Anda di halaman 1dari 19

EKSPLOITASI DAN KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DALAM KONFLIK

SURIAH PENDEKATAN HERMENEUTIKA FEMINIS AMINA WADUD

Anna Zakiah Derajat


Konsentrasi Kajian Timur Tengah, Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga
annazakiyyahderajat@gmail.com

Toni Kurniawan
Konsentrasi Islam, Pembangunan dan Kebijakan Publik, Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga
toniwe605@gmail.com

Abstrak
Dalam agama apa pun, perempuan akan menjadi sasaran eksploitasi dan diskriminasi para penafsir
fundamental. Ketimpangan peran sosial yang dilihat dari aspek gender selalu mempertahankan dalih-
dalih doktrin agama, serta mempertahankan budaya masyarakat yang patriarki. Tentu saja hal itu
merugikan perempuan dan menguntungkan kelas-kelas tertentu dalam masyarakat. Sekitar 76% dari
tahanan Suriah adalah perempuan. Selama dalam tahanan, perempuan Suriah mengalami kekerasan
berbasis gender, hal ini tentu berkaitan erat dengan adanya deminasi laki-laki yang dilanggengkan di
negara tersebut. Hal ini sangat kontradiktif dengan pandangan Amina Wadud. Wadud berpendapat
bahwa laki-laki dan perempuan berkedudukan yang sama rata, sehingga tidak ada timpang-tindih
di antara keduanya. Hal ini sesuai dengan penafsirannya pada QS. An-Nisa ayat 34. Ada tiga
kunci yang tertera dalam ayat tersebut, yaitu pertama, qanita>t. Kedua, d}araba. Ketiga, t}a’at.
Tulisan ini ingin menegaskan kembali bahwa agama Islam memang dilahirkan dengan tujuan untuk
membebaskan manusia, baik laki-laki maupun perempuan dari segala sistem yang mengekangnya.
Dengan mengamalkan dan menegakkan nilai-nilai kemanusiaan, seperti kesetaraan dan keadilan
berbasis gender di Negara Suriah. Maka dari itu, adanya tulisan ini berusaha untuk mengungkap
permasalahan terkait eksploitasi dan kekerasan terhadap perempuan Suriah dengan menggunakan
perspektif hermeneutika feminis Amina Wadud.
Kata Kunci: Hermeneutika, Amina Wadud, Eksploitasi perempuan, Konflik Suriah, Tafsir feminis
Abstract
In any religion, women will be the target of exploitation and discrimination of fundamental
interpreters. Inequality of social roles seen from the aspect of gender always maintains the pretext
of religious doctrine, and maintains a patriarchal culture of society. Of course it harms women and
benefits certain classes in society. About 76% of Syrian restaurants are women. While in detention,
Syrian women experience gender-based violence, this is of course closely related to the existence of
male demination that is perpetuated in the country. This is very contradictory to the view of Amina
Wadud. Wadud is of the opinion that men and women are equal, so that there is no overlap between
the two. This is in accordance with its activities in QS. An-Nisa verse 34. There are three keys listed
in the verse, namely first, qanita>t. Second, d}araba. Third, t}a’at. This paper wants to reiterate
that the religion of Islam was indeed born with the aim of preserving humans, both men and from all
systems that restrain it. By practicing and improving human values, such as experience and gender-
based justice in Syria. Therefore, this paper seeks to uncover problems related to exploitation and
violence against Syrian women by using the feminist hermeneutic perspective of Amina Wadud.
Keyword: Hermeneutics, Amina Wadud, Exploitation of women, Syrian Conflict, Feminist
45
Musãwa, Vol. 20, No. 1 Januari 2021

interpretation Maarat Al-Nouman, seorang anggota milisi yang


diancam bahwa jika ia mengikuti demonstrasi,
Pendahuluan maka ia akan dibunuh, dihancurkan rumahnya,
Kekerasan berbasis gender terhadap dan para pasukan keamanan akan memperkosa
perempuan merupakan salah satu pelanggaran hak keluarganya.
2

asasi manusia yang paling sering kita temukan di Adanya kekerasan yang terjadi di Negara
masyarakat umum, baik tingkat regional, nasional, Suriah ini, tentu tidak terlepas dari tujuan
maupun internasional. Banyak perempuan pemerintah dan milisi untuk meredam aksi
yang telah mengalami pelecehan secara fisik, demonstrasi yang terjadi pada saat itu. Aktor-aktor
seksual, bahkan sering juga terjadi eksploitasi yang terlibat dalam konflik tersebut menggunakan
perempuan dengan berbagai tekanan dan alasan jalan kekerasan seksual sebagai alat untuk
dalam hidup mereka.1 Salah satu dari banyaknya menanamkan rasa takut, untuk menghina, serta
kekerasan ini pun terjadi di Negara Suriah. Sejak menghukum. Kelompok-kelompok pemerintah
pecahnya protes yang menuntut sebuah reformasi dan milisi terkait telah melakukan pemerkosaan,
demokrasi pada tahun 2011 lalu, para perempuan pelecehan seksual terhadap perempuan dewasa
Suriah berada di garis terdepan, ikut serta dalam dan anak-anak.3 Selain itu, mereka juga melakukan
mengorganisir demonstrasi, pemogokan, dan penggerebekan rumah, penangkapan orang-
aksi-aksi solidaritas lainnya bersama para korban orang yang telah tergabung dalam demonstrasi di
untuk dapat menyerukan pembebasan anggota Suriah, serta para pendudukung oposisi.
keluarga mereka. Tetapi, dengan ikut sertanya
perempuan Suriah dalam aksi tersebut, banyak di Dalam penahanan tersebut, para perempuan
antara mereka yang ditangkap dan ditahan oleh menjadi sasaran penggeledahan invasif,
pasukan keamanan. dipermalukan, bahkan diperkosa. Adanya
kekerasan seksual ini dengan berbagai alasan
Pasukan keamanan tersebut mulai yang melatarbelakangi, salah satunya adalah
menangkap lebih dari 25 pengunjuk rasa, termasuk untuk mendapatkan bantuan kemanusiaan
di dalamnya adalah mayoritas perempuan sebagai penunjang hidup perempuan Suriah.
yang didakwa telah menyerang prestise negara Selain itu, kekerasan seksual ini pun dilakukan
dan menyebarkan doktrin terkait perselisihan untuk memaksa pengakuan mereka, mengekstrasi
sektarian. Kemudian, pada tanggal 13 April 2011, informasi, hukuman, serta bentuk teror kepada
ada ratusan perempuan yang berbaris di Bayda kelompok oposisi.
untuk memblokir jalan utama dan menolak pergi
dari tempat tersebut sebelum tahanan dibebaskan Adanya eksploitasi dan kekerasan terhadap
oleh pasukan keamanan. Sedangkan, di tanggal perempuan di Negara Suriah tentu berdampak
7 Mei, tepatnya di Baniyas, para tentang telah dari budaya patriarki yang masih melekat kuat
mengepung kota dengan tank, kendaraan berlapis di negara tersebut. Salah satu faktor dari adanya
baja dan memasuki rumah-rumah rakyat Suriah, budaya patriarki di Suriah adalah pandangan
serta menangkap lebih dari 500 orang termasuk masyarakat yang masih kaku terkait permasalahan
di dalamnya adalah perempuan dan anak-anak. yang menyangkut perempuan. Kenyataan pahit
Dua hari kemudian, pasukan keamanan beraksi dari adanya sistem patriarki di Suriah tersebut,
kembali sehingga menewaskan enam orang, di awali oleh stereotip masyarakat bahwa
termasuk di dalamnya adalah empat perempuan. dengan adanya pembatasan kebebasan terhadap
Kemudian, pada bulan Juli 2011, Samar Yazbek, perempuan, maka menjadi cara terbaik untuk tetap
seorang penulis dan aktivis Suriah dipaksa menjaganya agar terkendali. Dengan demikian,
untuk meninggalkan negaranya bersama perilaku kesewenang-wenangan terhadap
dengan keluarganya setelah pasukan keamanan perempuan akan dengan mudah ditemukan, baik
mengancam akan menangkap putrinya. Selain itu dalam tatanan keluarga, masyarakat, bahkan
juga, di bulan yang sama, terjadi penggerebekan di 2  Fidh, Women and The Arab Spring: Taking Their Place?
(European Parliament, 2012), 54–56.
  Human Rights Council, “I lost my dignity: Sexual and
1

gender-based violence in the Syrian Arab Republic,” 3


  Tri Haryanto dan Didin Wahyudin, “Eksploitasi Perem-
Relief Web, 8 Maret 2018, https://reliefweb.int/report/ puan dalam Media Massa dan Tinjauan Islam,” Jurnal
syrian-arab-republic/i-lost-my-dignity-sexual-and-gen- Martabat: Jurnal Perempuan dan Anak 1, no. 2 (2017):
der-based-violence-syrian-arab-republic. 279–300.

46
Anna Zakiah Derajat, Toni Kurniawan- Hubungan Kekerasan Gender di Suriah dan Maskulinitas Penafsiran Al-Qur’an...

negara, salah satunya yang terjadi pada Negara yang dikemukakan oleh Amina Wadud melalui
Suriah. pendekatan hermeneutika Gadamer dapat
dikatakan cukup relevan untuk diterapkan. Dalam
Adapun kajian tentang budaya patriarki pendekatan hermeneutika, Amina Wadud berhasil
dan ketidaksetaraan gender telah banyak menafsirkan ayat-ayat yang berkaitan dengan
dikemukakan oleh beberapa ilmuwan Muslim penciptaan perempuan, kedudukan perempuan
maupun Barat, salah satunya adalah Amina sebagai pemimpin, dan masalah poligami. Hal ini
Wadud yang berusaha menginterpretasikan Al- menghasilkan beberapa poin, yaitu asal-muasal
Qur’an dengan metode baru yang sarat akan manusia, di mana laki-laki dan perempuan
pembahasan feminisme. Di dalam penelitiannya, merupakan makhluk yang berasal dari satu nafs
Amina Wadud sangat mempertimbangkan yang sama dan ditakdirkan untuk setara dalam
bagaimana keterkaitan antara tauhid selaku sebuah hubungan. Dalam hal kepemimpinan
insider, ia juga berbicara tentang bagaimana perempuan, harus terlebih dahulu dilihat dari
Islam sebagai agama feminis. Selain itu, konteks masyarakatanya secara keseluruhan.
Amina Wadud mencoba untuk menafsirkan dan Sedangkan, perihal poligami, tidak ada bukti
membaca kembali ayat-ayat Al-Qur’an dalam langsung dari Al-Qur’an yang memperbolehkan
perspektif feminis.4 Dalam menafsirkan ayat-ayat melakukan poligami.
Al-Qur’an yang berkaitan dengan gender, Amina
Wadud mencoba untuk menerapkan metode Sementara itu, Gulia Ichikaya Mitzy dan
hermeneutika dalam penafsiran tersebut. Wadud Silfanny Zahirah8 dalam artikelnya menjelaskan
juga menggunakan teori double movement dan bahwa hampir sekitar 80% dari satu juta penduduk
pendekatan tematik yang digagas oleh Fazlur Suriah yang mengungsi di Lebanon merupakan
Rahman dalam menjelaskan ayat-ayat tentang perumpuan dan anak perempuan. Para pengungsi
perempuan.5 Bagi Amina Wadud, penafsiran Suriah tersebut mengalami kekerasan seksual dan
itu tidak ada yang bersifat definitive,6 sehingga eksploitasi sebagai ganti dari bantuan makanan
untuk memelihara relevansi Al-Qur’an dengan yang diberikan oleh para petugas lembaga bantuan
kehidupan manusia, diperlukan penafsiran ayat- kepada pengungsi. Selain itu, adanya eksploitasi
ayat Al-Qur’an secara terus-menerus. ini juga mengakibatkan ganguan kesehatan fisik
dan perempuan Suriah.
Jenis penelitian ini adalah penelitian
kualitatif. Peneliti akan memfokuskan pada Selain itu, Mella Fitriyatul Hilmi9
metode penelitian hermeneutika Amina Wadud menjelaskan dalam artikelnya bahwa kekerasan
dalam memahami isu eksploitasi dan kekerasan seksual yang terjadi di Suriah merupakan tindakan
seksual terhadap perempuan dalam konflik kekerasan dengan adanya penyalahgunaan
Suriah, dengan teori keadilan atau a theory of kekuasaan, kepercayaan, dengan tujuan untuk
gender justice. Metode hermeneutika Amina mendapatkan kepuasan seksual. Selain itu, pelaku
Wadud dalam memahami ayat-ayat Al-Qur’an tindak kekerasan seksual pun akan memperoleh
terkait perempuan menjadi salah satu metode keuntungan dalam bentuk uang, bidang politik,
yang berkembang dan menawarkan warna baru atau sosial. Menurut Mella dalam penelitiannya,
dalam studi tafsir Al-Qur’an. berdasarkan pasal 7 ayat (1) Rome Statute of the
International Criminal Court bahwa kekerasan
Dalam sebuah artikel, Irsyadunnas7 seksual yang diterima oleh para perempuan
menjelaskan bahwa tafsir ayat-ayat gender Suriah merupakan bagian dari kejahatan terhadap
kemanusiaan, sehingga Hukum Internasional
4
  Amaliatulwalidain, “Diskursus Gender: Tela’ah Terha- memiliki peran dalam hal ini.
dap Pemikiran Amina Wadud,” Jurnal Tamaddun XV,
no. 1 (Juni 2015): 81.
8
  Gulia Ichikaya Mitzy dan Silfanny Zahirah, “Feminisme
  Amina Wadud, Inside The Gender Jihad: Women Re-
5
Radikal dan Eksploitasi Perempuan Suriah Sebagai Ob-
form’s in Islam (England: Oneword Publications,
jek Seksual Terkait Imbalan Bantuan Kemanusiaan,”
2006), 77.
Journal Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia 5, no.
  Amina Wadud, 199.
6
10 (November 2020).
  Irsyadunnas, “Tafsir Ayat-Ayat Gender Ala Amina
7 9
  Mella Fitriyatul Hilmi, “Kekerasan Seksual dalam Hu-
Wadud Perspektif Hermeneutika Gadamer,” Jurnal kum Internasional,” Journal Jurist-Diction 2, no. 6
Musawa 14, no. 2 (Juli 2013). (November 2019).

47
Musãwa, Vol. 20, No. 1 Januari 2021

Di sisi lain, Mutrofin10 dalam artikelnya pengalaman perempuan Suriah yang mengalami
menjelaskan bahwa Amina Wadud telah ketidakadilan kekerasan dan ketidakadilan
mengubah pemikiran lama yang disebabkan gender di dalam artikelnya. Konflik politik yang
oleh biasnya interpretasi dari metodologi menimbulkan banyak risiko bagi perempuan
rekonstruksi patriarki melalui penelitiannya. Suriah ini, disebabkan karena adanya bentuk
Hal ini disebabkan oleh ketidaksesuaian dengan dan jalur kekerasan baru yang muncul, di mana
prinsip dasar dan semangat dari Al-Qur’an. Pada pola kekerasan tersebut dapat diperkuat dan
dasarnya, Al-Qur’an sangat adil terhadap laki-laki diintensifkan. Penggunaan kekerasan seksual
dan perempuan, sehingga memiliki kedudukan itu muncul sebagai taktik perang yang telah
yang setara. Namun, adanya bias interpretasi terdokumentasi dengan baik.
patriarki ini diperkuat oleh sistem politik dan
budaya masyarakat yang patriarkal. Kajian yang telah dijelaskan di atas
menunjukkan suatu elaborasi terkait eksploitasi
Kemudian, Muhammad Rifa’at Adiakarti dan kekerasan seksual terhadap perempuan yang
Farid11 menjelaskan dalam artikelnya bahwa didasarkan pada beberapa faktor, salah satunya
tindak kekerasan dan pelecehan seksual terhadap adalah budaya masyarakat yang patriarki. Kajian-
perempuan terjadi akibat rendahnya pola piker kajian tersebut hanya secara umum ditelaah oleh
masyarakat terhadap kesetaraan derajat antara beberapa peneliti lainnya, yang terbatas pada
perempuan dan laki-laki yang memang terjalin di persoalan faktor-faktor penyebab kekerasan
masyarakat. Dalam hal ini, baik laki-laki maupun seksual, dampak dari kekerasan seksual, dan
perempuan, tidak diuntungkan dalam situasi lain sebagainya. Beranjak dari hal tersebut,
tersebut. artikel ini akan mengisi ruang kajian tentang
tafsir feminis yang dikembangkan oleh Amina
Selain itu, Sema Nasar12 juga menjelaskan Wadud dalam konteks eksploitasi dan kekerasan
bahwa adanya peningkatan konflik Suriah seksual yang terjadi terhadap kaum perempuan
mengakibatkan banyaknya perempuan Suriah di Negara Suriah. Pembahasan akan diarahkan
terpapar berbagai pelanggaran dari berbagai pada bagaimana pemikiran dari Amina Wadud
pihak dalam konflik tersebut. para perempuan menjadi sumber otentik yang dapat diintegrasikan
Suriah menjadi korban utama dari konsekuensi dengan konflik kekerasan seksual yang terjadi
adanya penghancuran utilitas dan terganggunya di Suriah. Hal ini disebabkan oleh banyaknya
pasokan makanan, pembunuhan, penangkapan, perempuan Suriah yang menjadi sasaran
serta penyanderaan mereka dengan tujuan untuk berbagai pelanggaran, seperti pembunuhan di
menekan suami atau saudara laki-lakinya. Ribuan luar hukum, penangkapan sewenang-wenang,
perempuan Suriah tewas dalam penembakan, penyiksaan, eksekusi, penghilangan paksa,
penggerebekan, dan pembantaian yang dilakukan kekerasan seksual, dan lain sebagainya. Antara
oleh pasukan pemerintah. Maret 2011-25 November 2019, SNHR telah
Dan, Khuloud Alsaba serta Anuj mendokumentasikan bahwa terdapat 28.076
Kapilashrami13 juga menjelaskan terkait kematian perempuan dan anak perempuan Suriah.
Sebanyak 90 perempuan dilaporkan tewas akibat
10
  Mutrofin, “Kesetaraan Gender dalam Pandangan Amina penyiksaan, 72 di antaranya ditahan oleh pasukan
Wadud dan Riffat Hassan,” Jurnal Teosofi: Jurnal Ta- pemerintah. Selain itu, setidaknya sekitar 10.363
sawuf dan Pemikiran Islam 3, no. 1 (Juni 2013). perempuan dan anak perempuan masih ditahan
  Muhammad Rifa’at Adiakarti Farid, “Kekerasan Ter-
11
bahkan dihilangkan secara paksa di tangan pihak-
hadap Perempuan dalam Ketimpangan Relasi Kuasa: pihak utama yang berkonflik.14
Studi Kasus di Rifka Annisa Women’s Crisis Center,”
Jurnal Sawwa: Jurnal Studi Gender 14, no. 2 (2019): Dari fakta sosial terkait eksploitasi
175–90, https://doi.org/10.21580/sa.v14i2.4062. perempuan yang terjadi di Negara Suriah, tentu
12
  Sema Nasar, Violence against Women, Bleeding Wound tidak terlepas dari adanya stigma masyarakat
in the Syrian Conflict (Denmark: Euro-Mediterranean
Human Rights Network, 2013). sexual and reproductive healt and rights, Violence: a
barrier to sexual and reproductive healt and rights, 24,
13
  Khuloud Alsaba dan Anuj Kapilashrami, “Understand-
no. 47 (2016).
ing Women’s Experience of Violence and the Political
Economy of Gender in Conflict: the Case of Syria,” Re-   EASO, “Syria Situation of Women” (Suriah: European
14

productive Healt Matters: An international journal on Asylum Support Office, 2020).

48
Anna Zakiah Derajat, Toni Kurniawan- Hubungan Kekerasan Gender di Suriah dan Maskulinitas Penafsiran Al-Qur’an...

yang terus melanggengkan budaya patriarki, banyak dilakukan oleh kelompok-kelompok


serta adanya penolakan secara signifikan dari yang dengan sengaja diutus oleh pemerintah.
kelompok fundamentalis Islam Suriah, yang Kelompok-kelompok tersebut melakukan
secara terang-terangan menolak adanya keadilan pemerkosaan, pelecehan seksual terhadap
dan kesetaraan gender di Suriah. Pemahaman perempuan, penggerebekan rumah-rumah dengan
kelompok fundamentalis terkait teks-teks agama tujuan untuk menangkap para demonstran yang
yang dinilai nilai berdampak pada apa yang terjadi dianggap sebagai pendukung oposisi.
di masyarakat Suriah. Secara normatif, teks-teks
agama memang bersifat ambivalen. Namun, hal Selain itu, adanya kekerasan dalam rumah
tersebut akan menjadi rentan dan menimbulkan tangga di Suriah bukanlah hal baru yang terjadi,
beberapa bias, konflik, serta kekerasan jika bahkan hal ini menjadi sesuatu yang dianggap
dipahami tanpa melihat konteks sosial lainnya. normal dan tertanam kuat dalam kebudayaan
mereka. Adanya peningkatan kekerasan dalam
Jika merujuk kepada pemikiran Amina rumah tangga ini, berdampak secara signifikan
Wadud, tentu hal ini sangat bertentangan. Di terhadap perempuan. Di mana perempuan harus
mana Wadud sendiri berpandangan bahwa bekerja di luar rumah dengan tujuan memiliki
banyaknya eksploitasi dan kekerasan terhadap kontribusi dan menjadi tulang punggung keluarga.
perempuan itu diakibatkan adanya ketimpangan Adanya tekanan-tekanan secara psikologis dan
gender yang disebabkan oleh penafsiran ayat- peran kekuasaaan tradisional, peneliti anggap
ayat Al-Qur’an yang bias. Seperti yang kita telah mengikis kapasitas kaum laki-laki untuk
tahu bahwa, Suriah sebagai salah satu negara dapat mengelola dan menahan dirinya dari
wilayah Timur Tengah menjadi salah satu tempat kemarahan terhadap perempuan. Tekanan yang
banyaknya ketidakadilan gender. Hal ini tentu dianggap mengganggu psikologis mereka akan
disebabkan juga oleh budaya masyarakat Timur dijadikan sebagai alasan untuk melakukan
Tengah yang masih menganggap sampai hari ini kekerasan terhadap perempuan.
bahwa kelas sosial perempuan jauh berada di
bawah laki-laki. Memahami pemikiran Amina Di Suriah sendiri, para perempuan yang
Wadud tentang tafsir feminis ini menjadi penting, memegang peran sebagai satu-satunya pencari
karena tulisannya banyak diarahkan pada aspek nafkah tidak memiliki tempat atau sumber
rekonstruksi penafsiran ayat-ayat Al-Qur’an yang pendapatan untuk memenuhi kebutuhan sehari-
dianggap bias interpretasi partriarki. Adanya hari mereka. Mereka hanya mengandalkan
tulisan ini akan memberikan perspektif baru bantuan dari lembaga internasional. Namun,
dalam memahami penafsiran ayat-ayat gender adanya bantuan dari lembaga tersebut menjadi
Amina Wadud yang diarahkan pada konflik bumerang besar untuk perempuan yang berada di
Suriah, di mananya banyaknya ekploitasi yang Suriah, karena para pekerja dari lembaga bantuan
terjadi tersebut disebabkan oleh pemahaman itu meminta mereka untuk menukar bantuan
masyarakatnya yang masih terbilang kolot makanan dan minuman yang diberikan dengan
dan karena adanya kepentingan politik untuk imbalan layanan seksual dari para perempuan
meredam konflik yang terjadi di negara tersebut. tersebut.15 Selain itu, petugas lembaga bantuan
akan mengusulkan pernikahan sementara kepada
perempuan yang mendapatkan bantuan dengan
Eksploitasi dan Kekerasan Seksual Terhadap janji bahwa persediaan makanan untuk mereka
Perempuan Sebagai Bentuk Kejahatan akan terpenuhi dan terus berlanjut.16 Jika para
Kemanusiaan perempuan tersebut menolak untuk diajak
berhubungan seksual atau melakukan pernikahan
Negara Suriah merupakan salah satu negara
yang di dalamnya terjadi kekerasan seksual   BBC News, “Konflik Suriah: Perempuan ‘dieksploitasi
15

yang berbasis gender, khususnya terjadi pada secara seksual dengan imbalan bantuan kemanusiaan,’”
BBC News Indonesia, 27 Februari 2018, https://www.
kaum perempuan di negara tersebut. Kekerasan bbc.com/indonesia/dunia-43207848.
seksual di negara ini dijadikan sebuah alat 16
untuk menanamkan rasa takut yang amat sangat,   Jose Ciro Martinez dan Brent Eng, “The Unintended
Consequences of Emergency Food Aid: Neutrality,
untuk menghina, menghukum, bahkan hal ini Sovereignty, and Politics in the Syrian Civil War 2012-
dijadikan sebagai bagian dari ketertiban sosial di 2015,” Journal International Affairs 92, no. 1 (2016):
sana. Kekerasan seksual yang terjadi di Suriah, 153.

49
Musãwa, Vol. 20, No. 1 Januari 2021

sementara, maka para petugas bantuan akan kepentingan yang dianggap tidak penting,
mengancamnya dengan tidak memberikan seperti gossip dan skandal. Di berbagai daerah
bantuan lagi kepada mereka. Sehingga, banyak juga, kelompok-kelompok ektrimis telah
di antara perempuan Suriah yang memang memberlakukan aturan yang sangat ketat untuk
sengaja menghindari daerah penyaluran bantuan membatasi kaum perempuan dalam bergerak,
makanan, agar tidak mendapatkan pelecehan dan hal ini telah terjadi sebelum terjadinya krisis
seksual, kekerasan, bahkan pemerkosaan. yang menimpa Negara Suriah.19
Dilansir dari laporan penelitian Relief Eksploitasi dan kekerasan seksual yang
Web yang berjudul “Voices from Syria 2019 terjadi di masyarakat Suriah, dapat dikategorikan
Assessment Findings of the Humanitarian menjadi berbagai macam bentuk kekerasan,
Needs Overview” bahwa kekerasan, peleceham, yaitu kekerasan fisik, kekerasan psikologis,
pemerkosaan terhadap perempuan, baik dewasa, kekerasan seksual, kekerasan finansial atau
anak-anak, dan remaja terjadi di instalasi dan ekonomi. Pertama, kekerasan fisik. Dalam
kamp-kamp pengungsian yang berada di sana. hal ini, kekerasan fisik dapat berupa tindakan
Disebutkan bahwa kamp tersebut merupakan pemukulan, menendang, menginjak, melukai,
tempat yang dianggap paling tidak aman untuk bahkan membunuh seseorang. Kekerasan
perempuan Suriah, karena bantuan yang diterima fisik ini dapat menimbulkan rasa sakit bahkan
para pengungsi di kamp tersebut tidak secara kematian. Kedua, kekerasan psikologis. Dalam
gratis. Sebagian besar dari bantuan tersebut harus lingkup ini, kekerasan yang dapat dirasakan dan
ada imbalan, baik dalam bentuk uang maupun diterima oleh kaum perempuan berupa tindakan
layanan seksual untuk dapat menerima bantuan ancaman, pelecehan, menguntit, dimata-matai
makanan. Banyak juga perempuan yang tidak hingga timbul rasa takut dalam dirinya. Ketiga,
melaporkan pelecehan yang terjadi pada mereka kekerasan seksual. Kekerasan seksual dapat
ini, dengan pertimbangan para perempuan berupa kekerasan yang mengarah pada ajakan
tersebut hidupnya memang bergantung pada atau desakan seksual yang dilakukan laki-laki
bantuan yang diberikan oleh lembaga-lembaga terhadap perempuan. Dampak yang terjadi
yang membantunya.17 dari kekerasan seksual ini adalah terbentuknya
ketidakseimbangan mental, adanya rasa trauma,
Banyaknya hambatan sosial terhadap bahkan kehamilan pada perempuan tersebut.
pergerakan perempuan menjadi salah satu
masalah keamanan yang perlu diperhatikan Keempat, kekerasan finansial. Dalam hal ini,
bersama. Berbagai penculikan dan kekerasan kaum perempuan mendapatkan kekerasan berupa
seksual terhadap perempuan telah menjadi bagian tidak diberikannya kebutuhan finansialnya, tidak
dari keprihatinan yang sama terkait dengan adanya tanggung jawab dari laki-laki sehingga
stigma dan kerusakan yang terjadi pada keluarga kebutuhannya tidak terpenuhi. Namun, dalam
dan lingkungan di luar rumah.18 Sebelum terjadi penelitian ini, adanya kekerasan yang terjadi pada
krisis ekstrem di Suriah, kaum perempuan kaum perempuan Suriah adalah kekerasan dalam
di negara tersebut telah mengalami berbagai lingkup seksual, fisik, finansial, serta psikologis
tekanan karena tradisi dan norma budayanya. mereka; sehingga tidak adanya rasa aman dalam
Adanya tradisi dalam menekankan kehormatan diri perempuan tersebut ketika harus berhadapan
perempuan, dianggap sebagai pembatasan. dengan para pejabat laki-laki, petugas pemberi
Karena tujuan dari tradisi tersebut bukan untuk bantuan, dan petugas sipil lainnya.20
menjaga keamanan kaum perempuan di Suriah,
tetapi untuk menjauhkan mereka dari berbagai Kekerasan yang dialami oleh perempuan
Suriah tentu tidak terlepas dari adanya kedudukan
perempuan sebagai makhluk subordinat laki-
17
  UNFPA, “Voices Form Syria 2019 Assessment Findings
laki. Kedudukan perempuan sebagai the second
of the Humanitarian Needs Overview,” Whole of Syria
Gender-Based Violence Area of Resposibility (Syria:   Sam Cook, “The ‘woman-in-conflict’at the UN Security
19

UNFPA, 2019), https://reliefweb.int/sites/reliefweb.int/ Council: a subject of practice,” Journal International


files/resources/voices_from_syria_2019.pdf. Affairs 92, no. 2 (2016): 104.
18
  Nurvina Alifa, Antara Perlindungan dan Pembatasan:   Siti Ari Purnama, Pemahaman Bentuk-bentuk Ke-
20

Seksualitas dan Perempuan dalam Pandangan KPI (Ja- kerasan Terhadap Perempuan dan Alternatif Pemeca-
karta: Remotivi, 2013). hannya (Jakarta: Alumni, 2000).

50
Anna Zakiah Derajat, Toni Kurniawan- Hubungan Kekerasan Gender di Suriah dan Maskulinitas Penafsiran Al-Qur’an...

creation atau the second sex ini diperkuat dengan yang memang sejak dahulu sudah melekat di
adanya berbagai penafsiran Al-Qur’an yang wilayah Suriah.
memang telah berkembang selama ini. Bukan
hanya itu saja, adanya ketidaksetaraan di antara Salah satu tokoh yang memang menegakkan
laki-laki dan perempuan juga disebabkan oleh kesetaraan gender melalui penafsiran-penafsiran
adanya konsep kodrat yang berlaku di masyarakat. feminisnya adalah Amina Wadud. Pemikiran
Di mana dalam konsep tersebut, laki-laki Amina Wadud atas penafsiran ayat-ayat Al-
diposisikan sebagai pencari nafkah, sosok yang Qur’an dengan kekhasannya terkait feminisme,
kuat, terampil. Sedangkan, perempuan sendiri cukup terefleksi dalam bukunya yang berjudul
diposisikan sebagai pekerja sekunder, lemah, Qur’an and Woman: Reading The Sacred Text from
dan tidak memiliki kompetensi teknis. Budaya a Woman’s Perspective.21 Hadirnya pemikiran
patriarki yang begitu melekat dalam masyarakat, Amina Wadud ini karena beberapa hal, yaitu
tentu didukung oleh adanya penafsiran-penafsiran pengamalan Wadud yang ikut berkumpul dan
yang dianggap bias gender. berkontribusi bersama perempuan-perempuan
Afrika-Amerika dalam upaya memperjuangkan
Dalam beberapa produk penafsiran Al- gender. Selain itu, Wadud juga mengamati
Qur’an sendiri, terdapat berbagai pandangan betul bagaimana relasi atau hubungan laki-
yang dianggap tidak begitu akomodatif terhadap laki dan perempuan yang dianggapkan masih
nilai-nilai kemanusiaan untuk perempuan. mencerminkan budaya patriarki yang kental.
Dalam hal ini, perempuan Suriah sendiri tidak Amina Wadud sendiri berpandangan bahwa
diakui sebagai manusia yang utuh, mereka adanya ketimpangan gender ini disebabkan oleh
tidak dapat membela dirinya, dianggap sebagai penafsiran ayat-ayat Al-Qur’an yang memang
faktor pembuat masalah keluarga, dan dipaksa telah didominasi oleh budaya patriarki, sehingga
untuk terus tunduk terhadap otoritas laki-laki budaya tersebut mentolerir adanyanya kekerasan,
dan pemerintah. Maka dari itu, diperlukan eksploitasi, dan penindasan terhadap perempuan.
metode pemikiran kritis terhadap pemahaman Pemikiran feminism Amina Wadud ini lebih
teks Al-Qur’an, yang kemudian dijadikan solusi berfokus kepada permasalahan eksistensi, hak-
untuk problematika ketidaksetaraan gender di hak yang harus didapatkan oleh perempuan,
masyarakat. serta peran perempuan yang telah tertulis
dalam Al-Qur’an.22 Oleh karena itu, Amina
Seperti yang kita ketahui bersama bahwa Wadud menawarkan sebuah model pembacaan
Negara Suriah merupakan negara yang hermeneutika yang berkaitan dengan perempuan
melahirkan kelompok fundamentalis, seperti dalam pembacaan ayat-ayat Al-Qur’an. Adanya
ISIS dan Al-Qaeda yang terus menentang pemikiran Wadud ini tidak terlepas dari
dan melakukan pemberontakan terhadap pemikiran-pemikiran mufassir terdahulu.
pemerintahan Suriah. Tidak banyak yang
menyadari juga bahwa pandangan keagamaan Dalam penafsiran hermeneutika feminisnya,
kelompok fundamentalisme Islam ini juga Wadud meyakini bahwa peran laki-laki dan
sangat membahayakan keberlangsungan hidup perempuan memiliki kesetaraan dalam berbagai
perempuan. Kelompok ini pada umumnya terus sisi. Sehingga, hal tersebut secara universal tidak
menolak prinsip keadilan dan kesetaraan gender, dapat menjebak penafsiran Al-Qur’an dalam
menolak pemenuhan hak asasi perempuan, sistem yang begitu partikular dalam masyarakat,
menolak program KB dan segala unsur di seperti melanggengkan budaya patriarki,
dalamnya. Selain itu, kelompok fundamentalis ketidaksetaraan dalam pembagian posisi antara
Suriah ini pun berupaya menolak untuk melakukan laki-laki dan perempuan dalam ranah sosial
pendidikan seksual, sehingga kaum perempuan maupun keluarga, serta hierarki dalam bidang
Suriah tidak memahami tentang hak-hak
seksualitas mereka. Mereka juga terus berupaya 21
  Amina Wadud, Qur’an and Woman: Reading the Secred
untuk menghapuskan perlindungan terhadap Text from a Woman’s Perspective (New York: Oxford
perempuan yang mengalami pemerkosaan, University Press, 1999).
eksploitasi, pembunuhan, pelecehan, serta 22
  Cahya Edi Setyawan, “Pemikiran Kesetaraan Gen-
penculikan. Adanya hal ini, yang kemudian terus der dan Feminisme Amina Wadud Tentang Eksistensi
membentuk dan melanggengkan budaya patriarki Wanita dalam Kajian Hukum Keluarga,” Jurnal Zawi-
yah: Jurnal Pemikiran Islam 3, no. 1 (Juli 2017): 76.

51
Musãwa, Vol. 20, No. 1 Januari 2021

ekonomi. 1. QS. An-Nisa: 1


Maka dari itu, jika di Negara Suriah sendiri Artinya: “Hai sekalian manusia,
melancarkan kesewenang-wenangan terhadap bertakwalah kepada Tuhan-mu yang
perempuan karena beberapa oknum laki-laki telah menciptakan kamu dari seorang
merasa bahwa dirinya lebih kuat dan memiliki diri, dan dari padanya Allah menciptakan
kekuasaan yang tinggi dibandingkan perempuan, isterinya; dan dari pada keduanya
sehingga dengan mudahnya melakukan Allah memperkembang biakkan laki-
eksploitasi, kekerasan, dan pelecehan terhadap laki dan perempuan yang banyak. Dan
perempuan Suriah. Hal itu tentu tidak dapat bertakwalah kepada Allah yang dengan
dibenarkan, karena Wadud sendiri berpendapat (mempergunakan) nama-Nya kamu saling
bahwa dalam prinsip dasar Al-Qur’an, penentuan meminta satu sama lain, dan (peliharalah)
derajat dan martabat seorang manusia dapat hubungan silaturrahim. Sesungguhnya
dilihat dari ketakwaannya.23 Allah selalu menjaga dan mengawasi
kamu,” (QS. An-Nisa: 1).
Dalam penafsirannya, Amina Wadud
menjelaskan bahwa tidak adanya perbedaan 2. QS. Ar-Rum: 21
nilai esensial antara laki-laki dan perempuan,
sehingga tidak pula muncul indikasi bahwa Artinya: “Dan di antara tanda-tanda
perempuan memiliki lebih sedikit atau mengalami kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan
keterbatasan dibandingkan dengan laki-laki. untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri,
Hal ini, ia sesuaikan dengan ayat Al-Qur’an supaya kamu cenderung dan merasa
yang membahas tentang bagaimana penciptaan tenteram kepadanya, dan dijadikan-
manusia dimulai, yaitu. Nya diantaramu rasa kasih dan sayang.
Sesungguhnya pada yang demikian itu
Artinya: “Hai anak Adam, janganlah benar-benar terdapat tanda-tanda bagi
sekali-kali kamu dapat ditipu oleh syaitan kaum yang berfikir,” (QS. Ar-Rum: 21).
sebagaimana ia telah mengeluarkan
kedua ibu bapamu dari surga, ia Pandangan Amina Wadud dalam menjelaskan
menanggalkan dari keduanya pakaiannya ayat-ayat tersebut, ia lebih memfokuskan pada
untuk memperlihatkan kepada keduanya kata min dan nafs. Menurut Amina Wadud,
auratnya. Sesungguhnya ia dan pengikut- dari kata min sendiri memiliki dua fungsi yang
pengikutnya melihat kamu dan suatu tempat terkandung di dalamnya, yaitu sebagai preposisi
yang kamu tidak bisa melihat mereka. diri dan sebagai bentuk kesetaraan jenisnya.
Sesungguhnya Kami telah menjadikan Sedangkan, kata nafs sendiri lebih digunakan
syaitan-syaitan itu pemimpin-pemimpim secara umum dan teknis. Sebenarnya, Al-Qur’an
bagi orang-orang yang tidak beriman,” tidak pernah menggunakan istilah nafs sebagai
(QS. Al-A’raf: 27). petunjuk dalam penciptaan makhluk lain, selain
manusia. Adapun secara teknisnya, kata nafs
Dalam hal ini, Amina Wadud menjelaskan dalam Al-Qur’an bertujuan untuk menunjukkan
bagaimana proses penciptaan manusia pertama bahwa umat manusia memiliki kesamaan dalam
kali dalam penafsirannya. Menurut Wadud, hal asal-usul penciptaannya. Walaupun, secara
penciptaan manusia setelah adanya Adam dan bahasa kata nafs sendiri lebih mengandung
Hawa, diproses melalui rahim seorang Ibu. istilah kata feminim, tetapi secara konseptual
Dengan begitu, bagi Wadud, adanya proses kata tersebut bermakna netral. Netral di sini
penciptaan Adam dan Hawa begitu berimplikasi berarti tidak membedakan antara laki-laki dan
terhadap proses penciptaan manusia setelahnya. perempuan, serta tidak merujuk bahwa asal-usul
Dan hal ini pun berpengaruh terhadap sikap laki- manusia berasal dari Adam.24
laki kepada perempuan. Selanjutnya, Wadud
menjelaskan lebih detail dalam penafsiran surat
Pandangan Amina Wadud Terhadap
An-Nisa: 1 dan Ar-Rum: 21.
Ekspolitasi dan Kekerasan Perempuan di
  Muhammad Ahmad Khalaf Allah, Al-Fann Al-Qassa-
24

23
  Amina Wadud, Qur’an and Woman: Reading the Secred si fi Al-Qur’an Al-Karim (Kairo: Maktabah Al-Anjali
Text from a Woman’s Perspective, 36–37. Masriyyah, 1965), 185.

52
Anna Zakiah Derajat, Toni Kurniawan- Hubungan Kekerasan Gender di Suriah dan Maskulinitas Penafsiran Al-Qur’an...

Suriah orgasme, bahkan ada mitos yang berkembang di


masyarakat terkait sexual drives and enjoyment.27
Pemikiran Amina Wadud dapat dikatakan
Selain itu, terdapat ayat yang memang dijadikan
cukup terefleksi dalam bukunya yang berjudul
dalil untuk dapat melegitimasi kesewenang-
Qur’an and Woman: Reading the Sacred Text
wenangan laki-laki terkait hak seksual, yaitu
From a Woman’s Perspective.25 Adanya penelitian
pada QS. Al-Baqarah: 223.
Amina Wadud dalam bukunya tentang perempuan
tersebut berangkat dari sebuah kondisi historis Artinya: “Istri-istrimu adalah (seperti)
yang berkaitan erat dengan pengalamannya tanah tempat kamu bercocok tanam,
bersama perempuan-perempuan Afrika-Amerika maka datangilah tanah tempat bercocok-
dalam memperjuangkan kesetaraan gender. tanammu itu bagaimana saja kamu
Jika dilihat lebih jauh lagi, Wadud memandang kehendaki. Dan kerjakanlah (amal yang
bahwa hubungan antara laki-laki dan perempuan baik) untuk dirimu, dan bertakwalah kepada
selama ini telah mencerminkan dan membentuk Allah dan ketahuilah bahwa kamu kelak
budaya patriarki yang masih saja dilanggengkan akan menemui-Nya. Dan berilah kabar
oleh masyarakat. Sehingga perempuan gembira orang-orang yang beriman,” (QS.
sangat kurang dalam mendapatkan keadilan Al-Baqarah: 223).
secara proporsional.26 Maka dari itu, Wadud
memberikan sumbangan keilmuan terkait tiga Jika melihat dan memahami secara saksama
model penafsiran Al-Qur’an tentang perempuan terkait sabab al-nuzul ayat tersebut, legitimasi
dalam upaya untuk memposisikan dirinya pada otoritas seksual laki-laki sangat melenceng
perkembangan studi tafsir, yaitu tafsir tradisional, dari konteks yang ada. Tetapi, ayat ini dialih
tafsir reaktif, tafsir holistik atau hermeneutik. fungsikan sebagai demitologisasi seksual yang
telah berkembang di masyarakat umum. Selain
Jika melihat beberapa kasus yang telah itu, ada ayat lain yang menjadi bahan pemikiran
dipaparkan di atas, seperti adanya kekerasan Wadud dalam rekonstruksi tafsir feminisnya,
dan eksploitasi terhadap perempuan yang yaitu QS. An-Nisa: 34.
terjadi di Negara Suriah dalam perspektif
hermeneutika feminis Amina Wadud. Hal ini Artinya: “Kaum laki-laki itu adalah
disebabkan oleh secara keseluruhan, metode pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena
tafsir ini memperhatikan berbagai permasalahan, Allah telah melebihkan sebahagian mereka
seperti masalah sosial, moral, ekonomi, politik, (laki-laki) atas sebahagian yang lain
hingga permasalahan yang berkaitan dengan (wanita), dan karena mereka (laki-laki)
keperempuanan. Dalam hal ini, Wadud berusaha telah menafkahkan sebagian dari harta
mengupas dan menawarkan suatu pembacaan mereka. Sebab itu maka wanita yang
Al-Qur’an yang bertolak dari berbagai macam saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi
pengalaman perempuan, serta menanggalkan memelihara diri ketika suaminya tidak
berbagai bentuk stereotip tentang perempuan ada, oleh karena Allah telah memelihara
dalam penafsiran tersebut. (mereka). Wanita-wanita yang kamu
khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah
Pada dasarnya, konsep kesucian dan mereka dan pisahkanlah mereka di tempat
ketabuan seks dalam ajaran agama menjadi sarat tidur mereka, dan pukullah mereka.
dengan mitos. Hal inilah yang sungguh merugikan Kemudian jika mereka mentaatimu, maka
kaum perempuan. Mitos tersebut hidup langgeng janganlah kamu mencari-cari jalan untuk
di masyarakat, seperti adanya mitos selaput menyusahkannya. Sesungguhnya Allah
berdarah, seks tabu, adanya sakralisasi khitan, Maha Tinggi lagi Maha Besar,” (QS. An-
mitologi hubungan kelamin pertama, ada juga Nisa: 34).
mitos terkait mitologi tubuh perempuan, mistikasi
Menurut Amina Wadud, ada tiga kata
kunci yang tertera pada surat An-Nisa ayat 34,
25
  Amina Wadud, Qur’an and Woman: Reading the Secred yaitu pertama, qanitat. Wadud menguraikan
Text from a Woman’s Perspective.
26
  Ahmad Baidowi, Tafsir Feminis: Kajian Perempuan 27
  Siti Rohmah, “Reinterpretasi Ayat-Ayat Al-Qur’an Ten-
dalam Al-Qur’an dan Para Mufassir Kontemporer tang Domestic Violence,” Jurnal Muwazah 4, no. 1
(Bandung: Nuansa, 2005), 110. (Juli 2012): 22.

53
Musãwa, Vol. 20, No. 1 Januari 2021

kata ini sebenarnya tidak hanya tertuju kepada (mereka). Wanita-wanita yang kamu
perempuan saja, tetapi ia membandingkan lebih khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah
jauh antara ayat-ayat yang memang mengandung mereka dan pisahkanlah mereka di tempat
terminologi qanitat dan ditujukan kepada kaum tidur mereka, dan pukullah mereka.
perempuan dan laki-laki. Untuk kaum laki-laki Kemudian jika mereka mentaatimu, maka
sendiri, Wadud mengategorikannya pada tiga janganlah kamu mencari-cari jalan untuk
ayat, yaitu: menyusahkannya. Sesungguhnya Allah
Maha Tinggi lagi Maha Besar,” QS. An-
1. QS. Al-Baqarah: 238 Nisa:34).
Artinya: “Peliharalah semua shalat(mu), 2. QS. Al-Ahzab: 34
dan (peliharalah) shalat wusthaa.
Berdirilah untuk Allah (dalam shalatmu) Artinya: “Dan ingatlah apa yang dibacakan
dengan khusyu’,” (QS. Al-Baqarah: 238). di rumahmu dari ayat-ayat Allah dan
hikmah (sunnah nabimu). Sesungguhnya
2. QS. Ali Imran: 17 Allah adalah Maha Lembut lagi Maha
Artinya: “(Yaitu) orang-orang yang Mengetahui,” (QS. Al-Ahzab: 34).
sabar, yang benar, yang tetap taat, yang 3. QS. At-Tahrim: 5 dan 12
menafkahkan hartanya (di jalan Allah),
dan yang memohon ampun di waktu sahur,” Artinya: “Jika Nabi menceraikan kamu,
(QS. Ali Imran: 17). boleh jadi Tuhannya akan memberi ganti
kepadanya dengan isteri yang lebih
3. QS. Al-Ahzab: 35 baik daripada kamu, yang patuh, yang
Artinya: “Sesungguhnya laki-laki dan beriman, yang taat, yang bertaubat, yang
perempuan yang muslim, laki-laki dan mengerjakan ibadat, yang berpuasa, yang
perempuan yang mukmin, laki-laki dan janda dan yang perawan,” (QS. At-Tahrim:
perempuan yang tetap dalam ketaatannya, 5).
laki-laki dan perempuan yang benar, laki- Artinya: “Dan (ingatlah) Maryam binti
laki dan perempuan yang sabar, laki-laki Imran yang memelihara kehormatannya,
dan perempuan yang khusyu’, laki-laki maka Kami tiupkan ke dalam rahimnya
dan perempuan yang bersedekah, laki- sebagian dari ruh (ciptaan) Kami, dan
laki dan perempuan yang berpuasa, laki- dia membenarkan kalimat Rabbnya dan
laki dan perempuan yang memelihara Kitab-Kitab-Nya, dan dia adalah termasuk
kehormatannya, laki-laki dan perempuan orang-orang yang taat,” (QS. At-Tahrim:
yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah 12).
telah menyediakan untuk mereka ampunan
dan pahala yang besar,” (QS. Al-Ahzab: Adanya pengelompokkan ayat-ayat tersebut
35). dianggap memiliki satu kesamaan dalam
kalimatnya, sehingga dapat menangkap spirit
Sedangkan untuk perempuan, menurut dan ide yang ada di dalam Al-Qur’an secara utuh,
Wadud ada beberapa ayat yang tepat, yaitu: holistik, integratif, sehingga kita tidak terjebak
1. QS. An-Nisa: 34 dalam teks-teks yang memang bersifat parsial
dan legal formal.28 Kedua, d}araba. Amina
Artinya: “Kaum laki-laki itu adalah Wadud mencoba menganalisis kata tersebut
pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena secara gramatikal. Di mana ia menemukan
Allah telah melebihkan sebahagian mereka bahwa kata tersebut tidak selalu harus dimaknai
(laki-laki) atas sebahagian yang lain dengan memukul. Menurutnya kata d}araba
(wanita), dan karena mereka (laki-laki) dapat dimaknai secara simbolik.29 Jika melihat
telah menafkahkan sebagian dari harta sabab al-nuzul, adanya ayat ini sebagai langkah
mereka. Sebab itu maka wanita yang 28
saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi   M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an (Bandung:
Mizan, 1992).
memelihara diri ketika suaminya tidak
ada, oleh karena Allah telah memelihara   Lynn Wilcox, Women and Holy Qur’an (Jakarta: Teguh
29

Karya, 1998), 130.

54
Anna Zakiah Derajat, Toni Kurniawan- Hubungan Kekerasan Gender di Suriah dan Maskulinitas Penafsiran Al-Qur’an...

dan cara untuk meminimalisir kekerasan yang bahwa kekerasan berbasis gender memang
dilakukan Sa’ad bin al-Rabi kepada istrinya. telah lazim di ruang publik dan pribadi selama
Maka dari itu, Wadud menyimpulkan bahwa beberapa dekade dengan diperparah adanya
kata d}araba tidak selalu diartikan sebagai konflik bersenjata di Suriah. Terdapat sejumlah
memukul secara fisik. Ketiga, t}a’at. Menurut undang-undang yang dinilai diskriminatif dan
Amina Wadud bahwa tidak ada keterangan yang disahkan dalam berbagai pasal di bawah dalih
eksplisit terkait perintah seorang perempuan yang berbeda. Termasuk apa yang disebut sebagai
untuk menaati suaminya dalam Al-Qur’an. pembunuhan “kehormatan,” pernikahan paksa
di bawah umur, pemerkosaan dan perceraian
Kekerasan terhadap perempuan ini sewenang-wenang yang dilakukan oleh laki-laki.
merupakan suatu permasalahan yang sifatnya
universal, melewati batas-batas negara, budaya, Fakta lain menyebutkan bahwa sekitar
sosial, agama, bahkan politik. Kekerasan dan 76% dari tahanan di Suriah merupakan wanita.
eksploitasi perempuan dalam konflik Negara Mereka ditahan di Penjara Adra, di mana tempat
Suriah bukan hanya karena adanya kelemahan tersebut merupakan zona bahaya karena terletak
ekonomi negara tersebut. Tetapi, ada faktor di wilayah pertempuran. Penahanan yang
lain yang menyebabkan terjadinya kekerasan dilakukan itu menjadi suatu kesulitan yang tidak
terhadap perempuan, yaitu adanya krisis akhlak, dapat diatasi. Perempuan-perempuan Suriah
laki-laki memiliki kekuatan lebih secara fisik tidak hanya disiksa, tetapi juga dipermalukan
daripada perempuan sehingga laki-laki memiliki dan diperlakukan tidak manusiawi di dalamnya.
tingkat agresivitas yang lebih tinggi daripada Pemerintah Suriah sengaja menangkap mereka
perempuan, serta rasa superioritas atau memiliki dengan tujuan ingin mempermalukan seluruh
kekuatan lebih untuk menindas sesamanya, keluarga di masyarakat patriarki yang membatasi
khususnya kaum perempuan. kehormatan tubuh perempuan. Selain itu,
baru-baru ini, pemerintah Suriah menangkap
Kekerasan dan eksploitasi terhadap perempuan untuk memperdagangkannya
perempuan tentu saja akan berdampak besar pada kepada kelompok oposisi bersenjata. Hal ini
kesehatan mentalnya, khususnya yang terjadi terjadi di wilayah Daraa, Khirbet Ghazaleh,
pada perempuan Suriah. Mayoritas perempuan pos pemerikasaan yang berada di jalan raya
yang selama dari kekerasan seksual di Suriah, Damaskus-Yordania.31
berusaha untuk melaporkan perasaan malunya
tersebut. Banyaknya depresi yang tersebar luas, Seperti yang diketahui bahwa banyak
disebabkan oleh adanya rasa tidak lagi berharga perempuan Suriah, terutama mereka yang tinggal
dan putus asa yang dialami oleh Perempuan di daerah pedesaan, tidak sepenuhnya memahami
Suriah. Akses untuk layanan kesahatan mental hak hukum mereka, terkait penyerahan haka pa
di Suriah sangat terbatas dan sangat jauh dari yang mereka miliki sebagai tanggapan terhadap
pusat permukiman di Suriah. Dalam pandangan tekanan sosial atau keluarga. Selain itu, ada
masyarakat Suriah, perempuan yang diperkosa juga penentangan terhadap peningkatan hak-
dianggap lebih buruk daripada perempuan yang hak perempuan yang datang dari kelompok
dibunuh. Banyak di antara keluarga korban yang fundamentalis Islam, serta dari kebiasaan
akan menyalahkan perempuan atas apa yang konservatif yang merendahkan perempuan ke
terjadi dala kasus kekerasan dan eksploitasi posisi sekunder dalam masyarakat. Di mana
terhadapanya. masyarakat mengharapkan kaum perempuan
dapat memikul tanggung jawab rumah tangga,
Dalam penelitian yang ditulis oleh Syrian serta membebankan mereka terkait dengan
Women Organisations yang berkolaborasi penegakan kehormatan keluarganya. Kegagalan
dengan The Crisis Response and Human Rights untuk menyesuaikan diri dengan norma-normal
Programmes Women’s International League sosial, yang memberikan tekanan tajam dari
for Peace and Freedom (WILPF) dan Kvinna dalam keluarga dan masyarakat pada umumnya,
Foundation pada tahun 2016,30 menyatakan tentu berpuncak pada adanya kasus pelecehan,
30
  WILPF, “Violations Against Women in Syria and the pembunuhan, eksploitasi dalam beberapa kasus
Disproportionate Impact of the Conflict on Them,”
Freedom (WILPF), 2016).
Universal Periodic Review of the Syrian Arab Repub-
lic (Syria: Women’s International League for Peace and   WILPF, 10.
31

55
Musãwa, Vol. 20, No. 1 Januari 2021

di Suriah, yang kemudian pemerintah mencoba Tidak ada yang dinilai lebih tinggi maupun lebih
untuk meredakan sentimen tersebut, tetapi dengan rendah. Hal ini juga disebabkan karena dalam
tujuan melakukan invasi politik yang lebih luas.32 Islam tidak ada yang membedakan antara laki-
Hal ini tentu saja bertentangan dengan penafsiran laki dan perempuan, keduanya memiliki hak dan
Amina Wadud, di mana Wadud sangat berupaya kewajiban yang sama.
untuk mempertahankan kesetaraan gender antara
laki-laki dan perempuan dalam penafsiran ayat-
Simpulan
ayat Al-Qur’an.
Praktik diskriminasi, eksploitasi, dan
Dalam konteks ini, reaksi yang paling
kekerasan seksual terhadap perempuan memang
menonjol dari beberapa kelompok masyarakat
sering terjadi di masyarakat, khususnya dalam
terhadap kekerasan seksual yang dialami
konflik di Negara Suriah. Dalam hal ini,
perempuan, tentu berhubungan langsung dengan
kebanyakan masyarakat masih terfokus pada
sifat sistematis dan taktis kekerasan seksual
budaya patriarki yang melekat di dalamnya.
dan konteks budaya, serta sosial maskulin yang
Berbagai penafsiran tentang ayat-ayat yang
terjadi di wilayah Suriah. Struktur ini akan
dianggap bias gender membuat sebagian
memperburuk status inferior perempuan yang
masyarakat termakan akan kukungan dari dasar
selamat dan telah menderita ketidakadilan
hukum tersebut. Padahal, dalam Al-Qur’an
gender tersebut. Hal ini juga yang meningkatkan
sendiri tidak diajarkan dan tidak dijelaskan
pengecualian perempuan, marginalisasi, dan
terkait tindak kekerasan dan eksploitasi terhadap
isolasi yang berakibat dalam jangka waktu yang
perempuan.
panjang dari adanya kekerasan seksual ayng sulit
untuk dipulihkan. Selain itu, perempuan Suriah Budaya patriarki Suriah memang
dijadikan sebagai properti untuk memancing dan sangat mendominasi. Salah satunya adalah
meredam aksi-aksi yang dilakukan oleh keluarga perlakuan yang dilakukan oleh kelompok
laki-lakinya, baik pihak suami, saudara, ayah, laki-laki terhadap perempuan Suriah dengan
maupun anaknya yang terus mendesak kepada menggunakan kekuasaan mereka untuk menekan,
pemerintah atas pemenuhan hak rakyatnya. merendahkan, dan menghalalkan segala cara
dalam memperlakukan perempuan Suriah secara
Dalam hal ini, masyarakat patriarki Suriah
tidak manusiawi. Kekuasaan yang dimiliki oleh
sangat identik dengan kontrol dan dominasi.
kaum laki-laki bertujuan untuk membangun
Proliferasi senjata adalah salah satu faktor paling
kendali dan melanggengkan kekerasan seksual,
menonjol yang telah menggeser kekuasaan dan
salah satunya yang dilakukan oleh badan-badan
keseimbangan antara individu serta komunitas
rezim dan milisi yang berafiliasi. Hal ini tentu
dalam patriarki yang didominasi oleh laki-laki.
sangat kontradiktif dengan pandangan Amina
Di Suriah, senjata digunakan untuk membunuh,
Wadud. Di mana, Wadud sendiri berpendapat
menghancurkan, dan menggusur orang, tetapi
bahwa perempuan dan laki-laki memiliki hak dan
juga untuk menyebarkan teror dan ketakutan di
kedudukan yang sama rata. Tidak ada di antara
antara mereka, sehingga membangun kendali
keduanya yang dinilai lebih tinggi ataupun lebih
keseimbangan kekuasaan dan melanggengkan
rendah satu sama lain.
kekerasan seksual. Kekerasan seksual di Suriah
dilakukan dengan kekuatan senjata dan secara Amina Wadud berpandangan bahwa dalam
taktis-sistematis oleh badan-badan rezim tindakan kekerasan dan eksploitasi perempuan,
dan milisi yang berafiliasi. Jika dilihat dari tentu disebabkan oleh beberapa faktor yang
pandangan Amina Wadud, ini justru merupakan mendorongnya, seperti adanya krisis akhlak,
suatu ketimpangan yang sangat menonjol. Di perbedaan pandangan hidup, adanya rasa
mana Wadud sendiri berpandangan bahwa relasi superioritas laki-laki sehingga menganggap
antara perempuan dan laki-laki yang ada di perempuan rendah, serta berbagai macam alasan
masyarakat memiliki tingkat kesamaan yang rata. yang berkaitan dengan bidang ekonomi, sosial,
dan politik. Dalam penafsirannya pada surat An-
32
  Sanja Kelly dan Julia Breslin, “Women’s Rights in the Nisa ayat 34, yang banyak dijadikan legalitas
Middle East and North Africa: Progress Amid Resis- laki-laki untuk melakukan kekerasan seksual
tance,” Syria (New York: Freedom House; Lanham; terhadap perempuan. Menurut Amina Wadud,
MD: Rowman & Littlefield, 2010), 3.

56
Anna Zakiah Derajat, Toni Kurniawan- Hubungan Kekerasan Gender di Suriah dan Maskulinitas Penafsiran Al-Qur’an...

ada tiga kata kunci yang tertera pada surat An- Irsyadunnas. “Tafsir Ayat-Ayat Gender Ala
Nisa ayat 34, yaitu pertama, qanitat. Kedua, Amina Wadud Perspektif Hermeneutika
daraba. Ketiga, ta’at. Gadamer.” Jurnal Musawa 14, no. 2 (Juli
2013).
DAFTAR PUSTAKA Jose Ciro Martinez dan Brent Eng. “The
Ahmad Baidowi. Tafsir Feminis: Kajian Unintended Consequences of Emergency
Perempuan dalam Al-Qur’an dan Para Food Aid: Neutrality, Sovereignty, and
Mufassir Kontemporer. Bandung: Nuansa, Politics in the Syrian Civil War 2012-
2005. 2015.” Journal International Affairs 92,
no. 1 (2016).
Amaliatulwalidain. “Diskursus Gender: Tela’ah
Terhadap Pemikiran Amina Wadud.” Khuloud Alsaba dan Anuj Kapilashrami.
Jurnal Tamaddun XV, no. 1 (Juni 2015). “Understanding Women’s Experience
of Violence and the Political Economy
Amina Wadud. Inside The Gender Jihad: Women of Gender in Conflict: the Case of
Reform’s in Islam. England: Oneword Syria.” Reproductive Healt Matters:
Publications, 2006. An international journal on sexual and
reproductive healt and rights, Violence: a
———. Qur’an and Woman: Reading the
barrier to sexual and reproductive healt and
Secred Text from a Woman’s Perspective.
rights, 24, no. 47 (2016).
New York: Oxford University Press, 1999.
Lynn Wilcox. Women and Holy Qur’an. Jakarta:
BBC News. “Konflik Suriah: Perempuan
Teguh Karya, 1998.
‘dieksploitasi secara seksual dengan
imbalan bantuan kemanusiaan.’” BBC M. Quraish Shihab. Membumikan Al-Qur’an.
News Indonesia, 27 Februari 2018. https:// Bandung: Mizan, 1992.
www.bbc.com/indonesia/dunia-43207848.
Mella Fitriyatul Hilmi. “Kekerasan Seksual
Cahya Edi Setyawan. “Pemikiran Kesetaraan dalam Hukum Internasional.” Journal
Gender dan Feminisme Amina Wadud Jurist-Diction 2, no. 6 (November 2019).
Tentang Eksistensi Wanita dalam Kajian
Hukum Keluarga.” Jurnal Zawiyah: Jurnal Muhammad Ahmad Khalaf Allah. Al-Fann Al-
Pemikiran Islam 3, no. 1 (Juli 2017). Qassasi fi Al-Qur’an Al-Karim. Kairo:
Maktabah Al-Anjali Masriyyah, 1965.
EASO. “Syria Situation of Women.” Suriah:
European Asylum Support Office, 2020. Muhammad Rifa’at Adiakarti Farid. “Kekerasan
Terhadap Perempuan dalam Ketimpangan
Fidh. Women and The Arab Spring: Taking Their Relasi Kuasa: Studi Kasus di Rifka Annisa
Place? European Parliament, 2012. Women’s Crisis Center.” Jurnal Sawwa:
Jurnal Studi Gender 14, no. 2 (2019): 175–
Gulia Ichikaya Mitzy dan Silfanny Zahirah.
90. https://doi.org/10.21580/sa.v14i2.4062.
“Feminisme Radikal dan Eksploitasi
Perempuan Suriah Sebagai Objek Seksual Mutrofin. “Kesetaraan Gender dalam Pandangan
Terkait Imbalan Bantuan Kemanusiaan.” Amina Wadud dan Riffat Hassan.” Jurnal
Journal Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Teosofi: Jurnal Tasawuf dan Pemikiran
Indonesia 5, no. 10 (November 2020). Islam 3, no. 1 (Juni 2013).
Human Rights Council. “I lost my dignity: Nurvina Alifa. Antara Perlindungan dan
Sexual and gender-based violence in the Pembatasan: Seksualitas dan Perempuan
Syrian Arab Republic.” Relief Web. 8 dalam Pandangan KPI. Jakarta: Remotivi,
Maret 2018. https://reliefweb.int/report/ 2013.
syrian-arab-republic/i-lost-my-dignity-
sexual-and-gender-based-violence-syrian- Sam Cook. “The ‘woman-in-conflict’at the UN
arab-republic. Security Council: a subject of practice.”

57
Musãwa, Vol. 20, No. 1 Januari 2021

Journal International Affairs 92, no. 2


(2016).
Sanja Kelly dan Julia Breslin. “Women’s Rights
in the Middle East and North Africa:
Progress Amid Resistance.” Syria. New
York: Freedom House; Lanham; MD:
Rowman & Littlefield, 2010.
Sema Nasar. Violence against Women, Bleeding
Wound in the Syrian Conflict. Denmark:
Euro-Mediterranean Human Rights
Network, 2013.
Siti Ari Purnama. Pemahaman Bentuk-bentuk
Kekerasan Terhadap Perempuan dan
Alternatif Pemecahannya. Jakarta: Alumni,
2000.
Siti Rohmah. “Reinterpretasi Ayat-Ayat Al-
Qur’an Tentang Domestic Violence.”
Jurnal Muwazah 4, no. 1 (Juli 2012).
Tri Haryanto dan Didin Wahyudin. “Eksploitasi
Perempuan dalam Media Massa dan
Tinjauan Islam.” Jurnal Martabat: Jurnal
Perempuan dan Anak 1, no. 2 (2017): 279–
300.
UNFPA. “Voices Form Syria 2019 Assessment
Findings of the Humanitarian Needs
Overview.” Whole of Syria Gender-Based
Violence Area of Resposibility. Syria:
UNFPA, 2019. https://reliefweb.int/sites/
reliefweb.int/files/resources/voices_from_
syria_2019.pdf.
WILPF. “Violations Against Women in Syria
and the Disproportionate Impact of the
Conflict on Them.” Universal Periodic
Review of the Syrian Arab Republic. Syria:
Women’s International League for Peace
and Freedom (WILPF), 2016.

58
STANDAR PENULISAN ARTIKEL

NO BAGIAN STANDAR PENULISAN


1) Ditulis dengan huruf kapital.
1. Judul
2) Dicetak tebal (bold).
1) Nama penulis dicetak tebal (bold), tidak dengan huruf
besar.
2. Penulis 2) Setiap artikel harus dilengkapi dengan biodata penulis,
ditulis di bawah nama penulis, dicetak miring (italic)
semua.
Penulisan Sub Judul dengan abjad, sub-sub judul dengan
angka.
Contoh:
3. Heading A. Pendahuluan
B. Sejarah Pondok Pesantren...
1. Lokasi Geografis
2. (dst).
1) Bagian Abstrak tidak masuk dalam sistematika A, B,
C, dst.
2) Tulisan Abstrak (Indonesia) atau Abstract (Inggris)
4. Abstrak atau (Arab) dicetak tebal (bold), tidak dengan
hurub besar.
3) Panjang abstrak (satu bahasa) tidak boleh lebih dari 1
halaman jurnal.
1) Teks diketik 1,5 spasi, 6.000 – 10.000 kata, dengan
ukuran kertas A4.
2) Kutipan langsung yang lebih dari 3 baris diketik 1
spasi.
5. Body Teks
3) Istilah asing (selain bahasa artikel) dicetak miring
(italic).
4) Penulisan transliterasi sesui dengan pedoman
transliterasi jurnal Musãwa.
NO BAGIAN STANDAR PENULISAN
1) Penulisan: Pengarang, Judul (Kota: Penerbit, tahun),
hlm. Contoh: Ira M. Lapidus, Sejarah Sosial Ummat
Islam, terj. Ghufron A. Mas’udi (Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 1988), 750.
2) Semua judul buku, dan nama media massa dicetak
miring (italic).
3) Judul artikel ditulis dengan tanda kutip (“judul artikel”)
dan tidak miring.
6. Footnote
4) Tidak menggunakan Op. Cit dan Loc. Cit.
5) Menggunakan Ibid. atau (Arab). Dicetak
miring (italic).
6) Pengulangan referensi (footnote) ditulis dengan cara:
Satu kata dari nama penulis, 1-3 kata judul, nomor
halaman. Contoh: Lapidus, Sejarah sosial, 170.
7) Setelah nomor halaman diberi tanda titik.
8) Diketik 1 spasi.
1) Setiap artikel harus ada bibliografi dan diletakkan
secara terpisah dari halaman body-teks.
2) Kata DAFTAR PUSTAKA (Indonesia),
REFERENCES (Inggris), atau (Arab) ditulis
7. Bibliografi dengan hurur besar dan cetak tebal (bold).
3) Contoh penulisan: Lapidus, Ira M., Sejarah Sosial
Ummat Islam, terj. Ghufron A.M., Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 1988.
4) Diurutkan sesuai dengan urutan alfabet.
PEDOMAN TRANSLITERASI

Transliterasi Arab-Latin yang digunakan dalam tulisan berbahasa Inggris pada Jurnal Musãwa ini
adalah literasi model L.C. (Library of Congress). Untuk tulisan berbahasa Indonesia, memakai model
L.C. dengan beberapa modifikasi.

A. Transliterasi Model L.C.

‫ = ح‬h} ‫=ج‬j ‫ = ث‬th ‫=ت‬t ‫=ب‬b ‫=ا‬-

‫=س‬s
‫=ز‬z ‫=ر‬r ‫ = ذ‬dh ‫=د‬d ‫ = خ‬kh

‫’=ع‬
‫ = ظ‬z} ‫ = ط‬t} ‫ = ض‬d} ‫ = ص‬s} ‫ = ش‬sh

‫=م‬m
‫=ل‬l ‫=ك‬k ‫=ق‬q ‫=ف‬f ‫ = غ‬gh

‫=ي‬y ‫‘=ء‬ ‫ = ھـ‬h ‫=و‬w ‫=ن‬n

Pendek a = َ i = ِ----- u= ُ
Panjang ā = ˏ ī = ‫ ﺇﻱ‬ ū = ‫ﺃﻮ‬
Diftong ay = ‫ ﺇﻱ‬ aw = ‫ﺃﻮ‬
Panjang dengan tashdid : iyy = ‫ ; ﺇﻱ‬uww = ‫ﺃﻮ‬
Ta’marbūtah ditransliterasikan dengan “h” seperti ahliyyah = atau tanpa “h”, seperti kulliya = ;
dengan “t” dalam sebuah frasa (constract phrase), misalnya surat al-Ma’idah sebagaimana bacaannya
dan dicetak miring. Contoh, dhālika-lkitābu la rayba fih bukan dhālika al-kitāb la rayb fih, yā ayyu-
hannās bukan yā ayyuha al-nās, dan seterusnya.

B. Modifikasi (Untuk tulisan Berbahasa Indonesia)


1. Nama orang ditulis biasa dan diindonesiakan tanpa transliterasi. Contoh: As-Syafi’i bukan al-
Syāfi’i, dicetak biasa, bukan italic.
2. Nama kota sama dengan no. 1. Contoh, Madinah bukan Madīnah; Mis}ra menjadi Mesir, Qāhirah
menjadi Kairo, Baghdād menjadi Baghdad, dan lain-lain.
3. Istilah asing yang belum masuk ke dalam Bahasa Indonesia, ditulis seperti aslinya dan dicetak
miring (italic), bukan garis bawah (underline). Contoh: ...al-qawā’id al-fiqhiyyah; Isyrāqiyyah;
‘urwah al-wusqā, dan lain sebagainya. Sedangkan istilah asing yang sudah populer dan masuk ke
dalam Bahasa Indonesia, ditulis biasa, tanpa transliterasi. Contoh: Al-Qur’an bukan Al-Qur’ān;
Al-Hadis bukan al-Hadīth; Iluminatif bukan illuminatif, perenial bukan perennial, dll.
4. Judul buku ditulis seperti aslinya dan dicetak miring. Huruf pertama pada awal kata dari judul buku
tersebut menggunakan huruf kapital, kecuali al- yang ada di tengah. Contoh: Ihyā ‘Ulūm al-Dīn.
ISSN 1412-3460

9 771412 346000 >

Anda mungkin juga menyukai