Anda di halaman 1dari 31

“PSAK No. 18 Akuntansi dan Pelaporan Program Manfaat Purnakarya dan PSAK No.

24 Imbalan Kerja serta Regulasi Ketenagakerjaan di Indonesia”

Disusun Oleh :
KELOMPOK IV
1. Hyunjae Chun (17023000006)

2. Mita Mayuni (17023000015)


3. Yohana Sandra (18023000057)
4. Bagus Wisang (19023000288)
5. Yulisia Puspa A (20023000125)
6. Natalia Ayu Candrawati (20023000133)
7. Hibrid Chrisdha N (20023000223)
8. Ibnu Qushai Damanik (21023000012)
9. Fitriahary Febriana (21023000254)

SEMESTER GENAP 2021


PRODI S1 AKUNTANSI
UNIVERSITAS MERDEKA MALANG
Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Jl. Terusan Raya Dieng No. 62-64 Malang 65146, Telp. (0341)568395 Fax: (0341)564994,
Web : www.unmer.ac.id , Email : birohumas.unmer@gmail.com
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI..............................................................................................................................2
BAB I.........................................................................................................................................3
PENDAHULUAN......................................................................................................................3
A. Latar Belakang................................................................................................................3
B. Rumusan masalah............................................................................................................4
C. Tujuan.............................................................................................................................4
D. Manfaat...........................................................................................................................4
BAB II........................................................................................................................................5
PEMBAHASAN........................................................................................................................5
A. Standar Akuntansi Keuangan No 18 Tentang Program Manfaat Punakarya..................5
B. Standar Akuntansi Keuangan No 24 Tentang Imbalan Kerja.......................................12
C. Regulasi Ketenagakerjaan di Indonesia........................................................................21
PENUTUP....................................................................................................................................
A. Kesimpulan...................................................................................................................30
B. Saran..............................................................................................................................30
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................31

2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Semua perusahaan di Indonesia wajib mematuhi Undang-undang
Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003 dan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020
tentang Cipta Kerja. Undang-undang Ketenagakerjaan mengatur secara umum
mengenai tata cara pemberian imbalan-imbalan di perusahaan, mulai dari imbalan
panjang sampai imbalan jangka pendek atau pesangon.
Imbalan-imbalan di Undang-undang Ketenagakerjaan diatur lebih lanjut oleh
setiap perusahaan di buku Peraturan Perusahaan (PP) atau di Perjanjian Kerja
Bersama (PKB) antara perusahaan dan Serikat Pekerja yang merujuk pada Undang-
undang Ketenagakerjaan.
Salah satu ketentuan Undang-undang Ketenagakerjaan adalah ketentuan
mengenai imbalan pasca kerja, yaitu imbalan yang harus diberikan perusahaan kepada
karyawan ketika sudah berhenti bekerja (post employment benefits). Alasan berhenti
bekerja banyak sekali macamnya, dan imbalan-imbalan pasca kerja tersebut secara
akuntansi harus dicadangkan dari saat ini, karena imbalan-imbalan pasca kerja
termasuk kedalam salah satu konsep akuntansi yaitu basis akrual.
Didalam PSAK-24 hanya ada 4 (empat) imbalan pasca kerja yang dihitung
pencadangannya, yaitu:
Imbalan pasca kerja yang dihitung untuk dicadangkan dalam PSAK 24 yaitu:
1. Imbalan Pasca Kerja Karena Karyawan Pensiun
2. Imbalan Pasca Kerja Karena Karyawan Sakit Berkepanjangan / Cacat
3. Imbalan Pasca Kerja Karena Karyawan Meninggal Dunia
4. Imbalan Pasca Kerja Karena Karyawan Mengundurkan diri (secara baik-baik)
Keempat poin diatas merupakan imbalan-imbalan yang bersifat berkelanjutan
artinya suatu keadaan normal yang dianggap terus-menerus berjalan sesuai prinsip
akuntansi imbalan kerja.
Pencatatan beban imbalan kerja pada laporan laporan keuangan harus
dilakukan dengan mengacu kepada prinsip akuntansi yang berlaku umum di
Indonesia. Imbalan-imbalan di Undang-undang Ketenagakerjaan tersebut dapat diatur
lebih lanjut di Peraturan Perusahaan (PP) atau di Perjanjian Kerja Bersama (PKB)
antara Perusahaan dengan Serikat Pekerja.

3
Beban imbalan kerja atau beban personil adalah suatu bagian dari beban
perusahaan yang harus diakui pada laporan laba rugi komprehensif. Beban imbalan
kerja baik jangka panjang maupun jangka pendek harus dicadangkan sebagai suatu
kewajiban setiap bulannya sebagai konsekuensi adanya jasa yang diberikan Serikat
Pekerja kepada Perusahaan. Pencadangan dilakukan karena laporan keuangan disusun
berbasis akrual (accrual basic) dan jumlah imbalan kerja biasanya material.
Pencadangan ini dilakukan agar laporan keuangan menyajikan informasi yang relevan
untuk pengambilan keputusan.
Undang-undang Ketenagakerjaan menjelaskan ketentuan mengenai imbalan
pasca kerja, yaitu imbalan yang harus diberikan perusahaan kepada karyawan ketika
karyawan sudah berhenti bekerja atau disebut pasca kerja (setelah bekerja). Alasan
karyawan berhenti bekerja mencakup beberapa kriteria diantaranya; karena karyawan
memasuki usia pensiun, karyawan mengundurkan diri, karyawan melakukan
kesalahan berat, karyawan sakit yang berkepanjangan, karena terlibat tindak pidana,
karyawan meninggal dunia, karena perusahaan pailit, karena perusahaan mengalami
kerugian dan melakukan efisiensi atau alasan lainnya yang termasuk imbalan yang
dibayarkan ketika karyawan sudah tidak lagi aktif bekerja.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana cakupan PSAK 18?
2. Bagaimana prosedur dan perlakuan akuntansi didalam penerapan PSAK 18?
3. Bagaimana cakupan PSAK 24?
4. Bagaimana perlakuan akuntansi imbalan jangka pendek dan jangka panjang?
5. Bagaimana dampak perubahan revisi PSAK 18 dan PSAK 24 terhadap
perusahaan?
6. Bagaimana regulasi ketenagakerjaan di Indonesia?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui cakupan PSAK 18 dan PSAK 24
2. Untuk mengetahui prosedur dan perlakuan akuntansi dan pelaporan program
manfaat purnakarya dan imblan kerja
3. Untuk mengetahui perlakuan akuntansi imbalan jangka pendek dan jangka
panjang
4. Untuk mengetahui dampak perubahan revisi PSAK 18 dan PSAK 24 terhadap
perusahaan
5. Untuk mengetahui regulasi ketenagakerjaan di Indonesia

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Standar Akuntansi Keuangan No 18 Tentang Program Manfaat Purnakarya


1. Definisi
PSAK 18 ini mengatur akuntansi dan pelaporan program manfaat purnakarya
untuk semua peserta sebagai suatu kelompok. PSAK 24 (revisi 2010): Imbalan Kerja,
mengatur tentang penentuan biaya manfaat purnakarya dalam laporan keuangan
Pemberi Kerja yang memiliki program manfaat purnakarya. Dengan demikian PSAK
18 ini melengkapi PSAK 24 (revisi 2010): Imbalan Kerja. Program manfaat
purnakarya dapat berupa program iuran pasti atau program manfaat pasti. Dalam hal
program manfaat purnakarya diselenggarakan sebagai dana program terpisah, maka
program ini harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Program manfaat purnakarya dengan aset yang diinvestasikan pada perusahaan
asuransi tunduk pada perlakuan akuntansi dan persyaratan pendanaan yang sama
seperti halnya perjanjian investasi swasta. Dengan demikian, program tersebut masuk
dalam ruang lingkup Pernyataan ini kecuali kontrak dengan perusahaan asuransi
tersebut adalah atas nama peserta atau kelompok peserta tertentu, dan kewajiban
manfaat pensiun tersebut merupakan tanggung jawab perusahaan asuransi.Pernyataan
ini tidak mengatur tentang kesejahteraan karyawan dalam bentuk lain, misalnya
kewajiban pemberian pesangon, perjanjian kompensasi yang ditangguhkan (deferred
compensation arrangements), tunjangan cuti jangka panjang, pensiun dini tertentu
atau program pemutusan kontrak kerja, tunjangan kesehatan dan kesejahteraan, atau
program bonus. Jaminan sosial pemerintah juga diluar lingkup Pernyataan ini.
IAS 26 Accounting and Reporting by Retirement Benefit Plans diadopsi
menjadi ED PSAK 18 (revisi 2010): Akuntansi dan Pelaporan Program Manfaat
Purnakarya. Alasan penggunaan kata purnakarya karena hal ini berkenaan dengan
keadaan atau kedudukan setelah selesai berdinas, bukan hanya dana pensiun (pusat
bahasa). Istilah purnakarya untuk mengalihbahasakan “retirement” berdampak pada
penggunaan istilah yang tepat untuk menggambarkan ruang lingkup ED PSAK 18
(revisi 2010) yang lebih luas bukan hanya untuk dana pensiun. Kata pensiun sering
dianalogikan selesai bekerja karena memasuki umur pensiun. Sedangkan purnakarya
memiliki arti yang lebih luas yakni bisa saja selesai bekerja sesuai dengan
perencanaan atau kontrak kerjanya

5
Program manfaat purnakarya adalah perjanjian untuk setiap entitas yang
menyediakan manfaat purnakarya untuk karyawan pada saat atau setelah berhenti
bekerja (baik dalam bentuk iuran bulanan atau lumpsum) ketika manfaat semacam itu,
atau iuran selanjutnya untuk karyawan, dapat ditentukan atau diestimasi sebelum
purnakarya berdasarkan ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam dokumen atau
praktik-praktik entitas.
Program iuran pasti adalah program manfaat purnakarya dimana jumlah yang
dibayarkan sebagai manfaat purnakarya ditetapkan berdasarkan iuran ke suatu dana
bersama pendapatan investasi selanjutnya. Dalam program ini termasuk program iuran
pasti yang diatur dalam peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.
Program manfaat pasti adalah program manfaat purnakarya dimana jumlah
yang dibayarkan sebagai manfaat purnakarya ditentukan dengan mengacu pada
formula yang biasanya didasarkan pada penghasilan karyawan dan/atau masa kerja.
Dalam program ini termasuk program manfaat pasti yang diatur dalam peraturan dan
perundang-undangan yang berlaku.

2. Program Iuran Pasti


Dalam program iuran pasti, jumlah manfaat masa depan yang diterima oleh
peserta ditentukan dari jumlah iuran yang dibayarkan pemberi kerja, peserta atau
keduanya dan efisiensi kegiatan operasional serta pendapatan investasi atas dana
purnakarya tersebut. Kewajiban pemberi kerja biasanya diselesaikan melalui
kontribusinya kepada dana purnakarya. Bantuan aktuaris biasanya tidak diperlukan
walaupun kadang-kadang digunakan untuk mengestimasi manfaat purnakarya yang
akan diterima peserta berdasarkan iuran saat ini dan variasi tingkat iuran di masa
depan serta pendapatan investasi.
Peserta berkepentingan mengetahui kegiatan program purnakarya karena secara
langsung mempengaruhi tingkat manfaat purnakarya yang akan diterima di masa
depan. Peserta berkepentingan mengetahui apakah iuran telah diterima dan
pengendalian yang tepat telah dilakukan untuk melindungi hak-hak penerima manfaat
purnakarya. Pemberi kerja berkepentingan pada kegiatan operasional yang efisien dan
wajar atas program purnakarya.
Tujuan pelaporan program iuran pasti adalah memberikan informasi secara
periodik mengenai penyelenggaraan program purnakarya dan kinerja investasinya.

6
Tujuan tersebut lazimnya dapat dipenuhi dengan menyusun laporan, antara lain terdiri
atas:
a. Penjelasan atas kegiatan signifikan program manfaatpurnakarya selama suatu
periode pelaporan dan dampak setiap perubahan yang terkait dengan program
tersebut, keanggotaan, syarat dan kondisi;
b. Pelaporan tentang transaksi dan kinerja investasi selama periode pelaporan dan
posisi keuangan program purnakarya pada akhir periode pelaporan; dan
c. Penjelasan atas kebijakan investasi.

3. Program Manfaat Pasti


Dalam program manfaat pasti, pembayaran kewajiban manfaat purnakarya
terjanji tergantung pada posisi keuangan program purnakarya dan kemampuan peserta
untuk membentuk iuran masa depan program purnakarya maupun kinerja investasi
dan efisiensi kegiatan operasional program purnakarya.
Program manfaat purnakarya membutuhkan bantuan aktuaris secara periodik
untuk menilai kondisi keuangan setiap program manfaat purnakarya, mengkaji
kembali asumsi aktuaris dan merekomendasikan tingkat iuran masa depan.
Tujuan pelaporan program manfaat purnakarya adalah memberikan informasi
secara periodik tentang sumber daya keuangan dan kegiatan dari program manfaat
purnakarya yang berguna untuk menilai hubungan antara akumulasi sumber daya dan
manfaat program selama jangka waktu. Tujuan ini lazimnya dapat dicapai dengan
menyusun laporan keuangan yang antara lain terdiri atas:
a. Penjelasan mengenai kegiatan penting selama suatu periode pelaporan dan
dampak setiap perubahan terkait dengan program manfaat purnakarya,
keanggotaan, syarat dan kondisi;
b. Pelaporan tentang transaksi dan kinerja investasi selama periode pelaporan dan
posisi keuangan program manfaat purnakarya pada akhir periode pelaporan
c. Informasi aktuaria sebagai salah satu bagian dari laporan atau sebagai laporan
terpisah; penjelasan tentang kebijakan investasi.
Laporan keuangan program manfaat pasti terdiri atas:
a. Laporan yang menyajikan:
i. Aset neto tersedia untuk manfaat purnakarya;

7
ii. Nilai kini aktuaria atas manfaat purnakarya terjanji yang membedakan
antara manfaat telah menjadi hak (vested benefits) dan manfaat belum
menjadi hak (non-vested benefits); dan
iii. Surplus atau defisit; atau
b. Laporan aset neto tersedia untuk manfaat purnakarya termasuk salah satu dari:
i. Catatan yang mengungkapkan nilai kini aktuaria atas manfaat purnakarya
terjanji, yang membedakan antara manfaat telah menjadi hak dan manfaat
belum menjadi hak; atau
ii. Referensi atas informasi aset neto tersedia untuk manfaat purnakarya
disertakan dalam laporan aktuaris. Jika penilaian aktuaria belum disajikan
pada tanggal pelaporan keuangan, penilaian terakhir digunakan sebagai
dasar penyusunan dan tanggal penilaian diungkapkan.
Laporan keuangan menjelaskan hubungan antara nilai kini aktuaria atas
manfaat purnakarya terjanji dengan aset neto tersedia untuk manfaat purnakarya, dan
kebijakan untuk pendanaan kewajiban manfaat purnakarya.

4. Nilai Kini Aktuaria Atas Manfaat Punakarya Terjanji


Nilai kini dari pembayaran yang diharapkan oleh program manfaat purnakarya
yang dapat dihitung dan dilaporkan dengan menggunakan tingkat gaji kini atau
tingkat gaji proyeksi sampai dengan masa purnakarya peserta. Alasan yang diberikan
untuk menerapkan pendekatan gaji kini antara lain:
a. Nilai kini aktuaria atas manfaat purnakarya terjanji, merupakan penjumlahan dari
seluruh gaji saat ini dapat diatribusikan ke setiap peserta dalam program manfaat
purnakarya, dapat dihitung lebih obyektif daripada tingkat gaji proyeksi karena
melibatkan lebih sedikit asumsi;
b. Peningkatan manfaat yang dapat diatribusikan ke dalam kenaikan gaji menjadi
kewajiban program manfaat purnakarya pada saat kenaikan gaji; dan
c. Jumlah nilai kini aktuaria atas manfaat purnakarya terjanji menggunakan tingkat
gaji kini yang secara umum lebih terkait erat dengan jumlah terutang pada
peristiwa penghentian atau pemutusan program purnakarya.
Alasan yang diberikan untuk menerapkan pendekatan proyeksi gaji adalah
sebagai berikut:
a. Informasi keuangan seharusnya disajikan atas dasar kelangsungan usaha, terlepas
dari asumsi-asumsi dan estimasi yang harus dibuat;

8
b. Pada akhir pembayaran program manfaat purnakarya, manfaat ditentukan dengan
mengacu pada gaji saat atau mendekati tanggal purnakarya; oleh karena itu gaji,
tingkat iuran dan tingkat pengembalian harus diproyeksikan; dan
c. Kesalahan untuk tidak memasukkan proyeksi gaji (sementara sebagian besar
pendanaan didasari oleh proyeksi gaji) hal ini dapat mengakibatkan pelaporan
pendanaan tampak berlebih tapi nyatanya tidak atau pendanaan terlihat cukup
memadai tapi nyatanya kurang.

5. Isi Laporan Keuangan


Pada program manfaat pasti, informasi disajikan dalam salah satu format
berikut, yang mencerminkan perbedaan praktek pengungkapan dan penyajian
informasi aktuaris:
a. Suatu laporan dimasukkan dalam laporan keuangan yang memperlihatkan aset
neto tersedia untuk manfaat purnakarya, nilai kini aktuaria atas manfaat
purnakarya terjanji, dan hasil surplus atau defi sit. Laporan keuangan program
manfaat purnakarya juga berisi laporan perubahan aset neto tersedia untuk
manfaat purnakarya dan perubahan nilai kini aktuaria atas manfaat purnakarya
terjanji. Laporan keuangan dapat disertai laporan aktuaris terpisah yang
mendukung nilai kini aktuaria atas manfaat purnakarya terjanji;
b. Laporan keuangan termasuk laporan aset neto tersedia untuk manfaat purnakarya
dan laporan perubahan asset tersedia untuk manfaat purnakarya. Nilai kini
aktuaria atas manfaat purnakarya terjanji diungkapkan dalam catatan atas laporan
keuangan. Laporan keuangan dapat juga disertai laporan aktuaris yang
mendukung nilai kini aktuaria atas manfaat purnakarya terjanji; dan
c. Laporan keuangan termasuk laporan aset neto tersedia untuk manfaat purnakarya
dan laporan perubahan aset neto tersedia untuk manfaat purnakarya dengan
menggunakan nilai kini aktuaria atas manfaat purnakarya terjanji yang terdapat
dalam laporan aktuaris terpisah.
Pada setiap bentuk laporan wali amanat yang bersifat laporan manajemen atau
direksi dan laporan investasi dapat dilampirkan dalam laporan keuangan.

9
6. Program Punakarya
6.1 Penilaian Aset Program Purnakarya
Investasi program manfaat purnakarya harus diakui pada nilai wajar. Pada
kasus surat berharga yang diperdagangkan, maka nilai wajar adalah nilai pasar. Pada
investasi program purnakarya yang dimiliki seandainya estimasi nilai wajar tidak
mungkin, maka pengungkapan harus dibuat berisi alasan mengapa nilai wajar tidak
dapat digunakan
Dalam kasus surat berharga yang diperdagangkan pada nilai wajar biasanya
menggunakan nilai pasar karena dianggap sebagai nilai yang paling tepat untuk
mengukur nilai surat berharga pada tanggal pelaporan dan kinerja investasi selama
periode tersebut. Surat-surat berharga yang nilai jatuh temponya sudah ditetapkan dan
memang dimaksudkan untuk membayar manfaat purnakarya, atau bagian yang
spesifik dari setiap program purnakarya, dinilai berdasarkan nilai jatuh temponya
dengan asumsi tingkat pengembalian yang tetap. Investasi program purnakarya yang
dimiliki namun tidak memungkinkan menggunakan nilai wajar, misalnya seluruh
kepemilikkan entitas, maka perlu diungkapkan mengapa nilai wajar tidak bisa
digunakan. Sepanjang investasi dicatat pada jumlah selain nilai pasar atau nilai wajar,
maka nilai wajarnya biasanya juga diungkapkan. Aset yang digunakan untuk
operasional pendanaan dicatat sesuai dengan penerapan Pernyataan lain.

7. Pengukuran dan Pelaporan


Laporan keuangan program manfaat purnakarya yang berupa manfaat pasti atau
iuran pasti, berisi informasi berikut ini:
a. Laporan perubahan aset neto tersedia untuk manfaat purnakarya;
b. Ringkasan dari kebijakan akuntansi yang signifikan; dan
c. Penjelasan mengenai program purnakarya dan pengaruh setiap perubahan
program purnakarya selama periode tersebut.
Laporan keuangan yang disediakan oleh program manfaat purnakarya termasuk
berikut ini, jika memungkinkan:
a. Laporan aset neto tersedia untuk manfaat purnakarya, mengungkapkan:
i. Aset pada akhir periode bersangkutan sesuai klasifikasinya;
ii. Dasar penilaian aset;

10
iii. Rincian setiap investasi tunggal yang melebihi 5% dari aset neto tersedia
untuk manfaat purnakarya atau 5% untuk setiap kelas atau jenis surat
berharga;
iv. Rincian setiap investasi pemberi kerja; dan
v. Liabilitas kecuali nilai kini aktuaria atas manfaat purnakarya terjanji;
b. Laporan perubahan aset neto tersedia untuk manfaat purnakarya menyajikan hal-
hal sebagai sebagai berikut:
i. Iuran pemberi kerja;
ii. Iuran karyawan;
iii. Pendapatan investasi seperti bunga dan deviden;
iv. Pendapatan lain-lain;
v. Manfaat yang dibayarkan dan terutang (analisis, misalnya purnakarya,
kematian dan cacat, serta pembayaran secara lumpsum);
vi. Beban administrasi;
vii. Beban lain-lain;
viii. Pajak penghasilan
ix. Laba rugi pelepasan investasi dan perubahan nilai investasi; dan
x. Transfer dari dan untuk program purnakarya lain;
c. Penjelasan mengenai kebijakan pendanaan;
d. Untuk program manfaat pasti, nilai kini aktuaria atas manfaat terjanji yang
membedakan antara manfaat telah menjadi hak (vested benefits) dan manfaat
belum menjadi hak (non-vested benefits) berdasarkan manfaat terjanji sesuai
persyaratan program purnakarya, jasa yang diberikan pada tanggal pelaporan dan
menggunakan tingkat gaji kini atau tingkat gaji proyeksi; informasi ini termasuk
lampiran laporan aktuaris yang disajikan bersama dengan laporan keuangan
terkait;
e. Untuk program manfaat pasti, penjelasan signifikan mengenai asumsi aktuaris
yang dibuat dan metode yang digunakan untuk menghitung nilai kini aktuaria atas
manfaat purnakarya terjanji.

Pelaporan program manfaat purnakarya berisi penjelasan atas program


purnakarya, komponen laporan keuangan atau laporan keuangan tersendiri. Laporan
tersebut berisi hal-hal berikut ini:

11
a. Nama pemberi kerja dan kelompok karyawan yang menjadi peserta program
manfaat purnakarya;
b. Jumlah peserta yang menerima manfaat purnakarya dan jumlah peserta lain yang
diklasifi kasikan dengan tepat;
c. Jenis program purnakarya, program iuran pasti atau program manfaat pasti;
d. Catatan untuk mengetahui apakah peserta mempunyai kontribusi pada program
purnakarya;
e. Penjelasan kewajiban manfaat purnakarya kepada peserta;
f. Penjelasan persyaratan penghentian setiap program purnakarya; dan
g. Perubahan dalam huruf (a) sampai (f) pada periode pelaporan tercakup dalam
laporan.

B. Standar Akuntansi Keuangan No 24 Tentang Imbalan Kerja


1. Definisi
PSAK 24 (revisi 2010) tentang Imbalan Kerja untuk entitas pemberi kerja.
PSAK 24 (revisi 2010) ini merevisi PSAK 24 yang dikeluarkan tahun 2004. PSAK 24
2013 effektif 2015 Amandemen 28 Oktober 2015 Effektif 1 Januari 2016 merubah
tentang iuran kontribusi pekerja. Amendemen PSAK 24 2018 berisikan Amendemen,
Kurtailmen atau Penyelesaian Program – efektif 2019. Pernyataan ini tidak wajib
diterapkan untuk unsur yang tidak material.
a. Aset program (plan assets) terdiri atas:
 Aset yang dimiliki oleh dana imbalan kerja jangka panjang
 Polis asuransi yang memenuhi syarat.
b. Aset yang dimiliki oleh dana imbalan kerja jangka panjang adalah aset (selain
instrument keuangan terbitan entitas pelapor yang tidak dapat dialihkan) yang :
 Dimiliki oleh entitas (dana) yang terpisah secara hukum dari entitas pelapor
dan didirikan semata-mata untuk membayar atau mendanai imbalan kerja
 Tersedia hanya digunakan untuk membayar atau mendanai imbalan kerja,
tidak dapat digunakan untuk membayar utang entitas pelapor (walau dalam
keadaan bangkrut), dan tidak dapat dikembalikan kepada entitas
c. Biaya jasa kini (current service cost) adalah kenaikan nilai kini kewajiban
imbalan pasti atas jasa pekerja dalam periode berjalan.

12
d. Biaya jasa lalu (past service cost) adalah kenaikan nilai kini kewajiban imbalan
pasti atas jasa pekerja pada periode lalu, yang berdampak terhadap periode
berjalan akibat penerapan awal atau perubahan terhadap imbalan pascakerja atau
imbalan kerja jangka panjang lainnya.
e. Keuntungan dan kerugian aktuarial (actuarial gains and losses) terdiri atas:
 Penyesuaian akibat perbedaan antara asumsi aktuarial dan kenyataan
 Dampak perubahan asumsi aktuarial
f. Imbalan kerja (employee benefit) adalah seluruh bentuk pemberian dari entitas
atas jasa yang diberikan oleh pekerja.
g. Imbalan kerja jangka panjang lainnya (other long-term employee benefits) adalah
imbalan kerja (selain imbalan pascakerja dan pesangon PKK) yang jatuh tempo
lebih dari 12 bulan setelah akhir periode pelaporan saat pekerja memberikan
jasanya.
h. Imbalan kerja jangka pendek (short-term employee benefit) adalah imbalan kerja
(selain dari pesangon PKK) yang jatuh tempo dalam waktu 12 bulan setelah akhir
periode pelaporan saat pekerja memberikan jasa.
i. Imbalan kerja yang telah menjadi hak (vested employee benefit) adalah ha katas
imbalan kerja yang tidak bergantung pada aktif atau tidaknya pekerja pada masa
depan.
j. Imbalan pascakerja (post-employment benefit) adalah imbalan kerja (selain
pesangon PKK) yang terutang setelah pekerja menyelesaikan masa kerjanya.
k. Program imbalan pascakerja (post-employment benefit plans) adalah pengaturan
formal atau informal dimana entitas memberikan imbalan pascakerja bagi satu
atau lebih pekerja.
l. Program iuran pasti (defined contribution plans) adalah program imbalan
pascakerja dimana entitas membayar iuran tetap kepada entitas terpisah (entitas
pengola dana) dan tidak memiliki kewajiban hukum atau kewajiban konstruktif
untuk membayar iuran lebih lanjut jika entitas pengelola dana tersebut tidak
memiliki aset yang cukup untuk membayar seluruh imbalan kerja terkait dengan
jasa yang diberikan oleh pekerja pada periode berjalan dan periode sebelumnya.
Program imbalan pasti (defined benefit plans) adalah program imbalan pascakerja
yang bukan merupakan program iuran pasti.

13
2. Tujuan PSAK 24
Pernyataan ini bertujuan mengatur akuntansi dan pengungkapan imbalan kerja.
Pernyataan ini mengharuskan entitas untuk mengakui:
a. Liabilitas jika pekerja telah memberikan jasanya dan berhak memperoleh
imbalan kerja yang akan dibayarkan di masa depan.
b. Beban jika entitas menikmati manfaat ekonomis yang dihasilkan dari jasa yang
diberikan oleh pekerja yang berhak memperoleh imbalan kerja.

3. Imbalan Kerja Jangka Pendek


Jatuh tempo dalam waktu 12 bulan setelah akhir periode pelaporan saat pekerja
memberikan jasa. Imbalan kerja jangka pendek mencakup hal-hal seperti:
a. Upah, gaji, dan iuran jaminan sosial
b. Cuti berimbalan jangka pendek
c. Uang bagi laba dan utang bonus
d. Imbalan non moneter
e. Tidak ada asumsi aktuaria, jangka pendek sehingga tidak didiskontokan.
3.1. Pengakuan dan pengukuran
a. Ketika pekerja telah memberikan jasanya kepada entitas dalam suatu periode
akuntansi, entitas harus mengakui imbalan jangka pendek sebagai:
 Liabilitas setelah dikurangi yang telah dibayar, beban dibayar dimuka jika
terjadi kelebihan pembayaran.
 Beban atau pernyataan lain membolehkan sebagai biaya perolehan.
b. Cuti berimbalan jangka pendek
 Cuti yang boleh diakumulasi adalah pada saat pekerja memberikan jasa yang
menambah hak cuti berimbalan di masa depan
 Cuti yang tidak boleh diakumulasi adalah pada saat cuti tersebut terjadi
c. Entitas mengakui prakiraan biaya atas pembayaran bagi laba dan bonus jika:
 Entitas mempunyai kewajiban hukum atau kewajiban konstruktif atas
pembayaran beban tersebut sebagai akibat dari peristiwa masa lalu
 Kewajiban tersebut dapat diestimasi secara andal
3.2. Pengungkapan
Imbalan kerja jangka pendek untuk manajemen sesuai dengan PSAK 7.

14
4. Imbalan Pasca Kerja
Imbalan pascakerja meliputi:
1. Tunjangan purnakarya seperti pensiun; dan
2. Imbalan pascakerja lain, seperti asuransi jiwa pascakerja dan tunjangan kesehatan
pascakerja.
4.1.1 Program Iuran Pasti
Program iuran pasti adalah cukup jelas karena kewajiban entitas pelapor untuk
setiap periode ditentukan oleh jumlah yang harus dibayarkan pada periode tersebut.
Sehingga, tidak diperlukan asumsi aktuarial untuk mengukur kewajiban atau beban
dan tidak ada kemungkinan keuntungan atau kerugian aktuarial. Bahkan,
kewajibankewajiban tersebut diukur tanpa didiskonto, kecuali jika kewajiban tersebut
tidak jatuh tempo seluruhnya dalam 12 bulan setelah akhir periode pelaporan saat
pekerja memberikan jasanya.
4.1.2 Pengakuan dan pengukuran
Ketika pekerja telah memberikan jasa kepada entitas selama suatu periode,
maka entitas harus mengakui iuran terutang untuk program iuran pasti atas jasa
pekerja:
 Sebagai liabilitas (beban terakru), setelah dikurangi dengan iuran yang telah
dibayar.
 Sebagai beban, kecuali jika pernyataan lain mensyaratkan atau mengijinkan iuran
tersebut termasuk dalam biaya perolehan aset
4.1.3 Pengungkapan
Entitas mengungkapkan jumlah yang diakui sebagai beban untuk program
iuran pasti mengacu pada PSAK 7.
4.2.1 Program Imbalan Pasti
Program imbalan pasti menggunakan asumsi aktuarial untuk mengukur
kewajiban dan beban dan menimbulkan kemungkinan adanya keuntungan dan
kerugian aktuarial. Selain itu, kewajiban diukur dengan menggunakan dasar diskonto
karena kemungkinan kewajiban tersebut baru terselesaikan beberapa tahun setelah
pekerja memberikan jasanya.
4.2.2 Pengakuan dan pengukuran
Program imbalan pasti mungkin saja tidak didanai, atau mungkin seluruhnya
atau sebagian didanai oleh iuran entitas dan pekerja, ke dalam suatu entitas (dana)

15
yang terpisah secara hukum dari entitas pelapor dan dari pihak yang menerima
imbalan kerja. Pada saat jatuh tempo, pembayaran atas imbalan yang didanai tidak
hanya bergantung kepada posisi keuangan dan kinerja investasi dana namun juga pada
kemampuan entitas (dan kemauan) untuk menutupi kekurangan-kekurangan pada aset
entitas (dana) yang terpisah tersebut. Jadi, entitas, pada hakikatnya menanggung risiko
investasi dan aktuarial yang terkait dengan program. Sebagai akibatnya, biaya yang
diakui untuk program imbalan pasti tidak harus sebesar iuran untuk suatu periode.
Akuntansi oleh entitas untuk program imbalan pasti meliputi tahap-tahap berikut:
 Menggunakan teknik aktuarial untuk membuat estimasi andal dari jumlah
imbalan yang menjadi hak pekerja sebagai pengganti jasa mereka pada periode
kini dan periode-periode lalu.
 Mendiskontokan imbalan dengan menggunakan metode Projected Unit Credit
dalam menentukan nilai kini dari kewajiban imbalan pasti dan biaya jasa kini
 Menentukan nilai wajar aset program
 Menentukan total keuntungan dan kerugian aktuarial dan selanjutnya menentukan
jumlah yang harus diakui
 Menentukan besarnya biaya jasa lalu ketika suatu program diterapkan pertama
kali atau diubah
 Menentukan keuntungan dan kerugian ketika suatu program diciutkan
(kurtailmen) atau diselesaikan
4.2.3 Laporan Posisi Keuangan
Jumlah yang diakui sebagai liabilitas imbalan pasti merupakan jumlah neto dari:
 Nilai kini kewajiban imbalan pasti pada akhir periode pelaporan
 Ditambah keuntungan aktuarial (dikurang kerugian aktuarial) yang tidak diakui
 Dikurang biaya jasa lalu yang belum diakui
 Dikurang nilai wajar aset program pada tanggal neraca (jika ada) yang akan
digunakan untuk penyelesaian kewajiban secara langsung

5. Nilai kini kewajiban imbalan Kerja


Nilai kini kewajiban imbalan adalah kewajiban kotor, sebelum dikurangi nilai
wajar aset program. Untuk mengukur nilai kewajiban kini dan biaya jasa entitas
memerlukan penetapan metode penilaian entitas, menatribusikan imbalan pada
periode jasa, membuat asumsi aktuaria. Entitas menentukan nilai kini kewajiban

16
imbalan pasti dan nilai wajar aset program dengan keteraturan yang memadai (suffi
cient regularity) sehingga jumlah yang diakui dalam laporan keuangan tidak berbeda
secara material dari jumlah yang akan ditentukan pada akhir periode pelaporan.
Entitas menggunakan metode Projected Unit Credit untuk menentukan nilai kini dari
kewajiban imbalan pasti, biaya jasa kini dan biaya jasa lalu. Kewajiban masa depan
dihitung dari nilai kini (present value) kewajiban yang dibayarkan di masa depan.
Faktor yang mempengaruhi nilai kini kewajiban imbalan:
 Biaya jasa kini penambahan pensiun karena masa kerja karyawan dalam satu
periode.
 Biaya jasa lalu  jika entitas merubah program imbalan atau karena penerapan
pertama kali program saat karyawan telah mendapat hak.
 Kurtailmen dan penyelesaian kurtailmen  perubahan kententuan program
 Keuntungan dan kerugian penyelesaian  biaya bunga neto

6. Asumsi Aktuarial
Asumsi aktuarial adalah estimasi terbaik entitas mengenai variabel yang akan
menentukan total biaya dari penyediaan imbalan pascakerja. Asumsi aktuarial terdiri
atas:
 Asumsi demografis mengenai karakteristik masa depan dari pekerja dan mantan
pekerja (dan tanggungan mereka) yang berhak atas imbalan.
 Asumsi keuangan
 Asumsi aktuarial tidak boleh bias dan cocok satu dengan yang lain (mutually
compatible).
 Entitas menentukan tingkat diskonto dan asumsi keuangan lainnya dalam jumlah
nominal.
Kewajiban imbalan pascakerja diukur dengan mempertimbangkan hal-hal
berikut:
 Estimasi kenaikan gaji di masa depan;
 Imbalan yang ditentukan dalam program (atau yang timbul dari kewajiban
konstruktif yang jumlahnya melebihi ketentuan dalam program tersebut) pada akhir
periode pelaporan; dan
 Prakiraan perubahan tingkat imbalan yang ditentukan.

17
7. Aset Program
Nilai wajar aset program merupakan salah satu unsur yang dikurangkan dari nilai
kini kewajiban imbalan pasti dalam rangka menentukan jumlah yang diakui dalam
laporan posisi keuangan sebagai kewajiban imbalan pasti. Aset program tidak
mencakup iuran yang masih harus dibayar oleh entitas pelapor kepada entitas (dana)
terpisah, dan instrumen keuangan yang diterbitkan oleh entitas yang tidak dapat
dialihkan dan dikuasai oleh entitas (dana) terpisah.
7.1 Penggantian
Jika terdapat kepastian bahwa pihak lain akan mengganti sebagian atau
seluruh pengeluaran yang dibutuhkan untuk memenuhi kewajiban imbalan pasti,
maka entitas mengakui bagiannya dalam penggantian tersebut sebagai aset yang
terpisah. Entitas menilai asetnya sebesar nilai wajarnya. Entitas memperlakukan
aset tersebut seperti memperlakukan aset program. Dalam laporan laba rugi
komprehensif, beban yang berkaitan dengan program imbalan pasti dapat disajikan
secara neto setelah dikurangkan dengan jumlah yang diakui dalam penggantian.
7.2 Penyajian
Entitas melakukan saling hapus antara aset yang berkaitan dengan suatu
program dan liabilitas yang berhubungan dengan program lain jika entitas:
 Mempunyai hak yang dapat dipaksakan secara hukum untuk menggunakan
surplus pada suatu program untuk menyelesaikan kewajiban program lain; dan
 Bermaksud untuk:
(i) Menyelesaikan kewajiban dengan dasar neto (net basis); atau
(ii) Merealisasi surplus pada satu program dan menyelesaikan kewajiban
program yang lain secara simultan.
7.3 Pengungkapan
Entitas harus mengungkapkan informasi yang memungkinkan pengguna
laporan keuangan untuk mengevaluasi sifat program imbalan pasti dan dampak
keuangan atas perubahan program selama periode tersebut. Entitas harus
mengungkapkan informasi berikut mengenai program imbalan pasti:
 Kebijakan akuntansi entitas dalam mengakui keuntungan dan kerugian
aktuarial.
 Gambaran umum mengenai jenis program.

18
 Rekonsiliasi saldo awal dan akhir dari nilai kini kewajiban imbalan pasti yang
disajikan secara terpisah.
 Analisis kewajiban imbalan pasti terhadap jumlah yang dihasilkan dari
program yang seluruhnya tidak didanai dan jumlah yang dihasilkan dari
program yang seluruhnya atau sebagian didanai.
 Rekonsiliasi saldo awal dan akhir dari nilai wajar aset program serta saldo
awal dan akhir hak penggantian yang diakui sebagai asset
 Rekonsiliasi nilai kini kewajiban imbalan pasti yang diakui dalam laporan
posisi keuangan
 Total beban yang diakui di laporan laba rugi
 Total yang diakui dalam pendapatan komprehensif lain
 Untuk entitas yang mengakui keuntungan dan kerugian dalam laporan
pendapatan komprehensif lain
 Untuk kategori utama dari aset program, yang mencakup, namun tidak terbatas
pada, instrumen ekuitas, instrumen utang, property, dan seluruh aset lain,
persentase atau jumlah setiap kategori utama merupakan nilai wajar total aset
program.
 Jumlah yang mencakup nilai wajar aset program
 Penjelasan atas basis yang digunakan untuk menentukan tingkat pengembalian
aset yang diharapkan secara keseluruhan, termasuk dampak kategori utama
dari aset program
 Pengembalian aktual dari aset program, sebaik pengembalian aktual setiap hak
penggantian yang diakui sebagai asset
 Prinsip asumsi aktuarial yang digunakan sampai pada akhir periode pelaporan
 Dampak kenaikan satu angka persentase dan dampak penurunan satu angka
persentase dalam tingkat tren biaya kesehatan
 Jumlah periode tahunan saat ini dan periode empat tahun sebelumnya
 Estimasi terbaik pekerja, selama dapat ditentukan secara andal, iuran uang
diharapkan akan dibayar dalam program selama periode tahunan dimulai
setelah periode pelaporan.

19
8. Imbalan Kerja Panjang Lainnya
Imbalan kerja jangka panjang lainnya, antara lain:
 Cuti-berimbalan jangka panjang;
 Imbalan hari raya atau imbalan jasa jangka panjang lainnya (jubilee or other
long-service benefits)
 Imbalan cacat permanen;
 Utang bagi laba dan bonus yang dibayar 12 bulan atau lebih setelah akhir periode
pelaporan saat pekerja memberikan jasanya; dan
 Utang bagi laba dan bonus yang dibayar 12 bulan atau lebih setelah akhir periode
pelaporan saat pekerja memberikan jasanya; dan

9.1 Pengakuan dan Pengukuran


Jumlah yang diakui sebagai liabilitas untuk imbalan kerja jangka panjang
lainnya adalah total nilai neto dari jumlah berikut ini:
 Nilai kini kewajiban imbalan pasti pada akhir periode pelaporan
 Dikurangi dengan nilai wajar dari aset program pada akhir periode pelaporan
(jika ada) selain kewajiban yang harus dilunasi secara langsung
 Untuk imbalan kerja jangka panjang lainnya, entitas harus mengakui total nilai
neto dari jumlah berikut ini sebagai beban atau pendapatan

9. Pesangon
Syarat mengakui pesangon sebagai liabilitas dan beban pada tanggal yang lebih
awal di antara:
 Entitas tidak dapat menarik lagi tawaran atas imbalan tersebut; dan
 Entitas mengakui biaya untuk restrukturisasi yang berada dalam ruang lingkup
PSAK 57 dan melibatkan pembayaran pesangon
Entitas berkewajiban membayar (atau menyediakan imbalan lain) kepada pekerja
yang di Pemutusan Kontrak Kerja (PKK), sesuai dengan peraturan perundang-
undangan, kontrak atau kesepakatan lainnya dengan para pekerja atau perwakilannya
atau oleh kewajiban konstruktif berdasarkan praktik usaha, kebiasaan atau keinginan
atas perlakuan adil. Pesangon PKK biasanya berupa pembayaran lumpsum. Pesangon
PKK tidak memberikan manfaat ekonomis kepada entitas di masa depan dan langsung
diakui sebagai beban.

20
9.1 Pengukuran
Entitas harus mengukur pesangon pada saat pengakuan awal dan mengakui
perubahan selanjutnya, sesuai dengan sifat imbalan kerja.Jika pesangon merupakan
sebuah peningkatan pada imbalan pasca kerja, entitas menerapkan persyaratan
imbalan pasca kerja. Sebaliknya:
 Jika pesangon diharapkan akan diselesaikan seluruhnya sebelum dua belas bulan
setelah akhir periode pelaporan tahunan di mana pesangon diakui, entitas harus
menerapkan persyaratan untuk imbalan kerja jangka pendek.
 Jika pesangon tidak diharapkan untuk dapat diselesaikan seluruhnya sebelum
dua belas bulan setelah akhir periode pelaporan tahunan, entitas harus
menerapkan persyaratan untuk imbalan kerja jangka panjang lainnya.
9.2 Pengungkapan
Jika terdapat ketidakpastian mengenai jumlah pekerja yang bersedia menerima
tawaran pesangon PKK, maka terdapat suatu liabilitas kontinjensi. Seperti diatur
dalam PSAK 57 (revisi 2009), PSAK 1 (revisi 2009), PSAK 7 (revisi 2010).

C. Regulasi Ketenagakerjaan di Indonesia


Pengupahan diatur dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan. UU Ketenagakerjaan Pasal 88-90, yang direvisi melalui Omnibus Law
atau UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Setiap pekerja/buruh berhak atas
penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Untuk itu, pemerintah pusat menetapkan
kebijakan pengupahan yang meliputi:
a) Upah minimum;
b) Struktur dan skala upah;
c) Upah kerja lembur;
d) Upah tidak masuk kerja dan/atau tidak melakukan pekerjaan karena alasan
tertentu;
e) Bentuk dan cara pembayaran upah;
f) Hal-hal yang dapat diperhitungkan dengan upah;
g) Upah sebagai dasar perhitungan atau pembayaran hak dan kewajiban lainnya.
Ketentuan rinci mengenai kebijakan pengupahan diatur dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan sebagai aturan turunan UU Cipta Kerja,

21
yang sekaligus mencabut PP Nomor 78 Tahun 2015.

I. Struktur dan Skala Upah


Dalam menyusun struktur dan skala upah yang digunakan sebagai pedoman
untuk menetapkan upah, pengusaha perlu memperhatikan kemampuan perusahaan dan
produktivitas, begitu menurut Pasal 92 UU Ketenagakerjaan yang telah direvisi
Omnibus Law. Setelah itu, peninjauan upah dilakukan oleh pengusaha secara berkala
dengan memperhatikan kemampuan perusahaan dan produktivitas. Ketentuan
mengenai struktur dan skala upah dapat dilihat di PP Pengupahan.

II. Kewajiban Pembayaran Upah


Ketika pekerja/buruh tidak melakukan pekerjaan, maka upah tidak perlu
dibayar. Namun, upah tetap harus dibayarkan jika:
a. Pekerja/buruh sakit sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan;
b. Pekerja/buruh perempuan yang sakit pada hari pertama dan kedua masa haidnya
sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan;
c. Pekerja/buruh tidak masuk bekerja karena pekerja/buruh menikah, menikahkan,
mengkhitankan, membaptiskan anaknya, isteri melahirkan atau keguguran
kandungan, suami atau isteri atau anak atau menantu atau orang tua atau mertua
atau anggota keluarga dalam satu rumah meninggal dunia;
d. Pekerja/buruh tidak dapat melakukan pekerjaannya karena sedang menjalankan
kewajiban terhadap negara;
e. Pekerja/buruh tidak dapat melakukan pekerjaannya karena menjalankan ibadah
yang diperintahkan agamanya;
f. Pekerja/buruh bersedia melakukan pekerjaan yang telah dijanjikan tetapi
pengusaha tidak mempekerjakannya, baik karena kesalahan sendiri maupun
halangan yang seharusnya dapat dihindari pengusaha;
g. Pekerja/buruh melaksanakan hak istirahat;
h. Pekerja/buruh melaksanakan tugas serikat pekerja/serikat buruh atas persetujuan
pengusaha; dan
i. Pekerja/buruh melaksanakan tugas pendidikan dari perusahaan.
Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan atau Perjanjian Kerja Bersama, diatur
untuk melaksanakan pembayaran upah sebagaimana disebutkan di atas.

22
III. Perhitungan Upah Pokok
Jika komponen upah terdiri dari upah pokok dan tunjangan tetap, maka
besarnya upah pokok minimal sebesar 75% (tujuh puluh lima perseratus) dari jumlah
upah pokok dan tunjangan tetap.

IV. Sanksi
Pekerja/buruh dapat dikenai denda jika melakukan pelanggaran kesengajaan
atau kelalaiannya. Sebaliknya, jika pengusaha terlambat membayar upah, dapat pula
dikenai denda sesuai dengan persentase tertentu dari upah pekerja/buruh. Pengenaan
denda dalam pembayaran upah tersebut diatur oleh Pemerintah.
Sementara itu, jika perusahaan pailit atau dibekukan karena peraturan
perundang-undangan yang berlaku, maka upah dan hak-hak lainnya dari
pekerja/buruh dianggap sebagai utang yang pelunasannya harus diprioritaskan.

V. Tunjangan Hari Raya


Pemberian THR diatur oleh Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No.6 Tahun
2016 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan.
Hari Raya Keagamaan di Indonesia yang dimaksud dalam Peraturan Menteri
Ketenagakerjaan tersebut adalah  Hari Raya Idul Fitri untuk Pekerja beragama Islam,
Hari Raya Natal untuk Pekerja beragama Katolik dan Protestan, Hari Raya Nyepi
untuk Pekerja beragama Hindu, Hari Raya Waisak untuk Pekerja beragama Buddha,
dan Hari Raya Imlek untuk Pekerja beragama Konghucu.
Berdasarkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No. 6 Tahun 2016, ada 6 poin
penting yang perlu diketahui tentang THR:

1. Masa Kerja Pekerja

23
THR THR wajib diberikan kepada pekerja yang telah bekerja
minimal 1 bulan di perusahaan. Perhitungan untuk pekerja dengan masa kerja
kurang dari 12 bulan dan lebih dari 12 bulan berbeda. Jika pekerja dengan
masa kerja lebih dari 12 bulan mendapatkan THR sebesar upah 1 bulan,
pekerja dengan masa kerja 1 bulan dan kurang dari 12 bulan mendapatkan
THR dengan perhitungan ((masa kerja)/12) x upah 1 bulan.
Definisi “upah” yang digunakan sebagai basis perhitungan THR
dapat berbeda-beda sesuai dengan kebijakan perusahaan. Namun pada
dasarnya, perusahaan menggunakan salah satu besaran berikut sebagai basis
perhitungan THR:
a) Hanya gaji pokok
b) Gaji pokok dan tunjangan tetap
2. Bentuk THR
THR hanya dapat diberikan dalam bentuk uang rupiah. Dengan kata
lain, pemberian THR berupa voucher, paket sembako, parsel dan hadiah
lainnya tidak dihitung sebagai THR.
3. Waktu Pemberian THR
Pemberian THR oleh perusahaan kepada pekerja wajib dilakukan
selambat-lambatnya 7 hari atau seminggu sebelum Hari Raya Keagamaan
berlangsung. Sebagai contoh, apabila Hari Raya Idul Fitri jatuh pada tanggal
17 Juni 2017, maka perusahaan harus memberikan THR kepada pekerja
maksimal tanggal 10 Juni 2017.
4. THR bagi Pekerja yang Mengundurkan Diri
Pekerja Kontrak Waktu Tidak Tertentu (PKWTT/Tetap) berhak
mendapatkan THR jika pemutusan hubungan kerja terjadi 30 hari sebelum
Hari Raya Keagamaan. Sedangkan bagi Pekerja Kontrak Waktu Tidak
Tertentu (PKWT/Kontrak) tidak berhak atas aturan tersebut.
Perdebatan seringkali muncul jika terjadi kasus pemutusan hubungan
kerja dalam waktu yang cukup dekat dengan Hari Raya Keagamaan. Ada
baiknya hal-hal tersebut dibahas dengan pihak manajemen serta karyawan
yang bersangkutan secara terbuka dan kekeluargaan untuk menghindari
sengketa lebih lanjut.
5. Pajak THR

24
PPh 21 atas THR hanya dikenakan bagi pekerja yang mendapatkan
THR di atas Pendapatan Tidak Kena Pajak (PTKP), yaitu Rp 4,5 juta per
bulan atau Rp 54 juta per tahun.
Jika pekerja mendapatkan THR kurang dari Rp 4,5 juta, maka pekerja
tersebut tidak dikenakan PPh 21 THR.
6. Sanksi Perusahaan
Sebelum adanya Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No. 6 Tahun
2016 yang mengatur tentang THR, perusahaan tidak dikenakan sanksi
apapun jika tidak memberikan THR kepada pekerja. Namun, setelah adanya
peraturan tersebut, perusahaan akan dikenakan sanksi berupa denda sebesar
5% dari total THR yang harus dibayarkan jika tidak memberikan THR
kepada pekerja.
Denda yang dimaksud adalah THR yang harus dibayarkan oleh
perusahaan ke pekerja ditambah dengan 5% dari total THR yang didapatkan
oleh pekerja. Sehingga, perusahaan akan lebih dirugikan secara finansial
sebagai sanksi akibat tidak memberikan THR sebagaimana peraturan
pemerintah.

VI. Jam Kerja

Jam kerja adalah waktu untuk melakukan pekerjaan, dapat dilaksanakan siang
hari dan/atau malam hari. Undang-Undang No.13 tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan mengatur jam kerja bagi pekerja di sektor swasta. Sedangkan, untuk
pengaturan mulai dan berakhirnya waktu jam kerja diatur sesuai dengan kebutuhan
perusahaan dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan (PP) atau Perjanjian Kerja
Bersama (PKB)
Dalam Undang-Undang No.13 tahun 2003 Pasal 77 ayat 1 mewajibkan setiap
perusahaan untuk mengikuti ketentuan jam kerja yang telah diatur dalam 2 sistem

25
yaitu:

Kedua sistem jam kerja yang berlaku memberikan batasan jam kerja yaitu 40
(empat puluh) jam dalam 1 (satu) minggu. Apabila jam kerja dalam perusahaan
melebihi ketentuan tersebut, maka waktu kerja yang melebihi ketentuan dianggap
sebagai lembur, sehingga pekerja berhak atas upah lembur. 

VII. Status Karyawan


Kontrak kerja atau perjanjian kerja adalah suatu perjanjian antara pekerja dan
pengusaha secara lisan dan/atau tulisan, baik untuk waktu tertentu maupun waktu
tidak tertentu, yang memuat syarat-syarat kerja serta hak dan kewajiban pekerja dan
perusahaan. Dalam kontrak kerja, pekerja dapat mengetahui status kerja. Status kerja
diatur dalam UU Cipta Kerja Bab IV Ketenagakerjaan poin 12 hingga 16 yang
merevisi Pasal 56 hingga 61 UU Ketenagakerjaan.
Status pekerja berdasarkan waktu berakhirnya:

a. Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT)


Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) untuk karyawan
kontrak adalah perjanjian kerja antara pekerja dengan pengusaha untuk
mengadakan hubungan kerja dalam waktu tertentu atau untuk pekerjaan
tertentu. Pekerja dianggap sebagai karyawan PKWT apabila kontrak kerja
tidak lebih dari 5 tahun dan tidak ada masa percobaan kerja (probation).
Hubungan kerja berakhir pada saat selesainya jangka waktu kontrak atau
selesainya pekerjaan yang diperjanjikan.
b. Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT)
Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT) adalah
perjanjian kerja antara pekerja/buruh dengan pengusaha untuk
mengadakan hubungan kerja yang bersifat tetap atau biasa disebut
karyawan tetap. Pada PKWTT dapat mensyaratkan adanya masa

26
percobaan kerja (probation) dengan waktu paling lama 3 (tiga) bulan, bila
ada yang mengatur lebih dari 3 bulan, maka berdasarkan aturan hukum,
sejak bulan keempat, pekerja dinyatakan sebagai pekerja tetap (PKWTT).
Selain status pekerja berdasarkan waktu berakhirnya hubungan
kerja, ada juga pekerja harian lepas (freelancer) dan pekerja alih-daya
(outsourcing). Pada dasarnya, mereka termasuk pekerja PKWT, namun
agak berbeda dengan PKWT secara umum.

c. Pekerja Harian Lepas (Freelancer)


Pekerja harian lepas diatur dalam Pasal 10 PP No 35 Tahun 2021.
Perjanjian kerja harian lepas merupakan PKWT yang dilaksanakan untuk
pekerjaan tertentu yang jenis dan sifat atau kegiatannya tidak tetap,
berubah-ubah dalam hal waktu dan volume pekerjaan, serta pembayaran
upah pekerja didasarkan pada kehadiran.
Perjanjian ini harus memenuhi ketentuan bahwa pekerja bekerja
kurang dari 21 hari dalam 1 bulan. Apabila pekerja bekerja 21 hari atau
lebih dalam 1 bulan selama 3 bulan berturut-turut, maka hubungan kerja
demi hukum berubah menjadi PKWTT dan status pekerja harian lepas
berubah menjadi karyawan tetap.
d. Pekerja Alih Daya (Outsourcing)
Pekerja outsourcing adalah pekerja yang tidak direkrut secara
langsung, melainkan disediakan oleh pihak ketiga atau perusahaan
penyedia tenaga kerja (alih daya). Perjanjian kerja dilakukan oleh
pengusaha dengan perusahaan alih daya berdasarkan kebutuhan
penggunaan tenaga kerja untuk waktu tertentu.
Sedangkan, pekerja outsourcing merupakan karyawan dari
perusahaan alih daya yang merekrut mereka.
Ketentuan outsourcing terdapat pada UU Cipta Kerja poin 20 tentang
perubahan Pasal 66 UU Ketenagakerjaan serta PP No 35 Tahun 2021. 

VIII. Cuti

27
Berdasarkan Undang-undang no. 13 tahun 2003 Pasal 79 ayat (2), pekerja
yang telah bekerja minimal selama 12 bulan atau 1 (satu) tahun berturut-turut berhak
untuk mendapatkan cuti sekurang-kurangnya 12 hari. Namun, perusahaan dapat
menyesuaikan ketentuan cuti pekerja berdasarkan Perjanjian Kerja, Peraturan
Perusahaan (PP), atau Perjanjian Kerja Bersama (PKB) yang telah disepakati oleh
perusahaan dan pekerja.

IX. Sakit
Apabila karyawan tidak dapat melakukan pekerjaannya dikarenakan sakit,
pengusaha tetap wajib membayar upah/gajinya. Di Indonesia tidak terdapat waktu
maksimal karyawan diberikan izin sakit. Karyawan yang tidak masuk kerja karena
sakit selama 2 hari berturut-turut atau lebih harus menyertakan surat keterangan sakit
dari dokter. Tanpa keterangan resmi tersebut karyawan akan dianggap mangkir dan
diperhitungkan sebagai cuti tahunan. Apabila sakit yang diderita karyawan cukup
parah sehingga memerlukan waktu yang lama untuk kembali bekerja, akan dilakukan
penyesuaian terhadap upah yang diterimanya:
a. Untuk 4 bulan pertama dibayar 100% dari upah,
b. Untuk 4 bulan kedua dibayar 75% dari upah,
c. Untuk 4 bulan ketiga dibayar 50% dari upah,
d. Untuk bulan selanjutnya dibayar 25% dari upah sebelum pemutusan hubungan
kerja dilakukan oleh pengusaha.
X. Peraturan Lembur
Pengusaha wajib membayar upah kerja lembur jika mempekerjakan pekerja
melebihi waktu kerja yang telah ditentukan Undang-Undang. Kerja lembur harus
memenuhi syarat berikut:
a) Ada perintah dari pengusaha dan persetujuan dari pekerja bersangkutan secara
tertulis dan/atau melalui media digital;
b) Maksimal waktu lembur 4 jam dalam 1 hari dan 18 jam dalam 1 minggu, tidak
termasuk lembur pada waktu istirahat mingguan atau hari libur resmi.
Upah kerja lembur dihitung menggunakan upah sejam yang didasarkan

28
pada upah bulanan. Upah sejam yaitu 1/173 kali upah sebulan (gaji pokok dan
tunjangan tetap).
Berikut ketentuannya:

1. Apabila kerja lembur dilakukan pada hari kerja maka:


a. Upah 1 jam pertama dibayar 1.5 kali upah sejam;
b. Untuk setiap jam kerja lembur berikutnya dibayar 2 kali upah sejam.
2. Apabila kerja lembur dilakukan pada libur akhir pekan atau hari
libur resmi untuk waktu 5 hari kerja dan 40 jam seminggu, maka:
a. Untuk 8 jam pertama, upah setiap jam dibayar 2 kali upah sejam;
b. Upah jam ke-9 dibayar 3 kali upah sejam;
c. Untuk jam ke-10, ke-11, dan ke-12, upah setiap jam dibayar 4 kali
upah sejam.
3. Apabila kerja lembur dilakukan pada libur akhir pekan atau hari
libur resmi untuk waktu 6 hari kerja dan 40 jam seminggu, maka:
a. Untuk 7 jam pertama, upah setiap jam dibayar 2 kali upah sejam;
b. Upah jam ke-8 dibayar 3 kali upah sejam;
c. Untuk jam ke-9, ke-10, dan ke-11, upah setiap jam dibayar 4 kali
upah sejam.
4. Apabila hari libur resmi jatuh pada hari kerja terpendek, maka:
a. Untuk 5 jam pertama, upah setiap jam dibayar 2 kali upah sejam;
b. Upah jam ke-6 dibayar 3 kali upah sejam;
c. Untuk jam ke-7, ke-8, dan ke-9, upah setiap jam dibayar 4 kali upah
sejam.
XI. Pemutusan Hubungan Kerja

Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) adalah pengakhiran hubungan kerja karena


suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara
pekerja/buruh dan pengusaha. PHK dapat dilakukan dikarenakan alasan-alasan
tertentu dan dilarang apabila dilakukan secara sepihak dan sewenang-wenang.
Pengusaha wajib merundingkan perihal PHK dengan serikat pekerja atau
dengan pekerja, apabila perundingan tersebut tidak menghasilkan persetujuan maka

29
PHK hanya dapat dilakukan setelah memperoleh penetapan dari lembaga
penyelesaian perselisihan hubungan industrial atau pengadilan hubungan industrial.
Pengusaha wajib membayar uang pesangon dan atau uang penghargaan masa
kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima oleh pekerja sebagaimana
yang tertera dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan No 13 Tahun 2003 serta dalam
kesepakatan yang ada pada Perjanjian Kerja Bersama atau Peraturan Perusahaan.
Dalam hal pekerja/buruh melakukan pelanggaran yang tertera dalam perjanjian kerja,
peraturan perusahaan atau perjanjian kerja sama, pengusaha dapat melakukan PHK
setelah pekerja yang bersangkutan diberikan surat peringatan pertama, kedua dan
ketiga secara berturut-turut.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
PSAK No 24 dan PSAK No 18 yang telah dibuat oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI)
terkait dengan imbalan kerja dan akuntansi dana pensiun merupakan acuan yang dapat
digunakan oleh  perusahaan sebagai pedoman untuk melakukan pencatatan dan pelaporan
sesuai dengan Standar  Akuntansi yang berlaku, khususnya di Indonesia, karena sesuai
dengan penjelasan di atas bahwa untuk pengukuran dan pengungkapan pada laporan
keuangan perusahaan terkait dengan imbalan kerja dan dana pensiun memiliki kriteria-
kriteria yang berbeda.
PSAK 24 telah mengalami perubahan sesuai dengan perkembangannya. Pada
awalnya PSAK 24 mengatur mengenai akuntansi biaya manfaat pensiun. PSAK 24 dengan
ruang lingkup ini disahkan tanggal 7 September 1994. Jika dibandingan dengan PSAK 24
(Revisi 2004), PSAK 24 versi tahun 1994 ini cakupannya lebih sempit, yaitu hanya mengatur
mengenai akuntansi dari akuntansi biaya manfaat pensiun. Sebagai penekanan, PSAK 24
versi ini bukan mengatur mengenai dana pensiun, karena PSAK yang mengatur mengenai
akuntansi dana pensiun diatur dalam PSAK tersendiri, yaitu PSAK 18 tentang akuntansi dana
pensiun.
Kewajiban pensiun (pension obligation) pemberi kerja adalah kewajiban kompensasi
yang ditangguhkan kepada para karyawannya atas jasa-jasa mereka menurut persyaratan
dalam program pensiun.

30
Kesimpulan yang mendasar masalah ketenagakerjaan dapat timbul karena beberapa
faktor seperti pendidikan, kesempatan kerja maupun pertumbuhan ekonomi yang relatif
rendah. Hal ini dialami oleh banyak negara yang termasuk Indonesia, karena hingga saat ini
masih banyak pengangguran atau lebih tepatnya lagi orang yang tidak dapat bekerja karena
minimnya lapangan pekerjaan.
B. Saran
Adanya dana pensiun diharapkan dapat mempertahankan kredibilitas penyusunan
Laporan keuangan agar tetap konsisten sesuai dengan Pernyataan Standar Akuntansi (PSAK)
Nomor 18. Dan perusahaan sebaiknya terus mengikuti perkembangan standar akuntansi yang
berlaku umum di Indonesia dan perkembangan terbaru dari undang-undang ketenagakerjaan
serta peraturan-peraturan lainnya yang berhubungan dengan pemberian imbalan kerja.

DAFTAR PUSTAKA

PSAK 18 (Revisi 2010)


https://staff.blog.ui.ac.id/martani/files/2011/04/PSAK-18-dana-pensiun-IAS-26.pptx
PSAK 24 tahun 2010
https://staff.blog.ui.ac.id/martani/2019/08/19/psak-baru-dan-psak-24/
Regulasi Ketenagakerjaan di Indonesia
https://www.gadjian.com/guide/uu-ketenagakerjaan
https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/43013

31

Anda mungkin juga menyukai