Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

“Menjelaskan hakikat Implikatur percakapan”


Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pragmatik

DOSEN PENGAMPU : Dr. SUMIHARTI, M.Pd

DISUSUN OLEH : KELOMPOK 5


1. RISKI (2100888201024)
2. ASTI FERADILA PARA WITA (2100888201004)
3. DEWI OKTAVIANTI VERONIKA SITOMPUL (2100888102025)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS BATANGHARI
JAMBI
2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Tuhan yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan karunia-
Nya kami dapat menyusun makalah ini. Makalah yang berjudul “Menjelaskan hakikat
implikatur percakapan ” lanjutan pembahasan dari kelompok sebelumnya ini kami susun
dalam rangka memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pragmatik yang diampu oleh Ibu Dr.
Sumiharti, M.Pd.
Terimakasih kami ucapkan kepada semua pihak yang turut membantu dalam proses
penyusunan, hingga makalah ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya. Kami menyadari
bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karenanya kami mengharapkan kritik
dan saran yang membangun dari pembaca sekalian untuk bisa kami jadikan sebagai bahan
evaluasi.
Demikian, semoga makalah ini dapat diterima sebagai ide atau gagasan yang
membangun dan dapat bermanfaat bagi pembacanya. Akhir kata kami ucapkan terima kasih

Jambi, 14 Juni 2023


Hormat kami,

Kelompok 6

ii
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR...................................................................................................... ii
DAFTAR ISI.................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah.............................................................................................. 1
1.3 Tujuan Penulisan................................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN................................................................................................. 3
2.1 Pengertian Implikatur Percakapan..................................................................... 3
2.2 Jenis-Jenis Implikatur........................................................................................ 3
2.3 Kegunaan konsep Implikatur Percakapan.......................................................... 6
2.4 Empat Maksim................................................................................................... 7
BAB III PENUTUP......................................................................................................... 9
3.1 Kesimpulan........................................................................................................ 9
3.2 Saran.................................................................................................................. 9
DAFTAR PUSAKA......................................................................................................... 10

iii
iv
BAB I
1.1LATAR BELAKANG
Menurut Grice (dalam Marni, 2021:68), Implikatur adalah unsur-unsur dari seuah
pesan yang tidak dikodekan secara langsung, tetapi yang bisa dipahami
berdasarkan pada asumsi bahwa pendengarnya bisa membuat simpulan.
Grice mengembangkan konsep implikatur, yaitu sebuah teori tentang cara orang
menggunakan bahasa. Dalam lingkup analisis wacana, implikatur berarti sesuatu yang terlibat
atau menjadi bahan pembicaraan. Secara struktural, implikatur berfungsi sebagai
jembatan/rantai yang menghubungkan antara "yang diucapkan" dengan "yang
diimplikasikan". Jadi, suatu dialog yang mengandung implikatur akan selalu melibatkan
penafsiran yang tidak langsung. Dalam komunikasi verbal, implikatur biasanya sudah
diketahui oleh para pembicara, dan karenanya tidak perlu diungkapkan secara eksplisit.
Dengan berbagai alasan, implikatur justru sering disembunyikan agar hal yang
diimplikasikan tidak nampak terlalu mencolok.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian implikatur percakapan?
2. Apa saja jenis-jenis implikatur?
3. Bagaimana konsep implikatur percakapan?
4. Apa saja empat Maksim percakapan?

1.3 Tujuan Masalah

1. Untuk mengetahui pengertian implikatur percakapan.


2. Untuk mengetahui jenis-jenis implikatur.
3. Untuk mengetahui konsep implikatur percakapan.
4. Untuk mengetahui empat maksim percakapan.

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Implikatur Percakapan

Konsep tentang implikatur pertama kali diperkenalkan


oleh H.P. Grice untuk memberikan solusi atas masalah makna yang tidak dapat diselesaikan
dalam teori semantik. Jika hanya mengandalkan teori atau pemahaman semantik saja, makna
suatu tuturan atau ujaran tidak bisa dipahami dan dimengerti dengan tepat. Ketidaktepatan
pemahaman makna ujaran sangat berimbas pada tercapainya tujuan komunikasi.
Konsep implikatur digunakan untuk menerangkan perbedaan yang sering tedapat antara apa
yang diucapkan dan apa yang diimplikasi.

Secara etimologis, kata implikatur diturunkan dari kata implicatum. Secara nomina,
kata tersebut sama dengan kata implication yang berarti maksud, pengertian, keterlibatan.
Secara struktural, implikatur berfungsi sebagai jembatan/rantai yang menghubungkan antara
yang diucapkan dan yang diimplikasikan.

Menurut Grice (dalam Marni, 2021:51), istilah implikatur dipakai untuk menerangkan
apa yang mungkin diartikan, disarankan, atau dimaksudkan oleh penutur, yang berbeda
dengan apa yang sebenarnya dikatakan oleh penutur tersebut dalam ujarannya. Jadi, konsep
implikatur ini dipakai untuk menerangkan perbedaan yang sering terdapat antara apa yang
diucapkan dengan apa yang diimplikasi.

Menurut Pranowo (dalam Asdar, 2021:66), bahwa implikatur adalah sesuatu


dinyatakan secara tersirat dalam suatu percakapan sehingga dapat dikatakan bahwa
implikatur merupakan tuturan tidak langsung karena memerlukan penjelasan yang lebih
konkret lagi.

Sementara itu, implikatur percakapan memiliki makna dan pengertian yang lebih
bervariasi. Pasalnya, pemahaman terhadap hal "yang dimaksudkan" sangat bergantung
kepada konteks terjadinya percakapan. Implikatur percakapan hanya muncul dalam suatu
tindak percakapan. Dalam suatu dialog percakapan, sering terjadi seorang penutur tidak
mengutarakan maksudnya secara langsung. Hal yang hendak diucapkan justru disembunyikan

2
diucapkan secara tidak langsung, atau yang diucapkan sama sekali berbeda dengan maksud
ucapannya, seperti contoh berikut :
(1). Ibu : Ani, adikmu belum makan
Ani : Ya, Bu. Lauknya apa?

(2). Guru : Kelasnya panas sekali, ya


Murid : Jendelanya dibuka ya pak?

Percakapan antara ibu dan Ani pada contoh (1) mengandung implikatur yang
bermakna "perintah menyuapi". Dalam tuturan itu tidak ada sama sekali bentuk kalimat
perintah. Tuturan yang diucapkan ibu hanyalah pemberitahuan bahwa "adik belum makan".
Namun, karena Ani dapat memahami impikatur yang disampaikan ibunya, ia menjawab dan
siap untuk melaksanakan perintah ibunya tersebut. Gejala yang hampir sama terjadi pada
contoh (2) yaitu perintah guru untuk melakukan sesuatu agar panas di kelas berkurang.
Muridn yang paham maksud gurunya, segera membuka jendela. Jadi, kesimpulannya
implikatur percakapan adalah proses komunikasi yang didalamnya terdapat berbagai macam
makna yang sangat bervariasi sesyy dengan konteksnya. Karena sering terjadi perbedaan
antara apa yang diucapkan dengan apa yang dimaksudkan.

2.2 Jenis-jenis Implikatur


Jenis implikatur terdiri beberapa bagian sebagai
berikut (dalam Yule, 2006:70-78) :
1). Implikatur Percakapan Umum.
Implikatur ini, tidak ada latar belakang pengetahuan khusus dan konteks tuturan yang diminta
untuk membuat kesimpulan yang diperlukan.
Contoh:
(1) Very : Apakah Anda mengundang Bella dan
Cahty?
Siska : Saya mengundang Bella.
Jika pengetahuan khusus tidak dipersyaratkan untuk
memperhitungkan makna tambahan yang disampaikan, seperti pada contoh di atas disebut
sebagai implikatur percakapan umum.

3
2). Implikatur Berskala

Informasi tertentu selalu disampaikan dengan memilih sebuah kata yang menyatakan
nilai dari suatu skala ini. Ini secara khusus tampak jelas untuk mengungkapkan kuantitas.
Seperti istilah semua, sebagian besar, banyak, beberapa, sedikit, selalu, sering, dan kadang-
kadang. Ketika sedang bertutur, seorang penutur memilih kata dari skala itu yang paling
informatif dan benar (kualitas dan kuantitas).
Contoh:
(1). A: Saya sedang belajar ilmu bahasa dan saya telah
melengkapi beberapa mata pelajaran yang dipersyaratkan.
Dengan memilih kata “beberapa” dalam contoh tersebut penutur menciptakan suatu
implikatur (tidak semua). Inilah yang disebut implikatur berskala. Salah satu ciri yang terlihat
pada implikatur berskala ialah apabila penutur mengoreksi diri mereka sendiri tentang
beberapa rincian.

3) Implikatur Percakapan Khusus.


Pada contoh-contoh sebelumnya, seluruh implikatur telah diperhitungkan tanpa
adanya pengetahuan khusus terhadap konteks tertentu. Akan tetapi, seringkali percakapan kita
terjadi dalam konteks yang sangat khusus di mana kita mengasumsikan informasi yang kita
ketahui secara lokal.
Contoh:
(1). Riki : Hei! Apakah kau akan menghadiri pesta
yang gaduh itu nanti malam?
Tomy : orang tuaku akan mengunjungiku.
Untuk membuat jawaban Tomy menjadi relevan, Riki harus memiliki persediaan sedikit
pengetahuan yang diasumsikan bahwa salah satu mahasiswa dalam percakapan ini tidak bias
hadir karena, tomi akan menghabiskan malam itu bersama orang tuanya, dan tentunya Tomi
tidak bisa datang ke pesta.

4) Implikatur Percakapan Konvensional.

Implikatur konvensional tidak harus terjadi dalam percakapan, dan tidak bergantung
pada konteks khusus untuk menginterpretasikannya. Implikatur konvensional diasosiasikan

4
dengan kata-kata khusus dan menghasilkan maksud tambahan yang disampaikan jika kata
digunakan.
Contoh:
(5) Siska : “Viki belum datang kepesta ini.
Implikatur konvensional ialah bahwa situasi pada waktu itu diharapkan berbeda, atau
mungkin sebaliknya di waktu yang akan datang. Pada contoh di atas penutur menghasilkan
suatu implikatur bahwa dia mengharapkan pernyataan “Viki datang ke pesta.
Implikatur percakapan, menurut Putrayasa dalam Asdar (2021:72), memiliki beberapa wujud
dan maksud yang seringkali muncul saat proses komunikasi berlangsung, yaitu:
a. Implikatur percakapan melarang;
Implikatur dengan wujud melarang ini sering digunakan dalam kalimat perintah,
tetapi juga dalam bentuk kalimat pernyataan.

b. Implikatur percakapan menyetujui;


Implikatur dengan wujud menyetujui biasa ditemukan dalam kalimat pertanyaan dan
perintah.

c. Implikatur percakapan menolak;


Implikatur wujud ini tidak selalu dilakukan secara langsung dan teang-terangan tetapi
secara tidak langsung agar mitra tutur tidak merasa tersinggung dan alasan yang diberikan
dapat diterima.

d. Implikatur percakapan memerintah;


Implikatur wujud ini berupa deklaratif atau wujud kalimat pernyataan, tetapi memiliki
maksud memerintah.

e. Implikatur percakapan meminta;


Implikatur wujud ini biasanya menggunakan bentuk kalimat tanya atau pernyataan.

f. Implikatur percakapan menegaskan;


Implikatur wujud ini cenderung berbentuk kalimat pernyataan yang menegaskan atau
dapat dilihat dari penggunaan kata dalam menggambarkan penegasan prinsip.

g. Implikatur percakapan mengeluh;

5
implikatur wujud ini biasanya berbentuk kalimat pernyataan.

h. Implikatur percakapan melaporkan;


Implikatur wujud ini biasanya menggunakan wujud kalimat pernyataan, tetapi juga
dapat berbentuk kalimat perintah

2.3 Kegunaan Konsep Implikatur Percakapan

Kegunaan konsep implikatur percakapan ini dirumuskan oleh Levinson (dalam Marni,
55:56), menjadi empat bagian, sebagai berikut:

1). Konsep Implikatur Pertama


Konsep implikatur memungkinkan perasaan fungsional yang bermakna atas fakta-
fakta kebahasaan yang tidak terjangkau oleh linguistik (di luar pengelompokan/ struktur
bahasa). Dalam hal ini konsep implikatur dapat menerangkan makna-makna yang tidak
terselesaikan oleh teori semantik biasa, tetapi fdapat diselesaikan oleh pragmatik.
Ketidakselesaian makna oleh teori semantik biasa itu, secara khusus, dapat terselesaikan oleh
teori pragmatik.

2). Konsep Implikatur Kedua


Konsep imlikatur dapat memberikan suatu penjelasan yang eksplisit tentang
kemungkinan apa yang diucapkan secara lahiriah berbeda dari apa yang dia maksud dan
pemakai bahasa itu mengerti atau dapat menangkap pesan yang dimaksud dalam
ungkapannya. Contohnya sebagai berikut:
A: Pukul berapa sekarang?
B: Tukang susu sudah datang
Berdasarkan dialog tersebut kedua kalimat diatas tidak berkaitan, tetapi bagi orang
yang mengerti penggunaan bahasa dalam situasi berbicara, tentu akan memahami beberapa
faktor yang tidak muncul kepermukaan.

3). Kegunaan Konsep Implikatur Ketiga.


Konsep implikatur dapat menyederhanakan pemberian semantik dari perbedaan hubungan
antar klausa, walaupun klausa-klausa itu dihubungkan dengan kata-kata struktur yang sama
seperti contoh berikut ini:

6
(1). Menjaga hutan menaiki kudanya dan berjalan
hingga matahari terbenam.
(2). Paris ibu kota Perancis dan London ibu kota Inggris
Kedua klausa dalam kalimat
(1) tidak dapat ditukartempatkan, karena penukartempatan kedua klausanya itu menjadikan
kalimat tersebut tidak diterima secara semantik. Sebaliknya, pada kalimat
(2) penukartempatkan kedua klausanya dapat saja membuat kalimat tersebut diterima secara
semantik.

4). Kegunaan Konsep Implikatur Keempat.


Dasar-dasar implikatur dapat menerangkan berbagai fakta atau gejala yang tidak berkaitan
dan/atau berlawanan, seperti cara bekerjanya, bentuk-bentuk majas (figures of speech)

2.4 Empat Maksim Percakapan

Implikatur adalah unsur-unsur dari sebuah pesan yang tidak dikodekan secara
langsung, tetapi yang bisa dipahami berdasarkan pada asumsi bahwa pendengarnya bisa
membuat kesimpulan (inference) yang tepat (Black, 2011). Ide utama tentang implikatur
diutarakan oleh Grice yang mengembangkan konsep implikatur, yaitu sebuah teori tentang
cara orang menggunakan bahasa. Adanya seperangkat asumsi-asumsi yang menuntun pada
tingkah laku percakapan, hal ini memunculkan pertimbangan yang rasional dapat
diformulasikan sebagai penuntun dalam penggunaan bahasa secara efisien dan efektif dalam
percakapan menuju suatu akhir yang kooperatif.

Grice (dalam Asdar, 2021:68-69) menyebut penuntun tersebut sebagai empat maksim dasar
percakapan atau prinsip-prinsip umum yang mendasari penggunaan bahasa yang bersifat
kooperatif. Prinsip-prinsip umum tersebut diistilahkan maksim sebagai berikut :

1. Maksim kualitas;
Maksim ini menghendaki penutur
memberikan kontribusi secara benar dalam percakapan. Penutur hendaknya mengatakan apa
yang diyakini benar dan tentunya kebenaran itu diyakini karena ada bukti.

2. Maksim kuantitas;

7
Maksim ini menghendaki penutur memberikan kontribusi seinformatif mungkin sesuai
dengan yang dibutuhkan, tidak dilebih-lebihkan.

3. Maksim relevansi;
Maksim ini menghendaki penutur berkontribusi dalam percakapan dengan mengatakan hal
yang relevan dengan yang dibicarakan.

4. Maksim gaya/cara;
Maksim ini menghendaki penutur
terampil berkontribusi dalam percakapan dengan menghindari ketidakjelasan, ambiguitas
agar apa yang dituturkan menjadi jelas dan lebih teratur.

Singkatnya, maksim-maksim ini menuntun partisipan senantiasa memberikan


informasi yang cukup dengan cara yang efisien, rasional, dan kooperatif, mereka harus
berbicara dengan sungguh-sungguh, jelas, dan relevan. Namun, Sperber dan Wilson
melayangkan kritik terhadap maksim-maksim kerja sama Grice. Keduanya berpendapat
bahwa maksim kuantitas, kualitas, dan maksim cara dapat diabaikan karena yang penting
adalah kontribusi peserta yang relevan dalam suatu percakapan sehingga keduanya
menjadikan maksim relevansi sebagai prinsip relevansi (Principle of Relevance) dan teorinya
disebut teori relevansi (Relevance Theory). Menurutnya, teori relevansi dapat meluruskan
teori prinsip kerja sama Grice. Penutur harus mematuhi prinsip relevansi agar percakapan
berjalan dengan lancar dan maksud serta tujuan penutur dapat tersampaikan. Ukuran
relevansinya adalah apakah tindakan penutur itu memiliki efek kognitif di dalam benak
mitratutur. Efek kognitif itu adalah efek kontekstual yang timbul di dalam sistem kognitif
mitra tutur. Makin kuat efek kognitif itu, semakin relevanlah informasi yang disampaikan
penutur.

Renkema (dalam Asdar, 2021:70), berpendapat bahwa ketidakjelasan sebuah tuturan


dapat ditetapkan sebagai tuturan yang relevan atau tidak relevan karena tidak ada tolak ukur
yang jelas dan sulit untuk menentukan sebuah tuturan dikatakan melanggar maksim relevansi
atau tidak. Hal ini disebabkan dalam satu pertanyaan memiliki beberapa kemungkinan
jawaban yang berterima yang relevan masing-masing. Untuk menyanggah Renkema, Daniel
Sperber dan Deirdre Wilson mengatakan bahwa memang tidak ada tuturan yang relevan dan

8
tuturan yang tidak relevan, yang membedakan adalah tingkat relevansi sebuah tuturan.
Tingkat relevansi pada sebuah tuturan ditentukan oleh dua faktor, yaitu efek kontekstual
(contextual Effect) dan usaha pemrosesan (processing effort). Efek kontekstual merupakan
kemampuan menghubungkan informasi baru dengan apa yang diketahui sebelumnya, yaitu
informasi lama disesuaikan dengan konteks percakapan. Sedangkan, usaha pemerosesan
merupakan usaha partisipan menguraikan informasi linguistik dan menghubungkan dengan
informasi baru. Semakin sedikit usaha yang dperlukan untuk memproses informasi baru,
semakin relevan pertuturan dan semakin banyak efek kontekstualnya.

9
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Berangkat dari pembahasan pada bagian sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa suatu
implikatur percakapan akan sangat mungkin sekali muncul dalam suatu percakapan, terlebih
lagi dalam suatu kelompok sosial tertentu. Dalam suatu kelompok sosial yang di dalamnya
suadah terdapat berbagai faktor yang memunculkan suatu kedekatan tertentu antar
anggotanya, sangat memungkinkan sekali terjadi suatu implikatur percakapan dalam proses
komunikasi yang terjadi. Dapat dikatakan, bahwa faktor-faktor tertentu termasuk kedekatan,
akan mempengaruhi suatu bentuk komunikasi yang terjadi.

3.2 Saran
Dari materi yang telah dipaparkan kami memperkenalkan tentang menjelaskan Hakikat
Implikatur percakapan sebagai sebuah pengetahuan baru bagi pembaca untuk dapat dijadikan
sebagai bacaan dalam proses belajar kedepannya. Pembaca diharapkan dapat mengambil poin
penting pada materi ini untuk bisa menerapkan atau mengaplikasikannya di waktu
mendatang.

10
DAFTAR PUSTAKA

Yule, George 2006. Pragmatik. Yogyakarta: Penerbit Pustaka Belajar

Asdar, dkk. 2021. Pembelajaran Pragmatik. Bandung: CV. Semiotika

Marni, Silvia, dkk. 2021. Buku Ajar Pragmatik (Kajian Teoretis dan Praktik). Jawa Tengah:
Penerbit CV. Eureka Media Aksara

11

Anda mungkin juga menyukai