PENDAHULUAN
Berdasarkan penelitian World health organization (WHO), angka kematian ibu (AKI) ditahun
2013 mencapai 389 per 100.000 KH. Perempuan meninggal diakibatkan karena komplikasi
selama kehamilan, persalinan, dan nifas. Bahkan sebagian besar dari kematian ibu disebabkan
karena perdarahan dan infeksi, perdarahanan yang terjadi pada ibu diantara akibat kelainan
plasenta seperti terhambatnya kelahiran plasenta melebihi 30 menit. AKI di indonesia pada tahun
2012 adalah 359/100.000 kelahiran hidup dan angka kematian bayi (AKB) 32/1000 kelahiran
hidup (Kemenkes, 2012).
Safe motherhood merupakan upaya untuk menyelamatkan wanita agar kehmailan dan
persalinan sehat dan aman serta melahirkan bayi yang sehat.Upaya safe motherhood dicanangkan
pada tahun 1987 oleh Badan Interenasional dan Pemerintah guna meningkatkan kesadaran dunia
tentang pengaruh kematian dan kesakitan ibu serta untuk mendapatkan pemecahan masalahnya.
Tujuan utamanya adalah mengurangi kematian dan kesakiitan ibu. Upaya ini terutama ditujukan
kepada negara yang sedang berkembang karna 99% kematian ibu di dunia terjadi di negara-
Negara tersebut (Kusmiran, 2012).
Persalinan adalah proses penipisan dan membukanya leher rahim, yang diikuti oleh turunnya
janin ke jalan lahir, dan kemudian disusul oleh kelahiran, yaitu proses keluarnya bayi dari rahim.
Dimana hal ini merupakan hal yang fisiologis. Namun tidak semua proses persalinan berjalan
normal tanpa komplikasi, dan akibat dari komplikasi tersebut adalah kematian ibu.
Retensio plasenta merupakan komplikasi persalinan yang cukup serius, karena dalam waktu
singkat ibu bisa mengalami perdarahan post partum dan hal ini juga dapat menyebabkan ibu jatuh
dalam keadaan syok, anemis, infeksi, bahkan kematian. Upaya yang dilakukan dalam
menurunkan angka kejadian retensio plasenta antara lain dengan meningkatkan penerimaan
keluarga berencana sehingga memperkecil terjadinya retensio plasenta, meningkatkan penerimaan
pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan yang terlatih, pada waktu melakukan pertolongan
persalinan kala III tidak diperkenankan untuk melakukan masase dengan tujuan mempercepat
persalinan plasenta. Masase yang tidak tepat waktu dapat mengacaukan kontraksi otot rahim dan
mengganggu pelepasan plasenta (Manuaba, 2010).
I.2 Tujuan Penulisan
1. Mahasiswa mampu melaksanakan pengkajian pada ibu Inpartu Kala III Fase dengan
Retensio Plasenta, di Ruang Bersalin RS. Gambiran Tahun 2017.
2. Mahasiswa mampu melakukan menegakan diagnosa pada ibu Inpartu Kala III dengan
Retensio Plasenta, di Ruang Bersalin, RS. Gambiran, Tahun 2017.
3. Mahasiswa mampu mengidentifikasi diagnosa/masalah potensial pada ibu Inpartu Kala
III dengan Retensio Plasenta, di Ruang Bersalin, RS Gambiran, Tahun 2017.
4. Mahasiswa mampu menetapkan kebutuhan segera pada ibu Inpartu Kala III dengan
Retensio Plasenta, di Ruang Bersalin, RS. Gambiran, Tahun 2013.
5. Mahasiswa mampu menyusun rencana asuhan kebidanan/intervensi berdasarkan
diagnosa pada ibu Inpartu Kala III dengan Retensio Plasenta, di Ruang Bersalin, RS.
Gambiran Tahun 2017.
6. Mahasiswa mampu melaksanakan rencana asuhan yang telah disusun pada ibu Inpartu
Kala III dengan Retensio Plasenta, di Ruang Bersalin, RS. Gambiran, Tahun 2017.
7. Mahasiswa mampu mengevaluasi hasil asuhan kebidanan yang telah dilaksanakan
pada ibu Inpartu Kala III dengan Retensio Plasenta, di Ruang Bersalin, RS. Gambira,
Tahun 2017.
8. Mahasiswa mampu melaksanakan pendokumentasian asuhan kebidanan pada ibu
Inpartu Kala III dengan Retensio Plasenta, di Ruang Bersalin, RS. Gambiran, Tahun
2017.
I.3.1 Wawancara
Mengadakan tanya jawab langsung kepada ibu atau keluarga untuk mengetahui keluhan dan
mengumpulkan data sehingga dapat memberikan intervensi yang sesuai dengan keadaan.
I.3.2 Observasi
Melakukan pengamatan langsung dan pemeriksaan (data objektif) pada ibu inpartu kala III
dengan Retensio Plasenta, di Ruang Bersalin, RS. Gambiran, Tahun 2017.
I.3.3 Studi dokumentasi
Membaca dan mempelajari status pasien catatan medis dan catatan perkembangan yang
dapat mendukung terlaksananya asuhan dan dapat membandingkan teori dan praktek.
BAB I PENDAHULUAN
Terdiri dari latar belakang, tujuan, teknik pengambilan data dan sistematika penulisan.
Terdiri dari pengkajian, interpretasi data dasar, identifikasi diagnosa dan masalah
potensial, menetapkan kebutuhan segera, intervensi, implementasi dan evaluasi.
BAB IV PEMBAHASAN
BAB V PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Persalinan
II.1.1 Pengertian
Persalinan adalah proses dimana bayi, plasenta dan selaput ketuban keluar dari uterus
ibu (Asuhan Persalinan Normal, 2008).
Persalinan adalah rangkaian peristiwa mulai dari kenceng-kenceng teratur sampai
dikeluarkannya produk konsepsi (janin, plasenta, ketuban dan cairan ketuban) dari uterus
ke dunia luar melalui jalan lahir atau melalui jalan lain, dengan bantuan atau dengan
kekuatan sendiri (Sumarah, 2009).
Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan plasenta) yang telah
cukup bulan atau dapat hidup di luar kandungan melalui jalan lahir atau melalui jalan
lain, dengan bantuan atau tanpa bantuan (kekuatan sendiri) (Manuaba, 2010).
II.1.2 Etiologi
1. Perubahan Fisiologis
a. Perubahan tekanan darah
Tekanan darah meningkat selama kontraksi uterus dengan kenaikan sistolik
rata-rata sebesar 10-20 mmHG dan kenaikan diastolikrata-rata 5-10 mmHG.
Diantara kontraksi-kontraksi uterus, tekanan darah akan turun seperti sebelum
masuk persalinan dan akan naik lagi bila terjadi kontraksi. Perubahan metabolism
b. Perubahan suhu badan
Suhu badan akan sedikit meningkat selam persalinan,suhu mencapai tertinggi
selama persalinan dan segera setelah kelahiran.kenaikan ini dianggap normalasla
tidak melebihi 0,5-1ºC. Suhu badaan yang naik sedikit merupakan keadaan yang
wajar, namun bila keadaan ini berlangsung lama akan mengindikasikan adanya
dehidrasi.
c. Denyut jantung
Perubahan yang menyolok selama kontraksi dengan kenaikan denyut jantung,
penururnan selam acme sampai satu angka yang lebih rendah dan angka antara
kontraksi. Denyut jantung yang sedikit naik merupakan keadaan yang normal,
namun meskipun demikian harus tetap dikontrol untuk mengidentifikasikan
adanya infeksi.
d. Pernafasan
Pernafasan menjadi naik sedikit dibandingkan sebelum persalinan, kenaikan
pernafasan ini dapat disebabkan karena adanya rasa nyeri kekawatiran serta
penggunakan tehnik pernafasan yang tidak benar. Untuk itu diperlukan tindakan
untuk mengendalikan pernafasan(untuk menghindari hiperventilisasi) yang
ditandai oleh adanya persaan pusing.
e. Kontraksi uterus
Kontraksi uterus terjadi karena adanya rangsangan pada otot polos uterus dan
penurunan hormon progesteron yang menyebabkan keluarnya homon oksitosin.
Kontraksi uterus dimulai dari undus uteri menjalar kebawah, fundus uteri bekerja
kuat dan lama untuk mendorong janin ke bawah, sedangkan uterus bagian bawah
pasif hanya mengikuti tarikan dan segmen atas rahim, akhirnya menyebabkan
serviks menjadi lembek dan membuka. Kerjasama antara uterus bagian atas dan
uterus bagian bwah disebut polaritas.
f. Penarikan serviks
Pada akhir kehamilan otot yang mengelilingi ostium uteri internum ditarik
oleh segmen atas rahim yang menyebabkan serviks menjadi pendek dan menjadi
bagian dari serviks menghilang karena segmen bawah rahim. Bentuk serviks
menghilang karena canalis sevikalis membesar.
g. Pembukaan ostium uteri interna dan ostium uteri eksterna
Pembukaan serviks disebabkan oleh karena membesarnya OUE yang
melingkar disekitar ostium, dan meregang untuk dapat dilewati kepala.
Pembukaan uteri tidak saja karena penarikan SAR akan tetapi juga karena tekanan
isi uterus yaitu kepala dan kantong amnion.
h. Show
Show adalah pengeluaran dari vagina yang terdiri dari lendir yang bercampur
darah, lendir ini bersal dari ekstruksi lendir yang menyumbat canalis sevikalis
sepanjang kehamilan, sedangkan darah berasal dari desidua vera yang lepas.
2. Perubahan psikologi
a. Perasaan tidak enak
b. Takut dan ragu-ragu akan persalinan yang akan dihadapi
c. Apakah persalinannya normal
d. Menganggap persalinan sebagai percobaan
1. Diameter bipariental. Diameter bipariental yaitu jarak antara dua pariental (9,5 cm).
2. Diameter suboccipito bregmantika yaitu jarak antar pertemuan leher dan oksiput ke
bregma (ubun-ubun besar 9,5 cm).
3. Diameter occipitofrontalis. Jarak dari oksiput ke sinsipal (11,5 cm).
4. Occipitomento yaitu jarak pertemuan leher dan rahang bawah ke bregma 9,5 cm.
5. Submentobregmantik yaitu jarak pertemuan leher dan rahang bawah ke bregma 9,5
cm.
1. Engangement
Engangement pada primigravida terjadi pada bulan terakhir kehamilan,
sedangkan pada multigravida dapat terjadi pada awal persalinan. Engangement adalah
peristiwa ketika diameter bipariental melewati pintu atas panggul dengan sutura
sagitalis melintang/oblik di dalam jalan lahir dan sedikit fleksi. Masuknya kepala
akan mengalami kesulitan bila saat masuk ke dalam panggul dengan sutura sagitalis
dalam antero posterior. Jika kepala masuk ke dalam pintu atas panggul dengan sutura
sagitalis melintang di jalan lahir, tulang pariental kanan dan kiri sama tinggi, maka
keadaan ini disebut sinklitismus.
2. Penurunan Kepala
Dimulai sebelum onset persalinan/inpartu. Pertemuan kepala terjadi
bersamaan dengan mekanisme lainnya.Kekuatan yang mendukung menurut
Cuningham dalam buku Obstetri William yang diterbitkan tahun 1995 dari Ilmu
Kebidanan Varney 2002:
a. Tekanan cairan amnion
b. Tekanan langsung fundus pada bokong.
c. Kontraksi otot-otot abdomen
d. Ekstensi dan pelurusan badan janin atau tulang belakang janin
3. Fleksi
Gerakan fleksi diebabkan karena janin terus di dorong maju tetapi kepala
janin tehambat oleh serviks, dinding panggul atau dasar panggul.Pada kepala janin,
dengan adanya fleksi maka diameter oksipitobregmatika 9 cm. Posisi dagu bergeser
ke arah dada janin. Pada pemeriksaan dalam ubun-ubun kecil lebih jelas teraba
daripada ubun-ubun besar.
4. Rotasi Dalam
Rotasi dalam atau putar paksi dalam adalah pemutaran bagian terendah janin
dari posisi sebelumnya ke arah depan sampai di bawah simpisis. Bila presentasi
belakang kepala di mana bagian terendah janin adalah ubun-ubun kecil maka ubun-
ubun kecil memutar kedepan sampai berada di bawah simpisis. Gerakan ini adalah
upaya kepala janin untuk menyesuaikan dengan bentuk jalan lahir yaitu bentuk
bidang tengah dan pintu bawah panggul. Rotasi dalam terjadi bersamaan dengan
majunya kepala. Rotasi ini terjadi setelah kepala melewati Hodge III (setinggi spina)
atau setelah didasar panggul. Pada pemeriksaan dalam ubun-ubun kecil mengerah ke
jam 12.
5. Ekstensi
Gerakan ekstensi merupakan gerekan dimana oksiput berhimpit langsung
pada margo inferior simpisis pubis. Gerakan ekstensi ini mengakibatkan
bertambahnya penegangan pada perinium dan introitus vagina. Ubun-ubun kecil
semakin banyak terlihat dan sebagai hypomochlion atau pusat pergerakan maka
berangsur-angsur lahirlah ubun-ubun kecil, ubun-ubun besar, dahi, mata, hidung,
mulut, dan dagu. Pada saat kepala sudah lahir seluruhnya, dagu bayi berada di atas
anus ibu.
6. Rotasi Luar
Terjadinya gerakan rotasi luar atau putar paksi luar dipengaruhi oleh faktor-
faktor panggul, sama seperti pada rotasi dalam. Merupakan gerakan memutar ubun-
ubun kecil ke arah punggung janin, bagian belakang kepala berhadapan dengan tiber
iskhiadikum kanan atau kiri, sedangkan muka janin menghadap salah satu paha ibu.
Bila ubun-ubun kecil pada mulanya disebelah kiri maka ubun-ubun kecil akan
berputar ke arah kiri, bila pada mulanya ubun-ubun kecil disebelah kanan maka ubun-
ubun kecil berputar ke kanan.
7. Ekspulsi
Setelah terjadinya rotasi luar, bahu depan berfungsi sebagai hypomochlion
untuk kelahiran bahu belakang. Kemudian setelah kedua bahu lahir disusul lahirlah
trochanter depan dan belakang sampai lahir janin seluruhnya. Gerakan kelahiran
depan, bahu belakang, badan seluruhnya.
II.1.8 Penatalaksanaan
II.2.1 Definisi
Retensio plasenta adalah tertahannya atau belum lahirnya plasenta hingga atau waktu
setengah jam setelah bayi lahir (Prawirohardjo, 2010).
II.2.2 Etiologi
1. Fungsional
a. His kurang kuat (penyebab terpenting)
b. Plasenta sukar terlepas (plasenta adhesiva), tempatnya (insersi disudut tuba),
bentuknya (plasenta membranasea, plasenta anularis) dan ukurannya (plasenta
yang sangat kecil).
2. Patologi-anatomi
a. Plasenta akreta
b. Plasenta inkreta
c. Plasenta perkreta
d. Plasenta inkraserata
II.2.3 Penatalaksanaan retensio plasenta
a. Perdarahan
Bila retensio plasenta terdapat sedikit perlepasan hingga kontraksi terus memompa
darah tetapi bagian yang melekat membuat luka tidak menutup.
b. Infeksi
Benda mati yang tertinggal di dalam rahim meningkatkan pertumbuhan bakteri.
c. Dapat terjadi plasenta inkarserata
Dimana plasenta melekat terus sedangkan kontraksi pada ostium baik sehingga
plasenta tertahan dalam uterus.
d. Terjadi polip plasenta
Sebagai massa proliferatif yang mengalami infeksi sekunder dan nekrosis.
e. Terjadi degenerasi (keganasan) koriokarsinoma
Dengan masuknya mutagen, perlukaan yang semula fisiologik dapat berubah
menjadi patologik dan akhirnya menjadi karsinoma invasif. Sekali menjadi mikro
invasif atau invasif, proses keganasan akan berjalan terus. Sel ini tampak abnormal
tetapi tidak ganas. Para ilmuwan yakin bahwa beberapa perubahan abnormal pada
sel-sel ini merupakan langkah awal dari serangkaian perubahan yang berjalan
lambat, yang beberapa tahun kemudian bisa menyebabkan kanker. Karena itu
beberapa perubahan abnormal merupakan keadaan prekanker, yang bisa berubah
menjadi kanker.
II.3.1 Pengertian
Agar proses manajemen kebidanan pada ibu dapat dilaksanakan dengan baik maka
diperlukan langkah-langkah sistematis. Adapun langkah-langkah yang harus
dilaksanankan menurut Varney (2008), adalah sebagai berikut:
4. Langkah IV : Antisipasi
Tindakan yang dilakukan berdasarkan data baru yang diperoleh secara terus-menerus
dan dievaluasi supaya bidan dapat melakukan tindakan segera dengan tujuan agar
dapat mengatisipasi masalah yang mungkin muncul sehubungan dengan keadaan
yang dialami ibu (Varney, 2008). Dalam kasus perdarahan postpartum karena
retensio plasenta, antisipasi yang dilakukan adalah pemeriksaan keadaan umum ibu,
tanda-tanda vital (tekanan darah, nadi, respirasi, dan suhu), kontraksi uterus, dan
perdarahan, kemudian dilakukan pemberian dalam 500cc NS/RL dengan tetesan 40
tetes permenit pemberian antibiotik profilaksis (ampicilin 2 gram IV/oral +
metronidazol 1 gram per oral) serta dilakukan manual plasenta (Rohani dkk.,2011).