Anda di halaman 1dari 71

LAPORAN PRAKTIK

ASUHAN KEBIDANAN KOLABORASI


PADA KASUS PATOLOGI DAN KOMPLIKASI PERSALINAN PU
SKESMAS TEPUSEN

Untuk memenuhi persyaratan Stage Kolaborasi


Pada Kasus Patologi dan Komplikasi

Oleh:
Puput Tri Arsita
P1337424522385

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEBIDANAN MAGELANG


JURUSAN KEBIDANAN POLTEKKES KEMENKES SEMARANG
2023
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Kasus di Puskesmas Tepusen, telah disahkan oleh pembimbing


pada:
Hari :
Tanggal :
Dalam Rangka Praktik Klinik Kebidanan Kolaborasi Pada Kasus Patol
ogi Dan Komplikasi yang telah diperiksa dan disetujui oleh pembimbing
klinik dan pembimbing institusi Prodi Profesi Kebidanan Jurusan
Kebidanan Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Semarang.

Magelang, Juni 2023


Pembimbing Klinik Mahasiswa

Sudiyah., S.Tr.Keb., Bd Puput Tri Arsita


NIP. 19720717 1992 03 2006 NIM. P1337424522385

Mengetahui
Pembimbing Institusi

Mundarti, S.ST., M.Kes


NIP. 198010172002122002
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Persalinan adalah proses alami dalam kehidupan seorang wanita
yang melibatkan kontraksi rahim untuk mengeluarkan janin dari rahim.
Namun, dalam beberapa kasus, persalinan dapat mengalami patologi
atau komplikasi yang dapat mengancam kesehatian ibu dan bayi. Salah
satu tempat pelayanan kesehatan yang memberikan asuhan persalinan
adalah Puskesmas Tepusen.
Puskesmas Tepusen adalah salah satu pusat pelayanan
kesehatan masyarakat yang memberikan pelayanan kebidanan, termasuk
asuhan persalinan. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, Puskesmas
Tepusen menghadapi masalah yang serius terkait tingginya angka
komplikasi persalinan yang terjadi di wilayah tersebut. Angka
komplikasi persalinan yang tinggi ini merupakan hal yang sangat
penting untuk diperhatikan dan dianalisis.
Tingginya angka komplikasi persalinan dapat dipengaruhi oleh
berbagai faktor, antara lain:
1. Kurangnya pemantauan dan penanganan yang tepat terhadap ibu selama
kehamilan dan persalinan.
2. Kurangnya pengetahuan dan keterampilan petugas kesehatan dalam
mengidentifikasi dan mengatasi patologi dan komplikasi persalinan.
3. Keterbatasan fasilitas dan peralatan medis yang memadai di Puskesmas
Tepusen.
4. Faktor sosial dan ekonomi yang memengaruhi akses ibu hamil terhadap
perawatan prenatal dan persalinan yang aman.
Dalam laporan praktik ini, kami akan melihat lebih dalam
tentang asuhan kebidanan kolaborasi pada kasus patologi dan
komplikasi persalinan di Puskesmas Tepusen. Tujuan laporan praktik
ini adalah untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi
tingginya angka komplikasi persalinan dan mengusulkan langkah-
langkah perbaikan yang dapat dilakukan oleh Puskesmas Tepusen.
Dengan melakukan analisis terhadap asuhan kebidanan
kolaborasi dan melibatkan berbagai pihak, seperti dokter, bidan, dan
tenaga kesehatan lainnya, diharapkan dapat ditemukan solusi yang
efektif untuk mengurangi tingginya angka komplikasi persalinan di
Puskesmas Tepusen. Selain itu, laporan praktik ini juga dapat menjadi
acuan bagi puskesmas lain dalam menghadapi masalah serupa dan
meningkatkan kualitas pelayanan kebidanan secara keseluruhan.
Dengan demikian, laporan praktik ini akan memberikan
pemahaman yang lebih baik tentang tingginya angka komplikasi
persalinan di Puskesmas Tepusen dan memberikan rekomendasi untuk
meningkatkan asuhan kebidanan kolaborasi dalam penanganan kasus
patologi dan komplikasi persalinan.
B. TUJUAN PENYUSUNAN LAPORAN
1. Mengetahui secara pasti bagaimana gambaran patologi dan komplikasi
persalinan yang sering terjadi di Puskesmas Tepusen.
2. Mengetahui bagaimana proses asuhan kebidanan kolaborasi yang dilaku
kan dalam penanganan patologi dan komplikasi persalinan di Puskes
mas Tepusen.
3. Mengetahui upaya-upaya apa saja yang dapat dilakukan untuk meningk
atkan efektifitas asuhan kebidanan kolaborasi dalam penanganan patol
ogi dan komplikasi persalinan di Puskesmas Tepusen.
C. MANFAAT PENYUSUNAN LAPORAN
Laporan ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang pr
oses dan efektivitas pola asuhan kebidanan kolaborasi dalam penangana
n patologi dan komplikasi persalinan. Hasil penelitian dapat dijadikan
dasar untuk meningkatkan kualitas asuhan kebidanan kolaborasi dalam
penanganan patologi dan komplikasi persalinan di Puskesmas Tepusen.
BAB II
TINJAUAN TEORI

D. KONSEP DASAR PERSALINAN


1. Pengertian Persalinan
Persalinan normal menurut WHO adalah persalinan yang
dimulai secara spontan, berisiko rendah pada awal persalinan dan
teteap demikian selama proses persalinan, bayi lahir secara spontan
dalam presentasi belakang kepala pada usia kehamilan 37-42
minggu lengkap dan setelah persalinan ibu maupun bayi berada
dalam kondisi sehat (Oktarina, 2015).
Persalinan adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi
yang dapat hidup di luar uterus melalui vagina ke dunia luar.
Persalinan normal atau persalinan spontan adalah bila bayi lahir
dengan letak belakang kepala tanpa melalui alat-alat atau
pertolongan istimewa serta tidak melukai ibu dan bayi, dan
umumnya berlangsung dalam waktu kurang dari 24 jam
(Wiknjosastro, 2012).
Dasar asuhan pesalinan normal adalah asuhan yang bersih
dan aman selama persalinan dan setelah bayi lahir, serta upaya
pencegahan komplikasi terutama perdarahan pasca persalinan,
hipotermia, dan asfiksia bayi baru lahir. Sementara itu, fokus
utamanya adalah mencegah terjadinya komplikasi.Hal ini
merupakan suatu pergeseran paradigma dari sikap menunggu dan
menangani komplikasi menjadi mencegah komplikasi yang
mungkin terjadi (Prawirohardjo, 2018).
2. Teori Penyebab Terjadinya Persalinan
Beberapa teori yang mempengaruhi terjadinya persalinan,
antara lain (Oktarina, 2015):
a. Teori penurunan hormon
1-2 minggu sebelum persalinan, terjadi penurunan kadar hormon
estrogen dan progesteron. Progesteron selama kehamilan
berfungsi untuk memperhatankan ketenangan dari otot polos
Rahim.Penurunan kadar progestron menyebabkan konstriksi
pembuluh darah dan rahim mulai kontraksi (Diana et al., 2019).
Rangsangan estrogen menyebabkan iribility myometrium,
estrogen memungkinkan sintesa prostaglandin pada desidua dan
selaput ketuban sehingga menyebabkan kontraksi uterus
(myometrium).

Gambar 1. Sintesa hormon penyebab persalinan


b. Teori oksitosin
Perubahan keseimbangan estrogen dan progesteron
mengakibatkan aktivitas oksitosin yang dihasilkan kelenjar
hipofisis posterior meningkat dan menimbulkan kontraksi
Braxton Hicks.
c. Teori Keregangan
Rahim yang menjadi besar dan meregang menyebabkan iskemia
otot-otot Rahim, sehingga menggangu sirkulasi utero plasenter.
d. Teori Fetal Membran
Meningkatnya hormone estrogen menyebabkan terjadinya
esterified yang menghasilkan arachnoid acid, arachnoid acid
bekerja untuk pembentukan prostaglandin yang mengakibatkan
kontraksi myometrium.
e. Teori Prostaglandin
Konsentrasi prostaglandin yang dihasilkan oleh desidua
meningkat sejak usia kehamilan 15 minggu. Prostaglandin
dianggap sebagai pemicu terjadinya persalinan, semakin tua usia
kehamilan maka konsentrasi prostaglandin semakin meningkat.
Peningkatan konsentrasi ini akan menimbulkan kontraksi otot
rahim (Diana et al., 2019) .
f. Teori Placenta Sudah Tua
Pada umur kehamilan 40 minggu mengakibatkan sirkulasi pada
placenta menurun segera terjadi degenerasi trofoblast maka akan
terjadi penurunan produksi hormone.
g. Teori Tekanan Cerviks
Fetus yang berpresentasi baik dapat merangsang akhiran syaraf
sehingga serviks menjadi lunak dan terjadi dilatasi internum
yang mengakibatkan SAR (Segmen Atas Rahim) dan SBR
(Segmen Bawah Rahim) bekerja berlawanan sehingga terjadi
kontraksi dan retraksi.

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Proses Persalinan


Menurut Bobak dkk (2012) terdapat 5 faktor essensial yang
mempengaruhi persalinan yaitu 5P :power (kekuatan), passage
(jalan lahir), passanger (penumpang:janin danp lasenta), potition
(posisi ibu) dan psychologic respon (respon psikologis ibu).
a. Power
Kekuatan yang dapat mendorong kelahiran janin adalah
his (kontraksi ritmisotot polos uterus) sebagai kekuatan primer
dan kekuatan mengejan ibu sebagai kekuatan sekunder.
Kontraksi uterus berirama teratur dan involunter serta mengikuti
pola yang berulang. Kekuatan kontraksi uterus bergantung pada
frekuensi, intensitas dan durasi kontraksi. Setiap kontraksi
uterus memiliki tiga fase yaitu:
1) Increment (ketikaintensitasnyaterbentuk),
2) Acme (puncak atau maksimum),
3) Decement (ketikarelaksasi).
Kontraksi uterus terjadi karena adanya penimbunan
dan pengikatan kalsium pada Retikulum Endoplasma (RE) yang
bergantung pada Adeno Triphospat (ATP) dan sebaliknya E2
dan F2 mencegah penimbunan dan peningkatan oleh ATP pada
RE, RE membebaskan kalsium kedalam intraselular dan
menyebabkan kontraksi miofibril. Setelah miofibril
berkontraksi, kalsium kembali lagi ke RE sehingga kadar
kalsium intraselular akan berkurang dan menyebabkan relaksasi
miofibril.
Peregangan serviks oleh kepala janin akhirnya menjadi
cukup kuat untuk menimbulkan daya kontraksi korpus uteri
dan akan mendorong janin maju sampai janin dikeluarkan. Ini
sebagai umpan balik positif, kepala bayi meregang serviks,
regangan serviks merangsang kontraksi fundus mendorong bayi
kebawah dan meregangkan serviks lebih lanjut, siklus ini
berlangsung terusmenerus. Kontraksi uterus bersifat otonom
artinya tidak dapat dikendalikan oleh parturien, sedangkan
saraf simpatis dan parasimpatis hanya bersifat koordinatif.
1) Kekuatan his kala I bersifat:
a) Kontraksi bersifat simetris.
b) Fundus dominan.
c) Involunter artinya tidak dapat diatur oleh parturien.
d) Kekuatan makin besar dan pada kala pengeluaran
diikuti dengan reflek mengejan.
e) Diikuti retraksi artinya panjang otot Rahim yang
berkontraksi tidak akan kembali kepanjang semula.
f) Setiap kontraksi mulaidari “pacemaker” yang
terletak sekitar insersituba dengan arah penjalaran ke
daerah serviks uteri dengan kecepatan 2 cm per detik.
2) Kekuatan his kala II Kekuatan his pada akhir kala pertama
atau permulaan kala dua mempunyai amplitude 60 mmHg,
interval 3-4 menit, durasi berkisar 60-90 detik. Kekuatan
his menimbulkan putaran paksi dalam, penurunan
kepalaatau bagian terendah menekan serviks dimana
terdapat fleksus frikenhauser sehingga terjadi reflek
mengejan. Kekuatan his dan reflek mengejan
mengakibatkan ekspulsi kepala sehingga berturut-turut
lahir ubun-ubun besar, dahi, muka, kepala
seluruhnya.Kekuatan his kala III Setelah istirahat sekitar 8-
10 menit berkontraksi untuk melepaskan plasenta dari
insersinya.
3) Kekuatanhis kala IV Setelah plasenta lahir kontraksi
Rahim tetap kuat dengan amplitude sekitar 60-80 mmHg.
Kekuatan kontraksi ini tidak diikuti oleh interval pembuluh
darah tertutup rapat dan terjadi kesempatan membentuk
trombus. Melalui kontraksi yang kuat dan pembentukan
thrombus terjadi penghentian pengeluaran darah
postpartum.
b. Passage
Passage adalah keadaan jalan lahir, jalan lahir
mempunyai kedudukan penting dalam proses persalinan untuk
mencapai kelahiran bayi.Jalanl ahir terdiri bagian tulang dan
bagian lunak.Bagian tulang meliputi tulang-tulang panggul
seperti os coxae, os sacrum dan os coccygeus sedangkan bagian
lunak terdiri dari otot-otot dan ligamen, Evaluasi ukuran
panggul dalam merupakan salah satu factor yang menentukan
apakah persalinan dapat berlangsung pervaginam atau sectio
sesaria. Ligamen dan otot memiliki fugsi dan tugas masing-
masing dalam mendukung keberhasilan proses persalinan.Otot
bergerak untuk menggerakkan tulang sementara ligament
memberikan stabilitas antara tulang,sehingga tetap selaras satu
sama lain (Aprilia, 2017). Keseimbangan dan kelenturan otot-
otot panggul dan uterus, ligament dan persendian berfungsi
sebagai navigasi sehingga dapat membantu janin bergerak
turun dan keluar dari jalan lahir dengan optimal. Hal ini
meningkatkan kemampuan untuk mendukung persalinan
fisiologis serta meningkatkan bounding antara janin dan orang
tua.
c. Passanger
Passenger meliputi janin, amnion dan plasenta.Janin
memiliki bagian yang paling besar dan keras adalah kepala
janin,posisi dan besar kepala dapat mempengaruhi jalan
persalinan,kepala janin ini pula yang paling banyak mengalami
cedera pada persalinan,sehingga dapat meningkatkan
morbiditas dan mortalitas perinatal. Beberapa variable dari
janin mempengaruhi proses kelahiran dan persalinan, seperti:
1) Tafsiran berat janin yang bisa dinilai melalui palpasi atau
pemeriksaan dengan USG, makrosomia janin yaitu berat
badan lebih dari 4500 gram sesuai definisi dari ACOG,
meningkatkan kemungkinan kegagalan saat trial of labour
dan dapat menyebabkan distosia dalam persalinan.
2) Letak janin
Yaitu hubungan antara sumbung panjang (punggung) janin
terhadap sumbu panjang (punggung ibu). Letak juga
disebut sebagai hubungan antara aksis panjang badan janin
dengan abdomen ibu yang digambarkan dengan membujur,
melintang dan miring. Letak janin normal adalah
membujur dengan kepala janin berada di dibawah.
3) Presentasi
Presentasi digunakan untuk menentukan bagian janin yang
ada di bagian bawah rahim yang dapat dijumpai pada
palpasi atau pemeriksaan dalam. Misalnya presentasi
kepala (vertex), presentasi bokong, presentasi bahu, dan
lain-lain.
4) Sikap
Sikap mengacu pada posisi kepala serta hubungan bagian-
bagian janin dengan sumbu janin, biasanya terhadap tulang
punggungnya. Janin umumnya dalam sikap fleksi, dimana
kepala, tulang punggung, dan kaki dalam keadaan fleksi,
serta lengan bersilang di dada. Fleksi kepala penting untuk
menyesuaikan dengan panggul ibu, saat dagu janin optimal
menempel di dada, sub occipito bregmatika berada dalam
diameterter kecil pada presentasi kepala.
5) Posisi janin
Posisi merupakan indikator untuk menetapkan arah bagian
terbawah janin apakah sebelah kanan,kiri, depan atau
belakang terhadap sumbu ibu (maternal pelvis). Misalnya
pada letak belakang kepala ubun-ubun kecil (UUK) kiri
depan /lef to ksiput anterior (LOA), UUK kanan belakang/
Right oksiput posterior (ROP). Mal posisi jika letak ubun-
ubun selain LOA, ROA atau OA.
6) Station
Stasion adalah penilaian penurunan kepala melewati
bidang panggul dengan titik tengah adalah spina ischiadika
sebagai stasion 0 melalui pemeriksaan dalam. Jika kepala
lebih tinggi dari spina ischiadika diberi angka negatif dan
jika lebih rendah dari spina ischiadika diberi angka positif.
Stasion +3 kepala janin sudah crowning yaitu terlihat di
introitus vagina.
Air ketuban dan selaput ketuban merupakan ruangan
yang dilapisi selaput janin (selaput ketuban) berisi
airketuban(liquar amnii).
1) Volume
Volume air ketuban dalam kehamilan cukup bulan adalah
1000-1500 cc, bila kurang dari 1000cc disebut oligo
hidromnion.Namun bila volume air ketuban lebih dari 1500
cc disebut poli hidromnion.
2) Bentuk
Air ketuban berwarna putih kekeruhan khas amis dan
berasa manis. Bila air ketuban berwarna hijau ini adalah
indikasi adanya ketidak normalan.
3) Komposisi
Terdiri atas 98% air, sisanya albumin sel-sel epitel. Rambut
lanugo, verniks caseosadan garam-garam organik. Kadar
protein 2gr/l terutama dibagian albumin. Diproduksi oleh
kencing janin, transudasi dari epitel amnion sekresi dari
epitel amnion asal campuran (mixed arigin).
Plasenta (uri) adalah alat transportasi darah, nutrisi,
oksigen dan juga sisa buangan dari ibu kepada janin. Uri
berbentuk bundar atau oval, ukuran diameter 15-20cm tebal 2-
3 cm berat 500-600gram.
1) Komponen plasenta: Plasenta terdiri dari desidua
kompektel atas beberapa lobus dan terdiri dari 15-20
kotiloden.
2) Tali pusat: Tali pusat merentang dari pusat janin ke uri
bagian permukaan janin. Panjang tali pusat antara 50-55
cm diameternya 1-2,5 cm dan terdiri atas 2 buah arteri,
umbilicalis dan 1 buah vena umbilicalis. Selain
panjangnya tali pusat yang terpenting lagi adalah insersi
nya kepada plasenta, hal ini sering menjadi masalah ketika
insersi itu tidak pada tempatnya.
d. Potition
Posisi menentukan prestasi. Posisi ibu mempengaruhi
adaptasi anatomi dan fisiologi persalinan. Menurut Bobak dkk
(2012) mengubah posisi memberi rasa nyaman,
menghilangkan kepenatan, dan memperbaiki sirkulasi. Posisi
yang nyaman adalah sesuai kehendak ibu. Posisi yang
dianjurkan adalah posisi tegak, meliputi posisi berdiri, berjalan,
duduk dan jongkok. Posisi tegak memiliki keuntungan dengan
alasan memanfaatkan gaya gravitasi dapat membantu penurunan
kepala janin, mengurangi terjadinyakompresi tali pusat,
mengurangi kompresi vena cava inferior, dan membuat kerja
otot-otot myometrium berkontrkasi lebih sinkron saat ibu
mengejan.
e. Pysichologic Respon
Persalinan memerlukan persiapan psikologis, pikiran, hati
dan kesiapan mental. Penting melatih mental dan psikologis
bagi setiap ibu hamil agar memiliki pengalaman positif saat
melahirkan, nyaman dan terhindar dari rasa traumatis.
Pemberdayaan diri bisa dilakukan dengan bekal pengetahuan
dan berlatih secara continue dimanapun dan dalam kondisi
apapun tentang nafas, berlatih fokus dengan menyatukan tubuh,
pikiran dan jiwa, ketenangan jiwa, penyembuhan trauma,
keseimbangan antara pikiran, janin dan tubuh, pergerakan dan
gravitasi saat kehamilan dan persalinan serta dukungan dari
pasangan serta provider (Aprilia, 2017). Persiapan ini tidak
hanya dilakukan oleh ibu, tetapi juga melibatkan peran suami
dan keluarga dengan bekal pengetahuan serta memberikan
dukungan positif dalam setiap proses mulai dari perencanaan,
kehamilan, persalinan dan melaksanakan peran sebagai
orangtua.
4. Tanda-tanda persalinan
a. Tanda-tanda menjelang persalinan
1) Lightening atau settling atau dropping, yaitu kepala turun
memasuki pintu atas panggul, pada primigravida terjadi
menjelang minggu ke-36. Lightening disebabkan oleh:
a) Kontraksi braxton hicks
b) Ketegangan dinding perut
c) Ketegangan ligamentum rotundum
d) Gaya berat janin.
2) Terjadinya his permulaan
Makin tua usia kehamilan, pengeluaran progesterone dan
estrogen semakin berkurang sehingga oksitosin dapat
menimbulkan kontraksi, yang lebih sering disebut his palsu.
Sifat his palsu yaitu rasa nyeri ringan dibagian bawah,
datangnya tidak teratur, tidak ada perubahan serviks,
durasinya pendek dan tidak bertambah jika beraktivitas.
b. Tanda-tanda Persalinan
1) Terjadinya his persalinan
His persalinan mempunyai sifat yaitu:
a) Pinggang terasa sakit, yang menjalar ke depan.
b) Sifat teratur, interval makin pendek dan kekuatannya
makin besar.
c) Kontraksi uterus mengakibatkan perubahan uterus.
d) Makin beraktivitas (jalan), kekuatan makin bertambah.
2) Bloody show (pengeluaran lendir disertai darah melalui
vagina)
Adanya his permulaan terjadi perubahan serviks yang
menimbulkan pendataran dan pembukaan, lendir yang
tedapat di kanalis servikalis lepas, kapiler pembuluh darah
pecah, yang menjadikan perdarahan sedikit.
3) Pengeluaran cairan
Terjadi akibat pecahnya ketuban atau selaput ketuban robek.
Sebagian besar ketuban baru pecah menjelang pembukaan
lengkap tetapi kadang pecah pada pembukaan kecil akibat
kontraksi yang sering terjadi.
4) Terdapat penipisan dan pembukaan serviks
Penipisan dan pembukaan serviks merupakan akibat dari
kontraksi yang timbul (Nurasiah et al., 2012).
5. Tahap Persalinan
Tahapan persalinan dibagi menjadi 4 fase atau kala, itu (Oktarina,
2015):
a. Kala I
Kala I disebut juga dengan kala pembukaan yang berlangsung
antara pembukaan nol sampai pembukaan lengkap. Pada
permulaan his, kala pembukaan berlangsung tidak begitu kuat
sehingga pasien masih dapat berjalan-jalan. Proses pembuakan
serviks sebagai akibat his dibagi menjadi 2 fase, yaitu:
1) Fase laten
Berlangsung selama 8 jam. Pembukaaan terjadi sangat
lambat sampai mencapai ukuran diameter 3cm.
2) Fase aktif
a) Fase akselerasi, dalam waktu 2 jam pembukaan 3 cm
tadi menjadi 4 cm
b) Fase dilatasi maksimal, dalam waktu 2 jam pembukaan
berlangsung sangat cepat, dari 4 cm menjadi 9 cm
c) Fase deselerasi, pembukaan menjadi lambat sekali.
Dalam waktu 2 jam pembukaan dari 9 cm menjadi
lengkap
Fase-fase tersebut dijumpai pada primigravida. Pada
multigravida pun terjadi demikian, tetapi fase laten, fase
aktif, dan fase deselesari terjadi lebih pendek. Mekanisme
pembukaan serviks berbeda antara primi dan multigravida.
Pada primingravida ostium uteri eksternum membuka.
Pada primigravida ostium internum sudah sedikit terbuka.
Ostium uteri internum dan eksternum serta penipisan dan
pendataran serviks terjadi dalam saat yang sama. Pada
primigravida kala I berlangsung kira-kira 12 jam,
sedangkan pada mulyigravida kira-kira 7 jam.

b. Kala II
Kala II disebut juga dengan kala pengeluaran. Periode
persalinan dimulai dari pembukaan lengkap (10 cm) sampai
lahirnya bayi. Proses ini berlangsung 2 jam pada primigravida
dan 1 jam pada multigravida. Pada kala ini his lebih cepat dan
kuat, kurang lebih 2-3 menit sekali. Dalam kondisi normal
kepala janin sudah dalam rongga panggul (Diana et al., 2019).
Gejala utama kala II adalah (Oktarina, 2015):
1) His semakin kuat, dengan interval 2 sampai 3 jam dengan
durasi 50 sampai 100 detik
2) Menjelang akhir I ketuban pecah yang ditandai dengan
pengeluaran cairan secara mendadak
3) Ketuban pecah pada pembukaan mendeteksi lengkap diikuti
keinginan mengejan, karena tertekannya fleksus
frankenhauser
4) Kedua kekuatan, his dan mengejan lebih mendorong kepala
bayi sehingga terjadi: kepala membuka pintu, subocciput
bertindak sebagai hipomoglion berurut-turut lahir ubun-
ubun besar, dahi, hidung, dan muka serta kepala seluruhnya
5) Kepala lahir seluruhnya dan diikuti oleh putar paksi luar,
yaitu penyesuaian kepala pada punggung
6) Setelah putar paksi luar berlangsung, maka persalinan bayi
ditolong dengan jalan:
a) Kepala dipegang pada osocciput dan dibawah
dagu,ditarik cunam ke bawah untuk melahirkan bahu
belakang
b) Setelah kedua bahu lahir, ketiak dikaitkan untuk
melakukan sisa badan bayi
c) Bari lahir diikuti oleh air ketuban
7) Pada primigravida kala II berlangsung rata-rata 1,5 jam dan
pada multipara rata-rata 0,5 jam
c. Kala III
Setelah kala II, kontraksi uterus berhenti sekitar 5 sampai 10
menit. Dengan lahirnya bayi, sudah mulai pelepasan placenta
pada lapisan Nitabusch, karena sifat retraksi otot rahim.
Lepasnya placenta sudah dapat diperkirakan dengan
memperhatikan tanda-tanda:

1) Uterus menjadi bundar


2) Uterus terdorong keatas karena placenta lepas ke segmen
bawah Rahim
3) Tali pusat bertambah panjang
4) Terjadi perdarahan
Melahirkan placenta dilakukan dengan dorongan ringan
secara erede pada fundus uteri.Biasanya placenta lepas dalam 6
sampai 15 menit setelah bayi lahir.
d. Kala IV
Kala IV dimaksudkan untuk melakukan observasi karena
pendarahan postpartum paling sering terjadi 2 jam pertama.
Observasi yang dilakukan adalah pemerikssan tanda-tanda vital,
kontraksi uterus dan perdarahan
6. Tanda dan Gejala Persalinan
Ada sejumlah tanda dan gejala peringatan yang akan
meningkatkan kesiagaan bahwa seorang wanita sedang mendekati
waktu bersalin. Tanda dan gejala menjelang persalinan antara lain
(Diana et al., 2019):
a. Lightening
Lightening, yang dimulai dirasa kira-kira dua minggu
sebelum persalinan, adalah penurunan bagian presentasi bayi ke
dalam pelvis minor. Pada presentasi sefalik, kepala bayi
biasanya menancap (engaged) setelah lightening, yang biasanya
oleh wanita awam disebut “kepala bayi sudah turun”. Sesak
napas yang dirasakan sebelumnya selama trimester III akan
berkurang, penurunan kepala menciptakan ruang yang lebih
besar di dalam abdomen atas untuk ekspansi paru.
Lightening menimbulkan perasaan tidak nyaman yang lain
akibat tekanan pada bagian presentasi pada struktur di area
pelvis minor. Hal-hal spesifik berikut akan dialami ibu:
1) Ibu jadi sering berkemih
2) Perasaan tidak nyaman akibat tekanan panggul yang
menyeluruh, membuat ibu merasa tidak enak dan timbul
sensasi terus-menerus bahwa sesuatu perlu dikeluarkan atau
perlu defekasi
3) Kram pada tungkai yang disebabkan oleh tekanan bagian
presentasi pada saraf yang menjalar melalui foramina
iskiadika mayor dan menuju tungkai
4) Peningkatan statis vena yang menghasilkan edema
dependen akibat tekanan bagian presentasi pada pelvis
minor menghambat aliran balik darah dari ekstremitas
bawah. Lightening menyebabkan tinggi fundus menurun ke
posisi yang sama dengan posisi fundus pada usia kehamilan
8 bulan. Pada kondisi ini bidan tidak dapat lagi melakukan
pemeriksaan ballotte pada kepala janin yang sebelumnya
dapat digerakkan di atas simpisis pada palpasi abdomen.
Pada Leopold IV jari-jari bidan yang sebelumnya merapat
sekarang akan memisah lebar. Pada primigravida biasanya
lightening terjadi sebelum persalinan. Hal ini kemungkinan
disebabkan oleh peningkatan intensitas kontraksi Braxton
hicks dan tonus otot abdomen yang baik, yang memang
lebih sering ditemukan pada primigravida.
b. Pollakisuria
Pada akhir bulan ke-9 hasil pemeriksaan didapatkan
epigastrium kendor, fundus uteri lebih rendah dari pada
kedudukannya, dan kepala janin sudah mulai masuk ke dalam
pintu atas panggul. Keadaan ini menyebabkan kandung kencing
tertekan sehingga merangsang ibu untuk sering kencing.
c. Fase Labor
Persalinan palsu terdiri dari kontraksi uterus yang sangat
nyeri, yang memberi pengaruh signifikan terhadap serviks.
Kontraksi pada persalinan palsu sebenarnya timbul akibat
kontraksi Braxton hicks yang tidak nyeri, yang telah terjadi
sejak sekitar enam minggu kehamilan. Persalinan palsu dapat
terjadi selama berhari-hari atau secara inrermiten bahkan tiga
atau empat minggu sebelum permulaan persalinan sejati.
Persalinan palsu sangat nyeri. Wanita dapat mengalami kurang
tidur dan kehilangan energi dalam menghadapinya.
Bagaimanapun persalinan palsu juga mengindikasikan bahwa
persalinan sudah dekat.
d. Perubahan Serviks
Mendekati persalinan, serviks semakin “matang”. Kalau
tadinya selama hamil, serviks masih lunak, dengan konsistensi
seperti pudding dan mengalami sedikit penipisan (effacement)
dan kemungkinan sedikit dilatasi. Perubahan serviks diduga
akibat peningkatan intensitas kontraksi Braxton hiks. Serviks
menjadi matang selama periode yang berbeda-beda sebelum
persalinan. Kematangan serviks mengindikasikan kesiapan
untuk persalinan.
e. Bloody Show
Plak lendir disekresi sebagai hasil proliferasi kelenjar
lendir serviks pada awal kehamilan.Plak ini menjadi sawar
pelindung dan menutup jalan lahir selama
kehamilan.Pengeluaran plak lendir inilah yang dimaksud dengan
bloody show.
f. Energy Spurt
Banyak wanita mengalami lonjakan energy kurang lebih
24 jam sampai 48 jam sebelum permulaan persalinan. Umumnya
para wanita ini merasa energik selama beberapa jam sehingga
bersemangat melakukan berbagai aktivitas diantaranya
pekerjaan rumah tangga dan berbagai tugas lain yang
sebelumnya tidak mampu mereka laksanakan. Akibatnya,
mereka memasuki persalinan dalam keadaan letih dan sering
sekali persalinan menjadi sulit dan lama. Terjadinya lonjakan
energy ini belum dapat dijelaskan selain bahwa hal tersebut
terjadi secara alamiah yang memungkinkan wanita memperoleh
energy yang diperlukan untuk menjalani persalinan. Wanita
harus diinformasikan tentang kemungkinan lonjakan energu ini
dan diarahkan untuk menahan diri dan menggunakannya untuk
persalinan.
g. Gangguan Saluran Pencernaan
Ketika tidak ada penjelasan yang tepat untuk diare,
kesulitan mencerna, mual, dan muntah. Diduga hal-hal ini
merupakan gejala menjelang persalinan walaupun belum ada
penjelasan untuk hal ini. Beberapa wanita mengalami satu atau
beberapa gejala tersebut
7. Perubahan Fisiologis pada Ibu Bersalin
Sejumlah perubahan fisiologis yang normal akan terjadi selama
persalinan anatar lain (Diana et al., 2019):
a. Perubahan Uterus
Selama persalinan uterus berubah bentuk menjadi dua
bagian yang berbeda, yaitu segmen atas dan segmen bawah
Rahim lebih jelas lagi. Segmen atas memegang peranan yang
aktif karena berkontraksi dan dindingnya bertambah tebal
dengan majunya persalinan.
Sebaliknya akibat menipisnya segmen bawah uterus dan
bersamaan dengan menebalnya segmen atas, batas antara
keduanya ditandai oleh suatu lingkaran pada permukaan dalam
uterus yang disebut sebagai cincin retraksi fisiologik. Jadi,
secara singkat segmen atas berkontraksi, mengalami retraksi,
menjadi tebal, dan mendorong janin keluar sebagai respon
terhadap gaya dorong kontraksi pada segmen atas, sedangkan
segmen bawah uterus dan serviks mengadakan relaksasi,
dilatasi, serta menjadi saluran yang tipis dan teregang yang akan
dilalui janin.
Setelah kontraksi maka otot tersebut tidak berelaksasi
kembali ke keadaan sebelum kontraksi tapi menjadi sedikit lebih
pendek walaupun tonusnya seperti sebelum kontraksi. Kejadian
ini disebut retraksi. Dengan retraksi ini maka rongga Rahim
mengecil, anak berangsur di dorong ke bawah, dan tidak banyak
naik lagi ke atas setelah his hilang. Akibatnya retraksi ini
segmen atas semakin tebal dengan majunya persalinan apalagi
setelah bayi lahir.
Kontraksi tidak sama kuatnya, tapi paling kuat di daerah
fundus uteri dan berangsur berkurang ke bawah dan paling
lemah pada segmen bawah Rahim. Jika kontraksi di bagian
bawah sama kuatnya dengan kontraksi bagian atas, maka tidak
aka nada kemajuan dalam persalinan. Telah dikatakan bahwa
sebagai akibat retraksi, segmen atas semakin mengecil karena
pada permulaan persalinan serviks masih tutup, maka tentu isi
Rahim dapat di dorong ke dalam vagina.
Pengecilan segmen atas hanya mungkin jika diimbangi
oleh relaksasi segmen bawah Rahim. Sebagian dari isi Rahim
keluar dari segmen atas tetapi diterima oleh segmen bawah. Jadi,
segmen atas makin lama makin mengecil, sedangkan segmen
bawah makin direnggang makin tipis da nisi Rahim sedikit demi
sedikit pindah ke segmen bawah. Karena segmen atas makin
tebal dan segmen bawah makin tipis, maka batas antara segmen
atas dan segmen bawah menjadi jelas. Batas ini disebut
lingkaran retraksi yang fisiologis. Kalau segmen bawah sangat
diregang maka lingkaran retraksi lebih jelas lagi dan naik
mendekati pusat dan disebut lingkaran retraksi yang patologis
atau lingkaran bandl. Lingkaran bandl adalah tanda ancaman
sobekan Rahim dan terdapat kalau bagian depan tidak dapat
maju, misalnya karena panggul sempit.
b. Perubahan Serviks
Tenaga yang efektif pada kala I persalinan adalah
kontraksi uterus, yang selanjutnya akan mengasilkan tekanan
hidrostatik keseluruh selaput ketuban terhadap serviks dan
segmen bawah uterus. Bila selaput ketuban sudah pecah, bagian
terbawah janin dipaksa langsung mendesak serviks dan segmen
bawah uterus.Sebagai akibatnya kegiatan daya dorong ini,
terjadi 2 perubahan mendasar yaitu pendataran dan dilatasi pada
serviks yang sudah melunak.Pada nulipara penurunan bagian
bawah janin terjadi secara khas agak lambat tetapi pada
multipara, khususnya yang paritasnya tinggi, penurunan bisa
berlangsung sangat cepat.
Pendataran dari serviks ialah pemendekatan dari canalis
cervikslid, ysng semula berupa sebuah saluran yang panjangnya
1-2 cm, menjadi suatu lubang saja dengan pinggir yang
tipis.Serabut-serabut setinggi osserviks internum ditarik ke atas
atau dipendekkan menuju segmen bawah uterus, kondisi
oseksternum untuk sementara tidak berubah.Pinggiran
osinternum di tarik ke atas beberapa sentimeter sampai menjadi
bagian (baik secara anatomi maupun fungsional) dari segmen
bawah uterus.
Sebenarnya pendataran serviks sudah dimulai dalam
kehamilan dan serviks yang pendek (lebih dari setengahnya
telah merata) merupakan tanda dari serviks yang matang.
Dilatasi adalah pelebaran os serviks eksternal dari muara
dengan diameter berukuran beberapa millimeter sampai muara
tersebut cukup lebar untuk dilewati bayi. Ketika kontraksi
ueterus menimbulkan tekanan pada selaput ketuban, tekanan
hidrostatik kantong amnion akan melebarkan serviks. Dilatasi
secara klinis dievaluasu dengan mengukur diameter serviks
dalam sentimeter, 0-10 cm dianggap pembukaan lengkap. Kalau
pembukaan telah mencapai ukuran 10 cm, maka dikatakan
pembukaan lengkap. Pada pembukaan lengkap tidak teraba lagi
bibir portio; segmen bawah Rahim, serviks, dan vagina telah
merupakan satu saluran.faktor-faktor yang menyebabkan
pembukaan serviks adalah:
1) Mungkin otot-otot serviks menarik pada pinggir ostium dan
membesarkannya
2) Waktu kontraksi segmen bawah Rahim dan serviks
diregang oleh isi Rahim terutama air ketuban dan ini
menyebabkan tarikan pada serviks.
Waktu kontraksi, bagian selaput yang terdapat di atas
canalis servikalis ialah ketuban, menonjol ke dalam canalis
servikalis, dan membukanya.
Selaput ketuban yang pecar dini tidak mengurangi dilatasi
serviks selama bagian terbawah janin berasa pada posisi
meneruskan tekanan terhadap serviks dan segmen bawah uterus.
Pola dilatasi serviks yang terjadi selama berlangsungnya
persalinan normal mempunyai bentuk kurva sigmois, dibagi 2
fase dilatasi serviks adalah fase laten dan fase aktif. Fase aktif
dibagi menjadi fase akselerasi, fase lereng maksimum, dan fase
deselerasi. Lengkapnya dilatasi serviks pada fase aktif
persalinan dihasilkan oleh retraksi serviks di sekeliling bagian
terbawah janin.
c. Perubahan Kardiovaskuler
Penurunan yang mencolok selama acme kontraksi uterus
tidak terjadi jika ibu berada dalam posisi miring bukan posisi
terlentang. Denyut jantung diantara kontraksi sedikit lebih tinggi
dibandingkan selama periode persalinan atau belum masuk
persalinan. Hal ini mencerminkan kenaikan dalam metabolisme
yang terjadi selama persalinan, denyut jantung yang sedikit naik
merupakan hal yang normal. Meskipun normal perlu dikontrol
secara periodic untuk mengidentifikasi infeksi. Detak jantung
akan meningkat cepat selama kontraksi berkaitan juga dengan
peningkatan metabolisme. Sedangkan antara kontraksi detak
jantung mengalami peningkatan sedikit dibandingkan sebelum
persalinan.
d. Perubahan Tekanan Darah
Perubahan tekanan darah meningkat selam kontraksi
uterus dengan kenaikan sistolik rata-rata sebesar 10-20 mmHg
dan kenaikan diastolic rata-rata 5-10 mmHg. Pada waktu
diantara kontraksi, tekanan darah kembali ke tingkat sebelum
persalinan. Dengan mengubah posisi tubuh dari terlentang ke
posisi miring, perubahan tekanan darah selama kontraksi dapat
dihindari. Nyeri, rasa takut, dan kekhawatiran dapat semakin
meningkatkan tekanan darah.
Diantara kontraksi-kontraksi uterus, tekanan darah akan
turun seperti sebelum masuk persalinan dan akan naik lagi bila
terjadi kontraksi. Penting untuk memastikan tekanan darah yang
sesungguhnya, sehingga diperlukan pengukuran di antara
kontraksi. Jika seorang ibu dalam keadaan yang sangat
takut/khawatir, rasa takutnyalah yang menyebabkan kenaikan
tekanan darah.
Dalam hal ini perlu dilakukan pemeriksaan lainnya untuk
mengesampingkan preeklamsia. Oleh karena itu, diperlukan
asuhan yang mendukung yang dapat menimbulkan ibu
rileks/santai. Posisi tidur terlentang selama bersalin akan
menyebabkan penekanan uterus terhadap pembuluh darah besar
(aorta) yang menyebabkan sirkulasi darah baik untuk ibu
maupun janin akan terganggu. Ibu dapat terkena hipotensi dan
janin dapat asfiksia.
e. Perubahan Nadi
Frekuensi denyut jantung nadi di antara kontraksi sedikit
lebih tinggi dibandingkan selama periode menjelang persalinan.
Hal ini mencerminkan peningkayan metabolisme yang terjadi
selama persalinan.
f. Perubahan Suhu
Suhu badan akan sedikit meningkat selama persalinan,
suhu mencapai tertinggi selama persalinan dan segera setelah
persalinan. Kenaikan ini dianggap normal asal tidak melebihi
0,5o-1oC. Suhu badan yang naik sedikit merupakan hal yang
wajar, tetapi keadaan ini berlangsung lama, keadaan suhu ini
mengindikasikan adanya dehidrasi. Parameter lainnya yang
aharus diperiksa, anatara lain selaput ketuban pecah atau belum
karena hal ini merupakan tanda infeksi.
g. Perubahan Pernapasan
1) Terjadi peningkatan laju pernafasan dianggap normal
2) Hiperventilasi yang lama dianggap tidak normal dan bisa
menyebabkan alkologis. Sistem pernapasan juga
beradaptasi. Peningkatan aktivitas fisik dan peningkatan
pemakaian oksigen terlihat dari peningkatan frekuensi
pernapasan. Hiperventilasi dapat menyebabkan alkalosis
respiratorik (pH meningkat), hipoksia dan hipokapnea
(karbondioksida menurun) pada tahap kedua persalinan.
Jika ibu tidak diberi obat-obatan, maka ia akan
mengkonsumsi oksigen hamper dua kali lipat. Kecemasan
juga menigkatkan pemakaian oksigen.
Kenaikan pernapasan dapat disebabkan karena adanya rasa
nyeri, kekhawatiran, serta penggunaan teknik pernaoasan yang
tidak benar.
h. Perubahan Metabolisme
Selama persalinan, metabolisme karbohidrat aerob
maupun anaerob meningkat dengan kecepatan tetap.
Peningkatan ini terutama disebabkan oleh anxietas dan aktiitas
otot rangka. Peningkatan aktivitas metabolic terlihat dari
peningkatan sushu tubuh, denyut nadi, pernapasan, curah
jantung dan cairan yang hilang.
Peningkatan curah jantung dan cairan yang hilang
mempengaruhi fungsi ginjal dan perlu mendapatkan perhatian
serta ditindak lanjuti guna mencegah terjadinya dehidrasi.
Peran bidan disini dapat menganjurkan ibu untuk
mendapatkan asupan (makanan ringan dan minum air) selama
persalinan dan kelahiran bayi sebagian ibu masih ingin makan
selama fase laten persalinan, tetapi setelah memasuki fase aktif,
mereka hanya menginginkan cairan saja. Anjurkan anggota
keluarga menawarkan ibu minum sesering mungkin dan
makanan ringan selama persalinan.
Makanan dan cairan yang cukup selama persalinan akan
memberikan lebih banyak energy dan mencegah dehidrasi.
Dehidrasi bisa memoerlambat kontraksi atau membuat kontraksi
menjadi tidak teratur dan kurang efektif.
i. Perubahan Ginjal
Poliuria sering terjadi selama persalinan.Kondisi ini dapat
mengakibatkan peningkatan lebih lanjut curah jantung selama
persalinan dan kemungkinan penigkatan laju filtrasi glomelurus
dan aliran plasma ginjal. Polyuria menjadi kurang jelas pada
posisi terlentang karena poisi ini membuat aliran urine
berkurang selama kehamilan. Sedikit proteinuria (rek, 1+)
umum ditemukan pada sepertiga sampai setengah jumlah wanita
bersalinan. Proteinuria 2+ da lebih adalah abnormal.
Kandung kemih harus sering dievaluasi (setiap dua jam)
unyuk mengetahui adanya distensi juga harus dikosongkan
untuk mencegah
1) Obstruksi persalinan akibat kandung kemih yang penuh,
yang akan mencegah penurunan bagian presentasi janin
2) Trauma pada kandung kemih akibat penekanan yang lama,
yang akan menyebabkan hipotonia kandung kemil dan
retensi urine selama periode pascapartum awal. Lebih
sering terjadi pada wanita primipara, wanita yang
mengalami anemia, atau yang persalinannya lama.
Mengidentifikasikan preeklamsia.
Peran bidan dapat menganjurkan ibu untuk
mengkosongkan kantung kemihnya secara rutin selama
persalinan, paling sedikit setiap 2 jam atau lebih dan jika terasa
ingin berkemih atau jika kantung kemih dirasakan penuh.
Anjurkan dan antarkan ibu berkemih di kamar mandi.Jika ibu
tidak dapat berjalan ke kamar mandi berikan wadah penampung
urine. Kandung kemih yang penuh akan:
1) Memperlambat penurunan baguan terbawah janin dan
mungkin menyebabkan ibu tidak nyaman
2) Meningkatkan risiko perdarahan pascapersalinan yang
disebabkan atonia uteri
3) Menggangu penatalaksanaan distosia bahu
4) Menigkatkan risiko infeksi kandung kemih pascapersalinan
j. Perubahan Gastrointestinal
Motilitas dan absorbsi lambung terhadao makanan oadat
jauh berkurang.Apabila kondisi ini diperburuk oleh penurunan
lebih lanjut sekresi asam lambung selama persalinan, maka
saluran cerna bekerja dengan lambat sehingga waktu
pengosongan lambung menjadi lebih lama. Makanan yang
diingesti selama periode menjelang persalinan atau fase laten,
persalinan cenderung akan tetap berasa di dalam lambung
selama persalinan. Mual dan muntah umum terjadi selama fase
transisi, yang menandai akhir fase pertama persalinan.
Lambung yang penuh dapat menimbulkan
ketidaknyamanan dan penderitaan umum selama masa
transisi.Oleh karena itu, wanita harus dianjurkan untuk tidak
makan dalam porsi besar atau minum berlebihan, tetapi makan
dan minum ketika keinginan timbul guna mempertahankan
energi dan hidrasi.

k. Perubahan Hematologi
Hemoglobin meningkat rata-rata 1,2 gr/100ml selama
persalinan dan kembali kekadar sebelum persalinan pada hari
pertama pascapartum jika tidak ada kehilangan darah yang
abnolmal. Waktu koagulasi darah berkurang dan terdapat
peningkatan fibrinogem plasma lebih lanjut selama persalinan.
Sel darah putih selama progresif meningkat selama kala I
persalinan sebesar kurang lebih 5.000 hingga jumlah rata-rata
15.000 pada saat pembukaan lengkap, tidak ada peningkatan
lebih lanjut setelah ini.Gula darah menurun selama persalinan,
menurun drastis pada persalinan yang lama dan sulit,
kemungkinan besar akibat peningkatan aktivitas otot dan
rangka.
8. Perubahan Psikologis pada Ibu Bersalin
a. Perubahan Psikologis pada Ibu Bersalin Kala I
Kondisi psikologis yang sering terjadi pada wanita dalam
persalinan kala I adalah (Legawati, 2018):
1) Kecemasan dan ketakutan pada dosa-dosa atau kesalahan-
kesalahan sendiri. Ketakutan tersebut berupa rasa takut jika
yang akan dilahirkan dalam keadaan cacat, serta takhayul
lain. Walaupun pada jaman ini kepercayaan pada ketakutan-
ketakutan gaib selama proses reproduksi sudah sangat
berkurang sebab secara biologis, anatomis, dan fisiologis
kesulitan-kesulitan pada peristiwa partus bisa dijelaskan
dengan alasan-alasan patologis atau sebab abnormalitas.
2) Timbulnya rasa tegang, takut, kesakitan, kecemasan dan
konflik batin. Hal ini disebabkan oleh semakin
membesarnya janin dalam kandungan yang dapat
mengakibatkan calon ibu mudah capek, tidak nyaman
badan, dan tidak bisa tidur nyenyak, sering kesulitan
bernafas dan macam-macam beban jasmaniah lainnya
diwaktu kehamilannya.
3) Seing timbul rasa jengkel, tidak nyaman dan selalu
kegerahan serta tidak sabaran. Ini disebabkan karena kepala
bayi sudah memasuki panggul dan timbulnya kontraksi-
kontraksi pada Rahim sehingga bayi yang semula
diharapkan dan dicintai secara psikologis selama berbulan
bulan itu kini dirasakan sebagi beban yang amat berat.
4) Ketakutan menghadapi kesulitan dan resiko bahaya
melahirkan bayi yang merupakan hambatan dalam proses
persalinan:
a) Adanya rasa takut dan gelisah terjadi dalam waktu
singkat dan tanpa ada sebab yang jelas
b) Ada keluhan sesak nafas atau rasa tercekik, jantung
berdebar-debar
c) Takut mati atau merasa tidak dapat pertolongan saat
persalinan
d) Muka pucat, pandangan liar, pernafasan pendek, cepat
dan takikardi
5) Adanya harapan mengenai jenis kelamin yang akan
dilahirkan
6) Sikap bermusuhan terhadap bayinya
a) Keinginan untuk memiliki janin yang unggul
b) Cemas kalau bayinya tidak aman di luar rahim
c) Belum mampu bertanggung jawab sebagai seorang ibu
7) Kegelisahan dan ketakutan menjelang kelahiran bayi
a) Takut mati
b) Trauma kelahiran
c) Perasaan bersalah
d) Ketakutan riil
b. Perubahan Psikologis pada Ibu Bersalin Kala II
Adapun perubahan psikologis yang terjadi pada kala II adalah
sebagai berikut (Legawati, 2018) :
1) Panik dan terkejut dengan apa yang terjadi pada saat
pembukaan lengkap
2) Bingung dengan adanya apa yang terjadi pada saat
pembuakaan lengkap
3) Frustasi dan marah
4) Tidak memperdulikan apa saja dan siapa saja yang ada di
kamar bersalin
5) Rasa lelah dan sulit mengikuti perintah
6) Fokus pada dirinya sendiri
c. Masalah Psikologis yang Terjadi pada Masa Persalinan
Masalah psikologis yang terjadi pada masa persalinan
adalah kecemasan. Pada masa persalinan seorang wanita ada
yang tenang dan bangga akan kelahiran bayinya, tetepi ada juga
yang merasa takut.
Kecemasan berbeda dengan rasa takut. Cemas adalah
respon emosi tanpa obyek yang spesifik yang secara subyektif
dialami dan dikomunikasikan interpersonal secara langsung.
Kecemasan dapat diekspresikan melalui respon fisiologis dan
psikologis.
Secara fisiologis, respon tubuh terhadap kecemasan adalah
dengan mengaktifkan sistem syaraf otonom (simpatis dan
parasimpatis). Sistem saraf simpatis akan mengaktivasi proses
tubuh, sedangkan sistem parasimpatis akan menimbulkan
respons tubuh. Bila korteks otak menerima rangsang, maka
rangsangan akan dikirim melalui saraf simpatis ke kelenjar
adrenal yang akan melepaskan adrenal/epineprin sehingga
efeknya antara lain nafas menjadi lebih dalam, nadi meningkat,
dan tekanan darah meningkat. Darah akan tercurahkan terutama
ke jantung, susunan saraf pusat dan otak. Dengan peningkatan
glikogenolisis maka gula darah akan meningkat. Secara
psikologis, kecemasan akan mempengaruhi koordinasi atau
gerak reflex, kesulitan mendengar atau mengganggu hubungan
dengan orang lain. Kecemasan dapat membuat individu menarik
diri dan menurunkan keterlibatan orang lain.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan kecemasan
diantaranya yaitu:
1) Nyeri
Nyeri pada persalinan kala I adalah perasaan sakit dan
tidak nyaman yang dialami ibu sejak awal mulainya
persalinan sampai serviks berdilatasi maksimal (10 cm).
Nyeri ini disebabkan oleh dilatasi serviks, hipoksia otot
uterus, iskemia korpus uteri, peregangan segmen bawah
uterus dan kompresi saraf di serviks (gangglionik servikalis).
Subyektif nyeri ini dipengaruhi paritas, ukuran dan posisi
janin, tidakan medis, kecemasan, kelelahan, budaya dan
mekanisme koping, serta lingkungan.
Nyeri melibatkan dua komponen yaitu fisiologis dan
psikologis. Secara psikologis pengurang nyeri akan
menurunkan tekanan yang luar biasa bagi ibu dan bayinya.
Ibu mungkin akan menurunkan kesulitan untuk berinteraksi
setelah lahir karena ini mengalami kelelahan saat menghadapi
nyeri persalinan.
Ada berbagai upaya yang dapat dilakukan untuk
menurunkan intensitas nyeri pada saat persalinan. Massage
dan relaksasi merupakan salah satu metode nonfarmakologi
yang dilakukan untuk mengurangi nyeri persalinan. Menurut
penelitian, terjadinya penurunan intensitas nyeri ibu bersalin
sebelum dan setelah diberikan massage maupun relaksasi
dikarenakan kedua intervensi tersebut memberikan efek yang
hampir sama yaitu menghilangkan nyeri. Tehnik massage
diberikan dengan melakukan pijatan ringan pada bagian
abdomen ibu yangbmerupakan pusat dari nyeri akibat
kontraksi uterus. Sedangkan teknik relaksasi dilakukan saat
kontraksi sedang berlangsung, penghirupan udara yang
maksimal mengakibatkan suplai oksigen pada uterus cukup
sehingga hal tersebut dapat mengurangi ketegangan pada otot
juga mengurangi rasa takut atau kecemasan yang ada pada
diri pasien (Sunarsih & Ernawati, 2017).
Teknik lain yang dapat diberikan ibu bersalin untuk
mengurangi nyeri persalinan adalah menggunakan terapi
birthing ball. Menurut Siregar dkk (2020) birth ball adalah
bola terapi fisik yang membantu ibu inpartu kala I dalam
kemajuan persalinan yang dapat digunakan dalam berbagai
posisi. Salah satu gerakannya yaitu dengan duduk diatas bola
dan bergoyang-goyang membuat rasa nyaman dan membantu
kemajuan persalinan dengan menggunakan gravitasi sambil
meningkatkan pelepasan endorphin karena elasitetes dan
lengkungan bola merangsang reseptor dipanggul yang
bertanngung jawa untuk mensehresi. Hal ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Dewi dkk (2020) bahwa birth
ball exercise berpengaruh terhadap penurunan intensitas
nyeri persalinan kala I fase laten pada ibu inpartu di BPM
“LM” Desa Giri Emas. Birth ball exercise yang dilakukan ibu
bersalin dengan cara duduk dengan santai dan bergoyang di
atas bola, memeluk bola selama kontraksi memiliki manfaat
membantu ibu dalam mengurangi raa nyeri saat persalinan.
Manfaat lain dari latihan ini adalah untuk mengurangi angka
kejadian kala I fase laten dan mempercepat penurunan kepala
janin.
Menurut Silfia dkk (2020) pelaksanaan pelvic rocking
dengan birthing ball berpengaruh terhadap pengurangan
nyeri pinggang persalinan kala I di Puskesmas Mamboro
Kota Palu, karena dengan pelaksanaan pelvic rocking dengan
birthing ball ini responden merasa lebih rileks sehingga
keadaan psikis tidak berfokus dengan rasa nyeri yang
dirasakan. Pelvic rocking adalah salah satu bentuk latihan
menggoyangkan panggul yang dapat memperkuat otot-otot
perut dan pinggang. Latihan ini dapat mengurangi tekanan
pada pinggang dengan menggerakkan janin kedepan dari
pinggang ibu secara sementara. Latihan birthing ball yang
dilakukan dengan cara duduk dengan santai dan bergiyang di
atas bola dapat membantu ibu dalam mengurangi rasa nyeri
saat persalinan.
Hal lain yang dapat mengurangi nyeri persalinan
apabila pasien seorang muslim dapat menggunakan
kombinasi murotal Al Qur’an Ar Rahman dan rileksasi
dzikir. Lantunan ayat suci Al Qur’an dapat menstimulasi
gelombang Delta yang menyebabkan pendengarannya merasa
tenang, tenram, dan nyaman. Sedangkan dzikir kepada Allah
akan menimbulkan perasaan tenang, tentram dan nyaman.
Hasil penelitian menunjukkan sebelum intensitas nyeri rerata
sebesar 7,5 dan sesudah intensitas nyeri berkurang menjadi
5,9 (Trianingsih, 2019).
2) Keadaan Fisik
Penyakit yang menyertai ibu dalam kehamilan adalah
salah satu faktor yang menyebabkan kecemasan. Seseorang
yang menderita suatu penyakit akan mengalami kecemasan
dibandingkan dengan orang yang tidak sedang menderita
sakit.
3) Riwayat Pemeriksaan Kehamilan
Ibu hamil dapat memeriksakan kehamilannya pada
dokter ahli kandungan, dokter umum, dan bidan. Tujuan
pemeriksaan dan pengawasan ibu hamil adalah sebagai
berikut:
a) Mengenali dan menangani penyulit-penyulit yang
mungkin dijumpai dalam kehamilan, persalinan dan nifas
b) Mengenali dan mengobati penyakit-penyakit yang
mungkin diderita ibu sedini mungkin
c) Menurunkan angka morbiditas dan mortalitas ibu dan
anak
d) Memberikan nasehat-nasehat tentang cara hidup sehari-
hari dan keluarga berencana, kehamilan, perslainan, nifas
dan laktasi.
Dalam setiap kunjungan pemeriksaan kehamilan ke
petugas kesehatan, selain pemeriksan fisik, ibu akan
mendapatkan informasi/pendidikan kesehatan tentang
perawatan kehamilan yang baik, persiapan menjelang
persalinan baik fisik maupun psikis, serta informasi
mengenai proses persalinan yang akan dihadapi nanti.
Dengan demikian, ibu diharapkan dapat lebih siap dan lebih
percaya diri dalam menghadapi proses persalinan. Untuk itu
selama hamil hendaknya ibu memeriksakan kehamilannya
secara teratur ke petugas kesehatan.
4) Pengetahuan
Pengetahuan adalah apa yang diketahui oleh seseorang
tentang suatu hal secara formal maupun nonformal.
Selanjutnya dikatakan bahwa perilaku yang didasari oleh
pengetahuan akan lebih permanen dianut seseorang
dibandingkan dengan perilaku yang biasa berlaku.
Penetahuan yang rendah mengakibatkan seseorang
mudah mengalami kecemasan.Ketidaktahuan tentang suatu
hal yang dianggap sebagai tekanan yang dapat
mengakibatkan krisis sehingga dapat menimbulkan
kecemasan. Kecemasan dapat terjadi pada ibu dengan
pengetahuan rendah mengenai proses persalinan, serta hal-hal
yang akan dan harus dialami oleh ibu sebagai dampak dari
kemajuan persalinan. Hal ini disebabkan karena kurangnya
informasi yang diperoleh.
Menurut Kristianti dkk (2020) kecemasan terjadi pada
ibu dengan pengetahuan yang rendah mengenai proses
persalinan. Hal ini dikarenakan kurangnya informasi yang
diperoleh, tidak adanya gambaran bagaimana persalinan yang
akan dilaluinya. Hasil penelitian menunjukkan ada pengaruh
pendidikan kesehatan pada ibu promigravida trimester III
tentang persalinan dengan media video terhadap kecemasan
menghadapi persalinan di wilayah kerja Puskesmas Blabak
Kediri.
5) Dukungan Lingkungan Sosial (Dukungan Suami)
Dukungan suami kepada ibu saat bersalin merupakan
bagian dari dukungan social. Dukungan keluarga, terutama
suami saat ibu melahirkan sangat dibutuhkan seperti
kehadiran keluarga dan suami untuk mendampingi istri
dengan penuh perasaan sehingga istri akan merasa lebih
tenang untuk menghadapi proses persalinan. Selain itu kata-
kata yang mampu memotivasi dan memberikan keyakinan
pada ibu bahwa proses persalinan yang dijalani ibu akan
berlangsung dengan baik, sehingga ibu tidak perlu merasa
cemas, tegang atau ketakutan.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Puspitasari
(2020) menunjukan bahwa ada hubungan antara dukungan
suami dan keluarga terhadap intensitas nyeri Kala I. Semakin
tinggi dukungan suami dan keluarga maka semakin rendah
intensitas nyeri persalinan yang dirasakan oleh ibu bersalin.
Dukungan yang baik akan membantu ibu menurunkan rasa
nyeri yang diderita. Dalam kondisi relaks, tubuh akan
memprosuksi hormone bahagia yang disebut endorphin yang
akan menekan hormone stressor sehingga rasa nyeri yang
dirasakan akan berkurang. Dukungan diberikan oleh suami
akan membuat ibu lebih nyaman dan lebih menikmati setiap
perjalanan persalinan, semakin ibu menikmati proses
persalinan maka ibu akan merasa lebih relaks akibatnya ibu
tidak lagi terasa.

E. KETUBAN PECAH DINI


1. Pengertian
Keadaan pecahnya selaput ketuban sebelum persalinan . Bila
ketuban pecah dini terjadi sebelum usia kehamilan 37 minggu
disebut ketuban pecah dini pada kehamilan premature
(Prawirohardjo, 2018).
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum
terdapat tanda persalinan.Waktu sejak pecahnya ketuban sampai
terjadi kontraksi rahim disebut kejadian ketuban pecah dini
(Manuaba, 2011).
Ketuban pecah dini dapat diartikan pecahnya atau ruptur
selaput amnion sebelum dimulainya persalinan yang
sebenarnya,atau pecahnya selaput amnion sebelum usia kehamilan
mencapai 37 minggu dengan atau tanpa kontraksi (Mitayani, 2011).
Kesimpulan dari ketiga pengertian tersebut ketuban pecah
dini adalah pecah /ruptur selaput amnion sebelum mulainya proses
persalinan dengan atau tanpa kontraksi.
2. Patofisiologi
Ketuban pecah dalam persalinan secara umum disebabkan
oleh kontraksi uterus dan peregangan berulang. Selaput ketuban
pecah karena pada derah tertentu terjadi perubahan biokimia yang
menyebabkan selaput ketuban inferior rapuh, bukan karna seluruh
selaput ketuban rapuh. Terdapat keseimbangan antara sintetis dan
degradasi ekstraseluler matriks. Perubahan struktur, jumlah sel dan
katabolisme kolagen menyebabkan aktivitas kolagen berubah dan
menyebabkans elaput ketuban pecah (Prawirohardjo, 2018).
3. Etiologi
Menjelang usia kehamilan cukup bulan kelemahan terjadi
pada selaput janin diatasservik internal yang memicu robekan
dilokasi ini. Beberapa proses patologis (termasuk perdarahan dan
infeksi) dapat menyebabkan terjadinya KPD (Rukiyah & Yulianti,
2010).
Menurut Maryunani & Puspita (2013) penyebab KPD masih belum
diketahui secara pasti, namun faktor faktor yang lebih berperan
sulit diketahui. Kemungkinan yang menjadi faktor predisposisi
adalah:
a. Infeksi : infeksi yang terjadi secara langsung pada selaput
ketuban maupun dari vagina atau infeksi pada cairan
ketubanbisa menyebabkan KPD.
b. Serviks yang inkompeten karna ada kelainan pada servik uteri.
c. Tekanan intra uteri yang meninggi atau peningkatan secara
berlebihan (overdistensi uterus) misalnya trauma, hidramnion.
4. Diagnosis
Tentukan pecahnya selaput ketuban ditandai dengan adanya
cairan ketuban di vagina. Jika tidak ada dapat dicoba dengan
menggerakkan sedikit bagian terendah janin. Penentuan cairan
ketuban dapat dilakukan dengan tes laksmus (kertas laksmus
berubah warna). Tentukan adanya tanda infeksi yaitu bila
ditemukan suhu ibu 38ºC disertai cairan ketuban keruh dan berbau,
janin mengalami takikardi mungkin mengalami infeksi intra uterin.
Mekanisme ketuban pecah dini adalah terjadi pembukaan prematur
serviks dan membran terkait dengan pembukaan terjadi
devaskularisasi dan nekrosis serta dapat diikuti pecah spontan.
Jaringan ikat yang menyangga membran ketuban makin berkurang.
Melemahnya daya tahan ketuban dipercepatdengan infeksi yang
mengeluarkan enzim (enzim proteolitik, enzim kolagenase). Masa
interval sejak ketuban pecah sampai terjadi kontraksi disebut fase
laten. Makin panjang fase laten, makin tinggi kemungkinan infeksi.
Makin muda kehamilan, makin sulit upaya pemecahannya tanpa
menimbulkan morbiditas janin (Manuaba, 2011).
5. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala pada kehamilan yang mengalami KPD
adalah keluarnya cairan ketuban melalui vagina. Aroma air ketuban
berbau amis dan seperti bau amoniak, mungkin cairan tersebut
masih merembes atau menetes. Cairan ini tidak akan berhenti
sampai proses persalinan. Tetapi bila posisi ibu duduk atau berdiri,
kepala janin yang sudah terletak di bawah biasanya akan
mengganjal atau menyumbat kebocoran untuk sementara. Demam,
bercak vagina yng banyak, nyeri perut, denyut jantung janin
bertambah cepat merupakan tanda tanda infeksi yang terjadi
(Manuaba, 2011).
6. Komplikasi
Menurut Prawirohardjo (2018) komplikasi yang timbul
akibat ketuban pecah dini tergantung usia kehamilan. Dapat terjadi
infeksi maternal maupun neonetal, persalinan prematur, hipoksia
karena kompresi tali pusat, deformitas janin, meningkatnya insiden
SC atau gagalnya persalinan normal:
a. Infeksi
Risiko infeksi ibu dan anak meningkat pada Ketuban
Pecah Dini. Pada ibu terjadi Korioamnionitis. Pada bayi dapat
terjadi septikemia, pneumonia. Umumnya terjadi
korioamnionitis sebelum janin terinfeksi. Pada ketuban Pecah
Dini premature, infeksi lebih sering dari pada aterm. Secara
umum insiden infeksi pada KPD meningkat sebanding dengan
lamanya periode laten.
b. Hipoksia dan asfiksia
Pecahnya ketuban terjadi oligohidramnion yang menekan
tali pusat hingga terjadi asfiksia atau hipoksia. Terdapat
hubunganantara terjadinya gawat janin dan derajat
oligohidramnion, semakin sedikit air ketuban, janin semakin
gawat (Prawirohardjo, 2018).

c. Syndrom deformitas janin


KPD yang terjadi terlalu dini menyebabkan pertumbuhan
janinterhambat, kelainan disebabkan kompresi muka dan
anggota badan janin, serta hipoplasi pulmonal.
7. Penanganan
Menurut Prawirohardjo (2018) penatalaksanaan ketuban
pecah dini meliputi:
a. Konservatif
1) Pengelolan konservatif dilakukan bila tidak ada penyulit
baik ibu maupun janin dan harus dirawat di rumah sakit.
2) Jika umur kehamilan< 32-34 minggu dirawat selama air
ketuban masih keluar atau sampai air ketuban tidak lagi
keluar.
3) Jika usia kehamilan 32-37 minggu belum inpartu ,tidak ada
infeksi dirawat,diberikan dexametason,observasi tanda
tanda infeksi dan kesejahteraan janin.
4) Jika usia kehamilan 32-37 minggu sudah inpartu, tidak ada
tanda infeksi berikan dexametson dan lakukan induksi
sesudah 24 jam.
5) Jika usia kehamilan 32-37 minggu ada infeksi berikan
antibiotik dan lakukan induksi ,nilai tanda tanda infeksi
(suhu, leukosit, tanda tanda infeksi intra uteri).
6) Pada usia kehamilan 32-37 minggu diberikan steroid untuk
memacu kematangan paru janin
b. Aktif
1) Kehamilan >37 minggu dilakukan induksi dengan
oksitosin,bila gagal dilakukan seksio sesarea,bila ada tanda
tanda infeksi persalina diakhiri.
2) Bila ada tanda infeksi berikan antibiotika dosis tinggi dan
persalinan diakhiri.
Menurut Manuaba (2011) penatalaksanaan Ketuban pecah dini
pada aterm meliputi:
1) Mempertahankan kehamilan sampai cukup bulan kususnya
maturitas paru sehingga mengurangi kejadian kegagalan
perkembangan paru yang sehat.
2) Terjadi infeksi dalam rahim, yaitu korioamniotis yang
menjadi pemicu sepsis, meningitis janin dan persalinan
prematuritas.
3) Dengan perkiraan janin sudah cukup besar dan persalinan
diharapkan berlangsung dalam waktu 72 jam dapat
diberikan kortikosteroid sehingga kematangan paru janin
dapat terjamin.
4) Pada kehamilan 24-32 minggu yang menyebabkan
menunggu berat badan janin cukup, perlu dipertimbangkan
untuk melakukan induksi persalinan dengan kemungkinan
janin tidak dapat diselamatkan.
5) Menghadapi KPD diperlukan penjelasan kepada ibu dan
keluarga sehingga terdapat pengertian bahwa tindakan
mendadak mungkin dilakukan dengan pertimbangan untuk
menyelamatkan ibu dan harus mengorbankan bayinya.
6) Pemeriksaan USG penting untuk mengukur distansia
biparietal dan perlu melakukan aspirasi air ketuban untuk
pemeriksaan kematangan paru.
7) Waktu terminasi pada kehamilan aterm dapat dianjurkan
selang waktu 6-24 jam bila tidak terjadi his spontan.
8. Pathway Ketuban Pecah Dini

Peeriksaan penunjang : KPD Etiologi :


Keluarnya cairan .Melemahnya selaput janin
ketuban dari jalan lahir di kehamilan cukup bulan.
Kertas lakmus berubah perdarahan dan infeksi
warna

Konservatif Aktif

37 mg
< 32 mg 32-37 mg

Dirawat Belum inpartu


-Bedrest Sudah inpartu : Induksi > 6 jam
sampai air
-Dexametason -Dexametason
ketuban
-Observasi -Induksi sesudah
tidak keluar
tanda infeksi 24 jam
dan usia
-Observasi
kehamilan
kesejahteraan
mencapai
janin
aterm

Gagal Gagal

Gagal Berhasil

SC
Penanganan
bbl
2.Perawatan
ibu nifas

Sumber: Manuaba (2011), Sarwono,( 2012 ), Anik maryunani (2013 )


F. KONSEP MANAJEMEN ASUHAN KEBIDANAN PADA
PERSALINAN FISIOLOGIS
1. Pengkajian
a. Data subjektif
1) Identitas
Usia aman reproduksi sehat untuk persalinan adalah 20-
35 tahun (Saifuddin, 2012). Umur ibu >35 tahun merupakan
umur risiko untuk ibu bersalin dengan penyakit kronis
penyerta atau komplikasi kehamilan yang menyebabkan
komplikasi hingga kematian (Alya, 2014). Menurunnya
kualitas sel telur dan pola hidup tidak sehat pada wanita
umur >35 tahun turut meningkatkan risiko komplikasi
(Sulistyawati, 2012).
2) Pendidikan
Tingkat pendidikan dapat mempengaruhi sikap dan
perilaku kesehatan seseorang. Ibu yang memiliki
pengetahuan yang baik akan mampu untuk memahami
masalah yang dialaminya sehingga kecemasan dalam
menghadapi masalah menurun dan tercapai derajat kesehatan
yang lebih baik (Sulistyawati, 2012).
3) Keluhan utama
Beberapa keluhan yang biasa dialami saat masa bersalin,
antara lain:
a) Kala 1:
(1) Ibu merasakan kontraksi yang semakin lama semakin
sering dan bertahan lama.
(2) Ibu merasakan nyeri yang melingkar dari punggung
menjalar ke perut bagian depan
(3) Keluarnya lendir bercampur darah dari jalan lahir.
Keluarnya cairan banyak dengan sekonyong-konyong
dari jalan lahir jika ketuban sudah pecah
b) Kala II
(1) Adanya keinginan untuk mengejan yang kuat dan
tidak bisa ditahan.
(2) Adanya keinginan buang air besar.
(3) Ibu merasakan tekanan pada anus dan atau vagina.
c) Kala III
Ibu mengeluhkan perut terasa mules
d) Kala IV
Ibu mengeluh lemas, dan lapar, mengantuk setelah proses
persalinan (JNPK-KR, 2014).
4) Riwayat menstruasi
Riwayat menstruasi dikaji untuk menentukan tanggal
tafsiran persalinan dan memperkirakan usia kehamilan saat
itu. Siklus haid teratur atau tidak merupakan salah satu syarat
untuk dapat menggunakan rumus Neagle dalam menentukan
tanggal taksiran persalinan (Sulistyawati, 2012).
5) Riwayat obstetri yang lalu
a) Jumlah gravida/ para mempengaruhi durasi persalinan
(primigravida berlangsung lebih lama dibandingkan
multipara); disamping itu paritas >3 memiliki besar risiko
3 kali untuk mengalami komplikasi persalinan. Bahaya
yang dapat terjadi pada ibu yang pernah melahirkan 4
kali atau lebih yakni antara lain: kelainan letak,
persalinan lama, perdarahan pasca persalinan (Rochjati,
2011).
b) Berat bayi: berat bayi sebelumnya membantu
memperkirakan kesesuaian panggul dan janin.
c) Jarak kehamilan: ibu dengan kejadian komplikasi
persalinan menunjukkan terdapat hubungan antara jarak
kehamilan ibu dengan kejadian komplikasi persalinan.
Jarak kelahiran optimal adalah antara 2 tahun sampai
dengan 5 tahun. Jarak kehamilan >10 tahun membuat ibu
kembali menjalani persalinan seperti primapara sehingga
berisiko mengalami persalinan yang lama. Menurut
anjuran yang dikeluarkan oleh badan koordinasi keluarga
berencana (BKKBN) jarak kelahiran yang ideal adalah 2
tahun (BKKBN, 2019).
d) Riwayat komplikasi: riwayat kehamilan dan persalinan
yang buruk sebelumnya merupakan penyebab komplikasi
obstetrik tidak langsung. Termasuk riwayat obstetrik
sebelumnya yang buruk meliputi abortus, partus
prematur, IUFD, perdarahan postpartum, riwayat pre
eklamsia, riwayat mola hidatidosa, perdarahan
antepartum, gemeli, hidramnion, riwayat persalinan
dengan tindakan. Ibu yang pernah mengalami komplikasi
sebelumnya berisiko mengalami komplikasi pada
kehamilan atau persalinan berikutnya (Manuaba, 2011).
e) Riwayat persalinan sebelumnya: ibu yang sebelumnya
melakukan persalinan dengan seksio sesarea akan
mengalami risiko ruptur uteri; solusio plasenta;
preeklamsia; persalinan prematur spontan; dan yang
mengalami persalinan dengan seksio sesarea kembali
dibandingkan dengan yang mengalami persalinan
pervaginam.
6) Riwayat kehamilan sekarang
Frekuensi kunjungan antenatal yang diharapkan adalah
minimal 4 kali sebagai upaya untuk mengetahui sedini
mungkin risiko komplikasi sehingga penyulit dan komplikasi
pada persalinan dapat diminalkan, yaitu 1 kali pada trimester
I, 1 kali pada trimester II, dan 2 kali di trimester III
(Kemenkes RI, 2013).
7) Riwayat kesehatan ibu
a) Jantung
Penyakit jantung pada kehamilan akan mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan janin dalam
kandungan. Kehamilan dapat memperberat penyakit
jantung. Kemungkinan timbulnya payah jantung
(dekompensasi cordis) pun dapat terjadi. Pada ibu
hamil yang rentan terhadap gangguan jantung, stres
pada perubahan fisiologis normal dapat mencetuskan
dekompensasi jantung. Tanda dan gejala penyakit
jantung (palpitasi, frekuensi jantung sangat cepat, sesak
napas ketika beraktivitas, dispnea, dan nyeri dada)
harus dapat diketahui agar dapat dilakukan
penatalaksaan yang tepat (Kriebs & Gegor, 2010)
b) Hipertensi
Hipertensi adalah tekanan darah sistolik dan diastolik
≥140/90 mmHg. Penyebab hipertensi dalam kehamilan
belum dapat diketahui dengan jelas. Hipertensi
merupakan salah satu dari tiga penyebab tertinggi
mortalitas dan morbiditas ibu bersalin. Beberapa
kalisifikasi hipertensi antara lain; hipertensi kronik,
preeklamsia, eklampsia (preeklampsia disertai kejang
dan atau koma), hipertensi kronik dengan superimposed
preeklampsia (hipertensi kronik disertai tanda-tanda
preeklamsia) (Prawirohardjo, 2018).
c) Asma
Asma ialah penyakit kronis saluran pernapasan, dimana
peningkatan respon inflamasi menyebabkan obstruksi
reversibel akibat kontraksi otot polos bronkus,
hipersekresi muskus, dan edema mukosa pada saluran
pernapasan.Adanya iritan, infeksi virus, udara dingin,
dan olahraga dapat menstimulasi respon inflamasi
(Saifuddin, 2010). Selama kehamilan, penyakit asma
dapat berkurang atau bertambah keparahannya.Untuk
menghindari bertambah parahnya penyakit, hindarilah
kemungkinan terjadinya infeksi pernapasan dan
upayakan tekanan emosional tetap stabil.
d) Diabetes Melitus (DM)
Diabetes militus pada masa kehamilan dapat
menimbulkan dampak buruk untuk janin seperti
kelainan bawaan, gangguan pernapasan bahkan
kematian janin. Ibu hamil dengan anemia akan
mempersulit persalinan ibu hamil dengan diabetes
militus.
e) Ginjal
Penyakit ginjal meningkatkan tekanan darah.Hal ini
disebabkan oleh adanya peradangan pada beberapa
bagian ginjal yang akut atau kronis. Biasanya,
peradangan ini akan disertai dengan meningkatnya suhu
badan dan gangguan buang air kecil.
f) Hepatitis
Pengaruh infeksi hepatitis terhadap kehamilan
bersumber dari gangguan fungsi hati dalam mengatur
dan mempertahankan metabolism tubuh, sehingga
aliran nutrisi ke janin dapat terganggu atau berkurang.
Pengaruhnya dalam kehamilan dapat dalam bentuk
keguguran atau persalinan prematuritas dan kematian
janin dalam rahim (Prawirohardjo, 2018).
8) Riwayat kesehatan keluarga
Kemungkinan adanya penyakit genetik yang diderita
keluarga dapat ditularkan atau diturunkan sehingga dapat
memperburuk kondisi ibu. Riwayat kesehatan keluarga yang
perlu dikaji seperti: jantung, TBC, hepatitis, DM, asma,
ginjal, hipertensi, dan gemelli. Contohnya riwayat gamelli
pada keluarga memungkinkan menurun pada ibu dan pada
saat persalinan dijumpai kesulitan.
Kemungkinan adanya penyakit genetik yang diderita
keluarga dapat ditularkan atau diturunkan sehingga dapat
memperburuk kondisi ibu, contohnya ibu hamil memiliki
risiko munculnya beberapa gangguan akibat penyakit jantung
keturunan. Bagi suami dengan riwayat genetic pribadi atau
dalam keluarga, terdpat peningkatan resiko penularan pada
anak, sehingga harus lebih waspada terhadap risiko
mendapatkan anak dengan kelainan kromosom (Varney,
2017)
9) Pola fungsional kesehatan.
a) Nutrisi, pemenuhan nutrisi penting bagi ibu bersalin
untuk memberikan kekuatan pada ibu saat meneran.
b) Eliminasi
Kandung kemih wanita harus dievaluasi untuk
melihat adanya distensi paling sedikit setipa dua jam
selama fase aktif kala satu persalinan. Kandung kemih
memerlukan perhatian karena merupakan organ panggul.
Seiring penurunan bagian presentasi janin ke dalam
pelvis minor, kandung kemih mengalami penekanan
sehingga terjadi distensi meskipun jumlah urine didalam
kandung kemih baru sekitar 100 ml. Apabila kandung
kemih tidak dikosongkan, melainkan dibiarkan menjadi
distensi, maka dapat terjadi hal-hal berikut:
(1) Persalinan terhambat: distensi kandung kemih yang
berlebihan dapat menghambat kemajuan persalinan
karena mencegah penurunan janin
(2) Ketidaknyamanan: kandung kemih yang distensi
meningkatkan ketidaknyamanan atau nyeri pada
abdomen bawah, yang sering kali dialami wanita
selama persalinan
(3) Selama persalinan bladder sebaiknya dikosongkan
tiap 1,5-2 jam sekali. Bladder yang penuh dapat
menghambat masuknya kepala janin ke pelvis, hal ini
juga dapat menghambat keefektifan kontraksi
(Varney, 2017).
c) Istirahat dan tidur
Tiga hingga empat minggu sebelum awitan persalinan
sejati, dapat terjadi kontraksi palsu. Kontraksi palsu
sangat nyeri dan wanita dapat megalami kurang tidur dan
kekurangan energi dalam menghadapinya (Varney,
2017).
d) Aktivitas
Adanya kontraksi palsu yang sifatnya nyeri tanpa ada
pembukaan serviks menyebabkan aktivitas ibu
terganggu. Menjelang persalinan, intensitas kontraksi
semakin sering dan semakin lama sehingga bertambah
nyeri. Hal ini menyebabkan aktivitas ibu menjadi
semakin terbatas (Varney, 2017).
e) Kebiasaan
Merokok dapat menyebabkan berbagai gangguan
terhadap hasil akhir kehamilan. Gangguan-gangguan
tersebut adalah berat badan lahir rendah akibat persalinan
premature atau gangguan pertumbuhan janin, kematian
janin dan bayi, serta solusio plasenta. Mekanisme
patofiologi yang diperkirakan berperan terhadap
gangguan kehamilan ini adalah meningkatnya kadar
karbooksihemoglobin janin, berkurangnya aliran darah
uteroplasenta serta hipoksia janin.
Pemakaian alkohol selama kehamilan dapat
menyebabkan sindrom alkohol janin. Selain etanol yang
terkandung dalam alkohol meyebabkan gangguan
pertumbuhan janin. Penggunaan kronik obat-obatan
terlarang termasuk turunan opium, barbiturate dan
amfetamin dalam dosis besar selama hamil
membahayakan janin. Gawat janin, BBLR, dan
gangguan akibat putus obat banyak dilaporkan.
Sebagian obat yang dikonsumsi selama kehamilan
kemungkinan mempunyai efek samping pada janin.
Hampir semua obat yang menimbulkan efek sistemik
pada ibu akan menembus plasenta untuk mencapai
mudigah atau janin.Adanya binatang peliharaan perlu
dikaji karena pada binatang peliharaan seperti kucing
atau anjing dapat menularkan toxoplasmosis.
Jamu-jamuan: Ibu yang selama hamil
mengkonsumsi jamu mempunyai risiko 7 kali untuk
melahirkan bayi asfiksia dibandingkan ibu yang tidak
mengkonsumsi jamu selama hamil. Jamu kunyit asem
(Curcuma domesticaval) memiliki efek stimulan pada
kontraksi uterus dan abortivum (Cunningham et al.,
2017).
f) Pola seksual
Apabila ada ancaman abortus atau partus
prematurus, koitus harus dihindari. Diluar itu, hubungan
seks pada wanita hamil yang sehat umumnya dianggap
tidak berbahaya sebelum sekitar 4 minggu terakhir
kehamilan. Menurut Vaginal Infection and Prematurity
Study Group, ada penurunan frekuensi hubungan seks
yang bermakna seiring dengan peningkatan usia gestasi.
Pada minggu ke 36, 72 persen melaporkan frekuensi
hubungan seks kurang dari sekali seminggu. Hal ini
disebabkan oleh berkurangnya hasrat seksual dan
khawatir akan bahaya terhadap kehamilan. Infeksi cairan
ketuban dan mortalitas perinatal meningkat secara
bermakna apabila ibu hamil berhubungan seks sekali
atau lebih setiap minggu selama bulan terakhir
kehamilan (Cunningham et al., 2017).
g) Riwayat psikosial dan budaya
Untuk mengetahui respon ibu dan keluarga terhadap
kodisi kehamilannya saat ini, penerimaan kehamilan dan
pengambil keputusan dalam proses persalinan.
b. Data objektif
1) Pemeriksaan umum
a) Keadaan umum: baik
b) Kesadaran: composmentis
c) Tanda-tanda vital
(1) Tekanan darah: Normalnya 90/60 hingga
140/90mmHg dan tidak banyak meningkat selama
kehamilan (Saifuddin, 2012).
(2) Nadi: Nadi: normalnya 60-100 kali/menit, denyut:
kuat. Jika nadi Ibu >100x/menit mungkin ibu
mengalami salah satu atau lebih keluhan seperti
gangguan Thyroid.
(3) Suhu: normalnya 36,5oC-37,5 o
C. Suhu 38°C
dianggap tidak normal dan ada tanda infeksi
(4) Respirasi: Frekuensi pernapasan sedikit berubah
selama kehamilan dari nilai normal 14 atau 15
kali/menit, pernapasan lebih dalam bahkan ketika
istirahat (Fraser et al., 2009).
(5) Denyut nadi: bradikardia HR <120x/ menit
d) Antopometri
(1) LILA: >23,5 cm. Untuk melihat status gizi ibu.Pada
ibu yang memiliki LilA <23,5cm termasuk kurang
gizi dan berisiko melahirkan bayi BBLR.
(2) Bila berat badan sebelum hamil dan kenaikan berat
badan selama hamil berlebih, bayi berisiko terhambat
pertumbuhannya akibat penyempitan pembuluh
darah dan juga berisiko mengalami komplikasi, baik
selama kehamilan maupun persalinan; seperti
perdarahan, tekanan darah tinggi, atau keracunan
kehamilan (preeklampsia) (Kemenkes RI, 2013).
(3) Penurunan BB atau BB yang tidak naik dapat
disebabkan karena kekurangan nutrisi yang dapat
menyebabkan terjadinya anemia, abortus, partus
prematurus dan insersia uteri.
Berikut adalah rekomendasi penambahan berat
badan selama kehamilan berdasarkan indeks masa
tubuh:
Rata-rata kenaikan
Rekomendasi
Kategori IMT pada Trimester 2 dan 3
(kg)
(kg)
Rendah <18,5 12,5-18 0,5
Normal 18,5- 11,5-16 0,4
24,5
Tinggi 25-29,5 7-11,5 0,3
Obesitas ≥30 5-9 0,2
Gemeli - 16-20,5 -
Sumber : Saifuddin (2010)
(4) TB: TB yang normal yaitu >145cm. Pada ibu yang
memiliki TB <145cm (low high) akan meningkatkan
resiko panggul sempit.
2) Pemeriksaan fisik
a) Wajah: Keadaan muka pucat merupakan salah satu tanda
anemia, yang akan berpengaruh pada proses persalinan
dan masa nifas. Oedem pada muka bisa menunjukkan
adanya masalah serius jika muncul dan tidak hilang
setelah beristirahat dan diikuti dengan keluhan fisik yang
lain. Hal ini bisa merupakan pertanda gagal jantung atau
preeclampsia.
b) Mata: Tidak ada oedema, conjungtiva merah muda,
sklera putih.
c) Leher: Tidak ada pembengkakan kelenjar getah bening,
vena jugularis dan kelenjar tiroid.
d) Payudara tidak teraba benjolan abnormal, puting susu
menonjol dan bersih, pengeluaran kolostrum atau cairan
lain dari puting susu (kolostrum dapat dikeluarkan pada
minggu ke 16 dan pada akhir kehamilan kolostrum dapat
menetas dari payudara) (Manuaba, 2011).
e) Abdomen: tidak terdapat luka bekas operasi
(1) Leopold I:
Pada letak membujur di fundus teraba lunak
tidak bulat dan tidak melenting.Menurut Sielberg
Leopold I digunakan untuk mengetahui tinggi fundus
uteri (TFU).
Tabel 4. Ukuran TFU berdasarkan Umur Kehamilan
Umur Kehamilan Tinggi fundus uteri
22-28 minggu 24-25 cm diatas
28 minggu symphisis
30 minggu 26,7 cm diatas symphisis
32 minggu 29,5-30 cm diatas
34 minggu symphisis
36 minggu 29,5-30 cm diatas
38 minggu symphisis
40 minggu 31 cm di atas symphisis
82 cm di atas symphisis
33 cm di atas symphisis
37,7 cm di atas symphisis
Mengukur TFU menurut Mc Donald untuk
menghitung taksiran berat janin yaitu tempatkan
metline skala 0 di atas simfisis dan ukur TFU dengan
melihat metline dalam cm. Jika belum masuk panggul
cara menghitungnya (TFU – 12) x 155, jika sudah
masuk (TFU – 11) x 155 dalam gram (Sulistyawati,
2012).
(2) Leopold II: teraba panjang keras seperti papan
pada bagian kanan/ kiri perut ibu, dan teraba bagian-
bagian kecil janin pada bagian kanan/ kiri perut ibu.
(3) Leopold III: pada bagian bawah perut ibu teraba
lunak, bulat, melenting, masih dapat digoyangkan/
susah untuk digoyangkan.
(4) Leopold IV: divergen. Leopold IV dilakukan
apabila usia kehamilan >36 minggu.
(5) DJJ: normal DJJ 120-160x/menit, jika 120 atau 160
merupakan tanda fetal distress.
(6) His: dihitung frekuensi dan lamanya dalam 10 menit.
f) Genitalia: Vulva bersih tidak ada pengeluaran
pervaginam (darah), tidak ada varises, tidak ada
pembengkakan kelenjar bartolin dan skene, tidak ada
benjolan abnormal yang menentukan kelancaran jalan
lahir.Ada pengeluaran per vaginam seperti darah, darah
lendir, cairan ketuban dan pengeluaran lainnya. Anus
tidak ada hemorrhoid.
Pemeriksaan VT:
(1) Pembukaan : 1-10 cm (evaluasi tiap 4 jam). Pada
primigravida, pembukaan pada fase aktif 1 cm/jam.
Pada multigravida, pembukaan pada fase aktif 2
cm/jam.
(2) Penipisan / efficement: (25, 50, 75, 100%)
(3) Ketuban: utuh (u) / sudah pecah (jernih, keruh, atau
mekonium)
(4) Presentasi: kepala
(5) Denominator : UUK/UUB, kidep/kadep
(6) Pada pembukaan 1-3, yang menjadi denominator
adalah sutura sagitalis. Pada pembukaan 4-lengkap,
yang menjadi denominator adalah ubun-ubun kecil.
(7) Tidak ada penyusupan/ moulage
(8) Hodge: I – IV
Tabel 5. Penurunan kepala bayi berdasarkan bidang
Hodge
Periksa Periksa Keterangan
Luar Dalam
5/5 Kepala di atas PAP,
mudah digerakkan
4/5 Hodge I-II Sulit digerakkan, bagian
terbesar kepala belum
masuk panggul
3/5 Hodge II-III bagian terbesar kepala
belum masuk panggul
2/5 Hodge III+ bagian terbesar kepala
sudah masuk panggul
1/5 Hodge III-IV Kepala di dasar panggul
0/5 Hodge IV Kepala di perineum
g) Ekstermitas: hangat/ dingin, waktu pengisian kapiler
normal/ memanjang. Nadi lemah/ kuat
3) Pemeriksaan penunjang
Meliputi laboratorium (Hb, Golongan darah, Reduksi urin,
Albumin urin), USG, NST.
2. Interpretasi data
Langkah awal dari perumusan diagnosa atau masalah adalah
pengolahan data dan analisa dengan menggabungkan data satu
dengan yang lainnya sehingga tergambar fakta (Saifuddin, 2010).
a. Diagnosa kebidanan
Paritas adalah riwayat reproduksi seorang wanita yang
berkaitan dengan kehamilannya (jumlah kehamilan). Dibedakan
dengan primigravida dan multigravida. Contoh penulisan
diagnosa pada primigravida yaitu: G…P…A…, usia kehamilan,
tunggal, hidup, intrauterine, presentasi kepala, keadaan umum
ibu dan janin baik, inpartu kala I fase aktif/laten atau inpartu kala
II/III/IV
b. Masalah
Masalah yang timbul pada pasien yaitu nyeri kontraksi
c. Kebutuhan
Kebutuhan yang diperlukan adalah KIE mengenai teknik
mengurangi nyeri, menganjurkan ibu untuk memilih posisi yang
nyaman.
3. Diagnosa potensial
Pada langkah ini bidan menganalisa data dasar yang diperoleh
pada langkah pertama, menginterpretasikan secara logis sehingga
dapat dirumuskan diagnosa dan masalah. Diagnosa potensial: syok
hipovolemik, plasenta akreta, perdarahan pasca partum, kelainan
letak janin, robekan serviks, kelahiran premature, gawat janin,
infeksi, mortalitas.
4. Kebutuhan tindakan segera
Tahap ini dilakukan bidan dengan melakukan identifikasi
perlunya tindakan segera untuk mengatasi kondisi yang mengancam
nyawa (Varney, 2017):
a. Mandiri dengan melakukan pembebasan jalan napas, pemberian
oksigen, perbaikan keadaan umum
b. Kolaborasi dengan dokter spesialis obestetri untukterapi
(medikamentosa) atau penatalaksanaan lebih lanjut
5. Perencanaan
Pada langkah ini direncanakan asuhan yang menyeluruh
ditentukan oleh langkah-langkah sebelumnya. Langkah ini
merupakan kelanjutan manajemen terhadap masalah atau diagnosis
yang telah diidentifikasi atau diantisipasi.
a. Kala 1 fase laten
1) Informasikan hasil pemeriksaan.
R/ Memberikan kesempatan ibu untuk mengetahui
kondisinya.
2) Lakukan informed consent terkait tindakan pertolongan
persalinan.
R/ Sebagai bentuk persetujuan terhadap asuhan yang akan
diberikan.
3) Berikan dukungan emosional.
R/ Dukungan emosional membantu ibu lebi rileks dan
mengurangi kecemasan yang dialami.
4) Anjurkan ibu untuk beristirahat di sela-sela kontraksi dengan
miring kiri atau posisi senyaman ibu.
R/ posisi miring ke kiri mencegah tertekannya vena cava
inferior sehingga memperlancar sirkulasi darah ibu. Istirahat
dapat menghindari terjadinya kelelahan.
5) Bantu ibu memenuhi kebutuhan makan dan minum.
R/ Makanan dan minuman bisa memberikan tenaga selama
persalinan dan mencegah dehidrasi.
6) Anjurkan ibu untuk tidak menahan kencing.
R/ kandung kemih yang penuh dapat menghalangi penurunan
kepala janin dan mengganggu kontraksi.
7) Ajari ibu teknik relaksasi dengan menarik nafas panjang saat
ada kontraksi.
R/ nafas panjang dapat membuat ibu menjadi lebih rileks dan
tidak kaku dalam menjalani persalinan.
8) Lakukan observasi kemajuan persalinan dan kesejahteraan
janin pada lembar observasi.
R/ sebagai upaya dalam meninjau kemajuan persalinan.
b. Kala 1 fase aktif
1) Informasikan hasil pemeriksaan.
R/ Memberi kesempatan ibu untuk mengetahui kondisinya.
2) Anjurkan ibu untuk beristirahat di sela-sela kontraksi dengan
miring kiri atau posisi senyaman ibu.
R/ posisi miring ke kiri mencegah tertekannya vena cava
inferior sehingga memperlancar sirkulasi darah ibu.Istirahat
dapat menghindari terjadinya kelelahan.
3) Bantu ibu memenuhi kebutuhan makan dan minum.
R/ Makanan dan minuman bisa memberikan tenaga selama
persalinan.
4) Anjurkan ibu untuk tidak menahan kencing.
R/ kandung kemih yang penuh dapat menghalangi
penurunan kepala janin dan mengganggu kontraksi.
5) Ajari ibu teknik relaksasi dengan menarik nafas panjang saat
ada kontraksi.
R/ nafas panjang dapat membuat ibu menjadi lebih rileks dan
tidak kaku dalam menjalani persalinan.
6) Lakukan masase punggung.
R/ Masase punggung dapat mengurangi nyeri persalinan.
7) Lakukan observasi kemajuan persalinan dan kesejahteraan
janin pada lembar partograf.
R/ sebagai upaya dalam meninjau kemajuan persalinan.
8) Siapkan alat dan perlengkapan APN.
R/ Pertolongan persalinan dilakukan sesuai dengan prosedur.
c. Kala II
1) Informasikan hasil pemeriksaan.
R/ Memberi kesempatan ibu untuk mengetahui kondisinya.
2) Bantu ibu memilih posisi yang nyaman.
R/ Pemilihan posisi yang nyaman membantu mewujudkan
persalinan yang lancar.
3) Fasitasi pendamping persalinan.
R/ Dukungan dari keluarga yang mendampingi ibu selama
proses persalinan sangat membantu mewujudkan persalinan
yang lancar.
4) Libatkan pendamping persalinan dalam memberikan asuhan
(memberikan makan dan minum, membantu dalam
mengatasi rasa nyeri dengan masase pinggang)
R/ Untuk memaksimalkan asuhan yang diberikan.
5) Ajari ibu cara meneran efektif.
R/ Meneran efektif dapat memperlancar proses persalinan.
6) Lakukan pertolongan sesuai langkah APN.
R/ Pertolongan APN meminimalkan resiko terjadinya
penyulit atau komplikasi selama persalinan.
7) Cek DJJ di sela-sela kontraksi.
R/ Memastikan kesejahteraan janin.
d. Kala III
1) Informasikan hasil pemeriksaan.
R/ Memberi kesempatan ibu untuk mengetahui kondisinya.
2) Beritahu ibu akan disuntik oksitosin untuk membantu
kelahiran ari-ari.
R/ Agar ibu mengetahui tujuan dilakukan penyuntikan
oksitosin.
3) Suntikkan oksitosin 1 ampul IM pada 1/3 anterolateral paha
kanan ibu.
R/ Agar menimbulkan kontraksi yang efektif untuk melepas
dan melahirkan plasenta, mencegah perdarahan dan
terjadinya retensio plasenta.
4) Lakukan penjepitan, pemotongan, dan pengikatan tali pusat.
R/ Agar tidak terjadi perdarahan pada tali pusat.
5) Lakukan IMD.
R/ Kontak pertama untuk meningkatkan bonding attachment
ibu- bayi.
6) Lakukan penegangan tali pusat terkendali.
R/ Membantu proses pengeluaran plasenta.
7) Lakukan masase fundus selama 15 detik.
R/ Merangsang uterus tetap berkontraksi dengan baik agar
tidak terjadi perdarahan.
e. Kala IV
1) Informasikan hasil pemeriksaan.
R/ Memberi kesempatan ibu untuk mengetahui kondisinya.
2) Lakukan penjahitan pada perineum yang rupture.
R/ Mencegah terjadinya perdarahan.
3) Bersihkan tubuh ibu.
R/ ibu merasa nyaman dan mencegah infeksi.
4) Dekontaminasi alat-alat.
R/ Sebagai bentuk upaya pencegahan infeksi.
5) Ajarkan ibu cara memeriksa kontraksi uterus dan masase
uterus.
R/ Pemantauan terhadap kontraksi uterus diperlukan untuk
menghindari bahaya komplikasi dan waspada kemungkinan
atonia.
6) Lakukan observasi kala IV.
R/ Mendeteksi penyulit/komplikasi sedini mungkin.
7) Berikan HE tentang tanda bahaya masa nifas.
R/ Menambah wawasan ibu tentang deteksi dini komplikasi.
8) Anjurkan ibu mobilisasi dini secara bertahap (miring
kanan/kiri).
R/ Mobilisasi dini dapat mempercepat proses involusi uteri.
9) Bantu ibu memenuhi asupan nutrisi dan cairan.
R/ Memulihkan kembali tenaga ibu pasca persalinan dan
mencegah dehidrasi.
f. 2 jam post partum
1) Informasikan hasil pemeriksaan.
R/ Memberi kesempatan ibu untuk mengetahui kondisinya.
2) Antarkan ibu ke ruang nifas.
R/ Memberikan kesempatan bagi ibu dan bayi untuk rawat
gabung.
3) Berikan HE tentang nutrisi, personal higiene, perawatan luka
perineum (bila ada), penggunaan kontrasepsi pasca salin.
R/ Supaya ibu bisa merawat dirinya dengan baik.
4) Fasilitasi pemberian terapi (Fe, analgetik).
R/ Membantu mencegah terjadinya anemia, mengurangi
nyeri pasca salin maupun nyeri luka jahitan perineum.
5) Ajarkan ibu cara menyusui dan menyendawakan bayi dengan
benar.
R/ Ibu dapat menyusui dan menyendawakan bayi dengan
benar.
6. Implementasi
Langkah ini berisi tentang asuhan yang telah diberikan kepada
klien berdasarkan rencana yang telah disusun sebelumnya untuk
menangani diagnosa/ masalah yang telah terindentifikasi.
7. Evaluasi
Melakukan evaluasi keefektifan dari asuhan yang sudah
diberikan meliputi pemenuhan kebutuhan akan bantuan apakah
benar-benar telah terpenuhi sesuai kebutuhan yang telah
diidentifikasi dalam diagnosa dan masalah. Dapat ditulis di catatan
perkembangan dan evaluasi dengan dokumentasi:
S: (Data subjektif, data yang didapat dari pasien melalui anamnesa)
O:(Data objektif, hasil pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang yang dibutuhkan)
A: (Hasil analisis diagnosa masalah)
P: (Penatalaksanaan yang dilakukan)
Evaluasi rencana didalamnya termasuk :
a) Asuhan mandiri
b) Kolaborasi
c) Test diagnostik/ laboratorium
d) Konseling
e) Follow up
(1) Evaluasi sesaat: ibu paham tentang HE yang dierikan dan
dapat menjelaskan kembali, nyeri yang dirasakan ibu dapat
berkurang
(2) Evalusasi keberlanjutan: catatan perkembangan dan
kunjungan ulang
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada bab ini akan menguraikan pembahasan tentang asuhan
kebidanan pada Ny.S dalam persalinan dengan KPD di Puskesmas
Tepusen. Penulis telah melakukan asuhan kebidanan kehamilan holistik
pada tanggal 23 Mei 2023 didapatkan hasil: Pengkajian dilakukan oleh
penulis dengan anamnesa, pemeriksaan fisik, pemeriksaan umum,
sehingga kebutuhan penulis akan data ibu lengkap sehingga mendukung
penetapan diagnosa.
Ny. S memeriksakan dirinya ke Puskesmas Tepusen tgl 25 Mei
2023 pukul 18.00 WIB, mengeluh perutnya mulas tidak teratur sejak
sejak tanggal 25 Mei 2023 pukul 08.00, ketuban rembes sejak tanggal
25 Mei 2023 pukul 10.00 sudah 8 jam KPD. Dari hasil anamnesa
didapatkan hasil ini merupakan kehamilan ibu yang keempat dan
keguguran sekali, selama kehamilan ibu rutin melakukan pemeriksaan
ANC sebanyak 6 kali, USG dokter 2 kali, saat ini usia kehamilan ibu 39
minggu 4 hari, saat datang ibu merasa cemas akan kehamilannya karna
cairan ketuban sudah rembes.
Hasil dari pemeriksaan fisik didapatkan hasil TD: 120/90 mmHg,
S:36oC N: 88x/mnt S: 22x/mnt. Pemeriksaan leopold didapatkan hasil
janin tunggal, punggung kiri, presentasi kepala, kepala sudah masuk
panggul TFU 31 cm, DJJ 135x/mnt kontraksi 1x10’15”. Ektremitas
tidak ada oedem pada tangan dan kaki, tidak anemis, hasil periksa
dalam, ada pengeluaran ketuban dari jalan lahir, portio tebal,
pembukaan 1 cm, kulit ketuban negatif, kepala turun di hodge I.
Ketuban pecah dini adalah keadaan pecahnya selaput ketuban
sebelum bersalin (Prawirohardjo,2018). Ketuban pecah dini adalah
pecahnya ketuban sebelum waktunya melahirkan/ sebelum infartu, pada
pembukaan < 4 cm (Mansjoer, 2011). Ketuban pecah dini adalah
pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda-tanda persalinan mulai dan
ditunggu satu jam belum jadi infartu. (Manuaba, 2012). Dalam kasus
Ny Z ibu merasa kencang-kencang tidak teratur sejaktanggal 08-08-
2022 pukul 20.00, ketuban rembes sejak tanggal 09-08-2022 pukul
02.00, yang berarti ketuban ibu sudah mulai rembes sejak sebelum fase
aktive persalinan.
Penyebab KPD belum dikatehui secara pasti, namun
kemungkinan yang menjadi faktor predisposisi adalah infeksi yang
terjadi secara langsung pada selaput ketuban ataupun asenderen dari
vagina atau serviks. Selain itu fisiologi selaput ketuban yang abnormal,
serviks inkompetensia, kelainan letak janin, usia wanita kurang dari 20
tahun dan diatas 35 tahun, faktor golongan darah, faktor
multigraviditas/paritas,merokok, keadaan sosial ekonomi, perdarahan
antepartum, riwayat abortus dan persalinan preterm sebelumnya,
riwayat KPD sebelumnya, defisiensi gizi yaitu tembaga atau asam
askorbat, ketegangan rahim yang berlebihan, kesempitan panggul,
kelelahan dalam ibu bekerja, serta trauma yang didapat misalnya dalam
hubungan seksual, pemeriksaan dalam dan amniosintesis (Prawiroharjo,
2018).
Dalam menegakkan suatu diagnosa kebidanan, didukung dan
ditunjang oleh beberapa data, dan dilakukan identifikasi yang benar
tehadap diagnosis atau masalah dan kebutuhan klien berdasarkan
interpretasi yang benar atas data-data yang telah dikumpulkan.Data
dasar yang telah dikumpulkan, diinterpretasikan sehingga dapat
merumuskan diagnosis dan masalah yang spesifik.Masalah dan
diagnosis keduanya digunakan karena beberapa masalah tidak dapat
diselesaikan, seperti diagnosis, tetapi sungguh membutuhkan
penanganan yang dituangkan dalam sebuah rencana asuhan terhadap
klien.Masalah sering berkaitan dengan pengalaman wanita yang
diidentifikasi oleh bidan sesuai dengan pengarahan.
Pada kasus Ny S berdasarkan data subyektif ibu mengatakan air
ketuban rembes sejak tanggal 25 Mei 2023 pukul 10.00 WIB di
dapatkan vulva dan vagina normal, portio tebal, pembukaan 1 cm,
ketuban pecah, presentasi uuk kanan lintangpenurunan hodge 1 molase
tidak ada, penumbungan tidak ada, kesan panggul normal, pelepasan
lendir, darah dan air ketuban. Tidak dilakukan pemeriksaan
menggunakan kertas lakmus.
Diagnosa penunjang dari penegakan diagnosa ibu KPD yang dapat
dilakukan oleh Bidan salah satunya adalah dengan menggunakan Tes
lakmus (Tes Nitrazin) : lihat apakah kertas lakmus berubah dari merah
menjadi biru. Jika berubah warna itu menunjukkan adanya airketuban
(alkalis). pH air ketuban 7-7,5. Pemeriksaan dengan tes lakmus
dilakukan, maka disimpulkan bahwa ada kesesuaian antara kasus
dengan teori.
Diagnosa atau masalah potensial dan mengantisipasi
penanganannya.Pada langkah ini kita mengidentifikasikan diagnosa
potensial berdasarkan diagnosa atau masalah yang sudah
diidentifikasikan (Esty, 2011).
Pada tinjauan pustaka, masalah potensial yang dapat terjadi yaitu
infeksi intrapartal/ dalam persalinan, infeksi puerperalis/ masa nifas, dry
labour/ partus lama, perdarahan post partum, meningkatnya tindakan
operatif obstetric (khususnya SC), morbiditas dan mortalitas maternal.
Sedangkan pada janin yaitu prematuritas (respiratory distress syndrome,
hypothermia, neonatal feeding problem, retinopathy of premturit,
intraventricular hemorrhage, necroticing enterecolitis, brain disorder
(and risk of cerebral palsy, hyperbilirubinemia, anemia, sepsis), prolaps
funiculli/ penurunan tali pusat, hipoksia dan asfiksia sekunder
(kompresi tali pusat, prolaps uteri, dry labour/partus lama, APGAR
score rendah, ensefalopaty, cerebral palsy, perdarahan intracranial,
renal failure, respiratory distress), dan oligohidromnion (sindrom
deformitas janin, hipoplasia paru, deformitas ekstremitas dan
pertumbuhan janin terhambat), morbiditas dan mortalitas perinatal
(Marmi dkk, 2016).
Pada kasus ini, penulis tidak menemukan tanda-tanda infeksi atau
komplikasi yang mungkin akan terjadi pada ibu maupun janin.
Beberapa data yang memberikan indikasi adanya tindakan segera yang
harus dilakukan guna untuk menyelamatkan klien. Tindakan tersebut
berupa kolaborasi dengan tenaga kesehatan yang lebih professional
(dokter obgyn).Pada tinjauan pustaka, tindakan segera/kolaborasi pada
KPD adalah mengkolaborasikan dengan dokter untuk pemasangan
infus, pemberian uterotonika dan pemberian antibiotik.
Pada kasus Ny S Bidan memberikan terapi antibiotik dan
stabilisasi karena atas advice dokter SpOG saat konfirmasi ke RS
sebelum dilakukan rujukan.Tindakan segera yang diberikan adalah
melakukan perujukan ke RS untuk berkolaborasi dengan dokter SpOG.
Hal ini telah sesuai dengan teori dan kewenangan bidan.
Menurut Nugroho (2012) dalam menghadapi ketuban pecah dini
harus diperimbangkan beberapa hal sebagai berikut:
Pada fase laten:
1. Lamanya waktu ketuban pecah sampai dengan proses persalinan
2. Semakin panjang fase laten semakin besar kemungkinan
terjadinya infeksi
3. Mata ranatai infeksi merupakan insidens infeksi, antara lain:
a. Kariomnionitis
b. Abdomen terasa tegang
c. Pemeriksaan laboratorium terjadi leukosiosis
d. Kuitur cairan amnion positif
e. Desiduitis yang terjadi pada lapisan desidua
Menurut Ratna (2012) langkah-langkah asuhan kebidanan pada
ketuban pecah dini:
1. Obervasi tanda-tanda vital, djj, his, kemajuan persalinan, deteksi
dini adanya komplikasi dan TTV
2. Lakukan kolaborasi dengan dokter
3. Lakukan inform consent atas tindakan yang akan diberikan
4. Hadirkan suami dan keluarga untuk memberikan dukungan
moral
5. Anjurkan ibu untuk berkemih jika kandung kemih terasa penuh
6. Observasi pengeluaran pervaginam
7. Jelaskan kepada ibu tentang keadaan dirinya dan janinnya
8. Ajari ibu untuk menarik nafas panjang saat ada his minta ibu
untuk tidak mengeran sebelum pembukaan lengkap
9. Berikan dukungan moral pada ibu supaya tenang dalam
menghadapi persalinan
10. Berikan makanan dan minuman yang cukup
11. Bantu ibu memilih posisi yang nyaman
Pada kasus Ny S bidan merencanakan tindakan asuhan kebidanan
berdasarkan diagnosa/ masalah aktual dan masalah potensial yang akan
terjadi. Maka rencana tindakan yang diberikan kepada Ny S adalah
melakukan rujukan ke Rumah sakit untuk berkolaborasi dengan dokter
SpOG. Hal ini tidak ada kesenjangan antara teori dan di lapangan.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN
Tingginya angka komplikasi persalinan dapat dipengaruhi oleh
berbagai faktor, seperti kurangnya pemantauan dan penanganan yang
tepat terhadap ibu selama kehamilan dan persalinan. Dalam laporan
praktik ini, peneliti akan melihat lebih dalam tentang asuhan kebidanan
kolaborasi pada kasus patologi dan komplikasi persalinan di Puskesmas
Tepusen. Tujuan laporan praktik ini adalah untuk menganalisis faktor-
faktor yang mempengaruhi tingginya angka komplikasi persalinan dan
mengusulkan langkah-langkah perbaikan yang dapat dilakukan oleh
Puskesmas Tepusen.
Dengan melakukan analisis terhadap asuhan kebidanan
kolaborasi dan melibatkan berbagai pihak, seperti dokter, bidan, dan
tenaga kesehatan lainnya, diharapkan dapat ditemukan solusi yang
efektif untuk mengurangi tingginya angka komplikasi persalinan di
Puskesmas Tepusen. Selain itu, laporan praktik ini juga dapat menjadi
acuan bagi puskesmas lain dalam menghadapi masalah serupa dan
meningkatkan kualitas pelayanan kebidanan secara keseluruhan.
Laporan ini akan menguraikan pembahasan tentang asuhan
kebidanan pada Ny.S dalam persalinan dengan KPD di Puskesmas
Tepusen. Penulis telah melakukan asuhan kebidanan kehamilan holistik
pada tanggal 25 Mei 2023 didapatkan hasil: Pengkajian dilakukan oleh
penulis dengan anamnesa, pemeriksaan fisik, pemeriksaan umum,
sehingga kebutuhan penulis akan data ibu lengkap sehingga mendukung
penetapan diagnosa. Dari hasil anamnesa didapatkan hasil ini
merupakan kehamilan ibu yang keempat dan keguguran sekali, selama
kehamilan ibu rutin melakukan pemeriksaan ANC sebanyak 6 kali,
USG dokter 2 kali, saat ini usia kehamilan ibu 41 minggu , saat datang
ibu merasa cemas akan kehamilannya karna cairan ketuban sudah
rembes.
Penyebab KPD belum dikatehui secara pasti, namun
kemungkinan yang menjadi faktor predisposisi adalah infeksi yang
terjadi secara langsung pada selaput ketuban ataupun asenderen dari
vagina atau serviks. Selain itu fisiologi selaput ketuban yang abnormal,
serviks inkompetensia, kelainan letak janin, usia wanita kurang dari 20
tahun dan diatas 35 tahun, faktor golongan darah, faktor
multigraviditas/paritas, merokok, keadaan sosial ekonomi, perdarahan
antepartum, riwayat abortus dan persalinan preterm sebelumnya,
riwayat KPD sebelumnya, defisiensi gizi yaitu tembaga atau asam
askorbat, ketegangan rahim yang berlebihan, kesempitan panggul,
kelelahan dalam ibu bekerja, serta trauma yang didapat misalnya dalam
hubungan seksual, pemeriksaan dalam dan amniosintesis
B. SARAN
Melalui laporan praktik ini diharapkan dapat ditemukan solusi
yang efektif untuk mengurangi tingginya angka komplikasi persalinan
di Puskesmas Tepusen. Selain itu, laporan praktik ini juga dapat
menjadi acuan bagi puskesmas lain dalam menghadapi masalah serupa
dan meningkatkan kualitas pelayanan kebidanan secara keseluruhan.
DAFTAR PUSTAKA

Alya, D. (2014). Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Bayi Berat Lahir


Rendah (BBLR) di Rumah Sakit Ibu dan Anak Banda Aceh Tahun 2013.
Skripsi, Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan U'budiyah.
https://simtakp.uui.ac.id/docjurnal/DIAN_ALYA-jurnal_dian_alya.pdf
Anik Maryunani. 2013. Asuhan Kegawatdaruratan Maternal &Neonatal . Jakarta;
Trans Info Medika
Aprilia, Y. (2017). Bebas Takut Hamil dan Melahirkan. Jakarta : Gramedia
Pustaka Utama.
BKKBN. (2019). Laporan Kinerja BKKBN Jateng. Semarang : BKKBN Jawa
Tengah.
Bobak, Lowdermilk, & Jensen. (2012). Buku Ajar Keperawatan Maternitas, Edisi
6. Jakarta : EGC.
Cunningham, F. G., Gant, N. F., & Leveno, K. J. (2017). Williams Obstetri 21nd.
Jakarta : EGC.
Depkes RI.2018. Asuhan Persalinan Normal. JNPK-KR. Jakarta
Dewi, P. I. S., Aryawan, K. Y., Ariana, P. A., & Eka Nandarini, N. A. P. (2020).
Intensitas Nyeri Persalinan Kala I Fase Laten pada Ibu Inpartu menggunakan
Birth Ball Exercise. Jurnal Keperawatan Silampari, 3(2), 456–465.
https://doi.org/10.31539/jks.v3i2.1050
Diana, S., Mail, E., & Rufaida, Z. (2019). Asuhan Kebidanan Persalinan dan Bayi
Baru Lahir. Surakarta : CV Oase Group.
Fraser, D. M., Cooper, M. A., & Alih bahasa Sri Rahayu. (2009). Buku Ajar Bidan
Myles. Jakarta : EGC.
Handayani, L & Rizqy, A. (2017). Hubungan Pola Seksual Ibu Hamil Dengan
Kejadian Ketuban Pecah Dini (Kpd) Di Rsud Dr. H. Moch. Ansari Saleh
Banjarmasin. Dinamika Kesehatan, Vol. 8 No. 1, Juli 2017
JNPK-KR. (2014). Buku AcuanAsuhan Persalinan Normal. Jakarta : JNPK.
Kemenkes RI. (2013). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
42 Tahun 2013 Tentang Penyelenggaraan Imunisasi. Jakarta : Departemen
Kesehatan RI.
Kriebs, J. M., & Gegor, C. L. (2010). Buku Saku : Asuhan Kebidanan Varney
Edisi 2. Jakarta : EGC.
Kristianti, S., Suwoyo, & Pratiwi, I. Y. (2020). Pengaruh Pendidikan Kesehatan
Melalui Media Video Terhadap Kecemasan Menghadapi Persalinan Pada Ibu
Primigravida Trimester III Di Wilayah Kerja Puskesmas Blabak Kediri.
Jurnal Midwifery Update (MU), 84–92. http://jurnalmu.poltekkes-
mataram.ac.id/index.php/jurnalmu/article/view/92/77
Legawati. (2018). Asuhan Persalinan dan Bayi Baru Lahir. Malang : Wineka
Media.
Manuaba, I. A. . (2011). Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan, dan KB untuk
Pendidikan Bidan. Jakarta : EGC.
Manuaba, I. B. G. 2012. Penuntun Kepaniteraan Klinik Obstetri dan Ginekologi.
Jakarta : EGC.

Manuaba.IBG.2010.Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan & Keluarga


Berencana Untuk Pendidikan Bidan.Jakarta: EGC
Marmi, dkk.2016.Asuhan Kebidanan Patologi. Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Maryunani, A., & Puspita, E. (2013). Asuhan Kegawatdaruratan Maternal &
Neonatal. Padang : Trans Info Media.
Mitayani. (2011). Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta : Salemba Medika.
Nurasiah, A., Rukmawati, A., & Badriah, D. . (2012). Asuhan Persalinan Normal
bagi Bidan. Bandung : PT Refika Aditama.
Oktarina, M. (2015). Buku Ajar Kebidanan Persalinan dan Bayi Baru Lahir.
Yogyakarta : Deepublish.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 28 Tahun 2017 Tentang
Ijin Dan Penelenggaraan Praktik Bidan
Prawihardjo, S. 2010. Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta :
YBP-SP.
Prawirohardjo, S. (2018). Ilmu Kebidanan. Jakarta : PT Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.
Prawirohardjo, S. 2012. Ilmu KebidananJakarta : Yayasan Bina Sarwono
Prawirohardjo.
Puspitasari, E. (2020). Hubungan Dukungan Suami Dan Keluarga Dengan
Intensitas Nyeri Persalinan Kala I. Jurnal Kesehatan, 12(2), 118–124.
https://doi.org/10.23917/jk.v12i2.9768
Rochjati, P. (2011). Skrining Antenatal Pada Ibu Hamil. Jakarta : EGC.
Rukiyah, A. Y., & Yulianti, L. (2010). Asuhan Kebidanan Patologi Kebidanan.
Jakarta : Trans Info Medika.
Saifuddin. (2010). Ilmu Kebidanan, Edisi 4. Jakarta : Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.
Saifuddin, A. . (2012). Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Silfia, N. N., Pont, A. V., & Sulasmi. (2020). Pengaruh Pelaksanaan Pelvic
Rocking Dengan Birthing Ball Terhadap Pengurangan Nyeri Pinggang
Persalinan Kala I di Wilayah Puskesmas Mamboro Kota Palu. Viva Medika
Jurnal Kesehatan, Kebidanan, Dan Keperawatan, 13(2), 169–179.
http://ejournal.uhb.ac.id/index.php/VM/article/view/514/455
Siregar, W. W., Sihotang, S. H., Maharani, S., & Rohana, J. (2020). Pengaruh
Pelaksanaan Teknik Birth Ball Terhadap Kemajuan Persalinan. Jurnal
Penelitian Kebidanan & Kespro, 3(1), 76–83.
https://doi.org/10.36656/jpk2r.v3i1.426
Sulistyawati, A. (2012). Asuhan Kebidanan Pada Masa Kehamilan. Jakarta:
Salemba Media.
Sunarsih, S., & Ernawati, E. (2017). Perdedaan Terapi Massage dan Terapi
Relaksasi dalam Mengurangi Nyeri Persalinan di Bidan Praktik Swasta
(BPS) Ernawati Kecamatan Banyumas. Jurnal Kesehatan, 8(1), 8.
https://doi.org/10.26630/jk.v8i1.243
Syaifuddin, AB. 2014. Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal Dan
Neonatal.Jakarta : EGC
Trianingsih, I. (2019). Pengaruh Murotal Al Qur’an dan Dzikir terhadap Intensitas
Nyeri Kala I Persalinan. Jurnal Ilmiah Keperawatan Sai Betik, 15(1), 26.
https://doi.org/10.26630/jkep.v15i1.1283
Varney, H. (2017). Buku Ajar Asuhan Kebidanan Edisi 4 Volume 2. Jakarta :
EGC.
Wiknjosastro, H. (2012). Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono.
Yulianti, 2010.Asuhan Kebidanan IV ( Patologi kebidanan ).Jakarta : Trans infa
media

Anda mungkin juga menyukai