mengajarkan kamutentang sikap
baikdan sopan santun terhadap orang lain ?
5. Apakah ayah atau ibu kamu sering mengajarkan dan menasehati untuk
selalu jujur dan tidak berbohong kepada siapapun ?
6. Apakah ayah atau ibu kamu selalu mengingatkan untuk sholat tepat waktu
dan pergi mengaji ?
7. Apakah belakangan ini kamu sering marah ?
8. Apakah kamu sering berkelahi dengan teman kamu disekolah maupun
dirumah ?
9. Apakah ibu atau ayah kamu memperhatikan kamu dalam hal pendidikan ?
10. Apakah kamu rajin pergi kesekolah ?
11. Apakah kamu selalu mengerjakan tugas yang diberikan oleh Gurumu
disekolah ?
12. Apakah kamu pernah dihukum disekolah ?
13. Apakah kamu pernah bolos sekolah ?
14. Apakah kamu pernah mendapatkan pretasi di sekolah maupun diluar
sekolah ?
15. Siapa yang membiayai kebutuhan kamu sepenuhnya setelah ayah dan ibu
kamu bercerai ?
16. Siapa yang membiayai keperluan pendidikan ?
17. Apakah kamu selalu membayar SPP dan biaya lainnya di sekolah tepat
waktu ?
18. Apakah kebutuhan sehari-hari kamu terpenuhi ?
19. Apakah keinginan kamu selalu tercukupi dan terpenuhi oleh ayah atau ibu
kamu ?
69
Lampiran 2 : Poto Wawancara
Wawancara dengan DD
70
Wawancara dengan Ibu BF
Wawancara dengan SA
71
Lampiran 3: Surat Izin Penelitian
72
Lampiran 4: Surat Keterangan Pelaksanaan Penelitian
73
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
A. Identitas Diri
Nama : Dandi Alghi Fari
Tempat Tanggal Lahir : Lajut, 16 Juli 1999
Alamat Rumah : Desa Lajut
Nama Ayah : Mashuri
Nama Ibu : Raimah
B. Riwayat Pendidikan
1. Pendidikan Formal
a. SDN 1 Lajut (Lulusan tahun 2012)
b. MTS Negeri 1 Lombok Tengah (Lulusan tahun 2015)
c. SMA Negeri 2 Lombok Tengah (Lulusan tahun 2018)
2. Pendidikan Non Formal (Tidak ada)
C. Riwayat Pekerjaan (tidak ada)
D. Prestasi/Penghargaan (Juara 1 karate tingkat SMA se-NTB, Juara 3
Karate tingkat pelajar se-NTB)
E. Pengalaman Organisasi (tidak ada)
F. Karya Ilmiah (tidak ada)
76