Anda di halaman 1dari 14

Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Volume 15, Nomor 1, Juli 2011 (41-54)


ISSN 1410-4946

Revitalisasi Model Penanganan Anak Jalanan di Rumah Singgah

Hempri Suyatna
Universitas Gadjah Mada, Jl. Sosio Yustisia Yogyakarta
e-mail: hempry@yahoo.com

Abstract

The existence of a shelter actually has a strategic role for the handling of street children
problems. Unfortunately, the shelter management is still conducted partially, therefore it
is not effective in reducing the problem of street children. Thus, it is crucial to revitalize
the model in handling street children problems. This paper offers approaches for impro-
ving the effectiveness of the shelter through the improvement in the aspects of input,
process and termination. In addition, this paper also emphasizes the importance of reinfor-
cing synergies among stakeholders in handling of street children problems.

Key Words:
street children; revitalization of the model treatment of street children; shelter

Abstraksi

Keberadaan rumah singgah sebenarnya memiliki peran strategis bagi penanganan anak
jalanan. Namun sayangnya pengelolaan rumah singgah sejauh ini umumnya masih
bersifat parsial sehingga tidak cukup efektif dalam mengurangi persoalan anak jalanan.
Oleh karena itu, perlu ada upaya revitalisasi model penanganan anak jalanan di rumah
singgah. Paper ini menawarkan pendekatan dalam meningkatkan efektivitas rumah
singgah melalui pembenahan dari aspek input, proses dan terminasi. Di samping itu,
paper ini juga menekankan pentingnya membangun sinergi antar stakeholder dalam
penanganan anak jalanan.

Kata Kunci:
anak jalanan; revitalisasi model penanganan anak jalanan; rumah singgah

Pendahuluan Di perempatan-perempatan, pinggir jalan,


Permasalahan anak jalanan sepertinya terminal, stasiun kereta api maupun pusat-
tidak pernah berakhir. Program-program pusat perkotaan masih banyak ditemukan
penanganan anak jalanan telah banyak anak-anak jalanan. Aktivitas yang mereka
dilakukan oleh pemerintah baik dari sisi lakukan pun bermacam-macam dari
preventif, kuratif maupun rehabilitatif, akan menyemir sepatu, pemulung sampai pada
tetapi permasalahan anak jalanan ini tidak tahap meminta-minta seperti mengemis
pernah mampu terselesaikan secara tuntas. maupun mengamen.
Mati satu, tumbuh seribu begitulah Tidak tuntasnya penanganan anak
ungkapan yang sepertinya tepat untuk jalanan selama ini disebabkan karena
menggambarkan masalah anak jalanan ini. beberapa hal yaitu program penanganan

41
Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Vol. 15, Nomor 1, Juli 2011

anak jalanan yang selama ini dilakukan perlindungan dari berbagai bentuk
cenderung hanya bersifat parsial, tidak tepat kekerasan yang menimpa anak jalanan,
sasaran, kurang sinergisnya penyelenggara rehabilitasi (mengembalikan dan mena-
penanganan anak jalanan baik di internal namkan fungsi sosial anak) dan sebagai
pemerintah maupun antara pemerintah akses terhadap pelayanan, yaitu
dengan stakeholder lainnya (rumah singgah, persinggahan sementara anak jalanan dan
swasta, Lembaga Swadaya Masyarakat), akses kepada mereka terhadap berbagai
tidak adanya keberlanjutan dari program- pelayanan sosial seperti pendidikan,
program yang dilakukan dan sebagainya. kesehatan dan sebagainya. Melalui rumah
Kondisi inilah yang menyebabkan program- singgah diharapkan anak jalanan dapat
program penanganan anak jalanan yang mengatasi masalahnya, menemukan
dilakukan tidak pernah mampu menyentuh alternatif pemenuhan kebutuhan hidup dan
akar persoalan. menyiapkan masa depan anak jalanan
sehingga menjadi masyarakat yang
Peran Strategis Rumah Singgah Dalam produktif.
Penanganan Anak Jalanan Program penanganan anak jalanan
Mengacu pada perspektif institusional, yang dilakukan oleh rumah singgah saat ini
institusi sosial yang berbeda termasuk sebenarnya sudah sangat variatif. Program-
negara, pasar dan masyarakat dapat program yang dilakukan telah menyentuh
dimobilisasi untuk mengangkat tujuan pada aspek pendidikan, kesehatan,
pembangunan sosial. Perspektif ini pemberdayaan ekonomi, agama dan
membutuhkan pemerintah untuk memain- sebagainya. Untuk mempermudah
kan peran aktif dalam mengatur dan reintegrasi anak jalanan ke masyarakat,
mengkoordinasikan implementasi yang rumah singgah juga telah melakukan
berbeda. Pembangunan seharusnya secara berbagai program misalnya melalui
aktif mengarahkan proses pembangunan pengupayaan identitas kewarganegaraan
sosial dengan cara memaksimalkan dan membantu pengembalian anak ke
partisipasi masyarakat, pasar dan individu keluarga. Selama ini, akibat tidak adanya
(Midgley, 2005: 205). identitas kewarganegaraan seringkali
Berkaitan dengan hal tersebut, upaya membuat anak jalanan sangat rentan.
penanganan anak jalanan tidak sekedar Selain bekerjasama dengan pemerintah,
menjadi tanggung jawab pemerintah berbagai program pemberdayaan ekonomi
semata. Akan tetapi, keberadaan organisasi- ini juga telah menjalin kerjasama dengan
organisasi sosial seperti rumah singgah juga program-program corporate social responsi-
memiliki peran di dalamnya. Di tengah bility perusahaan-perusahaan swasta.
keterbatasan anggaran maupun kelemahan Intensitas pendampingan dan
pendekatan penanganan anak jalanan yang pendekatan yang lebih mengedepankan
dilakukan oleh pemerintah, keberadaan kekeluargaan yang dilakukan oleh rumah
rumah singgah sangat diperlukan sebagai singgah seringkali menjadi keunggulan
mitra pemerintah. Bahkan dalam beberapa rumah singgah dalam menangani jalanan.
hal, rumah singgah telah mampu Adanya pendampingan yang intens ini
memainkan peran penting dalam menjadi potensi untuk menangani anak
melakukan penanganan anak jalanan yang jalanan tersebut sampai pada akar
tidak dapat dilakukan oleh pemerintah. permasalahannya. Pendekatan kekeluarga-
Secara konseptual, ada beberapa fungsi an rumah singgah juga memungkinkan
dari rumah singgah yaitu sebagai tempat pengelola rumah singgah dapat menyentuh

42
Hempri Suyatna, Revitalisasi Model Penanganan Anak Jalanan di Rumah Singgah

pembenahan mentalitas anak jalanan secara rentan untuk terus eksis. Hasil evaluasi yang
lebih mendalam. Dengan demikian, pernah dilakukan oleh Direktorat Pelayanan
keberadaan rumah singgah akan Sosial Anak, Kementerian Sosial Republik
mendukung efektivitas penanganan anak Indonesia menunjukkan bahwa dari sekitar
jalanan. 500 rumah singgah yang ada di Indonesia
Hasil studi yang pernah dilakukan oleh ternyata tahun 2010 hanya 30-40 persen
penulis terhadap beberapa rumah singgah yang masih eksis di setiap propinsinya.
yang ada di Propinsi Daerah Istimewa Kecilnya subsidi anggaran dari pemerintah
Yogyakata menunjukkan bahwa rumah memang menjadi penyebab banyak rumah
singgah memiliki beberapa keunggulan singgah yang harus gulung tikar dan
dalam proses pemberdayaan anak jalanan. menurun aktivitasnya. Pada saat krisis
Rumah Singgah Girlan Nusantara misalnya ekonomi tahun 1998 memang banyak
memberikan penekanan pada pembenahan rumah singgah yang eksis karena ada jaring
mental anak jalanan terlebih dahulu. Rumah pengaman sosial yang diperuntukkan untuk
Singgah Diponegoro juga menerapkan pola- anak jalanan akan tetapi setelah jaring
pola kekeluargaan dalam pendampingan pengaman sosial dihapuskan, kegiatan-
anak jalanan. Demikian juga dengan kegiatan yang dilaksanakan di rumah
Rumah Singgah Anak Mandiri, Rumah singgah menjadi berkurang, bahkan
Singgah Ahmad Dahlan dan Rumah sebagian besar rumah singgah tidak
Singgah Indriya-Nati yang memberikan memiliki kegiatan.
penekanan proses pendampingan yang Hal tersebut juga dapat dilihat di
intens dalam penanganan anak jalanan. Propinsi DKI Jakarta. Dari 31 rumah singgah
yang ada di DKI Jakarta hanya 10 rumah
Problematika Penanganan singgah yang mendapatkan subsidi dari
Anak Jalanan Di Rumah Singgah pemerintah sebesar Rp 5 juta per tahun,
Uraian di atas menunjukkan bahwa padahal kebutuhan dana operasional
rumah singgah telah memiliki arti strategis rumah singgah mencapai Rp 150 juta per
bagi penanganan anak jalanan. Masing- tahun. Kondisi ini sangat ironis, sebab pada
masing pengelola rumah singgah ternyata tahun 1998-2002, pemerintah memberikan
telah memiliki metode tersendiri dalam pro- bantuan sebesar Rp 80 juta setahun kepada
gram penanganan anak jalanan. Meskipun setiap rumah singgah. Keterbatasan dana ini
demikian, rumah singgah masih mengalami menyebabkan banyak program penanga-
berbagai problematika dalam penanganan nan anak jalanan yang sudah dirancang
anak jalanan. Problematika tersebut dapat oleh pengelola rumah singgah akhirnya
diklasifikasikan menjadi dua hal yaitu prob- tidak dapat terealisir. Untuk mengantisipasi
lem pada level kelembagaan dan problem keterbatasan dana, beberapa rumah singgah
pada level model penanganan anak jalanan. berinisiatif mencari sponsorship/pendanaan
Pada level kelembagaan dapat dilihat dari berbagai pihak baik dari pihak swasta
dari tipe rumah singgah. Rumah singgah maupun donatur. Hal ini justru menye-
yang ada di Indonesia sebenarnya dapat babkan pengelola rumah singgah akhirnya
diklasifikasikan ke dalam dua tipe yaitu sibuk dalam proses penggalangan dana dan
rumah singgah yang memiliki keswadaya- kemudian mengabaikan fungsi substansial-
an/kemandirian dan rumah singgah yang nya dalam menangani anak jalanan.
masih menggantungkan pendanaan pada Selain keterbatasan dana, rumah
sumber daya pemerintah. Tipe rumah singgah juga seringkali terbentur oleh
singgah kedua inilah yang akhirnya sangat persoalan sumber daya manusia.

43
Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Vol. 15, Nomor 1, Juli 2011

Dikarenakan menjadi pekerja di rumah ketrampilan berakhir. Anak jalanan yang


singgah lebih banyak unsur kerelawanan telah terlatih tidak dapat tersalurkan ke
menyebabkan sumber daya manusia yang pasar kerja sehingga banyak anak jalanan
mengelola rumah singgah pun menjadi yang kemudian terjun di jalan lagi.
terbatas. Banyak pekerja di rumah singgah Sebenarnya beberapa rumah singgah
ini yang akhirnya hanya merupakan juga sudah mulai memikirkan aspek
pekerjaan sampingan. Kondisi ini kontinyuitas ini seperti yang dilakukan
diperparah dimana para pekerja sosial Rumah Singgah Ahmad Dahlan
tersebut seringkali tidak memiliki Yogyakarta. Rumah singgah melakukan
kompetensi dan pengalaman dalam pola penjaminan kepada anak-anak jalanan
melakukan penanganan anak jalanan. Dari yang ada untuk bekerja di toko-toko. Ketika
hasil pengamatan penulis, sejumlah rumah anak jalanan ini melakukan kesalahan di
singgah di Propinsi DIY juga mengalami toko tempat mereka bekerja akan mendapat
persoalan tersebut. Secara kuantitatif, jaminan dari pengasuh. Sebagai alternatif
jumlah sumber daya manusia yang lain, beberapa rumah singgah juga
mengelola rumah singgah masih minim, dan mendorong anak jalanan untuk menekuni
tidak semua pengelola memiliki kompetensi pekerjaan di sektor informal seperti bisnis
dalam pengelolaan rumah singgah seperti jualan seluler, membuka warung dan
ahli psikologi, konseling dan sebagainya. sebagainya. Beberapa rumah singgah yang
Selama ini, juga tidak ada standar ada di Jawa Timur juga demikian. Selain
kompetensi terkait dengan kualifikasi melakukan kemitraan dengan pengusaha
pekerja sosial di rumah singgah. lokal, para pengelola rumah singgah juga
Selain secara struktural menghadapi memberikan pemberian modal bergulir bagi
persoalan kelembagaan, program-program keluarga dan anak jalanan serta pelatihan
penanganan anak jalanan yang dilaksana- kewirausahaan dengan mengajarkan
kan di rumah singgah juga menghadapi pengembangan berbagai produk kerajinan.
berbagai kendala terkait dengan model Namun sayangnya, program-program
penanganan anak jalanan. Problem pertama yang dilakukan oleh rumah singgah tersebut
dalam model penanganan anak jalanan ini seringkali tidak secara serius ditekuni oleh
terkait dengan kontinyuitas program anak jalanan. Akibatnya, inisiasi yang telah
ketrampilan yang diselenggarakan oleh dilakukan oleh rumah singgah tersebut tidak
rumah singgah. Program pemberian berjalan secara maksimal. Karakter anak
ketrampilan yang dilakukan di rumah jalanan yang cenderung sulit diatur
singgah sering tidak ada tindak lanjutnya akhirnya menyebabkan mereka kemudian
dan tidak memperhatikan keterkaitan lebih senang terjun kembali sebagai anak
dengan dunia kerja dan kebutuhan pasar. jalanan.
Keterbatasan jaringan yang dimiliki oleh Problem kedua dalam model pena-
pengelola rumah singgah dengan pihak nganan anak jalanan, terkait dengan pola
pemberi kerja menjadi salah satu faktor pemberian keterampilan yang tidak
penghambat. Stigma yang seringkali masih memperhatikan karakteristik anak jalanan.
melekat pada anak jalanan sebagai anak Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sr.
yang cenderung nakal juga menyebabkan Tjahjorini dkk (2005) menunjukkan bahwa
banyak pemilik pekerjaan yang enggan pembinaan di rumah singgah yang
memanfaatkan anak jalanan sebagai sebenarnya paling dipahami/disukai anak
pekerja. Akibatnya, program ini pun hanya jalanan adalah pembinaan ketrampilan. Hal
berhenti saat kegiatan pemberian ini dikarenakan dalam pembinaan

44
Hempri Suyatna, Revitalisasi Model Penanganan Anak Jalanan di Rumah Singgah

ketrampilan, anak dapat melihat dan mem- Tahapan need assessment yang seharusnya
praktekan secara langsung pembinaan yang penting dalam penyusunan program
diperoleh (learning by doing) sehingga proses seringkali tidak dilakukan. Dengan
pemahaman anak akan lebih cepat dicapai. demikian, ketika anak jalanan masuk ke
Jika anak merasa ada kegiatan yang lebih rumah singgah, mereka cenderung hanya
dipahami/disukai dan lebih penting bagi menerima program-program pembinaan di
dirinya, maka akan mendorong anak untuk rumah singgah tanpa memperhatikan latar
tetap berada di rumah singgah dan belakang, potensi dan kebutuhan yang
mengikuti pembinaan karena ingin lebih dimiliki anak-anak jalanan.
memahami kegiatan tersebut. Sebaliknya, Proses pemberdayaan yang dilakukan
bila anak merasa bahwa pembinaan di oleh sejumlah rumah singgah di DIY
rumah singgah ternyata tidak memenuhi maupun Jawa Timur cenderung demikian.
kebutuhan pokoknya untuk mengetahui Program-program pemberdayaan yang
dan lebih memahami suatu kegiatan dilakukan pun relatif sama yaitu pemberian
pembinaan yang ada di rumah singgah, materi keagamaan, kesehatan, pendidikan,
maka anak jalananpun akan acuh tak acuh pelatihan kewirausahaan. Ada beberapa
dengan pembinaan yang ada. Akibat lebih rumah singgah di DIY, yang mengem-
lanjut anak menjadi tidak tahu pembinaan bangkan budidaya lele atau budidaya sapi
mana yang lebih dipahami/disukai dan sebagai wahana ketrampilan anak jalanan,
lebih penting bagi dirinya dari keseluruhan padahal sebenarnya tidak semua anak
kegiatan pembinan yang ada. jalanan memiliki minat untuk itu.
Namun sayangnya, ketrampilan- Selain itu, hasil penelitian yang pernah
ketrampilan yang diberikan kepada anak dilakukan oleh Dinas Sosial dan Jurusan
jalanan selama ini cenderung digebyah uyah Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan
(disamakan) untuk semua anak jalanan, Fisipol UGM terhadap penanganan anak
padahal karakteristik penyebab anak jalanan di rumah singgah di Propinsi DIY
jalanan berbeda satu dengan yang lainnya. (2010: 126) menunjukkan bahwa model
Anak jalanan yang disebabkan karena penanganan anak jalanan yang sering
faktor ekonomi tentunya akan berbeda dilakukan oleh rumah singgah kadangkala
karakternya dengan anak jalanan yang justru memanjakan anak jalanan yang
disebabkan karena faktor keluarga/budaya. akhirnya menyebabkan jumlah anak
Demikian juga anak jalanan yang berasal jalanan terus meningkat. Hal ini, misalnya
dari daerah pedesaan tentunya juga berbeda dapat dilihat pada program di rumah
dengan anak jalanan yang berasal dari singgah dimana anak jalanan mendapatkan
perkotaan Oleh karena itu, Pendekatan- berbagai fasilitas seperti beasiswa, pelatihan
pendekatan yang digunakan untuk ketrampilan, makanan gratis, bimbingan,
mengatasi anak jalanan tentunya harus rekreasi dan sebagainya. Fasilitas inilah
berbeda sesuai dengan karakteristik yang seringkali justru mendorong
penyebab mereka turun ke jalan. tumbuhnya anak jalanan. Banyak orang
Keterbatasan sumber daya dan sumber yang datang sendiri ke rumah singgah akan
dana yang dimiliki oleh rumah singgah tetapi sebenarnya mereka tidak dapat
menyebabkan mereka kemudian lebih dikategorikan sebagai anak jalanan. Rumah
memilih melakukan program-program singgah dilihat oleh anak jalanan sebagai
yang sudah secara reguler mereka peluang untuk memperoleh penghidupan
selenggarakan. Kondisi ini banyak dihadapi dan fasilitas. Oleh karena itu, setelah mereka
oleh para pengelola rumah singgah. keluar dari rumah singgah mereka tidak

45
Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Vol. 15, Nomor 1, Juli 2011

mengembangkan ketrampilan yang di Model Penanganan Anak Jalanan


peroleh sewaktu di rumah singgah, akan Di Rumah Singgah
tetapi justru terjun kembali menjadi anak Bertitik tolak dari potensi dan
jalanan. problematika yang dihadapi oleh rumah
Pembenahan pola pikir serta sikap men- singgah dalam penanganan anak jalanan,
tal yang minder, rendah diri, merasa tidak maka perlu ada upaya revitalisasi terhadap
berguna yang menyebabkan seorang anak model penanganan anak jalanan yang
menjadi anak jalanan juga belum diberikan selama ini dilakukan oleh rumah singgah.
porsi yang lebih. Padahal perubahan pola Model penanganan anak jalanan yang
pikir dan sikap mental tersebut merupakan dilakukan haruslah mengacu pada tiga
hal terpenting untuk merubah mereka tujuan utama perlindungan sosial yaitu
menjadi lebih maju. mencegah dan mengurangi resiko yang
Kondisi tersebut akhirnya menyebab- dialami manusia sehingga terhindar dari
kan rumah singgah kemudian menjadi kesengsaraan yang parah dan
semacam “surga” bagi anak jalanan. berkepanjangan, meningkatkan kemam-
Ironisnya, tidak hanya penduduk dari puan kelompok-kelompok rentan dalam
daerah tersebut yang memanfaatkan fasilitas menghadapi dan keluar dari kemiskinan,
anak jalanan akan tetapi juga penduduk kesengsaraan dan ketidakamanan sosial
dari luar daerah. Di rumah Singgah Ahmad ekonomi serta memungkinkan kelompok-
Dahlan Yogyakarta misalnya ternyata kelompok miskin untuk memiliki standar
sekitar 20% anak jalanan berasal dari luar hidup yang bermartabat (Suharto: 2009: 42).
Propinsi DIY. Contoh lain di Girlan Nu- Implementasi perlindungan sosial ini
santara dimana penghuni rumah singgah haruslah juga memiliki orientasi
justru berasal dari Ambon, Papua, Kediri, pemberdayan. Orientasi pemberdayaan ini
Malang dan Surabaya. Wawancara yang dimaksudkan untuk meningkatkan
pernah penulis lakukan kepada anak kemampuan peran sosial masyarakat pada
jalanan juga menunjukkan bahwa sebagian resources tertentu (Huda, 2008:92).
dari mereka justru merasa lebih nyaman Dengan demikian, secara ideal, model
tinggal di rumah singgah daripada di rumah penanganan anak jalanan haruslah
mereka. Bahkan secara tegas salah seorang berpedoman pada prinsip bahwa
anak jalanan yang penulis wawancarai penanganan anak jalanan bukan sekedar
menyatakan bahwa mereka nyaman di menghapus anak-anak dari jalanan
rumah singgah karena ada fasilitas makan melainkan harus bisa meningkatkan
maupun minum. kualitas hidup mereka atau minimal mampu
Banyak pengamat juga yang melindungi mereka dari situasi yang
menyampaikan kritik bahwa model eksploitatif. Anak-anak jalanan misalnya,
penanganan anak jalanan, seringkali tidak harus diberikan pendidikan dan bekal
menyentuh kepada aspek ketrampilan. ketrampilan agar mampu memperoleh
Model penanganan anak jalanan seperti ini akses pada resources, dan bukannnya
akhirnya tidak efektif karena anak jalanan digusur atau dirazia secara paksa. Upaya
tersebut umumnya berasal dari kelurga perlindungan bagi anak harus berpegang
miskin. Dalam kondisi seperti ini, orang tua pada prinsip-prinsip pokok, sebagaimana
cenderung akan mengeksploitasi anak tertuang dalam Konvensi Hak Anak yaitu:
untuk terjun ke jalanan untuk menambah tidak diskriminatif, kepentingan yang
penghasilan keluarga. terbaik bagi anak, hidup, tumbuh dan
berkembang dan menghargai pendapat dan

46
Hempri Suyatna, Revitalisasi Model Penanganan Anak Jalanan di Rumah Singgah

pandangan anak. Prinsip-prinsip dasar Beberapa rumah singgah sebenarnya


inilah yang harus menjadi landasan dalam sudah memberikan kriteria untuk masuk di
melakukan pelayanan terhadap anak rumah singgah dengan batasan umur.
jalanan (Garliah, 2004). Misalnya di beberapa rumah singgah di
Dengan mengacu pada prinsip di Jawa Timur memberikan batasan bahwa
atas dan melihat berbagai kelemahan yang anak jalanan yang dapat masuk adalah
masih muncul dalam penanganan anak mereka yang berada pada usia maksimal 15
jalanan selama ini, maka perbaikan model tahun. Selain itu ada juga rumah singgah
penanganan anak jalanan merupakan hal yang mengklasifikasikan anak jalanan pada
yang harus dilakukan. Mengacu dari hasil sasaran rentan (usia dibawah 18 tahun) dan
penelitian yang pernah dilakukan oleh rawan (usia di atas 18 tahun). Di rumah
Jurusan PSDK dan Dinas Sosial tahun 2010, singgah di DIY pun demikian, mereka sudah
model penanganan anak jalanan ke depan menerapkan batasan umur anak jalanan
haruslah mencakup perbaikan dalam rata-rata di bawah 18 tahun. Namun, untuk
tahapan input, proses dan output. kriteria-kriteria yang lain belum diterapkan
oleh rumah singgah sehingga kedepannya
Tahapan Input rumah singgah dapat lebih memperhatikan
Pada tahapan input, aspek yang perlu aspek ini.
diperhatikan adalah dalam proses Tahap proses penanganan anak jalanan
rekrutmen anak jalanan. Proses rekrutmen menjadi tahap yang paling krusial dalam
anak jalanan untuk dapat masuk ke rumah penanganan anak jalanan. Keberhasilan
singgah perlu diperketat dimana hanya pada tahapan ini akan menentukan
anak-anak jalanan yang memiliki kemauan terentaskannya problema anak jalanan. Ada
dan motivasi yang tinggi untuk berubah lah beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam
yang dapat masuk di rumah singgah. Jika tahapan proses penanganan anak jalanan ini
aturan-aturan untuk masuk ke rumah yaitu metode pendekatan, kerjasama dan
singgah terlalu longgar dikhawatirkan komunikasi dengan masyarakat, dan
orientasi anak jalanan memasuki rumah pendampingan.
singgah hanya sekedar untuk mendapatkan Metode pendekatan yang dilakukan
berbagai fasilitas yang ada di rumah dalam menangani anak jalanan dapat
singgah, padahal sebenarnya esensi mereka dilakukan dengan pendekatan yang
masuk ke rumah singgah selain sebagai berbeda-beda sesuai dengan akar persoalan
tempat singgah sementara juga mereka anak terjun ke jalanan. Mereka yang
dapat memperoleh pengalaman dan bekal menjadi anak jalanan karena faktor
ketrampilan bahkan mungkin modal usaha ekonomi akan berbeda metode pen-
sehingga mereka tidak terjun lagi menjadi dekatannya dengan mereka yang menjadi
anak jalanan. Kriteria rekrutmen anak anak jalanan karena faktor keluarga,
jalanan misalnya perlu dilakukan dengan budaya, korban kekerasan seksual dan
menetapkan batasan usia anak, faktor sebagainya.
penyebab anak jalanan (anak jalanan Beberapa rumah singgah di Jawa Timur
dengan faktor tertentu seperti terlantar, sebenarnya memiliki beberapa pendekatan
terbatas ekonomi yang dapat masuk ke unggulan dalam penanganan anak jalanan
dalam rumah singgah). Hanya anak jalanan seperti pendekatan religiusitas dengan sistem
yang memiliki komitmen kuat untuk rujukan yakni pada pesantren, pendekatan
berubah lah yang dapat direkrut menjadi seni dengan unggulan seni musik dan
anak jalanan di rumah singgah. pendekatan religiusitas dengan konsep

47
Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Vol. 15, Nomor 1, Juli 2011

pesantren kota. Pola-pola pendekatan yang Program pendidikan dan pelatihan


sudah berjalan ini sebenarnya dapat yang diselenggarakan dalam rumah
dijadikan sebagai lesson learned bagi singgah juga harus berorientasi untuk
penanganan anak jalanan yang dilak- mengubah mindset/pola pikir anak jalanan.
sanakan di rumah singgah lainnya. Tidak ada artinya pelaksanaan program
Mengingat faktor penyebab anak pendidikan, pelatihan dan bantuan
jalanan saat ini lebih banyak yang permodalan ekonomi diberikan oleh
disebabkan karena persoalan mental/ pemerintah jika tidak diikuti dengan
budaya maka metode pendekatan terhadap mengubah pandangan dan pola fikir anak
anak jalanan pun harus berbasis pada jalanan. Realitas selama ini menunjukkan
kultural/budaya. Persoalan perbaikan men- bahwa setelah diberikan pendidikan,
tal ini menjadi faktor utama dalam pelatihan ketrampilan di rumah singgah
penanganan masalah anak jalanan karena ternyata banyak anak jalanan yang
gejala yang ada adalah perilaku yang buruk kemudian terjun lagi di jalanan. Bantuan
dan mental yang rendah. Gejala ini melekat modal usaha untuk keluarga tidak mampu
pada anak karena adanya pengaruh yang acapkali tidak dapat mengubah sikap men-
cukup kuat saat anak berada pada tal dan ketergantungan mereka pada
lingkungan jalanan yang keras, semuanya bantuan. Hal ini disebabkan karena
serba bebas tanpa pengontrol dan filterisasi persoalan mentalitas tadi yang selama ini
yang jelas. Pembinaan mental yang belum digarap secara optimal. Keberhasilan
dilakukan sebaiknya didasarkan pula pada pembinaan terhadap anak jalanan juga
penggalian dan pengembangan bakat anak ditentukan oleh kemampuan untuk
jalanan yang ditunjang dengan pem- mengubah mindset anak jalanan dari yang
belajaran sosialisasi serta pelayanan negatif menjadi positif yaitu dari anak
kesehatan sehingga diharapkan memiliki jalanan yang merasa dirinya tidak mampu,
dampak positif pada pembentukan konsep merasa dirinya tidak berharga, merasa
diri anak jalanan. dirinya tak pantas bercita-cita dan merasa
Di samping itu, pembinaan mental bebas tak punya tanggungan menjadi anak
dengan basis pendidikan dan pembinaan yang merasa dirinya mampu, merasa
lahir dan batin akan menjadikan anak dirinya mempunyai masa depan dan
jalanan lebih siap dalam menghadapi merasa dirinya mempunyai tanggungan
permasalahan yang terjadi di lingkungan yang harus ditunaikan. Jika persoalan
sekitar sekaligus juga mempersiapkan anak mentalitas ini juga bisa digarap, maka
jalanan untuk dapat kembali bersosialisasi model-model represif penanganan anak
dengan masyarakat sekitar. Rumah singgah jalanan seperti penggarukan terhadap anak
Girlan Nusantara Yogyakarta sebenarnya jalanan yang dilakukan oleh pemerintah
telah mengedepankan metode pembinaan akan dapat diminimalisir.
mental dalam melakukan penanganan anak Metode pendekatan dalam penanganan
jalanan. Namun demikian, keterbatasan anak jalanan haruslah juga merupakan
sumber daya manusia yang dimiliki, pendekatan yang berorientasi jangka
menyebabkan program-program pem- panjang. Metode yang hanya bersifat jangka
benahan mental tersebut tidak dapat diikuti pendek seperti bantuan makanan, beasiswa,
dengan pelatihan-pelatihan ketrampilan peralatan permainan tidak akan mampu
yang sesuai dengan karakteristik dan latar menyelesaikan akar persoalan yang dihadapi
belakang mereka. anak jalanan. Selain itu, kondisi demikian,
justru hanya akan menjadikan rumah

48
Hempri Suyatna, Revitalisasi Model Penanganan Anak Jalanan di Rumah Singgah

singgah sebagai tempat untuk mencari jalanan tersebut setelah selesai mendapatkan
fasilitas. Anak-anak jalanan hanya akan pendidikan dan pelatihan dari rumah
masuk ke rumah singgah sekedar untuk singgah benar-benar siap diterima di
mendapatkan fasilitas-fasilitas tersebut. Oleh masyarakat. Mutrarsi (2002:11) menjelaskan
karena itu, pelatihan-pelatihan ketrampilan bahwa karakteristik anak jalanan seringkali
yang berorientasi pada income generating memiliki emosi yang labil, cenderung
seharusnya menjadi arus utama dalam agresif, rasa rendah diri, tidak dapat
proses penanganan anak jalanan di rumah berempati dan kecenderungan berperilaku
singgah seperti pelatihan sablon, bengkel anti sosial. Bimbingan konseling dapat
motor, musik dan komputer. Untuk dilakukan sebagai salah satu alternatif dalam
mendukung program-program pelatihan implementasi pendekatan psikologis ini.
yang berorientasi ekonomi ini, maka perlu Zastrow (2004: 181) mengemukakan bahwa
ada pengelolaan secara lebih serius terhadap proses konseling haruslah mencakup
unit-unit usaha yang dikelola rumah beberapa aspek yaitu bagaimana
singgah. Keberadaan unit-unit usaha ini membangun hubungan yang baik antara
dapat menjadi tempat latihan anak jalanan konselor dan klien, mengidentifikasi
dalam mengembangkan usahanya. masalah anak dan muaranya adalah solusi
Persoalan ini menjadi penting dikarenakan alternatif yang dilakukan untuk mengatasi
selama ini, unit-unit usaha yang ada di masalah anak jalanan tersebut.
rumah singgah seperti peternakan, warung Upaya mengembangkan solidaritas di
kecil sering mengalami kegagalan. Program antara sesama anak jalan yang ada di rumah
pendidikan dan pelatihan yang singgah juga harus menjadi bagian penting
dilaksanakan di rumah singgah harus dalam metode pembelajaran di rumah
diarahkan pada bagaimana menyiapkan singgah. Selain itu, mereka perlu diajarkan
anak untuk bekerja di sektor informal dan mengenai proses pembauran dan interaksi
usaha kecil/menengah. dengan sesama, berpartisipasi dalam
Program-program penyuluhan masyarakat dan sebagainya. Melalui
kesehatan reproduksi juga harus metode ini diharapkan anak jalanan akan
ditempatkan sebagai bagian penting dalam memiliki kesiapan ketika harus kembali
penanganan anak jalanan di rumah berbaur dengan masyarakat.
singgah. Dalam pergumulan keseharian, Untuk mendukung metode pendekatan
anak jalanan khususnya anak-anak wanita di atas, maka penanganan anak jalanan
jalanan tidak jarang menjadi ajang yang dilakukan haruslah memperhatikan
pelecehan dan kekerasan seksual, misalnya beberapa hal yaitu pertama aspek
diperkosa. Setelah beranjak dewasa, mereka kedisiplinan anak jalanan, kedua
terjerumus ke objek-objek lokalisasasi, kontinyuitas program penanganan anak
memadati area “lampu merah”, per- jalanan dan ketiga dedikasi/profesionalisme
simpangan rel kereta api dan sebagainya. dari pengelola rumah singgah. Dalam aspek
Mereka ini, tidak jarang menjadi sasaran pertama kedisipilinan, pengelola anak
empuk bagi penderita paedofilia yaitu jalanan perlu menerapkan menerapkan
kelompok komunitas yang doyan semacam punishment terhadap anak
menyalurkan hasrat libidonya kepada anak- jalanan yang tidak tertib, melanggar
anak hingga ke tingkat penganiayaan peraturan-peraturan yang telah ditetapkan
(Danim, 2006:116). oleh rumah singgah. Dengan membiasakan
Selain itu, metode pendekatan secara anak untuk bersikap disiplin, diharapkan
psikologis juga penting dilakukan agar anak akan terbentuk karakter mentak anak

49
Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Vol. 15, Nomor 1, Juli 2011

jalanan yang tangguh dan nantinya ketika dengan masyarakat dimana rumah singgah
kembali ke masyarakat dapat mematuhi berlokasi, orang tua dari anak yang ada di
berbagai aturan dan norma yang rumah singgah maupun masyarakat
berkembang di masyarakat. Kedua, untuk penerima. Namun sayangnya, interaksi
program-program yang dirancang di rumah dengan orang tua anak jalanan seringkali
singgah haruslah dilakukan secara juga mengalami kendala karena banyak
berkelanjutan antar setiap tahun. Oleh orang tua yang telah berpisah (cerai) dan
karena itu perlu ada semacam kurikulum seringkali anak jalanan sendiri sudah tidak
dan panduan penanganan anak jalanan mau kembali ke orang tua mereka. Proses
yang ada di rumah singgah sehingga pro- kerjasama dengan masyarakat penerima
gram tersebut dapat berkelanjutan dan (daerah asal) seringkali juga terkendala
dapat tepat sasaran. Ketiga, dedikasi dan karena stigma buruk yang masih melekat
profesionalisme pengelola rumah singgah pada anak jalanan.
sangat diperlukan untuk mendukung pro- Ada beberapa kerjasama dengan
gram-program di atas. Pengelola rumah elemen masyarakat yang perlu dibangun.
singgah harus benar-benar tahan banting, Pertama, kerjasama dengan masyarakat.
punya etos kerja yang kuat. Hal ini Menjalin kerjasama dan komunikasi dengan
dikarenakan penanganan anak jalanan masyarakat yang menjadi sasaran program
membutuhkan proses yang panjang. Satu penanganan anak jalanan perlu dilakukan
tahun saja mungkin tidak cukup untuk karena masih banyak anggapan masya-
mengentaskan anak jalanan, akan tetapi rakat tentang stigma anak jalanan yang
perlu proses yang cukup panjang. sering dianggap nakal dan mengganggu
masyarakat. Hubungan harmonis dengan
Tahap Proses Penanganan masyarakat ini akan bermanfaat dalam
Anak Jalanan rangka mendukung keberlanjutan pro-
Dalam proses penanganan anak gram-program penanganan anak jalanan
jalanan, kerjasama dengan masyarakat juga yang dilakukan rumah singgah. Dalam
memainkan peranan yang cukup penting. konteks ini, masyarakat harus disadarkan
Dalam realitasnya, tidak semua pengelola bahwa anak jalanan merupakan masalah
rumah singgah memiliki hubungan yang bersama sehingga pemecahan yang
baik dengan masyarakat sekitar. Hal ini dilakukan haruslah menjadi tanggung
tidak lepas dari stigma yang melekat pada jawab bersama dan masyarakat juga
anak jalanan sebagai anak nakal, sampah menjadi salah satu aktor kunci yang ikut
masyarakat dan sulit diatur sehingga menentukan keberhasilan penanganan anak
mereka khawatir keberadaan rumah jalanan tersebut.
singgah di daerah mereka justru Kedua, kerjasama dengan orang tua
mengganggu kenyamanan dan keten- anak jalanan. Penanganan anak jalanan
traman daerah mereka. Pengelola rumah harus melibatkan keluarga khususnya or-
singgah tampaknya juga menyadari betul ang tua anak jalanan. Seperti yang sudah
hal ini sehingga mereka telah melakukan diuraikan di atas, munculnya anak jalanan
berbagai strategi untuk untuk menjalin seringkali disebabkan karena faktor orang
hubungan dengan masyarakat. Hasil tua yang mempekerjakan anak. Dalam
penelitian yang penulis lakukan di rumah konteks ini, upaya yang selama ini
singgah di DIY menunjukkan bahwa rumah dilakukan rumah singgah untuk melibatkan
singgah yang ada telah melakukan orang tua perlu lebih diintensifkan lagi agar
beberapa strategi untuk menjalin interaksi orang tua memiliki kesadaran untuk tidak

50
Hempri Suyatna, Revitalisasi Model Penanganan Anak Jalanan di Rumah Singgah

mempekerjakan anak mereka di jalanan. justru tidak dimanfaatkan oleh anak


Sebenarnya, setiap orang tua anak jalanan jalanan. Bahkan ironisnya, banyak anak
tidak ingin anaknya berkeliaran di tempat jalanan yang justru menjual peralatan yang
umum, sehingga jika orang tua dilibatkan sudah diberikan tersebut. Akibatnya pro-
dalam formulasi kebijakan penanganan gram-program penanganan anak jalanan
anak jalanan, maka penanganan akan lebih menjadi tidak efektif.
tuntas dan tepat sasaran. Oleh karena itu, rumah singgah dapat
Ketiga, kerjasama dengan masyarakat memainkan peran sebagai lembaga
penerima. Proses penanganan anak jalanan pendamping dari program-program yang
perlu mengkaitkan masyarakat penerima. telah dilakukan oleh pemerintah. Rumah
Tahapan ini bermanfaat dalam proses singgah sebenarnya telah memiliki
reunifikasi anak jalanan kembali ke keunggulan dalam melakukan proses
masyarakat. Selama ini berkaitan dengan pendampingan. Mereka sebenarnya telah
masyarakat penerima, seringkali yang memiliki pengalaman yang cukup terkait
terjadi masyarakat enggan untuk menerima dengan proses pendampingan. Hubungan
kehadiran seseorang yang dulunya adalah informal dan kekeluargaan yang
anak jalanan, sehingga menyebabkan dikembangkan oleh banyak rumah singgah
mereka menjadi apatis dan akhirnya perlu dioptimalkan. Pemerintah sepertinya
kadangkala mengucilkan anak jalanan. perlu mengalokasikan dana ke rumah
Dalam hal ini, maka masyarakat perlu singgah untuk proses pendampingan
disadarkan bahwa anak jalanan adalah juga tersebut sehingga program-program yang
menjadi bagian dari Warga Negara Indone- telah dilaksanakan dapat tetap eksis.
sia sehingga mereka pun seharusnya Dengan ada subsidi dana, diharapkan
memperoleh hak-hak yang sama untuk pengelola rumah singgah dapat menunjuk
dapat diterima di masyarakat. Jalinan salah satu orang yang berfungsi untuk
dengan masyarakat inilah yang perlu melakukan proses pendampingan tersebut.
dioptimalkan sehingga mereka juga Tahap pendampingan ini perlu dilakukan
memiliki tanggung jawab yang sama dalam secara kontinyu sampai pada tahapan
menangani anak jalanan. Jika perlu, masyarakat dapat mandiri.
masyarakat yang terlibat dalam
penanganan anak jalanan dilibatkan sejak Tahap Terminasi
dari proses perencanaan penanganan. Setelah melalui tahap input dan tahap
Dengan pelibatan mereka tersebut proses penanganan anak, selanjutnya
diharapkan penanganan anak jalanan akan adalah tahap terminasi. Tahap ini
lebih manusiawi dan berhasil dibandingkan merupakan tahap “pemutusan” hubungan
dengan model penggarukan yang hanya secara formal dengan komunitas sasaran.
menjadi terapi kejut sesaat. Tahapan ini dilakukan idealnya dilakukan
Rumah singgah juga dapat melakukan ketika komunitas sasaran (dalam konteks ini
proses pendampingan terhadap program- anak jalanan) sudah dianggap mampu
program yang telah diberikan kepada anak mandiri. Dalam konteks ini, perlu ada
jalanan. Hal ini dilakukan karena selama ini keseragaman mengenai indikator
program-program yang dilakukan keberhasilan penanganan anak jalanan.
pemerintah cenderung hanya berhenti Pemerintah dapat menentukan indikator
ketikan progam pelatihan sudah selesai atau keberhasilan ini dengan mendasarkan
ketika bantuan peralatan sudah diserahkan masukan dari pengelola rumah singgah.
sehingga banyak bantuan yang diberikan Petugas harus keluar dari komunitas secara

51
Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Vol. 15, Nomor 1, Juli 2011

perlahan-lahan dan bukan secara ada penyaluran dana dari dinas ke rumah
mendadak. Hal ini perlu dilakukan agar singgah sementara koordinasi untuk
komunitas sasaran tersebut tidak merasa mensinkronkan program rumah singgah
ditinggalkan secara sepihak dan tanpa dengan pemerintah seringkali tidak berjalan
disiapkan oleh petugas (Adi, 2005:186). optimal.
Secara lebih ringkas, model penanganan Hal ini mengakibatkan program-pro-
anak jalanan yang ditawarkan di atas dapat gram penanganan anak jalanan akhirnya
digambarkan dalam flowchart berikut ini cenderung sporadis dan tumpang tindih.
(Dinas Sosial dan Jurusan PSDK, 2010: 130) Tidak adanya koordinasi antar stakeholder
dalam penanganan anak jalanan juga
FLOWCHART PENANGANAN ANJAL menyebabkan program-program pena-
DI RUMAH SINGGAH nganan yang ada cenderung hanya parsial.
Padahal keberhasilan penanganan anak
jalanan di rumah singgah juga akan
ditentukan oleh faktor lingkungan eksternal.
Ketika lingkungan eksternal yang ada tidak
kondusif dalam mendukung penanganan
anak jalanan, maka persoalan anak jalanan
ini tidak pernah dapat diselesaikan secara
tuntas. Sebagai contoh, misalnya terkait
dengan masalah sosial seperti peredaran
minuman keras, narkoba dan perilaku seks
menyimpang. Realitas menunjukkan bahwa
anak jalanan tidak dapat lepas dari
kebiasaan-kebiasaan buruk tersebut bahkan
ketika mereka sudah tidak lagi di jalanan
jalanan. Jika lingkungan eksternal tetap
mendukung tumbuh suburnya masalah-
masalah sosial tersebut, maka upaya-upaya
pendidikan dan pelatihan kepada anak
jalanan di rumah singgah hanya akan sia-
sia belaka. Oleh karena itu, kerjasama
dengan instansi terkait seperti kepolisian
untuk memberantas masalah-masalah sosial
seperti peredaran minuman keras, narkoba
perlu dilakukan secara intensif. Contoh lain,
Sinergitas Rumah Singgah Dengan juga dapat dilakukan dengan melihat
Pemerintah Dan Stakeholder Lain keterkaitan antara program penanganan
Keberhasilan penanganan anak jalanan anak jalanan dengan program pengentasan
yang dilakukan rumah singgah juga akan kemiskinan. Selama masyarakat masih
ditentukan adanya sinergitas antara rumah banyak yang miskin, maka masalah anak
singgah dengan stakeholder yang lain seperti jalanan juga akan terus muncul. Data
pemerintah. Selama ini, belum ada menunjukkan bahwa faktor terbesar yang
koordinasi dan kerja sama yang maksimal menyebabkan anak jalanan adalah karena
antara pemerintah dengan rumah singgah. kemiskinan. Program Nasional Pember-
Koordinasi yang ada biasanya hanya ketika dayaan Masyarakat (PNPM) Peduli yang

52
Hempri Suyatna, Revitalisasi Model Penanganan Anak Jalanan di Rumah Singgah

salah satu sasaran tujuannya untuk singgah sendiri. Oleh karena itu, pemerintah
masyarakat rentan sebenarnya dapat perlu mengarahkan otoritas, sumber daya
disinergikan juga dengan program-pro- dan jaringan informasi yang terkait dengan
gram penanganan anak jalanan yang penanganan anak jalanan kepada rumah-
dilakukan oleh rumah singgah. rumah singgah tersebut.
Terkait dengan keterbatasan dana yang
dihadapi oleh sebagian besar rumah singgah, Penutup
maka pemerintah perlu memperbesar Keberadaan rumah singgah perlu
alokasi anggaran kepada mereka. Program- dioptimalkan perannya sebagai ujung
program penanganan anak jalanan yang tombak penanganan anak jalanan. Untuk
disalurkan melalui rumah singgah idealnya mewujudkan hal tersebut perlu ada upaya
juga tidak hanya berorientasi pada proyek revitalisasi baik dari sisi internal maupun
semata. Mekanisme kerja yang dilakukan eksternal. Dari sisi internal, rumah singgah
oleh organisasi pemerintah yang men- perlu melakukan perbaikan dalam model
jalankan fungsi sosial harus dikembalikan penanganan anak jalanan. Sedangkan dari
pada watak dan sifat pelayanan sosial yang aspek eksternal, peran pemerintah dan
mementingkan proses dan bersifat humanis swasta perlu terus didorong agar rumah
daripada hasil fisik semata (Soetomo, singgah dapat terus eksis. Sinergi diantara
2008:290). Melalui perubahan mekanisme berbagai stakeholder ini diharapkan akan
kerja ini diharapkan rumah singgah dapat mewujudkan program penanganan anak
menyelenggarakan pelayanan sosial dengan jalanan yang lebih efektif dan komprehensif.
mengutamakan pada pengembangan
kapasitas penyandang masalah sosial.
Untuk mengukur keberhasilan rumah
singgah yang telah mendapatkan
pendanaan, maka pemerintah perlu Daftar Pustaka
menyusun indikator pencapaian pena-
nganan anak jalanan yang dilakukan
rumah singgah sehingga apa yang Adi, Rukminto Isbandi. (2005). Ilmu
dikerjakan rumah singgah dapat terpantau Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial
secara kontinyu. (Pengantar Pada Pengertian dan Beberapa
Jika pemerintah mengalami keter- Pokok Bahasan). Jakarta: Fisip UI Press.
batasan anggaran, maka sebenarnya Danim, Sudarwan. (2006). Agenda
mereka dapat memfasilitasi kerjasama Pembaruan Sistem Pendidikan. Yog-
rumah singgah dengan perusahaan- yakarta: Pustaka Pelajar.
perusahaan swasta melalui program CSR-
nya. Seiring dengan intensitas program CSR Dinas Sosial Propinsi DIY dan Jurusan
yang semakin tinggi maka pemerintah perlu Pembangunan Sosial dan
mendorong perusahaan-perusahaan swasta Kesejahteraan. (2010). Penyusunan
agar mengalokasikan anggarannya untuk Kajian Akademik Kajian Program
dialokasikan ke pemberdayaan anak Pembinaan Anak Jalanan. Laporan
jalanan. Selama ini sudah ada beberapa Akhir Penelitian (Tidak Diterbitkan).
rumah singgah yang bekerjasama dengan Garliah. (2004). Program Intervensi Dalam
swasta akan tetapi kerjasama yang Penanganan Masalah Anak Jalanan. Pro-
dilakukan tersebut lebih dikarenakan gram Studi Psikologi. Universitas
banyak yang merupakan inisiasi dari rumah Sumatera Utara: Fakultas Kedokteran,

53
Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Vol. 15, Nomor 1, Juli 2011

Huda, Miftacul. (2008). Pekerjaan Sosial Dan Suharto, Edi. (2009). Kemiskinan Dan
Kesejahteraan Sosial: Sebuah Pengantar. Perlindungan Sosial Di Indonesia.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Bandung: Alfabeta.
Midgley, James. (2005). Pembangunan Thahjorini Se, Margono Slamet, Pang S.
Sosial,Perspektif Pembangunan Dalam Asngari, dan Djoko Susanto. (2005).
Kesejahteraan Sosial. Jakarta: Ditperta Persepsi Anak Jalanan Terhadap
Depag RI. Bimbingan Sosial Melalui Rumah
Murtrasi. (2002). Kekerasan Terhadap Anak Singgah Di Kotamadya Bandung.
dalam Among, Lembaga Perlindungan Jurnal Penyuluhan. Vol.1 No.1
Anak (LPA) Propinsi DIY Edisi Ke-5 Sepmtember 2005.
Januari-Februari. Zastrow, Charles H. (2004). Introduction To
Soetomo. (2008). Masalah Sosial Dan Upaya Social Work And Social Welfare in Eight
Pemecahannya. Yogyakarta: Pustaka Edition. USA: Brooks/Cole Thomson
Pelajar. Learning.

54

Anda mungkin juga menyukai