Anda di halaman 1dari 84

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEBIDANAN PERSALINAN


DI PUSKESMAS BANJARSARI KABUPATEN TEMANGGUNG

Untuk Memenuhi Persyaratan Target Praktik Semester I


Stage Persalinan dan BBL Program Studi Profesi Bidan

Disusun Oleh :

RAHMA SASMITA INDRANI


P1337424823271

PRODI PROFESI BIDAN JURUSAN KEBIDANAN


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG
TAHUN 2023
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan Asuhan Kebidanan Persalinan telah diperiksa dan disahkan


pada tanggal Oktober 2023

Pembimbing Klinik Praktikan

Dewi Ermawati, S.ST., M.M. Rahma Sasmita Indrani


NIP 197704262007012008 NIM P1337424823271
Mengetahui
Pembimbing Institusi

Siti Maryani, S.ST, MPH


NIP 198905252019022002
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Persalinan adalah proses dimana bayi, plasenta dan selaput ketuban
keluar dari uterus ibu. Persalinan dianggap normal jika prosesnya terjadi
pada usia kehamilan cukup bulan (setelah 37 - 42 minggu) lahir spontan
dengan presentasi belakang kepala yang berlangsung dalam 18 jam tanpa
komplikasi baik pada ibu maupun pada janin, disusul dengan
pengeluaran plasenta dan selaput janin dari tubuh ibu melalui jalan lahir,
serta berlangsung dengan bantuan atau tanpa bantuan (Ardriaansz, 2017).
Persalinan kala 1 merupakan sebagai permulaan kontraksi persalinan
sejati, yang ditandai dengan perubahan serviks yang progresif dan
diakhiri dengan pembukaan lengkap (10 centimeter). Hal ini dikenal
sebagai tahap pembukaan serviks (Varney, 2017). Persalinan kala 1
merupakan pembukaan yang berlangsung antara nol sampai pembukaan
lengkap. Lama kala 1 untuk primigravida sekitar 12 jam sedangkan pada
muntigravida berlangsung selama 8 jam. Berdasarkan kurve friedman
pembukaan primi 1 cm / jam dan multi 2cm / jam (Manuaba, 2008, Hlm
165).
Persalinan kala 2 dimulai dengan dilatasi lengkap serviks dan
diakhiri dengan kelahiran bayi. Tahap ini dikenal dengan kala ekspulsi
(Varney, 2017). Kala II persalinan dimulai dari pembukaan lengkap (10
cm) sampai dengan pengeluaran bayi. Setelah serviks membuka lengkap
janin akan segera keluar. Pada kala pengeluaran, his terkoordinir, kuat,
cepat dan lebih lama, kira-kira 2 -3 menit lamanya 60-90 detik. Kepala
janin telah turun masuk ruang panggul sehingga terjadi tekanan pada otot
– otot dasar panggul yang menimbulkan rasa mengedan. Terjadi tekanan
pada rectum, ibu merasa ingin buang air besar, dan tanda anus terbuka
(Ilmiah, 2015).
Persalinan kala 3 dimulai saat proses perlahiran bayi selesai dan
berakhir dengan lahirnya plasenta. Proses ini dikenal sebagai kala
persalinan plasenta. Kala III persalinan berlangsung rata-rata antara 5 dan
10 menit. Resiko perdarahan pada kala III ini meningkat apabila lebih
lama dari 30 menit, terutama 30 dan 60 menit (Varney, 2017). Persalinan

1
kala IV disebut juga sebagai kala pengawasan. Kala IV dimulai dari saat
lahirnya plasenta sampai 2 jam pertama postpartum.
Bila persalinan dimulai, interaksi antara passanger, passage, power,
dan psikis harus sinkron untuk terjadinya kelahiran pervaginam spontan.
Menurut WHO dari seluruh persalinan didapatkan lebih dari 80% proses
persalinan berjalan normal dan sekitar 15-20 % terjadi komplikasI
persalinan. Pada tahun 2015 angka ibu bersalin di Indonesia mencapai
5.007.191 kasus (Susetyoaji, 2017). Berdasarkan Riskesdes tahun 2018,
angka ibu bersalin di Indonesia mencapai 79% dengan proporsi 15% di
Rumah Sakit pemerintah dan 18% swasta (Kementerian Kesehatan,
2018).

B. Rumusan Masalah
Bagaimana aplikasi manajemen pemberian asuhan persalinan dan BBL di
Puskesmas Banjarsari?

C. Tujuan

1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu menjelaskan dan mengimplementasikan asuhan
kebidanan persalinan dan BBL dengan menggunakan pola pikir
manajemen kebidanan serta mendokumentasikan hasil asuhannya
dalam bentuk SOAP.
2. Tujuan Khusus
Memenuhi tugas target praktik fisiologis Program Studi Profesi
Bidan Jurusan Kebidanan, Poltekkes Kemenkes Semarang dan agar
mahasiswa mampu:
a. Melakukan pengkajian / pengumpulan data dasar pada ibu baik
data subyektif maupun data obyektif.
b. Merumuskan diagnosa dan atau masalah pada ibu.
c. Mengidentifikasi diagnosa atau masalah potensial pada ibu.
d. Mengidentifikasi dan menetapkan kebutuhan yang memerlukan
penanganan segera pada ibu.
e. Menentukan perencanaan tindakan yang akan dilakukan pada
ibu.
f. Melakukan tindakan yang telah direncanakan untuk ibu

2
g. Mengevaluasi hasil tindakan yang telah dilakukan pada ibu.
h. Melakukan pendokumentasian
i. Melakukan pemantauan ibu dan janin dengan partograf.
D. Manfaat
1. Bagi Penulis
Dapat menerapkan ilmu yang telah diperoleh serta mendapatkan
pengalaman dalam melaksanakan asuhan kebidanan secara langsung
pada ibu sehingga dapat digunakan sebagai pedoman dalam
melakukan setiap asuhan kebidanan pada ibu bersalin.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai tambahan sumber kepustakaan pada asuhan kebidanan
pada ibu bersalin fisiologis
3. Bagi Klien dan Keluarga
Klien dapat mengetahui dan memahami proses persalinan
normal, dan klien mendapatkan asuhan kebidanan yang baik
4. Bagi Lahan Praktik
Memberikan masukan terhadap tenaga kesehatan untuk lebih
meningkatkan pelayanan kesehatan bagi masyarakat dan selalu
menjaga mutu pelayanan.

3
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. TINJAUAN TEORI MEDIS


1. Pengertian
Persalinan merupakan proses membuka dan menipisnya serviks dan
jalan lahir kemudian berakhir dengan pengeluaran bayi yang cukup bulan
atau hampir cukup bulan atau dapat hidup diluar kandungan disusul
dengan pengeluaran placenta dan selaput janin dari tubuh ibu melalui jalan
lahir atau jalan lahir, dengan bantuan atau tanpa bantuan (kekuatan
sendiri) (Marmi, 2016; hal. 2).
Persalinan dianggap normal jika prosesnya terjadi pada usia
kehamilan cukup bulan (setelah 37 minggu) tanpa disertai adanya penyulit.
Persalinan dimulai (inpartu) sejak uterus berkontraksi dan menyebabkan
perubahan pada serviks (membuka dan menipis) dan berakhir dengan
lahirnya plasenta secara lengkap. Ibu belum inpartu jika kontraksi uterus
tidak mengakibatkan perubahan serviks (Marmi, 2016; hal. 2).
Persalinan dikatakan spontan jika persalinan berlangsung dengan
kekuatan ibunya sendiri dan melalui jalan lahir. Persalinan normal disebut
juga partus spontan adalah proses lahirnya bayi pada letak belakang kepala
dengan tenaga ibu sendiri, tanpa bantuan alat-alat serta tidak melukai ibu
dan bayi yang umumnya berlangsung kurang dari 24 jam (Marmi, 2016;
hal.3).
2. Bentuk Persalinan
Bentuk persalinan menurut definisi adalah sebagai berikut :
a. Persalinan spontan. Bila persalinannya seluruhnya berlangsung
dengan kekuatan ibu sendiri.
b. Persalinan buatan. Bila proses persalinan ddengan bantuan tenaga dari
luar.
c. Persalinan anjuran (partus presipitatus) disebut juga persalinan cepat,
merupakan persalinan yang terjadi setelah munculnya kontraksi
kurang dari 3 jam.
3. Teori Penyebab Bermulanya Persalinan
a. Teori Keregangan

1
1) Otot rahim mempunyai kemampuan meregang dalam batas
tertentu.
2) Setelah melewati tersebut, maka akan terjadi kontraksi sehingga
persalinan dapat dimulai (Marmi, 2016; hal.6).
b. Teori Penurunan Progesteron
1) Proses penuaan plasenta terjadi umur kehamilan 28 minggu,
dimana terjadi penimbunan jaringan ikat sehingga pembuluh darah
mengalami penyempitan dan buntu
2) Produksi progesteron mengalami penurunan sehingga otot rahim
lebih sensitif terhadap oksitosin
3) Akibatnya, otot rahim mulai berkontraksi setelah tercapai tingkat
penurunan progesteron tertentu.
c. Teori Oksitosin Internal
1) Oksitosin dikeluarkan oleh kelenjar hipofisis pars posterior
2) Perubahan keseimbangan estrogen dan progesteron dapat
mengubah sensivitas otot rahim sehingga sering terjadi kontraksi
Braxton Hicks
3) Menurunnya konsentrasi progesteron akibat tuanya usia kehamilan
menyebabkan oksitosin meningkatkan aktivitas sehingga persalinan
dimulai.
d. Teori Prostaglandin
1) Konsentrasi prostaglandin meningkat sejak umur kehamilan 15
minggu, yang dikeluarkan oleh desidua
2) Pemberian prostaglandin saat hamil dapat menimbulkan
konsentrasi otot rahim sehingga hasil konsepsi dapat dikeluarkan
3) Prostaglandin dianggap sebagai pemicu terjadinya proses
persalinan (Marmi, 2016; hal.7)
e. Tanda-Tanda Timbulnya Persalinan
Tanda-tanda inpartu antara lain:
1) Terjadinya His Persalinan
His adalah kontraksi rahim yang dapat diraba menimbulkan
rasa nyeri diperut serta dapat menimbulken pembukaan serviks
kontraksi rahim dimulai pada 2 face maker yang letaknya didekat
cornu uteri. His menimbulkan pembukaan serviks dengan
kecepatan tertentu disebut his efektif. His efektif mempunyai sifat:

2
adanya dominan kontraksi uterus pada fundus uteri, kondisi
berlangsung secara sinkron dan harmonis, adanya intensitas
kontraksi yang maksimal diantara dua kontraksi, irama teratur dan
frekuensi yang kian sering, lama his berkisar 45-65 detik (Marmi,
2016; hal.9).
Pengaruh his sehingga dapat menimbulkan: terhadap desakan
daerah uterus (meningkat), terhadap janin (penurunan), terhadap
korpus uteri (dinding menjadi tebal), terhadap kanalis servikalis
(effacement dan pembukaan) (Marmi, 2016; hal.10).
His persalinan memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a) Pinggangnya terasa sakit dan menjalar ke depan
b) Sifat his teratur, interval semakin pendek, dan kekuatan semakin
besar
c) Terjadi perubahan pada serviks
2) Keluarnya Lendir Bercampur Darah (Show)
Lendir berasal dari pembukaan yang menyebabkan lepasnya
lendir berasal dari kanalis servikalis. Sedangkan pengeluaran darah
disebabkan robeknya pembuluh darah waktu serviks membuka
(Marmi, 2016; hal.10).
3) Ketuban Pecah
Sebagian ibu hamil mengeluarkan air ketuban akibat
pecahnya selaput ketuban. Jika ketuban sudah pecah maka
ditargetkan persalinan dapat berlangsung dalam 24 jam. Namun
apabila tidak tercapai maka persalinan harus diakhiri dengan
tindakan tertentu, misalnya ekstraksi vakum atau section caesaria
(Marmi, 2016; hal.10).
4) Dilatasi dan effacement
Dilatasi adalah terbukanya kanalis servikalis secara
berangsur-angsur akibat pengaruh his. Effacement adalah
pendataran atau pemendekan kanalis servikalis yang semula
panjang 1-2 cm menjadi hilang sama sekali, sehingga hanya tinggal
ostium yang tipis seperti kertas (Marmi, 2016; hal.11).
4. Penilaian Masuk dan Turunnya Kepala di Rongga Panggul
Penilaian penurunan kepala janin dilakukan dengan menghitung
proporsi bagian terbawah janin yang masih berada di atas tepi atas simfisis

3
dan dapat diukur dengan lima jari tangan pemeriksa (perlimaan). Bagian
diatas simfisi adalah proporsi yang belum masuk pintu atas panggul dan
sisanya (tidak teraba) menunjukkan sejauh mana bagian terbawah janin
telah masuk kedalam rongga panggul.
Penurunan bagian terbawah janin dengan perlimaan adalah :
a. 5/5: Jika bagian terbawah janin seluruhnya teraba diatas simfisis
pubis.
b. 4/5: Jika sebagian (1/5) bagian terbawah janin telah memasuki pintu
atas panggul ( PAP)
c. 3/5: Jika sebagian (2/5) bagian terbawah janin telah memasuki rongga
panggul.
d. 2/5: Jika hanya sebagian dari bagian terbawah janin masih berasa
diatas simfisis dan 3/5 bagian telah turun melewati bidang tengah
rongga panggul (tidak dapat digerakan)
e. 1/5: Jika hanya 1dari 5 jari masih dapat meraba bagian terbawah janin
yang berada diatas simfisis dan 4/5 bagian telah turun kerongga
panggul.
f. 0/5: Bagian terbawah janin sudah tidak dapat diraba dari pemeriksaan
luar dan seluruh bagian terbawah janin sudah masuk ke dalam rongga
panggul (Indrayani, 2016).

Gambar Penurunan Kepala Janin (Fibrila, 2013)


5. Tahapan Persalinan
a. Persalinan Kala I
1) Pengertian
Inpartu ditandai dengan keluarnya lendir bercampur darah
karena serviks mulai membuka dan mendatar. Darah berasal dari
pecahnya pembuluh darah kapiler sekitar kanalis servikalis karena
pergeseran-pergeseran, ketika serviks mendatar dan membuka.

4
Kala I persalinan dimulai sejak terjadinya kontraksi uterus
dan pembukaan serviks, hingga mencapai pembukaan lengkap (10
cm). (Marmi, 2016; hal.11).
Kala I (pembukaan) dimulai saat persalinan sampai
pembukaan lengkap (10cm). Kala I dinamakan pula kala
pembukaan. menurut Hidayat (2010) pada fase aktif, frekuensi dan
lama kontraksi uterus umumnya meningkat (kontraksi dianggap
adekuat atau memadai jika terjadi tiga kali atau lebih dalam waktu
10 menit dan berlangsung selama 40 detik atau lebih), serviks
membuka dari 4 ke 10 cm, biasanya dengan kecepatan 1 cm atau
lebih per jam hingga pembukaan lengkap (10cm), terjadi
penurunan bagian terbawah janin. Pada primigravida kala I
berlangsung kira kira 13 jam dan pada multigravida kira kira 7 jam.
(Febrianti, Aslina. 2018. Hal 33).

Persalinan kala I dibagi menjadi dua fase, yaitu fase laten dan fase
aktif.
a) Fase laten, dimana pembukaan serviks berlangsung lambat
dimulai sejak awal kontraksi yang menyebabkan penipisan dan
pembukaan secara bertahap sampai pembukaan 3 cm,
berlangsung dalam 7-8 jam.
b) Fase aktif (pembukaan serviks 4-10 cm), berlangsung selama 6
jam dan dibagi dalam 3 subfase.
(1) Periode akselerasi, berlangsung selama 2 jam, pembukaan
menjadi 4 cm.
(2) Periode dilatasi maksimal, berlangsung selama 2 jam,
pembukaan berlangsung cepat menjadi 9 cm.
(3) Periode deselarasi, berlangsung lambat, dalam 2 jam
pembukaan menjadi 10 cm atau lengkap.
Pada fase aktif persalinan, frekuensi dan lama kontraksi
uterus umumnya meningkat (kontraksi dianggap adekuat jika
terjadi tiga kali atau lebih dalam waktu 10 menit dan
berlangsung selama 40 detik atau lebih) dan terjadi penurunan
bagian terbawah janin. Berdasarkan kurve Friedman,

5
diperhitungkan pembukaan pada primigravida 1cm/jam dan
pembukaan multigravida 2cm/jam (Marmi, 2016; hal.11).
Mekanisme membukanya serviks berbeda antara
primigravida dan multigravida. Pada primigravida, ostium uteri
internum akan membuka lebih dahulu, sehingga serviks akan
mendatar dan menipis, kemudian ostium uteri internum sudah
sedikit terbuka. Ostium uteri internum dan eksternum serta
penipisan dan pendataran serviks terjadi dalam waktu yang
sama. Kala I selesai apabila pembukaan serviks telah lengkap. k
12 jam, sedangkan pada multi gravida kira-kira 7 jam.

Faktor yang mempengaruhi membukanya serviks:


a) Otot-otot serviks menarik pada pinggir ostium dan
membesarkannya
b) Waktu kontraksi, segmen bawah rahim dan serviks diregang
oleh isi rahim terutama oleh air ketuban dan ini menyebabkan
tarikan pada serviks.
c) Waktu kontraksi, bagian dari selaput yang terdapat diatas
kanalis servikalis adalah yang disebut ketuban, menonjol
kedalam kanalis servikalis dan membukanya (Marmi, 2016;
hal.12).
2) Perubahan Fisiologis Persalinan Kala I
Sejumlah perubahan fisiologis yang normal akan terjadi
selama persalinan, hal ini bertujuan untuk mengetahui perubahan
yang dapat dilihat secara klinis, bertujuan untuk dapat secara tepat
dan cepat menginterpretasikan tanda-tanda, gejala tertentu dan
penemuan perubahan fisik dan laboratorium apakah normal atau
tidak selama persalinan Kala I.
a) Perubahan Tekanan Darah
Tekanan darah meningkat selama kontraksi uterus dengan
kenaikan sistolik rata-rata sebesar 10-20 mmHg dan kenaikan
diastolic rata-rata 5-10 mmHg. Diantara kontraksi uterus,
tekanan darah akan turun seperti sebelum masuk persalinan dan
akan naik lagi bila terjadi kontraksi. Selain karena fackor

6
kontraksi dan faktor psikis, posisi tidur terlentang selama
bersalin akan menyebabkan uterus dan isinya (janin, cairan
ketuban, plasenta dan lain-lain) menekan vena cava inferior, hal
ini menyebabkan turunnya aliran darah dari sirkulasi ibu ke
plasenta (Marmi, 2016; hal. 102).
b) Perubahan Metabolisme
Selama persalinan baik metabolism karbohidrat aerob
maupun anaerob akan naik secara perlahan. Kenaikan ini
sebagian besar disebabkan oleh karena kecemasan serta kegiatan
otot kerangka tubuh. Kegiatan metabolism yang meningkat
tercermin dengan kenaikan suhu badan, denyut nadi, pernapasan
kardiak output dan kehilangan cairan (Marmi, 2016; hal. 102).
c) Perubahan Suhu Badan
Suhu badan akan sedikit meningkat selama persalinan, dan
segera setelah kelahiran. Kenaikan ini dianggap normal asal
tidak melebihi 0,5-1 derajat celcius, karena hal ini
mencerminkan terjadinya metabolism (Marmi, 2016; hal. 102).
d) Denyut Jantung
Perubahan yang mencolok selama kontraksi disertai
peningkatan selama fase peningkatan, penurunan selama titik
puncak sampai frekuensi di antara kontraksi, dan peningkatan
selama fase penurunan hingga mencapai frekuensi lazim
diantara kontraksi. Penurunan yang mencolok selama puncak
kontraksi uterus tidak terjadi jika wanita berada di posisi miring
bukan terlentang. Pada setiap kontraksi, 400ml darah
dikeluarkan dari uterus dan masuk ke dalam system vaskuler
ibu. Hal ini akan meningkatkan curah jantung sekitar 10%
sampai 15% pada tahap pertama persalinan dan sekitar 30%
sammpai 50% pada tahap kedua persalinan (Marmi, 2016; hal.
103).
e) Pernapasan
Pernapasan terjadi kenaikan sedikit disbanding dengan
sebelum persalinan. Kenaikan pernapasan ini dapat disebabkan
karena adanya rasa nyeri, kekhawatiran serta penggunaan teknik
pernapasan yang tidak benar (Marmi, 2016; hal. 104).

7
f) Perubahan Renal
Polyuri seiring terjadi selama persalinan, hal ini disebabkan
oleh kardiak output yang meningkat, serta disebabkan karena
filtrasi glomelurus serta aliran plasma dan renal. Polyuria tidak
begitu terlihat dalam posisi terlentang, yang mempunyai efek
mengurangi urine selama kehamilan. Kandung kencing harus
dikontrol (setiap 2 jam) yang bertujuan agar tidak menghambat
penurunan bagian terendah janin dan trauma pada kandung
kemih serta menghindari retensi urine setelah melahirkan. Hal
ini bermakna bahwa kandung kemih harus sering dievaluasi
(setiap dua jam) untuk mengetahui adanya distensi juga harus
dikosongkan untuk mencegah :
(1) Obstruksi persalinan akibat kandung kemih penuh, yang
akan mencegah penurunan bagian presentasi janin
(2) Trauma pada kandung kemih akibat penekanan yang lama
(Marmi, 2016 hal. 105)
g) Perubahan Gastointestional
Motilitas dan absorpsi lambung terhadap makanan padat
jauh berkurang. Apabila kondisi ini diperburuk oleh penurunan
lebih lanjut sekresi asam lambung selama persalinan, maka
saluran cerna bekerja dengan lambat sehingga waktu waktu
pengosongan lambung menjadi lebih lama (Marmi, 2016; hal.
105).
h) Perubahan Hematologis
Hemoglobin rata-rata 1,2 gr/100ml selama persalinan dan
kembali ke kadar sebelum persalinan pada hari pertama pasca
partum jika tidak ada kehilangan darah yang abnormal. Waktu
koagulasi darah berkurang dan terdapat peningkatan fibrinogen
plasma lebih lanjut selama persalinan (Marmi, 2016; hal. 106).
i) Perubahan Uterus dan Jalan lahir dalam Persalinan Kontraksi
Uterus
Selama persalinan, uterus berubah bentuk menjadi dua
bagian yang berbeda. Segmen atas yang berkontraksi secara
aktif menjadi lebih tebal ketika persalinan berlangsung. Bagian
bawah relative pasif dibandingkan dengan segmen atas, dan

8
bagian ini berkembang menjadi jalan lahir yang berdinding jauh
lebih tipis. Segmen bawah uterus analog dengan ismus uterus
yang melebar dan menipis pada perempuan yang tidak hamil.
Segmen bawah uterus analog dengan ismus uterus yang melebar
dan menipis pada perempuan yang tidak hamil. Segmen bawah
secara bertahap terbentuk ketika kehamilan bertambah tua dan
kemudian menipis sekali pada saat persalinan. Dengan palpasi
abdomen kedua segmen dapat dibedakan ketika terjadi
kontraksi, sekalipun selaput ketuban belum pecah (Marmi,
2016; hal. 107).
3) Perubahan Psikologis Kala I
a) Fase Laten
Pada fase ini wanita mengalami emosi yang bercampur
aduk, wanita merasa gembira, bahagia dan bebas karena
kehamilan dan penantian yang panjang akan segera berakhir,
tetapi ia mempersiapkan diri sekaligus memiliki kekhawatiran
tentang apa yang akan terjadi. Secara umum, dia tidak terlalu
merasa tidak nyaman dan mampu menghadapi situasi tersebut
dengan baik. Namun untuk wanita yang tidak pernah
mempersiapkan diri terhadap apa yang akan terjadi, fase laten
persalinan akan menjadi waktu banyak berteriak dalam
ketakutan bahkan pada kontraksi yang paling ringan sekalipun
dan tampak tidak mampu mengatasi. (Marmi, 2016; hal. 117).
b) Fase Aktif
Pada fase ini kontraksi uterus akan meningkat secara
bertahap dan ketakutan wanita pun meningkat. Pada saat
kontraksi semakin kuat, lebih lama dan terjadi lebih sering,
semakin jelas baginya bahwa semua itu berada di luar
kendalinya. Dengan kenyataan ini, ia menjadi lebih serius.
Wanita ingin seseorang mendampinginya karena ia takut
ditinggal sendiri dan tidak mampu mengatasi kontraksi yang
diatasi. (Marmi, 2016; hal. 118)
c) Fase Transisi
Pada fase ini ibu merasakan perasaan gelisah yang
mencolok rasa tidak nyaman menyeluruh, bingung, frustasi,

9
emosi meledak akibat keparahan kontraksi, kesadaran terhadap
martabat diri menurun drastic, mudah marah, menolak hal-hal
yang ditawarkan kepadanya, rasa takut cukup besar. Dukungan
yang diterima atau tidak diterima oleh seseorang wanita di
lingkungan tempatnya melahirkan, termasuk dari mereka yang
mendampinginya, sangat mempengaruhi aspek psikologisnya
pada saat kondisinya sangat rentan setiap kali timbul kontraksi
juga pada saat nyerinya timbul secara kontinyu. Beberapa
keadaan dapat terjadi pada ibu dalam persalinan, terutama pada
ibu yang pertama kali bersalin yaitu perasaan tidak enak dan
kecemasan, takut dan ragu-ragu akan persalinan yang dihadapi,
menganggap persalinan sebagai cobaan, apakah bayi normal
atau tidak, apakah ia sanggup merawat bayinya. (Marmi, 2016;
hal. 119).
4) Pemenuhan Kebutuhan Fisik dan Psikologis Ibu dan Keluarga
Pemenuhan kebutuhan fisik dan psikologis ibu dan keluarga,
bisa dengan cara :
a) Bantulah ibu dalam persalinan jika ia tampak gelisah, ketakutan
dan kesakitan :
(1) Berilah dukungan dan yakinkan dirinya
(2) Beri informasi mengenai proses dan kemajuan
persalinannya
(3) Dengarkan keluhannya dan cobalah untuk lebih sensitive
terhadap perasaannya
b) Jika ibu tampak kesakitan, dukungan yang dapat diberikan :
(1) Perubahan posisi
(2) Jika ingin ditempat tidur anjurkan untuk miring ke kiri
(3) Ajaklah orang yang menemani untuk memijat punggung
atau membasuh mukanya diantara kontraksi
(4) Ibu diperbolehkan melakukan aktifitas sesuai dengan
kesanggupannya
(5) Ajarkan tekhnik bernafas : menarik nafas panjang, menahan
nafasnya sebentar kemudian dilepaskan dengan cara meniup
udara ke luar sewaktu terasa kontraksi.
c) Jaga hak dan privasi ibu dalam persalinan

10
d) Menjelaskan mengenai kemajuan persalinan dan perubahan
yang terjadi serta prosedur yang akan dilaksanakan dan hasil-
hasil pemeriksaan
e) Membolehkan ibu untuk mandi dan membasuh sekitar
kemaluannya setelah BAB/BAK
f) Berhubung ibu biasanya merasa panas dan banyak keringat,
atasi dengan cara : gunakan kipas angin/AC dalam kamar,
menggunakan kipas biasa, menganjurkan ibu untuk mandi
sebelumnya.
g) Untuk memenuhi kebutuhan energi dan mencegah dehidrasi
berikan cukup minum.
h) Sarankan ibu untuk berkemih sesering mungkin.
(Marmi, 2016; hal. 164).
5) Memberikan Asuhan Sayang Ibu
a) Memberikan dukungan emosional
b) Membantu pengaturan posisi
c) Memberikan cairan dan nutrisi
d) Keleluasaan untuk ke kamar mandi secara teratur
e) Pencegahan infeksi
6) Deteksi Dini Masa Persalinan Kala I
Pada saat memberikan asuhan bagi ibu bersalin, penolong
harus selalu waspada terhadap kemungkinan timbulnya masalah
atau penyulit. Langkah dan tindakan yang akan dipilih sebaiknya
dapat memberi manfaat dan memastikan bahwa proses persalinan
akan berlangsung aman dan lancar sehingga akan berdampak baik
terhadap keselamatan ibu dan bayi yang akan dilanjutkan.
b. Persalinan Kala II (kala pengeluaran janin)
1) Pengertian Kala II
Kala II persalinan dimulai ketika pembukaan serviks sudah
lengkap (10cm) sampai bayi lahir. Proses ini biasanya berlangsung
2 jam pada primigravida dan 1 jam pada multigravida
(Prawirohardjo, 2010).
Menurut Prawirohardjo (2012), beberapa tanda dan gejala
persalinan kala II yaitu :
a) Ibu merasakan ingin mengejan bersamaan terjadinya kontraksi

11
b) Ibu merasakan peningkatan tekanan pada rectum atau vaginanya
c) Perineum terlihat menonjol
d) Vulva vagina dan sfingter ani terlihat membuka
e) Peningkatan pengeluaran lendir darah.
Pada kala II, his terkoordinir, kuat, cepat dan lama, kira-kira
2-3 menit sekali. Ibu mengalami nyeri somatik atau nyeri perineum
yang timbul akibat peregangan jaringan perineum karena
penekanan oleh bagian terendah janin. Impuls nyeri selama tahap
kedua disalurkan melalui S1-4 (tulang sakrum 1-4). Pada tahap
kedua ini koping individu sudah tidak efektif. Fokus ibu pada
keinginan fisiologis untuk mengedan. Pada awalan tahap kedua
(pembukaan lengkap) biasanya ibu bersalin menjadi mudah marah
dan tersinggung, komunikasi tidak jelas akibat nyeri yang semakin
berat (Bobak, Lowdermilk, 2012).
Pada kala II persalinan, nyeri tambahan disebabkan oleh
regangan dan robekan jaringan misalnya pada perineum dan
tekanan pada otot skelet perineum. Nyeri diakibatkan oleh
rangsangan struktur somatik superfisial dan digambarkan sebagai
nyeri yang tajam dan terlokalisasi, terutama pada daerah yang
disuplai oleh saraf pudendus (Mander, 2012).
Dengan his mengedan yang terpimpin akan lahir kepala
dengan diikuti seluruh badan janin. Kala II pada primi: 1 ½ - 2 jam,
pada multi ½ - 1 jam (Mochtar, 2012).
2) Gejala Utama Kala II
Menurut Jenny (2013), gejala utama kala II adalah sebagai berikut :
a) His semakin kuat, dengan interval 2 sampai 3 menit, dengan
durasi 50-100 detik.
b) Menjelang akhir kala I, ketuban pecah yang ditandai
pengeluaran secara mendadak.
c) Ketuban pecah pada pembukaan mendekati lengkap diikuti
keinginan mengejan.
d) Ibu merasakan keinginan untuk mengedan bersamaan dengan
adanya kontraksi.
e) Ibu merasakan adanya peningkatan tekanan pada rectum
dan/atau vaginanya.

12
f) Perineum menonjol.
g) Vulva-vagina dan sfingter ani membuka.
h) Meningkatnya pengeluaran lendir campur darah.
Pada kala II mungkin merubah tekanan maternal yang efektif
dan pentingnya posisi adalah bahwa posisi mengarahkan usaha
penekanan ibu pada arah penekanan yang benar (Varney, 2007).
Secara teori bahwa posisi dorsal recumbent pada persalinan kala II
mempunyai keuntungan antara lain menurunkan trauma perineum /
vagina.
3) Faktor Yang Mempengaruhi Persalinan
a) Passage (Jalan Lahir)
Jalan lahir terdiri dari panggul ibu, yakni bagian tulang padat,
dasar panggul, vagina, dan introitus (lubang luar vagina).
Meskipun jaringan lunak, khususnya lapisan-lapisan otot dasar
panggul ikut menunjang pengeluaran bayi, tetapi panggul ibu
jauh lebih berperan dalam proses persalinan.
Bidang-Bidang Hodge
Bidang hodge adalah bidang semu sebagai pedoman untuk
menentukan kemajuan persalinan yaitu seberapa jauhpenuruna
kepala melalui pemeriksaan dalam/ vagina toucher (VT).
Adapun bidang hodge sebagai berikut :
(1) Hodge I : Bidang yang setinggi pintu atas panggul
(PAP) yang dibentuk oleh promontorium, artikulasio
sakro-illiaka, syap sacrum, linea inominata, ramus superior
os pubis, tepi atas symfisis pubis.
(2) Hodge II : Bidang setinggi pinggir bawah symfisis
pubis berhimpit dengan PAP (hodge I).
(3) Hodge III : Bidang setinggi spina ischiadika berhimpit
dengan PAP (HodgeI).
(4) Hodge IV : Bidang setinggi ujung os cocsygis
berhimpit dengan PAP (Hodge I).
b) Passenger (Janin dan Plasenta)
Passenger atau janin bergerak sepanjang jalan lahir merupakan
akibat interaksi beberapa faktor, yakni ukuran kepala janin,
presentasi, letak, sikap, dan posisi janin.

13
(1) Presentasi Janin
Presentasi adalah bagian janin yang pertama kali memasuki
pintu atas panggul dan terus melalui jalan lahir saat
persalinan mencapai aterm. Tiga presentasi janin yang
utama ialah : kepala (96 %); Sungsang (3%); Bahu (1%).
Bagian Presentasi ialah bagian tubuh janin yang pertama
kali teraba oleh jari pemeriksa saat melakukan pemeriksaan
dalam. Faktor-faktor yang mempengaruhi bagian presentasi
ialah letak janin, sikap janin, dan ekstensi atau fleksi kepala
janin,
(2) Letak Janin
Letak adalah hubungan antara sumbu panjang (punggung)
janin terhadap sumbu panjang (punggung) ibu. Ada dua
macam letak :
 Memanjang atau vertikal, dimana sumbu panjang janin
paralel dengan sumbu panjang ibu
 Melintang atau horisontal, dimana sumbu panjang janin
membentuk sudut terhadap sumbu panjang ibu.Letak
memanjang dapat berupa presentasi kepalan atau
resentasi sacrum.
(3) Sikap Janin
Sikap adalah hubungan bagian tubuh janin yang satu
dengan bagian yang lain. Hal ini akibat penyesuaian janin
terhadap bentuk rongga rahim. Pada kondisi normal
punggung janin sangat fleksi ke arah dada, dan paha fleksi
kearah sendi lutut disebut fleksi umum. Tangan disilang di
depan toraks dan tali pusat terletak diantara lengan dan
tungkai. Penyimpangan sikap normal dapat menimbulkan
kesulitan saat kelahiran.Diameter biparietal ialah diameter
lintang terbesar kepala janin. Kepala dalam sikap pleksi
sempurna memungkinkan diameter sukoksipitobregmatika
(diameter terkecil) memasuki panggul sejati dengan mudah
(4) Posisi Janin
Posisi ialah hubungan antara bagian presentasi (oksiput,
sakrum, mentum (dagu) sinsiput, (puncak kepala yang

14
defleksi/ menengadah) terhadap 4 kuadran panggul ibu.
Posisi dinyatakan dengan singkatan yang terdiri dari hurup
pertama masing- masing kata kunci; OAKa = posisi
Oksipitoanterior kanan. Engagement menunjukan bahwa
diameter tranversa terbesar bagian presentasi telah
memasuki pintu atas panggul. Pada presentasi kepala fleksi
dengan benar diameter bivarietal (9,25 cm) merupakam
diameter terlebar. Engagement dapat diketahui melalui
pemeriksaan abdoment atau pemeriksaan dalam.Stasiun
adalah hubungan antara bagian presentasi janin dengan
garis imajiner (bayangan) yang ditarik dari spina iskiadika
ibu, statiun dinyatakan dalam centimeter, yakni diatas atau
dibawah spina.
(5) Plasenta
Karena plasenta juga harus melalui jalan lahir, ia juga
dianggap sebagai penumpang yang menyertai janin. Namun
plasenta jarang menghambat proses persalinan pada
persalinan normal.
(6) Air Ketuban
Waktu persalinan air ketuban membuka servik dengan
mendorong selaput janin kedalam ostium uteri, bagian
selaput anak yang diatas ostium uteri yang menonjol waktu
his disebut ketuban. Ketuban inilah yang membuka serviks.
c) Power (Kekuatan)
Kontraksi involunter dan volunter secara bersamaan untuk
mengeluarkan janin dan plasenta dari uterus.Kontraksi
involunter disebut kekuatan primer, menandai dimulainya
persalinan. Apabila serviks berdilatasi usaha volunter dimulai
untuk mendorong, yang disebut kekuatan sekunder, yang
memperbesar kekuatan kontraksi involunter
(1) His/ Kekuatan Primer
His atau kekuatan primer berasal dari titik pemicu tertentu
terdapat pada penebalan lapisan otot disegmen uterus
bagian atas, dari titik pemicu, kontraksi dihantar keuterus
bagian bawah dalam bentuk gelombang, diselingi periode

15
istirahat singkat.Digunakan untuk menggambar kontraksi
involunter ini frekuensi (waktu antar kontraksi yaitu waktu
antara awal suatu kontraksi dan awal kontraksi berikutnya);
durasi (lama kontraksi); dan intensitas (kekuatan kontraksi).
(2) Tenaga Mengejan (Kekuatan Sekunder)
Segera setelah bagian presentasi mencapai dasar panggul,
sifat kontraksi berubah, yakni bersifat mendorong keluar.
Ibu ingin mengedan, usaha mendorong kebawah (kekuatan
sekunder) dibantu dengan usaha volunter yang sama dengan
yang dilakukan saat buang air besar (mengedan).
Digunakan otot- otot diafragma dan abdomen ibu
berkontraksi dan mendorong keluar isi jalan lahir.Hal ini
meningkatkan tekanan intra abdomen. Tekanan ini menekan
uterus pada semua sisi dan menambah kekuatan untuk
mendorong keluar
d) Posisi Ibu
Posisi ibu mempengaruhi adaptasi anatomi dan fisiologi
persalinan.posisi tegak meliputi berdiri, berjalan, duduk,
jongkok. Posisi tegak memberi keuntungan yaitu,
memungkinkan gaya gravitasi membantu penurunan janin,
kontraksi uterus lebih kuat, mengurangi insiden penekanan tali
pusat, menguntungkan curah jantung pada kondisi normal
sehingga karena mengurangi adanya penekanan pembuluh
darah.
e) Psikologis
Wanita bersalin biasanya akan mengutarakan kekhawatirannya
jika ditanya. Perilaku dan penampilan wanita serta pasangannya
merupakan petunjuk berharga tentang jenis dukungan yang
diperlukannya. Dukungan psikologis dari orang-orang terdekat
akan membantu memperlancarkan proses persalinan yang
sedang berlangsung. Dengan kondisi psikologis yang positif
proses persalinan akan berjalan lebih mudah.

4) Mekanisme persalinan pada kala II terjadi sebagai berikut :

16
Mekanisme persalinan normal adalah putaran dan
penyesuaian lain yang terjadi pada proses kelahiran manusia. Tujuh
gerakan kondisi presentasi puncak kepala pada mekanisme
persalinan adalah engagement, descent ( penurunan), fleksi, putar
paksi dalam, ekstensi, putar paksi luar dan akhirnya kelahiran
melalui ekspulsi.
a) Engagement
Kepala dikatakan telah menancap (engager) pada pintu atas
panggul apabila diameter biparietal kepala melewati pintu atas
panggul. Pada nulipara, hal ini akan terjadi sebelum persalinan
aktif dimulai karena otot-otot abdomen masih tegang sehingga
bagian presentasi terdorong ke dalam panggul. Pada multipara
yang otot-otot abdomennya lebih kendur kepala seringkali tetap
dapat digerakan diatas permukaan panggul sampai persalinan
dimulai (Marmi, 2016; hal. 186).
b) Descent
Pada primigravida, masuknya kepala kedalam pintu atas
panggul biasanya sudah terjadi pada bulan terakhir dari
kehamilan, tetapi pada multigravida biasanya baru terjadi pada
permulaan persalinan. Masuknya kepala dalam PAP, biasanya
dengan sutura sagitalis melintang dan dengan fleksi yang ringan.
Masuknya kepala melewati pintu atas panggul, dapat dalam
keadaan sinklitismus yaitu bila sutura sagitalis terdapat
ditengah-tengah jalan lahir tepat diantara simipisis dan
promontorium.
Jika sutura sagitalis agak kedepan mendekati simpisis atau agak
ke belakang mendekati promontorium, maka dikatakan kepala
dalam keadaan asinklitismus, ada 2 jenis yaitu:

(1) Asinklitismus posterior


Bila sutura sagitalis mendekati simpisis dan os parietal
belakang lebih rendah dari os parietal depan.
(2) Asinklitismus anterior

17
Bila sutura sagitalis mendekati promontorium sehingga os
parietal depan lebih rendah dari os parietal belakang.
Derajat sedang asinklitismus pasti terjadi pada persalinan
normal, tetapi kalau berat gerakan ini dapat menimbulkan
disproporsi sepalopelvik dengan panggul yang berukuran
normal sekalipun.
Penurunan kepala lebih lanjut terjadi pada kala I dan kala II
persalinan. Hal ini disebabkan karena adanya kontraksi dan
retraksi dari segmen atas rahim, yang menyebabkan tekanan
langsung fundus pada bokong janin. Dalam waktu yang
bersamaan terjadi relaksasi dari segmen bawah rahim sehingga
terjadi penipisan dan dilatasi servik. Keadaan ini menyebabkan
bayi terdorong kedalam jalan lahir. Penurunan kepala ini juga
disebabkan karena tekanan cairan intra uterine, kekuatan
mengejan atau adanya kontraksi otot-otot abdomen, kontraksi
diafragma dan melurusnya badan anak (Marmi, 2016; hal. 186-
187).
c) Fleksi
Dengan majunya kepala biasanya juga fleksi bertambah hingga
ubun-ubun kecil jelas lebih rendah dari ubun ubun besar.
Keuntungan dari bertambahnya fleksi ialah ukuran kepala yang
lebih kecil melalui jalan lahir yaitu diameter suboccipito
bregmatika (9,5 cm). Fleksi ini disebabkan karena anak
didorong maju dan sebaliknya mendapat tahanan dari pinggir
atas panggul, cerviks, dinding panggul atau dasar panggul
Marmi, 2016, hal. 187-188).

d) Putaran paksi dalam


Yang dimaksud dengan putaran paksi dalam adalah pemutaran
dari bagian depan memutar kedepan kebawah simpisis. Putaran
paksi dalam mutlak perlu untuk kelahiran kepala karena putaran
paksi merupakan suatu usaha untuk menyesuaikan posisi kepala
dengan bentuk jalan lahir khususnya bentuk bidang tengah dan
pintu bawah panggul. Sebab-sebab putaran paksi dalam:

18
(1) Pada letak fleksi, bagian belakang kepala merupakan bagian
terendah kepala.
(2) Bagian terendah dari kepala mencari tahanan yang paling
sedikit terdapat sebelah depan atas dimana terdapat meatus
genitalis antara muskulus levator ani kiri dan kanan.
(3) Ukuran terbesar dari bidang tengah panggul adalah diameter
antero posterior (Marmi, 2016; hal. 188).
e) Ekstensi
Setelah putaran paksi selesai dan kepala sampai didasar panggul
terjadilah ekstensi dari kepala. Hal ini disebabkan karena sumbu
jalan lahir pada pintu bawah panggul mengarah ke depan dan
atas sehingga kepala harus mengadakan ekstensi untuk
melaluinya. Pada kepala bekerja kekuatan, yang 1 mendesak
kebawah dan yang 1 disebabkan tahanan dasar panggul yang
menolaknya keatas. Resuitantenya adalah kekuatan ke arah
depan atas. Setelah subocciput tertahan pada pinggir bawah
simpisis maka yang dapat maju karena kekuatan tersebut diatas
bagian yang berhadapan dengan subociput, maka lahirlah
berturut-turut pada pinggir atas perineum ubun-ubun besar, dahi,
hidung, mulut dan akhirnya dagu dengan gerakan ekstensi
(Marmi, 2016; hal. 189).
f) Putar paksi luar
Setelah kepala lahir maka kepala anak memutar kembali ke arah
punggung anak untuk menghilngkan torsi pada leher yang
terjadi karena putaran paksi dalam. Gerakan ini disebut putaran
resisutasi. Selanjutnya putaran diteruskan hingga belakang
kepala berhadapan dengan tuber ischiadium sepihak. Gerakan
yang terakhir ini adalah putaran paks luar yang sebenarnya dan
disebabkan karena ukuran bahu menempatkan diri dalam
diameter anteroposterior dari pintu bawah panggul (Marmi,
2016; hal. 189).
g) Ekspulsi
Setelah putaran paksi luar bahu depan ampai dibaah simpisis
dan menjadi hypochlion untuk melahirkan bahu belakang.
Kemudian bahu depan menyusul dan selanjutnya seluruh badan

19
anak lahir searah dengan paksi jalan lahir (Marmi, 2016; hal.
186-187).
Tabel. Pemantauan Kala II
Kemajuan Kondisi Ibu Kondisi Janin
Persalinan

Usaha Periksa nadi dan Periksa detak


mengedan tekanan darah setiap jantung janin setiap
Palpasi 30 menit 15 menit atau lebih
kontraksi Respon keseluruhan sering dilakukan
uterus : pada kala II : dengan makin
(kontrol tiap 1.Perubahan dekatnya kelahiran,
10 menit) sikap/perilaku Penurunan presentasi
Frekuensi, 2.Keadaan dehidrasi Warna cairan
lamanya, 3.Tingkat tenaga tertentu
kekuatan (yang dimiliki)
(Yayasan Bina Pustaka, 2009)
5) Asuhan Kala II
Menurut Yayasan Bina Pustaka (2009), tentang asuhan yang
di berikan kepada ibu antara lain adalah:
a) Memberikan dukungan terus menerus kepada ibu
Dalam hal ini perlu menghadirkan seseorang untuk
mendampingi ibu agar merasa nyaman, menawarkan minum,
mengipasi dan memijat ibu.
Menurut Wijaya dkk (2015) dalam Jurnal Keperawatan
tentang Pengaruh Pendampingan Suami Terhadap Lamanya
Persalinan Kala II Di Ruang Delima RSUD Dr.H.Abdul
Moeloek Lampung didapatkan hasil penelitian bahwa
responden yang didampingi suami pada saat proses persalinan
kala II (100%), rata-rata lamanya proses persalinan kala II yaitu
105,84 menit. Lama proses persalinan kala II paling cepat
adalah 70 menit dan paling lama adalah 145 menit, Rata-rata
lama persalinan kala II adalah 105,84 menit. Hasil uji statistik
didapatkan nilai p-value = 0,000, terlihat ada perbedaan rata-rata
lama persalinan kala II antara responden yang didampingi suami
dengan responden yang tidak didampingi suami. Rata-rata lama
persalinan kala II responden yang didampingi suami tampak
lebih cepat dibandingkan dengan rata-rata lama persalinan kala
II responden yang tidak didampingi suami.
b) Menjaga kebersihan diri

20
Dalam hal ini ibu tetap dijaga kebersihannya agar
terhindar dari infeksi, bila ada darah ,lendir atau cairan ketuban
segera di bersihkan.
c) Mengipasi dan massase untuk menambah kenyamanan bagi ibu.
d) Memberikan dukungan mental untuk mengurangi kecemasan
atau ketakutan ibu dengan cara: menjaga privasi ibu, penjelasan
tentang proses dan kemajuan persalinan, ‘menjelaskan tentang
prosedur yang akan dilakukan dan keterlibatan ibu.
c. Persalinan Kala III
1) Pengertian Kala III
Menurut Sulistyawati (2010) kala III merupakan waktu untuk
pelepasan dan pengeluaran plasenta. Waktu untuk pelepasan dan
pengeluaran uri biasanya seluruh proses berlangsung 5-30 menit
setelah bayi lahir. Pengeluaran plasenta disertai dengan
pengeluaran darah kira-kira 100-200 cc.
Kala III dimulai sejak bayi lahir sampai lahirnya plasenta.
Proses ini merupakan kelanjutan dari proses persalinan
sebelumnya. Selama kala III proses pemisahan dan keluarnya
plasenta serta membrane terjadi akibat faktor-faktor mekanis dan
hemostatis yang saling mempengaruhi. Waktu pada saat plasenta
dan selaputnya benar-benar terlepas dari dinding uterus dapat
bervariasi. Rata – rata kala III berkisar 15-30 menit, baik pada
primigravida maupun multipara (Marmi, 2016).
2) Mekanisme Kala III
Karakteristik unik otot uterus terletak pada kekuatan
retraksinya. Selama kala II persalinan, rongga uterus dapat secara
cepat menjadi kosong, memungkinkan proses retraksi mengalami
aselerasi. Dengan demikian, di awal kala III persalinan, daerah
implantasi plasenta sudah mengecil. Pada saat ini terjadi, plasenta
mengalami kompresi, dan darah dalam ruang intervilus dipaksa
kembali kedalam lapisan berspons desidua. Retraksi serat-serat otot
uterus oblik memberi tekanan pada pembuluh darah sehingga darah
tidak mengalir kembali ke dalam system maternal. Pembuluh darah
selama proses ini menegang dan terkongesti. Pada kontraksi
berikutnya, vena berdistensi akan percah dan sejumlah darah kecil

21
akan merembes di antara sekat tipis lapisan berspons dan
permukaan plasenta, dan membuatnya terlepas dari perlekatannya.
Pada saat area permukaan plasenta yang melekat semakin
berkurang, plasenta yang relative non-elastis mulai terlepas dari
dinding uterus. Saat terjadi pemisahan, uterus berkontraksi dengan
kuat, mendorong plasenta dan membraan menurun ke dalam uterus
bagian bawah, dan akhirnya ke dalam vagina (Marmi, 2016).
Hemostatis Kala III
Volume normal aliran darah yang melalui plasenta adalah
500-800 ml per menit. Pada pemisahan plasenta, aliran ini
dihentikan selama bbeberapa detik, jika tidak, perdarahan serius
akan terjadi. Tiga faktor yang saling mempengaruhi proses
fisiologis normal yang mengendalikan perdaraha merupakan hal
yang sangat penting dalam meminimalkan kehilangan darah.
Faktor-faktor tersebut adalah :
a) Retraksi serat-serat otot uterus oblik pada segmen atas uterus
tempat pembuluh darah saling terjalin.
b) Adanya kontraksi uterus yang kuat setelah pemisahan.
c) Pencapaian hemostatis.
Berdasarkan faktor di atas diketahui ada 3 metode untuk
pelepasan plasenta sebagai berikut :
a) Metode schulze
Pelepasan plsaenta dari pertengahan, sehingga plasenta lahir
diikuti oleh pengeluaran darah.
b) Metode matthew ducan
Pelepasan plasenta dari daerah tepi sehingga terjadi perdarahan
dan diikuti pelepasan plasentanya.
c) Terjadi serempak atau kedua-duanya yaitu central dan marginal.
3) Tanda – tanda pelepasan Plasenta
a) Uterus menjadi globuler, dan biasanya akan terlihat lebih
kencang. Ini merupakan tanda awal.
b) Sering ada pancaran darah mendadak.
c) Uterus naik di abdomen karena plasenta yang telah terlepas,
berjalan turun masuk ke segmen bawah uterus dan vagina, serta
massanya mendorong uterus ke atas.

22
d) Tali pusat keluar lebih panjang dari vagina yang menandakan
bahwa plasenta telah turun (tanda Ahfield).
4) Manajemen Aktif Kala III
Manajemen aktif kala tiga merupakan serangkaian tindakan
yang dilakukan setelah bayi lahir untuk mempercepat lepasnya
plasenta dengan syarat janin tunggal (Marmi, 2016).
Tujuan manajemen aktif kala III adalah untuk menghasilkan
kontraksi uterus yang lebih efektif sehingga dapat mempersingkat
waktu setiap kala, mencegah perdarahan, dan mengurangi
kehilangan darah kala III.
Keuntungan manajemen aktif kala III adalah sebagai berikut :
a) Persalinan kala III yang lebih singkat.
b) Mengurangi jumlah kehilangan darah.
c) Mengurangi kejadian retensio plasenta.
Manajemen aktif kala III terdiri atas 3 langkah utama, yaitu
sebagai berikut :
a) Pemberian suntikkan oksitosin dalam 1 menit pertama setelah
bayi lahir
b) Melakukan penegakan tali pusat terkendali (PTT)
c) Massase fundus uteri.
Pemberian Oksitosin 10 U
a) Pemberian oxytocin ditujukan untuk merangsang uterus
berkontraksi yang juga mempercepat pelepasan plasenta
b) Jika oxytocin tidak tersedia, lakukan rangsangan putting susu
ibu atau susukan bayi guna menghasilkan oksitosin alamiah atau
memberikan ergometrin 0,2 mg IM.
c) Jangan memberikan ergometrin kepada ibu dengan
preeclampsia, eklampsia, atau dengan tekanan darah tinggi
karena hal ini kana meningkatkan resiko terjadinya penyakt
serebro-vaskuler
Peregangan tali pusat terkendali
Penegangaan tali pusat terkendali (PTT) dilakukan hanya selama
uterus berkontraksi. Langkah – langkah penegangan tali pusat
terkendali :
a) Pindahkan klem tali pusat sekitar 5-10 cm dari vulva.

23
b) Letakkan tangan yang lain pada abdomen ibu (beralaskan kain)
tepat diatas simfisis pubis. Gunakan tangan ini untuk meraba
kontraksi uterus pada saat melakukan PTT.
Setelah terjadi kontraksi uterus yang kuat, tegangkan tali pusat
dengan satu tangan dan tangan yang lain (pada dinding
abdomen) menekan uterus ke arah lumbal dan kepala ibu (dorso
kranial). Lakukan secara berhati-hati.
c) Bila plasenta belum lepas, tunggu hingga uterus berkontraksi
kembali (sekitar 2-3 menit berselang) untuk mengulangi
kembali PTT.
d) Saat mulai kontraksi (uterus menjadi hulat atau tali pusat
memanjang) tegangkan tali pusat kea rah bawah, lakukan
tekanan dorso kranial hingga tali pusat makin meulur dan
korpus uteri bergerak ke atas yang menandakan plasenta telah
lepas dan dapat dilahirkan.
e) Jika langkah 4 tidak berjalan sebagaimana mestinya dan
plasenta tidak turun setelah 30-40 detik dimulainya PTT dan
tidak ada tanda-tanda yang menunjukkan lepasnya plasenta,
jangaan teruskan PTT.
f) Setelah plasenta terpisah, anjurkan ibu untuk meneran agar
plasenta terdorong keluar melalui introitus vagina. Tetap
tegangkan tali pusat dengan arah sejajar lantai (mengikuti poros
jalan lahir).
g) Pada saat plasenta terlihat pada introitus vagina, lahirkan
plasenta dengan mengangkat tali pusat ke atas dan menopang
plasenta dengan tangan lainnya untuk diletakkan dalam wadah
penampung. Karena selaput ketuban mudah robek, pegang
plasenta dengan kedua tangan dan secara lembut putar plasenta
hingga selaput ketuban terpilin menjadi satu.
h) Lakukan penarikan dengan lembut dan perlahan-lahan
melahirkan selaput ketuban
i) Jika selaput ketuban robek dan tertinggal di jalan lahir saat
melahirkan plasenta, dengan hati-hati periksa vagina dan serviks
dengan seksama.

24
Gunakan jari-jari tangan anda atau klem DTT atau steril atau
forsep untuk keluarkan selaput ketuban yang teraba.
Jika plasenta belum lahir dalam waktu 15 menit, berikan 10 unit
oksitosin IM dosis kedua. Periksa kandung kemi, jika ternyata
penuh , gunakan tekhnik aseptic untuk memasukan kateter
nelaton DTT atau steril untuk mengosongkan kandung kemih.
Ulangi kembali PTT dan tekanan dorso-kranial. Nasehati
keluarga bahwa rujukan mungkin dilakukan jika plasenta belum
lahir dalam waktu 30 menit. Pada menit ke 30 coba lagi
melahirkan plasenta dengan melakukan PTT untuk terakhir
kalinya.
Jika plasenta tidak lahir, rujuk segera.
Rangsangan taktil (Massase) fundus uteri
Massase dilakukan segera setelah plsaenta dan selaputnya
dikeluarkan agar menimbulkan kontraksi. Hal ini dapat mengurangi
pegeluaran darah dan mecegah perdarah persalinan. Jika uterus
tidak berkontraksi kuat selama 10-15 detik atau jika perdarahan
hebat terjadi, segera lakukan kompresi bimanual (Marmi, 2016).
5) Tindakan yang keliru dalam pelaksanaan Manajemen Aktif Kala III
yang harus dihindari adalah :
a) Melakukan massase fundus uteri pada saat plasenta belum lahir
b) Mengeluarkan plasenta, padahal plasenta belum semuanya lepas
c) Kurang kompeten dalam mengevaluasi pengeluaran plasenta
d) Rutinitas kateterisasi
e) Tidak sabar dalam menunggu lepasnya plasenta
Resiko yang bisa terjadi akibat Kesalahan Tindakan
Manajemen Aktif Kala III :
a) Terjadi inversion uteri. Pada saat melaukan penegangan tali
pusat terkendali telalu kuat sehingga uterus tertarik keluar dan
berbalik.
b) Tali pusat terputus. Terlalu kuat dalam penarikan tali pusat
sedangkan plasenta belum lepas.
c) Syok
Pemeriksaan plasenta

25
Pemeriksaan kelengkapan plasenta sangatlah penting sebagai
tindakan antisipasi apabila ada sisa plasenta baik bagian kotiledon
ataupun selaputnya. Untuk memastikan apakah ada lobus
tambahan, serta selaput plasenta dengan cara menyatukan kembali
selaputnya;
a) Selaput ketuban utuh atau tidak
b) Plasenta, ukuran plasenta
(1) Bagian Maternal : jumlah kotiledon, keutuhan pinggir
kotiledon
(2) Bagian Fetal : utuh atau tidak
c) Tali pusat : jumlah arteri dan vena, adakah yang terputus untuk
mendeteksi plasenta suksenturia. Insersi tali pusat, apakah
sentral marginal, serta panjang tali pusat.
6) Pemantauan Kala III
Periksalah kembali uterus setelah satu hingga dua menit
untuk memastikan uterus berkontraksi, jika uterus belum
berkontraksi dengan baik, ulangi massase fundus uteri. Ajarkan ibu
dan keluarganya cara melakukan massase uterus sehingga mampu
untuk segera mengetahui jika uterus tidak berkontraksi dengan
baik. Periksa uterus setiap 15 menit pada satu jam pertama pasca
persalinan dan setiap 30 menit pada jam kedua persalinan (Marmi,
2016).
Selain itu, hal yang juga penting untuk dilakukan adalah
mengetahui apakah terjadi robekan jalan lhir dan perineum dengan
cara melakukan pemeriksaan dan menggunakan ibu jari telunjuk
dan tengah tangan kanan yang telah dibalut kassa untuk me
meriksa bagian dalam vagina, bila ada kecurigaan robekan pada
serviks dilakukan pmeriksaan dengann speculum untuk
memastikan lokasi robekan serviks. Laserasi perineum dapat
diklasifikasikan menjadi empat yaitu sebagai berikut :
a) Derajat satu : mukosa vagina, komisura posterior, dan kulit.
b) Derajat dua : derajat satu + otot perineum
c) Derajat tiga : derajat dua + otot sfringter ani
d) Derajat empat : derajat tiga + dinding depan rectum.

26
Observasi yang lain adalah tanda-tanda vital ibu. Pengawasan ini
juga dilakukann secara ketat untuk mengetahui keadaan umum ibu
dan tanda-tanda yang patologis (misalnya syok).
Pemantauan Hasil
Kontraksi Kontraksi yang baik akan teraba keras
dan globuler. Tinggi fundus uteri
sebelum plasenta lahir sekitar setinggi
pusat, setelah plasenta lahir tinggi
fundus akan turun sekitar 2 jari di
bawah pusat.
Robekan jalan ahir Roekan jalan lahir yang dapat
dan perineum dreparasi oleh bidan adalah roberkan
derajat 1 dan 2 pada perineum. Yaitu
dari mukosa vagina sampai ke otot
vagina.
Tanda vital Tekanan darah mungin mengalami
sedikit penurunan dibandingkan ketika
kala I dan kala II, nadi normal, suhu
tidak lebih dari 37,5 derajat, respirasi
normal.
Hygiene Setelah dinyatakan ibu dalam kondisi
baik, maka ibu dibersihkan seperlunya
hingga ibu nyaman.
( Marmi, 2016).

7) Kebutuhan ibu bersalin kala III


Asuhan yang dapat dilakukan pada ibu adalah :
e) Memberikan kesempatan kepada ibu untuk memeluk bayinya
dan menyusui segera
f) Memberitahu setiap tindakan yang akan dilakukan
g) Pencegahan infeksi pada kala III
h) Memantau keadaan ibu (tanda vital, kontraksi, dan perdarahan)
i) Melakukan kolaborsai atau rujukan bila terjadi
kegawatdaruratan
j) Pemenuhan kebutuhan nutrisi dan hidrasi

27
k) Memmberikan motivasi dan pendampingan selama kala III.
8) Pendokumentasian Kala III
Semua asuhan dan tindakan yang dilakukan haruslah
didokumentasikan dengan baik dan benar. Pada pendokumentasian
di kala III ini pencatatan dilakukan pada lembar belakang partograf
dan pada catatan lain yang tersedia dinstusi pelayanan.
Hal – hal yang perlu dicatat selama kala III adalah :
a) Lama kala III
b) Pemberian oksitosin berapa kali
c) Bagaimana pelaksanaan penegangn tali pusat terkendali’
d) Perdarahan
e) Kontraksi uterus
f) Adakah laserasi jalan lahir
g) Vital sign ibu
h) Keadaan bayi baru lahir.
d. Persalinan Kala IV (Kala Pengawasan)
1) Pengertian Kala IV
Secara umum, kala IV adalah 0 menit sampai 2 jam setelah
persalinan plasenta berlangsung. Ini merupakan masa kritis bagi
ibu, karena kebanyakan wanita melahirkan kehabisan darah atau
mengalami suatu keadaan yang menyebabkan kematian pada kala
IV ini (Marmi, 2016).
Kala IV dimulai setelah plasenta lahir dan berlanjut sampai 2
jam berikutnya. Beberapa hal yang perlu dipantau pada kala ini
adalah kondisi ibu dan bayi serta proses IMD (Runjati; & Umar,
2018).
2) Fisiologi Kala IV
Banyak perubahan fisiologi yang terjadi selama persalinan
dan pelahiran kembali ke level pra-persalinan dan menjdi stabil
selama satu jam pertama pasca-persalinan.
a) Uterus
Setelah kelahiran plasenta, uterus dapat ditemukan ditengah-
tengah abdomen kurang lebih dua pertiga sampai tiga perempat
antara simpisi pubis dan umbilicus. Jika uterus ditemukan
ditengah, diatas simpisis maka hal ini menandakan adnya darah

28
di kavum uteri dan butuh untuk ditekan dan dikeluarkan. Uterus
yang berada di atas umbilicus dan bergeser paling umum ke
kanan menandakan adanya kandung kemih penuh. Kandung
kemih penuh meyebabkan uterus sedikit berggeser ke kanan,
mengganggu kontraksi uterus dan memungkinakn peningkatan
perdarahan (Marmi, 2016).
b) Serviks, vagina dan perineum
Segera setelah kelahiran serviks bersifat patulous, terkuali dan
tebal.
c) Tanda vital
Tekanan darah, nadi dan pernafasan harus kembali stabil pada
level pra-persalinan selama jam pertama pasc-partum.
Pemantauan tekanan darah dan nadi yang rutin selama interval
adalah suatu sarana mendeteksi syok akibat kehilangan darah
berlebihan (marmi, 2016).

d) Gemetar
Umum bagi seorang wanita mengalami tremor atau gemetar
selama kala empat persalinan, gemetar seperti itu dianggap
normal selama tidak disertai dengan demam lebih dari 38 derajat
celcius.
e) System Gastroinestinal
Mual muntah jika ada seama masa persalinan harus diatasi.
Haus pada umumnya banyak dialami, dan ibu melaporkan rasa
lapar setelah melahirkan.
f) System renal
Kandung kemih yang hipotonik, disertai retensi urine bermakna
dan pembesaran umum terjadi.
3) Asuhan Kala IV berdasarkan APN
a) Segera setelah plasenta dan selaput ketuban lahir, lakukan
masase uterus, letakkan telapak tangan di fundus dan lakukan
masae dengan gerakan melingkar dengan lembut hingga uterus
berkontraksi (fundus teraba keras)
Menilai Perdarahan

29
b) Evaluasi kemungkinan perdarahan dan laserasi pada vagina dan
perenium. Lakukan penjahitan bila terjadi laserasi derajat 1 atau
derajat 2 dan atau menimbulkan perdarahan. Bila ada robekan
yang menimbulkan perdarahan aktif, segera lakukan penjahitan.
c) Periksa dua sisi plasenta maternal-fetal, pastikan plasenta telah
dilahirkan lengkap, masukkan plasenta kedalam kantung plastic
atau tempat khusus.
Asuhan Pasca Persalinan
d) Pastikan uterus berkontraksi dengan baik dan tidak terjadi
perdarahan pervaginam.
e) Pastikan kandung kemih kosong, jika penuh lakukan
kateterisasi.

Evaluasi
f) Celupkan tangan yang masih memakai sarung tangan kedalam
larutan clorin 0,5%, bersihkan noda darah dan cairan tubuh, dan
bilas diair DTT tanpa melepas sarung tangan kemudian
keringkan dengan tissue atau handuk pribadi yang bersih dan
kering.
g) Anjurkan ibu / keluarga cara melakukan massase uterus dan
menilai kontraksi.
h) Memeriksa nadi ibu dan pastikan keadaan umum baik.
i) Evaluasi estimasi jumlah kehilangan darah.
j) Pantau keadaan bayi dan pastikan bahwa bayi bernafas dengan
baik 40-60x/menit
(1) Jika bayi sulit bernafas, merintih, atau retraksi, diresusitasi
dan segera merujuk kerumah sakit.
(2) Jika bayi bernafas terlalu cepat atau sesak nafas, segera
rujuk ke RS rujukan.
(3) Jika kaki bayi teraba dingin, pastikan ruangan hangat.
Lakukan kembali kontak kulit ibu-bayi dan hangatkan ibu-
bayi dalam satu selimut.
Kebersihan Dan Keamanan

30
k) Bersihkan ibu dari paparan darah dan cairan tubuh dengan
menggunakan air DTT. Bersihkan cairan ketuban, lendir dan
darah diranjang atau disekitar ibu berbaring. Menggunakan
larutan klorin 0,5% lalu bilas dengan air DTT. Bantu ibu
memakai pakaian bersih dan kering.
l) Pastikan ibu merasa nyaman. Bantu ibu memberikan ASI.
Anjurkan keluarga untuk memberi ibu minuman dan makanan
yang diinginkannya.
m)Tempatkan semua peralayan habis pakai dalam larutan klorin
0,5% untuk dekontaminasi 10 menit. Cuci dan bilas peralatan
setelah didekontaminasi.
n) Buang bahan-bahan yang terkontaminasi ke tempat sampah
yang sesuai.
o) Dekontaminasi tempat bersalin dengan larutan klorin 0,5%.
p) Celupkan tangan yang masih memakai sarung tangan kedalam
larutan klorin 0,5% lepaskan arung tangan dalam keadaan
terbalik dan rendam dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit.
q) Cuci kedua tangan dengan sabun dan air mengalir kemudian
keringkan tangan dengan tissue atau handuk pribadi yang bersih
dan kering.
r) Pakai sarung tangan bersih/DTT untuk memberikan Vitamin K1
1mg intramuskuler di paha kiri bawah lateral dan salep mata
profilaksis infeksi dalam jam pertama kelahiran.
s) Lakukan pemeriksaan fisik lanjutan setelah 1 jam kelahiran
bayi. Pastikan kondisi bayi tetap baik. Pernafasan 40-60x/menit
dan temperature normal 36,5◦C diperiksa setiap 15 menit.
t) Setelah satu jam pemberian vitamin K1 berikan suntikan
imunisasi Hepatitis B di paha kanan bawah lateral. Letakkan
bayi dalam jangkauan ibu agar sewaktu-waktu dapat disusukan.
u) Lepaskan sarung tangan dalam keadaan terbalik dan rendam
dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit.
v) Cuci kedua tangan dengan sabun dan air mengalir kemudian
keringkan dengan tissue atau handuk pribadi yang bersih dan
kering.
w) Dokumentasi

31
x) Lengkapi partograf halaman depan dan belakang
4) Pemantauan Kala IV
Kala IV dimaksudkan untuk melakukan observasi karena
perdarahan postpartum paling sering terjadi pada 2 jam pertama.
Observasi yang dilakukan adalah tingkat kesadaran penderita,
pemeriksaan tanda-tanda vital : tekanan darah, nadi dan pernafasan,
kontraksi uterus, terjadi perdarahan ( Manuaba, 1998). (Marmi.
2016 hal. 14).
Dalam kala IV juga dilakukan prosedur pasca persalinan,
dimana prosedur tersebut diantaranya menilai ulang uterus dan
memastikannya masih berkontraksi dengan baik, mengevaluasi
perdarahan persalinan vagina. (Febrianti, Aslina. 2018. Hal. 42).
Evaluasi Uterus
Setelah kelahiran plasenta, tindakan pertama yang harus
dilakukan pertama oleh bidan adalah mengevaluasi konsistensi dan
melakukan massase uterus sesaui dengan kebuthan untuk
memperkuat kontraksi. Setelah itu periksa kelengkapan plasenta
dan selaput ketuban, jika masih ada sisa plasenta dan selaput
ketuban yang tertinggal dalam uterus akan mengganggu kontraksi
uteru sehingga menyebabkan perdarah. Jika dalam 15 menit uterus
belum berkontraksi, maka akan terjadi atonia uteri (Marmi, 2016).
Pemeriksaan Serviks, Vagina dan Perineum
Setelah memastikan uterus berkontraksi efektif dan
perdarahan berasal dari sumber lain, bidna menginspeksi perineum,
vagina awah, dan area periuretre untuk mengetahui adanya memar,
pem bentukan hematoma, laserasi, atau oembuluh darah yang
robek atau mengalami perdarahan. Berikut pertimbangkan untu
menginspeksi forniks dan serviks vagina untuk mengetahui laserasi
atau cidera. Indikasi untuk pemeriksaan seperti itu mencakup
kondisi berikut :
a) Aliran menetap atau sedikit aliran perdarahan pervaginam warna
merah terang dari bagian atas tiap lasersi yang diamati, setelah
kontraksi uterus dipastikan.
b) Persalinan cepat atau presipitatus

32
c) Manipulasi servkis selama persalinana, untuk mengurangi tepi
anterior
d) Dorongan maternal (mengejan) sebellum dilatasi serviks
lengkap
e) Kelahiran pervaginam operatif dengan forsep atau vakum
f) Kelahiran traumatik, distosia bahu.
Adanya salah satu faktor ini mengindikasi kebutuhan untuk
inspeksi serviks, dan memastikan kebutuhan untuk melakukan
perbaikan.
Pemantauan Dan Evaluasi lanjut
Saat paling kritis pada ibu pasca melahirkan adalah pada
masa post partum. Pematauan ini dilakukan untuk mencegah
adanya kematian ibu akibat perdarahan. Kematian ibu pasca
persalinan biasnya terjadi pada 6 jam post partum. Hal ini
disebabkan oleh infeksi, perdarahan, preeclampsia post partum.
Selama kala IV, pemantauan dilakukan 15 menit pertama setelah
plasenta lahir dan 30 menit kedua setelah persalinan. Selama 1 jam
pertama setelah persalinan, tanda-tanda vital ibu, uterus, lochea,
perineum dan kandung kemih dipantau dan dievaluasi secara
teratur sampai semua stabil dalam kisaran normal (Marmi, 2016).
Penelitian Pawestri dalam Pengaruh IMD Dengan
Perdarahan Ibu 2 Jam Post Partum Di Kota Semarang
mendapatkan hasil bahwa Terdapat perbedaan yang bermakna
antara Jumlah perdarahan ibu 2 jam posr partum yang dilakukan
tindakan IMD yaitu dengan rata-rata 87,20 ml dengan jumlah
perdarahan ibu 2 jam post partum yang tidak dilakukan IMD yaitu
rata-rata 143 ml. IMD dapat meningkatkan kadar oksitosin
sehingga terjadi peningkatan kontraksi uterus yang
dapatmenguranggi perdarahan ibu post partum dan juga
menyebabkan proses involusia semakin cepat. IMD juga dapat
menyebabkan ibu dalam keadaan rileks dan jauh dari kondisi
stress, sehingga produksi oksitosin dapat meningkat dan dapat
mengurangi jumlah perdarahan postpartum (Khayati, 2017).
Ibu bersalin akan mengalami kelelahan pada fisik setelah
mengeluarkan seluruh energinya untuk mengejan. Penelitian Islah

33
Wahyuni tentang managemen kelelahan saat persalinan
menggunakan jus semangka, memberikan hasil bahwa penanganan
kelelahan menggunakan jus semangka efektif untuk mengurangi
kelelahan yang dirasakan ibu saat persalinan (Wahyuni, Halim, &
Rusda, 2018).
6. APN 60 Langkah

Mengenali Gejala dan Tanda Kala Dua


1 Mendengar dan melihat tanda kala dua persalinan
a. Ibu merasa ada dorongan kuat dan meneran
b. Ibu merasakan tekanan yang semakin meningkat pada rectum
dan vagina
c. Perineum tampak menonjol
d. Vulva dan sfingter ani membuka
Menyiapkan Pertolongan Persalinan
2 Pastikan kelengkapan peralatan, bahan dan obat-obatan esensial
untuk menolong persalinan dan menatalasana komplikasi segera
pada ibu dan bayi baru lahir.
Untuk asuhan bayi baru lahir atau resusitasi → siapkan :
a. Tempat datar, rata, bersih, kering dan hangat
b. 3 handuk/kain bersih dan kering (termasuk gajal bahu bayi)
c. Alat penghisap lendir
d. Lampu sorot 60 watt dengan jarak 60 cm dari tubuh bayi
Untuk ibu :
a. Menggelar kain di perut bawah ibu
b. Menyiapkan oksitosin 10 unit
c. Alat suntik steril sekali pakai di dalam partus set
3 Pakai celemek plastic atau dari bahan yang tidak tembus cairan
Melepaskan dan menyimpan semua perhiasan yang dipakai, cuci
4 tangan dengan sabun dan air bersih mengalir kemudian keringkan
tangan dengan tissue atau handuk pribadi yang bersih dan kering
Pakai sarung tangan DTT pada tangan yang akan digunakan untuk
5
periksa dalam
6 Masukan oksitosin ke dalam tabung suntik (gunakan tangan yang
memakai sarung tangan DTT atau steril dan pastikan tidak terjadi

34
kontaminasi pada alat suntik)
Memastikan Pembukaan Lengkap dan Keadaan Janin
7 Membersihkan vulva dan perineum, menyekanya dengan hati-hati
dari anterior (depan) ke posterior (belakang) menggunakan kapas
atau kasa yang dibasahi air DTT
a. Jika introitus vagina, perineum atau anus terkontaminasi tinja,
bersihkan dengan seksama dari arah depan ke belakang
b. Buang kapas atau kasa pembersih (terkontaminasi) dalam wadah
yang tersedia
c. Jika terkontaminasi, lakukan dekontaminasi, lepaskan dan
rendam sarung tangan tersebut dalam larutan klorin 0,5% →
langkah # 9. Pakai sarung tangan DTT/steril untuk melaksanakan
langkah lanjutan
8 Lakukan periksa dalam untuk memastikan pembukaan lengkap
Bila selaput ketuban masih utuh saat pembukaan sudah lengkap
maka lakukan amniotomi
9 Dekontaminasi sarung tangan (celupkan tangan yang masih
memakai sarung tangan kedalam larutan klorin 0,5%, lepaskan
sarung tangan dalam keadaan terbalik, dan rendam dalam klorin
0,5% selama 10 menit). Cuci kedua tangan setelah sarung tangan
dilepaskan
10 a. Periksa denyut jantung janin (DJJ) setelah kontraksi uterus
mereda (relaksasi) untuk memastikan DJJ masih dalam batas
normal (120 – 160x/menit)
b. Mengambil tindakan yang sesuai jika DJJ tidak normal
c. Mendokumentasikan hasil-hasil periksa dalam DJJ, semua
temuan pemeriksaan dan asuhan yang diberikan ke dalam
partograf
Menyiapkan Ibu dan Keluarga untuk Membantu Proses Meneran
11 Beritahukan pada ibu bahwa pembukaan sudah lengkap dan keadaan
janin cukup baik, kemudian bantu ibu menemukan posisi yang
nyaman dan sesuai dengan keinginannya.
Tunggu hingga timbul kontraksi atau rasa ingin meneran, lanjutkan
pemantauan kondisi dan kenyamanan ibu dan janin (ikuti pedoman
penatalaksanaan fase aktif ) dan dokumentasikan semua temuan

35
yang ada
Jelaskan pada anggota keluarga tentang peran mereka untuk
mendukung dan memberi semangat pada ibu dan meneran secara
benar
12 Minta keluarga membantu menyiapkan posisi meneran jika ada rasa
ingin meneran atau kontraksi yang kuat. Pada kondisi itu, ibu
diposisikan setengah duduk atau posisi lain yang diinginkan dan
pastikan ibu merasa nyaman
13 Laksanakan bimbingan meneran pada saat ibu merasa ingin meneran
atau timbul kontraksi yang kuat :
a. Bimbing ibu agar dapat meneran secara benar dan efektif
b. Dukung dan beri semangat pada saat meneran dan perbaiki cara
meneran apabila caranya tidak sesuai
c. Bantu ibu mengambil posisi yang nyaman sesuai pilihannya
(kecuali posisi berbaring terlentang dalam waktu yang lama)
d. Anjurkan ibu untuk beristirahat di antara kontraksi
e. Anjurkan keluarga memberi dukungan dan semangat untuk ibu
f. Berikan cukup asupan cairan per-oral (minum)
g. Menilai DJJ setiap kontraksi uterus selesai
h. Segera rujuk jika bayi belum atau tidak akan segera lahir setelah
pembukaan lengkap dan pimpin meneran > 120 menit (2 jam)
pada primigravida atau > 60 menit (1 jam) pada multigravida
14 Anjurkan ibu untuk berjalan, berjongkok atau mengambil posisi
yang nyaman, jika ibu belum merasa ada dorongan untuk meneran
dalam selang waktu 60 menit
Persiapan untuk Melahirkan Bayi
15 Letakkan handuk bersih (untuk mengeringkan bayi) di perut bawah
ibu, jika kepala bayi telah membuka vulva dengan diameter 5-6 cm
16 Letakkan kain bersih yang dilipat 1/3 bagian sebagai alas bokong
ibu
17 Buka tutup partus set dan periksa kembali kelengkapan peralatan
dan bahan
18 Pakai sarung tangan DTT/steril pada kedua tangan
Pertolongan untuk Melahirkan Bayi
Lahirnya Kepala

36
19 Setelah tampak kepala bayi dengan diameter 5-6 cm membuka vulva
maka lindungi perineum dengan satu tangan yang dilapisi dengan
kain bersih dan kering, tangan yang lain menahan belakang kepala
untuk mempertahankan posisi defleksi dan membantu lahirnya
kepala. Anjurkan ibu meneran secara efektif atau bernapas cepat dan
dangkal
20 Periksa kemungkinan adanya lilitan tali pusat (ambil tindakan yang
sesuai jika hal itu terjadi), segera lanjutkan proses kelahiran bayi.
a. Jika tali pusat melilit leher secara longgar, lepaskan lilitan lewat
bagian atas kepala bayi
b. Jika tali pusat melilit leher secara kuat, klem tali pusat di dua
tempat dan potong tali pusat di antara dua klem tersebut
21 Tunggu kepala bayi melakukan putaran paksi luar secara spontan
Lahirnya Bahu
22 Setelah putaran paksi luar selesai, pegang kepala bayi secara
biparietal. Anjurkan ibu untuk meneran saat kontraksi. Dengan
lembut gerakkan kepala kea rah bawah dan distal hinggal bahu
depan muncul di bawah arkus pubis dan kemudian gerakkan kearah
atas dan distal utuk melahirkan bahu belakang
Lahirnya Badan dan Tungkai
23 Setelah kedua bahu lahir, geser tangan bawah untuk menopang
kepala dan bahu. Gunakan tangan atas untuk menelusuri dan
memegang lengan siku sebelah atas
24 Setelah tubuh dan lengan lahir, penelusuran tangan atas berlanjut ke
punggung, bokong, tungkai dan kaki. Pegang kedua mata kaki
(masukka telunjuk diantara kedua kaki dan pegang kedua kaki
dengan melingkarkan ibu jari pada satu sisi dan jari – jari lainnya
pada sisi yang lain agar bertemu dengan jari telunjuk.
Asuhan Bayi Baru Lahir
25 Lakukan penilaian (selintas) :
a. Apakah bayi cukup bulan ?
b. Apakah bayi menangis kuat dan/atau bernafas tanpa kesulitan ?
c. Apakah bayi bergerak dengan aktif ?
Bila salah satu jawaban adalah “TIDAK” lanjutkan ke langkah
resusitasi pada bayi dengan asfiksia

37
Bila semua jwaban adalah “YA”, lanjut ke-26
26 Keringkan tubuh bayi
Keringkan tubuh bayi mulai dari muka, kepala dan bagian tubuh
lainnya (kecuali kedua tangan) tanpa membersihkan verniks. Ganti
handuk basah dengan handuk/kain yang kering. Pastikan bayi dalam
posisi dan kondisi aman di perut bagian bawah ibu
27. Periksa kembali uterus untuk memastikan hanya satu bayi yang lahir
(hamil tunggal) dan bukan kehamilan ganda (gemelli)
28 Beritahu ibu bahwa ia akan disuntik oksitosin agar uterus
berkontraksi baik
29 Dalam waktu 1 menit setelah bayi lahir, suntikan oksitosin 10 unit
(IM) di 1/3 distal lateral paha (lakukan aspirasi sebelum
menyuntikan oksitosin)
30 Setelah 2 menit sejak bayi (cukup bulan) lahir, pegang tali pusat
dengan satu tangan pada sekitar 5 cm dari pusar dan geser hingga 3
cm proksimal dari pusar bayi. Klem tali pusat pada titik tersebut
kemudian tahan klem ini pada posisinya, gunakan jari telunjuk dan
tengah tangan lain untuk mendorong isi tali pusat kea rah ibu
(sekitar 5 cm) dan klem tali pusat pada sekitar 2 cm distal dari klem
pertama
31 Pemotongan dan pengikatan tali pusat
a. Dengan satu tangan, pegang tali pusat yang telah dijepit
(lindungi perut bayi), dan lakukan pengguntingan tali pusat di
antara 2 klem tersebut
b. Ikat tali pusat dengan benang DTT/steril ada pada satu sisi
kemudian lingkarkan lagi benang tersebut dan tali pusat dengan
simpul kunci pada sisi lainnya
c. Lepaskan klem dan masukkan dalam wadah yang telah
disediakan
32 Letakkan bayi tengkurap di dada ibu untuk kontak kulit ibu – bayi.
Luruskan bahu bayi sehingga dada bayi menempel di dada ibunya.
Usahakan kepala bayi berada diantara payudara ibu dengan posisi
lebih rendah dari putting susu atau aerola mamae ibu
a. Selimuti ibu – bayi dengan kain kering dan hangat, pasang topi
di kepala bayi

38
b. Biarkan bayi melakukan kontak kulit ke kulit di dada ibu paling
sedikit 1 jam
c. Sebagian besar bayi akan berhasil melakukan inisiasi menyusui
dini dalam waktu 30 – 60 menit. Menyusu untuk pertama kali
akan berlangsung sekitar 10-15 menit. Bayi cukup menyusu dari
satu payudara
d. Biarkan bayi berada di dada ibu selama 1 jam walaupun bayi
sudah berhasill menyusu
Manajemen Aktif Kala Tiga Persalinan
33 Pindahkan klem tali pusat hingga berjarak 5-10 cm dari vulva
34 Letakkan satu tangan di atas kain pada perut bawah ibu (diatas
simpfisis), untuk mendeteksi kontraksi. Tangan lain memegang klem
untuk menegangkan tali pusat
35 Setelah uterus berkontraksi, tegangkan tali pusat kea rah bawah
sambil tangan yang lain mendorong uterus kea rah belakang-atas
(dorso cranial) secara hati-hati (untuk mencegah inversion uteri).
Jika plasenta tidak lahir setelah 30-40 detik, hentikan penegangan
tali pusat dan tunggu hingga timbul kontraksi berikutnya dan ulangi
kembali prosedur diatas.
Jika uterus tidak segera berkontraksi, minta ibu, suami atau anggota
keluarga untuk melakukan stimulating putting susu
Mengeluarkan plasenta
36 Bila pada penekanan bagian bawah dinding depan uterus kea rah
dorsal ternyata diikuti dengan pergeseran tali pusat kea rah distal
maka lanjutkan dorongan kea rah cranial hingga plasenta dapat
dilahirkan
Ibu boleh meneran tetapi tali pusat hanya ditegangkan (jangan
ditarik secara kuat terutama jika uterus tak berkontraksi) sesuai
dengan sumbu jalan lahir (kearah bawah-sejajar lantai-atas)
Jika tali pusat bertambah panjang, pindahkan klem hingga berjarak
sekitar 5-10 cm dari vulva dan lahirkan plasenta. Jika plasenta tidak
lepas setelah 15 menit menegangkan tali pusat :
a. Ulangi pemberian oksitosin 10 unit IM
b. Lakukan kateterisasi (gunakan teknik aseptic) jika kandung
kemih penuh

39
c. Minta keluarga untuk menyiapkan rujukan
d. Ulangi tekanan dorso cranial dan penegangan talu pusat 15 menit
berikutnya
e. Jika plasenta tak lahir dalam 30 menit sejak bayi lahir atau
terjadi perdarahan maka segera lakukan tindakan plesenta
manual
37 Saat plasenta muncul di introitus vagina, lahirkan plasenta dengan
kedua tangan. Pegang dan putar plsenta hingga selaput ketuban
terpilin kemudian lahirkan dan tempatkan plasenta pada wajah yang
telah disediakan.
Jika selaput ketuban robek, pakai sarung tangan DTT atau steril
untuk melakukan eksplorasi sisa selaput kemudian gunakan jari-jari
tangan atau klem ovum DTT/Steril untuk mengeluarkan selaput
yang tertinggal
Rangsangan taktil (masase) uterus
38 Segera setelah plasenta dan selaput ketuban lahir, lakukan masase
uterus, letakkan telapak tangan di fundus dan lakukan masase
dengan gerakan melingkar dengan lembut hingga uterus
berkontraksi (fundus teraba keras)
Lakukan tindakan yang diperlukan (Kompresi Bimanual Internal,
Kompresi Aorta Abdominalis, Tampon Kondom-kateter) jika uterus
tidak berkontraksi dalam 15 detik setelah rangsangan takti/masase
Menilai Perdarahan
39 Periksa kedua sisi plasenta (maternal-fetal) pastikan telah dilahirkan
lengkap. Masukkan plasenta ke dalam kantung plastik atau tempat
khusus
40 Evaluasi kemungkinan laserasi pada vagina dan perineum. Lakukan
penjahitan bila terjadi laserasi yang luas dan menimbulkan
perdarahan.
Bila ada robekan yang menimbulkan perdarahan aktif, segera
lakukan penjahitan
Asuhan Pasca Persalinan
41 Pastikan uterus ber kotraksi dengan baik dan tidak terjadi perdarahan
pervaginam
42 Celupkan tangan yang masih memakai sarung tangan kedalam

40
larutan klorin 0,5%, bersihkan noda darah dan cairan tubuh,
lepaskan secara terbalik dan rendam sarung tangan dalam larutan
klorin 0,5% selama 10 menit. Cuci tangan dengan sabun dan air
bersih mengalir, keringkan tangan dengan tissue atau handuk pribadi
yang bersih dan kering
Evaluasi
43 Pastikan kandung kemih kosong
44 Ajarkan ibu/keluarga cara melakukan masase uterus dan menilai
kontraksi
45 Evaluasi dan estimasi jumlah kehilangan darah
46 Memeriksa nadi ibu dan pastikan keadaan umum ibu baik
47 Pantau keadaan bayi dan pastikan bahwa bayi bernafas dengan baik
(40-60 kali/menit).
a. Jika bayi sulit bernapas, merintih, atau retraksi, diresusitasi dan
segera merujuk ke rumah sakit
b. Jika bayi napas terlalu cepat atau sesak napas, segera rujuk ke
RS rujukan
c. Jika kaki teraba dingin, pastikan ruangan hangat. Lakukan
kembali kontak kulit ibu bayi dan hangatkan ibu-bayi dalam satu
selimut.
Kebersihan dan Keamanan
48 Tempatkan semua peralatan bekas pakai dalam larutan klorin 0,5%
untuk dekontaminasi (10 menit). Cuci dan bilas peralatan setelah
didekontaminasi
49 Buang bahan-bahan yang terkontaminasi ke tempat sampah yang
sesuai
50 Bersihkan ibu jari paparan darah dan cairan tubuh dengan
menggunakan air DTT. Bersihkan cairan ketuban, lendir dan darah
diranjang atau disekitar ibu berbaring. Bantu ibu memakai pakaian
yang bersih dan kering
51 Pastikan ibu merasa nyaman. Bantu ibu memberikan ASI. Anjurkan
keluarga untuk memberi ibu minuman dan makanan yang
diinginkannya
52 Dekontaminasi tempat bersalin dengan larutan klorin 0,5%
53 Celupkan sarung tangan kotor kedalam larutan klorin 0,5%, balikan

41
bagian dalam keluar dan rendam dalam larutan klorin 0,5% selama
10 menit
54 Cuci kedua tangan dengan sabun dan air mengalir kemudian
keringkan tangan dengan tissue atau handuk pribadi yang bersih dan
kering
55 Pakai sarung tangan bersih/DTT untuk melakukan pemeriksaan fisik
bayi
56 Dalam satu jam pertama, beri salep/tetes mata profilaksis infeksi,
vitamin K₁ 1 mg IM dipaha kiri bawah lateral, pemeriksaan fisik
bayi baru lahir, pernapasan bayi (normal 40-60 kali/menit) dan
temperature tubuh (normal 36,5 – 37,5⁰C) setiap 15 menit
57 Setelah satu jam pemberian vitamin K₁ berikan suntikan imunisasi
Hepatitis B dipaha kanan bawah lateral. Letakkan bayi di dalam
jangkauan ibu agar sewaktu-waktu dapat disusukan
58 Lepaskan sarung tangan dalam keadaan terbalik dan rendam didalam
larutan klorin 0,5% selama 10 menit
59 Cuci kedua tangan dengan sabun dan air mengalir kemudian
keringkan dengan tissue atau handuk pribadi yang bersih dan kering
Dokumentasi
60 Lengkapi partograf (halaman depan dan belakang), periksa tanda
vital dan asuhan kala IV persalinan

42
43
7. Pathway
Kehamilan (37-42 minggu)

Tanda-tanda Inpartu

Proses Persalinan

Kala I Kala II Kala III Kala IV

Kontraksi Uterus Partus Pelepasan Plasenta Post Partum

Nyeri Akut Tekanan Mekanik Resiko Resiko Perdarahan


Pada Presentasi Cedera
Maternal
Kelelahan Nyeri Akut
Trauma Jaringan, Nyeri
Laserasi Akut
Kekurangan
volume cairan

Resiko
Infeksi

44
B. TINJAUAN TEORI ASUHAN KEBIDANAN
1. Pengertian Asuhan Kebidanan
Asuhan sayang ibu yang baik dan aman selama persalinan
memerlukan anamnesa dan pemeriksaan fisik secara seksama. Pertama
sapa ibu dan beritahu apa yang akan anda lakukan. Jelaskan pada ibu
tujuan anamnesa dan pemeriksaan fisik. Jawab setiap pertanyaan yang
diajukan oleh ibu. Selama anamnesa dan pemeriksaan fisik, perhatikan
tanda-tanda penyulit atau kegawat daruratan dan segera dilakukan
tindakan yang sesuai bila diperlukan untuk memastikan persalinan yang
aman. Catat semua temuan anamnesa dan pemeriksaan fisik secara
seksama dan lengkap. Kemudian jelaskan hasil pemeriksaan dan
kesimpulan pada ibu dan keluarga.
Asuhan kebidanan adalah proses pemecahan masalah yang di
gunakan sebagai metode untuk mengorganisasikan pikirandan tindakan
berdasarkan teori ilmiah, penemuan-penemuan keterampilan dalam
rangkaian/tahapan yang logis untuk pengambilan suatu keputusan yang
berfokus pada klien Asuhan kebidanan terdiri dari tujuh langkah yang
berurutan, yang di mulai dengan pengumpulan data dasar dan berakhir
dengan evaluasi. Tujuh langkah tersebut membentuk kerangka yang
lengkap dan bisa di aplikasikan dalam suatu situasi (Varney, 2012).
2. Tahapan Asuhan Kebidanan
Dalam praktiknya bidan menggunakan manajemen kebidanan dalam
memberikan asuhan kebidanan. Menurut Varney (2012), manajemen
kebidanan adalah proses pemecahan masalah yang digunakan sebagai
metode untuk mengorganisasikan pikiran dan tindakan berdasarkan teori
ilmiah, penemuan-penemuan, keterampilan-keterampilan dalam rangkaian/
tahapan yang logis untuk pengambilan suatu keputusan berfokus pada
klien.

Menurut Varney (2012), langkah-langkah manajemen kebidanan


tersebut sebagai berikut:
a. Langkah I (Pengumpulan Data Dasar)
Pada langkah ini dikumpulkan semua informasi yang akurat dan
lengkap yang berkaitan dengan kondisi klien.Pendekatan ini harus

45
bersifat komprehensif meliputi data subjektif, objektif, dan hasil
pemeriksaan.
b. Langkah II (Interpretasi Data Dasar)
Pada langkah ini dilakukan identifikasi terhadap diagnosis atau
masalah dan kebutuhan klien berdasarkan interpretasi yang benar atas
dasar data-data yang telah dikumpulkan. Data dasar yang telah
dikumpulkan diinterpretasikan sehingga dapat merumuskan diagnosa
dan masalah yang spesifik.
c. Langkah III (Mengidentifikasi Diagnosa atau Masalah Potensial dan
Mengantisipasi Penanganannya)
Pada langkah ini kita mengidentifikasi masalah atau diagnosa
potensial lain berdasarkan rangkaian masalah dan diagnosis yang telah
diidentifikasikan (Varney, 2012).
d. Langkah IV (Menetapkan Kebutuhan Terhadap Tindakan Segera)
Mengidentifikasi perlunya tindakan segera oleh bidan atau dokter
dan atau untuk dikonsulkan atau ditangani bersama dengan anggota
tim kesehatan yang lain sesuai dengan kondisi klien (Varney, 2012).
e. Langkah V (Menyusun Rencana Asuhan yang Menyeluruh)
Pada langkah ini dilakukan perencanaan yang menyeluruh,
ditentukan langkah-langkah sebelumnya.Langkah ini merupakan
kelanjutan manajemen terhadap diagnosis atau masalah yang telah
diidentifikasi atau diantisipasi, pada langkah ini informasi/data dasar
yang tidak lengkap dapat dilengkapi.
f. Langkah VI (Pelaksanaan Langsung Asuhan Efisien dan Aman)
Pada langkah ini, rencana asuhan yang menyeluruh di langkah
kelima harus dilaksanakan secara efisien dan aman.
g. Langkah VII (Mengevaluasi Hasil Tindakan)
Pada langkah ini dilakukan evaluasi keefektifan dari asuhan yang
sudah diberikan.Rencana dapat dianggap efektif jika memang benar
efektif dalam pelaksanaannya.
3. Pendokumentasian Manajemen Asuhan Kebidanan
a. Data Subyektif (S)
Data subjektif merupakan pendokumentasian manajemen
kebidanan menurut Helen Varney langkah pertama (pengkajian data),
terutama data yang diperoleh melalui anamnesis.

46
1) Nama Klien dan Pasangan
Digunakan untuk memperlancar komunikasi dalam asuhan,
sehingga antara bidan dan pasien menjadi lebih akrab (Walyani,
2015).
2) Umur
Dikaji untuk mengetahui masa reproduksi klien beresiko
tinggi atau tidak, < 16 tahun atau > 35 tahun (Walyani, 2015).
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), usia subur
wanita adalah pada saat mereka berusia 14-49 tahun. Sementara
puncak masa subur dan kualitas telur terbaik wanita berada pada
20-30 tahun. Kementerian Kesehatan RI (2013) mendefinisikan
bahwa Wanita Usia Subur (WUS) adalah wanita yang berada
dalam periode umur antara 15-49 tahun.
Usia reproduktif perempuan yang terbaik pada usia 20
tahunan, selanjutnya kesuburan secara bertahap menurun pada usia
30 tahun, terutama setelah usia 35 tahun (American Society for
Reproductive Medicine, 2012). Sehingga pada umur reproduksi
tersebut saat persalinan akan mendapatkan bayi yang sehat pula.
Komplikasi dari kehamilan dan persalinan merupakan
penyebab utama kematian anak perempuan berusia 15 sampai 19
tahun di negara-negara berkembang. Dari 16 juta remaja
perempuan yang melahirkan setiap tahun diperkirakan 90% sudah
menikah dan 50 ribu diantaranya meninggal. Selain itu resiko
terjadinya kematian ibu dan kematian bayi yang baru lahir 50%
lebih tinggi dilahirkan oleh ibu di bawah usia 20 tahun antara ibu
dibandingkan pada wanita yang hamil di usia 20 tahun ke atas
(WHO, 2012).
Berdasarkan penelitian Analisis Hubungan Tingkat
Kecemasan Dan Nyeri Persalinan Kala I Primipara Di Wilayah
Kerja Puskesmas Kota Pekalongan, oleh Agustina Rahmawati,
Hartati, Sumarni, 2016, hasil penelitian menunjukan bahwa
sebagian besar ibu bersalin berusia antara 20-35 tahun yaitu
sebanyak 52 responden (76,5%) dari 68 responden. Sebagian besar
ibu bersalin kala 1 primipara yang menjadi responden memiliki
tingkat kecemasan sedang yaitu sebanyak 43 responden (63,2%).

47
Sebagian besardari ibu bersalin kala 1 primipara yang merasakan
nyeri sedang yaitu sebanyak 43 responden (63,2%). Terdapat
Hubungan Kecemasan dengan Tingkat Nyeri Persalinan Kala 1
Primipara dimana nilai p value: 0,00 < α (0,05).
Berdasarkan penelitian yang berjudul Analisis Determinan
Perdarahan Post Partum Di Rumah Sakit, yang dilakukan oleh Ika
Fitria Elmeida, I Gusti Ayu Mirah W, 2016, hasil penelitian
didapatkan ada hubungan antara usia (p=0,005), paritas (p=0,0001)
dan kejadian anemia (p=0,0001) pada responden dengan
perdarahan postpartum di RSUDAM Tahun 2013. Usia berisiko
(usia dibawah 20 tahun dan di atas 35 tahun) memiliki peluang
1,747 kali untuk mengalami perdarahan postpartum dibandingkan
dengan usia tidak berisiko. Paritas berisiko memiliki peluang
sebesar 4,975 kali untuk mengalami perdarahan postpartum
dibandingkan dengan paritas tidak berisiko. Responden yang
mengalami anemia memiliki peluang sebesar 7,128 kali untuk
mengalami perdarahan postpartum dibandingkan dengan
responden yang tidak mengalami anemia. Anemia merupakan
faktor yang paling berpengaruh terhadap kejadian perdarahan
postpartum. (Wald = 21,363).
3) Agama
Untuk menentukan bagaimana kita memberikan dukungan
pada ibu selama memberikan asuhan.Informasi ini terkait dengan
pentingnya agama dalam kehidupan klien, tradisi agama dalam
kehamilan dan lain - lain (Walyani, 2015).
Dalam penelitian Tawarina Surbakti, Gilny Aileen Joan,
Denny Ricky, 2017, yang berjudul Hubungan Religiusitas Dengan
Kecemasan Menghadapi Partus Pada Ibu Nullipara Di Wilayah
Kerja Puskesmas Parongpong Kabupaten Bandung Barat,
menjelaskan bahwa hasil yang diperoleh adalah t hitung = -1,442 <
ttabel = -2,160 berarti Ho diterima dan Ha ditolak dapat
disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara
religiusitas dengan kecemasan dalam menghadapi partus dengan
kuat hubungan yang rendah.
4) Suku Bangsa

48
Dikaji untuk menentukan adat istiadat atau budayanya. Ras,
etnis, dan keturunan harus diidentifikasi dalam rangka memberikan
perawatan yang peka budaya kepada klien (Walyani, 2015).
Dengan mengetahui suku atau bangsa, petugas dapat
mendukung dan memelihara keyakinan yang meningkatkan
adaptasi fisik dan emosinya terhadap kehamilan atau persalinan
(Marmi, 2016).
Berdasarkan penelitian Guspianto, Andy Amir, Arnild Augina
Mekarisce, 2019, yang berjudul Analisis Perilaku Persalinan
Komunitas Adat Terpencil di Wilayah Taman Nasional Bukit
Duabelas Kabupaten Sarolangun Provinsi Jambi, menjelaskan
bahwa perilaku persalinan KAT adalah tidak aman dan berisiko
tinggi komplikasi yang berdampak kematian ibu dan bayi. Hal ini
kemungkinan besar dipengaruhi oleh rendahnya pengetahuan,
sikap yang kurang mendukung, rendahnya persepsi kebutuhan, dan
belum optimalnya pelayanan kesehatan. Kondisi jalan tempuh yang
sulit, hidup berkelompok yang menyebar, dan kebiasaan
“melangun” menjadi hambatan dalam mengakses pelayanan
kesehatan. Direkomendasikan untuk meningkatkan pelaksanaan
program P4K dan Posyandu, membuat rumah singgah persalinan,
menyediakan “KAT Care Mobile”, dan melakukan pendekatan
kepada tokoh masyarakat (tumenggung), dan dukun beranak
tentang persalinan yang aman untuk mempertahankan kesehatan
dan keselamatan ibu melahirkan.
5) Pendidikan
Tanyakan tingkat pendidikan tertinggi klien. Mengetahui
pendidikan klien berpengaruh dalam tindakan kebidanan dan untuk
mengetahui sejauh mana tingkat intelektualnya, sehingga bidan
dapat memberikan konseling sesuai dengan pendidikannya
(Walyani, 2015).
Berdasarkan penelitian yang berjudul Pengaruh Kecemasan
Ibu Terhadap Proses Persalinan Kala I Fase Aktif Di BPS Atik
Suharijati Surabaya, yang dilakukan oleh Nur Masruroh, 2015,
bahwa peningkatan pendidikan dapat mengurangi rasa tidak
mampu untuk menghadapi stress atau kecemasan. Semakin tinggi

49
pendidikan seseorang akan mudah dan semakin mampu
menghadapi stress atau kecemasan dalam menghadapi persalinan.
Inilah yang menyebabkan sebagian besar responden mengalami
kecemasan ringan. Hasil penelitian menunjukkan hampir
setengahnya (41.7%) mengalami cemas ringan dan sebagian
besar responden (75 %) mengalami fase aktif < 6 jam. Hasil uji
statistik didapatkan = 0,024 <= 0,05, maka H0 ditolak artinya
ada pengaruh tingkat pendidikan terhadap kecemasan ibu
dengan proses persalinan pada kala I fase aktif di BPM Atik
Suharijati Surabaya.
6) Pekerjaan
Mengetahui pekerjaan klien adalah penting untuk mengetahui
kemungkinan pengaruh lingkungan kerjan pasien terhadap
kehamilan yang dapat merusak janin, dan persalinan prematur
(Walyani, 2015).
Menurut BKKBN, (2012), pernikahan membutuhkan
persiapan yang matang, khususnya dibidang ekonomi sehingga
dalam upaya memperoleh pekerjaan baik langsung maupun tidak
langsung akan mendewasakan atau menunda pernikahan.
Berdasarkan penelitian Sisca Dewi Karlina, Subandi
Reksohusodo, Aris Widayati, 2016, hasil nilai signifikansi atau p
value > 0.05 artinya tidak ada hubungan yang signifikan antara
pekerjaan ibu dengan nyeri persalinan fisiologis pada primipara
inpartu kala I fase aktif.
7) Alamat
Dikaji untuk mengetahui keadaan lingkungan dan tempat
tinggal klien, sehingga lebih memudahkan pada saat akan bersalin
sert mengetahui jarak rumah dengan tempat pelayanan kesehatan
(Walyani, 2015).
8) Alasan Datang
Ditanyakan untuk mengetahui alasan datang ke bidan/ klinik,
apakah untuk memeriksakan keadaannya atau untuk memeriksakan
keluhan lain yang disampaikan dengan kata – katanya sendiri
(Hani, dkk, 2010).

50
Berdasarkan penelitian Mujizatriana, Nurmiati, Sitti Zaenab,
2018, berdasarkan analisis data diperoleh hasil Ibu bersalin yang
mendapatkan asuhan sayang ibu dengan kategori baik sebanyak 23
orang atau 46.9%. Ibu bersalin yang lama persalinan kala I yang
normal sebanyak 35 orang atau 69.5% dan yang mengalami
persalinan normal sebanyak 39 orang atau 79,5%. Hasil analisis
chi-square menunjukkan adanya hubungan antara asuhan sayang
ibu dengan lama persalinan kala I dan kala II dengan nilai p=0.041
dan p=0.043 (p<0.05).
9) Keluhan Utama
Keluhan utama ditanyakan untuk mengetahui alasan pasien
datang ke ke fasilitas kesehatan (Sulistyawati, 2009).
Menurut Yustiana & Nuryanto, (2014), hasil penelitian dari 30
responden yang dilakukan pada bulan Mei–Juni 2011 didapatkan
responden 50% memiliki tingkat kecemasan sedang dan 86,7%
mengalami lama persalinan kala II cepat. Hasil uji Chi Square χ 2
hitung = 68,222 > χ 2 tabel yaitu ≥ 5,991 berarti Ho ditolak artinya
ada hubungan antara tingkat kecemasan dengan lama persalinan
kala II. Kesimpulan dari peneliti ini adalah ada hubungan antara
tingkat kecemasan ibu dengan lama persalinan kala II
10) Riwayat Kesehatan
Riwayat kesehatan merupakan identifikasi keluhan sekarang,
penyakit umum yang pernah diderita, serta penyakit yang dialami
dahulu (Marmi, 2011). Di isi dengan riwayat penyakit yang pernah
atau sedang di derita baik klien ataupun anggota keluarga, terutama
penyakit – penyakit yang dapat mempengaruhi kesehatan
reproduksi seperti IMS, HIV/ AIDS, Hepatitis B, Malaria, peyakit
tidak menular (Diabetes, kanker, hipertensi), penyakit genetik, dan
masalah kesehatan jiwa (Kemenkes RI, 2017).
Berdasarkan jurnal Sri Untari, 2017 . riwayat keturunan
hipertensi, terdapat ibu bersalin dengan hipertensi esensial
sebanyak 24 (65%) responden, hipertensi gestasional sebanyak 13
(35%) responden, riwayat keturunan hipertensi yang tidak
mempunyai keturunan dengan hipertensi esensial 2 (18%)
responden, hipertensi gestasional sebanyak 9 (82%) responden dari

51
48 (100%) responden. Setelah dilakukan pengolahan data dengan
uji Kai Kuadrat (Chi Square Test) di dapatkan hasil X2 tabel =
5,99 dan X2 hitung 7,443. Karena X2 dihitung menggunakan
tingkat keyakinan 95%, alfa = 5%, df = 1. Dengan kreteria
pengujian Ho ditolak apabila nilai X2 hitung >X2 tabel (7,443 >
5,991) maka Ho ditolak, jadi dapat disimpulkan bahwa ada
hubungan riwayat keturunan hipertensi dengan ibu bersalin
hipertensi. Hal ini bisa dikatakan bahwa riwayat keturunan
hipertensi yang mempunyai keturunan mempengaruhi terjadinya
ibu bersalin hipertensi.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Cytta Nirmala,
Johanes C Mose, Muhammad Alamsyah Aziz, Jusuf Sulaeman
Effendi, Benny Hasan Purwara, Adhi Pribadi, 2019, dalam
Perbedaan antara Jenis dan Derajat Kelainan Jantung serta Jenis
Persalinan terhadap Outcome Ibu dan Bayi pada Kehamilan
dengan Penyakit Jantung, hasilnya selama periode penelitian
sebanyak 76 sampel penelitian yang diperoleh. Jenis kelainan
jantung yang paling sering adalah kardiomiopati peripartum dan
hipertensi, yaitu sebesar 42,1%. Jenis persalinan yang banyak
dilakukan adalah seksio sesarea yaitu sebesar 64,5%. Penelitian ini
memperoleh bahwa ibu dengan kelainan jantung yang hidup
sebesar 88,2% dan meninggal sebesar 11,8% setelah menjalani
persalinan.
11) Riwayat Obstetri
a) Menarche: Dikaji untuk mengetahui kapan pertama kali pasien
menstruasi. Umumnya menarche terjadi pada usia 12-13 tahun
(Sulistyawati, 2009).
b) Siklus: Siklus merupakan jarak antara menstruasi yang dialami
dengan menstruasi berikutnya, dalam hitungan hari. Dikaji
teratur atau tidaknya setiap bulan. Biasanya sekitar 23-32 hari
(Sulistyawati, 2009).
c) Lamanya: Menurut Walyani, (2015) lamanya haid yang normal
adalah kurang lebih 7 hari. Apabila sudah mencapai 15 hari
berarti sudah abnormal dan kemungkinan adanya gangguan
ataupun penyakit yang mempengaruhi.

52
d) Nyeri haid: Nyeri haid perlu ditanyakan untuk mengetahui
apakah klien menderita atau tidak di tiap haid. Nyeri haid juga
menjadi tanda kontroksi uterus klien begitu hebat sehingga
menimbulkan nyeri haid ( Walyani, 2015).
e) Banyaknya: Dikaji untuk mengetahui berapa banyak darah
yang keluar saat. Menurut Walyani (2015; h. 114), normalnya
yaitu 2 kali ganti pembalut dalam sehari.Apabila darahnya
terlalu berlebihan,itu berarti telah menunjukan gejala kelainan
banyaknya darah haid.
12) Riwayat Kehamilan Persalinan, dan Nifas yang lalu
Untuk menentukan asuhan yang akan diberikan berdasarkan
berapa kali hamil, anak yang lahir hidup, persalinan tepat waktu,
persalinan premature, keguguran, persalinan dengan tindakan
(dengan forcep, vakum, atau seksio sesaria), riwayat perdarahan
pada persalinan, hipertensi pada kehamilan terdahulu, berat badan
bayi kurang dari 2500 gram atau lebih dari 4000 gram
(Mandriwati, 2008).
Berdasarkan penelitian yang berjudul Hubungan Jarak
Kelahiran Dengan Kejadian Perdarahan Postpartum Primer Di BPS
Hermin Sigit Ampel Boyolali, yang dilakukan oleh Eka Yuliana
Widianti, Atik Setiyaningsih, 2014, hasil chi square menunjukkan
adanya hubungan jarak kelahiran dengan kejadian perdarahan
postpartum. Hasil analisis chi square, nilai X² hitung 31.220 dan
P.value 0,000. Level signifikan 5% (0,000 < 0,05), maka Ho
ditolak, Ha diterima.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah Ada pengaruh yang
signifikan antara hubungan jarak kelahiran dengan kejadian
perdarahan postpartum.

13) Riwayat KB
Untuk mengetahui apakah klien sudah pernah menggunakan
kontrasepsi atau belum, jika sudah pernah bagaimana pengalaman
kontrasepsi yang dipakai (Mandriwati, 2008).
14) Pola Pemenuhan Kebutuhan Sehari – Hari
a) Pola Nutrisi

53
Beberapa hasil yang perlu ditanyakan pada pasien berkaitan
dengan pola makan adalah menu, frekuensi, jumlah per hari
dan pantangan (Sulistyawati, 2009).
Berdasarkan penelitian yang berjudul Pengaruh Konsumsi
Madu terhadap Lama Persalinan Kala I dan Kala II, yang
dilakukan oleh Rosmadewi, Ranny Septiani, 2021, hasil
penelitian didapatkan ada pengaruh pemberian konsumsi madu
pada ibu hamil multigravida trimester III terhadap lama
persalinan kala I dengan p-value 0,05 dan ada pengaruh
terhadap lama persalinan kala II dengan p-value 0,02. Bidan
sebagai pemberi pelayanan kepada ibu hamil dan ibu bersalin
menganjurkan kepada ibu untuk mengkonsumsi madu 2-3
sendok makan 2 kali dalam sehari sejak usia kehamilan 34
minggu untuk kontraksi uterus baik dan menambah kekuatan
mengejan ibu pada proses persalinan.
b) Pola Eliminasi
BAB dan BAK seperti frekuensi perhari, warnanya, ada
masalah selama BAB/BAK atau tidak (Walyani, 2015).
Berdasarkan penelitian yang berjudul Hubungan
Pelaksanaan Asuhan Sayang Ibu Dengan Lamanya Persalinan,
yang dilakukan oleh Herly Kartini Tambuwun, Sandra
Tombokan, Jenny Mandang, 2014, analisa data menunjukkan
bahwa pelaksanaan asuhan sayang ibu seperti dukungan
emosional, pemberian cairan dan nutrisi, keleluasan miksi
dan defekasi, dan pencegahan infeksi sangat penting dan
berpengaruh dalam persalinan normal yaitu seperti penelitian
ini didapatkan sebagian besar dilakukan asuhan sayang ibu dan
persalinannya normal.
c) Personal Hygiene
Untuk mengetahui kebersihan diri pasien. Dianjurkan untuk
mandi minimal 2 kali sehari, ganti baju minimal 1 kali, ganti
celana dalam minimal 2 kali sehari, berkeramas lebih sering
dan menjaga kebersihan kuku (Sulistyawati, 2009).
d) Pola Istirahat Tidur

54
Untuk mengetahui kecukupan istirahat pasien.Istirahat
sangat diperlukan calon pengantin. Lama tidur siang hari
normalnya 1 – 2 jam, malam hari yang normal adalah 6-8 jam
(Sulistyawati, 2009).
e) Pola Aktivitas dan Olahraga
Mengkaji aktivitas sehari-hari pasien untuk gambaran
tentang seberapa berat aktivitas pasien (Sulistyawati, 2009).
f) Kebiasaan yang Merugikan Kesehatan
Dikaji untuk mengetahui apakah ibu memiliki kebiasaan
seperti minum jamu, merokok, minum-minuman keras, dan
obat terlarang dan kebiasaan lainnya (Walyani, 2015).
Pada penelitian Pengaruh Rokok Terhadap Berat Badan
Bayi Baru Lahir Di RSUD Banjarbaru, oleh Mahdalena,
Endang Sri P Ningsih, Sugian Noor, 2014, hasil penelitian
menunjukkan sebagian besar responden adalah perokok pasif
yaitu 42 orang (67,4%) ada juga perokok aktif sebanyak 3
orang (3,4%). Berat badan lahir bayi yang dilahirkan di RSUD
Banjarbaru pada bulan September 2013 sebagian besar normal
yaitu 52 orang (77,6%) tetapi masih ada yang berat badan lahir
kurang sebanyak 12 orang (17,9%) Analisa bivariat
menggunakan uji statistic Kruskal Wallis dengan taraf
signifikasi α 0,05 ternyata tidak ada pengaruh rokok terhadap
berat badan lahir dari ibu hamil perokok aktif, perokok pasif
maupun tidak perokok.
15) Riwayat Psikososial Spiritual
a) Riwayat Perkawinan
1) Kaji usia ibu : saat pertama kali menikah, status
perkawinan, berapa kali menikah dan lama pernikahan
(Kemenkes, 2013 ; h. 24). Usia pernikahan diperlukan
karena apabila klien mengatakan bahwa menikah di usia
muda sedangkan klien pada saat kunjungan awal ke tempat
bidan tersebut sudah tak lagi muda dan kehamilannya yang
pertama, ada kemungkinan bahwa kehamilannya saat ini
adalah kehamilan yang sangat diharapkan.hal ini

55
berpengaruh bagaimana asuhan kehamilan (Walyani, 2015
h. 122).
2) Pernikahan yang ke berapa: penting untuk dikaji karena dari
data ini akan mendapatkan gambaran mengenai suasana
rumah tangga pasangan (Sulistyawati, 2009).
3) Lama menikah (mengetahui berapa lama setelah menikah
ibu menuju rencana kehamilan) (Walyani, 2015 h. 122).
Berdasarkan penelitian Analisis Hubungan Tingkat
Kecemasan Dan Nyeri Persalinan Kala I Primipara Di Wilayah
Kerja Puskesmas Kota Pekalongan, oleh Agustina Rahmawati,
Hartati, Sumarni, 2016, Hasil penelitian menunjukan bahwa
sebagian besar ibu bersalin berusia antara 20- 35 tahun
sebanyak 52 responden (76,5%), yang berusia kurang dari 20
tahun sebanyak 11 responden (16,2%), dan yang berusia lebih
dari 35 tahun sebanyak 5 responden (7,4%). Usia terbanyak
ibu bersalin yaitu 20-35 tahun dimana usia tersebut adalah usia
reproduksi, sehingga ibu bersalin tidak memiliki resiko tinggi
ketika bersalin. Apabila usia ibu bersalin kurang dari 20 tahun
maka wanita memiliki resiko tinggi dalam kehamilan dan
persalinan karena alat reproduksi belum matang secara
sempurna, sedangkan wanita diatas usia 35 tahun juga
memiliki resiko patologi terhadap kehamilan dan persalinan.
b) Kehamilan ini diharapkan atau tidak
Dikaji untuk mengetahui apakah rencana kehamilan ini
diharapkan atau tidak oleh ibu, suami dan keluarga dan
bagaimana respon keluarga terhadap rencana kehamilan ibu
(Walyani, 2015 h. 129).
Dampak kehamilan yang tidak direncanakan selain
berdampak pada kehamilan juga berdampak pada
ketidaksiapan ibu untuk hamil dan bahkan dapat berujung pada
keputusan untuk pengguguran kandungan yang tidak aman
(unsafe abortion). Kondisi unsafe abortion akan sangat dekat
dengan kejadian kesakitan dan kematian ibu yang saat ini
masih sangat tinggi di Indonesia (Prihastuti, 2004 dalam
Pranata & Sadewo, 2012).

56
Dalam penelitian Hubungan Pengetahuan Ibu
Primigravida dengan Kesiapan Ibu dalam Menghadapi
Persalinan di Wilayah Kerja Puskesmas Deket Kabupaten
Lamongan Husnul Muthoharoh, 2018, hampir sebagian ibu
primigravida memiliki pengetahuan yang kurang tentang
persalinan sebanyak 12 ibu primigravida (46,9%), hampir
seluruh ibu primigravida memiliki kesiapan yang kurang
dalam menghadapi persalinan sebanyak 24 ibu primigravida
(85,7%), ada hubungan pengetahuan ibu primigravida
dengan kesiapan ibu dalam menghadapi persalinan.
c) Mekanisme koping
Koping adalah perubahan kognitif dan perilaku secara
konstan dalam upaya untuk mengatasi tuntutan internal dan
atau eksternal khusus yang melelahkan atau melebihi sumber
individu (Lazarus, (1985) dalam Nasir dan Muhith, 2011).
Koping yang efektif adalah koping yang membantu seseorang
untuk menoleransi dan menerima situasi menekan serta tidak
merisaukan tekanan yang tidak dapat dikuasainya (Lazarus dan
Folkman, (1984) dalam Nasir dan Muhith, 2011).
Mekanisme koping adalah cara yang digunakan individu
dalam menyelesaikan masalah, mengatasi perubahan yang
terjadi, dan situasi yang mengancam, baik secara kognitif
maupun perilaku. Koping adalah proses dimana seseorang
mencoba untuk mengatur perbedaan yang diterima antara
keinginan (demands) dan pendapatan (resources) yang dinilai
dalam suatu keadaan yang penuh tekanan, koping dapat
diarahkan untuk memperbaiki atau menguasai suatu masalah
dapat juga membantu mengubah persepsi atas ketidaksesuaian,
menerima bahaya, melepaskan diri atau mengindari situasi
stres (Nasir dan Muhith, 2011).
Berdasarkan penelitian Febria Syafyu Sari, Hema Malini &
Basmanelly, 2017, mekanisme koping positif yang
diidentifikasi muncul pada partisipan merupakan hasil dari
dukungan keluarga berupa pendampingan suami dan dukungan
keluarga serta petugas kesehatan. Saran untuk pelayanan

57
kesehatan dapat lebih memperhatikan dalam memberikan
asuhan keperawatan psikososial agar ibu tidak jatuh pada
kondisi maladaptif.
Pada penelitian Analisis Hubungan Tingkat Kecemasan Dan
Nyeri Persalinan Kala I Primipara Di Wilayah Kerja
Puskesmas Kota Pekalongan, oleh Agustina Rahmawati,
Hartati, Sumarni, 2016, tingkat nyeri ibu dapat dilihat dari
pembukaan serviks yang dialami oleh ibu dan juga dipengaruhi
oleh faktor usia, kebudayaan, makna nyeri, perhatian, ansietas
(kecemasan), keletihan, pengalaman sebelumnya, gaya koping,
dukungan keluarga dan sosial.
Sebagian besar ibu bersalin kala 1 primipara yang menjadi
responden memiliki tingkat kecemasan sedang yaitu
sebanyak 43 responden (63,2%). Sebagian besar dari ibu
bersalin kala 1 primipara yang merasakan nyeri sedang
yaitu sebanyak 43 responden (63,2%). Terdapat Hubungan
Kecemasan dengan Tingkat Nyeri Persalinan Kala 1 Primipara
dimana nilai p value: 0,00 <α (0,05). Sedangkan dari hasil
korelasi Spearman’s rho: 0,568, maka dapat disimpulkan
bahwa kekuatan hubungan kecemasan dengan tingkat nyeri
ibu bersalin kala 1 primipara memiliki kekuatan sedang.
d) Pengambil keputusan utama
Dikaji untuk mengetahui siapa pengambil keputusan utama
dalam keluarga saat terjadi masalah dalam keluarga, terutama
apabila terjadi kegawatdaruratan pada ibu selama hamil
(Walyani, 2015; h. 131).
e) Adat istiadat
Dikaji untuk mengetahui apakah ibu dan keluarga masih
menggunakan budaya setempat dalam rencana kehamilan.
Menurut Sulistyawati (2009; h. 103) bahwa masih dijumpainya
adat istiadat yang merugikan kesehatan ibu hamil sehingga
tenaga kesehatan harus bisa menyikapi hal tersebut dengan
bijaksana.
Pada penelitian yang berjudul Pelayanan ANC, Persalinan dan
Nifas Bagi Ibu-Ibu Suku Dayak Pasir, Sonya Yulia S, 2016,

58
Masyarakat suku Dayak Pasir di Desa Sandeley Kecamatan
Kuaro Kahupaten Pasir Propinsi Kalininntan Timur, masih
berpegang teguh pada budaya lcluhurnya, yang biasanya
sangat berkaitan erat dengan alam sekitarnya. Kehamilan,
persalinan dan nifas merupakan hal yang istimewa
mcnghubungkannya dengan berbagai larangan atnu tabu yang
sampai snat ini masih ditakuti atau tidak berani melanggar adat
istiadat yang ada.
f) Penghasilan Perbulan
Dikaji untuk mengetahui berapa penghasilan ibu/suami per
bulan, cukup atau tidak untuk memenuhi kebutuhan
keluarganya. Keadaan ekonomi sangat mempengaruhi
kehamilan ibu karena berhubungan dengan pemenuhan
kebutuhan ibu selama kehamilan nantinya (Walyani, 2015; h.
86).
Berdasarkan penelitian Hubungan Faktor Internal Dan
Eksternal Dengan Kecemasan Ibu Hamil Primigravida Dalam
Mengahadapi Persalinan Di Wilayah Puskesmas Pandian, oleh
Lailatul Latifah, 2016, hasil penelitian didapat yaitu mayoritas
responden berusia 21-35 tahun (55%), pendidikan terakhir
SMA (41,7%), dan tingkat sosial ekonomi rendah (61,7%).
Faktor internal yang berhubungan dengan kecemasan ibu yaitu
tingkat sosial ekonomi. Faktor eksternal yang berhubungan
dengan kecemasan yaitu dukungan penilaian dan dukungan
instrumental dari tenaga kesehatan. Kesimpulan penelitian
yaitu tingkat sosial ekonomi, dukungan penilaian dan
dukungan instrumental dari tenaga kesehatan memiliki
hubungan dengan kecemasan ibu hamil primigravida trimester
III di Wilayah Kerja Puskesmas Pandian, Kabupaten Sumenep.
Saran untuk keluarga maupun tenaga kesehatan agar
meningkatkan dukungan penilaian dan dukungan instrumental
dari tenaga kesehatan agar ibu tidak terlalu cemas menghadapi
proses persalinan.
16) Tingkat Pengetahuan

59
Berdasarkan penelitian Vitria Melani, Mury Kuswari, 2018,
hasil analisis bivariat menunjukkan terdapat perbedaan yang
signifikan pada semua variabel pengetahuan berdasarkan tingkat
pendidikan dan tingkat pendapatan (p value<0,05). Meskipun rata-
rata pengetahuan masih rendah di semua kelompok, hal ini
menunjukkan rendahnya pengetahuan calon pengantin mengenai
gizi untuk mempersiapkan kehidupan rumah tangga yang sehat dan
berkualitas.
Berdasarkan penelitian Studi Deskriptif Karakteristik Dan
Pengetahuan Ibu Primipara Tentang Teknik Mengejan Yang Benar
Pada Persalinan Kala II Di BPM Kota Semarang, oleh Titik
Kurniawati, Sri Mularsih, Dina Safrina, 2018, hasil penelitian ini
yaitu sebagian besar responden yang berumur antara 21-35 tahun
yaitu sebanyak 24 (70.6%) responden; sebagian besar yang
berpendidikan menengah yaitu sebanyak 22 (64.7%) responden;
sebagian besar yang sudah bekerja yaitu sebanyak 21 (61.8%)
responden dan sebagian besar yang tingkat pengetahuan kategori
cukup baik yaitu sebanyak 20 (58.8%) responden. Saran yang
dapat diberikan kepada masyarakat khususnya kepada ibu yang
akan menghadapi persalinan untuk mencari informasi kepada
tenaga kesehatan tentang teknik mengejan dan cara melakukan
persalinan yang normal.
b. Data Obyektif (O)
Data objektif merupakan pendokumentasian manajemen
kebidanan menurut Helen Varney pertama (pengkajian data), terutama
data yang diperoleh melalui observasi yang jujur dari pemeriksaan
fisik pasien,pemeriksaan laboratorium atau pemeriksaan diagnostik
lain.
1) Pemeriksaan Umum
a) Keadaan umum
Untuk mengetahui data ini kita cukup dengan mengamati
keadaan pasien secara keseluruhan, yaitu : Baik, jika pasien
memperlihatkan respons yang baik terhadap lingkungan dan
orang lain, serta secara fisik pasien tidak mengalami
ketergantungan dalam berjalan, dan dikatakan lemah, pasien

60
dimasukkan dalam kriteria ini jika ia kurang atau tidak
memberikan respon yang baik terhadap lingkungan dan orang
lain dan pasien sudah tidak mampu lagi untuk berjalan sendiri
(Sulistyawati, 2009).
b) Kesadaran
Untuk mendapatkan gambaran tentang kesadaran pasien,
kita dapat melakukan pengkajian tingkat kesadaran mulai dari
keadaan compos mentis sampai dengan koma (Sulistyawati,
2009).
c) Tekanan darah
Pengukuran tekanan darah dilakukan untuk mendeteksi
adanya hipertensi (tekanan darah > 140/90 mmHg) (Kemenkes
RI, 2013; h. 9). Menurut Walyani (2015;h 80) tekanan darah
normal berkisar systole/diastole 110/80 – 120/80 mmHg.
d) Nadi
Tabel Klasifikasi Denyut Nadi
Denyut Nadi Permenit Klasifikasi
< 60 Bradikardi
60 – 100 Normal
>100 Takikardi
(Buku Saku Pemeriksaan Fisik dalam Kemenkes RI, 2017)
e) Suhu
Suhu tubuh seseorang dapat diukur melalui ketiak/ aksila
yang dilakukan dengan meletakkan thermometer di ketiak
(Kemenkes RI, 2017).
Tabel Klasifikasi Suhu Tubuh
Suhu Tubuh C Kesan
<36, 5 Hipotermi
36, 5 – 37, 5 Normal
37, 5 – 37, 9 Demam
>37, 9 Demam Tinggi
Berdasarkan penelitian Ketuban Pecah Dini dan Demam
Intrapartum Sebagai Faktor Risiko Sepsis Neonatorum Onset
Dini, oleh Naufal Sastra Negara, Setya Wandita, Purnomo
Suryantoro, 2016, didapatkan 5,3% dari 190 neonatus dengan

61
paparan ketuban pecah dini (RR 1,76; IK 95% 0,71-4,37),
12,8% dari 47 neonatus dengan paparan demam intrapartum
(RR 4,26; IK 95% 1,55-11,7), dan 12,9% dari 31 neonatus
dengan paparan ketuban pecah dini yang disertai demam
intrapartum (RR 4,31; IK 95% 1,38-13,5) berkembang menjadi
sepsis onset dini secara klinis yang disertai konfirmasi hasil
biakan positif. Analisis stratifikasi berdasarkan maturitas
kehamilan dan berat badan lahir, diikuti dengan penghitungan
menggunakan statistik Mantel-Haenszel, menunjukkan hasil
yang tidak berbeda secara bermakna. Meskipun demikian,
risiko relatif ketuban pecah dini pada kelompok neonatus
cukup bulan dan/atau berat badan lahir cukup tidak meningkat
secara bermakna (RR 1,12; IK 95% 0,44-2,86 dan RR 1,33; IK
95% 0,57-3,84).Simpulan : demam intrapartum merupakan
faktor risiko independen sepsis onset dini, sementara ketuban
pecah dini meningkatkan risiko secara bermakna pada
kelompok neonatus kurang bulan dan berat badan lahir rendah.
f) Respirasi
Pemeriksaan frekuensi pernafasan dilakukan dengan
menghitung jumlah pernafasan, yaitu inspirasi yang diikuti
ekspirasi dalam satu menit penuh.
Tabel Klasifikasi Frekuensi Nafas
Frekuensi Nafas Klasifikasi
Permenit (RR)
<13 Bradipnea
14 – 20 Normal
>20 Takipnea

g) Berat Badan
Berat badan adalah parameter antropometri yang sangat
labil.Dalam keadaan normal, dimana keadaan kesehatan baik
dan keseimbangan antara konsumsi dan kebutuhan zat gizi
terjamin, berat badan berkembang mengikuti pertambahan
umur.Sebnaliknya dalam keadaan yang abnormal, terhadap
dua kemungkinan perkembangan barat badan, yaitu dapat

62
berkembang cepat atau lambat dari kedaan normal.Berat badan
harus selalu dimonitor agar memberikan informasi yang
memungkinkan intervensi gizi yang preventif sedini mungkin
guna mengatasi kecenderungan penurunan atau penambahan
berat badan yang tidak dikehendaki. Berat badan harus selalu
dievaluasi dalam konteks riwayat berat badan yang meliputi
gaya hidup maupun status berat badan yang terakhir.
Penentuan berat badan dilakukan dengan cara menimbang
(Anggraeni, 2012).
Berdasarkan penelitian Efek Senam Hamil Terhadap Lama
Kala II Persalinan Primipara Ditinjau Berdasarkan Berat
Badan Janin, Nurul Umitasari, WD Pristiwati, Sayono, 2013,
data dianalisis dengan software SPSS. Rerata lama kala II pada
peserta senam hamil 34,81 menit sedangkan pada ibu bersalin
bukan peserta senam hamil 39,13 menit. BBJ dari ibu bersalin
peserta senam hamil mengelompok antara 2500 - 3000 gram,
sedangkan pada ibu beraslin bukan peserta senam hamil lebih
menyebar, yaitu 6,7% < 2500, 33,3% antara 2500 - 3000 gram
dan 60% > 3000 gram. Lama kala II ibu bersalin peserta senam
hamil 4 menit lebih cepat dibanding bukan peserta senam
hamil. Pada persalinan dengan BBJ > 3000 gram, lama kala II
ibu peserta senam hamil lebih cepat 10 menit daripada bukan
peserta senam hamil. Senam hamil mempercepat kala II
persalinan, terutama untuk BBJ lebih dari 3000 gram.
h) Tinggi Badan
Tinggi badan merupakan salah satu parameter yang dapat
melihat keadaan status gizi sekaran dan keadaan yang telah
lalu.Pertumbuhan tinggi/panjang badan tidak seperti berat
badan, relatif kurang sensitif pada masalah kekurangan gizi
pada waktu singkat (Anggraeni, 2012).
Salah satu cara untuk menentukan status gizi yaitu dengan
membandingkan berat badan dan tinggi badan.
IMT = BB (Kg)/ TB2 (dalam meter)
(1) Untuk Perempuan
Kurus : < 17 Kg/m2

63
Normal : 17 – 23 Kg/ m2
Kegemukan : 23 – 27 Kg/ m2
Obesitas : > 27 Kg/ m2
(2) Untuk Laki – Laki
Kurus : < 18 Kg/m2
Normal : 18 – 25 Kg/ m2
Kegemukan : 25 – 27 Kg/ m2
Obesitas : > 27 Kg/ m2
Berdasarkan penelitian Determinan Persalinan Sectio
Caesaria Di Indonesia,oleh Novianti Sihombing, Ika
Saptarinia, Dwi Sisca Kumala Putria, 2017, berdasarkan status
kesehatan ibu, peluang lebih besar terjadinya persalinan
operasi sesar adalah mereka yang memiliki faktor risiko seperti
tinggi badan ≤ 145 cm (OR: 1,93), usia > 35 tahun (OR: 1,68),
usia kelahiran > 42 minggu (OR: 1,97), dengan paritas 1
kelahiran (OR: 2,49), melahirkan dengan penyakit penyulit
persalinan (OR: 1,21), memiliki riwayat komplikasi kehamilan
(OR: 1,29) dan komplikasi persalinan (OR: 6,63) serta
pemeriksaan kehamilan (K4) yang lengkap (OR: 1).
i) LILA
Ukuran LILA yang normal adalah 23,5 cm, diukur
sebelum hamil. Bila ditemukan pengukuran kurang dari 23,5
cm maka status gizi ibu kurang (Mandriwati, 2008).
Status gizi WUS atau wanita pranikah selama tiga sampai
enam bulan pada masa konsepsi akan menentukan kondisi bayi
yang dilahirkan. Prasarat gizi sempurna pada masa pra
konsepsi merupakan kunci kelahiran bayi normal dan sehat
(Susilowati dkk, 2016).
Dampak dari wanita pranikah yang menderita KEK antara
lain dapat mengakibatkan terjadinya anemia, kematian pada
ibu pada saat melahirkan, kematian janin, bayi berat lahir
rendah (BBLR), kelahiran prematur, lahir cacat hingga
kematian pada bayi (Stephanie dkk. 2016).
Menurut Yustiana & Nuryanto, (2014), kekurangan energi
kronis terjadi disebabkan karena adanya ketidakseimbangan

64
asupan gizi (energi dan protein), sehingga zat gizi yang
dibutuhkan tubuh tidak tercukupi. Hal tersebut
mengakibatkan pertumbuhan tubuh baik fisik ataupun mental
tidak sempurna seperti yang seharusnya. Kebiasaan makan ibu
sejak usia reproduksi juga memengaruhi kejadian KEK.
Bayi dengan BBLR akan mempunyai risiko gizi kurang,
gangguan pertumbuhan dan perkembangan, bahkan dapat
menyebabkan kematian jika tidak segera ditangani dengan
baik. Menurut Lubis (2003) dalam Muliawati & Lestari,
(2013) ibu yang mengalami KEK hingga trimester III berisiko
melahirkan bayi stunting karena pertumbuhan linear bayi
memasuki masa sensitif sejak periode midgestation.
Berdasarkan penelitian Asri Wahyuningsih, 2020, Faktor-
Faktor Yang Mempengaruhi Lama Persalinan Kala I Dan Kala
II, hasil penelitian diperoleh bahwa tidak terdapat hubungan
umur (0,693), paritas (-0,702), kadar hb (0,134) dan LILA
(0,847) dengan lama kala I dan terdapat hubungan umur (0,
040) dan paritas (0,000) dengan lama kala II persalinan, serta
tidak terdapat hubungan kadar Hb (0,569) dan LILA (0,148)
dengan lama kala II persalinan.
2) Status Present
a) Kepala: Untuk mengetahui kebersihan kepala. Normalnya
bentuk mesochepal, kulit kepala bersih dan rambut tidak rontok
(Mandriwati, 2008).
b) Mata: Untuk mengetahui warna sklera (ikterik atau tidak,
menilai kelainan fungsi hati) dan warna konjungtiva (pucat atau
cukup merah, sebagai gambaran tentang anemia secara kasar)
dan secret (Sulistyawati, 2009).
Berdasarkan penelitian Hubungan Antara Anemia pada Ibu
Hamil dan Kejadian Persalinan Preterm di RSUP M. Djamil
Padang Tahun 2013, oleh Aulia Ulfa, Ariadi Ariadi, Elmatris
Elmatris, 2013, hasil penelitian menunjukan bahwa ibu yang
melakukan persalinan di RSUP Dr. M. Djamil Padang tahun
2013, terbanyak berusia 20-35 tahun (71,7%) dan multipara
(55,0%). Ibu yang melakukan persalinan 40% mengalami

65
anemia. Hasil uji statistik Chi-square menunjukan terdapat
hubungan anemia pada ibu hamil dengan kejadian persalinan
preterm (nilai p= 0,018, OR= 4,297). Rata-rata kadar Hb
pada kelompok persalinan preterm (10,62 ± 1,42) g/dl lebih
rendah dibandingkan kelompok persalinan aterm (11, 51 ±
1,06) g/dl dan bermakna secara statistik (p = 0,007). Simpulan
penelitian ini adalah terdapat hubungan bermakna antara
kejadian anemia dan persalinan preterm.
c) Hidung: Pada masa sebelum hamil pemeriksaan ini bertujuan
untuk mengetahui adanya gangguan pembentukan hipofisis
yang berhubungan dengan kemungkinan adanya gangguan
fungsi sistim reproduksi sekunder. Cara pemeriksaannya adalah
dengan merangsang indera penciuman menggunakan bahan
yang berbau. Normalnya fungsi penciuman baik, tidak ada
polip, tidak ada septum deviasi (Kemenkes RI, 2017).
d) Mulut: Normalnya bibir tidak kering, tidak terdapat stomatitis,
gigi bersih tidak ada karies, tidak ada gigi palsu (Saminem,
2008).
e) Telinga: Dikaji untuk memeriksa kebersihan dan kemungkinan
adanya kelainan. Normalnya adalah simetris dan tidak ada
serumen berlebih (Saminem, 2008).
f) Leher: Normalnya tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, tidak
ada pembesaran kelenjar limfe, tidak ada bendungan vena
jugularis (Saminem, 2008).
g) Ketiak: Untuk memeriksa kemungkinan adanya massa atau
pembesaran pada aksila. Normalnya tidak ada benjolan
(Saminem, 2008).
h) Dada: Normalnya simetris, denyut jantung teratur, dan tidak
ada gangguan pernapasan (Sulistyawati, 2009).
i) Abdomen: Dikaji ada tidak bekas luka operasi, ada massa atau
tidak, terdapat nyeri tekan abdominal atau tidak, terdapat
pembesaran hepar/ limpa atau tidak (Sulistyawati, 2009).
Penelitian yang berjudul Keberhasilan Vaginal Birth After
Caesarean-section (VBAC) Berdasarkan Riwayat Persalinan Di
RSD dr. Soebandi Kabupaten Jember, yang dilakukan oleh

66
Yuniartika, Daning, 2016, menjelaskan bahwa penelitian ini
menggunakan pendekatan cross sectional dengan menggunakan
105 sampel yang dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu riwayat
persalinan pervaginam dan tanpa riwayat persalinan
pervaginam. Hasil analisis data menggunakan uji Chi square
didapatkan nilai p=0,725 yang berarti tidak ada perbedaan yang
bermakna pada perbandingan angka keberhasilan VBAC
berdasarkan riwayat persalinan di RSD dr Soebandi Jember.
j) Genetalia: Pada keadaan normal tidak terdapat bau busuk, dan
tidak ada condiloma (Saminem, 2008). Pada vulva mungkin
didapat cairan jernih atau sedikit berwarna putih tidak berbau,
pada keadaan normal, terdapat pengeluaran cairan tidak ada
rasa gatal, luka atau perdarahan ( Walyani, 2015).
k) Punggung: Teraba lurus, tidak ada lubang atau kelainan bentuk.
l) Anus: Normalnya tidak ada haemoroid (Sulistyawati, 2009).
m) Ekstremitas: Pemeriksaan tangan dan kaki yang dikaji untuk
mengetahui adanya edema sebagai tanda awal preeklampsia
dan warna kuku yang kebiruan sebagai gejala anemia (Hani
dkk, 2010; h. 92 - 93). Normalnya kedua tangan dan kaki tidak
oedem, gangguan pergerakan tidak ada (Saminem, 2008).
Berdasarkan penelitian Hubungan Preeklampsia dengan
Kejadian Persalinan Preterm, oleh Umi Hidayati Khoiriyah,
Inayatul Aini, Tri Purwanti, 2021, dari analisa statistik dengan
menggunakan uji statistik Chi-Square sebesar 0.035, dengan
peluang ralat kesalahan sebesar 0.035 dimana ρ < α (0.05). Dari
hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan
antara pre eklampsia dengan kejadian persalinan preterm.
Upaya yang dilakukan untuk mengatasi masalah yaitu
dilakukan penyuluhan bagi ibu untuk meningkatkan kesadaran
dalam melakukan pemeriksaan antenatal care (ANC) terpadu
secara teratur.
3) Status obstetrik
a) Inspeksi
 Muka : tidak oedema, tidak ada cloasma
gravidarum

67
 Payudara : hiperpigmentasi areola, puting susu
menonjol, kolostrum sudah keluar
 Abdomen : tidak ada striae gravidarum, ada linea nigra
 Vulva : tidak ada varises, tidak ada pembesaran
kelenjar bartholin
b) Palpasi
 Leopold I : bagian fundus teraba 1 bagian bulat lunak
(bokong) 3 jari dibawah px
 Leopold II : bagian kanan ibu teraba bagian ekstremitas dan
bagian kiri ibu teraba bagian keras panjang
 Leopold III : bagian bawah teraba 1 bagian bulat keras
(kepala)
 Leopold IV : divergen
 Palpasi penurunan kepala : 3/5
 TFU dengan MC Donald (dalam cm)
 TBJ (dalam gram)
c) Auskultasi
DJJ (dalam x/menit) Frekuensi : teratur / tidak teratur
d) Permeriksaan dalam
 Vulva/vagina
 Serviks
 Pembukaan
 Efficement
 Kulit ketuban
 Presentasi
 POD
 Penyusupan
 Bagian terbawah turun hodge
4) Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dalam pelayanan kesehatan masa
sebelum hamil untuk PUS sesuai indikasi meliputi:
a) Pemeriksaan darah: Hb
Berdasarkan penelitian “Hubungan Anemia Dalam Kehamilan
Dan Paritas Dengan Perdarahan Post Partum Di Puskesmas
Nambo”, oleh Yohana Dewi Andriani, Kartini,

68
Fitriyanti, (2017), hasil penelitian menunjukkan ada hubungan
anemia dalam kehamilan dengan kejadian perdarahan post
partum di Puskesmas Abeli Kota Kendari tahun 2015 hingga
2016. Ibu yang mengalami anemia dalam kehamilan berisiko
mengalami perdarahan post partum sebesar 2,7 kali
dibandingkan yang tidak mengalami anemia dalam kehamilan
(p=0,037; X2=4,365; OR=2,721; CI95%=1,050-7,048).Ada
hubungan paritas dengan kejadian perdarahan post partum di
Puskesmas Abeli Kota Kendari tahun 2015 hingga 2016.. Ibu
dengan paritas berisiko akan mengalami perdarahan post
partum sebesar 6,78 kali dibandingkan paritas tidak berisiko
(p=0,000; X2=14,727; OR=6,786; CI95%=2,432-18,932).
b) Pemeriksaan protein urine
Berdasarkan penelitian “Analisis Faktor Risiko Yang
Mempengaruhi Tekanan Darah Dan Protein Urine Pada Ibu
Dengan Pre Eklapsia Di RSUD DR. H. Abdul Moeloek
Provinsi Lampung”, Bernika Mutiara, Khoidar Amirus, Nurul
Aryastuti, Ririn Wulandari, Ika Sudirahayu Bernika Mutiara,
2018, hasil penelitian menunjukan rata-rata tekanan darah
sistolik ibu preeklamsia adalah 164,9 mmhg dan rata-rata
kadar protein urine adalah 244,84 mg/dl. Hasil analisis bivariat
diketahui ada hubungan umur (p-value 0,000), hubungan jarak
kehamilan (p-value 0,000), hubungan paritas dengan tekanan
darah (p-value 0,000), protein urine (p-value 0,014), riwayat
penyakit diabetes mellitus (p-value-0,000), tidak ada hubungan
kehamilan ganda (p-value= 0,607). Hasil multivariat yang
paling dominan dengan kejadian tekanan darah dan protein
urine adalah umur dengan beta tekanan darah (0,499) dan beta
protein urine (0,38). Disarankan bagi Ibu hamil untuk
melakukan pemeriksaan antenatal care minimal 4 kali selama
kehamilan dan petugas kesahatan diharapkan dapat
meningkatkan kegiatan penyuluhan tentang faktor risiko
preeklamsia.
c. Analisa (A)

69
Analisa merupakan pendokumentasian hasil analisa dan
interpretasi (kesimpulan) dari data subjektif dan objektif. Analisa
merupakan pendokumentasian manajemen kebidanan menurut Helen
Varney langkah kedua, ketiga dan keempat sehingga mencakup hal-hal
berikut ini: diagnosis/masalah kebidanan, diagnosis/masalah potensial
dan kebutuhan segera harus diidentifikasi menurut kewenangan bidan
meliputi tindakan mandiri, tindakan kolaborasi, dan tindakan merujuk
klien.
1) Diagnosa: Ny... umur... calon pengantin dengan kebutuhan.
2) Masalah: Masalah sering berkaitan dengan hal-hal yang sedang
dialami wanita yang diidentifikasi oleh bidan sesuai dengan hasil
pengkajian,normalnya tidak terjadi masalah (Marmi, 2012; h. 183).
3) Diagnosa Potensial: Pada keadaan normal, diagnosa potensial
dapat diabaikan
4) Tindakan Segera: Pada keadaan normal, langkah ini dapat
diabaikan
d. Penatalaksanaan (P)
Penatalaksanaan adalah membuat rencana asuhan saat ini dan yang
akan datang. Rencana asuhan disusun berdasarkan hasil analisa dan
interpretasi data. P dalam SOAP meliputi pendokumentasian
manajemen kebidanan menurut Helen Varney langkah kelima, keenam
dan ketujuh.
1) Memberitahu ibu bahwa ibu dan janin saat ini dalam keadaan sehat
Pengukuran tekanan darah dilakukan untuk mendeteksi adanya
hipertensi (tekanan darah > 140/90 mmHg) (Kemenkes RI, 2013;
h. 9). Menurut Walyani (2015;h 80) tekanan darah normal berkisar
systole/diastole 110/80 – 120/80 mmHg.
Berdasarkan penelitian Faktor Risiko Kejadian Pre-eklamsia
pada Ibu Hamil di Kabupaten Belu Paulina Ika D. R. Bere, Mindo
Sinaga, H. A. Fernandez, 2017, hasil penelitian ini ditemukan
adanya hubungan yang signifikan antara faktor risiko umur
(p=0,007; OR=0,286;95% CI=0,133-0,721), paritas (p=0,014; OR-
0,323;95%; CI=0,130-0,804), riwayat hipertensi (p=0,007;
OR=3,462;95% CI=1,379-8,691), riwayat pre-eklamsia (p=0,000;
OR=2,379;95% CI=1,803-3,139), antenatal care (p=0,000;

70
OR=0,140;95% CI=0,052-0,378) terhadap kejadian preeklamsia.
Variabel yang mempunyai risiko terjadinya pre-eklamsia adalah
riwayat hipertensi mempunyai risiko 3 kali, riwayat pre-eklamsia
mempunyai risiko 2 kali sedangkan variabel umur, paritas dan
pemeriksaan kehamilan (ANC) merupakan faktor protektif.
Hasil : Ibu mengerti dan merasa senang
2) Menganjurkan ibu untuk BAK jika kandung kemih terasa penuh.
Berdasarkan penelitian yang berjudul Hubungan Pelaksanaan
Asuhan Sayang Ibu Dengan Lamanya Persalinan, yang dilakukan
oleh Herly Kartini Tambuwun, Sandra Tombokan, Jenny
Mandang, 2014, analisa data menunjukkan bahwa pelaksanaan
asuhan sayang ibu seperti dukungan emosional, pemberian
cairan dan nutrisi, keleluasan miksi dan defekasi, dan
pencegahan infeksi sangat penting dan berpengaruh dalam
persalinan normal yaitu seperti penelitian ini didapatkan
sebagian besar dilakukan asuhan sayang ibu dan persalinannya
normal.
Hasil : Ibu mengerti dengan penjelasan yang diberikan
3) Memberitahu ibu untuk tarik nafas dalam jika ada kontraksi dan
memberitahu ibu untuk tidur miring ke kiri membantu
mempercepat penurunan kepala bayi serta memperlancar sirkulasi
oksigen dari ibu ke bayi
Berdasarkan penelitian Titi Astuti, Merah Bangsawan, 2019,
“Aplikasi Relaksasi Nafas dalam terhadap Nyeri dan Lamanya
Persalinan Kala I Ibu Bersalin di Rumah Bersalin Kota Bandar
Lampung”, jenis penelitiannya kuantitatif dengan desain Quasi
Experimen dengan menggunakan kelompok kontrol. Sampel dalam
penelitian berjumlah 64 responden, terdiri dari 32 responden
kelompok intervensi dan 32 responden kelompok kontrol.
Instrumen yang digunakan mengukur skala nyeri menggunakan
VAS, lembar observasi untuk lamanya kala I dan kuesioner
karakteristik responden.Analisis data menggunakan Uji t-
independent. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh
teknik relaksasi dengan rasa nyeri persalinan kala I dengan p
value 0,000 (p value< 0,05). Ada pengaruh teknik relaksasi

71
terhadap lamanya persalinan kala I dengan p value 0,000 (p value<
0,05). Peneliti menyarankan agar perawat dan bidan dapat
memberikan penyuluhan kesahatan tetang teknik relaksasi dan
teknik lainnya seperti massage, perubahan posisi ibu dll untuk
membantu ibu mengurangi rasa nyeri persalinan menjadi aman,
nyaman, dan ibu, bayi sehat dan sejahtera.
Hasil : Ibu mengerti dengan penjelasan yang diberikan dan ibu
tidur miring ke kiri
4) Mengajarkan ibu cara mengedan yang benar jika pembukaan sudah
lengkap, yaitu meneran seperti ingin BAB, tidak bersuara, tidak
mengangkat pantat, mata melihat ke arah pusat.
Berdasarkan penelitian Febrianingtyas, Luky, (2015),
“Gambaran Teknik Mengejan Yang Benar Pada Ibu Bersalin
Normal DI BPM Kusmawati Pandegiling Surabaya”, desain
penelitian deskriptif dengan populasi semua ibu bersalin normal di
BPM Kusmawati sebesar 32 orang. Cara pengambilan sampel
menggunakan non probability sampling dengan teknik quota
sampling dengan sampel sebesar 32 orang. Variabelnya adalah
teknik mengejan ibu saat bersalin normal. Pengumpulan data
dengan cara editing, coding, dan tabulating. Data disajikan dalam
tabel distribusi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hampir
setengah (34.38%) responden benar dalam melakukan teknik
mengejan. Sebagian besar (65.62%) responden salah dalam
melakukan teknik mengejan. Kesimpulan gambaran teknik
mengejan yang benar pada ibu bersalin normal di BPM
Kusmawati, Pandegiling Surabaya sebagian besar salah dalam
melakukan teknik mengejan. Diharapkan untuk bidan tetap
memberikan informasi secara continue pada Trimester III tentang
bagaimana teknik mengejan yang benar dan kapan waktu yang
tepat untuk mengejan.
Hasil : Ibu mengerti dan mau melakukan
5) Memberitahu ibu untuk makan dan minum saat kontraksi tidak ada,
guna untuk tenaga saat mengejan.
Berdasarkan penelitian Saadah, Aat, (2021), “Pengaruh
Pemberian Kurma (Poenixdactylifera) Terhadap Persalinan Lama

72
Kala II Pada Ibu Primigravida”, jenis penelitian yang digunakan
adalah Quasy Experiment. Terdapat variabel independen yaitu
kurma dan variabel dependen yaitu lama kala II ibu primigravida.
Cara pengambilan data menggunakan lembar observasi. Setelah
data terkumpul dilakukan Uji statistik menggunakan uji T-test,
penelitian ini telah dilakukan uji kelaikan etik yang dilakukan oleh
KEPK STIKes Ngudia Husada Madura. Hasil penelitian
menunjukkan Sebagian ibu bersalin yang diberi kurma mengalami
lama kala II lebih cepat dan sebagian mengalami lama persalinan
kala II normal. Dengan hasil analisa data menggunakan uji T-test
nilai 0,182 > nilai 0,05 bahwa tidak ada pengaruh pemberian
kurma terhadap lama persalinan kala II. Secara statistik tidak ada
pengaruh pemberian kurma, tetapi dilihat pada durasi kala II yang
diberikan kurma lebih cepat dibandingkan yang tidak diberi kurma.
Peneliti menyarankan kurma bisa dijadikan sebagai nutrisi saat
besalin untuk menambah tenaga saat bersalin dengan diberikan
mulai fase laten sehingga lebih optimal dalam penambahan energi
ibu bersalin.
Hasil : Ibu mengerti dan mau melakukan
6) Melakukan massage endorfin pada bagian servikal 7 kearah luar
menuju sisi tulang rusuk ibu selama 30 menit yang digunakan
untuk mengurangi nyeri punggung dan melakukan counter pressure
yaitu pijatan yang dilakukan dengan memberikan tekanan yang
terus- menerus pada tulang sakrum pasien dengan pangkal atau
kepalan salah satu telapak tangan.
Berdasarkan penelitian Hikmawati, Dita, Ari Wibowo,
Thomas, 2020, “Pengaruh Edorphin Massage terhadap Tingkat
Kecemasan pada Ibu Bersalin : Literature Review”, hasil analisis
penelitian yang menggunakan Literatur Review yang telah diteliti
sebelumnya oleh peneliti terdiri dari 5 jurnal nasional dan 5 jurnal
internasional didapatkan hasil dari keseluruhan jurnal bahwa
Endorphin Massage memiliki pengaruh yang signifikan dalam
mengatasi kecemasan pada ibu bersalin. Kesimpulan : Endorphin
Massage memiliki pengaruh yang signifikan dalam mengatasi
kecemasan pada ibu bersalin. Implikasi penelitian ini bahwa

73
latihan Endorphin Massage pada ibu bersalin dapat mengatasi
kecemasan ibu bersalin, sehingga dapat dipertimbangkan sebagai
salah satu intervensi tambahan pada ibu bersalin.
Hasil : Massage endorfin dan counter pressure telah dilakukan
7) Memberitahu suami dan keluarga untuk selalu mendampingi ibu
selama proses persalinan
Koping adalah perubahan kognitif dan perilaku secara
konstan dalam upaya untuk mengatasi tuntutan internal dan atau
eksternal khusus yang melelahkan atau melebihi sumber individu
(Lazarus, (1985) dalam Nasir dan Muhith, 2011). Koping yang
efektif adalah koping yang membantu seseorang untuk menoleransi
dan menerima situasi menekan serta tidak merisaukan tekanan
yang tidak dapat dikuasainya (Lazarus dan Folkman, (1984) dalam
Nasir dan Muhith, 2011).
Mekanisme koping adalah cara yang digunakan individu
dalam menyelesaikan masalah, mengatasi perubahan yang terjadi,
dan situasi yang mengancam, baik secara kognitif maupun
perilaku. Koping adalah proses dimana seseorang mencoba untuk
mengatur perbedaan yang diterima antara keinginan (demands) dan
pendapatan (resources) yang dinilai dalam suatu keadaan yang
penuh tekanan, koping dapat diarahkan untuk memperbaiki atau
menguasai suatu masalah dapat juga membantu mengubah persepsi
atas ketidaksesuaian, menerima bahaya, melepaskan diri atau
mengindari situasi stres (Nasir dan Muhith, 2011).
Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Adam dan
Umboh (2015) menyatakan bahwa adanya hubungan yang
bermakna antara pendampingan suami dengan intensitas nyeri
persalinan kala I fase aktif hal ini dikarenakan adanya pengaruh
secara psikologis dimana ibu yang mendapat pendampingan suami
yang baik akan merasakan adanya dukungan emosional suami dan
hal tersebut dapat mengalihkan perhatian ibu dan menurunkan
tingkat stresor yang menjadi stimulus nyeri saat bersalin sehingga
intensitas nyeri dapat berkurang.
Hasil : Suami dan keluarga bersedia
8) Mengajarkan ibu posisi dorsal recumbent.

74
Hal ini sesuai dengan penelitian Titik Lestari, dkk dalam
Keadaan Perineum Lama Kala I Dengan Posisi Dorsal Recumbent
Dan Litotomi Pada Ibu Bersalin mendapatkan hasil bahwa posisi
dorsal recumbent pada persalinan kala II memiliki kecenderungan
menyebabkan derajad ruptur perienum yang lebih ringan
dibandingkan dengan posisi litotomi. Resiko ruptur perineum dapat
dikurangi dengan pemilihan posisi ibu yang tepat pada saat
persalinan disertai dengan pengontrolan terutama pada saat janin
lahir (Lestari et al., 2012). dengan diposisikan dorsal recumbent
pada ibu bersalin, ibu mengalami rupture perineum derajat II yaitu
dari mukosa vagina, kulit perineum sampai otot perineum.
Hasil : ibu bersedia mengikuti anjuran
9) Menyiapkan alat pertolongan persalinan yaitu partus set, heacting
set, obat-obatan esensial, set resusitasi, serta pakaian ibu dan bayi.
Berdasarkan penelitian Yuli Setiawati, 2019, “Hubungan
Pelatihan APN Dengan Pengetahuan Dan Keterampilan Bidan
Dalam Pertolongan Persalinan”, penelitian ini merupakan
penelitian observasional yaitu dengan hanya mengamati tanpa
memperlakukan objek penelitian. Dalam penelitian ini merupakan
penelitian cross sectional dengan cara yaitu suatu pendekatan
pengamatan atau pengumpulan data sekaligus (Time Point
Approach) artinya setiap subjek penelitian hanya diamati satu kali,
dan pengukuran dilakukan pada status karakter. atau subjek
variabel pada saat inspeksi. Ini tidak berarti bahwa semua subjek
penelitian diamati pada waktu yang sama. Sampel dalam penelitian
ini adalah seluruh populasi yaitu 25 bidan di ruang bersalin RSUD
Sawerigading Palopo. Analisis data menggunakan uji chi-square.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelatihan APN memiliki
hubungan yang signifikan dengan knowledge help labor (p=0,025).
Pelatihan APN memiliki hubungan yang signifikan dengan
keterampilan pertolongan persalinan (p=0,000). Kesimpulan bahwa
pengetahuan dan keterampilan bidan yang telah dilatih APN lebih
baik daripada bidan yang tidak dilatih APN.
Hasil : alat telah disiapkan
10) Mengobservasi kemajuan persalinan dalam partograf.

75
Berdasarkan penelitian Sri Wahyuni, Rissa Nuryuniarti,
Endah Nurmahmudah, 2018, “Mobile Partograf: Aplikasi Untuk
Memantau Kemajuan Persalinan”, penelitian ini menggunakan
pendekatan pengem bangan system Rapid Application
Development (RAD). Hasil: menunjukkan bahwa aplikasi mobile
partograf berbasis andoid sangat membantu bidan dalam
pertolongan persalinan. Monitoring dan pendokumentasian asuh an
menjadi lebh efektif dan efisien. Simpulan: Aplikasi mobile
partograf berbasis android merupakan alat bantu digital dalam
pemantauan kemajuan persalinan.
Hasil : telah dilakukan

76
DAFTAR PUSTAKA

Ardriaansz, G. (2017). persalinan. In Asuhan Persalinan Normal asuhan esensial


bagi ibu bersalin daan bayi baru lahir serta penatalaksanaan komplikasi
segera pascapersalinan dan nifas (lima, p. 37). JNPK-KR.
Antik, Lusiana, A., & Handayani, E. (2017). Pengaruh Endorphine Massage
Terhadap Skala Intensitas Nyeri Kala I Fase Aktif Persalinan. Jurnal
Kebidanan, 6(2013), 1–6.
Aryani, Y., Masrul, & Evareny, L. (2015). Pengaruh Masase pada Punggung
Terhadap Intensitas Nyeri Kala I Fase Laten Persalinan Normal Melalui
Peningkatan Kadar Endorfin. Jurnal Kesehatan Andalas, 4(1), 70–77.
Asrinah; Putri, Shinta Siswoyo; Sulistyorini, Dewie; Muflihah, Ima Syamrotul;
Sari, D. N. (2010). Asuhan Kebidanan Masa Persalinan. Yogyakarta: Graha
Ilmu.
Bahiyatun. (2015). The Differences of time Release of Placenta and the Amount
of Bleeding in the Mother with and without Implement the Early Initiation of
Breastfeeding ( EIB ) Perbedaan Lama Pelepasan Plasenta dan Jumlah
Perdarahan pada Ibu yang Melaksanakan dan Tidak Mela, 4(1), 681–686.
Bobak, Lowdermilk, J. (2012). Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Jakarta:
EGC.
Departeman Kesehatan Republik Indonesia. (2008). Asuhan Persalinan Normal.
Jakarta: JNPK- KR.
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah. (2016). Profil Kesehatan Provinsi Jawa
Tengah. Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, 48–49. Retrieved from
dinkesjatengprov.go.id/v2016/dokumen/profil2016/Profil_2015_fix.pdf
Irmawati. (2014). Tetap Tersenyum Saat Melahirkan. Jakarta: Media Pressindo.
Juniartati, E., & Widyawati, M. N. (2018). LITERATURE REVIEW :
PENERAPAN COUNTER PRESSURE UNTUK MENGURANGI NYERI
PERSALINAN KALA I, 8(2), 112–119.
JNPK-KR (2017), Asuhan Esensial bagi Ibu Bersalin-Bayi Baru Lahir serta
Penatalaksanaan Komplikasi Segera Pasca Persalinan dan Nifas : Buku
Acuan : revisi kedelapan Edisi Tahun 2017
Kemenkes RI. (2015). Suistainable Development Goals. Jakarta: Kementrian
Kesehatan RI.
Khayati, N. (2017). PENGARUH IMD DENGAN PERDARAHAN IBU 2 JAM
POST PARTUM DI Program Studi D3 Keperawatan FIKKES Unimus
Email : pawestritri@yahoo.co.id Program Studi D3 Keperawatan FIKKES
Unimus Email : nikmatul.kayati@yahoo.com, (September), 282–285.
Lestari, T., Wahyuni, S., & Kurniawan, A. (2012). Keadaan Perineum Lama Kala
II Dengan Posisi Dorsal Recumbent Dan Litotomi Pada Ibu Bersalin. Jurnal
Terpadu Ilmu Kesehatan, 1, 101–105.
Manuaba. (2012). Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta: EGC Penerbit Buku
Kedokteran.
Manuaba. (2010). Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan KB. Jakarta:EGC.
Myles. (2009). Buku Ajar Bidan. (M. A. Fraser, Diane M; Cooper, Ed.). Jakarta.
Prawirohardjo, S. (2010). Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo (Ed.4).
Jakarta: Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Profil Kesehatan Kabupaten Kendal. (2016). Dinas Kesehatan Kabupaten Kendal.

Rohani, Saswita, R., & Marisah. (2013). Asuhan Kebidanan pada Masa
Persalinan. Jakarta: Salemba Medika.
Runjati;, & Umar, S. (2018). Bidan dan Kebidanan Kebidanan Teori dan Asuhan.
Jakarta: EGC Penerbit Buku Kedokteran.
Sejati, A. R. (2018). PENGARUH PENUNDAAN PEMOTONGAN TALI
PUSAT TERHADAP LAMA LAHIR PLASENTA , LAMA PUPUT TALI
PUSAT DAN KEBERHASILAN INISIASI MENYUSU DINI ( IMD ) DI
RB ANNY RAHARDJO DAN RB ROSNAWATI JAKARTA TIMUR,
10(1), 53–57.
Sulistyawati, A. (2011). Asuhan Kebidanan pada Masa Kehamilan. Jakarta:
Salemba Medika.
Sulistyawati, A., & Nugraheni, E. (2010). Asuhan Kebidanan Pada Ibu Bersalin.
Jakarta: Salemba Medika.
Suryani, L. (2019). Efektifitas waktu penundaan pemotongan tali pusat terhadap
kadar hemoglobin pada bayi baru lahir di rs anutapura kota palu, 1–6.
Varney, H. (2007). Buku Ajar Asuhan Kebidanan Edisi 4. Jakarta: EGC Penerbit
Buku Kedokteran.
Wahyuni, I., Halim, B., & Rusda, M. (2018). MANAGEMEN KELELAHAN
SAAT PERSALINAN MENGGUNAKAN JUS SEMANGKA, 1, 19–31.
Wiknjosastro, H. (2010). Ilmu Kandungan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo.
Yunita, F. A. (2010). PENGARUH PEMBERIAN RANGSANGAN PUTING
SUSU DENGAN PEMILINAN PADA MANAJEMEN AKTIF KALA III
TERHADAP WAKTU KELAHIRAN PLASENTA Dl KOTA
SURAKARTA, 1(1), 40–47.

Anda mungkin juga menyukai