Anda di halaman 1dari 4

POLICY BRIEF Januari 2021

Mengembangkan Desa Tanggap


dan Tangguh Pandemi Covid 19

Pendahuluan di Indonesia menjadi 9,77 juta orang


berbagai tekanan ekonomi yang sebagian

I
ndonesia saat ini sedang dilanda
besar terjadi di perkotaan tersebut, saat
gelombang resesi karena dampak pandemi
ini melahirkan sebuah fenomena baru
Covid 19. Data yang dilansir Kementerian
yang disebut dengan ruralisasi. Fenomena
Ketenagakerjaan mencatat hingga 31
ruralisasi adalah kembalinya para perantau
Juli 2020 tidak kurang dari 3,5 juta orang
yang bekerja di berbagai sektor perkotaan dan
mengalami pemutusan hubungan kerja.
bermukim di kota-kota menuju ke desanya.
Sedangkan Kamar Dagang dan Industri (Kadin)
Menteri Desa, Pembangunan Daerah Ter-
menyatakan, sampai dengan Oktober 2020
tinggal dan Transmigrasi menyebutkan ada
sudah lebih dari 6,4 juta pekerja mengalami
sekitar 805.479 orang yang telah kembali ke
pemutusan hubungan kerja. Data tersebut
desanya. Fenomena ruralisasi ini disebabkan
mengkonfirmasi banyaknya perusahaan yang
oleh 3 faktor berikut ini. Pertama, epicentrum
tutup selama 9 bulan lebih masa pandemi.
pandemi banyak terjadi di kota-kota besar.
Sebelumnya Menko Kesra menyatakan, Pulang kembali ke desa adalah pilihan
sampai dengan April 2020 sedikitnya 60 aman dan nyaman. Kedua, kekuatan jaring
persen industri mengalami kebangkrutan pengaman sosial di desa. Para perantau
dan tutup. Dari sekitar 40 persen industri, memiliki sanak keluarga dan tetangga yang
saat ini hanya 15.747 industri yang masih bisa menjadi modal sosial untuk bertahan
berjalan. Sementara, bagi perusahaan yang hidup. Ketiga, banyak bantuan pemerintah
masih bertahan, berbagai upaya mereka masuk ke desa, seperti Bansos, BLT Desa,
lakukan untuk bisa terus beroperasi di tengah Program Keluarga Harapan, dan lainnya.
situasi krisis. Mereka mengurangi karyawan,
Dari tiga faktor tersebut membuktikan,
atau bahkan memutuskan hubungan
bahwa desa saat ini menjadi benteng
kerja. Akibatnya, angka pengangguran
pertahanan terakhir masyarakat dari tekanan
naik cukup signifikan di Indonesia. Badan
situasi pandemi. Sayangnya, hanya sedikit
Pusat Statistik (BPS) merelease data peng­
desa yang sadar dan siap menghadapi
angguran di Indonesia pada periode
situasi tersebut. Pengalaman Konsorsium
Agustus 2020 bertambah 2,67 juta orang.
Penguatan Desa Tangguh Covid 19 (PDTC)
Angka ini setara dengan 5,23 persen dari
dalam mengelola proyek sejauh ini di 4 desa
jumlah pengangguran terbuka di Indonesia.
memberikan pembelajaran yang menarik.
Peningkatan angka pengangguran tersebut
Program tersebut bertujuan memperkuat
menambah jumlah total pengangguran
ketangguhan desa dalam menangani dan miskin, lansia, kehilangan pekerjaan dan
mengelola beragam risiko akibat pandemi pekerja migran. Mereka ini rentan pada saat
Covid 19 di Kabupaten Bojonegoro dan Sumba bencana. Dengan survei desa ini, diharapkan
Barat Daya. Ada sejumlah temuan menarik pemerintah desa melembagakannya untuk
di 4 desa tersebut yang idealnya masih bisa mengembangkan basis data desa. Sehingga
didorong lebih baik dan berkualitas di masa penanganan bencana di desa bisa berbasis
depan. Pertanyaan menariknya, bagaimana data.
desa mengembangkan diri untuk tanggap dan
tangguh dalam menghadapi bencana seperti
saat ini? Bagaimana sinergi pemerintah
daerah dan desa bisa diwujudkan untuk
menghadapi bencana?

Ketangguhan Sosial dan Ekonomi


Desa
Konsorsium PDTC memperoleh pembelaja-
ran penting dari 4 desa di Kabupaten Bojo-
negoro dan Sumba Barat Daya dalam aspek
sosial ekonomi masyarakat dan tata Kelola Sumber : Survei Konsorsium PDTC, 2020

Kedua, perspektif bencana dan kesiap­


siagaannya. Desa masih belum memiliki
perspektif kebencanaan yang kuat, baik
dalam aspek kesejarahan maupun jenis atau
bentuk bencananya. Grafik 2 mengonfirmasi,
setidaknya, pengetahuan sejarah bencana di 4
desa. Secara nyata 4 desa ini menjadi kawasan
yang rentan bencana banjir, kekeringan,
angin puting beliung, gempa bumi dan
wabah penyakit. Data ini memperlihatkan
bahwa jenis bencana alam dan non alam
ternyata belum banyak diketahui masyarakat.
Sumber : Survei Konsorsium PDTC, 2020 Bahkan kerentanan bencana teknologi akibat
eksplorasi migas di Bojonegoro, belum juga
dipahami masyarakat 2 desa yang terdampak
pemerintahan desa. Pertama, ketersediaan langsung ini. Konsorsium PDTC telah
data. Persoalan klasik pada saat bencana menginisiasi pada kelompok masyarakat
terjadi adalah distribusi bantuan yang tidak rentan dan marginal maupun pemerintah
tepat sasaran. Penyebab utamanya adalah desa untuk memiliki perspektif kebencanaan
data yang digunakan pemerintah tidak aku- dan kesiapsiagaan. Mereka mulai bergerak
rat dan valid. Bahkan sering ditemukan data dan mengembangkan ketangguhannya
yang dimiliki pemerintah desa berbeda atau melalui skema sosial (penguatan kelompok
tidak sinkron dengan pemerintah supradesa. rentan dan marginal), skema ekonomi berbagi
Menyadari hal ini, maka Konsorsium PDTC dan model ketahanan pangan desa.
mengajak kelompok warga rentan dan mar- Ketiga, penghidupan berkelanjutan di desa.
ginal desa mendata sendiri, seperti tersaji Skema penghidupan berkelanjutan memang
pada Grafik 1. Hasil survei Konsorsium PDTC, belum tergarap baik di setiap desa. Padahal
misalnya, memperlihatkan kelompok warga desa selalu menjadi benteng pertahanan
PEKKA di 4 desa mencapai 32,8 %, dan 3,4 % terakhir dikala bencana. Fenomena
Difable. Kelompok warga rentan dan mar- ruralisasi pada saat 5 tahun terakhir dan
ginal lainnya dalam survei ini adalah warga semakin menguat ketika pandemi Covid
Sayang sekali spontanitas ini belum bisa
terlembaga ke dalam kebijakan desa.
Praktik spontanitas membangun daya tahan
komunitas tidak bisa bertahan lama. Salah
satu faktor penyebabnya adalah desakan
kebutuhan ekonomi. Spontanitas warga
dalam bentuk ‘lockdown’ wilayah pelan-pelan
dilonggarkan, karena kebutuhan dasar warga
tidak dicukupi pemerintah. Skema bantuan
pemerintah, bersumber dari APBDesa, APBD,
dan APBN, ternyata belum mampu mencukupi
Sumber : Survei Konsorsium PDTC, 2020 kebutuhan ekonomi masyarakat. Masyarakat
penerima bantuan akhirnya tetap melakukan
mobilitas di luar rumah, mencari penghidupan
19, ternyata belum menyadarkan desa
yang masih dirasa kurang. Karena komunitas
untuk mengembangkan penghidupan ber-
lepas kendali dan pemerintah semakin
kelanjutan. Bahkan masyarakat desa nampak­
melonggarkan pengawasannya, situasinya
nya belum tergugah kesadarannya dalam
dianggap “sudah kembali normal”, bagai tak
nalar ekonomi darurat ketika pandemi Covid
ada pandemi. Akibatnya, orang yang terpapar
19 ini. Grafik 3 mengonfirmasi rumah tangga
Covid 19 semakin hari semakin banyak
penghasil pangan di 2 desa Bojonegoro yang
jumlahnya.
mayoritas tidak mengalokasikan anggaran
usaha produktif. Sedangkan
rumah tangga di 2 desa SBD
semuanya bukan penghasil
pangan.
Keempat, ketersambungan
program pemerintah daerah
dan desa. Progam/kegiatan
pemerintah daerah kabupaten
tidak sinkron dengan
pemerintah desa. Misalnya,
pemerintah daerah membuat
aplikasi digital pemasaran
produk pertanian di masa
pandemi ini, sementara
itu pemerintah desa justru
menyelenggarakan pelatihan
kerajinan batik kayu dan batako bagi rumah Pada konteks demikian, desa sebenarnya
tangga miskin. Praktik seperti ini bermasalah memiliki posisi strategis dalam membangun
secara subtansi atau fokus pemberdayaan basis ekonomi bagi masyarakat. Pendekatan
masyarakat miskin desa. penthagon asset yang diperkenalkan
bisa dipakai sebagai perspektif dalam
Selain 4 pembelajaran tadi, ditemukan pula
memaksimalkan potensi desa untuk
masyarakat desa yang cenderung spontan
mengembangkan kerangka kerja penghidupan
dalam merespon pandemi ini. Pada awal
berkelanjutan. Perspektif penthagon asset
pandemi, masyarakat desa spontan dalam
pada prinsipnya mengoptimlakan sumber
menjaga dan melindungi dirinya dari paparan
daya alam, sumber daya manusia, aset
virus. Mereka membentuk semacam satuan
fisik, modal social, dan keuangan untuk
tugas yang mensosialisasikan bahaya
kepentingan desa. Dalam perspektif UU No. 6
ancaman virus, mengawasi arus keluar masuk
tahun 2014 tentang Desa, aset lain yang saat
orang di wilayahnya, mengkarantina orang
ini dimiliki desa adalah kewenangan untuk
yang berasal dari “zona merah”, dan lainnya.
mengelola dan mengatur desanya sendiri. Pelembagaan desa Tangguh bencana
Artinya, jika kewenangan yang dimiliki desa (Destana) pun mesti tercermin jelas di
dipakai untuk mengelola aset yang ada di desa, dalam dokumen RPJM Desa ini.
peluang ekonomi menjadi semakin baik sangat
terbuka. Daftar Bacaan
Chambers, Robert dan G. Conway (1992). Sus-
Rekomendasi Kebijakan tainable rural livelihoods: practical con­
cepts for the 21st century. Institute of
Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan tadi, Development Studies (Brighton, England)
kami mengusulkan rekomendasi kebijakan DFID (Departement for International
berikut ini. Development). Sustainable Livelihood
1. Pemerintah Daerah Kabupaten.  Dalam Guidance Sheet. Diakses dihttp://www.
efls.ca/webresources/DFID_Sustainable_
rangka memperbaiki kebijakan dan tata
livelihoods_guidance_sheet.pdf
kelola urusan kebencanaan daerah,
penting bagi pemerintah daerah untuk
bersinergi dengan desa. Dalam UU Desa Website
dimandatkan, bahwa desa memiliki https://money.kompas.com/
kewenangan untuk mengurus kepenti­ read/2020/08/04/163900726/imbas-corona-
ngan masyarakat desa. Sehingga urusan lebih-dari-3-5-juta-pekerja-kena-phk-dan-
dirumahkan?page=all
kebencanaan dan ketangguhan masyarakat
desa dalam mempersiapkan diri maupun https://www.medcom.id/ekonomi/bisnis/
menghadapi bencana, seperti pandemi ybJGrVnk-60-persen-lebih-industri-tutup-saat-
pandemi-covid 19
Covid 19, dalam beberapa aspek termasuk
menjadi kewenangan desa. Karena itu, https://money.kompas.com/
read/2020/11/05/141654326/indonesia-resesi-
pemerintah daerah kabupaten penting
jumlah-pengangguran-naik-jadi-977-juta-orang.
bersinergi dengan desa untuk saling berbagi
kewenangan dalam tata kelola urusan
kebencanaan. Misalnya, Pemerintah daerah
melalui BPBD berkolaborasi dengan desa
Policy Brief ini disusun oleh Titok Hariyanto dan
mengembangkan Destana (Desa Tangguh Sunaji Zamroni, serta diedit oleh Zhafira Permadi.
Bencana). Desa berwenang menyiapkan Policy Brief merupakan akumulasi pengetahuan yang
SDM desa termasuk anggaran pendukung- dihasilkan Konsorsium Penguatan Desa Tanggap Covid
nya, sedangkan BPBD mengalokasikan 19 (Konsorsium PDTC) setelah melaksanakan Proyek
Memperkuat Ketangguhan Desa dalam Mencegah,
program/kegiatan dan anggaran untuk
Menangani dan Mengelola Risiko Akibat Pandemi Covid
meningkatkan kapasitas dan pendampi- 19 di Kabupaten Bojonegoro dan Sumba Barat Daya,
ngan Destana. yang didukung oleh Pemerintah Australia bekerjasama
2. Pemerintahan Desa. Bencana pandemi dengan Pemerintah Indonesia melalui Program
Covid 19 ini sebaiknya menjadi momentum SIAP SIAGA. Namun demikian, temuan, penafsiran,
dan kesimpulan dalam Policy Brief ini merupakan
bagi desa untuk meninjau kembali dokumen
pandangan dari Konsorsium dan bukan mencerminkan
RPJMDesa yang dimilikinya. Dalam pandangan dari SIAP SIAGA, Pemerintah Australia,
mereview RPJM Desa, seharusnya desa maupun Pemerintah Indonesia.
mengembangkan peta jalan kesiapsiagaan Konsorsium Penguatan Desa Tanggap Covid-19
dan mitigasi risiko bencana di desa. Desa pun (Konsorsium PDTC) terdiri dari 4 organisasi, yaitu
Asosiasi untuk Demokrasi dan Kesejahteraan Sosial
penting mengembangkan sistem informasi
(Ademos), Yayasan Pengembangan Kemanusiaan
desa (SID) guna memastikan informasi Donders (YPKD), Atmawidya Alterasi Indonesia (AAI/
kelompok warga terdampak dan segala Alterasi), dan Association of Resiliency Movement
potensi desa yang bisa dioptimalisasikan (ARM) Indonesia.
untuk penanganan bencana. Peta jalan dan
SID ini dikembangkan secara komprehensif, Asosiasi untuk Demokrasi dan Kesejahteraan Sosial
mulai dari tata ruang, tata guna lahan, (Ademos)
Desa Dolokgede RT.10/RW.02Jalan Raya Purwosari -
kelembagaan, sistem sosial ekonomi Ngambon Km 13 Bojonegoro, Jawa Timur, Indonesia
dan skema ketahanan pangan desa.

Anda mungkin juga menyukai