PERPAJAKAN
Dosen Pengampu:
Oleh:
PRODI S1 AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI
2021
BAB I
LATAR BELAKANG
Salah satu jenis pajak yang paling potensial adalah pajak pajak penghasilan
(PPh). Pajak penghasilan adalah pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak atas
penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam suatu tahun pajak. Salah satu
pajak penghasilan tersebut adalah PPh pasal 23. Menurut Undang-undang Nomor
36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, PPh pasal 23 adalah pajak yang
dilakukan pemotong atas penghasilan yang dibayarkan, disediakan untuk
dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya yang diperoleh dari modal,
penyerahan jasa atau penyelenggara kegiatan selain yang telah dipotong sebagaima
maksud dalam pasal 21. PPh pasal 23 dipotong atas subjek pajak dalam negeri dan
Bentuk Usaha Tetap.
1
dengan jasa teknik, jasa manajemen dan jasa lainnya selain jasa yang telah dipotong
Pajak Penghasilan sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 21.
Namun pada Artikel ini akan membahas khusus PPh pasal 23 atas Deviden.
2
BAB II
PEMBAHASAN
Pajak dividen adalah pemotongan atau pemungutan pajak atas laba yang
diterima oleh pemegang saham, pemegang polis asuransi, atau anggota koperasi
yang mendapatkan bagian hasil usaha. Mengacu pada Undang-Undang Republik
Indonesia No. 36 tahun 2008 Tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang
Nomor 7 tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan, pasal 4 ayat 1 (g) tentang objek
pajak adalah penghasilan, dan salah satu di antaranya adalah dividen: Dividen,
dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi
kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi.
Tarif PPh 23 atas dividen dikenakan sebesar 15% dari jumlah bruto. Namun
apabila Wajib Pajak Badan yang memperoleh penghasilan atas dividen tidak
memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) maka tarif yang dikenakan 100%
lebih tinggi yaitu dikenakan tarif sebesar 30%.
3
memberikan dividen paling rendah 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah
modal yang disetor.
1. Untuk perusahaan yang tidak go public, adalah saat dibukukan sebagai utang
dividen yang akan dibayarkan, yaitu pada saat pembagian dividen diumumkan
atau ditentukan dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)
Tahunan. Demikian pula apabila perusahaan yang bersangkutan dalam tahun
berjalan membagikan dividen sementara (dividen interim), maka Pajak
Penghasilan Pasal 23 Undang-Undang Pajak Penghasilan terutang pada saat
diumumkan atau ditentukan dalam Rapat Direksi atau pemegang saham sesuai
dengan Anggaran Dasar perseroan yang bersangkutan.
2. Untuk perusahaan yang go public, adalah pada tanggal penentuan kepemilikan
pemegang saham yang berhak atas dividen (recording date). Dengan perkataan
lain pemotongan Pajak Penghasilan atas dividen sebagaimana diatur dalam
Pasal 23 Undang-Undang Pajak Penghasilan baru dapat dilakukan setelah para
pemegang saham yang berhak "menerima atau memperoleh" dividen tersebut
diketahui, meskipun dividen tersebut belum diterima secara tunai.
Contoh Kasus 1
Pada 17 Juli 2018, PT Jati Mulia membagikan dividen melalui Rapat Umum
Pemegang Saham (RUPS), dan melakukan pembayaran dividen tunai kepada PT
Abdi Luhur sebesar Rp 250.000.000 yang melakukan penyertaan modal sebesar
20%.
4
Karena tarif PPh 23 atau besaran PPh 23 untuk dividen adalah 15%, maka
perhitungannya adalah:
= 15% x Rp 250.000.000
= Rp 37.500.000
Saat terutang: akhir bulan dilakukan pembayaran, yakni pada 31 Juli 2018
Contoh Kasus 2
PT Nirwana (tidak terdaftar di Bursa Efek Indonesia) pada tanggal 4 Mei 2014
mengumumkan pembagian dividen dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
Pada tanggal 13 Agustus 2014 perusahaan membagikan dividen tunai kepada para
pemegang sahamnya, yang mana dividen tersebut berasal dari cadangan laba yang
ditahan. Total jumlah dividen yang dibagikan adalah sebesar Rp 1.500.000.000,-.
Susunan pemegang saham beserta prosentase kepemilikan sahamnya adalah sbb :
Dari data tabel di atas, berikut perhitungan PPh Pasal 23 yang harus dipotong PT
Niwana.
5
Pemegang % Jumlah Deviden Yang PPh pasal 23
Saham Kepemilikan Diterima
Saham
PT Wisma 31% (31% x Rp 1.500.000.000) Tidak terutang PPh pasal
Prasanthi = Rp 465.000.000 23 karena kepemilikan >
(ber-NPWP) 25 %
PT Jaya 24% (24% x Rp 1.500.000.000) 15% x Rp 360.000.000 =
Selalu (ber- = Rp 360.000.000 Rp 54.000.000
NPWP)
CV Mawar 14% (14% x Rp 1.500.000.000) 15% x 200% x
Melati = Rp 210.000.000 Rp210.000.000 =
(Tidak Ber- Rp 63.000.000
NPWP)
Tuan Budi 11% (11% x Rp 1.500.000.000) Tidak terutang PPh pasal
Luhur (ber- = Rp 165.000.000 23 karena orang pribadi
NPWP) bukan subjek PPh pasal
23
PT Dharma 30% (30% x Rp 1.500.000.000) Tidak terutang PPh pasal
Kerti (Tidak = Rp 450.000.000 23 karena kepemilikan >
ber-NPWP) 25 %
Contoh kasus 3
PT Jati Karya, merupakan sebuah perusahaan yang bergerak di bidang industri baju
dan beralamat di Jl. Wisnu Marga, Tabanan, Bali. PT Jati Karya telah memiliki
NPWP 01.111.444.8-061.000. Pada tanggal 10 Juli 2020, perusahaan membayar
dividen tunai kepada pemegang saham yang sebelumnya telah diumumkan melalui
RUPS. Berikut data yang diperlukan dalam pembayaran dividen tunai.
6
Dari data tabel di atas, berikut perhitungan PPh Pasal 23 yang harus dipotong PT
Jati Karya.
7
BAB III
SIMPULAN
Salah satu objek PPh pasal 23 yaitu Deviden. Pajak dividen adalah
pemotongan atau pemungutan pajak atas laba yang diterima oleh pemegang saham,
pemegang polis asuransi, atau anggota koperasi yang mendapatkan bagian hasil
usaha.
Tarif PPh 23 atas dividen dikenakan sebesar 15% dari jumlah bruto. Namun
apabila Wajib Pajak Badan yang memperoleh penghasilan atas dividen tidak
memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) maka tarif yang dikenakan 100%
lebih tinggi yaitu dikenakan tarif sebesar 30%.
8
DAFTAR PUSTAKA
Lathifa, Dina. Mengenal Pajak Dividen Dan Perhitungan Potongannya.
Dikutip melalui https://www.online-pajak.com/tentang-pajak-pribadi/pajak-
dividen. Dikutip tanggal 29 April 2021.
Klikpajak. Ulasan Lengkap Pph Pasal 23/26, Tarif, Penggunaan Dan Perhitungannya.
Dikutip melalui https://klikpajak.id/blog/perhitungan/tarif-pph-23-26-dan-
perhitungan/#a_Contoh_Perhitungan_PPh_Pasal_23. Dikutip tanggal 31 April
2021.